Post on 05-May-2023
i
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON TANDAN
PISANG SEBAGAI ADSORBEN DENGAN AKTIVATOR ZnCl2
UNTUK ADSORPSI LARUTAN FENOL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
Gelar Sarjana Sains (S.Si)pada Program Studi Ilmu Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
Disusun oleh :
HALIMAH ZAUMI FEBRIYANTRI
No. Mahasiswa : 13612035
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2017
iv
PERSEMBAHAN
Dengan mengharap ridho Allah SWT ku persembahkan karya
sederhana ini sebagai wujud cinta kasih, sayang dan tanggung jawab
saya kepada:
Orang-orang yang aku sayangi terutama Kedua orang tuaku, Babe Sukirno dan Ibu Istriyah yang telah memberikan cinta kasih dan sayang serta doa untukku, yang telah memberikan semangat dan bekerja keras banting tulang untuk menyekolahkanku hingga tercapainya gelar S1 ini. Terimakasih saya ucapkan, kalianlah inspirasi tuk masa depanku.
Buat Kakak-kakak ku terkasih Ilham Yusuf Vishnu Aditya dan Surya Dwi Juni Ardiantoko, Adekku yang paling kusayang Catur Maulana Muslimin,serta kakak iparku Mba Yuli Widyastuti, kalian yang slalu ada dalam bayangan dan do’a ku, semoga kita semua bisa menjadi kebanggaan orang tua dan keluarga. Buat Mbah Wedok matur nuwun do’a lan wejanganipun. Adek Maulana Muslimin (Alm) semoga bahagia di sana dan bisa menjadi penolong Babe dan Ibu kelak. Aamiin
Pembimbing ku Pak Allwar terimakasih ilmu dan dukungannya serta dosen-dosen Kimia UII terimakasih ilmunya selama ini.
Buat temen Allwar Research Team (ART) : Tari, Klana, Tomi, Hendra, Ade, Ridho , mba Watik. Mba Diah, kak Al, dan kak Ovi makasih dukungan, kebersamaan dan bantuannya, semoga tercapai segala cita2 nya.Aamiin
v
Thanks to Sulis Prasetyo Squad: mba Ovi, mba Icha, mak Anggi, Om Hakim, pak kanit Gilang, mas Ikhsan dan Orang dusun mas Faby, makasih loh.. do’a, hiburan, kebersamaan, n dukungannya. Kalian bikin aku kotor. Seneng punya temen KKN yang klop abizz. KKN-UII MG-243 Gejayan Joss.
Pasukan Sumbrej kost Vicka, Sifa, Mitha Bocil, Mba Ai, Sofi thanks for everyday, lope-lope buat kalian.
Tak lupa buat temen-temen Kimia UII 2013, terima kasih sudah mau jadi teman, terima kasih kebersamaan yang telah memberi warna baru selama 4 tahun ini.
Thanks juga buat inspirasiku mas Budi, and special thanks buat “Well” temen nyebelin aku yang slalu ada buat nemenin begadang, slalu support, temen curhat, makasih waktunya.
vi
MOTTO
“Sungguh, bersama kesukaran itu pasti ada kemudahan, Oleh karena itu, jika kamu
telah selesai dari suatu tugas, kerjakanlah tugas lain dengan sungguh-sungguh dan
hanya Tuhanmulah hendaknya kamu memohon dan mengharap.”
(Q.S.Al-insyiroh;5-8)
Demi langit dan bintang yang muncul dimalam hari, apakah
yang kamu ketahui tentang bintang ini? Bintang yang
sinarnya menembus malam. Setiap orang pasti ada penjaga yang
mengawas itindakannya, maka hendaklah seseorang berfikir dari
apa mereka diciptakan.
Bermimpilah karena Allah akan memeluk mimpi-mimpi itu,
maka jangan pernah takut untuk bermimpi karena mimpi
merupakan akar keajaiban didunia.
(Q.S. At-Thaariq;1-5)
“Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang banyak
manfaatnya (kebaikannya) kepada manusia lainnya”
(H.R. Qadla‟iedari Jabir)
Detikdemi detik, hari demi hari, terasa sekali
perubahannya, Tak ada satu pun yang tak berarti dari
setiap langkah ini.Tak ada yang sia-sia dari dunia ini.
Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala apa yang
terbaik bagi hamba-Nya.”
(penulis)
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi ini.Skripsi ini berjudul
“ Sintesis dan Karakterisasi Karbon Tandan Pisang Dengan Aktivator ZnCl2
Untuk Adsorpsi Larutan Fenol” dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak.Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Drs. Allwar, M.Sc.Ph.D. selaku Dekan FMIPA UII sekaligus dosen
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan
pengarahan,masukan,diskusi, serta persetujuan sehingga makalah skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
2. Ibu Dr. Is Fatimah, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Kimia FMIPA UII.
3. Ibu Febi Indah Fajarwati,S.Si,M.Sc selaku penguji skripsi juga dosen Kimia
UII yang telah member waktu dan tempat, juga pengarahan, masukan buat
saya berkeluh kesah selama mengerjakan penelitian skripsi ini.
4. Ibu IkaYanti, M.Si,M.Sc. selaku dosen penguji penelitian.
5. Seluruh dosen Departemen Ilmu Kimia UII yang telah mengajar dan
member pengetahuan selama menjadi mahasiswa Ilmu Kimia UII.
6. Tak lupa Keluarga penulis, terutama kedua orang tua serta kakak dan adik
penulis yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun
material.
viii
7. Sahabat-sahabat penulis serta rekan satu penelitian pembuatan karbon aktif,
Team ART ( Tari, Klana, Tomi, Hendra, Ade, Mba Watik, Mba Diah, Kak
Alfarizi, Kak Ovi ), Pasukan Sumbrej Kost (Vicka, Mita, Sifa), Sulis
Prasetyo Squad (Ovi, Anggi, Icha, Gilang, Hakim, Ikhsan, Faby),
terimakasih atas kerjasamanya, persahabatan, bantuan, dan dukungannya
selama ini.
8. Teman- teman Ilmu Kimia UII 2013 baik kelas A dan B, Resty, Mba Kiki,
Alin, Widya, Tari, mba Ida, Ncop, serta teman lain yang tidak dapat
disebutkan satu per satu atas persahabatan dan keceriaannya yang diberikan
selama ini.
Akhir kata, penulis berharap agar makalah skripsi ini bermanfaat bagi orang
yang membacanya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. Penulis
menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam hal penulisan
makalah ini maupun hal materi di labortorium selama penelitian. Oleh karena itu,
penulis mengharap kritikan dan saran yang bersifat membangun guna penyusunan
berikutnya.
Yogyakarta, 17 Juli 2017
Penulis
(Halimah Zaumi Febriyantri)
ix
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON TANDAN
PISANG SEBAGAI ADSORBEN DENGAN AKTIVATORZnCl2
UNTUKADSORPSI FENOL
INTISARI
Halimah Zaumi Febriyantri
NIM: 13612035
Telah dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi karbon aktif
tandan pisang dengan aktivator ZnCl2 untuk adsorpsi fenol. Tujuan dari penelitian
ini untuk mensintesis karbon aktif dari tandan pisang sebagai adsorben. Analisa
terhadap daya serap larutan fenol juga diselidiki. Karbon aktif diperoleh dari
tandan pisang yang diaktivasi dengan ZnCl2 8 % dan dikarbonisasi selama 8 jam
pada suhu 150 0C. Karbon aktif yang telah teraktivasi dicuci menggunakan HNO3
dan dinetralkan menggunakan akuades kemudian dikeringkan pada suhu 150 0C
selama 2 jam. Metode yang digunakan yaitu karbonisasi hidrotermal.
Karakterisasi sampel menggunakan teknik Fourier Transform Spectroscopy
Infrared (FTIR), Surface Area Analyzer (SAA) dan (Scanning Electron
Microscopy-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX)serta uji kadar abu dan kadar
air juga dilakukan. Berdasarkan hasil FTIR didapat gugus C=C, C-O dan gugus
fungsi Zink (Zn-O) pada permukaan karbon aktif. Untuk Surface Area Analyer
(SAA) meliputi luas permukaan BET sebesar 46.304 m2/g, luas permukaan
Langmuir sebesar 69.166 m2/g dan total volume pori (P/P0 =0.991268) 0.1069
cc/g. Karbon aktif tandan pisang tergolong dalam tipe Mesopori. Kadar air dan
kadar abu berturut-turut sebesar 0,9396 % dan 9,5 %. Proses adsorpsi larutan
fenol dengan karbon aktif tandan pisang menggunakan variasi pH larutan fenol,
waktu pengadukan, berat adsorben, dan konsentrasi larutan fenol. Pada proses
batch didapatkan hasil penyisihan fenol terbesar oleh karbon aktif tandan pisang
yaitu pH optimum fenol sebesar 4,62 mg/g, massa karbon optimum sebanyak 1,5
gram sebesar 2,393 mg/g, waktu kontak optimum 45 menit sebesar 4,61 mg/g dan
kapasitas maksimum karbon aktif terhadap fenol sebesar 4,687 mg/g. Isotherm
adsorpsi mengikuti model Freundlich dengan laju orde dua semu.
Kata kunci: Karbon Aktif, Adsorpsi, Karbonisasi Hidrotermal, Fenol.
x
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION CARBON BANANA
EMPTY FRUIT BUNCH AS ADSORBEN USING ZnCl2
ACTIVATOR FOR ADSORPTION OF PHENOL
Abstract
Halimah Zaumi Febriyantri
NIM: 13612035
A research has been conducted to synthesis and characterization of
activated carbon of banana empty fruit bunch with ZnCl2 activator for phenol
adsorption. The purpose of this research was to synthesis activated carbon of
banana empty fruit bunch as adsorben. The phenol adsorption capacity were also
investigated. The active carbon was obtained from banana empty fruit bunch that
activated using 8 % ZnCl2 and carbonized with a temperature of 150 oC for 8
hours. The activated carbon was then washed by HNO3 and neutralizing the pH
with distilled water, then dried at 150 0C for 2 hours. Hydrothermal methods were
used in this research. Sample chracterization were done using Fourier Transform
Spectroscopy Infrared (FTIR), Surface Area Analyzer (SAA) dan (Scanning
Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX)and test ash content
and moisture content. Characterization of activated carbon using FTIR obtained
C = C, C- O and Zinc (Zn-O) functional groups present on the surface of activated
carbon. Surface Area Analyer (SAA), which includes the BET surface area of
46.304 m2 / g, surface area Langmuir amounted to 69.166 m
2 / g and a total pore
volume (P / P0 = 0.991268) 0.1069 cc / g. The activated carbon of banana empty
fruit bunch is type mesoporous. Moisture content and ash content were 0.9396 %
and 9,5 %, respectively. The phenol adsoption process with activated carbon of
banana empty fruit bunch was using variation pH of phenol, mass of adsorben,
time of shaker and variation of phenol concentration. The best result of phenol
removal in batch process is show by activated carbon of banana empty fruit bunch
at optimum pH of phenol of 4.62 mg / g, the optimum carbon mass of 1.5 grams
of the phenol of 2.393 mg / g, optimum contact time of 4.61 mg / g and a
maximum capacity of activated carbon to a phenol of 4.687 mg / g. Isotherm
adsorption is Freundlich with orde dua semu.
Keywords : Activated Carbon, Adsorption, Hydrothermal Carbonization, Phenol.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv
MOTTO .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
INTISARI ......................................................................................................... ix
ABSTRACT ......................................................................................................x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
1.5. Luaran ........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6 BAB III DASAR TEORI .............................................................................. 15
3.1. Tumbuhan Pisang ................................................................................... 15
3.2. Karbon Aktif .......................................................................................... 17
xii
3.2.1. Struktur Fisik dan Struktur Kimia Karbon Aktif ..........................23
3.3.2. Jenis-Jenis Karbon Aktif ..............................................................25
3.3. Proses Karbonisasi ................................................................................. 26
3.4. Proses Aktivasi ........................................................................................ 29
3.5. Adsorpsi ...................................................................................................33
3.5.1. Jenis-Jenis Adsorpsi ....................................................................34
3.5.2. Isotherm Adsorpsi ........................................................................36
3.5.3. Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi ........................................40
3.5.4. Orde Semu Reaksi .......................................................................43
3.5.4.1. Orde satu semu ...............................................................43
3.5.4.2. Orde dua semu ................................................................43
3.5.5. Kapasitas dan Energi Adsorpsi ....................................................44
3.5.5.1. Model Isoterm Adsorpsi Lanmuir ..................................44
3.5.5.2. Model Isoterm Adsorpsi Freundlich ..............................46
3.6. Mekanisme Reaksi ...................................................................................47
3.7. Scanning Electron Microscopy (SEM) .................................................... 48
3.8. Fourier Transform Spectroscopy Infrared (FTIR) ................................ 52
3.9. Surface Area Analyzer (SAA) .................................................................54
3.10. Karbonisasi Hidrotermal ....................................................................... 55
3.11. Fenol .......................................................................................................55
3.11.1 Sifat-sifat Fenol ..........................................................................57
3.12. Spektrofotometer UV-VIS .....................................................................57
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 61
xiii
4.1. Bahan dan Peralatan ................................................................................ 61
4.1.1. Bahan ......................................................................................... 61
4.1.2. Alat ............................................................................................ 61
4.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................................ 61
4.3. Prosedur Penelitian...................................................................................62
4.3.1. Pembuatan Arang........................................................................ 62
4.3.2. Analisis Gugus Fungsi Adsorben Karbon Aktif dengan FTIR .. 63
4.3.3. Analisis Sifat dan Struktur Adsorben Karbon Aktif dengan SAA ................................................................................63
4.3.4. Penentuan Rendemen ................................................................. 64
4.3.5. Penentuan Kadar Air .................................................................. 64
4.3.6. Penentuan Kadar Abu ..................................................................64
4.3.7. Aplikasi Karbon Aktif Tandan Pisang Terhadap
Adsorpsi Fenol ............................................................................65
4.3.7.1. Pembuatan Larutan Standar Fenol 1000 mg/L ............... 65
4.3.7.2. Pembuatan Larutan Fenol 100 mg/L sebanyak 50 mL .. 65
4.3.7.3. Penentuan pH Optimum Adsorpsi Fenol .........................65
4.3.7.4. Penentuan Waktu Kontak Optimum Adsorpsi Fenol ...... 66
4.3.7.5. Penentuan Berat Optimum Karbon Aktif Dalam Adsorpsi Fenol .................................................................................66
4.3.7.6. Penentuan Kapasitas Adsorpsi Fenol ............................. 67
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 68
5.1. Preparasi Tandan Pisang dan Aktivasi .................................................... 68
5.2. Karakterisasi Adsorben Karbon Aktif Tandan Pisang ........................... 71
xiv
5.2.1. Pengujian Kadar Air ................................................................... 71
5.2.2. Pengujian Kadar Abu ...................................................................72
5.2.3. Pengujian Penentuan Gugus Fungsi ......................................... 73
5.2.4. Pengujian SEM-EDX.................................................................. 76
5.2.5. Karakterisasi Karbon Aktif Tandan Pisang dengan Surface Area
Analyzer (SAA) .......................................................................... 78
5.3. Aplikasi Karbon Aktif Tandan Pisang Terhadap Adsorpsi Fenol ...........80
5.3.1. Penentuan pH Optimum ............................................................. 81
5.3.2. Penentuan Waktu Kontak Karbon Aktif Optimum .................... 82
5.3.3. Penentuan Massa Karbon Aktif Optimum .................................. 85
5.3.4. Kapasitas Adsorpsi Maksimum .................................................. 86
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 91
6.1. Kesimpulan ............................................................................................ 91
6.2. Saran .........................................................................................................92
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 93
LAMPIRAN ................................................................................................ 101
LAMPIRAN 1 SKEMA CARA KERJA ..................................................... 101
LAMPIRAN 2 PERHITUNGAN PEMBUATAN LARUTAN .................. 110
LAMPIRAN 3 DATA PENGAMATAN ..................................................... 112
LAMPIRAN 4 PERHITUNGAN ADSORPSI FENOL ............................. 121
LAMPIRAN 5 PENENTUAN KAPASITAS ADSORPSI ORDE DUA ... 124
LAMPIRAN 6 PERHITUNGAN ISOTHERM ADSORPSI ....................... 125
LAMPIRAN 7 PERHITUNGAN BET-SAA................................................128
xv
LAMPIRAN 8 HASIL SURFACE AREA ANALYZER (SAA) .................131
LAMPIRAN 9 HASIL SEM-EDX ...............................................................134
LAMPIRAN 10 HASIL FTIR ......................................................................136
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Penggunaan Karbon Aktif Dinegara Industri ................................ 9
Gambar 2. Tandan Pisang ...............................................................................17
Gambar 3. Klasifikasi Material Karbon ........................................................ 18
Gambar 4. Struktur Grafit .............................................................................. 19
Gambar 5. Struktur Selulosa .......................................................................... 21
Gambar 6. Ilustrasi Skema Struktur Karbon AKtif ........................................ 24
Gambar 7. Struktur Fisik Karbon Aktif ........................................................ 24
Gambar 8. Struktur Kimia Karbon Aktif ...................................................... 25
Gambar 9. Proses Adsorpsi pada Karbon Aktif: Transfer Molekul Adsorbat
ke Adsorben .................................................................................33
Gambar 10. Klasifikasi Isotherm Adsorpsi-Desorpsi BDDT .........................36
Gambar 11. Mekanisme Reaksi Selulosa dengan ZnCl2 ................................48
Gambar 12. A. Proses Pengeringan B. Proses Karbonisasi Hidrotermal
C.Arang Aktif ................................................................................68
Gambar 13. A. Proses Perendaman dengan HNO3 B. Pencucian dengan
Akuades C. Karbon Aktif Teraktivasi ..........................................70
Gambar 14. Spektrum Karbon Aktif Sebelum (atas) dan Sesudah (bawah)
Pencucian HNO3 ..........................................................................74
Gambar 15. Hasil Uji SEM ............................................................................77
Gambar 16. Hasil Analisis Karbon AKTIF Tandan Pisang dengan EDX ......77
Gambar 17. Plot Adsorpsi Isotherm Nitrogen (N2) .........................................79
Gambar 18. Penentuan pH Optimum ..............................................................81
Gambar 19. Waktu Optimum Adsorpsi Fenol ................................................83
Gambar 20. Ordeduasemu ..............................................................................85
Gambar 21. Berat Optimum Adsorpsi Fenol ..................................................86
xvii
Gambar 22. Konsentrasi Optimum Fenol ......................................................87
Gambar 23. Ce/(x/m) berbanding Ce (Langmuir)...........................................89
Gambar 24. Log (x/m) dengan log Ce (Freundlich) .......................................90
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perkembangan Penelitian Karbon Aktif ........................................... 9
Tabel 2. Kegunaan Arang Aktif ..................................................................... 21
Tabel 3. Standar Karbon Menurut SII No. 0258-88....................................... 22
Tabel 4. Tabel Spektra Inframerah................................................................. 53
Tabel 5. Perbedaan Gugus Fungsi Sebelum dan Sesudah Pencucian HNO3 . 76
Tabel 6. Hasil SEM-EDX .............................................................................. 78
Tabel 7. Analisis SAA pada Karbon Aktif Tandan Pisang ............................ 79
Tabel 8. Banyaknya Fenol yang Teradsorpsi ..................................................82
Tabel 9. Waktu Optimum pada Fenol .............................................................83
Tabel 10. Waktu Terhadap Banyaknya Fenol Terjerap ..................................84
Tabel 11. Isotherm Langmuir dan Freundlich ................................................88
Tabel 12. Harga Konstanta Lanmuir dan Freundlich pada Fenol ...................90
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia
(Satuhu dan Supriadi, 2000). Tanaman pisang banyak tumbuh di Indonesia dan
banyak sekali manfaat yang didapat dari tanaman pisang, baik dari buah, daun,
bonggol, kulit pisang hingga tandan dari pisang dapat dimanfaatkan
(Adinata,2013). Tandan pisang memiliki komposisi kimia yang berupa selulosa.
Selulosa ini merupakan senyawa organik yang berpotensi besar dapat digunakan
sebagai penyerapan. Di mana penyerapan tersebut terjadi karena gugus-OH yang
terikat pada selulosa dapat melepas atom hidrogen dan oksigen akibat pemanasan
suhu tinggi sehingga didapat karbon dari setiap sudut selulosa.
Ketidaksempurnaan penataan cincin segi enam yang dimiliki selulosa,
menyebabkan terbentuknya ruang pada struktur arang aktif yang memungkinkan
adsorbat masuk dalam struktur arang aktif berpori (Muna,2011). Oleh sebab itu
digunakan limbah tandan pisang sebagai bahan baku alternatif pembuatan karbon
aktif.
Dengan banyaknya pendirian industri di Indonesia, jika tidak diiringi
dengan pengelolaan limbah yang dihasilkan maka akan membahayakan ekosistem
yang ada. Limbah merupakan hasil sampingan yang dihasilkan dari suatu proses
kegiatan manusia seperti proses industri. Dengan pesatnya pertumbuhan industri
maka limbah yang dihasilkan semakin banyak. Lingkungan dipaksa menerima
2
limbah baik limbah yang telah diproses maupun belum diproses, akibatnya
kelamaan lingkungan akan tercemar. Salah satu limbah yang ada dalam limbah
industri adalah limbah fenol. Limbah organik ini banyak ditemukan dalam limbah
industri di Indonesia, antara lain industry migas, fiber-glass, perekat, kayu
lapis, farmasi, cat, tekstil, keramik, plastik, formaldehid dan sebagainya.
Fenol sendiri merupakan polutan yang sangat berbahaya di lingkungan
karena bersifat racun dan sangat sulit didegradasi oleh organisme pengurai. Fenol
adalah senyawa kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan iritasi
jaringan, kulit, mata, dan mengganggu pernapasan manusia. Fenol di alam
mengalami transformasi kimia, biokimia, dan fisika. Proses alami yang ada tidak
cukup untuk menangani masalah ini, perlu penanganan lebih sehingga fenol dan
derivate-derivatnya berkurang hingga dibawah nilai batas ambangnya
(Masykuri,dkk, 2005). Apabila terminum akan menimbulkan rasa sakit dan
merusak pembuluh darah sehingga menyebabkan gangguan pada otak, paruparu,
ginjal dan limpa. Apabila mencemari perairan dapat menimbulkan rasa dan bau
tidak sedap dan pada konsentrasi nilai tertentu akan menyebabkan kematian
organisme di perairan. Berdasarkan kategori tersebut, fenol digolongkan
sebagai Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) (Juliandini dan
Trihadiningrum,2008).
Salah satu metode untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah melalui
proses adsorpsi. Proses adsorpsi dapat dilakukan dengan karbon aktif yang dibuat
dari bahan bakar limbah yang mengandung karbon. Proses adsorpsi merupakan
3
salah satu teknik pengolahan limbah yang diharapkan dpat digunakan untuk
menurunkan konsentrasi fenol berlebih. Adsorben yang pernah digunakan dalam
penelitian adsorpsi dengan memanfaatkan limbah pertanian antara lain adsorben
dari tempurung kelapa (Prilianti, 2013), limbah kayu sengon (Abadi, 2005),
limbah kayu jati (Azizah, 2009), dan kulit buah kapuk randu dengan aktivator
ZnCl2(Budiman, 2001). Alternatif penerapan metode adsorpsi dengan karbon aktif
dipilih karena permukaan karbon aktif yang luas, kemampuan adsorpsi yang
besar, mudah diaplikasikan dan biaya yang diperlukan relative murah
(Muna,2011).
Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Husni,dkk (2004) yaitu adsorpsi
logam merkuri (Hg) menggunakan arang aktif batang pisang. Memberikan hasil
bahwa logam merkuri teradsorpsi arang aktif sebesar 9,21 mg/g. Penelitian
tersebut memberikan gambaran bahwa batang pisang dapat dijadikan adsorben.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan membuat
arang aktif tandan pisang teraktivasi ZnCl2, di pilih aktivator ZnCl2 karena karbon
aktif yang dihasilkan memiliki porositas yang lebih baik dibandingkan dengan
aktivator KOH dan KCl, memiliki luas permukaan yang besar hingga 737,6 mg/g,
aktivator ZnCl2 menghasilkan adsorben yang efektif untuk menghilangkan nitrat
dari larutan juga hasil pengujian iodine juga tinggi (Namasivayam, 1998). Karbon
aktif tandan pisang yang didapat digunakan untuk mengetahui daya adsorpsi
karbon aktif tandan pisang terhadap fenol. Untuk karakterisasi karbon aktif
sebagai adsorben digunakan FTIR (Fourier Transform Spectroscopy Infrared),
SAA (Surface Area Analyzer) dan SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy-
4
Energy Dispersive X-Ray) serta dilakukan uji kadar air dan kadar abu. Sedangkan
untuk analisis fenol pada larutan di lakukan dengan menggunakan
Spektrofotometer UV-VIS.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil suatu rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mensintesis karbon aktif tandan pisang dengan aktivator
ZnCl2 sebagai adsorben?
2. Bagaimana karakterisasi karbon aktif tandan pisang dengan aktivator ZnCl2
sebagai adsorben?
3. Bagaimana kapasitas adsorpsi pH optimum, massa karbon optimum, waktu
kontak optimum dan kapasitas adsorpsi maksimum karbon aktif tandan
pisang dalam mengadsorpsi fenol ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bagaimana cara mensistesis karbon aktif tandan pisang dengan
aktivator ZnCl2 sebagai adsorben.
2. Mengetahui karakterisasi karbon aktif yang dihasilkan dari tandan pisang
dengan aktivator ZnCl2 sebagai adsorben.
3. Untuk mengetahui besarnya kapasitas adsorpsi pH optimum, massa karbon
optimum, waktu kontak optimum serta besarnya kapasitas adsorpsi
maksimum karbon aktif tandan pisang dalam mengadsorpsi fenol.
5
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan maka manfaat dari
penelitian ini yaitu:
1. Memperoleh ilmu dan informasi tentang cara mensistesis dan
mengkarakterisasi karbon aktif tandan pisang menggunakan aktivator ZnCl2.
2. Memperoleh data kapasitas adsorpsi pH optimum, massa karbon optimum,
waktu kontak optimum dan kapasitas adsorpsi maksimum karbon aktif tandan
pisang dalam mengadsorpsi fenol.
3. Memanfaatkan limbah tandan pisang yang berlimpah sekaligus
meningkatkan nilai ekonominya.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
pemanfaatan limbah tandan pisang secara optimal sebagai penyerap limbah
fenol.
1.5. Luaran
Luaran yang diharapkan pada penelitian ini adalah dapat menghasilkan
arang aktif yang telah memenuhi kriteria SNI. Penelitian ini juga memberikan
informasi bahwa karbonisasi hidrotermal mampu menghasilkan karbon aktif
tandan pisang yang dapat digunakan sebagai adsorben fenol.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Di Indonesia bahan baku untuk membuat arang aktif sebagian besar
menggunakan tempurung kelapa dan kayu. Di lain pihak, bahan baku yang dapat
dibuat menjadi arang aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon,
baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, binatang, maupun barang tambang
seperti batu bara. Pada abad XV, diketahui bahwa arang aktif dapat
dihasilkan melalui komposisi kayu dan dapat digunakan sebagai adsorben
warna dari larutan. Beberapa tahun terakhir ini pemanfaatan limbah padat
pertanian untuk dijadikan karbon aktif menjadi alternatif baru dalam pembuatan
karbon aktif, seperti karbon aktif dari sari serat pisang (Namasivayam et
al., 1998), dari tongkol jagung, sekam padi (Valix et al., 2004), tempurung
kelapa, arang kayu (Kardivelu, 2003), ampas tebu (Rachakornkij et al., 2004),
kulit kemiri (Labuka, 2003; Nasrullah, 2003), kulit buah coklat (Hakim, 2003;
Jannah, 2003), Kayu bakau (Nasruddin, 2002), dan tempurung kenari
(Wijaya, 2005; Sherliy, 2004).
Namun pada penelitian ini bahan yang digunakan yaitu tandan
pisang.Penggunaan tandan pisang dikarenakan memiliki potensi untuk
digunakan sebagai bahan baku arang aktif. Selain itu produksi limbah tandan
pisang sangat tinggi.Tingginya produksi limbah ini sebanding dengan tingginya
produksi pisang.Semakin tinggi produksi pisang, maka tingkat produksi limbah
tandan pisang juga semakin tinggi.
7
Tandan pisang dengan nama latin Musa Paradiseaca merupakan tanaman
yang banyak terdapat dan tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Limbah
tandan pisang merupakan limbah terbesar yang diperoleh dengan nilai ekonomis
yang hampir tidak ada. Hasil analisis dari Balai Penelitian dan Pengembangan
Industri tahun 2008 menyatakan bahwa tandan pisang banyak mengandung
selulosa (8,30%), hemiselulosa (21,33%) dan lignin (19,06%). Elemental analisis
dari tandan pisang memperlihatkan bahwa andan pisang terdiri dari karbon
(41,75%), hidrogen (5,10%), nitrogen (1,23%), sulfur (0,18%), dan oksigen
(51,73%) serta fix karbonnya (5,95 ± 4,98%). Sedangkan kadar selulosa dari
batang pisang kering sekitar 50% (Husni dkk.,2004). Kandungan karbon yang
dimiliki tandan pisang cukup tinggi, oleh karena itu komoditas ini dapat dijadikan
sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif.
Penggunaan tandan pisang sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif
karena kandungan selulosa dan hemiselulosa dalam tandan pisang cukup tinggi
dan kadar lignin yang rendah .Lignin kurang stabil dan kurang bisa diuraikan
sehingga mempengaruhi keaktifan karbon. Semakin sedikit lignin yang terdapat
dalam bahan baku maka kualitas karbon aktif semakin baik
(Priatmoko,dkk.,1995).
Selulosa ini merupakan senyawa organik yang berpotensi besar dapat
digunakan sebagai penyerapan.Dimana penyerapan tersebut terjadi karena gugus-
OH yang terikat pada selulosa dapat melepas atom hidrogen dan oksigen akibat
pemanasan suhu tinggi sehingga didapat karbon dari setiap sudut selulosa.
Ketidaksempurnaan penataan cincin segi enam yang dimiliki selulosa,
8
menyebabkan terbentuknya ruang pada struktur arang aktif yang memungkinkan
adsorbat masuk dalam struktur arang aktif berpori (Muna,2011).
Karbon aktif merupakan karbon amorf dengan luas permukaan sekitar
300 sampai 2000 m2/gr (Fuadi, 2008). Luas permukaan yang sangat besar ini
karena mempunyai struktur pori-pori, pori-pori inilah yang menyebabkan
karbon aktif mempunyai kemampuan untuk menyerap. Daya serap karbon
aktif sangat besar, yaitu 25-1000 % terhadap berat karbon aktif ( Salamah, 2008).
Karbon aktif biasanya digunakan sebagai katalis, penghilangan bau,
penyerapan warna, zat purifikasi, dan sebagainya.Untuk industri di Indonesia,
penggunaan karbon aktif masih relatif tinggi. Sayangnya, pemenuhan akan
kebutuhan karbon aktif masih dilakukan dengan cara mengimpor. Pada tahun
2000 saja, tercatat impor karbon aktif sebesar 2.770.573 kg berasal dari negara
Jepang, Hongkong Korea, Taiwan, Cina, Singapura, Philipina, Sri Lanka,
Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Denmark, dan
Italia (Rini Pujiarti, J.P Gentur Sutapa).
Selain aplikasi karbon aktif yang telah disebutkan di atas, juga terdapat
negara industry seperti Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Jepang menggunakan
karbon aktif paling besar untuk pengolahan air selanjutnya untuk industri
makanan lalu untuk pemurnian udara dan gas serta industri obat dan lain-lain
(Saragih,2008).
9
Gambar 1. Penggunan karbon aktif di negara industri (Saragih,2008).
Kebutuhan Indonesia akan karbon aktif untuk bidang industri masih
relatif tinggi disebabkan semakin meluasnya pemakaian karbon aktif pada sektor
industri. Permintaan karbon aktif akan terus meningkat sebesar 9% per tahun
sampai dengan 2014 dan konsumsi karbon aktif dunia tahun 2014
diperkirakan 1,7 juta ton per tahun (Freedonia, 2014).
Adapun perkembangan penelitian untuk meningkatkan daya adsorpsi karbon
aktif dalam skala laboratorium dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
10
Table 1. Perkembangan Penelitian Karbon Aktif
No Judul Jurnal Proses Hasil
1 Production of activated
Carbon from Palm-oil
shell by pyrolysis and
steam activation in a
fixed bed reactor
(Vitidsant,1999)
Pirolisis bahan baku dengan
laju alir udara 0,72 ml/min
selama 30 menit dengan
menggunakan steam dengan
temperature 750oC selama 3
jam.
bulk = 0,505 g/cm3
surface area= 669,75
m2/g.
2 Production and
characterization of
Activated Carbon from
pine wastes gasified in a
pilot reactor
(Garcia,2002)
Pencampuran bahan baku
dengan KOH (rasio berat
alkali/char= 4:1). Dialiri
dengan gas N2 4:1 min
dengan temperatur
bervariasi dari 725 sampai
8000C selama 1 jam
Volume mikropori =
0,678 cm3/g. Surface
area = 1908 m2/g.
3 Preparation and
Examination of
Activated Carbon from
Date Pits Impregnated
with KOH (Banat,2003).
Dengan mencampur 30 wt%
KOH dan kemudian
dipanaskan sampai
temperatur 6000C selama 2
jam.
Surface area adalah
470 m2/g
4 Understanding
chemical reaction
between carbon and
NaOH and KOH
(Lillo,2003)
Bahan baku dicampur
dengan NaOH (NaOH: C=
3:1) dengan laju pemanasan
adalah 50C/menit sampai
7600C. Dengan dialiri
N2,CO2 dan steam (laju
steam adalah 40,100,dan 500
ml/min)
Hasil terbaik: dialiri
N2 500 ml/min =
2193 m2/g. hasil
paling jelek dialiri
CO2= 36 m2/g
5 Activated carbon from
Moringa husks and
Dipanaskan dengan dialiri
steam (2 ml/min) dan besar
Surface area
Untuk 8000C = 713
11
pods
(McConnachie,1996)
laju pemanasan adlah
200C/min, temperatur akhir
bervariasi dari 5000C sampai
8000C selama 1 atau 2 jam
m2/gram.
6 Activated carbon from
Bamboo-Technology
Development towards
Commercialisation
(Baksi,2006).
Dicampurkan asam fosfat
(H3PO4), Zinc Clorida
(ZnCl2) di fluidized bed
reactor pada 900-11000C
dengan adanya steam atau
CO2
Surface area rata-
rata adalah 1250
m2/g.
7 High-Porosity Carbons
Prepared from
Bituminous Coal with
Pottasium Hydroxide
Activation (Teng,1999)
Dilakukan karbonisasi di
horizontal cylindrical
furnace (60-nm i.d.) dengan
atmosfer N2 (100 ml/min)
dan laju pemanasan (v) =
300C. min dari temperatur
ruang sampai 500-10000C
selama 0-3 jam.
KOH/Coal = 4,25:1
dengan 8000C
selama 1 jam
mendapat surface
area = 3000 m2/g.
8 Preparation of
Activated Carbon from
Bituminous Coals with
CO2 Activation 1.
Effects of Oxygen
Content in Raw Coals
(Teng,1996).
Pirolisis dengan aliran
CO2/N2 dipanaskan dengan
laju pemanasan 300C/min
dari temperatur ke maximum
heat treatment yaitu 800-
9500C. Kemudian dilakukan
gasifikasi dengan aliran CO2
pada temperatur maximum
heat treatment.
Hasil yang terbaik
adalah 658 m2/g
9 Effect of Two-Stages
Process on the
preparation and
Precarbonized karbon
dengan dicampur dengan
250 g yang mengandung
Surface area T =
9000C adalah 438,9
m2/g
12
Characterization of
Porous Carbon
Composite from Rice
Husk by Phosporic Acid
Activation
(Kennedy,2004)
85% berat H3PO4. Rasio
H3PO4 :Coal 4,2:1 pada
850C selama 4 jam. Lalu
dikeringkan dengan kondisi
vacuum pada 1100C selam
24 jam dan diaktivasi
dengan atmosfer N2 (v=
100ml/min) dan laju
pemanasan = 50C/min.
temperatur yang digunakan
adalah 700,800,9000C
selama 1 jam lalu
didinginkan.
(Maulana.A.,2011)
Berdasarkan Tabel 1. dapat disimpulkan bahwa karbon aktif dapat dibuat
dari bahan limbah organik yang ada disekitar lingkungan kita seperti tempurung
kelapa, bambu, sekam padi, dan serbuk gergaji dengan berbagai jenis aktivator
antara lain NaOH, KOH, H3PO4, serta ZnCl2. Rajeshwar., dkk (2012)
melakukan pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari biji Lapsi
(Choerospondias axillaris) dengan aktifasi kimia dengan asam fosfat dengan
konsentrasi 50% dengan rasio 1:1 pada suhu 80 °C selama 24 jam dan dipirolisi
pada 400 °C menghasilkan bilangan iodin 845 mg/g dan metilen biru 277
mg/g.
Foo dan Lee (2010) melakukan pembuatan karbon aktif dari Parkia
Speciosa dengan aktifasi kimia yang menghasilkan luas permukaan dan
volume pori karbon aktif sangat bergantung pada suhu karbonisasi dalam
13
pembuatan karbon. Rasio impregnasi 1:1 karbon aktif diproduksi dengan BET
tinggi luas permukaan dibandingkan dengan karbon aktif disusun dengan
menggunakan rasio peresapan 2:1. Suhu karbonisasi tinggi akan menghasilkan
karbon aktif dengan luas permukaan dan volume pori yang lebih tinggi.
Penelitian-penelitian terdahulu tentang pembuatan karbon aktif masih
jarang yang memanfaatkan tandan pisang kepok sebagai bahan baku.
Penelitian yang sudah ada mengenai pembuatan karbon aktif dari bahan
tanaman berjenis plantain adalah pembuatan karbon aktif dari kulit pisang
menggunakan aktivator H2SO4, KOH, dan ZnCl2 masing- masing 2N (Adinata,
2013). Dan Sugumuran., dkk (2012) melakukan pembuatan dan karakterisasi
karbon aktif dari tandan kosong buah pisang (TKBP) dan buah kacang
polong Delonix regia (KPDR) dengan impregnasi asam fosfat dan kalium
hidroksida dengan konsentrasi 10% yang dipirolisis pada suhu 400 dan 450 °C.
Pada penelitian ini, pada (TKBP) dengan aktivator asam fosfat dan KOH
pada suhu 450 °C menghasilkan yield 34,66% dan 38,86 % dengan luas
permukaan 15,3757m2/g dan 1,0045 m
2/g sedangkan pada (KPDR) pada suhu
400 ° C dengan aktivator yang sama menghasilkan yield 38,613% dan 35,53%
dan luas permukaan yaitu 22,2908 m2/g dan 0,0139 m
2/g.
Oleh sebab itu, untuk memperbanyak alternatif pembuatan karbon aktif,
pada penelitian kali ini dibuat karbon aktif dari tandan pisang kepok dengan
aktivator seng klorida (ZnCl2) dengan konsentrasi 8 %. Digunakan aktivator
ZnCl2 karena aktivator ini dapat memperbesar luas permukaan dan juga
menghasilkan porositas yang lebih baik dari aktivator lain seperti KOH dan KCl,
14
ZnCl2 merupakan adsorben yang paling efektif dalam penghlangan nitrat dalam
larutan oleh sebab itu dalam penelitian ini menggunakan aktivator ZnCl2. Karbon
aktif yang dihasilkan kemudian akan dianalisa kualitasnya dengan analisa
Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray (EDX),
Fourier Transform Spectroscopy infrared (FTIR), Surface Area Analyzer (SAA).
Kemudian karbon aktif yang dihasilkan diaplikasikan pada pemisahan fenol
dalam larutan.
Limbah industri berbahaya bagi lingkungan air karena mengandung
beberapa racun dan senyawa kimia yang sangat berbahaya, salah satunya
adalah limbah fenol. Limbah fenol berbahaya karena bila mencemari
perairan dapat membuat bau tidak sedap, serta pada nilai konsentrasi tertentu
dapat mengakibatkan kematian organisme di perairan tersebut. Senyawa fenol
dapat dikatakan aman bagi lingkungan jika konsentrasinya 1,0 mg/L sesuai
dengan KEP No. 51/MENLH/10/1995 (Slamet et al, 2005). Oleh karena itu
perlu dilakukan penanganan terhadap fenol dalam air limbah salah satunya
melalui metode adsorpsi menggunakan adsorben karbon aktif.
Penurunan fenol menggunakan karbon aktif telah banyak dilakukan.
Kemampuan adsorpsi serbuk gergaji terhadap fenol mencapai efisiensi sebesar
6,45% (Trihendardi, 1997). Efisiensi karbon aktif dari ampas tebu untuk
penyisihan fenol mencapai 98,33% dengan aktifator ZnCl2 (Setyowati, 1998)
dan 17,78% dengan aktifator K2S (Herawati, 1998). Putranto (2005) juga telah
memanfaatkan kulit biji mete sebagai adsorben karbon aktif untuk adsorpsi
fenol dengan aktivator ZnCl2 menggunakan metode batch dan menghasilkan
15
penurunan fenol pada suhu pemanasan 600oC selama 1 jam sebesar 96,9% -
98,5%.
Adsorpsi fenol menggunakan adsorben karbon aktif dari tandan kosong
(kelapa) sawit (TKS) dengan aktivator soda kue 4% menggunakan metode
kolom dengan dua variasi ukuran partikel 80 dan 100 mesh dan variasi selang
waktu kontak total kolom I dan Kolom II selama 4, 8, dan 12 jam, diperoleh besar
nilai maksimum konsentrasi dan efisiensi penurunan fenol pada karbon aktif
80 mesh terdapat pada waktu kontak 12 jam. Di kolom I dengan nilai
maksimum konsentrasi 1,27 mg/L dan besar nilai efisiensi 96.15%,
sedangkan pada karbon aktif 100 mesh terdapat pada waktu kontak 12 jam
di kolom I dengan nilai maksimum konsentrasi 1,24 mg/L dan besar nilai
efisiensi 96,26%. Besar total efisiensi penurunan kadar fenol yang terbaik pada
karbon aktif yaitu pada ukuran partikel 80 mesh dengan waktu kontak 12
jam sebesar 97,11% (Kindy,2015).
16
BAB III
DASAR TEORI
3.1 Tumbuhan Pisang
Menurut sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang kemudian
disebarkan oleh para penyebar agama islam ke Afrika Barat, Amerika Selatan
dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke suluruh dunia, meliputi
daerah tropis dan sub tropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal
diantaranya Brasil, Fhilipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand,
Karibia, Columbia, Meksiko, Venzuela, dan Hawai. Indonesia merupakan negara
penghasil pisang nomor empat di dunia (Satuhu dan Supriadi, 2000).
Pisang tergolong tanaman buah berupa herbal yang tidak asing lagi bagi
sebagian besar masyarakat. Tumbuhan ini berdasarkan klasifikasi ilmiahnya
tergolong dalam keluarga besar Musaceae, sebagaimana penggolongan dari
tingkat Kingdom hingga species berikut ini. Adapun klasifikasi pisang (musa
paradisiaca formatypica) menurut Tjitrosoepomo (2001) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Species : Musa paradisiaca formatypica
17
Pisang termasuk dalam family Musaceae, dan terdiri atas berbagai
varietas dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yaang berbeda-beda.
Varietas pisang yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang
Ambon Lumut, Pisang Badak, Pisang Barangan, Pisang Kepok, Pisang Susu,
Pisang Raja, Pisang Tanduk, dan Pisang Nangka.
Adapun jenis tanaman pisang yang dipakai pada penelitian ini yaitu jenis
tanaman pisang kepok. Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman pisang
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca formatypica
Pisang kepok merupakan salah satu buah pisang yang enak dimakan setelah
setelah diolah terlebih dahulu. Pisang kepok memiliki buah yang sedikit pipih dan
kulit yang tebal, jika sudah matang warna kulit buahnya akan menjadi kuning.
Pisang kepok memiliki banyak jenis, namun yang lebih dikenal adalah pisang
kepok putih dan pisang kepok kuning. Warna buahnya sesuai dengan nama jenis
pisangnya, yaitu putih dan kuning. Pisang kepok kuning memiliki rasa yang lebih
enak, sehingga lebih disukai masyarakat (Prabawati dkk, 2008).
18
Gambar 2. Tandan Pisang
Menurut hasil penelitian dari Balai Penelitian dan Pengembangan Industri
tahun 2008 tandan pisang terdiri dari selulosa (8,30%), hemiselulosa (21,33%),
lignin (19,06%). Elemental analisis dari tandan pisang memperlihatkan bahwa
tandan pisang terdiri dari karbon (41,75%), hydrogen (5,10%), nitrogen (1,23%),
sulfur (0,18%) dan oksigen (51,73%) serta fix karbonnya (5,95 ± 4,98%).
Tandan pisang juga mengandung gugus fungsi seperti –OH, -NH2, -COOH
yang mempunyai pasangan electron bebas untuk meningkatkan daya adsorpsi.
3.2 Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan suatu padatan yang berpori yang mengandung 85 –
95 % karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
pemanasan pada suhu tinggi sehingga diperoleh luas permukaan yang sangat
besar, dimana ukurannya berkisar antara 300 – 2000 m2 /gr. Luas permukaan yang
besar dari struktur dalam pori-pori karbon aktif dapat terus dikembangkan,
struktur ini memberikan kemampuan karbon aktif menyerap (adsorb) gas-gas dan
19
uap-uap dari gas dan juga dapat menguraikan zat-zat dari liquida (Kirk-Othmer,
1992).
Gambar 3. Klasifikasi material karbon (Byrne and Mars,1995)
Karbon berbeda dengan intan dan grafit yang memiliki komposisi atas
karbon murni sedangkan arang aktif merupakan material karbon yang masih
mengandung unsur lain, seperti oksigen dan hydrogen dan unsur lain yang
membentuknya. Arang aktif disebut juga karbon berpori yaitu karbon dalam
bentuk non grafit yang memiliki luas permukaan internal 300-3500 m2
tiap
gramnya (Byrne dan Marsh,1995).
Grafit mempunyai massa jenis yang rendah yaitu 2,3 g/ cm3 . Strukturnya
yang tidak terlalu padat karena ikatan yang lemah antara tiap lapisan
menyebabkan tiap lapisan dapat dipindah yang memungkinkan sifat licin .diantara
Material Karbon
Karbon Murni Karbon Tidak Murni
Intan Grafi
t
Karbon tidak
murni bersifat
grafit
Karbon tidak
murni tidak
bersifat grafit
Tidak dapat digrafitkan
(isotropis) contoh karbon aktif
Dapat digrafitkan
(anisotropis) contoh
cocas
20
tiap lapisan, atom karbon terikatnya hanya dengan 3 atom karbon lainnya,
sehingga terdapat ikatan rangkap dan tunggal secara bergantian.
Gambar 4. Struktur grafit (Muna, 2011)
Perbedaan grafit dan amorf, yaitu pada proses pembentukannya. Pada
proses pembentukan grafit berlangsung secara lambat ,sehingga atom penyusun
partikel zat padat dapat menempatkan posisinya sendiri. Keadaan ini cenderung
membentuk susunan yang teratur dan juga berulang pada arah tiga dimensi,
sehingga terbentuk keteraturan susunan atom dalam jangkauan yang jauh. Pada
karbon amorf proses pembentukannya berlangsung cepat, sehingga atom tidak
memiliki waktu untuk menata diri dengan teratur, hasilnya terbentuklah susunan
yang memiliki tingkat energy yang lebih tinggi. Atom ini mempunyai keteraturan
dengan jangkauan terbatas (Muna,2011).
Karbon aktif adalah suatu bentuk arang yang telah melalui tahap aktivasi
menggunakan gas CO2, uap air atau bahan- bahan kimia sehingga pori-porinya
terbuka dan dengan begitu daya adsopsi meningkat terhadap zat warna dan bau.
Karbon aktif mengandung 5 hingga 15 persen air, 2 sampai 3 persen abu dan
21
sisanya terdiri dari karbon. Karbon yang sekarang banyak digunakan berbentuk
butiran (granular) atau serbuk (bubuk atau tepung) ( Wijaja,2009).
Keadaan pori-pori yang terbentuk mempengaruhi besarnya daya serap
karbon aktif. Adapun jenis dari pori-pori meliputi :
1. Mikropori yang mempunyai ukuran dibawah 40 Å
2. Mesopori yang mempunyai ukuran antara 40-5000 Å
3. Makropori yang mempunyai ukuran diatas 5000 Å
Pada bahan baku yang berbeda dan perlakuan yang berbeda juga
menghasilkan bentuk pori-pori yang berbeda pula. Pada karbon aktif dengan
bentuk mikropori sangat bagus untuk menyerap molekul gas dan dengan tingkat
kontaminan rendah.Sedangkan karbon aktif dengan dominsi bentuk makropori
sangat sesuai untuk menyerap molekul yang besar seperti molekul cairan (CCI,
2006).
Karbon aktif yang baik merupakan terdiri dari banyak senyawa karbon
seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa merupakan senyawa organic
dengan formula ( C6H10 O5)n yang terdapat dalam dinding sel dan berfungsi
sebagai pengokoh struktur. Kandungan selulosalah yang menyebabkan tandan
pisang keras.Sedangakan hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen
yang yang tersusun dari D-glukosa, L-arabiosa, dan D- xilosa yang mengisi ruang
antara serat selulosa didalam dinding sel tumbuhan. Selain selulosa dan
hemiselulosa tumbuhan juga mengandung lignin yang merupakan senyawa kimia
kompleks berstruktur amorf. Semakin banyak selulosa,hemiselulosa dan lignin
maka semakin baik karbon aktif yang dihasilkan ( Yahsito,2006).
22
Gambar 5. Struktur selulosa
Menurut Standart Industri Indonesia (SII No. 0258-88) yang dikeluarkan
oleh Departemen Perindustrian, persyaratan karbon aktif adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Standar Karbon Menurut SII No. 0258-88
Parameter Persentase
Bagian yang hilang pada suhu 9500C 25 %
Kandungan air 15%
Kandungan abu 10%
Bagian yang tidak di perarang Tidak ada
Daya serap I2 Minimal 20%
Dekindo.,LIPI, 1998/1999
Saat ini, arang aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia,
makanan atau minuman dan farmasi.Pada umumnya arang aktif digunakan
sebagai bahan penyerap, dan penjernih.Dalam jumlah kecil digunakan juga
sebagai katalisator (lihat Tabel 3).
23
Tabel 3 Kegunaan Arang Aktif
Maksud/Tujuan Pemakaian
UNTUK GAS
a. Pemurnian Gas Desulfurisasi,menghilangkan gas
beracun, bau busuk ,asap,menyerap
racun
b. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai
bahan mentah dan reaksi gas
c. Katalisator Reaksi katalisator atau pengangkut vinil
klorida dan vinil asetat
d. Lain-lain Menghilangkan bau dalam kamar
pendingin dan mobil
UNTUK ZAT CAIR
a. Industry obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna,
bau,rasa yang tidak enak pada makanan
b. Minuman ringan,minuman
keras
Menghilangkan warna, bau pada ara/
minuman keras dan minuman ringan
c. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara
d. Pembersih air Menyaring/menghilangkan bau, warna,
zat pencemar dalam air, sebagai
perlindungan dan penukaran resin dalam
alat/penyulingan air
e. Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air
buangan dan pencemar,warna,bau,logam
berat
f. Penambakan udang dan benur Pemurnian, menghilangkanbau dan
warna
g. Pelaryt yang digunakan
kembali
Penarikan kembali berbagai pelarut,sisa
methanol,etil asetat,dan lain-lain
LAIN-LAIN
a. Pengolahan pulp Pemurnian, menghilangkan bau
b. Pengolahan pupuk Pemurnian
c. Pengolahan emas Pemurnian
d. Penyaringan minyak makan dan
glukosa
Menghilangkan bau, warna dan rasa
tidak enak (http://www.pdii.lipi.go.id/- PDII-LIPI, 2011)
Menurut Kirk Othmer pada tahun 1964 menyatakan apabila karbon aktif
mempunyai dua bentuk. Adapun dua bentuk karbon aktif tersebut diklasifikasikan
sesuai dengan sifat dan kegunaannya:
24
1. Bentuk powder / serbuk
Merupakan bubuk hitam yang biasanya digunakan untuk keperluan
adsorbsi dalam fase liquid untuk proses pemurnian larutan.
2. Bentuk granulat / butiran
Tipe granulat tidak hanya efektif untuk proses adsorbsi gas tetapi juga efektif
untuk adsorbsi fase liquid.
Faktor yang mempengaruhi daya serap arang aktif adalah:
1. Sifat fisika dan kimia dari arang antara lain luas permukaannya dan ukuran
lubang
2. Sifat fisika dan kimia dari adsorbant (gas / larutan yang akan diberi arang aktif )
antara lain ukuran molekul, muatan molekul susunan komposisi kimia
3. Konsentrasi adsorbant dalam fase liquid
4. Sifat karakteristik dalam keadaan liquid antara lain pH dan temperatur
5. Waktu tinggal
( Cheremisinoff, 1978).
3.2.1. Struktur Fisik dan Struktur Kimia Karbon Aktif
Struktur dasar karbon aktif berupa struktur kristalin yang sangat kecil
(mikrokristalin). Karbon aktif memiliki bentuk amorf yang tersusun atas lapisan
bidang datar dimana atom-atom karbon tersusun dan terikat secara kovalen dalam
tatanan atom-atom heksagonal. Gambar 6 menunjukkan skema struktur karbon
aktif. Setiap garis pada Gambar 6 menunjukkan lapisan atom-atom karbon yang
berbentuk heksagonal dan adanya mikrokristalin dengan struktur grafit pada
25
karbon aktif (Sudibandriyo, 2003).
Gambar 6. Ilustrasi Skema Struktur Karbon Aktif (Sudibandriyo, 2003).
Karbon aktif disususn oleh atom karbon yang terikat secara kovalen dalam
suatu kisi yang hexagonal. Hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian
menggunakan sinar-X yang menunjukkan adanya bentuk kristalin yang sangat
kecil dengan struktur grafit.
Daerah kristalin memiliki ketebalan 0,7-1,1 nm, jauh lebih kecil dari
grafit. Hal ini menunjukkan adanya 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan kurang
lebih terisi 20-30 heksagonal di tiap lapisannya.Rongga antara Kristal-kristal
karbon diisi oleh karbon-karbon amorf yang berikatan secara tiga dimensi dengan
atom lainnya terutama dengan atom oksigen.susunan karbon yang tidak teratur ini
diselingi oleh retakan-retakan dan celah yang disebut pori dan kebanyakan
berbentuk silindris.
Kemampuan karbon aktif mengadsorpsi ditentukan oleh struktur kimianya
yaitu atom C,H dan O yang terikat secara kimia membentuk gugus fungsional
seperti pada Gambar 7 berikut. gugus fungsional ini membuat permukaan karbon
aktif reaktif secara kimiawi dan mempengaruhi sifat adsorpsiny ( Pujiyanto,2010).
26
Gambar 7. Gugus Aktif daru suatu Karbon Aktif (Jankowska,1991)
3.2.2. Jenis-jenis Karbon Aktif
Berdasarkan penggunaannya, karbon aktif terbagi menjadi 2 jenis
yaitu karbon aktif untuk untuk fasa cair dan karbon aktif untuk fasa uap.
1. Karbon aktif untuk untuk fasa cair
Karbon aktif untuk fasa cair biasanya berbentuk serbuk. Karbon aktif
untuk fasa cair biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis rendah
seperti kayu, batubara lignit, dan bahan yang mengandung lignin seperti
limbah hasil pertanian. Karbon aktif jenis ini banyak digunakan untuk pemurnian
larutan dan penghilangan rasa dan bau pada zat cair misalnya untuk
penghilangan polutan berbahaya seperti gas amonia dan logam berbahaya pada
proses pengolahan air.
2. Karbon aktif untuk fasa uap
Karbon aktif untuk fasa uap biasanya berbentuk butiran/granular. Karbon
aktif jenis ini biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis lebih
besar seperti tempurung kelapa, batubara, dan residu minyak bumi. Karbon aktif
jenis ini digunakan dalam adsorpsi gas dan uap misalnya adsorpsi emisi gas
27
hasil pembakaran bahan bakar pada kendaraan seperti CO dan NOx.
Pernyataan mengenai bahan baku yang digunakan dalam pembuatan karbon
aktif untuk masing- masing jenis yang telah disebutkan bukan merupakan
suatu keharusan, karena ada karbon aktif untuk fasa cair yang dibuat dari bahan
yang mempunyai densitas besar, seperti tulang. Kemudian dibuat dalam
bentuk granular dan digunakan sebagai pemucat larutan gula. Begitu pula
dengan karbon aktif yang digunakan untuk fasa uap dapat diperoleh dari bahan
yang memliki densitas kecil, seperti serbuk gergaji (Sembiring, 2003).
3.3. Proses Karbonisasi
Karbonisasi adalah pemecahan atau penguraian selulosa menjadi karbon
karena pemanasan pada suhu berkisar 275 0C. Pelepasan bahan “volatile” atau
devolatilasasi dalam karbonisasi tandan pisang dapat dibagi menjadi beberapa
fase,yaitu:
1. Fase pemanasan awal (20 0C -120
0C)
Pada suhu ini kandungan air bahan mulai terlepas dan terbentuk karbon
monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2).
2. Fase pengeringan (120 0C -200
0C)
Pada suhu ini air yang teradsorbsi oleh partikel kulit pisang akan terdesak
keluar. Pembentukan karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2)
masih berlanjut, bahan volatile yang keluar masih banyak.
28
3. Fase karbonisasi awal (200 0C -400
0C)
Sampai dengan suhu 280 0C, tar yang terbentuk mulai banyak, demikian juga
gas-gas hidrogen, metana dan hidrokarbon lainnya, seperti metanol, fenol,
asam asetat, ammonia, aseton dan sejumlah kecil karbon monoksida dan
karbon dioksida.
4. Fase karbonisasi utama (4000C-520
0C)
Dengan naiknya suhu, jumlah bahan volatile yang dihasilkan akan semakin
banyak. Produk utama yang berupa gas adalah CH4, H dan CO. Tar yang
terbentuk jumlahnya lebih sedikit dari fase sebelumnya. Kadar O dan H dalam
residu akan berkurang.
5. Fase Past Karbonisasi (520 0C -700
0C)
Pada fase ini terjadi perengkahan sekunder pada bahan-bahan volatile
yangdihasilkan
(Widodo,M, 2008).
Proses pembuatan karbon aktif ada dua tahap yaitu proses karbonisasi dan
proses aktivasi. Proses karbonisasi ataupengarangan dilakukan dengan membakar
bahan baku dalam situasi yang kurang oksigen. Karbonisasi sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu:
1. Waktu karbonisasi
Bila waktu pemanasan diperpanjang maka reaksi pirolisis makin sempurna
sehingga hasil arang semakin turun tapi cairan dangas meningkat.Waktu
pemanasan berbeda-beda tergantung pada jenis bahan yang diolah misalnya kulit
pisang memerlukan waktu 2 jam.
2. Suhu pemanasan
Pada suhu 100-200 0C akan terjadi reaksi endotermis yang mengakibatkan
terurainya bahan organik yang mudah menguap selanjutnya pada 225-275 0C akan
29
menjadi reaksi eksotermis sehingga lignoselulosa akan terurai. Semakin tinggi
suhu, arang yang diperoleh semakin berkurang sedangkan gas yang dihasilkan
semakin meningkat.Hal ini disebabkan makin banyaknya zat-zat terurai dan
teruapkan.
3. Kadar air
Bila kadar air dalam bahan tinggi, pembakaran berjalan kurang baik dan
bara yang terbentuk mudah mati sehingga memerlukan waktu yang semakin
panjang. Hal ini disebabkan karena uap yang dihilangkan semakin banyak
4. Ukuran bahan
Ukuran bahan berpengaruh sekali pada perataan panas.Makin kecil ukuran
bahan makin cepat perataan keseluruh umpan sehingga pirolisis berjalan lebih
sempurna. Proses aktivasi yaitu proses membuka pori-pori agar arang menjadi
luas biasanya dengan menggunakan uap air atau melalui proses kimia seperti
ZnCl2, CaCl2, NaCl.
Menurut Arindyah Kusmartanti (2007) pada penelitiannya Pengaruh Suhu
Terhadap Penurunan Kadar Abu Tepung Beras Dengan Menggunakan Alat
Furnace, menyimpulkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan maka semakin
kecil pula kadar abu yang dihasilkan. Dimana pada jurnal Pemanfaatan Kulit
Kemiri Untuk Pembuatan Arang Aktif Dengan Cara Pirolisis oleh Sutiyono,dkk,
juga menyatakan bahwa dalam pengarangan, semakin lama waktu yang digunakan
akan menyebabkan bahan menjadi arang yang kemudian berubah menjadi abu.
Abu ini berwarna keabu-abuan yang banyak sedikitnya dipengaruhi oleh waktu
proses pengarangan. Dengan demikian waktu pengarangan itu akan berpengaruh
pada arang yang akan dihasilkan, semakin lama waktu yang digunakan maka
semakin berkurang arang yang dihasilkan. (Sutiyono, 2006).
30
3.4. Proses Aktivasi
Pengaktifan karbon aktif merupakan hasil kerja aktifator yang memberikan
ion-ion dan menyerapkan ke dalam bahan baku sampai menjadi karbon aktif.
Metode aktifasi ada 2 macam yaitu:
1. Aktifasi secara fisika
Aktifasi secara fisika dilakukan dengan memasukkan bahan baku pada
reaktor suhu tinggi ( 600 – 1000 0C ) dan proses ini terjadi saat karbon bereaksi
dengan uap air / udara dimana akan dihasilkan oksida karbon yang tersebar pada
permukaan karbon secara merata. Terbentuknya struktur pori di dalam material
karbon tersebut merupakan hasil kerja aktivator. Reaksi mulamula pada karbon
amorf dan menyebabkan pori yang tertutup akan terbuka. Proses oksidasi lebih
jauh menyebabkan pori-pori terbentuk semakin banyak dalam material karbon.
2. Aktifasi secara kimia
Aktifasi secara kimia dilakukan dengan pengisian bahan kimia seperti
ZnCl2, CaCl2, H2SO4, dan NaOH. Prinsip kerjanya adalah pengikisan karbon
menggunakan bahan kimia untuk mengintensifkan proses aktifasi tersebut dapat
dilakukan dengan pemanasan. Pada cara ini activating yang digunakan reagen
sebagai bahan kimia dimana sebelum proses karbonisasi dilakukan, dengan
demikian cara aktifasi kimia ini lebih mudah dilakukan.
Mutu arang aktif yang dihasilkan tergantung dari bahan baku, bahan
pengaktif, dan cara pembuatannya. Untuk menaikkan aktifasi daya adsorbsi arang
31
banyak digunakan bahan kimia. Menurut Othmer, 1940, bahan kimia yang baik
digunakan adalah Ca(OH)2, CaCl2, HNO3, ZnCl2, H2SO4, dll (Jeanette M, dkk,
1996).
Dalam penelitian, digunakan beberapa aktivator antara lain:
1. H2SO4 (Asam Sulfat)
Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat.Zat
ini larut dalam air pada semua perbandingan.Asam sulfat mempunyai banyak
kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia.Kegunaan
utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air
limbah dan pengilangan minyak.Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak
dapat ditemukan secara alami di bumi oleh karena sifatnya yang higroskopis.
Rumus Molekul : H2SO4
Massa molar : 98,08 gr/mol
Sifat Fisik : cairan bening, tak berwarna, dan tak berbau
Densitas : 1,84g/cm3, cair
Kelarutan dalam air : tercampur penuh
(Anonim. 2012).
2. KOH (Kalium Hidroksida)
Kalium hidroksida adalah senyawa anorganik dengan rumus KOH.Seiring
dengan natrium hidroksida, padat berwarna ini adalah prototipe "basa kuat".Ini
memiliki banyak industri dan aplikasi niche.Kebanyakan aplikasi mengeksploitasi
reaktivitas terhadap asam dan bersifat korosif (Anonim. 2012).
32
Kualitas karbon aktif dengan aktivator HCl lebih baik dibandingkan karbon
aktif dengan aktivator KOH (dengan konsentrasi yang sama 2,5 M). Hal ini
dikarenakan asam kuat memiliki struktur pori yang lebih kecil di bandingkan basa
kuat yang mengakibatkan luas permukaan semakin besar sehingga daya serap juga
semakin besar (Nurul, 2011).
Sedangkan Siti Salamah pada Pembuatan Karbon Aktif Dari Kulit Buah
Mahoni Dengan Perlakuan Perendaman Dalam Larutan KOH, menyimpulkan dari
hasil penelitian untuk pengujian daya serap didapatkan hasil optimum pada
konsentrasi larutan KOH 3N (Salamah, 2008).
3. ZnCl2(Zink Klorida)
Zinc clorida juga merupakan zat pengaktif selain pengaktif diatas. Zinc
clorida juga merupakan aktivator yang terbaik. Senyawa ini bersifat molekuler
dan Zinc clorida digunakan sebagai katalis, zat penghidrasi fluks untuk solder
keras, pengawetan materi organic dan sebagai bahan perwarna karena mudah
terserap dalam materi organik.
Anhydrous Zincclorida dapat dibuat dengan reaksi logam dengan clorine
atau chloride biasanya dijual 47,7 % (spesifik gravity 1,53) larutan, tetapi
biasanya diproduksi lebih jauh dalam solid. Sifat-sifat dari zinc klorida yaitu
berbentuk kristal putih, titik leleh 290 0C , dan mempunyai titik didih 732
0C
(Anonim. 2012).
Menurut peneliti Sani pada pembuatan karbon aktif dari tanah gambut,
33
penentuan konsentrasi aktifator dan waktu aktivasi memegang peranan penting
dalam proses aktivasi. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai daya serap
karbon aktif meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah konsentrasi dari
aktifator. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan aktifator, cenderung dapat
mengikat zat-zat volatile yang masih tertinggal dan menutupi sebagian dari
poripori arang selama proses karbonisasi dan mendorongnya keluar melewati
mikro pori-pori.
Waktu aktivasi juga memegang peranan penting dalam proses aktivasi. Jika
waktu yang dibutuhkan terlalu sebentardikhawatirkan bahan aktivator tidak
terlepas sempurna dari karbon aktif.Sedangkan jika terlalu lama maka struktur
karbon aktif bisa rusak.Peningkatan waktu aktifasi juga mempengaruhi daya serap
dari karbon aktif.Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu
aktivasi, daya serap terhadap Iodine cenderung semakin tinggi (Sani, 2011).
3.5. Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan-penyerapan molekul solut di antara
partikel pada permukaan adsorben. Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya
gaya tarik menarik atom / molekul pada permukaan adsorben yang tidak
seimbang. Gaya yang menggerakkan terjadinya adsorbsi adalah kombinasi dari
faktor afinitas adsorbat terhadap pelarut dan afinitas adsorbat terhadap adsorben.
Dalam sistem adsorpsi, fasa teradsorpsi dalam solid disebut adsorbat
sedangkan solid tersebut adalah adsorben. Pada proses adsorpsi, molekul
adsorbat bergerak melalui bulk fasa gas menuju permukaan padatan dan
34
berdifusi pada permukaan pori padatan adsorben. Proses adsorpsi hanya terjadi
pada permukaan, tidak masuk dalam fasa bulk/ruah. Proses adsorpsi terutama
terjadi pada mikropori (pori-pori kecil), sedangkan tempat transfer adsorbat dari
permukaan luar ke permukaan mikropori ialah makropori. Ilustrasi proses
adsorpsi pada adsorben karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini.
Gambar 8.Proses Adsorpsi pada Karbon Aktif: Transfer Molekul Adsorbat ke
Adsorben (Manocha, 2003).
Menurut Bakti pada tahun 1998 mengatakan bahwa adsorpsi pada
umumnya terjadi pada suhu rendah dan makin tinggi suhunya maka tingkat
penyerapannya semakin kecil. Daya adsorpsi karbon aktif dapat terjadi karena:
1. Adanya pori-pori yang sangat banyak sehingga dapat menimbulkan gaya
kapiler yang menyebabkan timbulnya daya serap
2. Permukaan yang luas dari arang aktif
3. Pada kondisi yang bervariasi yang mempunyai daya serap pada permukaan
yang aktif saja karena permukaan arang aktif bersifat heterogen
35
4. Sifat fisika dan kimia adsorbent antara lain: ukuran permukaan, ukuran pori-
pori, komposisi kimia
5. Konsentrasi dari adsorbent
6. Sifat fase cair seperti pH dan suhu
7. Lamanya proses adsorbsi berlangsung
3.5.1. Jenis-jenis Adsorpsi
Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat,
adsorpsi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.
1. Physisorption (adsorpsi fisika)
Terjadi ketika gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media
lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka substansi
terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Contoh : Adsorpsi oleh karbon
aktif. Aktivasi karbon aktif pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan
struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang besar. Semakin besar luas
permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang melekat pada
permukaan media adsorpsi.
2. Chemisorption (adsorpsi kimia)
Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi
36
terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media.Contoh : Ion exchange
Adsorbat = substansi yang akan disisihkan
Adsorben = padatan dimana di permukaannya terjadi pengumpulan substansi yang
disisihkan. (Atkins, P.W., 1997).
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara
molekul adsorbat dengan permukaan adsorben.Ikatan kimia dapat berupa ikatan
kovalen atau ion. Ikatan yang terbentuk sangat kuat sehingga spesi aslinya tidak
dapat ditemukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk, maka
adsorbat tidak mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia ini diawali dengan adsorpsi
fisik dimana adsorbat mendekat ke permukaan adsoben melalui gaya Van der
Waals atau ikatan hidrogen kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia. Pada
adsorpsi kimia, adsorbat melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan
kimia yang biasanya merupakan ikatan kovalen (Prabowo, 2009).
Menurut Langmuir, molekul adsorbat ditahan pada permukaan
adsorben oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-
atom dalam molekul. Karena adanya ikatan kimia maka pada permukaan
adsorben, maka akan terbentuk suatu lapisan dimana lapisan tersebut akan
menghambat proses adsorpsi selanjutnya oleh adsorben sehingga efektifitas
berkurang. Adsorpsi kimia biasanya digunakan untuk penentuan daerah pusat
aktif dan kinetika reaksi permukaan (Murti, 2008).
37
3.5.2. Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi fisika dikelompokkan menjadi 5 berdasarkan
klasifikasi Brunauer, Deming, Deming dan Teller (BDDT). Gambar 9
menunjukkan adsorpsi isoterm gas nitrogen menurut klasifikasi BrunairDeming-
Deming-Teller (BDDT) dibagi ke dalam 6 (enam) kategori.
Gambar 9. Klasifikasi isoterm adsorpsi- desorpsi BDDT (Mulia, Muhammad and
Suharman 2005)
Grafik adsorpsi isoterm tipe I biasa disebut tipe Langmuir. Isoterm ini
jarang ditemukan untuk material nonpori, umumnya pada karbon teraktivasi,
silica gel dan zeolit yang mempunyai pori sangat halus. Nilai asimtot ini
menunjukkan mikropori yang terisi seluruhnya. Tipe isoterm ini diperkirakan
untuk kemisorpsi reversible. Peningkatan yang tajam dari adsoripsi P/Po
menunjukkan adanya mikropori dan mesopori di dalamnya. Isoterm tipe I
menggambarkan adsorpsi yang dominan terjadi pada tekanan relatif yang
rendah. Isoterm tipe I berasosiasi dengan dominannya mikropori dalam
material atau material dengan kandungan mesopori yang ukurannya mendekati
38
mikropori.
Grafik isoterm tipe II kadang disebut isoterm berbentuk S atau
sigmoid.Umumnya ditemui pada material nonpori atau pada material yang
diameter porinya lebih besar dari mikropori. Perubahan titik atau lengkungan dari
isoterm selalu terjadi dekat dengan titik akhir dari lapisan tunggal adsorbat yang
pertama, dengan kenaikan tekanan relatif (P/Po), kemudian lapisan kedua
sampai lapisan tertinggi dan berakhir sampai tingkat kejenuhan ketika jumlah
lapisan adsorbat menjadi tidak terbatas. Titik B menunjukkan bahwa monolayer
sudah sempurna terbentuk. Grafik isoterm tipe II didapat dari percobaan Brauner,
Emmett,dan Teller (1938). Metode ini dikembangkan dan didapat persamaan:
(
)
(
) (1)
Dimana:
P = Tekanan kesetimbangan adsorpsi
Po = Tekanan jenuh adsorpsi
V = Volume gas yang diserap pada tekanan kesetimbangan P
Vm = Volume gas yang diserap sebagai lapisan tunggal
C = Tekanan energi adsorpsi
P/Po = Tekanan relatif
Untuk sistem yang sama, nilai Vm dan nilai C tetap, sehingga persamaan BET
39
ditulis dengan :
( )
(2)
Persamaan diatas diasumsikan sebagai persamaan linear Y= mx+ b, dimana m
adalah slope dan b adalah intersep. Umumnya kurva linear terjadi pada range P/Po
0,05 – 0,35.
(3)
jika nilai C pada persamaan 4 disubstitusikan ke dalam nilai C pada persamaan 3
dapat ditulis persamaan sebagai berikut:
(
)
(4)
Nilai Vm pada persamaan 4 digunakan sebagai dasar pada perhitungan luas
permukaan karbon aktif. Jika nilai C yang didapat pada setiap detik tekanan
kesetimbangan analisis sampel dibuat grafik dengan koordinat sebagai berikut:
( )dan
(5)
maka dapat ditentukan nilai Vm yang selanjutnya digunakan dalam menghitung
luas permukaan spesifik pori dengan mengkonversi besaran volume gas menjadi
besaran luas permukaan dengan cara:
A. Menghitung jumlah molekul zat yang diserap dalam setiap 1 cc (Z)
(6)
40
B. Menghitung luas yang ditutupi oleh 1 cc gas yang diserap (So)
So = Z * a , dimana a adalah luas bagian molekul gas (1,62 Å2/ molekul)
C. Menghitung luas yang ditutupi oleh Vm cc gas (SA)
SA = So * Vm
D. Menghitung luas permukaan spesifik karbon (SSA)
(7)
Dimana W adalah berat sampel karbon aktif.
Volume total pori material dapat dihitung menggunakan persamaan: Vp =
V0,95(0,00156), dimana V0,95 adalah volume teradsorpsi pada tekanan relatif P/Po
= 0,95. Dari luas permukaan spesifik dan volume total pori dapat ditentukan
diameter pori dengan persamaan : d = 4 (Vp/ SSA).
Grafik isoterm tipe III berbentuk konveks. Sistem ini relatif jarang dan
merupakan tipe dimana gaya adsorpsinya relatif rendah. Pada dasarnya
dikarakteristik oleh panas adsorpsi yang lebih kecil dari panas pencairan
adsorbat.Oleh karena itu, selama adsorpsi berlangsung, adsorpsi tambahan lebih
mudah terjadi karena interaksi adsorbat dengan lapisan yang menyerap lebih besar
daripada interaksi dengan permukaan adsorben.
Isoterm tipe IV terjadi pada adsorben yang memiliki jari-jari pori sebesar
15 – 1000 Å. Saat nilai P/Po kecil, tipe isotermnya mirip tipe II namun
41
peningkatan adsorpsi menyolok sekali pada nilai P/Po yang lebih besar yakni
saat kondensasi pori (kapilaritas) terjadi. Kondensasi dan evaporasi kapiler
terjadi pada tekanan relatif yang berbeda sehingga akan menunjukkan adanya
hysterisis loop. Adsorpsi tipe IV ini umumnya terjadi pada clay terpilar yang
dipreparasi melalui jalur pembentukan sol-gel dimana mesopori dalam material
akan dominan.
Isoterm tipe Vsama dengan tipe III namun kondensasi pori terjadi pada
nilai P/Po yang lebih tinggi. Tipe ini relatif jarang ditemui. Ukuran pori untuk
isoterm ini sama range pori tipe IV.
Isoterm tipe VI, menunjukkan interaksi adsorbat dengan permukaan yang
terlalu homogen yang berinteraksi dengan adsorben seperti argon dan metan.
3.5.3. Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah
sebagai berikut:
1. Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang
teradsorpsi.Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan
jumlah dari adsorben.
2. Jenis adsorbat
a. Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan
adsorpsi
42
b. Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diadsorb
dibandingkan rantai yang lurus.
3. Struktur molekul adsorbat
Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan penyisihan
sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan
4. Konsentrasi Adsorbat
Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah
substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben
5. Temperatur
Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperature
pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur
proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika
pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi
perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik
didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar
atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.
1. Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap
adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih
terbuka.
2. Pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga
kemampuan penyerapannya menurun.
43
6. pH
pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada
biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi. Untuk asam-asam
organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan
penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral
untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam
organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan
berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
7. Waktu Kontak
Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum
terjadi pada waktu kesetimbangan. Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu
cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang
dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selisih
ditentukan oleh dosis arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu
kontak. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel
arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang
mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu kontak yang lebih lama.
( Wawan , 2009.).
3.5.4. Orde Semu Reaksi
3.5.4.1 Orde Semu Satu
Data kinetika adsorpsi diproses untuk memahami dinamika dari proses
adsorpsi berdasarkan orde adsorpsi. Data kinetika diolah dengan kinetika orde
44
satu semu. Adapun persamaan differendsialnya (Buhani et al., 2010) adalah:
( ) (8)
Dimana qe dan qt adalah jumlah senyawa fenol yang teradsorpsi (mg/g)
pada keadaan kesetimbangan dan pada waktu tertentu, t yaitu waktu (menit), dan
k merupakan tetapan laju orde semu (menit-1). Dari hasil integrasi diperoleh
persamaan sebagai berikut:
(9)
Yang merupakan orde satu semu dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:
( )
(10)
Nilai tetapan laju k1, kapasitas adsorpsi dalam keadaan setimbang,qe, koefisien
korelasi , R12..
3.5.4.2. Orde Dua Semu
Data kinetika adsorpsi diproses untuk memahami dinamika dari proses
adsorpsi berdasarkan orde adsorpsi. Data kinetika diolah dengan kinetika orde dua
semu. Adapun persamaan differendsialnya adalah:
( ) (11)
Dimana qe dan qt adalah jumlah senyawa fenol yang teradsorpsi (mg/g)
pada keadaan kesetimbangan dan pada waktu tertentu, t yaitu waktu (menit), dan
k merupakan tetapan laju orde semu (menit-1). Dari hasil integrasi diperoleh
persamaan sebagai berikut:
(12)
45
yang merupakan persamaan laju orde reaksi dua semu. Persamaan tersebut dapat
ditulis dalam bentuk linear sebagai berikut:
(13)
Jika laju orde dua semu terpenuhi maka didapat grafik linear dengan t/qt versus t.
3.5.5 Kapasitas dan Energi Adsorpsi
Kesetimbangan adsorpsi yaitu suatu penjabaran secara matematika suatu
kondisi isotermal yang khusus untuk setiap sorbat/sorben. Jadi untuk masing-
masing bahan penyerap (adsorben) dan bahan yang diserap (adsorbat) memiliki
kesetimbangan adsorpsi tersendiri dimana jumlah zat yang diserap merupakan
fungsi konsentrasi pada temperatur tetap (Husin dan Rosnelly, 2005). Model
kesetimbangan adsorpsi yang sering digunakan untuk menentukan kesetimbangan
adsorpsi adalah isotermal Langmuir dan Freundlich.
3.5.5.1. Model Isoterm Adsorpsi Langmuir
Model kinetika adsorpsi Langmuir ini berdasarkan pada asumsi sebagai
berikut: laju adsorpsi akan bergantung pada faktor ukuran dan struktur molekul
adsorbat, sifat pelarut dan porositas adsorben, situs pada permukaan yang
homogen dan adsorpsi terjadi secara monolayer. Proses adsorpsi heterogen
memiliki dua tahap, yaitu: (a) perpindahan adsorbat dari fasa larutan ke
permukaan adsorben dan (b) adsorpsi pada permukaan adsorben. Tahap pertama
akan bergantung pada sifat pelarut dan adsorbat yang terkontrol. Bagian yang
terpenting dalam proses adsorpsi yaitu situs yang dimiliki oleh adsorben yang
46
terletak pada permukaan, akan tetapi jumlah situs-situs ini akan berkurang jika
permukaan yang tertutup semakin bertambah (Husin dan Rosnelly, 2005).
Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir tersebut ditulis dalam bentuk persamaan
linier yaitu sebagai berikut:
(
)
(14)
Dengan Ce adalah konsentrasi kesetimbangan (mg L -1
), x/m adalah jumlah fenol
yang teradsorpsi per gram adsorben pada konsentrasi Ce (mg g -1
), a adalah
jumlah fenol yang teradsorpsi saat keadaan jenuh (kapasitas adsorpsi) (mg g 1
)
dan b adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi (L mol -1
). Dari kurva linier
hubungan antara Ce/(x/m) versus Ce maka dapat ditentukan nilai a dari
kemiringan (slop) dan b dari intersep kurva. Energi adsorpsi (E ads ) yang
didefinisikan sebagai energi yang dihasilkan apabila satu mol metilen biru
teradsorpsi dalam adsorben dan nilainya ekuivalen dengan nilai negatif dari
perubahan energy Gibbs standar, ΔG°, dapat dihitung menggunakan persamaan:
(15)
Dengan R adalah tetapan gas umum (8,314 J mol -1 K), T adalah
temperatur (K) dan K adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi yang diperoleh
dari persamaan Langmuir, sehingga energi total adsorpsi E harganya sama dengan
negatif energi bebas Gibbs (Oscik, 1982).
Berdasarkan harga energi adsorpsinya, fenomena adsorpsi diperkirakan
terjadi akibat adanya gaya-gaya yang tidak seimbang pada batas antar permukaan,
47
sehingga mengakibatkan perubahan jumlah molekul, atom atau ion. Proses
adsorpsi melibatkan berbagai gaya yaitu: gaya Van der Waals, ikatan hidrogen,
gaya elektrostatik (ikatan ionik), dan ikatan kovalen koordinasi, maka dapat
diperkirakan jenis adsorpsi yang terjadi. Apabila energi adsorpsinya kurang dari
20 kJ mol -1 , maka jenis adsorpsinya adalah adsorpsi fisika. Sedangkan apabila
energi adsorpsinya melebihi 20,92 kJ mol -1 , maka jenis adsorpsinya adalah
adsorpsi kimia (Adamson and Gast, 1997). Adsorpsi fisika (physisorption)
melibatkan gaya antarmolekular diantaranya gaya Van der Waals dan ikatan
hidrogen. Sedangkan adsorpsi kimia (chemisorption) melibatkan ikatan kovalen
koordinasi akibat pemakaian bersama pasangan elektron oleh adsorbat dan
adsorben (Oscik, 1982).
3.5.5.2. Model Isoterm Adsorpsi Freundlich
Model isoterm Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian
permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben
mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan
adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal tersebut
berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi dapat terjadi
pada banyak lapisan multilayer (Husin dan Rosnelly, 2005). Adapun bentuk
persamaan linier Freundlich adalah sebagai berikut :
(
)
(16)
Bentuk linier digunakan untuk menentukan kelinieran data percobaan
48
dengan cara mengeplotkan C/(x/m) terhadap C. Konstanta Freundlich K diperoleh
dari kemiringan garis lurusnya dan 1/n merupakan harga slop. Bila n diketahui K
dapat dicari, semakin besar harga K maka daya adsorpsi semakin baik dan dari
harga K yang diperoleh, maka energi adsorpsi dapat dihitung (Rousseau, 1987).
3.6. Mekanisme Reaksi
Karbon dihasilkan dari pembakaran selulosa dari kulit pisang yang tidak
sempurna. Secara umum reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :
Pembakaran tidak sempurna akan menghasilkan CO, H2O dan C. Unsur C
ini yang dihasilkan selanjutnya diaktifasi.Yang dimaksud dengan aktifasi adalah
suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori-pori yang
tertutup sehingga memperbesar daya serapnya.
Mekanisme reaksi aktivasi selulosa dengan beberapa activator seperti ZnCl2:
Gambar 11. Mekanisme Reaksi Selulosa dengan ZnCl2
49
Prinsip dasar mekanisme adsorpsi yaitu campuran yang akan dipisahkan
berkontak dengan fase yang tak larut lainnnya antara fase adsorpsi pada
permukaan padat dan lapisan fluida akan terjadi pemisahan. Proses pemisahan
terjadi akibat perbedaan molekul atau perbedaan berat molekul. Proses regenerasi
dari adsorbent dapat pula dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi adsorbat yang
tinggi (Sri Sulastri,2005).
3.7. Scanning Electron Microscope (SEM)& Energy Dispersive X-Ray (EDX)
SEM mempunyai depth of field yang besar, yang dapat memfokus jumlah
sampel yang lebih banyak pada satu waktu dan menghasilkan bayangan yang baik
dari sampel tiga dimensi.SEM juga menghasilkan bayangan dengan resolusi
tinggi, yang berarti mendekati bayangan yang dapat diuji dengan perbesaran
tinggi. Kombinasinya adalah perbesaran yang lebih tinggi, dark field, resolusi
yang lebih besar, dan komposisi serta informasi kristallografi. Sem terdiri dari
electron optic columb dan electron console. sampel sem ditempatkan pada
specimen chamber di dalam electron optic colomb dengan tingkat kevakuman
yang tinggi yaitu sekitar 2 x 10-6
Trorr.
Sinar electron yang dihasilkan dari electron gun akan dialirkan hingga
mengenai sampel. Aliran sinar electron ini akan melewati optic columb yang
berfungsi untuk memfokuskan sinar electron hingga mengenai sampel tersebut.
Untuk mengetahui morfologi senyawa padatatan dan komposisi unsure yang
terdapat dalam suatu senyawa dapat digunakan alat scanning electron microscope
(SEM). Scanning Electron Microscope adalah suatu tipe mikroskop electron yang
50
menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan menggunakan
pancaran energy yang tinggi dari electron dalam suatu pola scan raster. Electro
berinteraksi dengan atom – atom yang membuat sampel menghasilkan sinyal yang
memberikan informasi mengenai permukaan topografi sampel, komposisi dan
sifat – sifat lainnya seperti konduktivitas listrik.
Tipe sinyal yang dihasilkan oleh SEM dapat meliputi electron secunder,
sinar – X karakteristik dan cahaya (katoda luminisens).Sinyal terswebut dating
dari hamburan electron dari permukaan unsure yang berintaraksi dengan sampel
atau didekatkan permukaannya.SEM dapat menghasilkan gambar dengan resolusi
yang tinggi dari suatu permukaan sampel, menangkap secara lengkap dengan
ukuran sekitar 1 – 5 nm. Agar menghasilkan gambar yang diinginkan maka SEM
mempunya sebuah lebar focus yang sangat besar (biasanya 25 – 250.000 kali
pembesaran). SEm dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang
berguna untuk memahami struktur permukaan dari suatu sampel (Hasrin, 2010).
Menurut Suriana bahwa data yang diperoleh dari hasil SEM – EDX dapat
dianalisa baik secara kuantitatif maupun kualitatif, karena dari data yang diperoleh
dapat diketahui jenis atau unsur – unsur mineral yang terkandung dalam suatu
sampel yang dianalisasi dan menginformasikan jumlah atau proporsi dari tiap –
tiap jenis mineral atau unsure yang diperoleh tersebut. Hasil dari SEM-EDX
berupa gambar struktur permukaan dari sampel yang diperoleh dari analisis SEM
dan grafik antara nilai energy dengan cacahan yang diperoleh dari analisis EDX.
Pada pengukuran SEM –EDX untuk setiap sampel dilakukan pada kondisi
51
yang sama yaitu dengan menggunakan alat SEM – EDX tipe JEOL JSM-6360LA
yang memiliki beda tegangan sebesar 20 kv dan arus sebesar 30 mA. Pada
pengukuran SEM-EDX setiap sampel digunakan dengan menggunakan analisis
area. Sinar Electron yang dihasilkan dari electron gun dialirkan hingga mengenai
specimen/ sampel aliran sinar electron ini selanjutnya difokuskan menggunakan
electron optic colum, sebelum sinar electron membentur atau mengenai sampel.
Setelah sinar electron membentur sampel maka akan terjadi interaksi pada sampel
yang disinari. Interksi – interaksi yang terjadi tersebut slanjutnya akan dideteksi
dan diubah kedalam sebuah gambar oleh analisis SEM dan juga dalam bentuk
Grafik oleh Analisis EDX.
Hasil analisa atau keluaran dari analisis SEM-EDX yaitu berupa gambar
struktur permukaan dari setiap sampel yang diui dengan karakeristik gambar 3-D
serta grafik hubungan antara energy( keV) pada sumbu horizontal dngan cecahan
pada sumbu pertikal dari keluran ini dapat diketahui unsure – unsure atau mineral
yang terkandung di dalam sampel tersebut, yang manakeberadaan unsure atau
mineral tersebut dapat ditentukan atau diketahui berdasarkan nilai energy yang
dihasilkan pada saat penembakan sinar electron primer pada sampel.
Cara kerja SEM yaitu sebuah elektron diemisikan dari katoda tungsten dan
diarahkan kesuatu anoda.Tungsten digunakan karena mempunyai titik lebur yang
paling tinggi dan tekanan uap paling rendah dari semua jenis logam, sehingga
dapat dipanaskan untuk keperluan pemancaran elektron.Berkas elektron yang
memiliki beberapa ratus eV dipusatkan oleh satu atau dua lensa kondeser kedalam
52
suatu berkas cahaya dengan spot 1 nm sampai 5 nm. Berkas cahaya dipancarkan
melalui sepasang coil scan pada lensa obyektif yang dapat membelokkan berkas
cahaya secara horizontal dan vertikal sehingga membentuk daerah permukaan
sampel persegi empat.
Ketika berkas elektron utama saling berinteraksi dengan sampel, maka
elektron kehilangan energi oleh penyebaran berulang dan penyerapan dengan
setetes volume spesimen yang dikenal sebagai volume interaksi yang meluas
kurang dari 100 nm sampai sekitar 5 nm pada permukaan. Ukuran dari volume
interaksi tergantung pada berkas cahaya yang mempercepat tegangan, nomor atom
spesimen dan kepadata spesimen. Energi berubah diantara berkas elektron dan
hasil sampel hasil pada emisi elektron dan sampel hasil pada emisi elektron dan
radiasi elektromagnet yang dapat dideteksi untuk menghasilkan suatu gambar
(Hasrin,2010).
3.8. Fourier Transform Spectroscopy Infrared (FTIR)
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.Sedangkan pengukuran
menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan
spektrofotometri (Basset, 1994).
Selain terdiri dari atom karbon, karbon aktif mengandung sejumlah
kecilhidrogen dan oksigen yang terikat pada gugus fungsi misalnya
karboksil, fenol,dan eter. Gugus fungsi ini dapat berasal dari bahan baku karbon
53
aktif. Selain itu,gugus fungsi pada karbon aktif juga terbentuk selama proses
aktivasi oleh karenaadanya interaksi radikal bebas permukaan karbon dengan
oksigen atau nitrogenyang berasal dari atmosfer. Gugus fungsi ini menjadikan
permukaan karbon aktifreaktif secara kimia dan dapat mempengaruhi sifat
adsorpsinya (Murti, 2008).
Spektroskopi inframerah transformasi fourier merupakan suatu teknik
pengukuran spektrum berdasarkan respon dari radiasi elektromagnet. FTIR dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif maupun kualitatif suatu senyawa
organik,dimana dengan mendeteksi gugus fungsi yang ada pada sampel dengan
panjang gelombang yang terbentuk dan dapat pula digunakan untuk menentukan
struktur molekul suatu senyawa anorganik.
Spektroskopi inframerah berfungsi untuk mengidentifikasi gugus
fungsional yang ada. Spektra inframerah mengandung banyak serapan yang
dihubungkan dengan sistemm vibrasi yang berinteraksi dalam molekul dan
mempunyai karakteristik yang unik untuk setiap molekul. Pada spectra
inframerah terdapat pita-pita serapan yang karakteristik untuk gugus-gugus
fungsional(Sastrohamidjojo 1991).
Spektroskopi ini bekerja dengan cara sampel dikenai radiasi
elektromagnetik dan responnya (intensitas dari radiasi yang diteruskan)
diukur. Energi dari radiasi tersebut bervariasi dalam jarak tertentu dan responnya
diplot dalam suatu fungsi radiasi energi (frekuensi).Dengan cara ini, FTIR
dapat menghasilkan spektrum yang sama dengan spektrofotometer biasa namun
dengan waktu yang lebih singkat (Stevens 2001).
54
Tabel 4. Tabel Spektra Inframerah
Ikatan Tipe Senyawa Daerah Frekuensi
(cm-1
)
C – H Alkana 2850 – 2970
1340 – 1470
C – H Alkena 3010 – 3095
675 – 995
C – H Alkuna 3300
C – H Cincin aromatik 3010 – 3100
690 - 900
O – H
Fenol, monomer alkohol,
alkohol ikatan hidrogen
3590 – 3650
3200 – 3600
Monomer asam karboksilat,
Ikatan hidrogen asam
karboksilat
3500 – 3650
2500 – 2700
N – H Amina, amida 3300 – 3500
C = C Alkena 1610 – 1680
C = C Cincin aromatik 1500 – 1600
C ≡ C Alkuna 2100 – 2260
C – N Amina, Amida 1180 – 1360
C ≡ N Nitril 2210 – 2280
C – O Alkohol, Eter, Asam
karboksilat, Ester 1050 – 1300
C = O Aldehid, Keton, Asam
karboksilat, Ester 1690 – 1760
NO2 Senyawa nitro 1500 – 1570
1300 – 1370
Sumber : (Skoog dkk., 1998)
3.9. Surface Area Analyzer (SAA)
Surface Area Analyzer (SAA) merupakan salah satu alat utama dalam
karakterisasi material, yang hanya memerlukan sampel dalam jumlah yang kecil
biasanya berkisar 0,1 sampai 0,001 gram. Alat ini berfungsi untuk menentukan
luas permukaan material, distribusi pori dari material isoterm adsorpsi suatu
gas pada suatu bahan.Teknik karakterisasi dengan metode adsorpsi gas dapat
memberikan informasi mengenai luas permukaan spesifik, volume total pori,
distribusi ukuran pori dan isotherm adsorpsi(Lowell and Shields 1984).
55
Prinsip kerjanya menggunakan mekanisme adsorpsi gas, umumnya
nitrogen, argon dan helium, pada permukaan suatu bahan padat yang akan
dikarakterisasi pada suhu konstan biasanya suhu didih dari gas tersebut. Alat
tersebut pada dasarnya hanya mengukur jumlah gas yang dapat dijerap oleh suatu
permukaan padatan pada tekanan dan suhu tertentu. Secara sederhana, jika kita
mengetahui berapa volume gas spesifik yang dapat dijerap oleh suatu
permukaan padatan pada suhu dan tekanan tertentu dan kita mengetahui secara
teoritis luas permukaan dari satu molekul gas yang dijerap, maka luas permukaan
total padatan tersebut dapat dihitung.
Menurut definisi IUPAC, porositas material diklasifikasikan sebagai
mikropori jika memiliki diameter pori di bawah 20-25 Ǻ, mesopori jika memiliki
diameter pori antara 20-25 dan 500 Ǻ, serta makropori jika memiliki diameter
pori lebih dari 500 Ǻ. Definisi mutakhir membagi pori ke dalam nanopori (antara
0,1 dan 100 nm) dan mikropori (antara 0,1 dan 100 mm).
3.10. Karbonisasi Hidrotermal
Pada dasarnya metode ini terdiri dari dua tahap utama, yaitu: pemanasan
pada suhu rendah dan karbonisasi pada suhu tinggi (Wang, et al. 2001). Pada
prinsipnya metode ini memproduksi karbon dengan cara: merubah kelarutan,
melelehkan bagian kristalin, mempercepat interaksi fisikokimia, perantara
reaksi asam/basa atau ionik, dan pengendapan material karbon. Metode ini dibagi
kedalam dua daerah suhu, yaitu: 300-800 °C untuk membentuk karbon nanotube,
material grafit, dan karbon aktif. Pada suhu kurang dari 300 °C akan terbentuk
56
material karbon fungsional akibat proses polimerisasi dan dehidrasi. Metode ini
memiliki keunggulan, diantaranya:
1. Ukuran karbon ditentukan oleh variabel reaksi seperti: suhu, waktu, dan
konsentrasi reaktan ketika proses hidrotermal.
2. Permukaan karbon lebih halus.
3. Ramah lingkungan dan murah untuk membuat karbon yang berbasis
biomassa
4. Metode ini bisa digunakan untuk memperoleh produk, seperti: oksida,
halida, zeolit, sulfida, material berpori, dan senyawa anorganik (oksida
fungsional dan nanomaterial non oksida.
5. Bahan baku dan proses sintesis yang aman, menggunakan sumber
terbarukan, instrumentasi dan teknik yang sederhana, mudah
mengkopositkan, dan murah.
3.11. Fenol
Fenol merupakan limbah cair yang biasanya berasal dari indutri tekstil,
perekat, obat, dan sebagainya. Fenol dikenal juga sebagai
monohidroksibenzena, merupakan kristal putih yang larut dalam air pada
temperatur kamar ( Wirawan dan Teguh,2012). Fenol merupakan senyawa
organik (C6H5OH) yang berbau khas dan bersifat racun serta korosif terhadap
kulit (menimbulkan iritasi) (Putranto,2015) sehingga perlu adanya penanganan
limbah fenol agar kadar fenol tidak melebihi ambang batas yang ditentukan
pemerintah, sebab kadar fenol dalam air sangat berpengaruh besar dalam
penentuan kualitas air. Salah satu metode dalam penurunan limbah fenol dari
industri adalah dengan mengadsorbsi limbah ke dalam media, hal ini
dilakukan dengan memasukan adsorben (karbon aktif) dalam air sehingga
57
limbah fenol akan diserap oleh adsorben.
Fenol adalah sekelompok senyawa organik yang gugus hidroksinya (-OH)
langsung melekat pada karbon cincin benzene.Aktifator kuat dalam reaksi
subtitusi aromatik elektrofilik terletak pada gugus –OH nya, karena ikatan karbon
sp2 lebih kuat dari pada ikatan oleh karbon sp
3 maka ikatan C-O dalam fenol tidak
mudah diputuskan.Fenol sendiri bertahan terhadap oksidasi karena pembentukan
suatu gugus karbonil mengakibatkan dikorbankanya penstabilan aromatik. Fenol
umumnya diberi nama menurut senyawa induknya. Kimiawi fenol telah diketahui
lama sebelum pengetahuan kimia organik, sehingga banyak fenol mempunyai
nama-nama umum. Metifenol misalnya, dikenal sebagi kresol (berasal dari
kreosot, tar dari batu bara atau kayu yang mengandung zat ini. Berlawanan
dengan alkohol, fenol-fenol adalah asam yang lebih kuat daripada air.Fenol
sendiri 10.000 kali lebih asam dari pada air.Hal utama mengapa fenol lebih asam
dibandingkan alkohol dan air ialah karena ion fenoksida dimantapkan oleh
resonansi.Muatan negatif pada hidroksida atau alkoksida tetap tinggal pada atom
oksigen, sedangkan pada ion fenoksida muatan ini dapat didelokalisasi pada
posisi-posisi orto dan para pada cincin benzene melalui resonansi (Hart, 1983).
Fenol bersifat asam apabila bereaksi dengan NaOH membentuk garam
Natrium Fenolat dan tidak bereaksi dengan logam Na. Tidak bereaksi dengan
RCOOH namun bereaksi dengan alkil halida (RCOX) membentuk ester.
Keasaman suatu larutan dipengaruhi oleh pKa dari larutan tersebut. Semakin kecil
pKa semakin tinggi tingkat keasaman. pKa fenol yaitu 10 dan etanol memiliki
pKa 16. Fenol memiliki –OH terikat pada rantai benzennya. Saat ikatan H-O pada
58
fenol terputus, didapatkan ion fenoksida, C6H5O- yang mengalami delokalisasi.
Pada saat itu salah satu dari antara elektron bebas dari atom oksigen overlap
dengan elektron dari rantai benzene. Overlap ini mengakibatkan dislokalisasi. Dan
sebagai hasil muatan negatif tidak hanya berada pada oksigen tetapi tersebar
keseluruh molekul.
Delokalisasi membuat ion fenoksida lebih stabil dari seharusnya sehingga
fenol menjadi asam. Namun delokalisasi belum membagi muatan dengan efektif.
Muatan negatif disekitar oksigen akan tertarik pada ion hidrogen dan membuat
lebih mudah terbentuknya fenol kembali. Sehingga fenol merupakan asam yang
sangat lemah. Namun fenol memiliki keasaman sejuta kali etano. Selain itu
keasaman fenol dipengaruhi oleh resonansi pada benzennya. Akibat resonansi ini,
maka kesetimbangan bergeser arah pembentukannya. Dengan demikian fenol
memiliki keasaman yang lebih tinggin dibanding dengan alkohol.
3.11.1. Sifat-Sifat Fenol
1. Fenol yang murni berupa hablur yang tidak berwarna, sedikit larut dalam air,
sedangkan larutannya dalam air bersifat sebagai asam lemah, karena
mengalami oksidasi.
2. Senyawa fenol ini seperti alkohol, dapat dijadikan senyawa eter maupun ester.
3. Dalam senyawa fenol terdapat gugus –OH yang terikat pada atom C yang
berikatan rangkap.
4. Atom H dari inti benzene dalam fenol lebih mudah diganti (disubstitusi)
denganatom atau gugus lain, atom H dalam inti benzene saa. Oleh karena itu,
59
larutan fenol dengan brom langsung akan memberikan senyawa tri-brom-
fenol.
( Fessenden,1984).
3.12. Spektrofotometer UV-VIS
Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma
atau kisi difraksi dan detector vacuum phototube atau tabung foton hampa. Alat
yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu sutu alat yang digunakan untuk
menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan
mengukur transmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari
konsentrasi.Pada instrument spektrofotometri, sinar yang digunakan merupakan
satu berkas yang panjangnya tidak berbeda banyak antara satu dengan yang
lainnya, sedangkan dalam kalorimetri perbedaan panjang gelombang dapat lebih
besar.Dalam hubungan ini dapat disebut juga spektrofotometri adsorpsi atomik
(Harjadi, 1990).
Metoda spektrofotometri uv-vis adalah salah satu metoda analisis kimia
untuk menentukan unsur logam, baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif.Analisis secara kualitatif berdasarkan pada panjang gelombang yang
ditunjukkan oleh puncak spektrum (190 nm s/d 900 nm), sedangkan analisis
secara kuantitatif berdasarkan pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh
suatu media.Intensitas ini sangat tergantung pada tebal tipisnya media dan
60
konsentrasi warna spesies yang ada pada media tersebut. Pembentukan warna
dilakukan dengan cara menambahkan bahan pengompleks yang selektif terhadap
unsur yang ditentukan (Fatimah, dkk., 2009).
Metode spektrofotometri merupakan salah satu metode yang cukup
sensitive untuk mendeteksi analit fenol dalam konsentrasi yang rendah.Akan
tetapi, metode spektrofotometri ini memiliki kelemahan pada pendeteksian analit
jika analit berada pada sampel air yang mengandung banyak ion
pengganggu.Interferensi ion dan senyawa pengganggu dalam sampel dapat
menyebabkan kesalahan deteksi, sehingga serapan radiasi dapat berasal dari
pengganggu. Hal ini tentu akan menyebabkan kesalahan analisis, terutama untuk
analisis kuantitatif. Terlebih lagi dalam analisis fenol, sampel terlarut dalam
akuades biasanya akan memberikan respon yang kurang bagus karena adanya
pengaruh matriks larutan (Fatimah, 2003).
Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi.Kelebihan spektrometer dibandingkan fotometer
adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh
dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis. Pada fotometer filter
dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang
gelombang tertentu. Pada fotometer filter tidak mungkin diperoleh panjang
gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang
gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang
yang benar-benar terseleksi dapatdiperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya
61
seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak
yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko
dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko
ataupun pembanding (Khopkar, 2002).
Sinar yang melewati suatu larutan akan terserap oleh senyawa-senyawa
dalam larutan tersebut. Intensitas sinar yang diserap tergantung pada jenis
senyawa yang ada, konsentrasi dan tebal atau panjang larutan tersebut.Makin
tinggi konsentrasi suatu senyawa dalam larutan, makin banyak sinar yang diserap
(Anonim, 2011).
Spektrofotometri UV-Visibel merupakan metode spektrofotometri yang
didasarkan pada adanya serapan sinar pada daerah ultra violet (UV) dan sinar
tampak (Visibel) dari suatu senyawa.Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini
jika memiliki kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah
tampak.Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV disebut dengan
kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa dalam daerah sinar
tampak, senyawa harus memiliki warna (Fatimah, 2003).
62
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Bahan dan Peralatan
4.1.1. Bahan
Bahan utama yaitu Tandan pisang (limbah dari petani pisang). Bahan kimia yang
digunakan adalah zink klorida (ZnCl2) 8 % (pengenceran dari ZnCl2 80 gram
dalam 1000 mL (Merck), asam klorida (HCl) (kadar: 37%, berat molekul 36,453
g/mol) (Merck), asam nitrat (HNO3) (kadar: 65%, berat molekul 80,05 g/mol)
(Merck), Larutan Buffer pH 3,5,7,dan 8, Larutan Fenol (Merck) dan akuades.
4.1.2. Alat
Alat yang digunakan yaitu Mortal, Oven, Ayakan, Alat Gelas Laboratorium,
Blender, Desikator, Timbang, Cawan Porselen, Furnace (F48010-33),FTIR
(Fourier Transform Infrared Spectroscopy)(PerkinElmer Spectrum Version
10.5.1), Spektrofotometer UV-VIS, SAA-BET (Surface Area Analyzer-
BET)(Quantachrome NovaWin version 11.0),SEM-EDX (Scanning Electron
Microscope-Energy Dispersive X-Ray Analysis) (JEOL JED-2300),Shaker digital
(SCILOGEX SK-L330-PRO) dan Alat Presto.
4.2 Waktu Dan Tempat Kegiatan
Penelitian ini dilakukan pada 28 Maret 2017 di Laboratorium Penelitian Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia.
63
4.3. Prosedur Pelaksanaan
4.3.1 Pembuatan Arang (Sani, 2011)
Pada proses pembuatan arang pertama dilakukan persiapan bahan
yaitu tandan pisang. Tandan pisang kepok awalnya dilakukan pengecilan
ukuran untuk mempercepat proses karbonasi. Tandan pisang kepok yang telah
dilakukan pengecilan ukuran 1-3 mm, kemudian di jemur selama satu minggu
dibawah sinar matahari. Kemudian 500 gram sampel dilakukan perendaman
dengan larutan ZnCl2 . Proses perendaman dilakukan dengan pemanasan pada
suhu 80 0C selama 6 jam. Setelah proses selesai, sampel yang masih panas
didinginkan terlebih dahulu dan kemudian di cuci dengan aquades sebanyak dua
kali lalu dilakukan proses presto.
Proses presto dilakukan selama 8 jam hingga sampel kering dan
membentuk arang, dengan meletakkan sampel dalam panci presto dan di rendam
dengan akuades hingga terendam semua dan tutup rapat sampel hingga kering dan
menjadi arang. Setelah presto selesai sampel arang yang telah disiapkan
kemudian dihaluskan dengan blender sampai ukuran 0.5-1 mm.Hal ini
dilakukan untuk memudahkan dalam pengerjaan selanjutnya, dalam hal ini
adalah proses dalam furnace. Furnace dilakukan pada temperature 150 0C selama
2 jam. Dengan bertambah lamanya karbonisasi atau holding time serta
bertambah tingginya temperatur karbonisasi maka akan mengakibatkan jumlah
arang yang dihasilkan semakin kecil. Selama proses ini, furnace dalam
keadaan kedap udara, agar arang aktif terbentuk maksimal. Arang yang telah
aktif di rendam dengan larutan HNO3 5M selama 3 jam kemudian disaring, dicuci
64
hingga pH 6- 7. Hal selanjutnya yang dilakukan setelah proses aktifasi kimia
adalah pencucian karbon aktif dari pengotor pada proses aktifasi. Hal ini
dilakukan karena proses aktifasi kimia biasanya juga dihasilkan pengotor
berupa sisa-sisa oksida yang tidak larut dalam air dan pengotor yang larut dalam
air waktu penyucian. Untuk itu, biasa dipakai aquades sebagai pencuci. Lalu di
keringkan pada oven dengan suhu 150 0C. Karbon aktif yang telah jadi dianalisis
dengan menggunakan SEM-EDX, dan SAA.
4.3.2 Analisis Gugus Fungsi Adsorben Karbon Aktif dengan FTIR
Karbon aktif tandan buah pisang masing-masing diambil sebanyak 0,2 mg.
Kemudian digerus dengan mortar hingga homogen. Hasil gerusan diletakkan pada
media analisis hingga menutupi permukaannya dan sample siap dianalisis
menggunakan FTIR.
4.3.3 Analisis Sifat dan Struktur Adsorben Karbon Aktif dengan Surface
Area Analyzer
Karakteristik karbon aktif tandan buah pisang dilakukan menggunakan
Surface Area Analyzer. Nitrogen adsorpsi desorpsi isotherm dilakukan pada
77 K. sebelum melakukan analisis, sampel dilakukan degasifikasi pada
temperatur 150 0C selama 6 jam. Analisis struktur pori luar permukaan, volume
pori, dan distribusi ukuran pori dilakukan dengan metode Beurner-Emmett- Teller
(BET).
65
4.3.4. Penentuan Rendemen (Hapsoro,2014)
Arang aktif yang telah diperoleh terlebih dahulu dibersihkan, kemudian
ditimbang rendemen dihitung berdasarkan rumus :
( )
4.3.5. Penentuan Kadar Air (Gunawan dan Wirawan,2012).
Kadar air bahan dapat ditentukan dengan cara sebanyak 0,5 gram karbon
aktif yang telah dihaluskan, kemudian dikeringkan didalam oven pada suhu 1050C
selama 2 jam. Selanjutnya didinginkan pada desikator selama 15 menit
sebelumnya ditimbang beratnya dengan rumus:
Dengan : a = berat cawan + sampel (awal) gram
b = berat cawan + sampel kering (akhir) gram
c = berat sampel awal (gram)
4.3.6. Penentuan Kadar Abu (Gunawan danWirawan 2012).
Kadar abu dapat ditentukan dengan cara sebanyak 0,5 gram contoh
dimasukkan kedalam cawan porselin. Setelah itu dimasukkan pada grafit furnace
pada suhu 6000C sampai terbentuk abu selama 5 jam. Selanjutnya contoh
didinginkan pada desikator selama 15 menit sebelumnya ditimbang beratnya
dengan rumus:
Dengan : a = berat cawan + sampel (awal) gram
b = berat cawan + sampel kering (akhir) gram
66
c = berat sampel awal (gram)
4.3.7. Aplikasi Karbon Aktif Tandan Pisang Terhadap Adsorbsi Fenol
4.3.7.1 Pembuatan Larutan Standar Fenol 1000 ppm (SNI – 06- 6989.21-
2004)
Ditimbang sebanyak 1 gram fenol dan dilarutkan dengan aquadest
sebanyak 100 ml. Diaduk hingga larutan homogen dan dimasukkan pada labu
ukur 1000 ml ,lalu ditera hingga tanda batas.
4.3.7.2 Pembuatan Larutan Fenol 100 ppm sebanyak 50 mL
Diambil sebanyak 5 ml larutan fenol standar dimasukkan pada labu ukur
50 ml lalu diencerkan dengan aquadest hingga tanda tera, lalu di kocok hingga
homogeny.
4.3.7.3 Penentuan pH Optimum Adsorpsi Fenol
Disiapkan larutan fenol dengan konsentrasi 100 ppm sebanyak 50 ml
dengan pH 3, 5,7, dan 8. Sebelumnya ditimbang karbon aktif sebanyak 0,5 gram
dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Lalu ditambahkan larutan fenol yang telah
dibuat dengan kondisi pH 3,5,7,dan 8 sebanyak 50 ml. Campuran larutan fenol
dan karbon aktif di shacker selama 30 menit. Disaring campuran dengan kertas
saring , diambil filtratnya dan diuji menggunakan spektrofotometer uv-vis dengan
panjang gelombang 269,5 nm. pH optimum adalah pH konsentrasi yang
teradsorpsi (C adsorpsi) terbesar. Banyaknya fenol yang teradsorpsi dalam mg
per gram adsorben ( karbon aktif) ditentukan dengan menggunakan rumus
persamaan:
67
( )
Dimana :
W : jumlah fenol yang teradsorpsi (mg/g)
Co : konsentrasi fenol
Ca : konsentrasi fenol setelah adsorpsi
V : volume larutan fenol
Wa : jumlah adsorben (gram)
4.3.7.4 Penentuan waktu kontak optimum adsorpsi larutan fenol
Disiapkan larutan fenol dengan konsentrasi 100 ppm pada keadaan pH
optimum sebanyak 50 ml. Ditambahkan karbon aktif sebanyak 0,5 gram dan di
kocok menggunakan shacker selam 30 menit pada waktu kontak yang terukur 0,
15, 30, dan 45 menit. Campuran kemudian disaring, diambil filtratnya dan
dilakukan pengujian menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang
gelombang 269,5 nm. Banyaknya fenol yang teradsorpsi dapat diukur
menggunakan rumus persamaan:
( )
Waktu kontak optimum adalah waktu dimana konsentrasi teradsorpsi terbesar
didapat.
4.3.7.5 Penentuan berat optimum karbon aktif yang digunakan dalam
adsorpsi fenol
Disiapkan larutan fenol dengan konsentrasi 100 ppm sebanyak 50 ml dan
diukur pada pH optimum. Ditambahkan karbon aktif dengan variasi berat 0 ; 0,5;
1; 1,5 gram. Campuran dishacker selama selama waktu kontak optimum yang
68
didapat. Kemudian disaring dan filtrat diuji menggunakan spektrofotometer uv-vis
pada panjang gelombang 269,5 nm. Banyaknya fenol yang teradsorpsi dihitung
menggunakan rumus persamaan:
( )
Berat optimum merupakan berat adsorben (karbon aktif) yang mampu
mengadsorpsi adsorbat (larutan fenol) secara maksimal atau terbesar.
4.3.7.6 Penentuan Kapasitas Adsorpsi Fenol
Disiapkan larutan fenol dengan variasi konsentrasi 0, 50, 100, 150 dan 200
ppm. Diukur pada pH optimum, ditambahkan dengan karbon aktif sejumlah berat
optimum, dan dikocok selama waktu optimum. Campuran disaring diambil
filtratnya dilakukan uji menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang
gelombang 269,5 nm. Banyaknya fenol yang teradsorpsi dihitung menggunakan
persamaan : .
( )
Konsentrasi Optimum merupakan besarnya konsentrasi yang mampu teradsorpsi
oleh adsorben.
69
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tentang pembuatan karbon aktif dari tandan pisang sebagai
adsorben untuk penyerapan fenol telah dilakukan pada tanggal 28 Maret 2017 di
Laboratorium Penelitian Kimia FMIPA Universitas Islam Indonesia. Penelitian
melakukan penelitian tentang sintesa atau pembuatan karbon aktif dengan
activator ZnCl2 yang kemudian diaplikasikan terhadap penyerapan fenol dengan
di tentukan optimasi pH ,optimasi waktu, optimasi berat, optimasi konsentrasi
yang kemudian dicari kapasitas adsorpsinya.
Pada bab hasil dan pembahasan ini akan diuraikan mengenai hasil preparasi
bahan dasar tandan pisang dan proses aktivasi, produk karbon aktif serta hasil
karakterisasi gugus fungsi dengan FTIR, morfologi permukaan dengan SEM-
EDX, luas permukaan dengan pengujian BET , uji kadar air, uji kadar abu dan
aplikasinya terhadap adsorpsi fenol dari karbon aktif yang dihasilkan.
5.1. Preparasi Tandan Pisang dan Aktivasi
Gambar 12. A. Proses pengeringan B. Proses Hidrokarbon C. ArangAktif
c A B
70
Gambar 12 A merupakan preparasi tandan pisang pertama kali dilakukan
dengan memotong tandan pisang dengan ukuran 1 sampai 3 mm dan dikeringkan
dibawah sinar matahari. Pemanasan bertujuan untuk menghilangkan kandungan
air yang terikat dalam tandan pisang. Setelah pengeringan dilakukan perendaman
menggunakan aktivator ZnCl2 dengan pemanasan pada suhu 80 0C terhadap
tandan pisang sebanyak 500 gram. Tujuan dari proses ini unuk membuka pori
yang terdapat pada karbon sehingga mengakibatkan luas permukaan bertambah
besar dan daya serap karbon menjadi semakin baik (Sembiring, 2003).
Sedangkan pemanasan dilakukan agar proses perjalan cepat. Menurut
Masitoh dan Sianita-B (2013), activating agent yang baik digunakan khususnya
untuk membuat karbon aktif dari tandan pisang adalah ZnCl2. Aktivator ZnCl2
bertujuan untuk memperbesar pori dengan cara memecah ikatan hidrokarbon atau
mengoksidasi molekul sehingga arang mengalami perubahan fisika dan kimia.
Pada saat perendaman larutan ZnCl2 akan teradsorpsi oleh tandan pisang yang
kemudian akan melarutkan tar dan mineral anorganik. Hilangnya zat tersebut dari
permukaan karbon aktif akan menyebabkan semakin besar pori dari arang aktif.
Besarnya pori karbon aktif berakibat meningkatnya luas permukaan karbon aktif.
Hal ini menyebabkan meningkatnya kemampuan adsorpsi dari karbon aktif.
Gambar 12 B menjelaskan proses pemprestoan atau proses karbonisasi
hidrotermal. Tandan pisang telah teraktivasi dengan aktivator ZnCl2 selanjutnya
di presto selama 8 jam hingga terbentuk arang seperti pada Gambar 12 C. Presto
ini digunakan sebagai proses karbonisasi menjadi arang akif, digunakan alat
presto karena memiliki keunggulan yang baik seperti energy yang digunakan
71
kecil, suhu rendah, dan menggunakan daya tekan dari air sebagai energy unuk
membentuk arang. Dibanding menggunakan pirolisis metode presto ini lebih
murah dan irit. Arang aktif yang didapat dihaluskan menggunakan blender agar
didapat arang aktif dengan ukuran yang homogeny atau rata (Gambar 12 C).
Gambar 13. A. Proses perendaman dengan HNO3 B. Pencucian dengan akuades
C. Karbon aktif teraktivasi
Sebelum direndam dengan asam nitrat, karbon di furnace terlebih dahulu
selama 2 jam dengan suhu 150 0C. Gambar 13 A menerangkan dilakukannya
aktivasi kimia dengan merendam karbon hasil karbonisasi dengan asam nitrat
(HNO3) 5 M. Tujuan direndam dengan asam nitrat ini untuk menghilangkan
pengotor dan Zn yang masih menempel pada pori-pori karbon sehingga pori-pori
bertambah lebar dan daya adsorpsi semakin baik. Untuk menghilangkan asam
nitrat dilakukan pencucian seperti pada Gambar 13 B dengan akuadest yang telah
dipanaskan hingga pH netral, dibutuhkan aquadest yang panas guna mempercepat
peluruhan pengotor. Setelah didapat pH netral maka arang aktif dioven pada suhu
1500C. Hasil dari pengovenan yaitu Gambar 13 C arang aktif dengan aktivator
ZnCl2 atau karbon aktif teraktivasi.
B C A
72
5.2 Karakterisasi Adsorben Karbon Aktif Tandan Pisang
5.2.1 Pengujian Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter standarisasi karbon aktif.
Kandungan air dalam karbon aktif dipengaruhi oleh temperatur dan waktu
pemprestoan atau proses karbonisasi hidrokarbon. Semakin tinggi temperatur
serta bertambahnya waktu karbonisasi hidrokarbon mengakibatkan kandungan air
dalam karbon semakin rendah. Hal ini disebabkan pada temperatur diatas 100 0C,
air mulai berubah fasa menjadi uap. Apabila temperatur dan waktu karbonisasi
hidrokarbon lama, maka air yang masih terperangkap didalam pori-pori karbon
dapat lepas sehingga kandungan air dalam karbon aktif semakin kecil.
Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui sifat higroskopis dari
karbon aktif. Dari hasil pengujian kadar air pada karbon aktif tandan pisang ini
diperoleh kadar air sebesar 0,9396%. Hasil ini didapat dengan cara menimbang
cawan porselin dan 0,5 gram karbon aktif sebagai berat awal. Setelah itu
dilakukan pengovenan pada suhu 150 0C selama 2 jam dan ditimbang sebagai
berat akhir. Perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 4. Berdasarkan SII, kadar
air yang diizinkan untuk karbon aktif maksimal sebesar 15%. Hal ini
menunjukkan bahwa karbon aktif dari tandan pisang memenuhi kadar air standar
mutu karbon aktif, sehingga dapat digunakan sebagai adsorben.
5.2.2 Pengujian Kadar Abu
Kadar abu merupakan sisa dari pembakaran yang sudah tidak memiliki
unsur karbon dan nilai kalor lagi. Kadar abu di uji guna untuk mengetahui
73
kandungan oksida logam dalam karbon aktif. Menurut Sudrajat 1985 dalam
Fauziah 2009, kadar abu meningkat karena terbentuknya garam mineral saat
proses karbonisasi yang apabila proses tersebut berlangsung lama maka akan
membentuk partikel halus dari garam mineral tersebut. Kadar abu dipengaruhi
oleh kandungan kadar silikat, semakin besar kadar silikat maka kadar abu semakin
besar.
Pengujian kadar abu dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu 600 0C.
Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 9%, perhitungannya pada
lampiran 3. Dari analisis yang didapat kadar abu yang dihasilkan masih dibawah
batas maksimal kadar abu untuk karbon aktif yaitu 10% berdasarkan standar SII.
Berdasarkan hasil penelitian tesebut dapat diketahui bahwa tandan pisang
mengandung oksida logam yaitu silikon oksida (SiO2), sehingga ketika proses
karbonisasi terjadi kontak dengan oksigen akan menghasilkan abu sebagai hasil
pembakaran lebih lanjut.
5.2.3 Pengujian Penentuan Gugus Fungsi
Karakterisasi gugus fungsi karbon aktif tandan pisang dengan
menggunakan FTIR untuk membandingkan gugus fungsi yang ada pada karbon
aktif tandan pisang sebelum dan sesudah di lakukan perendaman dengan asam
nitrat atau HNO3. Spektrum IR dari kedua sampel tersebut ditunjukkan pada
Gambar 14.
74
Gambar 14. Spektrum Karbon Aktif Sebelum (A) dan Sesudah (B) Pencucian
HNO3.
Gambar 14 diatas menunjukkan perbandingan bilangan gelombang pita
serapan karbon aktif tandan pisang sebelum dan setelah direndam dengan HNO3.
Pita serapan pada karbon tandan pisang sebelum dan setelah direndam HNO3
75
mengalami perubahan, hal ini karena HNO3 menyebabkan terjadi pergeseran
berdasarkan lingkungan kimianya. Gugus fungsi alkena muncul pada daerah
serapan 3413,56 cm-1
sebelum pencucian HNO3 dan mengalami pergeseran
bilangan gelombang lebih kecil dan semakin melebar setelah mengalami
perendaman dengan HNO3 yaitu 3059,20 cm-1
. Dari kedua puncak alkena juga
ditandai dengan munculnya puncak pada daerah serapan 1606,56 cm-1
dan
1572,21 cm-1
yang mana menunjukkan jika benar terdapat gugus alkena di dalam
karbon aktif tandan pisang.
Puncak eter (C-O) juga mengalami pergeseran bilangan gelombang yang
relative kecil yaitu 1030,35 dan 1030,87 cm-1
. Walaupun demikian hal tersebut
menunjukkan perbedaan lingkungan kimia. Gugus Zn-O juga muncul pada daerah
serapan 432,76 dan 411,34 cm-1
sebelum direndam, setelah direndam muncul dua
puncak gugus Zn-O yaitu 413,98 cm-1
dan 451,43 cm-1
. Kemunculan dua puncak
setelah pencucian kemungkinan diakibatkan pada saat sebelum pencucian gugus
Zn-O masih tertutup dan setelah pencucian pengotor yang lain hilang dan gugus
Zn-O terlihat. Gugus Zn-O muncul sebab aktivator yang digunakan dalam aktivasi
karbon aktif yaitu ZnCl2 . Dimana Zn akan masuk ke dalam pori-pori karbon
aktif dan memperbesar pori. Jadi , gugus fungsi utama yang teridentifikasi sesuai
dengan spektrumnya adalah C=C,C-O, ZnO. Dari kedua spektrum dapat
disimpulkan bahwa terjadi pergeseran lingkungan kimia antara sesudah dan
sebelum dilakukan pencucian dengan HNO3. Hasil yang di dapat sesuai dengan
apa yang diharapkan yaitu adanya gugus Zn dan C. Gugus Zn dan C akan
berperan penting dalam proses adsorpsi, dimana gugus tersebut akan menjadikan
76
permukaan karbon aktif menjadi lebih reaktif secara kimia dan dapat
mempengaruhi sifat adsorpsi.
Adapun perbedaan antara spektrum karbon aktif sesudah dan sebelum
pencucian dapat dilihat dari Tabel 5.
Tabel 5. perbedaan gugus fungsi sebelum dan setelah perendaman HNO3
Daerah Serapan
(cm-1
)
Gugus Fungsi Keterangan
Karbon Aktif
Sebelum
Perendaman HNO3
3413,56 C=C Alkena
1606,56 C=C Alkena (sp2)
1030,35 C-O Eter
432,76 dan
411,34
Zn-O Zink Oksida
Karbon Aktif
Setelah Perendaman
HNO3
3059,2 C=C Alkena
1572,21 C=C Alkena
1030,87 C-O Eter
413,98-451,43 Zn-O Zink Oksida
5.2.4 Pengujian SEM-EDS
SEM merupakan salah satu metode surface analysis untuk mengetahui
bentuk permukaan dari suatu bahan. Bentuk permukaan merupakan salah satu
faktor yang berperan didalam kemampuan suatu adsorben untuk mengadsorpsi
adsorbat ( Hasan La, 2015). Pada penelitian ini dilakukan uji SEM untuk
mengetahui perubahan morfologi permukaan karbon setelah diaktivasi dan
77
direndam dengan HNO3. Sedangkan untuk EDS digunakan untuk menentukan
unsur yang terkandung dalam karbon aktif. Unsur-unsur ini sebagai penyusun
dalam karbon aktif dalam mengadsorpsi fenol. Hasil uji SEM dapat dilihat pada
Gambar 15 :
Gambar 15. Hasil Uji SEM dengan perbesaraan 6200 x
Pada Gambar 15 menjelaskan bahwa karbon aktif tandan pisang memiliki
permukaan yang tidak rata, bentuk pori bulat namun sedikit ,hal ini dikarenakan
pori-pori masih banyak tertutup pengotor. Masih banyaknya pengotor dikarenakan
saat proses karbonisasi hidrotermal suhu yang terukur rendah tidak lebih dari 150
0C. Penyebab rendahnya suhu dikemungkinkan karena faktor alat presto yang
sudah tidak bisa menutup rapat, sehingga uap dalam presto keluar melalui celah
pada sekeliling penutup alat. Oleh karena itu tekanan tidak optimal dan aktivator
78
tidak terurai secara sempurna. Sedangkan dalam analisis kuantitatif permukaan
karbon aktif menggunakan EDS, hasil yang didapat dari analisis ini berupa unsur
yang terkandung dalam permukaan karbon aktif dan menginformasikan jumlah
atau proporsi dari tiap – tiap jenis mineral atau unsur yang diperoleh tersebut
antara lain:
Gambar 16. Hasil Analisis Karbon Aktif Tandan Pisang dengan EDX
Gambar 16 menunjukkan banyaknya jumlah unsur yang terkandung dalam
karbon aktif dan jika dilihat unsur Carbon yang terkandung sangat sedikit dan di
dominasi unsur O dan Zn, dimana Zn masuk dari aktivator, seperti dijelaskan
diatas bahwa Zn tidak terurai sempurna dengan tekanan yang rendah oleh sebab
itu unsur Zn mendominasi. Adapun pengotor lain seperti Si, Al, P, Ca, Cl, In
memiliki konsentrasi presentase yang sedikit. Besarnya presentase konsentrasi
dapat dilihat pada Tabel 6.
Unsur yang terkandung didalam karbon aktif tandan pisang antara lain:
79
Tabel 6. Hasil SEM-EDS
Atomic
Number
Element
Symbol Element Name
Concentration
percentage (%) Certainty
8 O Oxygen 43,8 0,99
30 Zn Zinc 22,1 0,99
6 C Carbon 20,0 0,99
14 Si Silicon 6,0 0,99
13 Al Aluminium 4,3 0,99
15 P Phosphorus 1,4 0,97
20 Ca Calcium 1,0 0,97
17 Cl Chlorine 0,9 0,97
49 In Indium 0,5 0,95
5.2.5 Karakterisasi Karbon Aktif Tandan Pisang dengan Surface Area
Analyzer (SAA)
Adapun prinsip kerja surface area analyzer (SAA) didasarkan pada
kemampuan tekanan mengukur variasi tekanan dalam proses yang dihasilkan pada
adsorpsi dan desorpsi isoterm gas nitrogen (N2) pada kondisi temperatur nitrogen
cair sebagai lapisan tunggal (monolayer) yang kemudian data akan diolah
menggunakan persamaan BET (Mujinem,2009). Karakterisasi Karbon Aktif
Tandan Pisang terhadap adsorpsi atau desorpsi nitrogen (N2) menggunakan
metode Multi-Point BET diperoleh luas permukaan untuk sampel Karbon Aktif
Tandan Pisang adalah 46.304 m2 /g dengan volume dan diameter pori, yang
80
didapat berturut-turut adalah 0,169 cc/g dan 46,19 Å . Sedangkan tipe adsorpsi
atau desorpsi Karbon Aktif Tandan Pisang seperti yang ditunjukkan pada
Gambar17.
Gambar 17. Plot Adsorpsi Isotherm Nitrogen (N2)
Pada Gambar 17 dapat diketahui, bahwa tipe adsorpsi atau desorpsi
keduanya mengikuti tipe IV untuk pori berukuran meso dan pori berbentuk bulat
seperti yang dihasilkan dari karakterisasi dengan SEM-EDS di atas. Ukuran
diameter pori untuk mesopori adalah sekitar 0,2-0,5 nm, dimana diameter pori
karbon aktif berada pada 0,29 nm. Secara kualitatif, karakteristik pori-pori dari
karbon aktif dapat diamati dari profil isotherm adsorpsi nitrogen pada 77 K
(Marsh dan Rodriguez Renioso, 2006). Kurva isotherm adsorpsi pada temperatur
150 ˚C disajikan pada Gambar 17. Dapat diamati bahwa pada rasio impregnant
kurva isoterm adsorpsi menunjukkan kurva tipe IV berdasarkan klasifikasi
IUPAC. Kurva tipe IV ditunjukkan dengan adanya hysteresis loop yang
diakibatkan oleh kondensasi nitrogen pada struktur mesopori karbon aktif (Marsh
81
dan Rodriguez-Renioso, 2006). Oleh karena itu dapat disimpulkan struktur karbon
aktif yang dihasilkan merupakan struktur mesopori.
Tabel 7. Analisis SAA pada Karbon Aktif Tandan Pisang
Hasil SAA
Luas permukaan Langmuir 69,17 m2/g
Luas permukaan BET 46,30 m2/g
Volume total pori 0,1069 cc/g
Rerata jari-jari pori 46,1884 Å
Hasil Perhitungan
BET
Luas permukaan (SA) 12.966 m2/g
Luas permukaan spesifik (SSA) 136.628 m2/g
Volume total pori (Vt) 0.729206312 Å
Rerata jari-jari pori 1.4584 Å
Diameter pori 2.916825248 Å = 0,29
nm
Untuk menghitung hasil dari Tabel 7 perlu diketahui dahulu bahwa nilai
slope dan intersep yaitu sebesar 73,996 dan 1,214 sedangkan nilai koefisien
korelasi dari persamaan adalah 0,998441 yang terdapat pada lampiran 5. Pada luas
permukaan menunjukkan nilai sebesar 12.966 m2/g dan luas permukaan
spesifik136.628 m2/g.
5.3 Aplikasi Adsorben Karbon Aktif Tandan Pisang terhadap Adsorpsi Fenol
Aplikasi karbon aktif merupakan proses adsorpsi dimana karbon aktif
bertindak sebagai adsorben atau penjerap, sedangkan larutan fenol sebagai
adsorbat atau merupakan fase yang diadsorpsi. Proses Adsorpsi dikalukan oleh
82
permukaan pori-pori dari karbon aktif (secara fisika), dan gugus-gugus yang ada
di permukaan karbon aktif (secara kimia) dengan menjerap senyawa organik
membentuk ikatan kovalen.
5.3.1 Penentuan pH Optimum Adsorpsi Fenol oleh Karbon Aktif Tandan
Pisang
Pengaruh pH terhadap adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang
dilakukan dengan penambahan 0,5 gram karbon ke dalam larutan fenol
konsentrasi 100 ppm sebanyak 50 ml dengan variasi pH yaitu 3,5,7 dan 8 dan
dishaker selama 30 menit. Jumlah fenol yang diadsorpsi oleh karbon aktif tandan
pisang sebagai fungsi pH dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Penentuan pH Optimum
Dari Gambar 18 menyatakan bahwa jumlah fenol yang diadsorpsi oleh
karbon aktif tandan pisang pada kondisi pH semakin besar atau kondisi pH
menuju keadaan basa cenderung mengalami penurunan yang signifikan.
Penurunan setelah pH 3 terjadi karena jumlah proton (H+)berkurang sehingga
arang tidak akan membentuk muatan positif, sehingga adsorpsi yang terjadi lebih
83
sedikit (Sunandar, 2012). Untuk kondisi pH 7 daya adsorpsi karbon aktif terhadap
fenol sangat jelek dan bisa dikatakan proses adsorpsi sangat sedikit. Namun pada
pH 8 terjadi kenaikan daya adsorpsi yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa
karbon aktif pada kondisi pH netral tidak mengalami adsorpsi yang maksimal,
karena karbon aktif didesain pada kondisi netral sehingga ketika berada pada pH
netral tidak mengalami perubahan yang signifikan. Adapun pH optimum adsorpsi
fenol oleh karbon aktif tandan pisang adalah pH 3 dengan jumlah fenol yang
teradsorpsi sebesar 4,62 mg/g.
Penentuan pH Optimum ditentukan dengan banyaknya fenol yang paling
banyak terjerap. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Banyaknya fenol yang terjerap oleh Adsorben
Fenol
pH Banyaknya fenol
terjerap (mg/g)
Sisa fenol (mg/L) Persen yang terjerap
(%)
3 4,62 53,8 46,2
5 3,94 60,6 39,4
7 1,81 81,9 18,1
8 3,07 69,3 30,7
5.3.2 Penentuan Waktu Optimum Adsorpsi Fenol oleh Karbon Aktif Tandan
Pisang
Penentuan waktu optimum adsorpsi bertujuan untuk mengetahui berapa
banyak banyak fenol (mg/g) yang terjerap sebagai fungsi waktu .Waktu optimum
84
adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang ditentukan dengan menghitung
jumlah fenol yang diadsorpsi sebagai fungsi waktu. Pengaruh waktu terhadap
adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang dilakukan dengan penambahan 0,5
gram karbon ke dalam larutan fenol konsentrasi 100 ppm sebanyak 50 ml dengan
keadaan pH 3 dan variasi waktu shaker yaitu 0, 15, 30 dan 45 menit. Hasil
penelitian untuk penentuan waktu optimum adsorpsi fenol oleh karbon aktif
tandan pisang dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Waktu optimum adsorpsi fenol
Berdasarkan Gambar 19 diketahui bahwa adsorpsi fenol tanpa perlakuan
shaker atau 0 menit adalah sebesar 2,81 mg/g. Adsorpsi mengalami kenaikan pada
waktu 15 menit pertama yaitu dengan besar adsorpsi 3,93 mg/g dan setelah itu
cenderung meningkat secara signifikan pada setiap kenaikan lama waktu
pengadukan. Hal ini dapat dilihat bahwa hasil optimasi waktu adsorpsi yang
optimal berada pada waktu 45 menit dengan besar adsorpsi 4,61 mg/g. Waktu
85
optimum ini akan digunakan sebagai penelitian selanjutnya. Hal ini dapat
ditunjukkan oleh Tabel 9.
Tabel 9. Waktu Optimum pada Adsorpsi Fenol
t (Menit) 0 15 30 45
Banyaknya Zat yang
Teradsorpsi (mg/g)
2,81 3,93 4,4 4,61
Dari Tabel 9 dapat terlihat bahwa penambahan waktu adsorpsi dapat
meningkatkan kemampuan adsorpsi bahkan cenderung naik karena sisi pada
permukaan adsorben membuka dengan lebar. Untuk mengetahui model kinetika
adsorpsi fenol, persamaan orde satu semu dan orde dua semu digunakan. Data
kinetika adsorpsi diproses untuk memahami dinamika dari proses adsorpsi
berdasarkan orde adsorpsi. Data kinetika megikuti model orde dua semu. Dimana
qe dan qt adalah jumlah fenol yang diadsorpsi pada kesetimbangan dan pada
waktu tertentu ,t (menit), dan tetapan laju k, kapasitas adsorpsi pada
kesetimbangan. Yang merupakan persamaan laju orde dua semu. Persamaan
tersebut dapat ditulis dalam bentuk linear yaitu sebagai berikut:
Apabila laju orde dua terpenuhi maka akan didapat grafik linier dengan
t/qe berbanding t. Hasil yang diperoleh dari fenol dapat dilihat pada Gambar 20.
86
Tabel 10. Waktu terhadap Banyaknya Fenol Terjerap Adsorben
t (menit) 0 15 30 45
t/qe 0 3,8168 6,8182 9,7614
Gambar 20. T/qe berbanding T
Berdasarkan Gambar 20 menyatakan memang benar laju orde reaksi yang
terjadi yaitu laju orde dua. Hal ini dapat dibuktikan dengan membuat grafik linear
sesuai pada data Tabel 10 dan diperkuat dengan nilai regresi yang mendekati satu.
Nilai regresi dianggap baik jika mendekati angka satu atau kurang dari 0,9. dari
hasil penentuan orde semu reaksi didapatkan nilai regresi pada fenol sebesar
0,9958. Dari hasil regresi yang diperoleh dapat dibuktikan bahwa fenol memenuhi
persamaan orde dua semu. Selanjutnya ditentukan nilai k ( kapasitas adsorpsi)
dengan persamaan orde dua semu yang telah dijelaskan dengan nilai k yang
didapat yaitu sebesar 3,2676 m-1
.
87
5.3.3 Penentuan Berat Optimum Adsorpsi Fenol oleh Karbon Aktif Tandan
Pisang
Berat optimum adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang ditentukan
dengan menghitung jumlah fenol yang diadsorpsi sebagai fungsi berat. Pengaruh
berat terhadap adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang dilakukan dengan
penambahan 0, 0,5, 1, 1,5 gram karbon ke dalam larutan fenol konsentrasi 100
ppm sebanyak 50 ml dengan keadaan pH 3 dan waktu shaker yaitu 45 menit.Hasil
penelitian untuk penentuan berat optimum adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan
pisang dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Berat Optimum Adsorpsi Fenol
Dari data Gambar 21 yang didapat setiap penambahan berat karbon aktif
tandan pisang dengan konsentrasi yang sama, hasil yang didapat berbanding lurus
dengan daya adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang. Hal ini dttunjukkan
dengan semakin banyak karbon aktif yang digunakan maka banyaknya zat yang
teradsorpsi semakin kecil. Untuk berat 0 gram atau tanpa adsorben daya adsorpsi
0 mg/g seiring dengan berat 0,5 gram daya adsorpsi sebesar 4,7 mg/g. Begitu
88
juga dengan berat 1 gram dan 1,5 gram adsorben secara berturut-turut hasil
adsorpsi sebesar 3,205 dan 2,393 mg/g.
5.3.4 Penentuan Konsentrasi Optimum Adsorpsi Fenol oleh Karbon Aktif
Tandan Pisang
Konsentrasi optimum adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang
ditentukan dengan menghitung jumlah fenol yang diadsorpsi sebagai fungsi
konsentrasi. Pengaruh konsentrasi terhadap adsorpsi fenol oleh karbon aktif
tandan pisang dilakukan dengan penambahan 1,5 gram karbon ke dalam larutan
fenol dengan variasi konsentrasi 0, 50, 100, 150, dan 200 ppm sebanyak 50 ml
dengan keadaan pH 3 dan waktu shaker yaitu 45 menit.Hasil penelitian untuk
penentuan konsentrasi optimum adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang
dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Konsentrasi Optimum Fenol
Berdasarkan Gambar 22daya serap karbon aktif tandan pisang menunjukan
peningkatan. Jumlah peningkatan Fenol yang teradsorpsi berbanding lurus dengan
konsentrasi dimana konsentrasi Fenol yang tinggi akan menyebabkan makin
banyak Fenol yang berinteraksi dengan pori maupun permukaan dari karbon aktif
89
sehingga jumlah Fenol yang teradsorpsi semakin banyak. Selain itu, hal ini juga
ditentukan oleh kapasitas adsorpsi dari masing-masing karbon aktif. Jumlah Fenol
yang diadsorpsi sebagai fungsi konsentrasi ditentukan untuk menghitung kapasitas
adsorpsi. Menurut teori adsorpsi Langmuir, pada permukaan adsorben terdapat
sejumlah tertentu situs- situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan.
Selama situs-situs aktif adsorben belum jenuh oleh adsorbat, maka penambahan
konsentrasi adsorbat yang diinteraksikan akan meningkatkan secara linier jumlah
adsorbat yang teradsorpsi. Apabila situs-situs aktif adsorben telah jenuh, maka
penambahan konsentrasi selanjutnya tidak akan meningkatkan jumlah adsorbat
yang teradsorpsi (Oscik, 1982).
Untuk 1,5 gram arang aktif pada konsentrasi awal 0 mg/L diperoleh
banyaknya zat fenol yang terserap sebesar -0,363 mg/g kemudian terjadi
peningkatan adsorpsi pada konsentrasi 50 mg/L sebesar 1,1 mg/g , kenaikan
terjadi hingga penambahan konsentrasi sebesar 200 mg/L yaitu 4,686 mg/g. Hal
ini dikarenakan pada arang aktif belum mencapai kondisi jenuh sehingga dapat
mengikat fenol lebih banyak (Sunandar, 2012).
Untuk kapasitas adsorpsi fenol didapat dari persamaan isotherm adsorpsi
yaitu persamaan Lanmuir dan Freudlich. Isotherm Langmuir menunjukkan bahwa
permukaan dri karbon aktif adalah monolayer atau satu lapis, karena mengandung
sejumlah tertentu pusat-pusat aktif identik atau lanmuir menganggap bahwa
energi adsorpsi seragam pada permukaan dan tidak dapat berpindah adsorbat,
pada bidang permukaan (Namasivayam,1997). Adapun persamaan langmuir
yaitu:
90
( )
Dimana Ce adalah konsentrasi fenol (mg/L) pada kesetimbangan. a adalah
kapasitas adsorpsi dan b adalah konstanta adsorpsi.Sedangkan persamaan
Freudlich beranggapan bahwa energi permukaan itu heterogen, dengan
persamaannya yaitu:
(
)
Dimana, x adalah jumlah fenol yang teradsorpsi(mg/g), m adalah massa
adsorben (g), Ce adalah konsentrasi kesetimbangan fenol (mg/L),k dan n yaitu
tetapan yang menghubungkan semua faktor mempengaruhi proses adsorpsi,seperti
kapasitas adsorpsi dan intensitas adsorpsi.
Untuk menentukan persamaan isotherm Langmuir dan Freundlich dapat
dihitung dengan harga x/m, Ce/(x/m), log Ce, dan log (x/m) dimana x/m yaitu
jumlah fenol yang teradsorpsi oleh karbon aktif pada variasi konsentrasi 50, 100,
150 ,dan 200 mg/L ,yang ditunjukkan pada Tabel 11 dibawah ini:
Tabel 11. Isotherm Langmuir dan Freundlich
Co
mg/L
Ce
mg/L
C selisih
mg/L
Langmuir Freundlich
(x/m) Ce/(x/m) log Ce Log
(x/m)
50 17 33 1,1 15,4545 1,2304 0,0414
100 32,1 67,9 2,2633 14,1828 1,5065 0,3547
150 43,6 106,4 3,5467 12,2931 1,6395 0,5498
200 59,4 140,6 4,6867 12,6742 1,7738 0,6709
91
Berdasarkan Tabel 11 diatas maka dibuat grafik dengan memplotkan
Ce/(x/m) berbanding Ce untuk persamaan isotherm Langmuir, sedangkan untuk
persamaan Freundlich memplotkan log (x/m) dengan log Ce. Dapat dilihat pada
Gambar 23 dan Gambar 24 di bawah ini.
Gambar 23. Ce/(x/m) berbanding Ce (Langmuir)
Gambar 24. log (x/m) dengan log Ce (Freundlich)
Berdasarkan Gambar 24 dapat dilihat bahwa adsorpsi senyawa fenol
mengikuti model persamaan Freundlich yang dapat diindikasikan dari
meperbandingkan nilai determinasi (R2) yang mendekati nilai 1 atau kurang dari
92
0,9 yaitu sebesar 0,9958. Dari penentuan diatas dapat diketahui bahwa karbon
aktif tandan pisang mengalami fisisorpsi atau penjerapannya merupakan
multilayer atau lebih dari satu lapisan.
Tabel 12. Harga Konstanta Langmuir dan Freundlich pada Fenol
Fenol
Langmuir Freundlich
A (Kapasitas
Adsorpsi)
B (Energi
Adsorpsi)
K ( Kapasitas
Adsorpsi)
N ( Intesitas
Adsorpsi)
-0,02388 mg/g -22,4874 1,1970 mg/g 1,0257
Tabel 12 menunjukkan bahwa persamaan Langmuir memiliki kapasitas
adsorpsi fenol kecil yaitu sebesar -0,02388 mg/g seiring dengan kapasitas
adsorpsi yang rendah, energi adsorpsi pun kecil -22,4874 KJ/Mol. Nilai negatif
dari energi bebas menunjukan bahwa adsorpsi berlangsung secara spontan.
Sedangkan pada persamaan Freundlich memperkuat jika karbon aktif mengikuti
persamaan Freundlich yaitu dengan harga n yang menunjukkan intensitas
adsorpsi besar yaitu 1,0257 dan kapasitas adsorpsi sebesar 1,1970 mg/g. Hal ini
menunjukkan proses adsorpsi terjadi pada banyak lapisan dan model isoterm ini
mengangsumsikan bahwa adsorpsi terjadi secara fisika (Sembodo,2005). Hasil
pada Tabel 12 dan Gambar 24 ini menunjukkan kecocokan model isoterm
adsorpsi yang terjadi pada karbon aktif tandan pisang yaitu adsorpsi secara fisika
(Freundlich).
93
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan dibahas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Kadar air sebesar 0,939 % dan kadar abu sebesar 9,5 %, sesuai dengan
Standar Karbon menurut SII No.0258-88.
2. Karbon aktif tandan pisang berbentuk pori sesuai tipe IV yaitu mesopori
dengan luas permukaan 46,30 m2/g, ukuran pori 46,19 Å dan volume pori
0,1069 cc/g.Unsur yang terkandung pada karbon yaitu Zn (Zink) 22,1 %
dan C (Carbon) 20 %.
3. Kinetika adsorpsi mengikuti persamaan Orde Dua Semu dengan R2
0,9979, dan nilai K sebesar 3,2676 m-1
. Isoterm Adsorpsi mengikuti
model isoterm adsorpsi Freundlich, dengan nilai determinasi (R2) 0,9958,
dan nilai intensitas adsorpsi (n) juga kapasitas adsorpsi (k) yaitu 1,0257
dan 1,1970 mg/g.
6.2 Saran
Perlu adanya dilakukan memodifikasi arang aktif dalam upaya
memperluas pori-pori pada permukaan arang aktif, serta penentuan optimasi
kecepatan pengadukan, suhu pemanasan, dan kinetika adsorpsi untuk mengetahui
daya adsorpsi karbon aktif tandan pisang terhadap fenol.
94
DAFTAR PUSTAKA
A.Fuadi .R., Mirah .H., Jo .H. 2008. Pembuatan Karbon Aktif Dari Pelepah
Kelapa (Cocus Nucifera). Jurnal Penelitian, Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
Abadi, N. 2005.” Pembuatan Arang Aktif Dari Serbuk Gergaji Kayu Sengon dan
Penerapannya Untuk Menyerap Zat Warna Tekstil.” Skripsi. Semarang :
UNNES.
Adinata, M.R. 2013. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang sebagai Karbon
Aktif.Jurnal Penelitian. Fakultas Teknologi Industri. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Anonim.2011.https://www.academia.edu/9092022/Laporan_Praktikum_Spektrofo
tometer_UV_VIS. Diakses Oktober 2016.
Anonim. 2012. http://www.wikipedia.co.id/Asam_Sulfat. Diakses pada Oktober
2016.
Anonim.2012. http://www.wikipedia.co.id/Zinc_Clorida. Diakses pada Oktober
2016.
Anonim.2012.. http://www.wikipedia.co.id/Kalium Hidroksida. Diakses Oktober
2016.
Atkins,P.W.1997.Kimia Fisika 2. Erlangga.Jakarta
Azizah,N. 2009. “ Penurunan Kadar Insektisida Deltametrin Menggunakan
Adsorben Karbon Aktif Dari Limbah Penggergajian Kayu Jati.” Skripsi.
Semarang:UNNES.
Baksi., Soumitra .B., dan Mahajan.S. 2006. Activated Carbon from Bamboo-
Technology Development towards Commercialisation. Retrieved from
http:// w.w.w. tifac. Org. in/news/accarbon. Html. India.
Bakti, H. 1998. Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika. Erlangga. Jakarta
Balai penelitian dan pengembangan industri. Penelitian, pengembangan
pembuatan arang aktif dari kayu Galam. Departemen Perindustrian.
Banjarbaru. 1982 .
Banat, F. A., Al-Asheh, Al-Makhdneh, L. 2003.Evaluation of the use of raw and
activated date pits as potential adsorbents for dyes cotaining waters.
Process Biochemistry, 39, 193-202.
Basset,J. Denny.R.C. Jeffrey.G.H. dan Mendham.J.1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.
95
Budiman. A. 2001. Pembuatan Karbon Aktif dari kulit buah kapuk randu dengan
aktifator ZnCl2. Jurnal Penelitian.
Buhani., Suharso dan Sumadi. 2010. Adsorption Kinetics and Isotherm of Cd (II)
Ion on Nannochloropsis sp Biomass Imprinted Ionic
Polymer.Desalination. 259: 140-146
Byrne,J.F.,and Mars,H.1995. Introductory Overview: Porosity in Carbon.
London: Edward Arnold.
Cameron Carbon Incorporated (CCI). 2006. Activated Carbon manufacture,
structure and properties, Amerika.
Cheremisinoff., Morresi. 1978. Carbon Adsorption Applications, Carbon
Adsorption Handbook; Ann Arbor Science Publishers, Inc, Michigan. 7-8.
Michigan.
Dekindo.,LIPI,1998/1999(http://www.dekindo.com/content/teknologi/Pembuatan
ArangAktifDariTe mpurung Kelapa.htm - LIPI, 1998/1999). Diakses
Oktober 2016.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2003. Syarat Mutu dan Uji Arang
Aktif SII No. 0258-88. Palembang: Balai Perindustrian dan Perdagangan.
Fatimah, I. 2003. „Analisis Fenol Dalam Sampel Air Menggunakan
Spektrofotometri Derivatif’. Logika, Vol. 9. No. 10 .ISSN: 1410-
2315. Jakarta
Fatimah. S. Haryati. I. dan Jamaluddin. A. 2009. „Pengaruh Uranium Terhadap
Analisis Thorium Menggunakan Spektrofotomer UV-Vis‟. Jurnal. ISSN:
1978-0176.Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir: Yogyakarta.
Fauziah. N. 2009. “Pembuatan Arang Aktif Secara Lagsung dari Kulit Acasia
mangium Wild dengan Aktivasi Fisika dan Aplikasinya Sebagai
Adsorben”. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: IPB.
Fessenden. R. J dan Fessenden, J. S. 1984. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta :
Erlangga.
Foo .P.Y.L dan Lee .L.Y. Preparation of Activated Carbon from Parkia
Speciosa Pod by Chemical Activation. Ind. Eng. Chem. Res. Vol II
2078-0958 2010 : hal. 34-37.
Freedonia. 2014. World Activated Carbon [Online], www.marketresearch.
com/product/display.asp?productid=2717702. diakses Oktober 2016.
96
Garcia .G,A., Gregorio,A., Boavida, D., dan Gulyurtlu, I. 2002. Production and
Characterization of Activated Carbon from Pine Wastes Gasified in A
Pilot Reactor, National Institute of Engineering and Industrial
Technology, Estrada do Paco do Lumiar,22, Edif.J, 1649-038, Lisbon,
Portugal.
Gunawan.R. Wirawan. T. dan Sunandar.N.N.H. 2012. Adsorpsi Fenol Oleh Arang
Aktif Dari Ampas Kopi. Jurnal Kimia Mulawarman. Volume 9 No 2, Mei
2012.
Hakim, R. 2003, Adsorpsi Ion Cd 2+ pada Karbon Aktif Kulit Buah Kakao
(Theobroma cacao), Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Hapsoro, Tri, Wilibrodus. 2014. Laporan Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung
Kelapa. Universitas Jember. Jember.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia: Jakarta.
Hart,H.1983. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
Hasrin. 2010. Instrumen Kimia SEM-EDX.(http://anekakimia.blogspot.com).
Diakses Oktober 2016.
Herawati,D. 1998. Uji Kemampuan Karbon Aktif Ampas Tebu dengan Aktivator
K2S terhadap Fenol. Skripsi. Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya.
Husin, H dan C.M. Rosnelly. 2005. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam
Timbal (Pb) Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang. Tesis.
Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Husni H., and Cut .M.R. 2004. “Preparation and Characterization of Activatid
Carbon from Banana Stem by Using Nitrogen Gas”. Journal Reserch
Teknik Kimia. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Jankwoska, H., Swiatkowski, A., and Choma, J. 1991. Active Carbon. 1st
Published Ellis Hardwood. USA.
Jannah, M. 2003. Adsorpsi Ion Cu 2+ pada Karbon Aktif Kulit Buah Kakao
(Theobroma cacao). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Jeanette, M. 1996. Pengembangan Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung
Kelapa. 26-27. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen
Perindustrian Manado.
97
Juliandini.F dan Trihardiningrum.Y. 2008. Uji Kemampuan Karbon Aktif Dari
Limbah Kayu Dalam Sampah Kota Untuk Penyisihan Fenol. Prosiding
Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII. Program Studi MMT-
ITS.Surabaya. 2 Februari 2008.
Kadirvelu.K, Thamaraiselvi.K, Namasivayam .C. 2001. Removal of Heavy
Metals from Industrial Waste Waters by adsorption on to Activated carbon
Preparad from an Agriculture Solid Waste. Bioresource Tech 76: 63-65.
Kennedy, L. J., Vijaya, J. J., and Sekaran, G. 2004. Effect of Two- Stage process
on the Preparation and Characterization of Porous Carbon Composite from
Rice Husk by Phosphoric Acid Activation,Ind. Eng. Chem. Res. 43. 1832-
1838.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-
51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Industri.
Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta
Kindy.I.N., Wahyuni.N.,dan Zaharah.T.A. 2015. Adsorpsi Fenol Menggunakan
Adsorben Karbon Aktif Dengan Metode Kolom.JKK.Tahun 2015. Volume
4 (1) hal 17-21.ISSN 2303-1077.
Kirk, O. 1992. Encyclopedia Of Chemical Technology 2nd Edition Vol 4. John
Willy and Sons.
Kusmartanti. A. 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Penurunan Kadar Abu Tepung
Beras Dengan Menggunakan Alat Furnace. Skripsi. Program Studi
Diploma III Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Semarang.
La Hasan. N., Zakir. M.,Budi. P., 2015. Desilikasi Karbon Aktif Sekam Padi
Sebagai Adsorben Hg Pada Limbah Pengolahan Emas Di Kabupaten
Buru Propinsi Maluku. University of Hasanuddin.
Labuka. S. W.. 2003. Adsorpsi Natrium Dodekil Benzena Sulfonat (SDBS) oleh
Karbon Aktif dari Kulit Buah Kemiri. Skripsi. Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Lillo, R. M.A., Juan,J.J., Cazorla, A. D., Linares, S.A. 2003. Understanding
Chemical Reaction Between Carbon and NaOH and KOH: An Insight Into
the Chemical Activation Mechanism. Universidad de Alicante, Spain.
Lowell, S., Shields, J.E.. 1984. Powder Surface and Porocity. 2 nd ed. Chapman
and Hall Ltd. New York.
98
Manocha, S. 2003. Porous carbon. Sadhana 28 (l-2): 335-348.
Marsh, H. dan Rodriguez.R.F,. Activated Carbon. Elsevier Science & Technology
Books.2006.
Masitoh, Y. F., Sianita B. M. M. 2013. Pemanfaatan Arang Aktif Kulit Buah
Coklat (Theobroma Cacao L.) Sebagai Adsorben Logam Berat Cd (II)
Dalam Pelarut Air. Journal of Chemistry Vol. 2 No. 2. Department of
Chemistry.Faculty of Mathematics and Natural sciences State University
of Surabaya.UNESA.
Masykuri,M. Ashadi dan Susilowati,E.2005. Metode Derivative Spectrometry
Dalam Analisis Polutan Fenol pada Sampel Air dengan Turbiditas Tinggi.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Maulana.Andri. 2011. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Dasar Petroleum Coke
Dengan Metode Aktivasi Kimia. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas
Indonesia: Jakarta.
Mc.Connachie.G.L., Warhurst.A.M., Pollard. S.J. , U.K.,Chipofya.V., Malawi.
1996. Activated carbon from Moringa husks and pods.22nd WEDC
Conference.Reaching The Unreached: Challenges For The 21 St Century.
New Delhi, India.
Mulja,M.,Suharman. 2005. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University
Press.
Muna.A.N. 2011. Kinetika Adsorpsi Karbon Aktif Dari Batang Pisang Sebagai
Adsorben Untuk Penyerapan ion Logam Cr(VI) Pada Air Limbah Industri.
Skripsi. Kimia. FMIPA UNNES.
Murti, S. 2008. Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung untuk Adsorpsi
Molekul Amonia dan Ion Chrom. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia
Namasivayam, C., Kardivelu, K., 1997. Activated carbons prepared from coir pit
by physical and chemical activation methods. Bioresource Technology
62,123-127.
Namasivayam, C., Prabha, D., And Kumutha, M. 1998. Removal Of Direct Red
And Acid Brilliant Blue By Adsorption On To Banana Pith. Biosource
Technology. No. 64: Hal 1.
Nasruddin. 2002. Adsorpsi Zat Warna Eryonil Brill Blue Pada Arang
Aktif Dari Kayu Bakau (Rhizopora, Sp). Skripsi. Makassar: Jurusan
Kimia. Fmipa. Universitas Hasanuddin.
99
Nasrullah, N. 2003. Adsorpsi Zat Warna Merah Reaktif-1 pada Karbon Aktif dari
Kulit Kemiri (Aleurites Molluccana Wild). Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Nurul. K. 2011. Pengaruh Konsentrasi Aktivator Kimia Asam Klorida dan Kalium
Hidroksida Terhadap Kualitas Karbon Aktif dari Bambu. Skripsi. Teknik
Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.
Oscik J. 1982. Adsorption. John Wiley and Sons Inc. West Sussex.
Othmer K. 1940. Encyclopedia of Chemical Technology. Interscience Publisher
John Willey and Sons. Inc. New York.
PDII-LIPI, 2011. (http://www.pdii.lipi.go.id/- PDII-LIPI, 2011). Diakses Oktober
2016.
Prabawati, S., Suyanti dan Setyabudi, D. A. 2008. Teknologi Pascapanen dan
Teknik Pengolahan Buah Pisang. Penyunting: Wisnu Broto. Balai Besar
Penerbitan dan Pengembangan Pertanian.
Prabowo, A. L. 2009. Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung serta
Aplikasinya untuk Adsorbsi Cu, Pb, dan Amonia. Skripsi. Universitas
Indonesia, Depok.
Priatmoko,S dan Cahyono, E. 1995. Struktur dan Pembuatan Arang Aktif.
Semarang : Media Pendididkan MIPA edisi No 3 IKIP Semarang.
Prilianti, R. 2003.” Pengaruh Jenis Aktivator , Rasio Aktivator Dri Tempurung
Kelapa Serta Waktu Alir Gas CO2 Terhadap Kapasitas Adsorpsi Arang
Aktif Tempurung Kelapa.” Skripsi. Semarang: UNNES.
Pujiarti, R, J.P. Gentur. S. 2007,. Mutu Arang Aktif dari Limbah Kayu Mahoni
(Swietenia macrophylla King) sebagai Bahan Penjernih Air.
http://www.google.com. Jakarta. Diakses Oktober 2016.
Pujiyanto.2010. Pembuatan Karbon Aktif Super dari Batubara dan Tempurung
Kelapa.Skripsi,Depok, Departemen Teknik Kimia FTUI.
Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. 1997. Manfaat Karbon Aktif dalam
Dunia Industri Sumber. LIPI.
Putranto, A.D dan Razif, M. 2005. Pemanfaatan Kulit Biji Mete Untuk
Arang Aktif Sebagai Adsorben Terhadap Penurunan Parameter Phenol.
Jurnal Purifikasi, 6(1): 37-42., Institut Teknologi Sepuluh Nopember-
Surabaya.
100
Putranto, A.,Liem, V.,dan Andreas, A. 2015. Sintesis Karbon Aktif dari Kulit
Salak Aktivasi Kimia-Senyawa KOH sebagai Adsorben Proses Adosprsi
Zat Warna Metilen Biru, Seminar Nasional Teknik Kimia,Universitas
Katolik Parahyangan, Bandung.
Rachakornkij, M., Ruangchuay, S., dan Teachakul Wiroj , S. 2004.
Removal Of Reactive Dyes From Aqueous Solution Using Baggase
Fly Ash. Thailand: Department Of Environmental Engineering,
Faculty Of Engineering, Chulalongkorn University, Bangkok, 10330.
Rajeshwar M.S., Amar P. Y.,Bhadra P.P.,Ram.P.R, 2012. Preparation and
Characterization of Activated Carbon from Lapsi (Choerospondias
axillaris) Seed Stone by Chemical Activation with Phosphoric acid.
Res.J.Chem. Sci. Vol. 2(10). Tribhuvan University, NEPAL.
Rianto, S., Mujinem, dan Aminhar, L. 2009.Pembuatan Sistem Perangkat Lunak
Alat Surface Area Meter Sorptomatic 800. Yogyakarta: Pusat Teknologi
Akselerator dan Proses Bahan.
Rousseau, R. W. 1987. Handbook Of Separation Process Technology. John Wiley
and Sons Inc. United States. pp.67.
Sani. 2011. Pembuatan Karbon Aktif dari Tanah Gambut. Jurnal Teknik Kimia
Vol.5, No.2. UPN “ Veteran “. Jawa Timur.
Saragih, S.A. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Batubara
Riau sebagai Adsorben. Tesis. Fakultas Teknik. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Sastrohamidjojo,H.1991. Spektrosfotokopi,edisis kedua. Liberty. Yogyakarta
Satuhu, S. dan Supriyadi, A. 2000. Bab 2. pdf. [Online]. Tersedia:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-madhyastap-
5256- 3-bab2.pdf [4 Oktober 2016]
Sembiring., Meilita.T & Sinaga. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proes
Pembuatannya). Universtas Sumatra Utara.
Sembodo B.S.T. 2005.Isoterm Kesetimbangan Adsorsi Timbal Abu Sekam Padi.
Ekuilibrium. 4(2): 100-105.
Setyowati, E. 1998. Uji Kemampuan Karbon Aktif Ampas Tebu dengan Aktivator
ZnCl2 terhadap Fenol. Skripsi. Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya.
101
Sherliy. 2004. Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Kulit Tempurung Kenari
(Canarium Commune) Sebagai Adsorben Fenol Dalam Air. Skripsi.
Makassar: Jurusan Kimia, Fmipa, Universitas Hasanuddin.
Siti.S. 2008. ” Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Buah Mahoni dengan
Perlakuan Perendaman dalam Larutan KOH,” Prosiding Seminar Nasional
Teknoin 2008 Bidang Teknik Kimia dan Tekstil
Skoog , D.A., West, D.M dan Holler, F.J. 1998. Fundamental of Analytical
Chemistry ,7 th edition, Thomson Learning Inc., New York.
Slamet, R. Arbianti dan Daryanto. 2005. Pengolahan Limbah Organik (Fenol)
dan Logam Berat (Cr6+
atau Pt4+
) secara Simultan dengan Fotokatalis
TiO2,ZnOTiO2, dan CdS-TiO2, Makara. Teknologi. Universitas
Indonesia. Fakultas Teknik, Depok, 9(2): 66-7.
SNI – 06- 6989.21-2004. Air dan Air Limbah- Bagian 21: Cara uji kadar Fenol
Secara Spektrofotometri.
Sontheimer, J.E. 1985. Activated Carbon for Water Treatment, Netherlands,
Elseiver,pp.51-105.
Stevens,M.P.2001.Kimia Polimer. PT. Pradnya Paramitha, Cetakan pertama,
Jakarta.
Sudibandriyo, M. 2003. A Generalized Ono-Kondo Lattice Model For High
Pressure on Carbon Adsorben, Ph.D Dissertation, Oklahoma State
University.
Sudradjat, R. Tresnawati, D. dan Setiawan, D. 1985. Pembuatan Arang Aktif Dari
Tempurung Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Bogor.
Sugumuran.P., Priya. S. V., Ravichandran.P., Seshadri.S. 2012. Production and
Characterization of Activated Carbon from Banana Empety Fruit Bunch
and Delonix regia Fruit Pod. Journal of Sustainable Energy and
Enviromental 3(2012) 125-132. Karunya University. India.
Sulastri, S. 2005.. Mekanisme Adsorpsi. Universitas Negri Yogyakarta.
Yogyakarta.
Sunandar. N. N.H., Wirawan.T., Gunawan.R. 2012. Adsorpsi Fenol Oleh Arang
Aktif Dari Ampas Kopi. Jurnal Kimia Mulawarman Vol. 9 No. 2.
Universitas Mulawarman.
102
Sutiyono dan Endahwati.L. 2006. Pemanfaatan Kulit Kemiri Untuk Pembuatan
Arang Aktif Dengan Cara Pirolisis. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik.Vol 6.
No.2., UPN “Veteran”. Jakarta Timur.
Takeuchi, Y. 2006. Pengantar Kimia. Iwanami Publishing Company. Tokyo.
Teng, H., and Hsu, L.Y. 1999. High-Porosity Carbons Prepared from Bituminous
Coal with Potassium Hydroxide Activation,Ind. Eng. Chem. Res.38. 2947-
2953.
Teng, H., and Hsu, Y.F., Ho.J.A.,Hsieh.C.T. 1996. Preparation of Activated
Carbons from Bituminous Coals with CO2. Activation 1: Effects of
Oxygen Content in Raw Coals. Journal Article. Chung Yuan Christian
University, Taiwan.
Tjitrosoepomo, G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Cetakan 13. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Trihendrardi, C. 1997. Pembuatan Karbon Aktif Dengan Metoda Chemical
Impregnating Agent Dengan Bahan Baku Serbuk Gergaji dari Pohon
Kelapa dan Pengujiannya Terhadap Parameter Phenol. Skripsi. Jurusan
Teknik Lingkungan FTSP ITS. Surabaya.
Valix, M., Cheung, W. H., And Mckay, G. 2004. Prepaparation Of
Activated Carbon Using Low Temperature Carbonization And
Physical Activation Of High Ash Raw Baggase For Acid Dye Adsorption.
Chemosphere. Vol 56: 2-3
Vitidsant. T., Suravattanasakul.T. dan Damronglerd.S. 1999. Production of
Activated Carbon from Palm-oil Shell by Pyrolysis and Steam Activation
in a Fixed Bed Reactor. ScienceAsia 25 (1999) : 211-222. Chulalongkorn
University, Bangkok.
Wang, Jun, Fu-An, Meng .W., Ning .O, Yao .L, Shui-Qiu .F, dan Xing .J.
2001.Preparation Of Activated Carbon From A Renewable
Agricultural Residu Of Pruning Mulberry Shoot. African Journal Of
Biotechnology, Vol. 9 (19).
Wawan Junaidi.2009. http://rangminang.web.id/2010/06/adsorpsi/Diakses
Oktober 2016.
Widodo, M. 2008. Proses Karbonisasi. UI Press. Jakarta
Wijaja, T. 2009. Studi proses hybrid: adsorpsi pada karbon aktif/membran
bioreaktor untuk pengolahan limbah cair industri. Surabaya : Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
103
Wijaya, E. 2005. Pemanfaatan Karbon Aktif Tempurung Kenari Sebagai
Adsorben 4-Klorofenol Dalam Air. Skripsi. Makassar: Jurusan Kimia,
Fmipa, Universitas Hasanuddin.
Wirawan, T. 2012. Adsorpsi Fenol Oleh Arang Aktif Dari Tempurung Biji
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Universitas Mulawarman-
Samarinda.
104
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
SKEMA CARA KERJA
A. Pembuatan Larutan Induk Fenol 1000 ppm
1 gram Fenol
Dimasukkan kedalam gelas beker dan Dilarutkan dengan
aquades sebanyak 100 ml
Dimasukkan kedalam gelas beker dan di larutkan dengan
sedikit aquades
Diaduk hingga homogeny dan dimasukkan kedalam labu ukur 1 Liter
Ditera hingga tanda batas dengan aquades
Larutan Induk Fenol 1000 ppm
105
B. Pembuatan Larutan Standar Fenol 20; 40; 60; 80; 100 ppm dari Larutan
Induk 1000 ppm sebanyak 50 ml
C. Pembuatan Larutan Zink Klorida 8 %
Dimasukkan kedalam gelas beker 250 ml, dilarutkan dengan
akuades sebanyak 100 ml
3 ml
larutan
induk fenol
4 ml
larutan
induk fenol
Dditera dengan Aquadest hingga tanda batas, dan dikocok hingga homogen
Ditera dengan akuades hingga tanda batas dan
dikocok hingga homogen
Diaduk hingga homogeny dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 1000 ml
1 ml
larutan
induk fenol
Larutan Standar Fenol 20 ;40 ;60; 80 dan 100 ppm
80 gram zink klorida
2 ml
larutan
induk fenol
5 ml
larutan
induk fenol
Masing-masing dimasukkan pad labu ukur 50 ml
106
D. Pembuatan Karbon Aktif Tandan Pisang
500 gram tandan pisang kering yang telah dipotong kecil-kecil
Direndam dengan activator Zink Klorida 10% dengan pemanasan pada
suhu 800C selama 8 jam
Dicuci dengan aquades sebanyak 2 kali dan di lakukan proses karbonisasi hidrotermal selama 6 jam (hingga terbentuk arang )
Arang teraktivasi
Diblender hingga halus
Di furnace pada suhu 1500C selama 2 jam
Dicuci dengan larutan HNO3 5M selama 30 menit
Dicuci dengan aquadest hingga pH menjadi netral (pH 7)
Dioven pada suhu 1000C hingga kering
karbon Aktif Tandan Pisang Teraktivasi Zink Klorida 8%
Larutan Zink Klorida 8%
107
D.1 Uji Kadar Abu
dikarakterisasi
Kadar Air 1. FTIR
2. SEM-EDX
3. SAA
Kadar Abu
Difurnace pada suhu 6000C selama 2 jam
ditimbang
Dihitung kadarnya
0,5 Gram Adsorben ditimbang dalam krus
108
D.2 Uji Kadar Air
Didinginkan dalam desikator
0,5 Gram Adsorben ditimbang dalam cawan porselin
Dihitung kadar airnya
Dioven pada suhu 1500C selama 2 jam
ditimbang
109
E. Aplikasi Adsorpsi Fenol dengan Adsorben Tandan Pisang
E.1 Penentuan pH Optimum
Di ukur menggunakan spektrofotometri
UV-VIS pada panjang gelombang 269,5 nm
.nm
Residu
0,5 gram karbon aktif
Dishaker selama 30 menit
Filtrat
Disaring
Ditambah 50 ml larutan fenol 100 ppm dengan kondisi pH antara lain 3, 5,
7 dan 8
KONSENTRASI TERBESAR = pH
OPTIMUM
110
E.2 Penentuan Waktu Kontak Optimum
0,5 gram karbon aktif 50 ml larutan fenol 100 ppm dengan
kondisi pH optimum
Digojog dengan cara dishaker dengan variasi waktu 0, 15, 30 dan 45 menit serta 60 menit
disaring
filtrat
Di ukur menggunakan spektrofotometri
UV-VIS pada panjang gelombang 269,5 nm
Konsentrasi teradsorbsi terbesar = waktu
kontak optimum
Campuran ( dalam Erlenmeyer)
residu
111
E.3 Penentuan Berat Optimum
Ditambah 50 ml larutan fenol 100 ppm
dengan kondisi pH optimum
disaring
Residu
Digojog dengan cara dishaker dengan
waktu sesuai dengan waktu kontak
optimum
Karbon aktif dengan variasi berat 0;
0,5 ; 1; 1,5 gram
Filtrat
Konsentrasi terbesar = berat optimum
Di ukur menggunakan spektrofotometri
UV-VIS pada panjang gelombang 269,5 nm
.nm
112
E.4 Penentuan Kapasitas Adsorpsi Optimum
Karbon aktif dengan berat optimum
Filtrat
Di ukur menggunakan spektrofotometri
UV-VIS pada panjang gelombang 269,5 nm
.nm
Konsentrasi terbesar = konsentrasi
optimum
Ditambah 50 ml larutan fenol dengan
variasi konsentrasi 0, 50, 100, 150, dan
200 ppm dengan kondisi pH optimum
disaring
Digojog dengan cara dishaker dengan
waktu sesuai dengan waktu kontak
optimum
Residu
113
LAMPIRAN 2
PERHITUNGAN PEMBUATAN LARUTAN
A. Pembuatan larutan untuk standar larutan fenol
a. N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 20 ppm. 50 ml
V1 = 1 ml
b. N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 40 ppm. 50 ml
V1 = 2 ml
c. N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 60 ppm. 50 ml
V1 = 3 ml
d. N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 80 ppm. 50 ml
V1 = 4 ml
e. N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 100 ppm. 50 ml
V1 = 5 ml
B. Pembuatan larutan fenol untuk penentuan pH, Waktu kontak dan Berat
Optimum
N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 100 ppm. 50 ml
V1 = 5 ml
114
C. Pembuatan Larutan Fenol untuk penentuan konsentrasi optimum
a. N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 0 ppm. 50 ml
V1 = 0 ml
b. N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 50 ppm. 50 ml
V1 = 2,5 ml
c. N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 100 ppm. 50 ml
V1 = 5 ml
d. N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 150 ppm. 50 ml
V1 = 7,5 ml
e. N1.V1 = N2.V2
1000 ppm. V1 = 200 ppm. 50 ml
V1 = 10 ml
115
LAMPIRAN 3
Data Pengamatan
1. Karakterisasi Karbon Aktif Tandan Pisang
Jenis Uji Tandan Pisang SII No.0258-88 Kadar Abu 9 Minimum 10 % Kadar Air 0,9 Maksimum 15% Luas Permukaan 46.304 300-3500 m
2/g
2. Karakterisasi pH Optimum Fenol dengan Spektrofotometri UV-VIS
2.1 Kurva Kalibrasi Standar Fenol
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 -0.000
20 0.250
40 0.392
60 0.608
80 0.829
100 1.140
y = 0,0109x - 0,0101 R² = 0,9894
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 20 40 60 80 100 120
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
Standar Kalibrasi
116
2.2 Optimasi pH Fenol
pH Konsentrasi
awal
(mg/L) Absorbansi
Konsentrasi
Akhir
(mg/L)
Konsentrasi
teradsorpsi
(mg/L)
Banyaknya
zat
teradsorpsi
(mg/g)
%
teradsorpsi
3 100 0.583 53.8 46.2 4.62 46.2
5 100 0.657 60.6 39.4 3.94 39.4
7 100 0.887 81.9 18.1 1.81 18.1
8 100 0.75 69.3 30.7 3.07 30.7
3. Karakterisasi Waktu Optimum Fenol dengan Spektrofotometri UV-VIS
3.1 Kurva Kalibrasi Standar Fenol
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 -0.000
20 0.250
40 0.392
60 0.608
80 0.829
100 1.140
y = -0,44x + 5,89 R² = 0,6474
0
1
2
3
4
5
0 2 4 6 8 10
Ban
yakn
ya z
at t
era
dso
rpsi
(m
g/g)
pH
pH Optimum
117
3.2 Waktu Optimum Fenol
Waktu
(menit)
Konsentrasi
awal
(mg/L) Absorbansi
Konsentrasi
Akhir
(mg/L) (C)
Konsentrasi
teradsorpsi
(mg/L)
(x/m)
Banyaknya
zat
teradsorpsi
(mg/g)
%
teradsorpsi
0 100 0.779 71.9 28.1 2.81 28.1
15 100 0.658 60.7 39.3 3.93 39.3
30 100 0.607 56 44 4.4 44
45 100 0.584 53.9 46.1 4.61 46.1
y = 0,0109x - 0,0101 R² = 0,9894
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 20 40 60 80 100 120
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
Standar Kalibrasi
y = 0,0391x + 3,057 R² = 0,8892
0
1
2
3
4
5
6
0 10 20 30 40 50
Ban
yakn
ya z
at t
era
dso
rpsi
(p
pm
)
Waktu (menit)
Waktu Optimum
118
3.3 Langmuir
adsorben 1/C (mg/L) 1/(x/m) R2 qm (mg/g) B
Arang 0.01390821 0.35587189
0.9665 1.2955046 -0.02535808 Aktif 0.01647446 0.25445293
Tandan 0.01785714 0.22727273
Pisang 0.01855288 0.21691974
3.4 Freundlich
adsorben Log C
(mg/L) Log (x/m) R
2 Log K 1/n
Arang 1.8567289 0.4487063
0.9912 3.6839 -0.57484479 Aktif 1.7831887 0.5943926
Tandan 1.748188 0.6434527
Pisang 1.7315888 0.6637009
y = -30,44x + 0,7719 R² = 0,9665
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0 0,005 0,01 0,015 0,02
1/(
x/m
)
1/C
Langmuir
119
3.5 Parameter Kinetika Adsorpsi Orde 1
Waktu
(menit)
Konsentrasi
awal [A]0
(mg/L)
Konsentrasi
akhir [A]
(mg/L) Ln [A]
Konstanta
laju (k1) R
2
0 100 71.9 4.27527626
- 0.9102 15 100 60.7 4.1059437
30 100 56 4.02535169
45 100 53.9 3.98713048
y = -1,7396x + 3,6839 R² = 0,9912
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,72 1,74 1,76 1,78 1,8 1,82 1,84 1,86 1,88
Log
(x/m
)
Log C
Isotherm Freundlich
y = -0,0565x + 4,4234 R² = 0,9606
3,9
4
4,1
4,2
4,3
0 2 4 6 8 10
Ln [
A]
Waktu (menit)
Kinetika Adsorpsi Orde 1
120
3.6 Parameter Kinetika Adsorpsi Orde 2
Waktu
(menit)
Konsentrasi
awal [A]0
(mg/L)
Konsentrasi
akhir [A]
(mg/L)
Konstanta
laju (k2) R
2
0 100 71.9 0.013908206
3,267 0.9297 15 100 60.7 0.016474465
30 100 56 0.017857143
45 100 53.9 0.018552876
4. Karakterisasi Berat Optimum Fenol dengan Spektrofotometri UV-VIS
4.1 Kurva Kalibrasi Standar Fenol
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 -0.000
20 0.190
40 0.378
60 0.575
80 0.773
100 1.050
y = 0,0001x + 0,0144 R² = 0,9297
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0 10 20 30 40 50
1/[
A]
Waktu (menit)
Kinetika Adsorpsi Orde 2
121
4.2 Berat Optimum Fenol
Bera
t (g)
Konsentras
i awal
(mg/L)
Absorbans
i
Konsentras
i Akhir
(mg/L)
Konsentras
i
teradsorpsi
(mg/L)
Banyakny
a zat
teradsorps
i (mg/g)
%
teradsorps
i
0 100 0.873 87 13 1.3 13
0.5 100 0.532 53 47 4.7 47
1 100 0.36 35.9 64.1 6.41 64.1
1.5 100 0.283 28.2 71.8 7.18 71.8
y = 0,0103x - 0,0197 R² = 0,995
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 20 40 60 80 100 120
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (mg/L)
Kalibrasi Standar Fenol
122
5. Karakterisasi Konsentrasi Optimum Fenol dengan Spektrofotometri UV-
VIS
5.1 Kurva Kalibrasi Standar Fenol
Konsentrasi (mg/L) Absorbansi
0 -0.000
20 0.192
40 0.373
60 0.563
80 0.777
100 1.060
5.2 Konsentrasi Optimum Fenol
Konsentra
si (ppm)
Konsentra
si awal
(mg/L)
Absorban
si
Konsentra
si Akhir
(mg/L)
Konsentra
si
teradsorps
i (mg/L)
Banyakn
ya zat
teradsorp
si (mg/g)
%
teradsorp
si
0 0 0.11 10.9 -10.9 -1.09 -10.9
50 50 0.171 17 33 3.3 33
100 100 0.323 32.1 67.9 6.79 67.9
150 150 0.439 43.6 106.4 10.64 106.4
200 200 0.597 59.4 140.6 14.06 140.6
y = 0,0104x - 0,0233 R² = 0,9931
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 20 40 60 80 100 120
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (mg/L)
Kalibrasi Standar Fenol
123
6. Rendemen
( )
= 54,4%
7. Penentuan Kadar Air
Dengan : a = berat cawan + sampel (awal) gram
b = berat cawan + sampel kering (akhir) gram
c = berat sampel awal (gram)
= 0,9396%
8. Penentuan Kadar Abu
=
x 100% = 9.58
y = 0,0251x - 0,2627 R² = 0,9982
-1
0
1
2
3
4
5
6
0 50 100 150 200 250
Ban
yakn
ya z
at t
era
dso
rpsi
(m
g/g)
Konsentrasi (ppm)
Konsentrasi Optimum
124
LAMPIRAN 4
PERHITUNGAN ADSORPSI FENOL
Menghitung jumlah fenol yang teradsorp oleh karbon aktif. Adapun persamaan
untuk menghitung jumlah fenol yang teradsorpi yaitu:
( )
Dimana:
W = jumlah fenol yang teradsorpsi (mg/L)
Co = konsentrasi fenol sebelum teradsorpsi (mg/L)
Ce = konsentrasi fenol setelah adsorpsi (mg/L)
V= volume larutan (L)
Wa = jumlah adsorben, karbon aktif (g)
1. Jumlah fenol yang teradsorpsi oleh karbon aktif variasi pH
- pH 3 pada 30‟
( )
- pH 5 pada 30‟
( )
125
- pH 7 pada 30‟
( )
- pH 8 pada 30‟
( )
2. Jumlah fenol yang teradsorpsi oleh karbon aktif variasi waktu
pH 3 pada 0‟
( )
pH 3 pada 15‟
( )
pH 3 pada 30‟
( )
pH 3 pada 45‟
( )
1. Jumlah fenol yang teradsorpsi oleh karbon aktif variasi berat pH 3 pada waktu
optimum 45‟ dengan variasi berat 0, 0.5, 1 dan 1.5 gram berturut-turut yaitu:
0 gram : ( )
0,5 gram : ( )
1 gram : ( )
126
1,5 gram : ( )
2. Jumlah fenol yang teradsorpsi oleh karbon aktif variasi konsentrasi pH 3 pada
waktu optimum 45‟ dengan berat 1,5 gram
0 mg/L : ( )
50 mg/L : ( )
100 mg/L : ( )
150 mg/L : ( )
200 mg/L : ( )
127
LAMPIRAN 5
Penentuan Kapasitas Adsorpsi Menurut Teori Orde Dua Semu
Penentuan nikai k ( kapasitas adsorpsi)menurut teori orde dua semu . Adapun
persamaan untuk menghitung harga k yaitu:
Dimana:
jadi untuk menentukan nilai k dapat dihitung dari intersep yang didapat dari grafik
orde dua semu yang telah dibuat.
( )
128
LAMPIRAN 6
PERHITUNGAN ISOTHERM ADSORPSI
Penentuan harga tetapan isotherm adsorpsi fenol
Table. Penentuan x/m, Ce/(x/m) log Ce dan log (x/m) pada fenol
Co Ce C
selisih (x/m) Ce/(x/m) log Ce
log
(x/m)
50 17 33 1,1 15,4545 1,2304 0,0414
100 32,1 67,9 2,2633 14,1828 1,5065 0,3547
150 43,6 106,4 3,5467 12,2931 1,6395 0,5498
200 59,4 140,6 4,6867 12,6742 1,7738 0,6709
A. Penentuan harga tetapan isotherm Langmuir fenol
Persamaan dari isotherm Langmuir yaitu:
( )
Penentuan harga a (kapasitas adsorpsi)
y = -41,867x + 1,8622
a = -0,02388 penentuan harga b (energy adsorpsi)
129
B. Penentuan harga tetapan isotherm Freundlich fenol
Adapun persamaan dari isotherm Freundlich yaitu:
(
)
y = 0,9749x – 1,0781
R2= 0.9624
penentuan nilai k (kapasitas adsorpsi)
log k = -1,0781 k = 1,1970
penentuan nilai n (intensitas adsorpsi)
y = -0,072x + 16,39 R² = 0,7906
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 10 20 30 40 50 60 70
Ce
/(x/
m)
Ce
Ce/(x/m) berbanding Ce
130
y = 1,1815x - 1,4124 R² = 0,9958
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0 0,5 1 1,5 2
log
Ce
log x/m
log (x/m) berbanding log Ce
131
LAMPIRAN 7
PERHITUNGAN BET-SAA
Perhitungan BET Surface Area Analyzer (SAA)
P/Po Volume
(cc/gr)
1/[W((Po-P)-1)]
7.28000e-03 6.3868 9.1870e-01
3.41250e-02 7.9290 3.5652e+00
6.47280e-02 8.9252 6.2042e+00
9.52160e-02 9.7296 8.6541e+00
1.25647e-01 10.4915 1.0959e+01
1.54457e-01 11.2448 1.2998e+01
1.86429e-01 11.9844 1.5299e+01
2.18364e-01 12.7349 1.7552e+01
2.46598e-01 13.5409 1.9340e+01
2.70937e-01 14.1753 2.0976e+01
3.00770e-01 14.9499 2.3021e+01
Slope 73.996
Intersep 1.214
Vm 0.013296
Cross section 1.62 x 10-9
Jumlah sampel molekul zat (Z) 2.69 x 1019
g
Berat Sampel 0.0949 g
N 6.02 x 10-23
Konstanta C 61.940
Wm 0.013296
Luas permukaan (SA) 12.966 m2/g
Luas permukaan spesifik (SSA) 136.628 m2/g
132
Volume total pori (Vt) 0.729206312 Å
Rerata jari-jari pori 1.4584 Å
Diameter pori 2.916825248 Å
Luas permukaan (SA) = 1 x 1034*
Wm*N*Cross Section*
= 1 x 1034
*0.013296*6.02 x 10-23
*1.62 x 10-9
= 12.966 m2/g
Luas permukaan spesifik (SSA) =
= 12.966/0.0949
= 136.628 m2/g
Volume total pori = V0.94 (0.00156)
= 0.00156 x 6.3868 (pada V(cc/g) = 0.91870)
= 0.0099634 cc/g (cm3/g) =
⁄
⁄
= 7.29206312 x 10-11
= 7.29206312 x 10-11
x 1010
= 0.729206312 Å
Rerata jejari pori =
= ⁄
⁄
= ⁄
⁄
= 1.4584 x 10-10
m = 1.4584 Å
Diameter pori = 4*(Vt/SSA)
= 4 * (0.729206312 Å)
= 2.916825248 Å
137
Atomic
Number
Element
Symbol Element Name
Concentration
percentage Certainty
8 O Oxygen 43,8 0,99
30 Zn Zinc 22,1 0,99
6 C Carbon 20,0 0,99
14 Si Silicon 6,0 0,99
13 Al Aluminium 4,3 0,99
15 P Phosphorus 1,4 0,97
20 Ca Calcium 1,0 0,97
17 Cl Chlorine 0,9 0,97
49 In Indium 0,5 0,95