Post on 16-Jan-2023
MAKALAHMikroorganisme Patogen yang Menyebabkan
Penyakit(Intoksikasi oleh Kapang)
Disusun oleh:1. Achmad Roziqin (125100100111002)
2. Ariati Seca Rekso P. (125100100111010)3. Lisa Fitri Rahayu (125100100111026)4. Alifa Rahma Safitri (125100100111034)5. Wahyu Erwin Firmansyah (125100101111014)
6. Sakinah (125100101111020)7. Galang Kartini P. (125100101111038)
8. Fenny Rosanti (125100101111004)9. Mezshieshan Pienasthika (125100101111028)
10. Diah Ayu A. (125100101111046)11. Hani Rachmawati (125100101111056)
12. Puri Indrayana (125100101111064)13. Afianto Kurniawan (125100107111008)
14. Anisa Leksono (125100107111022)15. Lestari Puji Astuti (125100107111045)
BAB I
PENDAHULUAN
Keracunan merupakan suatu kejadian dimana seseorang dalam
keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang
masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal, dan lainnya. Tetapi
zat tersebut juga dapat terakumulasi dalam organ tubuh,
tergantung sifat dari toksinnya yang akan menghasilkan efek
yang tidak diinginkan dalam jangka waktu tertentu.
Beberapa kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan
antara lain: bahan kimia umum, racun yang dihasilkan oleh
makhluk hidup, racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme
seperti bakteri dan kapang, serta racun yang dihasilkan oleh
tumbu-tumbuhan. Bahan pangan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan berbagai mikroorganisme, termasuk diantaranya
kapang. Bahan pangan yang tercemar berbagai mikroorganisme,
terutama mikroorganisme pathogen dapat menyebabkan keracunan
dan penyakit atau biasa disebut sebagai food borne disease.
Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang tercemar
mikroba pathogen dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu
intoksikasi dan infeksi. Infeksi terjadi apabila setelah
mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung
mikroorganisme pathogen hidup, kemudian timbul gejala-gejala
penyakit. Sedangkan intoksikasi merupakan keracunan yang
disebabkan karena mengonsumsi makanan yang mengandung senyawa
beracun. Senyawa beracun tersebut dapat berasal dari tanaman
atau hewan yang terdapat secara alamiah atau diproduksi oleh
mikroorganisme pada bahan pangan. Penyakit yang ditularkan
melalui makanan tersebut dapat menyebabkan penyakit yang
ringan maupun yang dapat mengakibatkan kematian.
Intoksikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh bakteri
dan kapang. Salah satu penyebab intoksikasi yaitu kapang.
Beberapa jenis kapang yang mengkontaminasi makanan dapat
memproduksi racun yang biasa disebut mikotoksin. Mikotoksin
dapat menimbulkan penyakit yang kronis atau menahun. Toksin
yang dihasilkan oleh kapang ini berbahaya bagi hewan atau
manusia karena bersifat karsinogenik atau mimicu timbulnya
kanker dan mutagenic yang menyebabkan terjadinya mutasi
genetik. Lebih dari 300 mikotoksin telah diidentifikasi tetapi
hanya sedikit yang tampak dalam makanan dan hidup dengan kadar
yang cukup untuk menimbulkan masalah.
Mikotoksin berasal dari kapang yang menyerang hasil
pertanian, terutama pada serealia dan biji-bijian yang banyak
mengandung minyak, selama pertumbuhan sampai penyimpanan pasca
panen. Mikotoksin juga ditemukan dalam susu, daging, dan
produk olahannya. Hal tersebut disebabkan karena hewan
mengonsumsi makanan yang mengandung mikotoksin, sehingga
produk yang dihasilkan mengandung mikotoksin juga.
Berbagai jenis mikotoksin yang dihasilkan oleh beberapa
jenis kapang yaitu Aflatoksin, Patulin, Cyloplazonicacid,
Deoksinivalenol, Toksin T-2, Ergotamin, Fumonisin, Okratoksin,
Panitrem A, Sterigmatocystin, Tenuazonic acid, Zearalenon, dan
lainnya. Dari berbagai jenis mikotoksin tersebut, yang paling
banyak ditemui yaitu Aflatoksin, Fumonisin, dan Okratoksin.
Aflatoksin merupakan mikotoksin yang dihasilkan dari Aspergillus
spp. terutama Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus yang bersifat
hepatotoksik, karsinogenik, mutagenic, dan imunosupresif.
Aflatoksin biasa terdapat pada sumber pangan yaitu jagung,
kacang tanah, kurma, susu dan produknya. Fumonisin merupakan
mikotoksin yang dihasilkan dari Fusarium spp. terutama Fusarium
moniliforme yang bersifat nefrotoksin, neurotoksik, hepatotoksik,
dan karsinogenik. Fumonisin biasanya terdapat pada jagung.
Sedangkan Okratoksin merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh
Penicillium verrucosum dan Aspergillus achraceus yang bersifat
nefrotoksik, karsinogenik, dan imunosupresif.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Kapang Penyebab Intoksikasi
Intoksikasi merupakan keracunan yang disebabkan karena
mengonsumsi makanan yang mengandung senyawa beracun. Senyawa
beracun tersebut dapat berasal dari tanaman atau hewan yang
terdapat secara alamiah atau diproduksi oleh mikroorganisme
pada bahan pangan. Penyakit yang ditularkan melalui makanan
tersebut dapat menyebabkan penyakit yang ringan maupun yang
dapat mengakibatkan kematian. Salah satu penyebab
intoksikasi adalah kapang (fungi). Racun yang dihasilkan
oleh kapang (fungi) disebut mycotoxin.
Beberapa fungi penting dalam Mikotoksin antara lain:
a. Aspergillus sp
Spesies dari genus Aspergillus diketahui terdapat di mana-
mana dan hampir dapat tumbuh pada semua substrat. Fungi
ini akan tumbuh pada buah busuk, sayuran, biji-bijian,
roti-rotian dan bahan pangan lainnya. Laju pertumbuhan
Aspergillus akan terhambat bila bahan dalam keadaan kering.
Aspergillus sp dikelompokkan ke dalam beberapa golongan,
dengan demikian dapat dibedakan yang satu dari pada
lainnya guna memudahkan dalam identifikasinya. Beberapa
golongan penting tersebut antara lain :
1. Aspergillus Clavatus
2. Aspergillus Glaucus
3. Aspergillus Fumigatus
4. Aspergillus Nidulans
5. Aspergillus Ustus
6. Aspergillus Flavipes
7. Aspergillus Versicolor
8. Aspergillus Terreus
9. Aspergillus Candidus
10. Aspergillus Niger
11. Aspergillus Wentii
12. Aspergillus Tamarii
13. Aspergilus Ochraceus
14. Flavus-Oryzae
Penyakit yang disebabkan oleh Aspergilus sp disebut
Aspergilosis.
b. Penicillium
Penicillium mempunyai hubungan erat bersama Aspergillus.
Terdapatnya Aspergillus sering diikuti keberadaan Pencillium.
Genus fungi ini tersebar di alam, Penicillium umumnya
berwarna hijau biru. Diketahui terdapat pada buah jeruk,
buah lain, sayuran, biji-bijian, bahan organic, keju dan
bahan ternak lainnya. Miselium akan masuk pada substrat
yang ditumbuhinya dan hifa muncul sebagai konidiofor.
Konidiofor bercabang satu atau lebih, tumbuh pada ujung
tandan dari hifa yag parallel,merupakan sterigmata.
Pangkal dari stergimata sering disebut metulla. Penicillium
dikatakan tidak memiliki vesikel dan konidifor tunggal
sehingga bagian yang fungsinya mirip konidiofor dengan
cabang-cabangnya disebut penicillus (sapu). Untaian
konidia berkembang pada setiap sterigmata. Secara
morfologis, penicillium dapat dibedakan dalam dua tipe
berdasarkan cabang spora atasnya (spora kepala). Cabang
ada yang simetris dan asimetris. Cabang asimetris
dibedakan lagi kedalam tiga bentuk, yaitu monoverticillata,
biverticillata, dan polyverticillata. Beberapa spesies Penicillium :
1. P. camemberti
2. P. brevicaule
3. P. roqueforti
4. P. italicum
5. P. digitatum
6. P. expansum
7. P. notatum
8. P. chrysogenum
c. Cladosporium
Merupakan fungi yang terdapat tersebat dimana-mana karena
sifatnya yang saprofit, dapat ditemukan pada kain
pakaian, karet, dan bahan pangan, pada tanah disisa-sisa
daun, jerami dan bahan tanaman lain. Bentuk morfologi
hampir sama dengan Penicillum dan Aspergillus serta
keberadaannya sering ditemukan pada tempat yang sama
karena ketiganya termasuk fungi lapangan. Fungi ini
relative kecil dengan warna koloni hijau kotor atau hijau
kecoklat-coklatan dan bertekstur halus, dan permukaan
seperti bludru. Spesies yang banyak dijumpai adalah C.
herbarum.
d. Alternaria
Merupakan golongan fungi yang sefamili dengan Clodosporium
tersebar dimana-mana dan mudah diterbangkan diudara.
Didapat pada sisa-sisa makanan organic. Warna hijau gelap
atau hijau kecoklat-coklatan. Misellium berseptat bentuk
besar mengembang dengan kornidiofor bewarna coklat
kehijau-hijauan sampai coklat gelap. Spesies yang banyak
ditemukan adalah A. tenuis.
e. Helminthosporium
Helminthosporium termasuk fungi famillia Dematiaceae. Fungi
ini dikenal parasit pada serelia. Konidia bersel banyak,
tersusun bertumpuk rapi dengan berbentuk bulat memajang.
Helminthosporium mampu menghasilkan mikotoksin sitokalasi A,
B dan F yang berpengaruh pada sel mamalia.
f. Fusarium
Merupakan anggota familli Tuberculariaceae ordo
Monililiales penting yang potensial sebagai penghasil
mikotoksin yang banyak dijumpai pada bahan pangan dan
bersifat parasit atau saprofit. Fusarium menghasilkan dua
macam konidia yaitu makroconidia bentuk panjang
melengkung dikedua ujung sempit seperti bulan sabit dan
mikro conidia yang kecil bulat atau pendek-pendek lurus.
Kornidiofor terhimpun pada bagian bawah yang disebut
sporodokium.
g. Tricodherma
Konidia dari fungi Tricodherma sp merupakan masa kompak pada
ujung kornidiofor yang berkembang bercabang seperti pohon
atau semak, warnanya adalah hijau cerah. Beberapa spesies
yang ditemukan adalah T. viride (T. koningi).
II.2 Mikoflora dalam bahan pangan
Bahan pangan merupakan media tumbuh yang baik bagi
berbagai mikroorganisme termasuk fungi. Dalam setiap
komoditas bahan pangan tidaklah hanya satu macam jenis fungi
yang terdapat didalamnya, tetapi sekumpulan fungi yang
merupakan mikoflora pada bahan tersebut. Mikoflora bahan
yang satu berbeda dengan bahan yang lain, demikian pula
bahan yang sama kemungkinan mempunyai mikoflora yang tidak
sama dengan mikoflora yang lain, mengingat kondisi bahan
yang berbeda.
Tabel 1: Sumber dan Jenis Kapang Penyebab Intoksikasi
JENIS
MIKOTOKSIN
SUMBER
PANGAN
SPESIES UMUM
YANG
MEMPRODUKSI
AKTIVITAS
BIOLOGIS
LD50
(mg Kg-
1)
Aflatoksin Jagung,
kacangtanah
, kurma,
susu dan
produknya
Aspergillus
flavusAspergillus
parasiticus
Hepatotoksik,ka
rsinogenik
0,5
(anjing)
9,0
(mencit)
Patulin Jus apel,
buahpomme
yg rusak
Penicillium expansum Edema,
hemoragi,kemung
kinan
karsinogenik
35
(mencit)
Cycloplazonicac
id
Keju,
jagung,
kacang
tanah, rodo
millet
Aspergillus flavus
Penicillium
Aurantiogriseum
kejang 36
(tikus)
Deoksinivale
nol
sereal Fusarium
graminerumFusarium
culmorum
Muntah,menolak
makan
70
(mencit)
Toksin T-2 Sereal Fusariumsporotrichio
des
Alimentary
toxicaleukia
4
(tikus)
Ergotamin Rye
(sejenisgan
Claviceps purpurea neurotoksin
JENIS
MIKOTOKSIN
SUMBER
PANGAN
SPESIES UMUM
YANG
MEMPRODUKSI
AKTIVITAS
BIOLOGIS
LD50
(mg Kg-
1)
dum)
Fumonisin jagung Fusarium moniliformeEquineencepalom
alasia,
edema paru pada
babi, karsinoma
esophagus
Okratoksin Jagung,
sereal,biji
kopi
Penicillium
verrucosumAspergillu
s achraceus
nefrotoksik 20 –30
(tikus)
Panitrem A kenari Penicilliumaurantigris
eum
tremorgen 1,05
(mencit)
Sterigmatocy
stin
Sereal,
biji
kopi,keju
Aspergillus versicolor Hepatotoksik,ka
rsinogenik
166
(tikus)
Tenuazonic
acid
Pasta tomat Alternaria tenuis Kejang,hemoragi 81
(mencit
betina)1
86
(mencit
jantan)
Zearalenon Jagung,
gandum
Fusarium
graminerum
oestrogenik Tidak
toksik
akut
Cendawan pencemar teridi dari kapang dang khamir, namun
yang ebih dominan adalah kapang. Kapang dapat mencemari
bahan pangan atau produk pangan serta dapat juga mencemari
ruangan dan udara. Kapang tersebut dapat bersifat patogenik,
toksikogenik, dan karsinogenik. Kapang yang biasa mencemari
bahan pangan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
kapang lapangan, kapang gudang, dan kapang busuk lanjut.
Ketiga golongan kapang tersebut mempunyai ciri serangan yang
berbeda.
1. Kapang Lapangan
Kapang lapangan dapat menyerang biji-bijian termasuk
palawija saat tanaman masih tumbuh di lapangan sampai
waktu panen. Kapang jenis ini memerlukan kadar air yang
relative tinggi, yaitu 22-25% untuk pertumbuhan. Kapang
ini umumnya tidak tumbuh setelah biji-bijian dipanen
karena kadar air biji akan menurun akibat pengeringan.
Selain itu cepat atau lambat Kapang akan mati saat biji-
bijian disimpan di gudang karena menurunnya kadar ai biji
dan suhu yang tinggi di dalam gudang. Golongan kapang
lapangan yang biasa ditemukan adalah Altenaria spp. dan
Fusarium spp.
2. Kapang Gudang
Golongan kapang ini tumbuh pada substrat yang
mengandung air cukup tinggi dan pada suhu relative rendah
dan kelembaban tinggi antara 70-85%. Kapang menginfeksi
biji-bijian terutama pada bagian calon tunas atau embrio.
Jika biji-bijian disimpan di gudang berkualitas baaik
maka tingkat cemaran kapang akan rendah. Biji yang
tercemar kapang berwarna kecoklatan, kehitaman,
kehijauan, dan bulukan. Kapang gudang yang sering
ditemukan adalah Aspergillus spp. dan Penicillium spp.
3. Kapang Busuk-Lanjut
Jenis kapang ini membutuhkan kadar air yang relative
tinggi seperti kapang lapangan untuk tumbuh dan
berkembang. Kapang jenis ini ditemukan pada biji-bijian
terutama pada jagung yang dipipil dari tongkolnya dan
disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Jagung yang
belum dipipil mempuyai kandungan air relative tinggi dan
pada suhu normal biji akan menjadi keriput atau busuk.
Kapang busuk lanjut yang sering menginfeksi biji-bijian
adalh Fusarium spp. dan Chaetomium spp.
Tabel 2: Beberapa macam mikotoksin yang dianggap penting dalam bahanpangan
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai beberapa macam
mikotoksin yang dianggap penting dalam bahan pangan, namun
tidak semua macam mikotoksin akan dibahas. Pembahasan
mikotoksin dalam bahan meliputi macam bahan pangan sebagai
sumber mikotoksin, jenis-jenis fungi penghasilnya, sifat
fisik kimia dan termasuk struktur kimianya.
a.Aflatoksin
Aflatoksin terdapat pada jamur. Aflatoksin
dihasilkan oleh Aspergillus Flavus, Aspergillus Niger, Aspergillus Oryzae,
Aspergillus rubber, Aspergillus wentii, Aspergillus ostianus, Penicillium
citrinum, Penicillium frequentans, Penicillium expansum, Penicillium variabile,
Penicillium puberulum, Rhizopus sp., Mucor mucedo.
Secara alami, aflatoksin terdapat pada jagung,
barley, tepung biji kapas, tepung kacang, kacang, beras,
kedelai, gandum, dan biji sorgum. Bahan-bahan ini
ditumbuhi jamur selama pemanenan dan penyimpanan pada
kondisi lembab. Selain itu, aflatoksin dapat diproduksi
oleh A. flavus pada biji-bijian, buah, daging, keju, produk
olahan dan rempah-rempah. Aflatoksin dapat diperoduksi
oleh A. flavus pada suhu antara 7,5-40 derajat celcius
dengan suhu optimum 24-28 derajat celcius. Pembentukan
Aflatoksin pada kacang tanah terjadi pada Aw optimum
0,93-0,98 dengan Rh 83% atau lebih tanggi pada suhu 30
derajat celcius. Untuk biji-bijian berpati seperti jagung
dan gandum kadar air batas untu pertumbuhan A. flavus adalah
18,5% sedangkan biji berminyak seperti kacang-kacangan
adalah 8-9%.
Kemampuan fungi untuk membentuk dan menimbun
aflatoksin tergantung pada beberapa faktor yaitu,
potensial genetik fungi, persyaratan-persyaratan
lingkungan (substrat, kelembapan, suhu dan pH) dan
lamanya kontak antara fungi dengan substrat. Adapun
komposisi dari kompleks aflatoksin bervariasi, tergantung
strain fungi, substrat dan persyaratan-persyaratan
lingkungannya.
Secara alami aflatoksin terdiri dari 4 komponen
induk, yaitu aflatoksin B1 (AFB1), aflatoksin B2 (AFB2),
aflatoksin G1 (AFG1) dan aflatoksin G2 (AFG2). Rumus-
rumus umum AFB1 adalah C17H12O6 dan AFG adalah C17H12O7.
AFB2 dan AFG2 merupakan turunan dari AFB1 dan AFG1.
Struktur kimiawi berinduk pada cincin kumarin yang
kemudian mengikat inti furan didekatnya menjadi bentuk
furan tak jenuh sebagai bisfuran. Struktur kimia
aflatoksin sebagai berikut:
Aflatoksin dapat menyebabkan toksikogenik atau
menimbulkan keracunan, mutagenik atau menimbulkan mutasi,
teratogenik atau menimbulkan penghambatan pada
pertumbuhan janin dan karsinogenik atau menimbulkan
kanker pada jaringan. Aflatoksin akan sangat berpengaruh
pada perkembangan mikrobia, kultur jaringan, tumbuhan dan
hewan. Pengaruh tersebut dapat berakibat akut atau
kronis, tergantung pada dosis dan frekuensi pemberian
aflatoksin.
b.Sterigmatosistin
Berbagai bahan pangan antara lain kacang tanah,
kedelai, jagung, beras dan serealia lain mudah ditumbuhi
jenis Aspergillus sp. Fungi tersebut antara lain A. flavus, A.
parasiticus, A. versicolor, A. nidulans, A. rugulosus, A. chevalieri, A. ruber, A.
omstelodami, A. ustus, A. quadrilineatus, A. aurantio-brunneus.
Sterigmatosistin dapat dihasilkan dari A. nidulans, A. versicolor
dan Bipolaris sp, A. syidowi, A. rugulosus, A. flavus dan Drechelerea sp.
Dari genus Bipolaris sp yang telah diketahui sebagai
penghasil sterigmatosistin adalah B. Sorokiniana atau disebut
Drechelerea sorokiniana Saccardo. A. versicolor diketahui dari
sekian jenis Aspergillus sp yang paling tinggi menghasilkan
sterigmatosistin meskipun jenis ini tumbuh baik sampai
suhu 37 derajat celcius, tetapi suhu optimum A. versicolor
diketahui sekita 29 derajat celcius. Selain itu
diperlukan aktifitas air atau Aw sekitar 0,98. Makin lama
inkubasi makin banyak dapat dihasilkan sterigmatosistin
dengan substrat yang cocok hasil sterigmatosistin terbaik
antara suhu 20 derajat celcius sampai lebih 32 derajat
celcius dalam waktu inkubasi antara 20-30 hari.
Sterigmatosistin mempunyai inti ksanton yang berfusi
pada dihidrodifuran atau moietytetrahidrodifurano.
Sterigmatosistin sebagai mikotoksin bisfuranoid yang
berciri mengandung salah satu dari 7,8-dihidrofurano
(2,3-b) furan tak jenuh atau 2,3,7,8-tetrahidrofuro (2,3-
b) furan tereduksi. Sterigmatosistin terdiri dari
beberapa anggota, antara lain: asperotoksin (3-hidroksi-
6,7-dimetoksidifuroksanton). Sterigmatosistin dapat
menyebakan kanker hati atau hepatoma atau kelainan hati
atu sirosis dan juga gangguan ginjal. Sterigmatosistin
merupakan senyawa warna pucat dengan jarum-jarum berwarna
kuning O-metilsterigmatosistin berpendar kuning dengan
titik lebur sebesar 265 derajat celcius. Aspertoksin
berpendar biru pada TLC, kristal kecil-kecil tak berwarna
dan mudah mengalami dekomposisi pada suhu 240-280 derajat
celcius. Sterigmatosistin dalam pengamatan visual
berwarna pucat atau kuning, tetapi pada penyinaran sinar
ultraviolet berpendar warna merah bata.
c.Luteoskirin
Leutoskirin merupakan mikotoksin yang dihasilkan
oleh fungi jenis Penicillium sp terutama jenis Penicillium
islandicum. Penicillium islandicum mampu tumbuh pada bahan hasil
pertanian, terutama beras, jagung, gandum, kacang-
kacangan dan sejenisnya terutama hasil pertanian dengan
kondisi penyimpanan yang kurng sempurna mudah diinfeksi
oleh jenis fungi ini.
Dalam penelitian, diketahui bahwa beberapa strain
Penicillium islandicum yang menghasilkan luteoskirin antara
lain: P. islandicum strain NRRL 1036, MRRL 1175, M 1175,
M 1282, ER 3033, JC-R 3035, WF 38-12 R 3039.
Luteoskirin mempunyai rumus empiris C30H22O12 dengan
berat molekul 574. Leuteoskirin merupakan pigmen yang
dapat larut dalam lipid. Beberapa sifat fisik antara lain
mempunyai titik cair 273-274 derajat celcius memberikan
pendaran dengan sinar ultraviolet. Pada hewan diketahui
sebagai antibakteria baik sebagai bakterio statik atau
penghambat pertumbuhan bakteri ataupun bakteri sidial
atau pembunuh bakteri. Leutoskirin pada mulanya dikenal
sebagai pengobatan antibakteri. Kemudian dibuktikan bahwa
ternyata menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia.
Pemakaian yang terus menerus pada pengobatan ternyata
dapat menimbulkan penyakit pada hati sehingga Luteoskirin
dikenal sebagai hepatotoksik.
d.Patulin
Patulin merupakan senyawa yang bersifat antibiotik.
Patulin ditemukan pada jamur genus Penicillium, juga
terdapat pada jamur genus lain seperti Aspergillus dan
Bysssochlamys. Jamur dari masing-masing genus tersebut
antara lain Penicillium patalum, P. claviforme, P. expansum, P.
cyclopium, P. griseofulvum, P. uriticiae, P. melinii, P. divergens, P. lapidosum,
P. equinum, P. leucopus, P. novaezielandiea, Aspergillus clavatus, A.
giganteus, A. terreus, Byssochlamys nivea dan Byssochlamys fulva. Jamur-
jamur tersebut umumnya terdapat pada buah-buahan seperti
apel, jeruk, anggur dan serealia (beras, jagung, gandum
dan sorgum).
Struktur kimia dan sifat-sifatnya, patulin pada
jamur dibentuk melalui jalur biosintesis poliketida.
Prekusor pembentukan patulin adalah tetraketida A yang
mengalami dioksigenasi menjadi 6-asam metil salisilat.
Patulin murni berbentuk kristal rectanguler, tidak
berwarna sampai putih, titik didih 110,5 derajat celcius,
tidak stabil dalam basa dan akan kehilangan aktifitas
bioligisnya, stabil dalam asam, larut dalam etanol, eter,
klorofom, etil asetat dan berfluorosensi pada penyinaran
dengan sinar ultraviolet. Patulin bersifat antibiotik
terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif, namun
pemakaiannya kemudian tidak dilanjutkan karena diketahui
mempunyai sifat iritan terhadap kulit dan bila dimakan
menyebabkan nausea dan muntah-muntah. Patulin mempunyai
sifat karsinogenik dan teratogenik terhadap manusia dan
hewan. Patulin selain bersifat iritan terhadap kulit
menyebabkan nausea, teratogenik dan mutagenik juga
bersifat hepotoksik dan neurotoksik.
e.Zearalenon
Zearalenon termasuk mikotoksin hasil metabolisme
dari fungi Giberella zeae, tahap periteral dari Fusarium
graminearum. Mikotoksin ini pertama kali diisolasi dari
jagung yang terinfeksi oleh fungi Giberella zeae suatu tahap
periteral Fusarium graminearum. Jenis fusarium lain yang
dapat menghasilkan zearalenon ialah F. tricinctum dan F.
moniliforme. Bahan yang dapat ditumbuhi jenis fungi ini
terutama jagung, juga jerami, barley dan pakan berbentuk
pelet. Selain itu, dimungkinkan pula tumbuh pada wijen/
sesame dan gandum. Dalam percobaan fungi tersebut dapat
ditumbuhkan pada media beras, jagung, gandum, barley dan
oats.
Struktur kimia dan sifat-sifatnya, zearalenon
merupakan asam laktat-resrsiklik dengan rumus molekul
C18H22O5. Zearalenon tidak dapat larut dalam air, senyawa
berupa kristal warna putih dan mempunyai titik cair 164-
165 derajat celcius. Pada komatografi lapis tipis
memberikan pendar noktah warna ungu. Zearalenon sering
disebut pula dengan F-2 toksin. Sampai sekarang dikenal
lima turunan Zearalenon yaitu: Zearalenon 6,8’-dihidroksi
zearalen, 8’-hidroksizearalenon, Dihidrozearalenon dan 5
formizearalenon. Pengaruh zearalenon pada babi adalah
gangguan organ kelamin yang disebut genital hypertrophy
(pembesaran kelamin) dan penyakit yang disebut vulvo
vaginitis yaitu timbulnya mukosa pada membran organ
kelamin. Zearalenon juga diketahui memacu kenaikan
pertumbuhan bakteri. Miktoksin ini penyebab estrogenik.
f.Sitreoviridin
Sitreoviridin adalah salah satu mikotoksin yg
didapatkan pada beras yang ditumbuhi fungi Penicillium
citreoviride. Fungi banyak tumbuh pada beras, bahan menjadi
kuning karena ertumbuhan P.citreoviride. Fungi sejenis yang
lain yaitu P.ochrosalmoneum, sedang P.citroviride sering
disebut pula dengan P.toxicarum.
Struktur kimia dan sifat-sifatnya, Sitreovidin
merupakan mikotoksin yang diketahui mempunyai gugus
lakton pada rantai sikliknya, dan gugus lakton ini yang
banyak diduga sebagai penyebab toksik. Senyawa berbentuk
jarumwarna kuning dengan titik lebur 107-111 derajat
celcius. Sifat-sifat lainya beum banyak diungkapkan.
Sistreovidin dapat merusak syaraf pusat, penderita akan
menunjukkan paralisis yang makin meningkat. Suatu ekstrak
alkohol yang tumbuh pada beras dapat menyebabkan
keracunan akut pada kucing, anjing, dan vertebrata lain.
Gejala keracunan pelarut fungi ini pada hewan menunjukkan
kenampakan kardiak beri-beri seperti kebanyakn terjadi
keracunan endemi di jepang.
g.Trikotesena
Trikotesena adalah golongan mikotoksin yang
didalamnya mengandung inti terpen yang dihasilkan oelh
beberaoa jenis fungi antara lain Fusarium, Myrothecium,
Trichoderma, Cephalosporium, Verticimonosporium, Clyndrocarpon, dan
Stachybotys.
Beberapa trikotesena banyak dihasilkan dari fungi
Fusarium,sp antara lain: T-2 toksin, Nivalenol, Fusarenon-
X, dan lainya. Fusarium sp.yang menghasilkan fusarenon-X
antara lain F.nivale, F.epishaeria, dan Giberella zeae; T-2 toksin
dihasilkan oleh F.tricinctum; diasetoksiskirpenol oleh
F.equiseti; roridin C oleh Myrothecium roridum; trichodermin
oleh Trichoderma viride; trikotesin oleh Trichothecium roseum dan
lain-lain.
Trikotesena kebanyakan didapat pada bahan pangan
serealia, berfungsi terutama jagung dan gandum yang
umunya berkualitas jelek.
Struktur kimia golongan trikotesena dapat dibagi
dalam 5 macam tipe atau formula. Trikotesena, suatu
mikotoksin yg pertama kali didisolasi dari fungi Fusarium
sp hingga saat ini telah dikenal lebih dari 40 macam
jenis dan turunanya. Dari jumlah tersebut dapat
digolongkan menjadi 5 macam tipe/formula. Ciri masing-
masing mikotoksin terlihat pada perbedaan gugus subtitusi
pada radikal struktur kimiawinya. Selain Fusarium,
mikotoksin dapat dihasilkan dari fungi lain yaitu
Trichoderma, Myrothecyum, Tricothecium, Cephalosporium, Stachybotrys,
Clyndrocarpon, dan Verticimonosporium.
Sebagian trikotesena menunujkkan sifat sitotoksik
baik pada sel manusia maupun tikus percobaan. Pada kulit
keras, trikotesena dapat menyebabkan nekrosis.
Trikotesena dapat menyebabkan peradangan lokal dan
iritasi, pengelupasan kulit yang diikuti dengan
terbentuknya nanah dan perluasan epidermal serta nekrosis
dermal. Munta dan ual umumnya dapat terjadi jika melebihi
dosis toksisitas trikotesena.
h.Asam Aspergilat
Asam Aspergilat merupakan metabolit dari fungi jenis
Aspergillus sp khususnya A.flavus strain tertentu. Beberapa
hasil pertanian yang dapat ditumbuhi oleh fungi A.flavus
antara lain : kacang tanah, padi, gandum, jagung,
sorghum, barley, jewawut, kedelai, biji kapas, kelapa,
ketela pohon,dll. Juga ditemukan pada coklat, kopi, teh,
susu, dan buah-buahan sejenis almond dan fig. Asam
aspergilat dan senyawa sejenisnya merupakan metabolit
utama jenis strain tertentu A.flavus.
Asam Aspergilat memiliki rumus molekul C12H20N2O2.
Asam aspergilat mempunyai nama sistematik: 3,6-di-
sekunder-butil-1-hidroksi-2,1 H-piperazon; dengan berat
molekul 224,30 dalam perbandingan C:64,25 %, H:8,99%,
N:12,49%, dengan titik lebut: 965-97,5 derajat celcius.
Agak tahan pemanasan, dalam uap tidak akan kehiangan
aktivitas. Tidak larut air, tapi larut daam asam dan
alakli encer,alkohol, eter, aeton, benzen, kloroform,
piridin. Didalam HCL merupakan kristal dengan titik lebur
178 derajat celcius yang larut air.
Mengingat sering keberadaanya bersama-sama dengan
aflatoksin, maka dianggap penting. Toksisitasnya memang
tidak seganas aflatoksi. Pada dosis sublethal ternyata
tidak mematikan dan tidak berpengaruh kronis.
i.Asam Penisilat
Asam penisilat tergolong mikotoksin yang dihasilkan
oleh jenis fungi Penicillium maupun Aspergillus. Sering
dimasukkan dalam antibiotika, namun mikotoksin ternyata
dapat menyebabkan toksik maupun kelainan pertumbuhan.
Golongan Penicillium penghasil asam penisilat antara
lain : P.martensii, P.puberlum, P.thomii, P.cyclopium, P.roqueforti,
P.viridicatum, P.janthinellum, P.barnense, P.fennelli, P.stoloniferum,
P.madriti; golongan Aspergillus antara lain: A.ochraceus,
A.ostianus, A.sulphureus, A.melleus, A.sclerotioru, A.allieaceus.
Jagung merupakan bahan hasil pertanian yang paling
banyak dicemari mikotoksin asam penisilat. Jenis serealia
lain yaitu : cantel (sorghum), gandum, dan beras. Selain
jenis serealia, asam penisilat sering ditemukan pada biji
kacang, kedelai, biji kapas.
Menurut rumus strukturnya asam penisilat adalah ϒ-
keto-β-metoksi-Ә-metilen-α-sama heksenoat. Reaksi asam
dari mikotoksin asam penisilat mudah dideteksi
menggunakan kongo-merah. Asam penisilat mudah larut air,
mempunyai titik didih rendah antara 83-84 derajat
celcius.
Dengan hewan percobaan dapat dibuktikan bahwa asam
penisilat dapat menymenebabkan penyakit kanker. Sifat
karsinogenik khususnya menyerang bagian tulang, maka
disebut “sacromagenik”.pada embrio ayam, dapat
menyebabkan pertumbuhan yang tidak normal sehingga asam
penisilat juga bersifat “tertratogenik”.
j.Asam Tereat
Asam terat mula-mula digunakan sebagai penghambat
pertumbuhan fungi dan bakteri, tetapi kemudian diketahui
toksik pada hewan yang memakan pakan ternak yang
ditumbuhi fungi jenis Aspergillus terreus. Pertama kali
ditemukan bahan pakan ternak yang diproduksi oleh
tumbuhan jenis fungi A. terreus. Asam tereat bersifat sangat
toksik terhadap mamalia, oleh karena itu penting
dibicarakan dalam golongan mikotoksin yang toksik.
Rumus molekul asam tereat adalah C7H6O4 dengan
molekul 154,12 dan dalam C=54,55%; H=3,9%. Asam berbentuk
kristal lempengan, persegi dalam heksan. Menyublim dalam
vakum; mempunyai titik didih 120-121 derajat celcius.
Larut dalam alkohol, eter, bensen dan aseton, agak larut
dalam air, heksen. Pada pH 10 semua aktivitas akan hlang
dalam inkubasi shu 37 derajat celcius selama 2 jam.
Diketahui bentuk garamnya berwarna kuning cerah.
Sebagai antibiotika diketahui dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan fungi. Sangat toksik pada jenis
mamalia pada percobaan mencit nilai LD50-nya adalah 71-
119mg/kg mencit dengan ijneksi sevara intravenous.
k.Asam Kojat
Asam kojat merupakan metabolit yang dihasilkan oleh
beberapa jenis fungi dan bakteri tertentu. Asam kojat
terutama dihasilkan oleh Aspergillus flavus, yang diketahui
pertama kali ada pada media bahan jagung manis. Asam
kojat pertama kali diisolasi dari bahan yang dinamakan
“koji”, yang didapat pada semacam starter dalam
fermentasi makanan. Jenis Aspergillus lain yang mampu
menghasilkan asam kojat adalah A. nidulans, A. oryzae, A. candilus,
dan A. tamarii.
Secara kimiawi, asam kojat diketahui sebagai 5-
hidroksi-2-(hidroksi metil)-4-H-piran-4-on. Terdapat
gugus hidroksil alkohol, hidroksi, dan keton pada molekul
piran. Asam kojat diketahui berbentuk kristal yang hampir
tidak berwarna, larut dalam air maupun alkohol. Asam
kojat dapat diekstraksi secara cepat dan dapat dideteksi
secara kalorimetri menggunakan freikhlorit untuk
menghasilkan reaksi pewarnaan, warna merah tua yang tidak
mudah larut.
Secara toksilologis, asam kojat digolongkan dalam
“konvulsant” yaitu senyawa yang yang dapat menyebabkan
pusing, mual, dan tidak enak badan. Dalam jumlah banyak
dapat menimbulkan keracunan dan bahkan kematian,
khususnya pada percobaan hewan. LD50 pada mencit (berat
17 gram) adalah sebesar 30 mg, yang diinjeksi secara ip
(intra peritoneal). Pada tanaman, diketahui pada 10-1M
menyebabkan keracunan.
II.3 Mekanisme Intoksikasi Kapang
Intoksikasi kapang adalah penyakit yang disebabkan
karena memakan makanan yang mengandung toksin yang
dihasilkan oleh kapang dalam jumlah yang telah melampaui
ambang batas keamaan.
Gangguan atau penyakit bukan hanya disebabkan oleh
kapang, tetapi juga oleh toksin yang dihasilkan kapang
tersebut yang disebut mikotoksin. Mikotoksin merupakan racun
yang dikeluarkan oleh kapang dan bersifat mengganggu
kesehatan. Fox dan Cameron (1989) dalamMaryam (2002)
menyebutkan bahwa mikotoksin merupakan metabolit sekunder
yang dihasilkan oleh spesies kapang tertentu selama
pertumbuhannya pada bahan pangan maupun pakan. Konsumsi
produk pangan yang terkontaminasi mikotoksin dapat
menyebabkan terjadinya mikotoksikosis, yaitu gangguan
kesehatan pada manusia dan hewan dengan berbagai bentuk
perubahan klinis dan patologis, misalnya dapat menyebabkan
penyakit kanker hati, degenerasi hati, demam, pembengkakan
otak, ginjal, dan gangguan syaraf.
Pada umumnya, mikotoksin bersifat kumulatif sehingga
efeknya tidak dapat dirasakan secara cepat, tetapi harus
melalui analisis laboratorium terlebih dahulu (Maryam 2002).
Dijelaskan pula bahwa indikasi adanya cemaran mikotoksin
dapat diketahui melalui adanya infestasi kapang. Namun,
pertumbuhan kapang tidak selalu identik dengan produksi
mikotoksin karena berkaitan dengan kondisi tertentu agar
kapang mampu menghasilkan mikotoksin.
Mekanisme intoksikasi oleh kapang dapat masuk tubuh
melalui membran mukosa, kulit, lendir dan saluran udara.
Setelah toksin dapat masuk ke dalam tubuh mereaka akan
melakukan kolonisasi dan melakukan penyebaran untuk
menyerang sistem imun. Setelah toksin yang dihasilkan kapang
dapat menguasai sistem imun, maka penyebaran toksin pun
dimulai dan menyebabkan sakit akibat terakumulasinya toksin
dari kapang didalam tubuh.
Kontaminasi mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang
Aspergillus spp., Fusarium spp. dan Penicilliumspp. pada produk
pertanian semakin menjadi perhatian dunia karena dampaknya
yang besar terhadapkesehatan dan perekonomian dunia.
Beberapa jenis mikotoksin yang umumnya mencemari aneka
buah subtropis dan produkolahannya adalah patulin,
aflatoksin, okratoksin, dan alternariol. Genus kapang yang
teridentifikasi pada buah danberpotensi menghasilkan
mikotoksin antara lain adalah Fusarium sp., Aspergillus sp.,
Penicillium sp., dan Alternaria sp.
II.4 Biosintesis dan Cara Pencegahan
1. Aflatoksin
Biosintesis Aflatoksin
Biosintesis aflatoksin kemungkinannya melalui jalur
asetat-malonat meskipun diketahui aflatoksin mempunyai
rangka koumarin. Koumarin terbentuk melalui jalur aromatik
yang terdiri dari fenilalanin, asam sinamat dan asam
sikimat sebagai zat antara. Biosintesis aflatoksin terjadi
melalui asaeta-malonat diturunkan dari poli
hidroksinaftasena endoperoksida. Bagaimanapun biosintesis
aflatoksin B1 berasal dari antrakuinon dengan rantai C6
lurus yang kemungkinannya diturunkan dari nonaketida
tunggal seperti asam norsolorat(atas dasar pemeriksaan
spektrometri NMR berlabel karbon-13).
Pencegahan Aflatoksin
Diketahui bahwa aflatoksin sangat stabil, dengan
ebebrapa cara perlakuan tidak spenuhnya mengurangi
toksisitasnya. Jalan yang paling baik adalah mencegah
aflatoksin dalam bahan pangan maupun pakan dengan
menghambat atau mencegah pertumbuhan fungi penghasil
aflatoksin dalam bahan tersebut. Terdapat tiga hal pokok
dalam mengurangi pertumbuhan fungi, yaitu mengendalikan
lingkungan tempt tumbuh, penggunaan zat kimia misalnya zat
antifungi, fungistatik, fungisida, dan pemakaian faktor
resisten alami komoditas bahan hasil pertanian. Usaha
pencegahan yang dapat disebutkan antara lain :
1. Menghindari pertumbuhan mikrobia pada bahan
pangan(seperti yang umum dilakukan pada mikrobia).
Antaranya, menurunkn kelembaban yang rendah, dibawah
80% sehingga didapat harga Aw sekitar 0,65-0,70 dimana
fungi akan terhambat pertumbuhannya. A. flavus akan
tumbuh baik pada kelembaban relatif minimum sekitar 80%
atau 0,80. Serta menghindari suhu optimum pembentukan
aflatoksin sekitar 25-40oC. Suatu penyimpanan kering
bahan pangan kadar air 10-12% sangat dianjurkan, yang
kemudian bila mungkin dalam penyimpanan yang dingin.
2. Pemilihan bahan yang baik dan utuh, terutama hindari
bahan yang terserang hama, terluka dan lainnya.
Kerusakan karena serangga merupakan serangan awal yang
baik (predisposisi) pertumbuhan fungi.
3. Fungi jenis Aspergillus sp tak akan tumbuh baik pada pH
>4,0. Diketahui bahwa pembentukan aflatoksin maksimum
pada pH 5,5-7,0. Oleh karena itu bila mungkin dihindari
kondisi pH tersebut. Bahan pangan berkarbohudrat
disukai oleh fungi penghasil aflatoksin. Pertumbuhan A.
parasiticus maksimum, bila medium mengandung 10%
glukosa sedang pembentukan aflatoksin maksimum bila
medium mengandung 30% glukosa. Oleh karena itu kita
harus hati-hati dan waspada terhadap bahan sejenis yang
banyak mengandung senyawa tersebut.
4. Fungi untuk tumbuhnya perlu O2 (aerobik). Penurunan O2
atau menambahkan CO2 dan/atau N2 akan menurunkan
kemampuan fungi membentuk aflatoksin. Pengaturan ruang
penyimpanan dengan rasio O2/CO2 yang baik (CA storeage)
dapat mengurangi pertumbuhan fungi dalam penyimpanan
namun cara ini memerlukan pengendalian yang ketat.
5. Perlakuan pemanasan pada bahan pangan tertentu dapat
mengurangi toksisitas aflatoksin. Penggarangan kacang
tanah pada suhu 150oC selama 30 menit akan mengurangi
kadar aflatoksin B1 sebanyak 80% dan aflatoksin B2
sebanyak 60%. Penggorengan dengan minyak pada kacang
tanah dengan suhu 204oC akan mengurangi kadar
aflatoksin B1 dan G1 rata-rata 40-50% sedangkan
aflatoksin B2 dan G2 akan terjadi penurunan sebanyak
20-40%. Perlu diketahui bahwa aflatoksin merupaka
mikotoksin yang stabil terhadap pemanasan;pada suhu
pemasakan normal (sekitar 100oC) aflatoksin tidak
banyak berubah. Pemanasan bertekanan (autoklaf) dan
pemanasan radiasi dapat mengurangi kandungan
aflatoksin. Spora A. flavus ternyata tidak tahan
penyinaran sinar uv selama 45 detik. Radiasi sinar
Gamma pada batas 0,25-1,0 Mrad menyebabkan inaktivasi
fungi dalam dalam bahan pangan simpanan, tetapi sinar
Gamma sebesar 2,5 Mrad tidak akan menurunkan toksisitas
aflatoksin.
6. Beberapa macam fungisida tertentu dapat mengurangi
pertumbuhan fungi ataupun mengurangi toksisitas
aflatoksin. Misalnya diklorvos ternyata selain
menghambat pertumbuhan fungi dapat mengurangi
toksisitas aflatoksin, yaitu menghambat terbentuknya
biosintesis bersikolorin dari averufin. Diklorvos
menghambat pembentukan aflatoksin pada gandum, jagung,
beras, dan kacang tanah. Beberapa insektisida dapat
digunakan sebagai fungisida dan menghambat aflatoksin
misal, diazinon, diklorvos, landrin, sevin, dan
sebagainya dapat menghambat aflatoksin tapi tidak
menghambat pertumbuhannya misal malathion, metoksiklor,
naled dan pyrethrin.
7. Pemakaian khemikalia sering pula dipakai dalam
menghambat pertumbuhan fungi penghasil aflatoksin
maupun mengurangi toksisitas aflatoksin. Bahan tersebut
antara lain NaOCl pada kacang tanah, Formaldehid dan
NaOH pada tepung kacang tanah dan sebagainya.
8. Pemakaian bahan pangan yang resisten terhadap produksi
aflatoksin, pada jagung jenis opaque-2 disinyalir lebih
resisten daripada yang lain. Penghambatan pertumbuhan
fungi dan mengurangi toksisitas aflatoksin sistem
biologi juga dapat dimungkinkan.
2. Sterigmatoksin
Biosintesis Sterigmatosistin
Biosintesis sterigmatosistin pada dasarnya sama
seperti biosintesis aflatoksin yang tidak berlanjut, yaitu
melalui jalur asetat-malonat. Skema biosintesisnya berasal
dari perpanjangan rantai asetat-malonat, melalui asam
norsolorat, averufin kemudian versikolorin yang
selanjutnya menjadi versikolorin A, baru kemudian
sterigmatosistin. Seperti diketahui, sterigmatosistin
dan/atau versikolorin merupakan prekusor pembentukan
aflatoksin. Skema biosintesis sterigmatosistin adalah
sebagai berikut:
Pencegahan Sterigmatosistin
Tindakan pencegahannya hamper sama dengan pencegahan
jenis aflatoksin. Dari sekian banyak fungi penghasil
sterigmatosistin, maka A. versicolor adalah fungi yang paling
tinggi menghasilkan sterigmatosistin, kemudian yang kedua
adalah A. nidulans. Berikut adalah beberapa tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan:
1. Bagi A. versicolor suhu paling baik antara 20-32oC, dengan
optimum 29oC pada masa inkubasi 20-30 hari, maka bahan
pangan pada kondisi sebagaimana di atas perlu
dihindarkan. Penyimpanan bahan pangan di bawah suhu
20oC sangat dianjurkan.
2. Mengingat Aw A. versicolor sekitar 0,98 maka kondisi bahan
pangan kering umumnya akan terhindar dari pertumbuhan
fungi jenis tersebut.
3. Menghindari pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan
dengan menekan kelembaban yang rendah dibawah 80%.
4. Membuat pH pada bahan pangan dibawah 4,0 karena pada pH
ini Aspergillus sp. tidak akan tumbuh baik.
5. Menurunkan O2 atau menambahkan CO2 dan atau N2 akan
menurunkan kemampuan jamur membentuk sterigmatosistin.
3. Luteoskirin
Luteoskirin merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh
fungi jenis Penicillium sp., terutama jenis Penicillium
islandicum.Dikenal pertama kali sebagai antibakteria dengan
rumus empiria C30H22O12 dengan berat molekul 574.
Pencegahan Luteoskirin
1. Fungi ini banyak menyerang bahan pangan golongan
serealia, maka penanganan di lapangan, pengolahan dan
penyimpanannya perlu tindakan yang baik dan sempurna.
Khususnya pada penyimpanan harus dihindari keadaan
lembab, sebaiknya keringkan segera bahan setelah lepas
panen.
2. Diketahui bahwa inkubasi optimum fungi Penicillium
islandicum adalah 30oC dalam waktu 2 minggu. Dalam
pencegahan hindari suhu dan waktu sebagaimana di atas,
penyimpanan dingin di bawah suhu 30oC sangat
dianjurkan. Sangat dianjurkan selalu memeriksa ruang
penyimpanan agar suhu ruang tidak mencapai kondisi
optimum pertumbuhan fungi. Penyimpanan dingin bila
dimungkinkan sangat baik dilakukan secara periodic pada
ruang penyimpanan sangat diperlukan.
3. Tidak menggunkaan bahan pangan, khususnya komoditas
yang telah berubah warna (kecoklat-coklatan) dan berbau
apek; keduanya sangat mencirikan telah terjadinya
perubahan bahan, kemungkinan kontaminasi mikrobia.
Seperti diketahui, fungi P. islandicum pada waktu muda
tidak berwarna baik hifa maupun konidia, kemudian
berwarna hijau dan akhirnya berwarna coklat.
4. Patulin
Patulin merupakan senyawa yang bersifat antibiotik.
Pertama kali diisolasi dari jamur Penicillium claviforme oleh
Chain dkk., pada tahun 1942. Pada tahun yang sama Hooper
dkk., menemukan senyawa sejenis yang diisolasi dari jamur
Penicillium patulum, dan senyawa tersebut diberi nama patulin.
Beberapa nama sinonim dari patulin adalah clavicin,
expansin, myocin, penicidin, leukopin dan tercinin
Biosintesis Patulin
Patulin terbentuk kemungkinan besar dari asetat yang
dalam beberapa tahap kemudian diubah menjadi patulin.
Kondensasi satu unit asetil dengan tiga unit malonil atau
lebih baik akan menghasilkan poliketida (pada pembentukan
patulin, terbentuk tetraketida) dengan jalan karboksilasi.
Deoksigenasi bentuk poliketida (tetraketida) akan
menghasilkan 6-asam metal-salisilat. Melalui tahapan
oksidasi kemudian dekarboksilasi akan terbentuk m-kresol.
Sedangkan melalui hidroksilasi oksidasi terbentuk
gentisaldehide. Oksidasi gentisaldehid akan mendapatkan
patulin. Biosintesis patulin, melalui jalur asetat-malonat
yang kemudian zat antara tetraketida, yang dengan gugus
reaktif metilen mengambil aldol dan menghasilkan komponen
aromatis.
Pencegahan Patulin
1. Mengurangi kemungkinan kontaminan dari lapangan dengan
menjaga kebersihan bahan yang diterima dari pemanenan.
Khususnya terhadap bahan berupa buah-buahan sebaiknya
diadakan pembersihan lebih dahulu sebelum disimpan,
disimpan, misalnya dengan pencucian atau lainnya.
Penyimpanan dingin sangat baik dilakukan untuk
menghambat kemungkinan pertumbuhan fungi.
2. Bahan olahan berupa sari buah, dianjurkan diadakan
penyaringan dengan arang aktif untuk mengurangi
patulin. Penggunaan arang aktif 5 mg/ml akan mengurangi
patulin yang ada dalam sari buah.
3. Iradiasi sinar gamma sebanyak 200 Krad dapat menghambat
pertumbuhan P. expansum dan P. patulum.
4. Bahan disimpan dalam keadaan dibawah atmosfer (sub-
atmosfer) yaitu sekitar 160 mm Hg akan menghambat
pertumbuhan fungi dan penghasil patulin.
5. Penghilangan patulin dengan pemberian sulfur dioksida
(SO2). Pemberian SO2 sebanyak 2000 ppm akan mampu
menghilangkan 14 ppm patulin sampai 90% dalam waktu
inkubasi 2 hari.
6. Penggunaan khamir lebih dari 2 macam strain dapat
dianjurkan, guna memacu dominasi khamir dari
pertumbuhan kontaminan pada fermentasi buah-buahan.
5. Zearalenon
Zearalenon termasuk mikotoksin, hasil metabolit dari
fungi Gibberella zeae, tahap periteral dari Fusarium
graminearum.Mikotoksin ini bersifat estrogenic terutama
pada babi.Zearalenon sekarang diketahui banyak dihasilkan
dari fungi jenis Fusarium sp.
Biosintesis Zearalenon
Penggabungan secara cepat senyawa berlabel (1-14C)-
asetat dan (2-14C)-dietil malonat menjadi zearalenon telah
diadakan pengamatan, disamping lakto mevalonat dan asam
sikimat yang ternyata tidak terjadi penggabungan.Oleh
karena itu dalam hal ini biosintesis zearalenon
disimpulkan dari kondensasi unit asetat dan malonat.
Pencegahan Zearalenon
1. Mengatur pertanaman (terutama jagung) sebaik-baiknya,
dihindari waktu cuaca hujan, ketika jagung mulai
berbunga. Fusarium sp. Akan tumbuh cepat pada rambut-
rambut jagung dan kemudian akan menyerang bagian biji
bila bahan dalam keadaan lembab.
2. Tidak menyimpan bahan dalam keadaan basah. Penyimpanan
bahan harus dalam keadaan kering, pada kandungan air
sekitar 12% diharapkan sehingga Aw kurang dari 0,60-
0,65.
3. Fumigasi, baik di lapangan ataupun dalam penyimpanan
dapat dilakukan. Menurut pengamatan, pemakaian
diklorvos dapat mengurangi biosintesis zearalenon.
Menurut pendapat Berisford dan Ayres (1976) fumigasi
dengan menggunakan naled (1,2-dibromo 2,2-dikloroetil
dimetil fosfat) baik dalam bentuk uap cair sebanyak 30-
100 ml/l akan mampu menghambat pembentukan zearalenon
yang diproduksi F. graminearum.
4. Pada manusia zearalenon dapat menyebabkan mutagenik.
6. Sitreoviridin
Sitreoviridin adalah salah satu mikotoksin yang
didapatkan pada beras yang ditumbuhi fungi Penicillium
citreoviride.Beras menjadi berwarna kuning yang menjadikan
toksik, sehingga penyakit disebut “yellow rice
disease”.Keracunan beras kuning sering terjadi di jepang
pada sekitar 1941-1950.
Biosintesis Sitreoviridin
Sitreoviridin dihasilkan melalui biosintesis jalur
asetat-malonat, yang dibentuk dengan kondensasi atas
Sembilan unit asetat dengan metionin dengan adanya gugus
C-metil dan O-metil.Sitreoviridin terdiri dari 3 gabungan
(moiety) ialah kromofor-piron, poliena terkonjugasi dan
cincin hidrofuran.Selain dapat dihasilkan oleh P.
citreoviride, dapat pula dihasilkan oleh P. ocharasalmoneum,
P. fellatum dan P. pulvillorum. Reaksi fotokimia sitreoviridin
dengan adanya yod, isositreoviridin yang dalam sinar uv
menunjukan pendar kuning cerah.
Pencegahan Sitreoviridin
1. Menghambat kemungkinan pertumbuhan fungi, terutama pada
beras yang disimpan dalam keadaan lembab. Penyimpanan
hendaknya dalam keadaan kering, demikian pula tempat
penyimpanan harus dalam keadaan bersih, kering.
2. Seleksi dan sortasi pada bahan hasil pangan yang akan
disimpan. Pada beras hindari sekecil mungkin adanya
beras yang berwarna (kuning).
3. Pemanasan dapat mengurangi adanya mikotoksin ini. Pada
penyinaran matahari dalam beberapa jam sangat
dianjurkan pada beras yang akan disimpan karena
sitreoviridin terdekomposisi, akan kehilangan warna dan
toksisitas.
7. Trikotesena
Trikotesena adalah golongan mikotoksin yang di
dalamnya mengandung inti terpen yang dihasilkan oleh
beberapa jenis fungi antara lain Fusarium, Myrothecium,
Trichoderma, Cephalosporium, Verticimonosporium, Cylindrocarpon dan
Stachybotrys.Sampai saat ini telah diidentifikasi kurang
lebih sebanyak 40 macam mikotoksin golongan trikotesena.
Biosintesis Trikotesena
Golongan trikotesena dibentuk melalui biosintesis
isoprenoid yang lebih dikenal dengan jalur mevalonat.Asam
mevalonat diturunkan dari kondensasi 3 molekul asetil-koA
kehilangan satu molekul air dan karbondioksida terjadi
“unit isoprene”.Dua unit isoprene mengalami kondensasi
menghasilkan geranilfosfat. Pengembangan lebih lanjut unit
geranil dengan unit lainnya akan timbul senyawa C15
seskuiterpen, dan kondesasi lebih lanjut didapat diterpen
dan triterpen. Dari golongan terpen inilah senyawa-senyawa
trikotesena dibentuk. Selain melalui geranilfosfat, dapat
pula golongan trikotesena lain (misal trikotekolon)
melalui farnesilfosfat. Dari seskuiterpen didapat antara
lain nivalenol, fusarenon-X dan T-2 toksin. Bila
diasetilskirpenol dihasilkan dari Fusarium scirpi pada tahun
1960, kemudian ditemukan berbagai mikotoksin sejenis dari
fungi Trichoderma, Trichothecium, Myrothecium dan Cephalosporium
mikotoksin trikodermol, trikotesin, diasetilverukarol,
verukarin dan roridin serta lainnya yang diketahui
beroksigenasi tinggi dan mengandung epoksi.
Pencegahan Trikotesena
1. Mengurangi dan menghambat pertumbuhan fungi. Fungi
dapat tumbuh pada suhu 0-35oC, dengan suhu optimum
sekitar 20-30oC. Menempatkan bahan dibawah suhu optimum
bila mungkin sangat dianjurkan. Namun perlu diketahui
suhu optimum fungi Fusaria malahan sekitar 8-15oC.
Dalam hal ini sebaiknya kelembaban hendaknya cukup
rendah sehingga didapat Aw kurang dari 0,70 agar
pertumbuhan fungi terhambat. Bahan hendaknya disimpan
dalam keadaan kering.
2. Beberapa jenis trikotesena, antara lain verukarin A,
roridin dapat menyebabkan dermatitis bila terkena
kulit, maka penanganan bahan hendaknya hati-hati atau
dihindarkan kontak langsung (misalnya penggunaan sarung
tangan atau lainnya).
3. Pemakaian bahan khemikalia sebagai fungisida atau
lainnya dapat dimungkinkan, namun belum banyak
pengamatan tentang hal ini. Misalnya pertumbuhan
Myrothecium sp. dihambat dengan pemberian 0,1 ppm
benomyl, sering di lapangan digunakan sebanyak 560
gr/ha.
8. Asam Aspergilat
Asam aspergilat ditemukan dan dinamai demikian oleh
White (1940), merupakan metabolit dari fungi jenis
Aspergillus sp., khususnya A. flavus strain tertentu.
Biosintesis Asam Aspergilat
Asam aspergilat seperti dua senyawa sejenisnya, yaitu
asam neoaspergilat dan asam pulkerimat (dihasilkan dari
fungi Candida pulcherima) dibentuk dari
dioksopiperazin.Turunan dari dua molekul L-leusin
membentuk sikloleusilleusin, selanjutnya dibentuk flavakol
N-oksida. Hidroksilasi rantai-rantai samping akan
menghasilkan asam neoaspergilat dan asam
hidroksineoaspergilat. Bila asam neoaspergilat dibentuk
melalui hidroksilasi flavakol, maka asam aspergilat
alternative kemungkinannya melalui hidroksilasi metilasi
melalui flavakol.
Pencegahan Asam Aspergilat
1. Mengingat kemungkinan beragam mikotoksin ini terdapat
pada berbagai bahan pangan, maka penjagaan kebersihan
dan pengendalian pertumbuhan fungi sangat diperlukan.
Pada bahan sebelum disimpan atau diperlakukan dalam
pengolahan sebaiknya diadakan sortasi dengan hati-hati.
2. Fungi jenis A. flavus merupakan penghasil metabolit
utama mikotoksin ini; usaha pencegahan dapat dilihat
pada pencegahan aflatoksin.
9. Asam Penisilat
Asam penisilat tergolong mikotoksin yang dihasilkan
oleh jenis fungi Penicillium maupun Aspergillus.Sering
dimasukkan dalam antibiotika, namun mikotoksin tersebut
ternyata dapat menyebabkan penyakit (toksik) maupun
kelainan pertumbuhan.
Biosintesis Asam Penisilat
Biosintesis asam penisilat berasal dari asam
orselinat.Seperti diketahui asam orselinat merupakan asam
yang terbentuk melalui asam dehidroasetat jalur asetat-
malonat.
Pencegahan Asam Penisilat
1. Asam penisilat banyak dihasilkan jenis fungi golongan
Penicillia dan Aspergillia pada bahan pangan serealia
terutama jagung, maka perlakuan bahan tersebut di
lapangan, dan penyimpanan sebaiknya dalam keadaan cukup
kering untuk menghindari pertumbuhan fungi.
2. Pemanasan atau pemasakan pada suhu mendidih, sekitar
90-100oC sangat dianjurkan, karena pada suhu sekita 83-
84oC merupakan titik lebur asam penisilat sehingga pada
suhu pemasakan asam penisilat telah terdegradasi.
3. Senyawa bergugus –SH (sistein, glutation, dan lainnya)
dapat menginaktifkan gugus cabang metal tak jenuh,
sehingga sangat memungkinkan bahan sejenis mengurangi
toksisitas asam penisilat.
10. Asam Tereat
Asam tereat mula-mula digunakan sebagai penghambat
pertubuhan fungi dan bakteri, tetapi kemudian diketahui
toksik pada hewan mamalia ternak yang memakan pakan yang
ditumbuhi fungi jenis Aspergillus terreus. Sesuai nama yang
dikenal kemudian sebagai asam tereat.
Biosintesis Asam Tereat
Belum jelas tentang biosintesis terjadinya asam
tereat, tetapi sangat besar kemungkinannya asam tereat
terbentuk melalui jalur asam asetat, menjadi bentuk 6-asam
metilsalisilat, dan dalam beberapa tahapan akan menjadi
asam tereat.
Pencegahan Asam Tereat
Memperhatikan sifat kimiawinya pada pH 10 suhu agak
tinggi (37oC) dalam waktu 2 jam semua aktivitas tidak ada,
maka keadaan tersebut dapat menjadi pendoman cara
pencegahan. Sangat besar kemungkinannya pada pemasakan
akan cepat hilang, lebih-lebih dalam suasana alkalis.
11. Asam Kojat
Asam kojat merupakan metabolit yang dihasilkan oleh
beberapa jenis fungi dan bakteri tertentu. Asam kojat
terutama dihasilkan oleh fungi jenis A. flavus, diketahui
pertama kali pada media bahan jagung jenis manis (sweet
corn) yang ditumbuhi A. flavus.
Biosintesis Asam Kojat
Belum jelas tentang jalur biosintesis pembentukan
metabolit sekunder asam kojat ini. Kemungkinan merupakan
metabolit dari salah satu metabolit sekunder mikotoksin
yang dihasilkan dari fungi Aspergillus sp.
Pencegahan Asam Kojat
1. Perlu tindakan hati-hati dan waspada dalam pemakaian
“starter” pembuatan makanan terfermentasi terutama
kemungkinan adanya fungi golongan Aspergillus sp.
khususnya A. flavus.
2. Pemakaian agensia flavor pada bahan pangan perlu
dibatasi (terutama pada flavor etilmaltol) yang
kemungkinan besar terdapat asam kojat. Deteksi adanya
asam kojat pada agensia flavor bahan pangan amat
dianjurkan sebelum suatu agensia tambahan diberikan
pada bahan pangan.
3. Asam kojat juga diproduksi oleh fungi A. flavus, maka
cara pencegahannya sama seperti mikotoksin jenis
aflatoksin.
12. Dekumbin
Dekumbin sering pula disebut Brefeldin A sesuai dengan
nama spesies fungi yang menghasilkan dari golongan
Penicillium. Mikotoksin ini dihasilkan dari P. decumbens dan P.
brefeldianum.
Biosintesis Dekumbin
Belum banyak diketahui.
Pencegahan Dekumbin
Umumnya fungi menyerang jagung yang disimpan, maka
pengaturan ruang simpan antara lain dengan menjaga
kebersihan, bahan dalam keadaan kering dan ruang tidak
dalam keadaan lembab sangat dianjurkan.
13. Asam Helvolat
Asam helvolat dikenal sebagai antibiotika yang toksik,
didapat dari isolasi A. fumigatus. Asam helvolat sering
dinamakan pula dengan Fumigasin.
Biosintesis Asam Helvolat
Jalur pembentukan asam helvolat kurang lebih sama
seperti senyawa sejenisnya, yaitu asam fusidat dan
sephalosporin P1 melalui jalur mevalonat. Asam mevalonat
merupakan suatu senyawa C6 yang diturunkan dari kondensasi
3 molekul asetil-koA, kehilangan satu molekul air dan CO2
didapat “isoprene unit”. Dua isoprene unit yang mengadakan
kondensasi akan menghasilkan geranilfosfat. Unit geranil
dengan unit lain akan menghasilkan senyawa C15
seskuiterpen dan mengalami kondensasi lebih lanjut, hingga
didapat did an triterpen. Asam helvolat merupakan senyawa
jenis triterpen.
Pencegahan Asam Helvolat
1. Periksa selalu bahan pangan, terutama adanya
pertumbuhan fungi. Seperti diketahui, asam helvolat
kemungkinan tidak hanya dihasilkan dari satu macam
fungi. Upaya umum menghambat pertumbuhan fungi adalah
hal yang perlu dilakukan.
2. Sifat asam helvolat ini tidak mudah larut dalam air,
kemungkinannya sebagai kontaminan toksin dapat terjadi.
Sortasi bahan pangan, terutama dari bahan yang diduga
berfungi dan tidak mencampur bahan dalam berbagai macam
hasil komoditas dalam satu tempat sangat dianjurkan.
14. Griseofulvin
Griseofulvin merupakan senyawa yang sering disebut
curling factor, karena menyebabkan menggulungnya hifa fungi
lain atau bersifat fungistatik; diisolasi dari P. janezewski
(P. nigricans).
Biosintesis Griseofulvin
Biosintesis griseofulvin melalui jalur asetat-
malonat.Jalur yang dilalui di antaranya ialah griseofenon,
A, B dan C serta dehidrogriseofulvin yang semuanya didapat
dari isolasi P. patulum.
Pencegahan Griseofulvin
1. Menghambat pertumbuhan fungi baik di lapangan,
pengolahan maupun tempat penyimpanan. Pengendalian
keadaan lingkungan sebagaimana pada mikrobia lainnya.
2. Hindari makanan yang berfungi, mengingat sifat
mikotoksin ini yang bersifat karsinogenik. Sebaiknya
hindari pemakaian bahan fungistatik atau bahan
antimikrobia dari senyawa yang mengandul griseofulvin.
3. Segera bawa ke dokter atau rumah sakit terdekat
penderita keracunan atau yang diduga terkena zat toksik
dari fungi, mengingat begitu kompleksnya macam gejala
yang dapat ditimbulkan.
15. Asam Mikofenolat
Asam mikofenolat adalah salah satu metabolit yang
dihasilkan oleh Penicillium sp., terutama jenis P. roqueforti
yang akan memberikan rasa dan aroma khas pada keju yang
bersangkutan. Asam mikofenolat menunjukan toksik pada
bakteri, fungi dan virus sehingga sering digunakan sebagai
agensia anti tumor.
Biosintesis Asam Mikofenolat
Belum jelas diketahui.
Pencegahan Asam Mikofenolat
Tindakan waspada dan hati-hati dalam pembuatan keju
dengan kemungkinan terbentuknya senyawa ini lebih besar.
Penggunaan strain P. roqueforti murni sangatlah dianjurkan.
Hati-hati terhadap Penicillium sp. liar.
16. Sitrinin
Sitrinin sering disebut mikotoksin beras kuning karena
merupakan salah satu mikotoksin yang dapat menyebabkan
warna beras menjadi kuning. Sitrinin pertama kali
ditemukan dari isolasi cair kulturPenicillium citrinum oleh
Hetherington dan Raistrick tahun 1931.
Biosintesis Sitrinin
Biosintesis sitrinin didasarkan suatu pentakiketida
pada jalur asetat-malonat dengan penambahan tiga ekstra
karbon (dua gugus metil dan satu gugus karboksil). Telah
ditunjukan bahwa tambahan tiga ekstra karbon berasal dari
C1 unit dengan menggunakan 14CH3-metionin dan 14C-format.
Pencegahan Sitrinin
1. Hindari bahan pangan khususnya jagung dan serealia dari
pertumbuhan fungi golongan Penicillium maupun Aspergillus,
karena keduanya merupakan fungi penghasil sitrinin.
Bahan pangan yang disimpan harus diadakan sortasi dari
adanya fungi, pengaturan ruang simpan yang baik untuk
menekan pertumbuhan fungi.
2. Kemungkinan perlakuan pemanasan pada bahan pangan dapat
dicoba, mengingat sitrinin peka terhadap panas.
3. Tidak terbatas pada serealia, maka bahan pangan bergula
antara lain madu, kembang gula, sirup perlu juga
dihindarkan dari pertumbuhan fungi. Tidak menyimpan
bahan-bahan tersebut dalam keadaan terbuka adlah salah
satu tindakan pengamanan yang dianjurkan.
4. Berbagai tindakan pencegahan dan penanganan lain
sebagaimana tindakan pencegahan umum pada mikrobia,
terutama fungi golongan Aspergillus dan Penicillium.
17. Okratoksin
Okratoksin adalah jenis mikotoksin yang pertama kali
ditemukan pada bahan pangan jagung di Afrika Selatan yang
ditumbuhi spesies Aspergillus ochraceus, pada tahun
1965.Ternyata mikotoksin tersebut tidak hanya terdapat
pada bahan pangan maupun pakan, tetapi juga sampai
beberapa hasil olahannya.Demkian pula okratoksin tidak
hanya dihasilkan oleh A. ochraceus saja, tetapi dihasilkan
oleh fungi jenis Aspergillus lainnya dan juga jenis
Penicillium.
Biosintesis Okratoksin
Okratoksin dibentuk melalui jalur asetat-malonat dalam
membentuk rangka isokumarin berupa senyawa dihidrokumarin
karboksilat.Gugus karboksilat bergabung pada amino
nitrogen fenilalanin, membentuk okratoksin terutama kerja
metabolism fungi A. ochraceus. Penggabungan Na36Cl tertinggi
pada kulturA. ochraceus terjadi pada penambahan garam
tersebut pada hari kedua atau ketiga inkubasi.
Pencegahan Okratoksin
1. Menghambat pertumbuhan fungi pada bahan pangan akan
lebih baik mengingat okratoksin stabil dalam pemanasan.
Pengendalian faktor perkembangan fungi terutama pada
kandungan air bahan, suhu aerasi, waktu dan substrat.
2. Pada kopi dengan penggarangan 200oC selama 5 menit
dapat merusak okratoksin. Namun pada serealia hendaknya
perlu hati-hati, kemungkinan masih ada pada bahan cukup
besar (stabil); pemanasan setinggi lebih dari 100oC
tidak memungkinkan, karena akan lebih merusak bahan
daripada mikotoksinnya.
3. Pemakaian zat kimia dapat dimungkinkan. Penggunaan
diklorvos dapat menghambat pertumbuhan dan produksi
okratoksin pada A. ochraceus.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
intoksikasi kapang adalah penyakit yang disebabkan karena
memakan makanan yang mengandung toksin yang dihasilkan oleh
kapang dalam jumlah yang telah melampaui ambang batas
keamanan.
Gangguan atau penyakit bukan hanya disebabkan oleh
kapang, tetapi juga oleh toksin yang dihasilkan kapang
tersebut yang disebut mikotoksin. Mikotoksin merupakan
racun yang dikeluarkan oleh kapang dan bersifat mengganggu
kesehatan. Mekanisme intoksikasi oleh kapang dapat masuk
tubuh melalui membran mukosa, kulit, lendir dan saluran
udara. Setelah toksin dapat masuk ke dalam tubuh mereaka
akan melakukan kolonisasi dan melakukan penyebaran untuk
menyerang sistem imun. Setelah toksin yang dihasilkan
kapang dapat menguasai sistem imun, maka penyebaran toksin
pun dimulai dan menyebabkan sakit akibat terakumulasinya
toksin dari kapang didalam tubuh. Kontaminasi mikotoksin
yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus spp., Fusarium spp. dan
Penicillium spp.
DAFTAR PUSTAKA
Makfoeld, Djarir. 1993. Mikotoksin Pangan. Yogyakarta:
Kanisius
Yenni. 2006. Aflatoksin dan Aflatoksikosis pada Manusia.
Jurnal Universa Medicina Volume 25 No.1
Kasno, Astanto. 2004. Pencegahan Infeksi Aspergillus flavus
dan Kontaminasi Aflatoksin pada Kacang Tanah. Jurnal
Litbang Pertanian 23(3)