Post on 20-Feb-2023
i
KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA TARI GAMBYONG PAREANOM
SKRIPSI
LEMBAR SAMPUL
Disusun Oleh:
Putri Sulistyorini
171414039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
SKRIPSI
KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA TARI GAMBYONG
PAREANOM
Oleh:
Putri Sulistyorini
NIM: 171414039
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing
Maria Suci Apriani, S.Pd, M.Sc. Tanggal: 13 Agustus 2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
SKRIPSI
KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA TARI GAMBYONG
PAREANOM
Putri Sulistyorini
NIM: 171414039
Telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji
Pada Tanggal: 23 Agustus 2021
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat.
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd .............................
Sekretaris : Beni Utomo, M.Sc .............................
Anggota : Maria Suci Apriani, S.Pd., M.Sc .............................
Anggota : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd .............................
Anggota : Dr. Chatarina Enny M., S.Si., M.Si .............................
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si.
Yogyakarta, 23 Agustus 2021
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai. -Anonim-
Kerjakan aja. Enggak usah terlalu banyak dipikirkan. Malah enggak jalan -Fiersa
Besari-
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yesus, Bunda Maria, Santa Veronica
dan semua para kudus di surga, saya persembahkan skripsi ini kepada:
Orang tuaku terutama Ibu Maria Harni dan Simbah Irmina Welas yang selalu
menyertai langkah perjalanan sedari kecil hingga saat ini dan selalu bertekun
dalam mendoakan saya.
Romo Madya Kak Priscilla Hartono yang telah mendampingi serta memberikan
dukungan selama menjalankan studi.
Sahabat-sahabatku AFUK yang setia menemani dalam suka dan duka.
Partnerku, Arya Susila Nugraha yang setia memberikan dukungan dan motivasi.
Teman – teman seperjuangan di Pendidikan Matematika
Almamaterku Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 23 Agustus 2021
Penulis,
Putri Sulistyorini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Putri Sulistyorimi
NIM : 171414039
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“Kajian Etnomatematika pada Tari Gambyong Pareanom “
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Atas kemajuan teknologi informasi, saya tidak berkeberatan jika nama, tanda
tangan, gambar atau image yang ada di dalam karya ilmiah saya terindeks oleh
mesin pencari (search engine), misalnya Google.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 23 Agustus 2021
Yang menyatakan
(Putri Sulistyorini)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Putri Sulistyorini, 2021. Kajian Etnomatematika pada Tari Gambyong
Pareanom. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Ilmu
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan sejarah dan filosofi Tari
Gambyong Pareanom, 2) mendeskripsikan aktivitas fundamental matematis
menurut Bishop, yang terdapat pada Tari Gambyong Pareanom. dan 3) menyusun
permasalahan kontekstual matematika dari aspek–aspek matematis pada Tari
Gambyong Pareanom.
Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif dengan pendekatan kualitatif.
Subyek penelitian adalah seorang Mpu Tari Pura Mangkunegaran dan seorang
pensiunan dosen ISI Surakarta. Obyek penelitian Tari Gambyong Pareanom.
Penelitian dilakukan di Pura Mangkunegaran dengan metode wawancara,
dokumentasi, serta observasi. Intrumen pengumpulan data meliputi pedoman
wawancara dan pedoman observasi. Teknik analisis data menggunakan teknik
menurut Miles dan Huberman yaitu pengumpulan data, reduksi data meliputi
reduksi, kategorisasi, dan sintesisasi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tari Gambyong diperhalus sesuai
dengan kaidah istana untuk menghilangkan anggapan buruk mengenai Tari
Gambyong Pareanom di masyarakat. Perhalusan ini merubah bagian busana,
menambahkan gerakan sembahan, pemadatan durasi, serta pematokan gerakan.
Tari Gambyong Pareanom ingin menampilkan seorang gadis Jawa yang sedang
berhias. Suasana tari ini gembira, lincah, kenes, luwes, dan membuat penonton
sengsem. Rangkaian gerakannya memiliki makna kehidupan manusia dari sebelum
lahir ke dunia hingga akhir hayat manusia. Terdapat enam aktivitas fundamental
matematis menurut Bishop pada aspek gerakan, gending, dan busana. Pada pola
lantai terdapat lima aktivitas fundamental matematis. Pada aksesoris terdapat empat
aktivitas fundamental matematis. Peneliti menemukan 20 aspek matematis pada
Tari Gambyong Pareanom. Melalui aspek-aspek matematis yang sudah ditemukan
pada Tari Gambyong Pareanom, disusun permasalahan kontekstual matematika
untuk jenjang SD sebanyak delapan soal, SMP sebanyak dua belas soal, dan SMA
sebanyak tujuh soal.
Kata kunci: Etnomatematika, Tari Gambyong Pareanom, Aktivitas Fundamental
Matematis menurut Bishop.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Putri Sulistyorini, 2021. Study of Ethnomathematics in Gambyong Pareanom
Dance. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and
Natural Sciences, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma
University Yogyakarta.
This study aims to 1) describe the history and philosophy of the Gambyong
Pareanom Dance, 2) describe the mathematical fundamental activities according
to Bishop, which are found in the Gambyong Pareanom Dance. and 3) formulating
mathematical contextual problems from the mathematical aspects of Gambyong
Pareanom Dance.
This research is a descriptive research with a qualitative approach. The
research subjects were an expert of Pura Mangkunegaran Dance and a retired
lecturer at ISI Surakarta. The object of research is Gambyong Pareanom Dance.
The research was conducted at Mangkunegaran Temple using interviews,
documentation, and observation methods. Data collection instruments include
interview guidelines and observation guidelines. Data analysis techniques using
techniques according to Miles and Huberman are data collection, data reduction
includes reduction, categorization, and synthesis, data presentation, and drawing
conclusions.
The results of this study indicate that the Gambyong Dance was refined in
accordance with the court's rules to eliminate bad assumptions about the
Gambyong Pareanom Dance in society. This refinement changes the clothing
section, adds worship movements, shortens the duration, and determines the
movement. The Gambyong Pareanom dance wants to show a Javanese girl who is
being decorated. The atmosphere of this dance is happy, lively, elegant, flexible,
and makes the audience excited. The series of movements have meaning in human
life from before birth to the world until the end of human life. There are six
fundamental mathematical activities according to Bishop in aspects of movement,
gending, and clothing. In the floor pattern there are five fundamental mathematical
activities. In accessories there are four fundamental mathematical activities.
Researchers found 20 mathematical aspects of the Gambyong Pareanom Dance.
Through the mathematical aspects that have been found in the Gambyong
Pareanom Dance, eight questions are arranged for contextual mathematics for
elementary school level, twelve questions for junior high school, and seven
questions for high school.
Keywords: Ethnomathematics, Gambyong Pareanom Dance, Mathematical
Fundamental Activities according to Bishop.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian
Etnomatematika pada Tari Gambyong Pareanom”. Penyusunan skripsi ini
bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan di Prodi
Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini dapat selesai atas bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
3. Bapak Beni Utomo, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika dan Dosen Pembimbing Akademik.
4. Ibu Maria Suci Apriani, S.Pd., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing peneliti hingga mampu
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. dan Ibu Dr. Chatarina Enny M.,
S.Si., M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktu
dalam ujian skripsi dan memberikan saran yang bermanfaat.
6. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sanata
Dharma yang telah membimbing peneliti selama perkuliahan.
7. Segenap dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma atas segala
pelayanannya.
8. Alm. Sri Paduka Mangkunagoro IX yang telah memberikan ijin penulis untuk
melakukan penelitian di Pura Mangkunegaran.
9. Ibuku Maria Harni dan Simbah Irmina Welas yang selalu mendoakan serta
memberikan dukungan serta motivasi.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10. Romo Ignatius Loyola Madya Utama, SJ., yang selalu mendampingi serta
memberikan dukungan selama perkuliahan.
11. Partnerku, Arya Susila Nugraha yang setia mendampingi, membantu, serta
memberikan motivasi dalam menyusun skripsi.
12. Sahabatku AFUK: Abeth, Galuh, Rinta, Vita, Vina, dan Yuli, yang selalu
memberikan dukungan serta menjadi teman perjuangan dalam suka dan duka.
13. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Matematika USD.
14. Seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna. Oleh karena itu,
penulis dengan senang hati menerima segala masukan dan kritik yang berguna.
Penulis berharap skripsi ini dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 23 Agustus 2021
Penulis,
Putri Sulistyorini
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
............................................. v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
D. Batasan Masalah........................................................................................... 6
E. Penjelasan Istilah .......................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
BAB II .................................................................................................................... 8
A. Kajian Teori ................................................................................................. 8
1. Matematika dan Budaya ........................................................................... 8
2. Etnomatematika ........................................................................................ 8
3. Aktivitas Fundamental Matematis .......................................................... 12
4. Tari Klasik Gaya Surakarta .................................................................... 16
5. Tari Gambyong Pareanom ...................................................................... 20
B. Penelitian yang Relevan ............................................................................. 33
C. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 34
BAB III ................................................................................................................. 35
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
DAFTAR ISI
........................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii ABSTRACT ........................................................................................................ viiiKATA PENGANTAR ..........................................................................................ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 35
B. Subyek Penelitian ....................................................................................... 35
C. Obyek Penelitian ........................................................................................ 35
D. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 36
E. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 36
1. Wawancara ............................................................................................. 36
2. Dokumentasi ........................................................................................... 36
3. Observasi ................................................................................................ 37
F. Instrumen Pengumpulan Data .................................................................... 37
1. Pedoman Wawancara ............................................................................. 37
2. Pedoman Observasi ................................................................................ 39
G. Teknis Analisis Data .................................................................................. 41
1. Pengumpulan Data ................................................................................. 41
2. Reduksi Data .......................................................................................... 42
3. Penyajian Data ........................................................................................ 43
4. Penarikan Kesimpulan ............................................................................ 43
H. Prosedur Penelitian..................................................................................... 44
1. Persiapan Penelitian ............................................................................... 44
2. Pengambilan Data Penelitian .................................................................. 44
3. Analisis Data .......................................................................................... 44
4. Pembuatan Laporan ................................................................................ 44
BAB IV ................................................................................................................. 45
A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 45
B. Penyajian Data ........................................................................................... 46
1. Data Hasil Wawancara ........................................................................... 46
2. Data Hasil Observasi .............................................................................. 66
3. Data Hasil Dokumentasi ......................................................................... 71
C. Analisis Data .............................................................................................. 83
1. Reduksi Data .......................................................................................... 83
2. Kategorisasi ............................................................................................ 86
3. Sintesisasi ............................................................................................... 88
D. Pembahasan ................................................................................................ 91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
1. Sejarah dan Filosofi Tari Gambyong Pareanom .................................... 91
2. Aspek Aktivitas Fundamental Matematis Tari Gambyong Pareanom ... 96
3. Permasalahan Kontekstual Matematika pada Tari Gambyong Pareanom
………………………………………………………………………...129
E. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 148
BAB V ................................................................................................................. 149
A. Kesimpulan .............................................................................................. 149
B. Saran ......................................................................................................... 154
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 155
LAMPIRAN ....................................................................................................... 158
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbedaan gaya Yogyakarta dengan gaya Surakarta. .......................... 17
Tabel 2.2. Pengembangan Tari Gambyong. .......................................................... 23
Tabel 3. 1. Indikator Pedoman Wawancara untuk Sejarah dan Filosofi. .............. 37
Tabel 3.2. Aspek dan Indikator Pedoman Wawancara untuk Aspek Fundamental
Matematis. ............................................................................................................. 38
Tabel 3.3. Aspek dan Indikator Pedoman Observasi ............................................ 40
Tabel 4.1. Waktu dan Kegiatan Penelitian ............................................................ 45
Tabel 4.2. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Latar Belakang ............................ 46
Tabel 4.3. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Sejarah Tari Gambyong Pareanom
............................................................................................................................... 48
Tabel 4.4. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Ciri Khas Tari Gambyong
Pareanom ............................................................................................................... 48
Tabel 4.5. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aturan-aturan Tari Gambyong
Pareanom ............................................................................................................... 50
Tabel 4.6. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Pandangan Masyarakat .............. 52
Tabel 4.7. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Makna Tari Tari Gambyong
Pareanom ............................................................................................................... 53
Tabel 4.8. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Pola Lantai Tari Gambyong
Pareanom ............................................................................................................... 54
Tabel 4.9. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Perkembangan Tari Gambyong
Pareanom ............................................................................................................... 55
Tabel 4.10. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Counting .................... 56
Tabel 4.11. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Measuring.................. 58
Tabel 4.12. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Designing .................. 60
Tabel 4.13. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Locating .................... 62
Tabel 4.14. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Playing ...................... 64
Tabel 4.15. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Explaining ................. 66
Tabel 4.16. Hasil Observasi .................................................................................. 68
Tabel 4.17. Hasil Dokumentasi Busana Penari ..................................................... 78
Tabel 4.18. Pola Ketukan Notasi Gamelan ........................................................... 83
Tabel 4.19. Reduksi Data ...................................................................................... 84
Tabel 4.20. Kategorisasi Topik ............................................................................. 86
Tabel 4.21. Sintesisasi ........................................................................................... 88
Tabel 4.22. Aspek Matematis pada Tari Gambyong Pareaanom .......................... 89
Tabel 4.23. Permasalahan Kontekstual Matematika ........................................... 129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Sembahan Dalem ............................................................................. 71
Gambar 4.2. Srisig dari gawang pertama ke gawang beksan ................................ 71
Gambar 4.3. Sembahan Joget ................................................................................ 71
Gambar 4.4. Ulap-ulap .......................................................................................... 71
Gambar 4.5. Trap Pending ................................................................................... 71
Gambar 4.6. Tasikan ............................................................................................. 71
Gambar 4.7. Selanan ............................................................................................. 71
Gambar 4.8. Batangan ........................................................................................... 71
Gambar 4.9. Pilesan .............................................................................................. 72
Gambar 4.10. Laku Telu ....................................................................................... 72
Gambar 4.11. Ogek Lambung ............................................................................... 72
Gambar 4.12. Ukel Pakis ...................................................................................... 72
Gambar 4.13. Gajah Ngoleng................................................................................ 72
Gambar 4.14. Kawilan Kengseran ........................................................................ 72
Gambar 4.15. Ngilo Asta ...................................................................................... 72
Gambar 4.16. Atur – atur ...................................................................................... 72
Gambar 4.17. Sangga Ulap ................................................................................... 73
Gambar 4.18. Menthogan ...................................................................................... 73
Gambar 4.19. Ridongan Enjer Ridong Sampur .................................................... 73
Gambar 4.20. Wedi Kengser ................................................................................. 73
Gambar 4.21. Magak Ngudra ................................................................................ 73
Gambar 4.22. Entragan ......................................................................................... 73
Gambar 4.23. Masuk Sembahan Joget .................................................................. 73
Gambar 4.24. Sembahan Dalem ........................................................................... 73
Gambar 4.25. Riasan Penari Tari Gambyong Pareanom ...................................... 77
Gambar 4.26. Mekak ............................................................................................. 78
Gambar 4.27. Ikat Pinggang.................................................................................. 78
Gambar 4.28. Jamang ........................................................................................... 78
Gambar 4.29. Sampur ........................................................................................... 78
Gambar 4.30. Jarik ................................................................................................ 78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
Gambar 4.31. Kelat Bahu ...................................................................................... 78
Gambar 4.32. Kalung Penanggalan ....................................................................... 79
Gambar 4.33. Gelang ............................................................................................ 79
Gambar 4.34. Grudo .............................................................................................. 79
Gambar 4.35. Kantong Gelung ............................................................................. 79
Gambar 4.36. Sumping ......................................................................................... 79
Gambar 4.37. Subang ............................................................................................ 79
Gambar 4.38. Cunduk Jungkat .............................................................................. 80
Gambar 4.39. Cunduk Mentul ............................................................................... 80
Gambar 4.40. Pola Lantai Prapatan. ..................................................................... 94
Gambar 4.41. Gerakan Ngerayung/Ngeruji .......................................................... 99
Gambar 4.42. Gerakan Ngithing ........................................................................... 99
Gambar 4.43. Gerakan Ulap-Ulap ........................................................................ 99
Gambar 4.44. Gerakan Atur-atur .......................................................................... 99
Gambar 4.45. Gerakan Srisig .............................................................................. 100
Gambar 4.46. Gerakan Sangga Ulap ................................................................... 100
Gambar 4.47. Gerakan Sabetan ........................................................................... 100
Gambar 4.48. Gerakan Gajah Ngoleng ............................................................... 100
Gambar 4.49. Gerakan Wedi Kengser ................................................................ 101
Gambar 4.50. Gerakan Entragan ......................................................................... 101
Gambar 4. 51 Sudut Lancip pada Trap Jamang .................................................. 102
Gambar 4.52. Ilustrasi Penari Tunggal pada Panggung ...................................... 103
Gambar 4.53. Ilustrasi Posisi Penari pada Diagram Cartesius ............................ 103
Gambar 4.54. Ilustrasi 4 Penari di Panggung dengan Pola Lantai Persegi ......... 104
Gambar 4.55. Jarak Sunduk Mentul dan Sunduk Jungkat .................................. 106
Gambar 4.58. Pola Lantai Kanan-Kiri, Depan-Belakang ................................... 108
Gambar 4.58. Pola Lantai Menyerong ................................................................ 108
Gambar 4.58. Pola Lantai Melingkar .................................................................. 108
Gambar 4.61. Pola Lantai Jajar Genjang ............................................................ 109
Gambar 4.61. Pola Lantai Dua Kanan-Dua Kiri ................................................. 109
Gambar 4.61. Pola Lantai V ................................................................................ 109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Gambar 4.62. Bentuk Bangun Datar pada Gerakan Ngiting ............................... 109
Gambar 4.63. Bentuk Segitiga pada Gerakan Lenggah ...................................... 109
Gambar 4.64. Bentuk Lingkaran pada Busana Penari ........................................ 110
Gambar 4.65. Bentuk – bentuk Bangun Datar pada Kain Sampur ..................... 110
Gambar 4.66. Gerakan Ukel................................................................................ 112
Gambar 4.67. Gerakan Seblak ............................................................................ 112
Gambar 4.68. Pola Garis Lurus pada Pola Lantai Enjer Ridong Sampur ........... 112
Gambar 4.69. Pola Garis Lurus pada Pola Lantai Kawilan Kengseran .............. 112
Gambar 4.70. Pola Garis Lengkung pada Mekak ............................................... 113
Gambar 4.71. Pola Garis Lurus pada Jarik ......................................................... 113
Gambar 4.72. Pola Garis Lengkung pada Ikat Pinggang .................................... 113
Gambar 4.73. Perpotongan Garis pada Gerakan Ngilo Asta. ............................. 114
Gambar 4.74. Kekongruenan motif Jarik. .......................................................... 115
Gambar 4.75. Kekongruenan Jamang ................................................................. 115
Gambar 4.76. Refleksi pada Gerakan Ngilo Asta ............................................... 116
Gambar 4. 77. Pencerminan pada Pola Lantai Wedi Kengser ............................ 117
Gambar 4.78. Pencerminan pada Motif Jarik...................................................... 117
Gambar 4.79. Gerakan Wedi Kengser Menutup ................................................. 118
Gambar 4.80. Gerakan Wedi Kengser Membuka ............................................... 118
Gambar 4. 81. Diagram Cartesius Pergeseran Gerakan Wedi Kengser .............. 119
Gambar 4.82. Wedi Kengser Ngerayung ............................................................ 120
Gambar 4.83. Wedi Kengser Ngiting .................................................................. 120
Gambar 4.84. Sikap Badan Gaya Yogyakarta .................................................... 121
Gambar 4.85. Sikap Badan Gaya Mangkunegaran ............................................. 121
Gambar 4.86. Sikap Badan Gaya Surakarta ........................................................ 121
Gambar 4. 87. Diagram Cartesius Kemiringan Sikap Badan Gaya Mangkunegaran
............................................................................................................................. 122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian........................................................................ 158
Lampiran 2. Instrumen Penelitian Pedoman Observasi ...................................... 159
Lampiran 3. Instrumen Penelitian Pedoman Wawancara ................................... 166
Lampiran 4. Hasil Validasi Pedoman Observasi Validator 1 ............................. 171
Lampiran 5. Hasil Validasi Pedoman Observasi Validator 2 ............................. 175
Lampiran 6. Hasil Validasi Pedoman Wawancara Validator 1........................... 178
Lampiran 7. Hasil Validasi Pedoman Wawancara Validator 2........................... 184
Lampiran 8. Transkrip Wawancara Narasumber 1 ............................................. 188
Lampiran 9. Transkrip Wawancara Narasumber 2 ............................................. 202
Lampiran 10. Hasil Observasi ............................................................................. 214
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika adalah suatu fenomena budaya yang melampaui batas-batas
masyarakat dengan cara yang sama seperti musik, agama, sains, seni, tari, atau
olahraga (Bishop, 1991). Batas-batas yang dimaksudkan seperti latar belakang
suku, bangsa, bahasa, dan banyak lainnya, sehingga matematika dianggap
universal. Namun setiap kebudayaan maupun subkultur dapat mengembangkan
“matematika” mereka sendiri. Hal ini berdasarkan sejarah, kondisi ekonomi
masyarakat tertentu, maupun keadaan sosial.
Matematika sebenarnya sudah terintegrasi pada semua aspek kehidupan
manusia dalam masyarakat dimanapun mereka berada (Tandililing, 2013). Ia
justru tumbuh karena adanya aktivitas maupun keterampilan dari lingkungan
yang sifatnya adalah budaya. Hal ini menjelaskan bahwa pemahaman
matematika yang dimiliki seseorang juga dilatarbelakangi oleh budayanya.
Namun hal ini bertentangan dengan pemahaman, matematika adalah “bebas-
budaya”. Pemahaman bahwa matematika bukanlah sebuah budaya timbul
karena kurangnya pemahaman mengenai matematika secara umum, sebagai
pengetahuan budaya. Kurangnya kesadaran akan nilai yang mendasari
matematika juga menjadi penyebab adanya pendapat bahwa matematika dan
budaya adalah dua hal yang terpisah. Pada akhirnya, kebanyakan penelitian
mengenai pendidikan matematika adalah berfokus pada ruang kelas ataupun
kajian matematika itu sendiri. Melalui etnomatematika telah dibuka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
2
pengetahuan baru mengenai matematika yang berasal dari luar kelas
(Rakhmawati, 2016).
Berdasarkan sejarah panjang matematika, pada masa Plato dimulai dan
dikembangkan matematika menjadi dua jenis yang berbeda yaitu matematika
scholary (keilmuan) dan matematika practical (praktis). Pada awalnya
matematika disediakan untuk kelas sosial yang berbeda, matematika untuk para
orang Romawi disebut dengan "trivium" dan "quadrivium", serta matematika
sebagai pelatihan praktis untuk kebutuhan sehari-hari dalam pekerjaan bagi para
buruh. Kemudian muncul pertanyaan mengenai matematika apa yang harus
diajarkan pada sistem pengajaran masal. Berdasarkan kebutuhan saat itu,
matematika haruslah memelihara ekonomi, struktur sosial dan lain-lain.
Matematika kemudian diadaptasi dan diberikan tempat sebagai “keilmuan
praktis” atau yang saat ini disebut sebagai “matematika akademik” yaitu
matematika yang diajarkan dan dipelajari disekolah. Namun D’Ambrosio
mempunyai pendapat yang kontras, ia menyebutkan bahwa matematika yang
sebaiknya diajarkan secara masal adalah matematika yang sekarang kita sebut
sebagai etnomatematika. Etnomatematika adalah matematika yang
dipraktikkan di antara kelompok budaya yang dapat diidentifikasi, seperti
masyarakat suku bangsa, kelompok buruh, anak-anak kelompok usia tertentu,
kelas profesional, dan sebagainya. Identitas dari suatu kelompok sangat
bergantung pada fokus dari minat, motivasi, dan pada kode serta jargon tertentu
yang tidak termasuk dalam bidang matematika akademis (D'Ambrosio, 1985).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
3
Dalam jangkauan yang sangat luas terhadap aktivitas manusia sepanjang
sejarah, matematika mengalami pembentukan ilmiah, diformalkan dan
dikodifikasi, serta dimasukkan ke dalam apa yang disebut sebagai matematika
akademis. Namun yang tetap hidup dalam kelompok budaya dan merupakan
rutinitas mereka adalah matematika praktis. Seperti yang disampaikan Hiebert
& Carpenter (1992) bahwa pada kenyataannya matematika yang dipelajari anak
di sekolah dengan yang ditemuinya pada kesehariannya adalah jauh berbeda.
Sehingga menjembatani matematika akademis dengan matematika pada
kehidupan sehari-hari menjadi pekerjaan rumah untuk pendidik pada saat ini,
agar anak dapat memahami matematika secara lebih bermakna.
Indonesia memiliki budaya yang beragam, mulai dari tarian, permainan,
pakaian adat, makanan khas, kesenian, dan lain-lain. Seperti dijelaskan oleh
Dewi (2012), seni tari adalah hasil dari penciptaan karya manusia yang
diungkapkan melalui media gerak yang memiliki unsur keindahan. Tarian
merupakan salah satu contoh dari budaya yang ada di hampir setiap suku
ataupun daerah di Indonesia. Seni tari mempunyai peran penting bagi
masyarakat di Indonesia seperti sarana berkomunikasi antara pemain dan
penonton, sebagai tontonan, sebagai ritual, dan lain-lain. Tarian dari setiap suku
dan daerah tertentu di Indonesia memiliki ciri khas yang menunjukkan sifat-
sifat kedaerahan yang unik. Salah satunya adalah pada tari klasik Jawa meliputi
Gaya Yogyakarta dan Gaya Surakarta yang memiliki ciri khas yaitu yang
dikenal sebagai Hasta Sawanda. Arti dari Hasta Sawanda adalah delapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
4
konsep normatif dasar meliputi pacak, pancat, lulut, wiled, luwes, ulat, irama,
dan, gendhing.
Tari klasik adalah tarian yang hidup dan berkembang di kalangan
bangsawan maupun para raja, mengalami kristalisasi artistik yang tinggi, dan
sudah menempuh perjalanan sejarah yang cukup panjang (Soedarsono dalam
Herlina, Hartiwi, & Nugroho, 2010). Kata “klasik” dimaksudkan untuk
menyebut kesenian istana Jawa. Sehingga tari klasik ada dua macam yaitu tari
klasik gaya Surakarta dan tari klasik gaya Yogyakarta. Penamaan ini
berdasarkan nama Keraton yang ada di Jawa. Kata “gaya” berarti bahwa tari
klasik memiliki aturan baku yang tidak dapat diubah. Hal ini karena pada setiap
unsur pada tari klasik memiliki makna tersendiri sehingga jika diubah akan
menghilangkan makna itu sendiri.
Gambyong merupakan salah satu tari klasik dengan Gaya Surakarta.
Istilah Gambyong sudah ada dan mulai digunakan pada Serat Centhini yang
ditulis pada abad ke-XVIII (Widyastutieningrum, 2011). Tari Gambyong
diduga merupakan pengembangan dari Tari Tlèdhèk atau Tayub yang sudah
dikenal sejak zaman Kerajaan Jenggala yaitu pada abad ke-XV berdasarkan
Serat Sastramiruda. Tari Gambyong Pareanom disusun pada tahun 1950 oleh
Nyi Bei Mintoraras. Seiring berjalannya waktu kemudian bermunculan
Gambyong lainnya. Secara umum tari Gambyong ingin menampilkan
keterampilan, keluwesan, kekenesan, serta kelincahan seorang wanita sehingga
terkesan erotis. Tari ini biasanya ditampilkan pada acara perayaan, perkawinan,
sebagai pembukaan suatu acara, peresmian, dan penyambutan tamu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
5
Menurut Sulistyarini dan Putri (2018) sebagian masyarakat Indonesia
masih memandang tarian tradisional sebagai hiburan dan pertunjukan seni saja.
Selama proses penyusunan penelitian ini, peneliti belum menemukan penelitian
mengenai etnomatematika pada Tari Gambyong Pareanom. Penelitian terkait
matematika pada Tari Gambyong Pareanom yang ditemukan peneliti adalah
penelitian yang dilakukan oleh Sulistyarini dan Putri pada tahun 2018 dengan
judul Analisis Operasi Vektor dan Kombinasi Linear dalam Pola Tari
Gambyong Pareanom. Namun penelitian tersebut hanya terbatas pada
melakukan analisis operasi vektor dan kombinasi linear pada pola Tari
Gambyong Pareanom yang dilakukan melalui studi pustaka dengan
pengamatan. Berdasarkan beberapa alasan tersebut, peneliti ingin memperkaya
khazanah penelitian dengan melakukan kajian etnomatematika pada Tari
Gambyong Pareanom.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah dan filosofi dari Tari Gambyong Pareanom?
2. Apa saja aktivitas fundamental matematis menurut Bishop yang terdapat
pada Tari Gambyong Pareanom?
3. Bagaimana permasalahan kontekstual matematika yang dapat dibuat dari
Tari Gambyong Pareanom?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini untuk:
1. Mendeskripsikan sejarah dan filosofi Tari Gambyong Pareanom.
2. Mendeskripsikan aktivitas fundamental matematis menurut Bishop yang
terdapat pada Tari Gambyong Pareanom.
3. Menyusun permasalahan kontekstual matematika dari aspek-aspek matematis
pada Tari Gambyong Pareanom.
D. Batasan Masalah
Masalah pada penelitian dibatasi pada:
1. Sejarah dan filosofi dari Tari Gambyong Pareanom di Pura Mangkunegara
yang ditarikan secara utuh.
2. Aktivitas fundamental matematis pada Tari Gambyong Pareanom di Pura
Mangkunegara.
3. Menyusun permasalahan kontekstual matematika menggunakan aspek-
aspek matematis pada Tari Gambyong Pareanom.
E. Penjelasan Istilah
1. Etnomatematika adalah ilmu yang mengkaji hubungan antara matematika
akademik dengan matematika di kehidupan sehari-hari.
2. Aktivitas Fundamental Matematis menurut Bishop terdiri dari counting,
measuring, locating, designing, playing, dan explaining.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
7
3. Tari Gambyong Pareanom merupakan tarian klasik gaya Surakarta yang
biasa ditampilkan pada acara perayaan, pembukaan suatu acara, dan
penyambutan tamu.
4. Pola lantai adalah perpindahan tempat penari sehingga seolah–olah
menghasilkan garis berpola di atas tempat pementasan.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis:
a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk
penyusunan penelitian etnomatematika lainnya.
b. Sebagai referensi bagi pendidik maupun calon pendidik untuk
mengembangkan pembelajaran matematika menggunakan
etnomatematika.
2. Manfaat Praktis:
a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan
pembelajaran matematika dengan inovasi berbasis budaya.
b. Peserta didik dapat mengetahui contoh dari penerapan matematika pada
kegiatan yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengenalkan Tari Gambyong Pareanom pada masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Matematika dan Budaya
Matematika adalah suatu fenomena budaya yang melampaui batas–
batas masyarakat dengan cara yang sama seperti musik, agama, sains, seni,
tari, atau olahraga (Bishop, 1991). Kalimat dari Bishop tersebut menjelaskan
bahwa matematika dan budaya mempunyai korelasi. Budaya menurut E. B.
Taylor (1871) adalah sesuatu yang kompleks, mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, kebiasaan, adat istiadat, moral, dan hal lain yang
didapatkan manusia sebagai keanggotaan dalam masyarakat.
Koentjaraningrat pada tahun 1985 mendefinisikan kebudayaan sebagai
seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
menjadikan kehidupan masyarakat milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka maksud dari kalimat Bishop
adalah bahwa matematika merupakan fenomena yang kompleks menyangkut
adat istiadat dari hasil belajar manusia terhadap lingkungannya.
2. Etnomatematika
D’Ambrosio (dalam Gerdes, 1994) menyebutkan bahwa
etnomatematika berbeda dengan matematika akademis yang diajarkan di
sekolah-sekolah. Menurutnya, etnomatematika adalah matematika yang
dipraktikkan di antara kelompok budaya yang dapat diidentifikasi, seperti
masyarakat suku bangsa, kelompok buruh, anak-anak kelompok usia tertentu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
9
kelas profesional, dan sebagainya. Pada akhir tahun 1970-an hingga awal
tahun 1980-an, berkembang kesadaran pada para ahli matematika mengenai
aspek sosial dan budaya dari matematika dan pendidikan matematika.
Termasuk diantaranya adalah D’Ambrosio yang mengusulkan program
“etnomatematika”nya sebagai metodologi untuk melacak dan menganalisis
proses genetika, transmisi, difusi, dan pelembagaan pengetahuan
(matematika) dalam sistem budaya yang beragam.
Berdasarkan sejarah panjang matematika, hingga pada masa Plato
dimulai dan dikembangkan matematika menjadi dua jenis yang berbeda yaitu
matematika scholary (keilmuan) dan matematika practical (praktis).
Matematika keilmuan adalah matematika yang dipelajari di sekolah-sekolah,
sedangkan matematika praktis adalah matematika yang digunakan untuk
perdagangan serta kegiatan sehari-hari. Pada awalnya matematika disediakan
untuk kelas sosial yang berbeda, matematika untuk para orang Romawi
disebut dengan "trivium" dan "quadrivium", serta matematika sebagai
pelatihan praktis untuk kebutuhan sehari-hari dalam pekerjaan bagi para
buruh. Kemudian muncul pertanyaan mengenai matematika apa yang harus
diajarkan pada sistem pengajaran masal. Berdasarkan kebutuhan saat itu,
matematika haruslah memelihara ekonomi, struktur sosial dan lain-lain.
Matematika kemudian diadaptasi dan diberikan tempat sebagai “keilmuan
praktis” atau yang saat ini disebut sebagai “matematika akademik” yaitu
matematika yang diajarkan dan dipelajari disekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
10
D’Ambrosio mempunyai pendapat yang kontras, ia menyebutkan
bahwa matematika yang sebaiknya diajarkan secara masal adalah matematika
yang sekarang kita sebut sebagai etnomatematika. Etnomatematika adalah
matematika yang dipraktikkan di antara kelompok budaya yang dapat
diidentifikasi, seperti masyarakat suku bangsa, kelompok buruh, anak-anak
kelompok usia tertentu, kelas profesional, dan sebagainya. Identitas dari suatu
kelompok sangat bergantung pada fokus dari minat, motivasi, dan pada kode
serta jargon tertentu yang tidak termasuk dalam bidang matematika akademis
(D'Ambrosio, 1985).
Dalam jangkauan yang sangat luas terhadap aktivitas manusia
sepanjang sejarah, matematika diambil alih oleh pembentukan ilmiah,
diformalkan dan dikodifikasi serta dimasukkan ke dalam apa yang disebut
sebagai matematika akademis. Namun yang tetap hidup dalam kelompok
budaya dan merupakan rutinitas mereka adalah matematika praktis. Seperti
yang disampaikan Hiebert & Capenter (dalam Tandililing, 2013) bahwa pada
kenyataannya matematika yang dipelajari anak di sekolah dengan yang
ditemuinya pada kesehariannya adalah jauh berbeda. Sehingga menjembatani
matematika akademis dengan matematika pada kehidupan sehari-hari
menjadi pekerjaan rumah untuk pendidik pada saat ini, agar anak dapat
memahami matematika secara lebih bermakna. Penerapan etnomatematika
sebagai suatu pendekatan pembelajaran, memungkinkan siswa untuk lebih
mendalami materi terkait dengan lebih mudah. Hal ini karena materi tersebut
berkaitan langsung dengan budaya mereka yang juga merupakan aktivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
11
sehari-hari dalam bermasyarakat. Guru akan terbantu dalam memfasilitasi
siswa untuk melihat implementasi matematika pada kehidupan sehari-hari
(Dewi, Kinanti, & Sulistyorini, 2020).
Bukan berarti bahwa matematika akademis harus “dilepaskan” dari
sekolah dan sepenuhnya digantikan dengan etnomatematika. Menurut
D’Ambrosio, matematika akademis perlu untuk dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat memfasilitasi pengetahuan, pemahaman, penggabungan, serta
kompatibilitas praktek yang diketahui dan masuk ke dalam kurikulum. Telah
disebutkan bahwa etnomatematika adalah matematika dari suatu (sub)budaya
tertentu. Adanya jenis penelitian etnomatematika adalah untuk
mencerminkan kesadaran akan adanya keberagaman matematika.
Etnomatematika dikarakterkan sebagai sesuatu yang menggunakan
konsep matematika yang luas, termasuk enam aktivitas fundamental
matematis Bishop yaitu menghitung (counting), mengukur (measuring),
menentukan lokasi (locating), merancang (designing), bermain (playing), dan
menjelaskan (explaining). Ia juga menekankan dan menganalisis pengaruh
faktor sosial–budaya pada pembelajaran dan pengembangan matematika.
Etnomatematika menjadi menarik karena memberikan fakta bahwa
matematika adalah produk budaya. Sebagai produk budaya, matematika
memiliki sejarah. Etnomatematika mencoba untuk berkontribusi pada ilmu
pengetahuan tentang realisasi matematika yang mungkin sebelumnya belum
pernah terjamah serta mencoba untuk mengungkapkan dan
mengkonstruksikan matematika yang selamat dari kolonialisme. Pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
12
konteks pendidikan, umumnya para peneliti etnomatematika menyukai
pendidikan yang kritis serta memungkinkan siswa untuk merefleksikan
tentang realitas hidup mereka.
Pembelajaran matematika berbasis budaya bukan berarti menjadikan
pembelajar sebagai masyarakat yang primitif atau kembali pada zaman dulu
(Supriadi dkk, 2016). Etnomatematika lebih mengarah pada analisis pengaruh
dari faktor sosial-budaya dalam kegiatan belajar–mengajar serta
mengembangkan matematika itu sendiri. Pembelajaran berbasis budaya
bertujuan untuk melakukan pengajaran dengan penyesuain waktu serta zaman
namun tetap mempertahankan budaya sebagai karakter suatu masyarakat.
3. Aktivitas Fundamental Matematis
Bishop menjelaskan setidaknya ada enam aktivitas dan proses yang
mengarah pada perkembangan matematika. Dua dari enam aktivitas dirasa
paling jelas adalah mengukur dan menghitung. Menghitung dan mengukur
keduanya berkaitan dengan konsep yang berkaitan dengan angka. Keduanya
merupakan jenis ide yang agak berbeda. Hal ini karena dalam suatu
pengukuran, dibutuhkan alat bantu ukur dengan satuan yang sudah ditetapkan
sesuai dengan obyek yang akan diukur.
Penataan spasial juga menjadi hal yang sangat penting dalam
mengembangkan ide-ide matematika. Bishop memisahkan dua jenis penataan
spasial yang sangat berbeda sehingga menimbulkan berbagai jenis ide
geometris. Hal ini disebut dengan locating, dimana penekanannya pada fitur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
13
topografis dan kartografis dari lingkungan. Hal yang lainnya disebut dengan
designing, ini menyangkut konseptualisasi objek-objek yang mengarah pada
ide dasar “bentuk”. Dua hal penting selanjutnya adalah bermain (playing) dan
menjelaskan (explaining). Playing berkaitan dengan prosedur dan aturan,
serta merangsang fitur “seolah-olah” dari perilaku yang dibayangkan dan
hipotesis perilaku. Explaining adalah aktivitas yang menunjukkan berbagai
aspek kognitif dalam menyelidiki dan membuat konsep.
a. Counting
Pada aktivitas counting terdapat quantifier, yaitu kata yang
menentukan kata benda dan berfungsi untuk menunjukkan jumlah dari
benda tersebut (Wall Street English, 2019). Quantifier dibedakan
menjadi 2 yaitu countable (dapat dihitung) dan uncountable (tidak dapat
dihitung, misalnya beberapa, banyak, sedikit). Contoh countable
quntifier adalah satu meja, dua buku, dan lain-lain. Contoh uncountable
quantifier adalah beberapa mangga, banyak orang, dan lain-lain. Ia juga
meliputi nama sifat angka, yaitu kata sifat yang digunakan untuk
menunjukkan jumlah kata benda atau urutannya. Misalnya pertama,
kedua, terakhir, dan lain-lain. Penghitungan menggunakan jari dan
tubuh, menghitung menggunakan turus, bilangan, nilai tempat (satuan,
puluhan, ratusan, dan lain-lain), nol, basis 10, operasi bilangan
(penjumlahan, pengurangan, dan lain-lain), kombinatorika (terkecil,
terbesar, dan lain-lain), akurasi, perkiraan, kesalahan dalam membilang,
pecahan, desimal, bilangan positif, bilangan negatif, bilangan tak hingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
14
besar, bilangan tak hingga kecil, limit, pola bilanga, pangkat, relasi
bilangan, diagram panah, representasi aljabar, kejadian, probabilitas, dan
representasi frekuensi.
b. Locating
Kegiatan locating meliputi preposisi (di, ke, dari, dengan),
pendeskripsian suatu rute atau lintasan, lokasi lingkungan, arah mata
angin (utara, timur, selatan, barat), atas/bawah, kanan/kiri,
depan/belakang, jarak, garis lurus/garis lengkung, sudut sebagai penanda
perputaran, sistem lokasi, koordinat kutub, koordinat 2D/3D, pemetaan,
lintang/busur, tempat kedudukan (lokus), penghubungan, lingkaran,
elips, vektor, dan spiral.
b. Measuring
Aktivitas measuring meliputi comparative quantifier (lebih
cepat, lebih ramping), mengurutkan, kualitas, pengembangan dari satuan
(berat dalam kata sifat -paling berat- berat dalam kata benda), akurasi
satuan, perkiraan (estimasi), panjang, luas, volume, waktu, suhu, berat,
satuan konvensional, satuan standar, sistem satuan, uang, dan satuan
majemuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
15
c. Designing
Aktivitas designing meliputi rancangan, abstraksi, bentuk
(geometris), wujud, estetika, objek yang dibandingkan demgan sifat
wujud, besar, kecil, kesebangunan, kekongruenan, sifat-sifat bangun,
bentuk umum geometri, bentuk manusia dan benda padat, jaring,
permukaan, pengubinan, simetri, proporsi, perbandingan, model-skala,
perluasan, dan kekakuan dari benda.
d. Playing
Aktivitas playing meliputi pertandingan, menyenangkan, teka-
teki, paradoks (yaitu pernyataan yang seolah-olah bertentangan dengan
pernyataan umum atau kebenaran tapi kenyataannya pernyataan tersebut
mengandung kebenaran), pemodelan, bayangan kenyataan (aktivitas
terkait peraturan), penalaran hipotesis, prosedur, strategi rencana,
permainan kerjasama, permainan kompetitif, permainan Solitaire,
kemungkinan, dan prediksi.
e. Explaining
Aktivitas explaining meliputi kesamaan, klasifikasi, klasifikasi
yang didasarkan pada hierarki, penjelasan cerita, logika koneksi (dan,
atau, dan lain-lain), penjelasan linguistik, logika argumen, pembuktian,
penjelasan simbol-simbol, grafik, matriks, pemodelan matematika,
kriteria (validitas internal), dan generalisasi eksternal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
16
4. Tari Klasik Gaya Surakarta
Sebelum kemerdekaan, tari Jawa dikenal dengan dua macam tradisi
yaitu tari klasik dan tari rakyat (Narawati, 2009). Tari keraton atau yang
disebut sebagai tari klasik berawal dari struktur budaya yang sama, baik yang
bersumber dari Surakarta maupun dari Yogyakarta. Sumaryono (dalam
Parmadi dkk, 2014b) menjelaskan bahwa keduanya berasal dari struktur
budaya yang berorientasi pada budaya keraton Mataram serta adat dan juga
aspek tradisinya. Namun setelah kerajaan Mataram terpecah menjadi 2,
Kraton Surakarta memilih untuk memperbarui budaya Mataram yang sudah
ada sebelumnya dengan caranya sendiri. Kasultanan Yogyakarta dalam hal
ini lebih memilih untuk menggali intisari dari budaya Mataram sehingga
untuk seni tari dari Yogyakarta disebut sebagai Joged Mataram dan untuk
Surakarta disebut dengan Gaya Surakarta. Terdapat dua macam
pengelompokan tari Gaya Surakarta sendiri, yaitu Kasunanan Surakarta dan
Kadipaten Mangkunegaran.
Seperti dijelaskan oleh Nuraini (2016) bahwa “gaya” merupakan ciri
khas pembawaan suatu tari yang berkaitan dengan tradisi dan kebiasaan
tertentu yang membedakannya dengan tradisi di daerah lain. Pada masyarakat
umum perbedaan gaya tari yang paling dikenal adalah Gaya Yogyakarta dan
Gaya Surakarta. Keduanya memiliki sejumlah ciri umum yang sama sebagai
jenis tari daerah Jawa yaitu sikap dada yang tegap, langkah yang tenang serta
terukur, gerakan lengan dengan variasi arah yang luas namun tetap stabil pada
posisi siku, gerak yang serba halus dan tertahan, gerakan leher yang terolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
17
dalam berbagai variasi, penggunaan sampur untuk memperluas bentuk, serta
tarikan wajah yang tidak dimainkan (Edi Sedyawati dalam Nuraini, 2016).
Dewasa ini, penampilan dari pertunjukan seni Gaya Surakarta dan Gaya
Yogyakarta sudah tampak berbeda karena panjangnya perjalanan sejarah
yang dialami. Perbedaanya terletak pada pelaksanaan teknis dan
penyajiannya, dimana Gaya Yogyakarta lebih bersifat klasik sedangkan Gaya
Surakarta cenderung bersifat romantik (Soedarsono dalam Nuraini, 2016).
Tabel berikut ini menunjukkan perbedaan ataupun ciri dari gaya Yogyakarta
dan gaya Surakarta sehingga disebut sebagai gaya klasik maupun romantik:
Tabel 2.1. Perbedaan gaya Yogyakarta dengan gaya Surakarta.
No. Gaya Yogyakarta Gaya Surakarta 1. Banyak menggunakan gerakan
garis lurus serta tekukan tajam Banyak menggunakan garis lengkung
serta tekukan yang tidak tajam 2. Langkah kaki dan gerak lengan
langsung Langkah kaki dan gerak lengan tidak
langsung 3. Tidak banyak menggunakan
ornament gerak Banyak menggunakan ornament gerak
4. Busana sederhana dan tidak
menggunakan warna serta motif
yang bermacam-macam
Busana tampak lebih mewah dan
banyak menggunakan bermacam-
macam warna serta motif 5. Secara keseluruhan dalam
penampilannya terkesan
sederhana tetapi kokoh dan
cenderung maskulin.
Secara keseluruham penampilan
terkesan mewah, lembut, dan lebih
cepat menimbulkan daya tarik. Namun
terkadang pada penampilam tari putera
halus terkesan feminim. Sehingga
untuk karakter putra halus untuk gaya
ini sering ditarikan oleh wanita.
Pada Kraton Surakarta terdapat dua jenis tari tradisi yaitu dari
Kesunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran. Pada penelitian ini,
yang disebut sebagai gaya Surakarta adalah yang berasal dari Kadipaten
Mangkunegaran. Lebih jelasnya untuk tari yang berasal dari Kesunanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
18
Surakarta disebut sebagi tari tradisi Gaya Kesunanan (Pawiyatan) sedangkan
untuk tari yang berasal dari Kadipaten Mangkunegaran disebut sebagai tari
tradisi Surakarta Gaya Mangkunegaran (Langen Praja). Secara non formal,
jenis tari yang berasal dari Gaya Kesunanan disebut sebagai kidulan (selatan),
dan loran (utara) untuk tari tradisi Gaya Mangkunegaran (Nanik dalam
Nuraini, 2016).
Sebagai suatu bentuk seni, tari keraton merupakan ungkapan dari
berbagai ide yang dituangkan dalam bentuk konkrit. Ia juga memiliki prinsip-
prinsip mengenai struktur serta bentuk penyampaian pesan maupun maksud
tertentu (Parmadi dkk, 2014a). Prinsip-prinsip tersebut diekspresikan sebagai
pathokan-pathokan yang menjadi aturan baku tari klasik. Pada hakekatnya
pathokan tersebut merupakan teori untuk menjelaskan bentuk gerak serta
teknik tari, dengan tujuan mengemas nilai-nilai luhur yang terkandung di
dalam tari tersebut. Terdapat delapan pathokan yang disebut sebagai Hasta
Sawanda meliputi:
a. Pacak, merujuk pada penampilan penari. Pacak meliputi: badan tegak,
dhadha mungal, badan ndegeg, pundak leleh, kaki mendhak, leher lurus,
telapak kaki malang, jari kaki nylekenthing, dan pandangan jatmika.
b. Pancat, merujuk pada pola kesinambungan motif gerak dalam suatu
bentuk tari. Pada tari jawa motif gerak tarian dengan gerak selanjutnya
harus terangkai melalui suatu gerak penghubung yang selaras. Pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
19
dasarnya pancat adalah aturan mengenai perpindahan tempat tungkai dan
ujung kaki.
c. Lulut, yaitu sifat dari gerakan dan rangkaian tari yang mengalir atau
disebut mbanyu mili. Gerakan yang mbanyu mili membuat penari seolah
tidak memikirkan gerakan selanjutnya tetapi mengalir saja. Pada
umumnya tari putri tidak akan berhenti atau terputus dalam gerakannya.
Hal ini dapat dicapai jika ada kesinambungan motif-motif gerak.
d. Wiled, yaitu gaya individual seorang penari yang ditetapkan pada
gerakan tari. Sebenarnya bagian ini bisa juga menjadi pathokan yang
tidak baku karena postur tubuh penari tidak sama satu dengan yang
lainnya. Maksud dari pathokan ini adalah untuk menutupi kelemahan
pada postur tubuh si penari sehingga dalam menari tetap resik.
e. Luwes, yaitu sifat yang memperlihatkan keselarasan dan keharmonisan
yang muncul dari penari dalam melakukan serta menghayati tarian.
Bagian ini berhubungan dengan kemampuan penari sesuai dengan
pengalamannya. Keluwesan seorang penari akan menentukan keindahan
dari koreografi suatu tari.
f. Ulat, yaitu ekspresi muka yang disesuaikan dengan karakterisasi pada
tarian.
g. Irama, yaitu ketukan tertentu yang mengatur kecepatan dan tekanan dari
suatu gerak tari. Pada tari klasik gaya Surakarta terdapat empat bentuk
irama gerak yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
20
(1) Ganggeng kanyut, yaitu irama yang digunakan untuk Tari Bedhaya
dan Srimpi.
(2) Banyak slulup, yaitu irama yang digunakan untuk tari gagah
dugangan
(3) prenjak tinaja, yaitu irama yang digunakan untuk tari halus yang
bersifat dinamis (lanyap)
(4) Kebo manggah, yaitu irama yang biasa digunakan untuk karakter
raksasa (denowo).
h. Gendhing, artinya iringan dari musik gamelan. Penari harus mengerti dan
peka terhadap karakter gendhing dan juga jatuhnya pemangku irama
pada suatu gendhing agar penari dapat lebih menghayati rangkaian tari.
5. Tari Gambyong Pareanom
Kebudayaan Jawa dibentuk oleh dua buah tradisi yang disebut sebagai
“tradisi besar” dan “tradisi kecil” (Widyastutieningrum, 2011). Tradisi besar
(tradisi tinggi) adalah tradisi yang diolah di kuil-kuil atau bisa dikatakan
sebagai pola kebudayaan dari peradaban kota. Sedangkan tradisi kecil (tradisi
rendah) berlangsung pada komunitas-komunitas kecil atau masyarakat
pertanian. Meskipun begitu keduanya saling mempengaruhi, hal ini karena
pada masa itu Raja di Jawa sering mengundang seniman dari desa untuk
datang ke istana dengan tujuan diserap kepandaian dan ketrampilannya.
Bentuk kesenian dari desa kemudian diperhalus oleh para seniman istana dan
disesuaikan dengan “ideal” bangsawan. Sebaliknya, para abdi dalem yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
21
berasal dari desa juga menyerap nilai-nilai istana dan dikembangkan di
lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga tradisi kecil merupakan bagian dari
tradisi besar, dan sebaliknya tradisi besar juga merupakan bagian dari tradisi
kecil.
Tari Gambyong merupakan tradisi besar yang berasal dari
pengembangan tradisi kecil. Berbeda dengan tari Bedhaya, Srimpi, dan
beksan yang mengacu pada nilai-nilai alus (halus, lembut), anteng (tenang),
jatmika (selalu sopan santun), dan regu (pendiam). Tari Gambyong awalnya
adalah Tari Tlèdhèk, sehingga pada awalnya sifat dari tarian ini adalah kasar
(kasar), ronggeh (lincah), dan brangasan (pemarah). Sifat-sifat tersebut
dianggap sebagai tipikal dari tradisi kecil milik “wong cilik” (rakyat kecil).
Tari Gambyong juga tidak terikat dengan aturan-aturan tari seperti Tari
Srimpi maupun Bedhaya. Ia tidak menggambarkan tokoh dalam pewayangan
tetapi menampilkan wanita itu sendiri (Darmaningsih, 1987).
Istilah “Gambyong” sudah mulai digunakan dalam Serat Centhini.
Surat ini ditulis pada abad XVIII. Namun ada juga yang beranggapan bahwa
Tari Gambyong ini merupakan pengembangan dari Tari Tlèdhèk atau Tari
Tayub. Tari Tayub sendiri dalam Serat Sastramiruda sudah dikenal sejak
sekitar abad XII pada era Kerajaan Jenggala. Sedangkan Tari Tlèdhèk sudah
dikenal sejak abad ke XV yaitu pada era Kerajaan Demak. Pada zaman itu
Tari Tlèdhèk disebut dengan “Talèdhèk Barangan” atau Talèdhèk “Ngamen”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
22
Pada zaman Susuhan Paku Buwana IV di Surakarta (1788-1820) ada
seorang penari Talèdhèk bernama Gambyong. Ia disebut memiliki kemahiran
dalam menari dan juga memiliki suara yang merdu. Gambyong pun menjadi
pujaan pemuda pada masa itu. Hal ini menjadi titik awal penamaan Tari
Gambyong. Kisah ini tertulis pada buku Cariyos Lelampahanipun Suwargi
R.Ng.Ronggowarsito pada tahun 1803-1873.
Pertunjukan pertama kali Tari Gambyong Pareanom pada saat
pernikahan putri dari Ir. Sarsito Mangunkusuma pada tahun 1951. Seiring
berjalannya waktu, dilakukan pemadatan tari Gambyong Pareanom dari yang
awalnya bedurasi 45 menit menjadi 10-15 menit. Tari Gambyong Pareanom
biasanya ditarikan oleh 4 penari putri dengan busana serta tata rias yang sama.
Namun tidak menutup kemungkinan untuk ditarikan oleh 1 orang bahkan
secara masal.
Tari Gambyong biasanya ditampilkan di Mangkunegaran untuk
menjamu para tentara Jepang yang datang pada sekitar tahun 1942-1945. Hal
ini menjadikan dorongan untuk Nyi Bei Mintoraras menyusun sebuah tarian
yang disebut dengan Tari Gambyong Pareanom pada tahun 1950. Tari
tersebut mempunyai beberapa perbedaan dengan Tari Gambyong yang sudah
dikenal masyarakat sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada susunan
urutan sekaran, iringan, tata rias, dan juga busana. Gambyong Pareanom
disusun bukan hanya berdasarkan Tari Gambyong pada umumnya, tetapi juga
berdasarkan Tari Srimpi dan Tari Golek. Selain itu dilakukan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
23
penyesuaian dengan kaidah–kaidah tarian istana sehingga tarian ini menjadi
tari perpaduan antara tari rakyat dengan tari istana.
Ada beberapa jenis tari Gambyong lainnya yang juga dikembangkan
setelahnya, yaitu:
Tabel 2.2. Pengembangan Tari Gambyong.
Nama Tarian Penyusun Tahun
Gambyong Padhasih Nyi Bei Mintoraras 1956
Gambyong Pangkur Sumardjo Hardjoprasanto 1962
Gambyong Ayun-Ayun S. Maridi 1969
Gambyong Gambirsawit S. Ngaliman 1970
Gambyong Sumyar Nyi Bei Mintoraras 1970
Gambyong Campursari Nyi Bei Mintoraras 1970
Gambyong Pareanom S. Ngaliman 1972
Gambyong Pareanom Sutjiati Djoko Suhardjo 1974
Gambyong Pangkur S. Maridi 1975
Gambyong Pareanom S. Maridi 1975
Gambyong Sala Minulya S. Maridi 1979
Gambyong Pareanom Nora Kustantina Dewi dan Rusini 1979
Gambyong Pancerana S. Ngaliman 1981
Gambyong Mudhatama Sumarno 1989
Gambyong Dewandaru Wahyu Santoso Prabowo 1992
Berdasarkan Tabel 2.2 dapat diamati bahwa Tari Gambyong telah
banyak dikembangkan dan sudah mengalami perjalanan sejarah yang cukup
panjang. Hal ini menjadikan Tari Gambyong sebagai salah satu tari yang
dikenal dan menarik bagi masyarakat luas. Gerakan dari tari ini cenderung
erotis dan lincah. Jika ditinjau lagi, hal ini adalah karena pada awalnya tari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
24
ini memang tarian yang diperuntukkan membangkitkan birahi. Sehingga tari
ini menampilkan keprigelan (keterampilan), keluwesan, kewès (lemah
gemulai), prenès (lincah), kekenèsan (genit), serta trègèl (kelincahan) seorang
wanita.
Tari Gambyong Pareanom berbeda dengan Tari Bedaya ataupun Tari
Srimpi, karena ia tidak menggambarkan suatu karakter tertentu dalam
pewayangan. Tari Gambyong Pareanom tidak begitu terikat pada norma-
norma tari Jawa seperti Tari Bedaya ataupun Tari Srimpi. Tari ini biasa
ditampilkan di Pendapa Ageng. Luas Pendapa Ageng adalah kurang lebih
3500 m2 dengan perincian 62,5 x 52,5 m2 dan tinggi 17 meter.
Penamaan Tari Gambyong biasanya disesuaikan dengan nama
gending pengiringnya. Iringan untuk Tari Gambyong Pareanom sendiri
adalah Gending Gambirsawit Pancerono yang dikombinasikan dengan kebar
Jogja. Hal ini merupakan salah satu keistimewaan Tari Gambyong Pareanom
dibandingkan dengan Tari Gambyong yang lain, yaitu adanya perpaduan
dengan musik dan juga gerakan dari Yogyakarta. Jika ditelusuri lebih dalam,
kata pareanom pada KBBI memiliki arti warna hijau kekuning–kuningan.
Warna ini sesuai dengan simbol dari bendera istana Mangkunegaran. Tidak
heran jika pakaian ataupun selendang yang digunakan penari untuk
menarikan tari ini biasanya adalah warna hijau kekuningan.
Pendapat lain disampaikan oleh R. M. Tarwo Sumosutargio yang
mengatakan bahwa pareanom terdiri atas dua kata yaitu pare yang berarti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
25
buah pare dan anom yang berarti muda. Rasa buah pare yang muda sangat
pahit tasanya. Dalam kaitan ini pareanom mempunyai filosofi yaitu apabila
seseorang cukup kuat untuk menjalani masa-masa pahit dalam hidupnya,
maka ia akan beroleh kebahagiaan hidup. Namun, hal ini tidak disetujui oleh
Ir. Sarsito Mangunkusuma dan R.A. Praptini. Mereka berpendapat bahwa
pada kata pareanom, potongan kata pare berasal dari kata pari yang berarti
padi, dan anom berarti muda. Sehingga makna pareanom adalah warna padi
muda yaitu kuning kehijau-hijauan.
Tari Gambyong Pareanom menjadi suatu kebanggaan yang diakui
sebagai “milik” Pura Mangkunegaran oleh masyarakat pendukungnya. Selain
itu, Mangkunegaran sebagai salah satu sistem pemerintahan kerajaan yang
kedudukannya dibawah keraton, tidak diperkenankan memiliki jenis tari
seperti Tari Bedhaya yang menjadi ciri tari keraton. Sehingga berdasarkan
kedua hal tersebut, dapat dikatakan bahwa Tari Gambyong Pareanom menjadi
sarana untuk memperkuat identitas kelompok bagi masyarakat
pendukungnya.
Tari Gambyong pada umumnya mengedepankan spontanitas, namun
Tari Gambyong Pareanom versi Mangkunegaran sudah mencerminkan
kaidah–kaidah budaya istana yang tinggi. Pola pemikiran sistem nilai budaya
yang ada di Kadipaten Mangkunegaran sangat mempengaruhi koreografi
ciptaan Nyi Bei Mintoraras sebagai seniman istana Mangkunegaran. Artinya
bahwa Tari Gambyong Pareanom disusun untuk menegaskan corak serta gaya
khas Mangkunegaran. Tari susunan Nyi Bei Mintoraras ini sudah dibakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
26
karena pada awalnya Tari Gambyong cenderung spontan mengikuti iringan
kendang. Gerak khas dari Gambyong seperti batangan, pilesan, laku telu, dan
lain–lain dipertahankan, tetapi urutan dari gerak tersebut dibakukan.
Sehingga gerak dari Tari Gambyong Pareanom diulang – ulang dengan urutan
yang sama. Dalam penyajian tari, Tari Gambyong memiliki aturan baku
diantaranya:
f. Rangkaian gerak (sekaran) yang baku: laras (merong), batangan, pilesan,
dan laku telu yang disusun pada awal tarian, serta methogan dan wedhi
kengser pada bagian akhir tari.
g. Urutan rangkain gerak (sekaran) dilakukan secara berselang–seling antara
rangkaian gerak yang dilakukan ditempat (sekaran mandheg) dan
rangkaian gerak yang dilakukan dengan berpindah tempat (sekaran
mlaku).
Di dalam kehidupan ada dua hal yang sama yaitu lahir dan mati,
berpijak dari ini maka susunan tari Gambyong pada awal dan akhir sama yang
menjadi baku. Sedangkan proses hidup dari lahir sampai meninggal dunia
tidak sama, maka kembangannya pun tidak sama, adapun sekaran baku dalam
tari Gambyong sebagai berikut :
1. Merong, gerak merong ini mengungkap bayi yang masih dalam
kandungan yang tidak dapat bergerak dengan bebas, maka geraknnya
hanya dilakukan ditempat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
27
2. Batangan, mengungkapkan bayi sebelum lahir akan dibatang besok
kalau lahir laki-laki ataukah perempuan.
3. Pilesan mengungkap bayi sesudah lahir dididik agar kelak menjadi orang
yang baik.
4. Laku telu mengungkap kehidupan yang dialami oleh manusia yaitu lahir,
dewasa, dan tua.
5. Menthogan mengungkapkan orang yang sudah tua apabila berjalan sudah
tidak pantas dilihat, maka gerakannya disamakan sepeti menthog.
6. Wedhi kengser mengungkap orang yang mendekati akan meninggal,
maka kaitannya dengan iringan agak seseg dan akhirnya suwuk.
7. Entragan pada akhir tari mengungkapkan hembusan nafas terakhir dari
ritme yang cepat kemudian semakin melambat.
Gerakan setelahnya mengikuti pola kendangan yang mengiringi, hal
ini juga dilakukan berdasarkan kreativitas pengendang namun tetap harus
menggunakan prinsip selang-seling. Jika dijabarkan, setidaknya ada 33
rangkaian gerak pada tari Gambyong yaitu: (1) batangan, (2) pilesan, (3) laku
telu, (4) nacah miring, (5) tumpang tali sigeg, (6) tumpang tali glebagan, (7)
tumpang tali indriya, (8) ukel pakis, (9) tumpang tali kengseran, (10) kawilan,
(11) ogek lambung, (12) gajah ngoling, (13) batangan sigeg, (14) tawing
taweng, (15) tawing taweng ogek lambung, (16) pilesan wilet, (17) ngembat
asta, (18) abura buran, (19) lembehan sampur kiri, (20) ukel asta, (21)
lampah tubrukan, (22) ridhong sampur kiri, (23) mandhe sampur, (24)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
28
prenjakan, (25) walikan ubet sampur, (26) tatapan, (27) walikan bayakan,
(28) natap, (29) lampah gelo asta, (30) ogek gelo asta kebyok sampur, (31)
wedhi kengser, (32) menthogan, dan (33) entragan.
Tari Gambyong Pareanom dapat ditarikan secara tunggal atau bahkan
secara masal. Penari dengan jumlah yang banyak serta dibekali keterampilan
menari yang baik, dapat menghasilkan garap pola lantai yang beragam dan
bervariasi. Pembuatan pola lantai ini memungkinkan adanya interaksi serta
komunikasi antara satu penari dengan yang lainnya. Hal ini membuat sajian
Tari Gambyong Pareanom menjadi lebih menarik. Penataan juga dapat
dilakukan pada level (tinggi rendah posisi penari) untuk gerak-gerak yang
dilakukan di tempat. Garap level ini bisa dilakukan pada gerakan ulap-ulap,
pilesan, tawing taweng, dan gerak ditempat lainnya. Adanya garap level
bertujuan untuk menambah variasi gerak.
Tari Gambyong Pareanom sebagai sebuah seni pertunjukan juga
memiliki pesan-pesan yang ingin disampaikan, diantaranya ajaran mengenai
cara seorang wanita Jawa dalam bertingkah laku. Tari ini juga memiliki
fungsi dalam seni pertunjukan yaitu:
1) Sarana upacara
Tari Gambyong Pareanom sering dipertunjukkan dalam acara peresmian
gedung, tari pembuka suatu acara, kongres, atau festival.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
29
2) Sarana Hiburan
Tari Gambyong Pareanom biasa disajikan dalam acara perayaan pribadi
seperti pernikahan, hari ulang tahun kenegaraan, khitanan, dan
sebagainya.
3) Sarana Tontonan
Tari Gambyong Pareanom biasa disajikan dalam acara pementasan
wayang orang, kethoprak, lomba, atau acara yang secara khusus
menyajikan tari ini.
Tari Gambyong memiliki keistimewaan yaitu adanya hubungan
erat antara gerak tari dengan gending pengiringnya. Gerak tari dilakukan
mengikuti pola iringan secara tepat (nibani), terutama pada bagian
ciblon. Berikut ini merupakan notasi iringan Tari Gambyong Pareanom
Mangkunegaran versi padat:
1) Pathetan Pelog Nem
2) Ayak-ayakan Pelog Nem (maju)
buka kendang: (1)
p p p
+ N + N + N + N + N + N + N + N
. 2 . 1 . 2 . 1 3 . 2 . . 6 . (5)
1 2 1 6 5 4 5 6 5 4 5 6 4 5 6 (5) sbh
4 2 4 5 4 2 4 5 1 2 1 6 5 4 2 (1)
2 3 2 1 2 3 2 1 3 2 1 2 5 4 2 (6) lmsn
5 4 5 6 5 4 5 6 2 3 2 (1)
2 3 2 1 3 2 6 (5)
4 2 4 5 4 2 4 5 4 2 1 2 4 5 6 (5) swk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
30
Keterangan:
+ = nada yang dipukul dengan alat musik kethuk pada ketukan ke: 1, 3,
5, 7, 9, 11, 13, 15, …, 111
N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 2, 4,
6, 8, 10, 12, 14, 16, …, 112
p= nada yang dipukul dengan alat musik kempul pada ketukan ke: 4, 8,
12, 20, 24, 28, 36, 40, 44, 52, …, 108
( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 16
3) Gending Gambirsawit Pelog Nem:
Buka: 5 . 6 1 2
2 . 2 . 1 1 2 1 . 3 . 2 . 1 6 (5)
+ + N
. 3 5 2 . 3 5 6 2 2 . . 2 3 2 (1)
. . 3 2 . 1 2 6 2 2 . . 2 3 2 (1)
. . 3 2 . 1 6 5 . . 5 6 1 6 5 (4)
2 2 . 3 5 3 2 1 ke kebar
. 3 3 . 3 5 3 2 3 5 1 6 2 1 6 (5)
Kebar:
+ + N
6 6 6 5 6 6 6 2 6 6 6 5 6 6 6 1)
6 6 6 5 6 6 6 2 6 6 6 5 6 6 6 1)
. 3 3 . 3 5 3 2 3 5 1 6 2 1 6 (5)
Merong Kebar:
+ + N
. 3 3 . 3 5 3 2 3 5 1 6 2 1 6 (5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
31
Ciblon:
+ + N
6 1 6 2 6 1 6 5 6 1 6 2 6 1 6 5
6 1 6 2 6 1 6 5 2 . 2 3 2 . 2 1)
6 1 6 2 6 1 6 5 6 1 6 2 6 1 6 5
6 1 6 2 6 1 6 5 2 . 2 3 2 . 2 1)
3 . 3 2 3 . 3 1 3 . 3 6 3 . 3 5
3 . 3 1 3 . 3 6 3 . 3 5 3 . 3 2)
3 . 3 6 3 . 3 5 3 . 3 2 3 . 3 1
. 6 6 . 6 5 4 2 4 5 6 5 2 1 6 (5)
Keterangan:
a. Gending Gambirsawit:
+ = nada yang dipukul dengan alat musik kethuk pada ketukan ke: 4, 12,
20, 28, 36, 44, …, 76
N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 16,
32, 48, 64, 80
( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 16, 32,
48, 64, 80
b. Kebar:
+ = nada yang dipukul dengan alat musik kethuk pada ketukan ke: 4, 12,
20, 28, 36, 44
N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 16,
32
( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
32
c. Merong Kebar:
+ = nada yang dipukul dengan alat musik kethuk pada ketukan ke: 4, 12
N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 16
( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 16
d. Ciblon:
+ = nada yang dipukul dengan alat musik kethuk pada ketukan ke: 4, 12,
20, 28, 36, 44, …, 124
N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 32,
64, 96
( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 128
4) Ladrang Pareanom Pelog Nem (Mundur Beksan)
N p N
6 5 6 2 6 5 6 1) 6 5 6 2 6 5 6 1)
p N p N
. 3 3 . 3 5 3 2) 3 5 1 6 2 1 6 (5)
Keterangan:
N = nada yang dipukul dengan alat musik kenong pada ketukan ke: 8, 16,
24, 32
p= nada yang dipukul dengan alat musik kempul pada ketukan ke: 12,
20, 28
( ) = nada yang dipukul dengan alat musik gong pada ketukan ke: 32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
33
B. Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan mengenai kajian etnomatematika
pada seni tari sebagai berikut :
1. Irena Widya Pramestika (2020) yang mengkaji etnomatematika pada
Tari Srimpi Pandhelori. Tari ini adalah salah satu tari klasik Gaya
Yogyakarta. Pada umumnya penamaan tarian di Yogyakarta dan Jawa
Tengah adalah berdasarkan nama gending iringan tari tersebut. Kajian
etnomatematika yang ditemukan pada penelitian ini yaitu terdapat
filosofi pada gerakan, pakaian, dan aksesoris. Selain itu terdapat enam
aktivitas fundamental matematis menurut Bishop yang terdapat pada
gerakan, pola lantai, pakaian, dan aksesoris. Selain itu, terdapat 19
aspek matematis pada tari Srimpi Pandhelori yaitu bilangan, logika,
pola bilangan, relasi, himpunan, aritmetika sosial, kedudukan titik dan
garis, trigonometri, jarak titik dan garis, kesebangunan, luas bangun
datar, konversi satuan, garis dan sudut, bangun datar, transformasi
geometri, aljabar, peluang, permodelan matematika, serta penyajian
data dan statistika. Aspek-aspek tersebut dapat digunakan untuk
menyusun permasalahan kontekstual matematika dalam bentuk soal
cerita untuk jenjang SD, SMP, dan SMA.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyarini, A. R. D., & Putri, A. G.
P. pada tahun 2018 dilakukan untuk menunjukkan hubungan Tari
Gambyong dengan matematika, karena dirasa oleh peneliti bahwa
masyarakat Indonesia hanya melihat suatu kesenian sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
34
pertunjukan seni saja. Penelitian dilakukan dengan studi literatur
disertai pengamatan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa operasi-operasi vektor dapat diterapkan pada pembuatan pola
lantai, serta usulan pola lantai yang dibentuk menggunakan translasi
hasil kombinasi linear untuk Tari Gambyong.
C. Kerangka Berpikir
Tari Gambyong Pareanom adalah tarian yang popular dan cukup
dikenal oleh masyarakat Jawa Tengah. Tarian ini ditampilkan pada
acara-acara penyambutan dan perayaan sehingga hal ini menjadi sesuatu
yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Bahkan di Surakarta terdapat
pelajaran kesenian kebudayaan yang mengajarkan peserta didik Tari
Gambyong Pareanom. Pembelajaran matematika di sekolah ternyata
berbeda dengan matematika yang dijumpai peserta didik di kehidupan
sehariharinya. Hal ini karena kurangnya kemampuan pendidik untuk
memberikan gambaran penerapan matematika pada kehidupan sehari-
hari. Padahal matematika justru lahir dari kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat. Dewasa ini memberikan pembelajaran matematika secara
lebih bermakna menjadi pekerjaan rumah bagi guru matematika.
Dengan memberikan pembelajaran matematika menggunakan
pendekatan etnomatematika pada Tari Gambyong Pareanom diharapkan
dapat menjadi jembatan untuk mengatasi kesenjangan ini. Melalui
kajian etnomatematika akan dicari enam aktivitas fundamental
matematis yang terkandung dalam tari ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Arikunto (dalam Thabroni, 2021) menjelaskan, penelitian deskriptif
adalah penelitian dengan tujuan menyelidiki suatu kondisi atau hal lainnya
dengan pemaparan hasil dalam bentuk laporan penelitian. Pendekatan kualitatif
menurut David Williams (dalam Prastowo, 2014):
Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah,
dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau
peneliti yang tertarik secara alamiah.
B. Subyek Penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah seorang Mpu Tari Pura
Mangkunegaran yang juga sering membuat garapan untuk Tari Gambyong
Pareanom. Beliau sudah belajar tari sejak usia 5 tahun dan masuk ke Pura
Mangkunegaran sejak tahun 1971. Subyek kedua adalah seorang pensiunan
dosen ISI Surakarta, beliau sudah belajar Tari Gambyong Pareanom sejak SMP
dan mulai menekuni tari secara mandiri sejak tahun 1974.
C. Obyek Penelitian
Obyek dari penelitian ini adalah Tari Gambyong Pareanom. Secara
khusus obyek penelitian meliputi sejarah dan filosofi dari Tari Gambyong
Pareanom, aktivitas fundamental matematis yang terdapat pada Tari
Gambyong Pareanom, serta aspek-aspek matematis yang ditemukan pada Tari
Gambyong Pareanom.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Pura Mangkunegaran. Pelaksanaan penelitian
dari bulan September 2020 hingga bulan Agustus 2021. Pengambilan data
dimulai pada bulan Maret 2021-Juni 2021.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap subyek yang berkompeten dan dapat
memberikan informasi yang relevan untuk menggali informasi secara
mendalam. Pertanyaan yang diajukan menggunakan pedoman wawancara,
namun tidak menutup kemungkinan untuk peneliti menambahkan
pertanyaan secara spontan untuk mendapatkan informasi yang lebih
mendalam (semi terstruktur). Tujuan dari wawancara yang dilakukan
peneliti adalah untuk mengkonfirmasi informasi mengenai Tari Gambyong
Pareanom meliputi sejarah tari, nama-nama gerakan, pola lantai tari, busana
dan aksesoris tari, aturan-aturan dalam tari, serta cerita yang ingin
disampaikan dari tari tersebut.
2. Dokumentasi
Dokumentasi yang dimaksud adalah berupa literatur tertulis seperti
buku, jurnal, artikel, karya ilmiah, teori, dalil, arsip, ataupun dokumen
sejarah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Dokumentasi pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan mengenai gerakan, busana,
aksesoris, pola lantai, serta aspek lain yang dapat didokumentasikan.
Metode ini sebagai penunjang untuk memperkuat metode wawancara.
3. Observasi
Metode ini bertujuan untuk mengamati gerakan, busana, pola lantai,
serta hal-hal yang dapat diamati pada tari Gambyong Pareanom. Hal yang
diamati tersebut kemudian akan diolah sebagai data untuk menemukan
aktivitas fundamental matematis pada Gambyong Pareanom.
F. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
pedoman wawancara dan pedoman observasi.
1. Pedoman Wawancara
Pedoman ini berisi kisi-kisi pertanyaan yang akan digunakan untuk
melakukan wawancara terkait sejarah dan filosofi, serta aktivitas
fundamental matematis pada Tari Gambyong Pareanom. Berikut ini adalah
aspek dan indikator yang akan digunakan sebagai pedoman untuk
wawancara:
Tabel 3. 1. Indikator Pedoman Wawancara untuk Sejarah dan Filosofi.
No. Indikator 1. Mengetahui sejarah, latar belakang, serta perkembangan dari tari
Gambyong Pareanom 2. Mengetahui cara pandang masyarakat Surakarta mengenai tari
Gambyong Pareanom 3. Mengetahui cerita yang disajikan dalam tari Gambyong Pareanom 4. Mengetahui macam-macam gerakan pada tari Gambyong Pareanom 5. Mengetahui macam-macam pola lantai tari Gambyong Pareanom
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
No. Indikator 6. Mengetahui perkembangan busana, aksesoris, riasan, serta iringan tari
Gambyong Pareanom 7. Mengetahui makna dari penyajian cerita, gerakan, serta pola lantai tari
Gambyong Pareanom
Tabel 3.2. Aspek dan Indikator Pedoman Wawancara untuk Aspek
Fundamental Matematis.
No.
Aspek
yang
Diteliti
Aktivitas
Fundamental
Matematis
Indikator
A. Tari Gambyong Pareanom
1. Gerakan
Counting Menentukan ketukan pada tari
Gambyong Pareanom
Measuring Memperkirakan besar sudut/jarak pada
tangan/kaki saat melakukan gerakan
Designing Menentukan pola gerakan pada tangan,
kaki, atau badan
Locating Menentukan penempatan tangan, kaki,
dan badan saat menari
Playing Mengetahui aturan-aturan pada gerakan
tari tari Gambyong Pareanom
Explaining Menjelaskan makna dari gerakan tari
Gambyong Pareanom
2. Pola Lantai
Counting Menentukan ketukan ketika perpindahan
pola lantai
Measuring Memperkirakan jarak antar penari
ataupun besar panggung
Designing Menentukan pola lantai untuk 1 atau
lebih penari
Locating Menentukan posisi penari
Playing • Mengetahui aturan-aturan pada pola
lantai
• Menentukan cara agar penari tidak
bertrubukan saat menarikan
Gambyong Pareanom secara
berkelompok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
No.
Aspek
yang
Diteliti
Aktivitas
Fundamental
Matematis
Indikator
Explaining Menjelaskan makna pola lantai
B. Perlengkapan Tari Gambyong Pareanom
1. Busana
Counting Menentukan banyak wiru pada jarik
Measuring Memperkirakan ukuran pakaian penari
Designing Menentukan motif pada pakaian penari
Locating Menentukan penempatan wiru jarik dan
selendang
Playing • Mengetahui aturan penggunaan
pakaian
• Menentukan cara pemakaian jarik
dan selendang
Explaining Menjelaskan makna dari busana tari
Gambyong Pareanom
2. Aksesoris
Counting Menentukan banyaknya aksesoris
Measuring Memperkirakan jarak masing–masing
aksesoris (contoh: jarak antara sunduk
mentul satu dengan yang lain)
Designing Menentukan corak/motif aksesoris
Locating Menentukan penempatan aksesoris yang
tepat
Playing Mengetahui aturan-aturan penggunaan
aksesoris
Explaining Menjelaskan makna aksesoris yang
digunakan penari
2. Pedoman Observasi
Pedoman observasi berisi tentang kisi-kisi dan daftar pernyataan
yang yang akan digunakan untuk menggali informasi pada tari Gambyong
Pareanom. Observasi digunakan untuk mengamati gerakan, busana,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
aksesoris, pola lantai, serta hal lain yang dapat diamati pada Gambyong
Pareanom. Berikut ini aspek dan indikator yang akan digunakan sebagai
pedoman observasi:
Tabel 3.3. Aspek dan Indikator Pedoman Observasi
No.
Aspek
yang
Diteliti
Aktivitas
Fundamental
Matematis
Indikator
1. Gerakan
Counting Menghitung banyak ketukan pada Tari
Gambyong Pareanom
Measuring Mengukur besar sudut/jarak pada
tangan/kaki saat melakukan gerakan
Designing Melihat rancangan gerak pada tangan, kaki,
atau badan
Locating Melihat penempatan tangan, kaki, dan badan
saat menari
Playing Melihat pelaksanaan aturan-aturan pada
gerakan Tari Gambyong Pareanom
Explaining Menjelaskan makna dari gerakan Tari
Gambyong Pareanom
2. Pola
Lantai
Counting Menghitung banyak ketukan ketika
perpindahan pola lantai
Measuring Mengukur besar panggung
Designing Melihat bentuk pola lantai untuk 1 atau lebih
penari
Locating Menentukan posisi penari
Playing Melihat pelaksanaan aturan–aturan pada pola
lantai
Explaining Menjelaskan makna pola lantai
3. Busana
Counting Menghitung banyak wiru pada jarik
Measuring Mengukur besar jarik penari
Designing Menentukan jenis atau motif pada jarik dan
selendang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
No.
Aspek
yang
Diteliti
Aktivitas
Fundamental
Matematis
Indikator
Locating Menentukan penempatan wiru jarik dan
selendang
Playing Menentukan cara pemakaian jarik dan
selendang
Explaining Menjelaskan makna dari busana Tari
Gambyong Pareanom
4. Aksesoris
Counting Menghitung banyaknya aksesoris
Measuring Mengukur jarak masing-masing aksesoris
(contoh: jarak antara sunduk mentul yang
satu dengan yang lain)
Designing Melihat corak/motif aksesoris
Locating Menentukan penempatan aksesoris yang
tepat
Playing Melihat pelaksanaan aturan–aturan
penggunaan aksesoris
Explaining Menjelaskan makna aksesoris yang
digunakan penari
G. Teknis Analisis Data
Pengolahan data menurut Miles dan Huberman terdiri atas :
1. Pengumpulan Data
Kegiatan ini merupakan proses untuk memasuki lapangan atau
lokasi penelitian dan melakukam pengumpulan data. Pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara, observasi, serta dokumentasi. Narasumber
untuk wawancara adalah seorang Empu Tari di Pura Mangkunegaran, dan
seorang pensiunan dosen ISI Surakarta. Untuk memperkuat data
wawancara, dilakukan juga dokumentasi dan observasi pada Tari
Gambyong Pareanom.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Catatan lapangan diperlukan selama melakukan penelitian untuk
menuliskan catatan deskriptif berupa kejadian alami yang dialami, didengar,
serta dilihat oleh penulis sendiri dengan tidak memberikan pendapat
ataupun penafsiran dari peneliti terhadap suatu fenomena yang diteliti.
Catatan lainnya berupa catatan refleksi yang menunjukkan kesan, pendapat,
ataupun perkiraan peneliti tentang fenomena yang sedang dikaji. Catatan ini
nantinya akan menjadi bahan untuk menyusun rencana pengumpulan data
selanjutnya.
Selama melakukan pengumpulan data di lapangan, peneliti juga
melakukan analisis langsung di lapangan dengan mempersempit fokus
penelitian, menetapkan tipe penelitian, serta mengembangkan secara terus–
menerus pertanyaan analitik. Peneliti bertanya, mencari jawaban, lalu
menganalisisnya untuk dapat mengembangkan pertanyaan baru. Hal ini
dilakukan secara terus-menerus. Langkah selanjutnya adalah menulis
komentar menurut peneliti sendiri lalu menjajagi ide dan tema penelitian
pada subyek responden sebagai analisis penjajagan. Peneliti kemudian
membaca kembali buku atau kepusakaan lain yang relevan selama di
lapangan, untuk mengembangkan ide penulisan (Muhadjir, dalam Rijali
2018).
2. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses untuk memilih dan menyederhanakan
data mentah berdasarkan catatan lapangan (Rijali, 2018). Proses reduksi
data dilakukan secara kontinu selama penelitian masih berlangsung, hingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
data yang ingin didapatkan pada bagian permasalahan benar-benar
terkumpul. Dalam prosesnya, reduksi meliputi kegiatan meringkas data,
mengkode, menelusur tema, dan membuat gugus-gugus. Data yang telah
diperoleh kemudian direduksi dengan cara membuat transkrip wawancara,
melihat kembali dokumentasi dan catatan lapangan untuk dirangkum dan
dipilih bagian-bagian yang pokok sesuai dengan topik yang diteliti.
3. Penyajian Data
Proses ini adalah kegiatan untuk menyusun sekumpulan informasi
yang sudah direduksi sehingga nantinya memungkinkan untuk membuat
penarikan kesimpulan ataupun pengambilan tindakan. Bentuk penyajian
data kualitatif berbagai macam. Misalnya seperti catatan lapangan, grafik,
bagan, dan lain-lain. Tujuan dari penyajian data adalah untuk memudahkan
melihat data.
4. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan juga dilakukan secara kontinu seperti ketika
mereduksi data. Kesimpulan ini bersifat longgar dalam artian masih terbuka
dan skeptis, namun sudah disediakan kesimpulan. Seiring berjalannya
penelitian, kesimpulan yang awalnya belum jelas akan menjadi lebih rinci
dan “mengakar”. Kesimpulan penelitian ini berupa penjelasan sejarah dan
filosofi, aktivitas fundamental matematis, serta permasalahan kontekstual
matematika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilaksanakan melalui proses berikut ini:
1. Persiapan Penelitian
Pada awal penelitian dilakukan pembuatan proposal, menentukan
narasumber yang relevan, menentukan lokasi, membuat pedoman serta
instrumen yang akan digunakan untuk mengambil data, validasi pedoman
dan instrumen, serta mempersiapkan alat untuk mendokumentasikan hasil
dari pengambilan data.
2. Pengambilan Data Penelitian
Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara,
serta dokumentasi mengenai filosofi, aktivitas fundamental matematis, serta
permasalahan kontekstual yang dapat dibuat dari tari Gambyong Pareanom.
3. Analisis Data
Terdapat tiga tahap analisis data yaitu reduksi data, display data, dan
penarikan kesimpulan. Data yang telah diperoleh dari obervasi, wawancara,
dan dokumentasi dicek kembali agar hasil yang diperoleh dirasa cukup
valid.
4. Pembuatan Laporan
Hasil yang sudah diperoleh dan diolah kemudian disajikan dalam
bentuk laporan. Pembahasan mengenai filosofi, aktivitas fundamental
matematis, serta permasalahan kontekstual yang dapat dibuat dari tari
Gambyong Pareanom disajikan dalam bentuk laporan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti menyiapkan instrumen
pendukung penelitian yaitu pedoman observasi dan pedoman wawancara.
Kedua pedoman tersebut digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data
penelitian. Pertanyaan pada pedoman wawancara berkaitan dengan sejarah dan
filosofi, serta aspek matematis yang berkaitan dengan aktivitas fundamental
matematis. Sedangkan pada pedoman observasi, pernyataan berkaitan dengan
sejarah dan filosofi, serta terkait dengan aktivitas fundamental matematis.
Pedoman yang dibuat oleh penulis dikonsultasikan ke dosen pembimbing
kemudian dilakukan validasi instrumen. Validasi dilakukan oleh dua orang
validator yang merupakan dosen Pendidikan Matematika Universitas Sanata
Dharma namun bukan dosen pembimbing peneliti. Setelah instrumen
divalidasi dan dapat digunakan, peneliti menyiapkan alat bantu untuk merekam
suara maupun gambar atau video ketika pengambilan data. Peneliti mulai
mengambil data di lapangan dari bulan Maret 2021 hingga Juni 2021. Berikut
waktu dan kegiatan dalam penelitian ini:
Tabel 4.1. Waktu dan Kegiatan Penelitian
Waktu Penelitian Kegiatan
10 Februari 2021 – 10 Maret 2021 Penyusunan instrumen wawancara dan observasi
12 Maret 2021 – 22 Maret 2021 Validasi instrumen wawancara dan observasi
22 Maret 2021 – 27 April 2021 Revisi instrumen observasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Waktu Penelitian Kegiatan
22 Maret 2021 – 16 April 2021 Mengurus perijinan untuk melakukan penelitian di
Pura Mangkunegara
16 April 2021 Wawancara dengan Empu Tari Mangkunegaran
24 April 2021 Wawancara dengan Pensiunan Dosen ISI Surakarta
5 Juli 2021 Wawancara dengan Empu Tari Mangkunegaran
12 Juli 2021 Wawancara dengan Pensiunan Dosen ISI Surakarta
B. Penyajian Data
1. Data Hasil Wawancara
Wawancara dilakukan kepada 2 narasumber yaitu: N1 yang
merupakan penari senior Pura Mangkunegara yang juga sering menggarap
tari Gambyong Pareanom, N2 merupakan pensiunan dosen ISI Surakarta
yang juga sering menari di Pura Mangkunegara. Simbol “P” mewakili
peneliti.
a. Aspek Filosofis Tari Gambyong Pareanom
Tabel 4.2. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Latar Belakang
Kode Pertanyaan dan Jawaban
P Apa yang melatarbelakangi terciptanya tari Gambyong Pareanom?
N2
Gambyong Pareanom adalah Tari Gambyong pertama yang ada di
Mangkunegaran. Pada tahun 1950 ibu Bei Mintoraras seorang
penari Mangkunegaran, menyususn tari Gambyong Pareanom.
Sebelumnya sudah ada pertunjukkan mirip seperti Tari Gambyong,
namanya Tayub atau tledhek. Kemudian ibu Bei menyusun tari
Gambyong Pareanom berdasarkan pengetahuan yang beliau miliki
sebagai penari Mangkunegaran. Sehingga gerak-gerak dari Tari
Gambyong berasal dari Tari Srimpi, Tari Golek, dan Tari
Gambyong sendiri. Kemudian tari ini, pada tahun 1950 digunakan
untuk merayakan perkawinan Gusti Nurul, adik MN ke VIII.
Bentuk tarinya juga berbeda dengan tari Tayub.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Kode Pertanyaan dan Jawaban
P Apa yang melatarbelakangi terciptanya tari Gambyong Pareanom?
N1 Ya itu tadi, dengan kostum yang berbeda agar tidak ada anggapan
yang seperti itu tadi.
P Berarti Tari Gambyong Pareanom ini saat ini menjadi sebuah
beksan ya bu?
N1
Iya, pada prinsipnya sama. Hanya ya itu tadi, diwirengkan. Kalau
disini kan wireng itu ada maju beksan, ada gending iringannya kalau
misalnya maju beksan itu iringannya srepeg atau srampak. Ya
seperti Gambyong ini kan maju beksan nya diiringi dengan gending
ayak – ayakan. Terus ada merong gambirsawit satu gongan. Tapi
itu juga menurut kebutuhan, bisa langsung seperti Gambyong –
gambyong pada umumnya. Tidak pakai maju beksan tapi langsung
srisig.
Berdasarkan hasil wawancara dengan N1 dan N2 pada Tabel 4.2,
diperoleh informasi bahwa Tari Gambyong Pareanom pertama kali
disusun oleh Ibu Nyi Bei Mintoraras yang merupakan seorang penari di
Pura Mangkunegara. Tari ini disusun oleh beliau pada tahun 1950
dengan menggabungkan Tari Srimpi, Tari Golek, dan Tari Gambyong
sendiri. Tari ini disusun untuk menghilangkan stigma masyarakat bahwa
Tari Gambyong merupakan tarian penghibur kaum lelaki. Gerakan serta
unsur–unsur di dalamnya sudah diperhalus sehingga siapapun bisa
menarikan tari ini. Hal yang paling terlihat adalah dari segi kostum yang
mulanya menggunakan kemben kemudian diganti dengan mekak. Tari
yang sudah diperhalus (diwirengkan) ini biasa disebut sebagai beksan.
Perbedaan yang terjadi ketika suatu tari diperhalus adalah adanya bagian
tari tambahan, di awal dan di akhir. Tambahan itu adalah maju beksan
dengan iringan srepeg atau srampak. Pada Tari Gambyong Pareanom
sendiri bagian maju beksan diiringi dengan gending ayak–ayakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Penambahan bagian gerak ini hanya dipraktekan jika Tari Gambyong
Pareanom ditarikan di dalam Pura Mangkunegaran. Namun jika
ditarikan di tempat umum tidak menggunakan tambahan bagian tari,
melainkan penari langsung srisig masuk ke dalam panggung.
Tabel 4.3. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Sejarah Tari Gambyong
Pareanom
Kode Pertanyaan dan Jawaban
P Arti dari penamaan Tari Gambyong Pareanom itu apa Bu?
N2
Gambyong adalah nama untuk susunan tari itu, kemudian pareanom
itu adalah warna bendera Mangkunegara yaitu hijau kuning. Nama
Gambyong juga ada yang mengatakan bahwa diambil dari pesinden
tari yaitu Mas Ajeng Gambyong yang juga pandai menari.
P Arti dari penamaan Tari Gambyong Pareanom itu apa Bu?
N1 Dari iringannya, iringannya Gambirsawit. Kalau Pareanom itu
simbol warna dari Mangkunegaran.
Penamaan tari ini diambil dari nama seorang sinden yang juga
pandai menari yaitu Mas Ajeng Gambyong. Sedangkan nama Pareanom
berasal dari warna bendera Mangkunegara yaitu hijau kekuningan.
Penamaan Tari Gambyong biasanya juga diambil dari nama gending
yang mengiringi. Contoh lainnya seperti Gambyong Pangkur yang
diambil dari gending Pangkur.
Tabel 4.4. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Ciri Khas Tari
Gambyong Pareanom
Kode Pertanyaan dan Jawaban
P Apa yang membedakan Tari Gambyong Pareanom dengan Tari
Gambyong lainnya?
N2
Yang membedakan Tari Gambyong Pareanom, jika ditarikan di
ndalem Mangkunegaran itu ada bagian maju beksan dulu, kapang –
kapang, lalu sembahan, lalu sabetan, dan lumaksana, trisig, baru
gawang beksan terus ada sembahan dan ada laras. Sedangkan kalau
ditarikan diluar Pura Mangkunegaran biasanya langsung trisig
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Kode Pertanyaan dan Jawaban
langsung jadi kebar. Demikian juga untuk pulangnya (penari keluar
dari panggung) ada jengkeng dan sembahan.
P Apa yang membedakan Tari Gambyong Pareanom di
Mangkunegaran dengan yang di ISI atau diluar?
N1
Yang membedakan itu bisa dari durasinya, menurut kebutuhan.
Kalau di Mangkunegaran biasanya pakai merong, sembahan, lalu
merong gambyong. Kalau yang diluar itu sebenarnya juga ada yang
seperti itu, tapi Gambyong Gambirsawit. Tapi prinsipnya sama.
Hanya iringannya yang berbeda. Gerakannya juga berbeda menurut
sekarannya.
P : Berarti kalau di Kasunanan juga ada Gambyong Pareanom ya bu?
N1:
Mungkin saja, tapi kalau di sana tidak sering dipentaskan. Karena
kalau keraton sendiri kan sudah punya Bedhaya, Srimpi, yang
banyak. Jadi mungkin ciri khasnya kalau pentas mengeluarkan
Gambyong, ini sudah umum. Kalau Gambyong kan sifatnya umum.
Kalau Bedhaya, Srimpi itu kan identik dengan Keraton. Jadi
mungkin Keraton sendiri lebih memilih Bedhaya, Srimpi itu
daripada Gambyong.
Kekhasan dari Tari Gambyong Pareanom adalah jika ditarikan
di Pura Mangkunegara ada tambahan iringan dan gerakan untuk
sembahan. Tetapi jika tari ini ditarikan diluar Pura Mangkunegara
biasanya langsung ke urutan gerak tarian tanpa ada sembahan. Pada
prinsipnya gerakan pada Tari Gambyong Pareanom dengan Tari
Gambyong lainnya hampir sama. Namun, menjadi beda karena
iringannya berbeda sehingga rangkaian gerak (urutan gerak) menjadi
berbeda. Apalagi jika tari ini hendak digunakan untuk pertunjukan di
luar Pura Mangkunegara yang tentunya perlu untuk menyesuaikan
dengan durasi waktu yang diberikan. Sehingga rangkaian gerak Tari
Gambyong Pareanom juga bisa diubah sesuai dengan durasi waktu
pertunjukan. Tari Gambyong Pareanom menjadi ciri khas Pura
Mangkunegaran, hal ini karena Keraton Kasunanan sudah memiliki tari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
mereka sendiri seperti Tari Bedhaya dan Tari Srimpi. Sedangkan Pura
Mangkunegaran sebagai salah satu sistem pemerintahan kerajaan yang
berada di bawah Keraton tidak diperkenankan memiliki tarian seperti
Tari Bedhaya dan Tari Srimpi.
Tabel 4.5. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aturan – aturan Tari
Gambyong Pareanom
Kode Pertanyaan dan Jawaban
P Bagaimana aturan-aturan pada Tari Gambyong Pareanom?
N2
Pada tahun 1974, ibu Mintoraras memadatkan Tari Gambyong
Pareanom yang sudah ada. Sehingga Tari Gambyong Pareanom
yang ada hingga saat ini sudah dipadatkan tidak seperti Tari
Gambyong Pareanom pada tahun 1950. Pada saat itu motif gerakan
mengikuti kendang. Namun kini sudah disusun bentuk tarian
sehingga kendang (musik) yang mengikuti penari. Untuk sikap
badan, semua tari pasti memiliki aturannya. Ketika menari ya sikap
badan harus menunjukkan bahwa dia akan menari.
N1
Oiya, kalau itu aturan–aturan dalam menari. Itu kan juga ada
pakemnya. Tapi kalau untuk riasan ya menurut zaman. Kalau yang
zaman dulu hanya sederhana, tetapi kalau sekarang sudah ada
pelajaran rias, pelajaran sanggul, pelajaran berbusana. Jadi kan
menurut zaman sekarang. Kalau riasan Gambyong itu beda dengan
wireng. Kalau wireng kan riasannya tebal sedikit karena untuk
balance dengan pakaian. Karena kan pakai jamang, irah – irahan.
Itu kalau terlalu tipis tidak terlihat. Tapi kalau Gambyong pakai
sanggul itu sebaiknya tidak seperti wireng supaya lebih natural.
Sehingga cocok dengan busana.
P Berarti penari bisa siapa saja ya bu?
N1
Iya bisa, makanya Gambyong di wireng-kan itu supaya siapa saja
bisa menarikan. Walaupun orang biasa ataupun orang Keraton,
anak-anak sentono. Itu kan maksud dari Mbah Bei itu seperti itu.
Berbeda dengan Bedhaya Ketawang itu syaratnya tidak bisa
diganggu gugat. Harus masih gadis, harus bersih, dan lain-lain.
P Kalau ditinjau dari Hasta Sawanda bagaimana Bu?
N2
Hasta Sawanda itu kan terdiri dari pacak, pancat, ulat, lulut, luwes,
wiled, irama,dan gending. Kalau mau ditinjau dari situ ya bisa saja.
Pacaknya bagaimana, pancatnya bagaimana, dan seterusnya. Hasta
Sawanda biasanya digunakan untuk melihat kepenarian seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Kode Pertanyaan dan Jawaban
N1
Kalau orang yang penelitian pasti mencari tentang itu, tetapi saya
kan praktisi saja ataupun pengajar. Jadi saya mengajarkan apa yang
sudah saya peroleh diajarkan lagi. Jadi saya lebih ke praktik.
P Kalau dari busana sendiri apakah ada aturannya bu?
N1
Kalau pakai mekak sampurnya, kombinasi warna yang bagus. Kalau
biru ya dikasih merah seperti itu. Disini kalau dandan wireng itu
biasanya sama (sesuai aturan), tapi kalau yang pakai kemben itu
istilahnya di sekadi. Jadi menggunakan perpaduan warna.
Berdasarkan Tabel 4.5, pada mulanya Tari Gambyong Pareanom
adalah tarian yang belum memiliki aturan rangkaian gerak. Penari perlu
untuk menampilkan gerakan tari yang sesuai dengan iringan terutama
irama dari kendang. Kemudian pada tahun 1950 disusun sebuah
rangkaian gerak dengan iringan yang mengikuti gerakannya yang
hingga saat ini dikenal sebagai Tari Gambyong Pareanom. Pada tahun
1974 Ibu Bei Mintoraras memadatkan rangkaian gerak Tari Gambyong
Pareanom. Sehingga Tari Gambyong Pareanom yang biasa ditarikan
hingga saat ini adalah rangkaian tari yang sudah dipadatkan.
Gambyong Pareanom merupakan sebuah tari yang diperhalus
karena diambil dari beberapa rangkaian gerak tari dan pada mulanya
merupakan tarian penghibur. Untuk menunjukkan bahwa tari ini sudah
diperhalus, busana yang dikenakan oleh penari menjadi lebih halus juga.
Pada awalnya busana untuk tari ini adalah kemben kemudian diganti
dengan mekak. Hal ini juga bertujuan agar Tari Gambyong Pareanom
dapat ditarikan oleh semua orang. Namun pada prinsipnya
menggunakan kemben atau mekak sama saja jika ditarikan di luar Pura
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Mangkunegara. Komposisi warna juga tidak harus selalu hijau
kekuningan sesuai dengan namanya, namun bisa dipadukan agar indah.
Hasta Sawanda (delapan ketentuan normatif dalam menari) saat
ini tidak terlalu diterapkan dalam menari. Namun, jika ingin melihat
kepenarian seseorang bisa menggunakan Hasta Sawanda sebagai
pedoman untuk menilainya. Berdasarkan wawancara dengan N1 pada
Tabel 4.5, diketahui juga bahwa biasanya seorang praktisi lebih
mengarah pada hal–hal praktikal. Sedangkan untuk teori seperti Hasta
Sawanda menjadi nilai tambah jika seorang penari mampu
menerapkannya.
Untuk dapat menarikan Gambyong Pareanom tidak diperlukan
syarat khusus seperti Tari Bedhaya Ketawang. Penari tidak harus
seorang gadis serta syarat-syarat lainnya. Beberapa tari klasik juga
memerlukan ritual khusus seperti berpuasa. Namun untuk Tari
Gambyong Pareanom dibuat agar semua orang dapat menarikannya.
Tabel 4.6. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Pandangan Masyarakat
Kode Pertanyaan dan Jawaban
P Bagaimana pandangan masyarakat Surakarta mengenai Tari
Gambyong Pareanom ini?
N2
Sekarang Tari ini sudah sangat memasyarakat, bahkan semua yang
belajar menari pasti bisa menari Gambyong. Apalagi disini ada
perayaan HTD (Hari Tari Sedunia) yang diikuti 5000 orang. Saya
sendiri sudah menggarap tari ini untuk masal pada tahun 1977 untuk
FFI, pembukaan Tirtonadi, pembukaan Stadion Manahan,
pembukaan Pasar Klewer, pembukaan stadion di Bojonegoro, 100
tahun Kartini, Tanjungmas, untuk hari jadi Jakarta dan banyak
lainnya. Untuk pembukaan dan penyambutan tamu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Kode Pertanyaan dan Jawaban
P Bagaimana pandangan masyarakat Surakarta mengenai Tari
Gambyong Pareanom ini?
N1
Kalau pandangan itu bedanya dari wiled, kalau orang yang belajar
tari gaya nya itu ada perbedaan. Tari Gambyong Pareanom hingga
saat ini masih sering ditampilkan di berbagai acara oleh masyarakat,
jadi masyarakat masih mengenal tari ini hingga saat ini.
Tari Gambyong Pareanom hingga saat ini masih dikenal oleh
masyarakat bahkan tidak jarang ditampilkan sebagai tarian pembuka
untuk berbagai acara. Apalagi tari ini sudah menjadi tari yang bisa
ditarikan oleh siapa saja.
Tabel 4.7. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Makna Tari Tari
Gambyong Pareanom
Kode Pertanyaan dan Jawaban
P Cerita yang ingin disampaikan dari Tari Gambyong Pareanom itu
apa Bu?
N2
Menceritakan tentang keluwesan, menggambarkan remaja yang
sedang berhias, sifat-sifat remaja yang bergembira, luwes, lincah,
kenes, yang membuat penonton jadi sengsem.
P Cerita yang ingin disampaikan dari Tari Gambyong Pareanom ini
apa ya bu?
N1
Cerita ya gerakan dari perempuan, seorang putri yang sedang
berdandan, berhias, dan bermain, berbusana. Seperti gerakan ini
(mempraktekkan gerakan), ini trap pendu ini kan seperti memakai
sabuk (ikat pinggang). Terus kalau ini (mempraktekkan gerakan)
kan jelas seperti berdandan. Ya seperti itu gambaran-gambarannya.
Berdasarkan Tabel 4.7, makna atau cerita yang ingin
disampaikan dari Tari Gambyong Pareanom adalah seorang remaja putri
yang sedang berhias, bermain, dan berbusana. Sehingga tari ini
cenderung menampilkan sifat-sifat seorang remaja putri yang gembira,
luwes, lincah, kenes, dan lain-lain. Sifat dari tarian ini adalah untuk
membuat penonton menjadi sengsem (senang, tertarik).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Tabel 4.8. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Pola Lantai Tari
Gambyong Pareanom
Kode Pertanyaan dan Jawaban
P Pola lantai yang biasa digunakan untuk Tari Gambyong Pareanom
secara berkelompok bagaimana Bu?
N2
Pola lantainya macam–macam, tergantung. Saya sendiri kalau
menggarap kelompok, kadang bisa beda–beda. Tergantung tempat
yang digunakan dan juga kondisi saat itu. Bisa kotak, bisa
melingkar, bisa memanjang, bisa melebar, semuanya bisa.
N1
Biasanya dibuat supaya dilihat enak, tergantung juga berapa banyak
orangnya. Tapi kalau yang biasa digunakan disini itu namanya
prapatan atau kupat. Jadi depan, kanan, kiri, dan belakang. Kalau
biasa untuk latihan itu kita tidak membuat pola lantai yang macam-
macam. Kalau pentas beda lagi, pola lantainya digarap enaknya
bagaimana.
Tari Gambyong Pareanom dapat ditarikan secara tunggal
maupun berkelompok. Ketika tari ini ditarikan secara berkelompok,
maka bisa dibuat pola lantai. Pola lantai bermacam-macam bentuknya.
Penyusunan pola lantai didasarkan pada besarnya panggung serta
jumlah penari. Hal ini perlu diperhatikan agar penari mendapatkan
ruang yang cukup untuk bergerak. Sehingga penari tidak akan
bersenggolan dan gerakan dapat ditampilkan dengan indah.
Pola lantai yang biasa digunakan adalah prapatan atau kupat.
Posisinya satu penari di depan, satu penari di belakang, satu penari di
sisi kanan, dan satu penari di sisi kiri. Pola ini biasa digunakan untuk
latihan menari karena pola nya sederhana. Namun jika akan digunakan
untuk pentas, biasanya pola lantai akan dibuat sedemikian rupa dengan
tetap memperhatikan kenyamanan gerak dan keindahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Tabel 4.9. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Perkembangan Tari
Gambyong Pareanom
Kode Pertanyaan dan Jawaban
P Bagaimana perkembangan Tari Gambyong Pareanom terutama
pada busana dan aksesoris?
N2
Perkembangan pada busana, di Mangkunegaran menggunakan
wireng tapi biasanya untuk Gambyong Pareanom itu hijau atau
kuning. Jadi mekak nya itu hijau lalu seledang (sampur) nya itu
kuning. Terus pakai jamang. Motif jarik yang biasa dipakai adalah
lereng. Bisa parangkusuma, parang garis. Motif dari sampur yang
biasa digunakan adalah gendholo giri. Bisa juga polos. Sampur
diletakkan dipinggang karena menggunakan mekak. Kalau untuk
aksesoris sebenarnya tidak ada perubahan. Hanya apakah ada atau
tidak. Tergantung keburtuhan juga. Tapi kalau bisa ya komplit.
P Bagaimana perkembangan Tari Gambyong Pareanom hingga saat
ini?
N1
Gambyong Pareanom Mangkunegaran itu dulu sebenarnya sama
seperti Gambyong–Gambyong yang lain, dengan kostum yang
kemben itu sama. Perkembangan selanjutnya, karena disini kalau
dari cerita guru saya Nyi Bei Mintoraras, Gambyong Pareanom
Mangkunegaran sekarang memang dari kostum dan iringan agak
berbeda dengan yang berkembang di luar Mangkunegaran.
Kostumnya itu pakai mekak, jamang, jadi tidak sanggul dan tidak
kemben. Itu karena Gambyong itu di Mangkunegaran dibuat seperti
wireng. Jadi kostumnya wireng terus iringannya, maju beksannya
ada ayak–ayakan. Jadi Gambyong yang di wirengkan, supaya
anggapan banyak orang kalau Gambyong yang kembenan, yang
pakai sanggul itu istilahnya nledheki (taledhek). Supaya
anggapannya tari ini adalah beksan.
P Motif jarik yang biasa digunakan untuk Tari Gambyong Pareanom
itu apa ya Bu?
N1
Biasanya motifnya parang. Kalau kemben motif kainnya jumputan.
Tapi sekarang sudah banyak modifikasi karena sudah banyak kain
yang bagus dan lebih modern. Kalau digunakan diluar tidak
masalah, kalau disini kemben ya harus pakai yang jumputan.
Berdasarkan Tabel 4.9, perkembangan dari Tari Gambyong
Pareanom dari segi busana adalah yang paling jelas terlihat. Hal ini
karena pada awalnya busana yang digunakan untuk tari ini adalah
kemben yang kurang mencerminkan budaya keraton. Pakaian kemudian
disesuaikan dengan kaidah-kaidah istana, yaitu menggunakan mekak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
b. Aktivitas Counting pada Tari Gambyong Pareanom
Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan
aktivitas counting pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris Tari
Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti
memberikan kode sebagai berikut:
1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas counting
pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.
2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas counting
pada pola lantai Tari Gambyong Pareanom.
3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas counting
pada busana Tari Gambyong Pareanom.
4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas counting
pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
Misalnya untuk kode C.a.3, artinya data aktivitas counting pada
gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.
Tabel 4.10. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Counting
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
P Ada berapa bagian gerakan pada Tari Gambyong
Pareanom?
Ca.1
N1
Sembahan dalem, sembahan tari 1 x 8, sabetan 2 x 8,
lumaksono 3 x 8, srisig ke gawang beksan 3 x 8, sembahan
3 x 8, laras 4 x 8, (kebar) ulap-ulap 4 x 8, srisig 2 x 8, laras
3 x 8, trap slepe 4 x 8, srisig 2 x 8, (kebar) laras 4 x 8, tasikan
(trap imba) 4 x 8, srisig 2 x 8, bathangan 8 x 8, pilesan 8 x
8, srisig 1 x 8, laku telu 4 x 8, selanan 1 x 8, ogek lambung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
5 x 8, seblak tatapan 1 x 8, gajah ngoleng 8x 8, magak 4 x
8, srisig 2 x 8, (kebar) ngilo asta 4 x 8, srisig 2 x 8, atur-atur
4 x 8, srisig 2 x 8, ulap sangga siku 4 x 8, srisig 2 x 8, enjer
ridong sampur kanan kiri 3 x 8, selanan 1 x 8, tidak tahu
namanya 2 x 8, srisig 1 x 8, wedi kengser sampir sampur
kanan 4 x 8, selanan 1 x 8, wedi kengser sampir sampur kiri
1 x 8, srisig 1 x 8, entragan 3 x 8, tidak tahu namanya 6 x 8,
srisig 3 x 8 sembahan joget, sembahan dalem.
P Bagaimana cara menghitung ketukan pada Tari Gambyong
Pareanom?
C.a.2
N1 Sama dengan iringannya. Kalau Gambyong itu kan
misalnya merong satu gongan itu terdiri dari berapa
hitungan, terus kebar misalnya 2 x 8 hitungan. Seperti itu.
P Kalau hitungan yang lambat dan yang cepat itu bagaimana
bu? C.a.3
N1 Ya sama, harus menyesuaikan dengan kenong dan gong.
Kan hitungannya tetap harus sama dengan gendingnya.
P Bagaimana cara menghitung ketukan saat penari akan
melakukan perpindahan (peralihan) pola lantai?
C.b.1
N1
Perpindahan gerakan itu di hitungan delapan, sesuai dengan
iringannya. Karena ada yang perpindahan itu di hitungan
dua, atau malah mendahului. Mendahului iringan ini
biasanya disebut nggandul.
P Kalau untuk penggunaan jarik itu diwiru berapa kali bu? C.c.1
N2
Tergantung panjang kain, kalau kainnya panjang ya
biasanya (wiru) lebih banyak. Yang jelas kalau dipakai
untuk berjalan atau untuk srisig itu jangan sampai mbiyak
(terbuka). Mewiru jarik juga disesuaikan dengan badan si
penari.
P Kalau untuk penggunaan jarik itu diwiru berapa kali bu?
N1 Wiru itu banyaknya 12, tapi juga menyesuaikan dengan
kebutuhan.
P Apa saja macam-macam aksesoris yang digunakan pada
Tari Gambyong Pareanom serta jumlahnya?
C.d.1
N1
Grudo, sunduk jungkat, sunduk mentul, kantong sanggul,
kalung, sumping, subang, kelat bahu, gelang, dan ikat
pinggang. Sunduk mentul bisa satu atau tiga, tapi biasanya
satu saja cukup karena untuk mengisi kekosongan di grudo
yang terbuka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
c. Aktivitas Measuring pada Tari Gambyong Pareanom
Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan
aktivitas measuring pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris
Tari Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti
memberikan kode sebagai berikut:
1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas measuring
pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.
2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas measuring
pada pola lantai Tari Gambyong Pareanom.
3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas measuring
pada busana Tari Gambyong Pareanom.
4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas measuring
pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
Misalnya untuk kode L.a.3, artinya data aktivitas measuring
pada gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.
Tabel 4.11. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Measuring
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
P Berapa besar sudut yang dibentuk tangan/kaki saat
melakukan gerakan?
M.a.1
N1
Ada gerakan tangan yang membentuk sudut siku-siku,
misalnya ketika ngerayung dan lain-lain. Ada juga gerakan
tangan yang lurus misalnya pada gerakan menthang.
P Berapa jarak antara tangan/badan/kaki saat penari
melakukan gerakan? M.a.2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
N1
Jaraknya ditengah-tengah. Kalau gaya Yogyakarta lebih
tegas, lurus, dan jauh dari badan. Sedangkan gaya
Kasunanan itu, untuk tangan diletakkan di dekat cethik.
Nah, kalau gaya Mangkunegaran ini tangan tidak terlalu
dekat tetapi juga tidak terlalu jauh. Begitu pula untuk sikap
badannya. Kalau Yogyakarta tegak, kalau Kasunanan
mayuk (condong ke depan). Nah, kalau Mangkunegaran ini
tidak terlalu tegak tetapi juga tidak terlalu mayuk.
P Seberapa jarak antar penari jika Tari Gambyong Pareanom
ditarikan secara berkelompok? M.b.1
N1 Jaraknya kira-kira penari bisa leluasa menari tetapi tidak
terlalu berjauhan. Sekitar 1 meter.
P Apakah jarak antar penari harus sama? M.b.2
N1 Ya kira-kira sama
P Berapa besar panggung yang sesuai untuk Tari Gambyong
Pareanom? M.b.3
N1 Kalau untuk 4 orang penari ya setidaknya 4 x 4 meter itu
sudah cukup.
P Berapa ukuran jarik dan selendang yang digunakan untuk
menari Gambyong Pareanom?
M.c.1
N1
Jarik itu kalau dulu ukurannya 2 kacu luwih separo. Kalau
sekarang ya kira-kira 2,5 meter x 1 meter. Kalau jarik itu
2,5 meter x 50 cm, tapi kalau penarinya tinggi ya 3 meter.
P Melilitkan jariknya seperti apa bu?
M.c.2 N1
Asal dipakai nyaman. Jangan terlalu kencang nanti
tidak bisa srisig
P Berapa jarak antar aksesoris yang digunakan?
M.d.1 N1
Jarak sunduk jungkat dan sunduk mentul itu ya kira-kita
tidak tumpang tindih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
d. Aktivitas Designing pada Tari Gambyong Pareanom
Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan
aktivitas designing pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris Tari
Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti
memberikan kode sebagai berikut:
1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas designing
pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.
2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas designing
pada pola lantai Tari Gambyong Pareanom.
3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas designing
pada busana Tari Gambyong Pareanom.
4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas designing
pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
Misalnya untuk kode D.a.3, artinya data aktivitas designing pada
gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.
Tabel 4.12. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Designing
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
P
Bagaimana cara untuk menggarap Tari Gambyong
Pareanom agar tidak menghilangkan nilai-nilai luhur di
dalamnya?
D.a.1
N1
Disesuaikan dengan kebutuhan pentas, minta durasi berapa,
penari berapa, yen penarinya ini berkaitan dengan pola
lantai. Kalau durasi berkaitan dengan komposisi
kembangan. Kalau bicara tentang tari dan kesenian jangan
durasi terlalu dipotong jadi pendek sekali. Kecuali kalau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
dibuat medley jadi hanya diambil bagiannya saja. misal tari
nusantara begitu, gambyong diambil 2-5 menit. Tapi kalau
utuh umumnya sekitar 15 menit.
P Kalau menari berkelompok biasanya pola lantainya
bagaimana bu? D.b.1
N1 Pola lantai itu biasanya dibuat supaya dilihat enak,
tergantung juga dengan berapa banyak penari
P Apa saja pola lantai yang biasa digunakan pada Tari
Gambyong Pareanom?
D.b.2
N1
Kalau disini itu namanya prapatan. Bentuknya kupat,
depan, kanan-kiri, belakang. Seperti Srimpi itu. Kalau
hanya latihan saja biasanya menggunakan pola lantai itu
karena tidak membuat pola lantai yang macam – macam.
Jadi kalau srisig, yang sini pindah sini. Ini kalau latihan.
Kalau pentas lain. Pakai pola lantai yang digarap
bagaimana enaknya.
P Motif apa saja yang ada pada kain/selendang Tari
Gambyong Pareanom?
D.c.1
N2 Kalau motif jarik itu biasanya parang. Kalau sampurnya itu
gendalagiri
P Kalau motif dari kain yang digunakan biasanya apa bu?
N1
Kalau kain jarik itu ya biasanya motif parang, kebanyakan
parang. Kecuali tarian yang membawakan karakter,
misalnya kalau wayang itu disesuaikan dengan
karakternya. Tinggal seberapa besar parangnya. Tapi kalau
bisa untuk menari itu jangan menggunakan parang barong,
karena parang barong itu punya Raja.
P Motif batik apa saja yang biasa digunakan untuk jarik Tari
Gambyong Pareanom? D.c.2
N2 Motif parang
P Apa saja motif/corak yang ada pada setiap aksesoris Tari
Gambyong Pareanom? D.d.1
N1 Kalau corak itu bebas, asalkan aksesorisnya tetap ada.
Misalkan gelang tidak harus motif ular, tapi bisa yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
e. Aktivitas Locating pada Tari Gambyong Pareanom
Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan
aktivitas locating pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris Tari
Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti
memberikan kode sebagai berikut:
1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas locating
pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.
2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas locating
pada pola lantai Tari Gambyong Pareanom.
3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas locating
pada busana Tari Gambyong Pareanom.
4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas locating
pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
Misalnya untuk kode L.a.3, artinya data aktivitas locating pada
gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.
Tabel 4.13. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Locating
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
P Dimana sebaiknya posisi tangan, kaki, dan badan penari
saat melakukan gerakan Tari Gambyong Pareanom? L.a.1
N2 Posisi tangan itu biasanya sekitar satu kepal tangan dari
badan. Posisi badan sedikit mayuk.
P Kalau untuk pandangan mata bagaimana bu? L.a.2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
N1
Pandangan mata mengikuti arah gerakan tangan, jadi
tidak boleh melihat ke depan, apalagi melihat ke
penonton.
P Bagaimana posisi penari saat menarikan Tari Gambyong
Pareanom? L.b.1
N1 Posisinya tidak mepet dengan luar panggung tetapi juga
tidak terlalu didalam.
P Dimana letak selendang yang digunakan penari?
L.c.1 N1
Kalau di Mangkunegaran itu sampur di pinggang, tapi
kalau diluar bisa diletakkan di bahu kanan.
P Wiru diletakkan disebelah mana? L.c.2
N1 Wiru itu diletakkan dari sebelah kiri.
P Dimana letak masing-masing aksesoris yang dipakai oleh
penari?
L.d.1
N1
Jamang, sunduk jungkat, sunduk mentul, grudo, kantong
gelung itu di kepala. Subang dan sumping di telinga. Kelat
bahu di bahu. Kalung di leher. Ikat pinggang di pinggang,
dan gelang di tangan.
f. Aktivitas Playing pada Tari Gambyong Pareanom
Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan
aktivitas playing pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris Tari
Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti
memberikan kode sebagai berikut:
1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas playing pada
gerakan Tari Gambyong Pareanom.
2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas playing pada
pola lantai Tari Gambyong Pareanom.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas playing pada
busana Tari Gambyong Pareanom.
4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas playing pada
aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
Misalnya untuk kode P.a.3, artinya data aktivitas playing pada
gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.
Tabel 4.14. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Playing
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
P Apakah ada aturan untuk gerakan Tari Gambyong
Pareanom?
P.a.1
N1
Gerakan tangan tidak terlalu dekat dengan badan tetapi juga
tidak terlalu jauh dari badan. Sikap badan tidak tegak tetapi
juga tidak terlalu mayuk (condong ke depan).
P Bagaimana aturan untuk pola lantai Tari Gambyong
Pareanom? P.b.1
N1 Pola lantainya semua penari harus terlihat, tidak saling
menutupi
P
Bagaimana strategi agar ketika penari akan berpindah pola
lantai, penari satu dengan yang lain tidak saling
bertubrukan? P.b.2
N1 Dengan membuat pola lantai yang sesuai dan
memperkirakan jarak satu sama lain ketika berpindah posisi
P Apakah ada aturan untuk lilitan jarik atau selendang?
P.c.1 N1
Jarik tidak boleh terlalu kencang ataupun terlalu longgar
karena dapat mengganggu gerakan penari.
P Bagaimana cara melilitkan jarik yang benar?
P.c.2 N1
Bagian pertama lebih pendek dari lilitan selanjutnya.
Dililitkan dari kiri menutup ke arah kanan.
P Bagaimana cara agar selendang tidak terlalu panjang? P.c.3
N1 Ada caranya, jadi ditali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
P Ada aturan untuk modifikasi pakaian tidak bu?
P.c.4 N1
Kalau di luar tidak ada aturan, kalau di Mangkunegaran ya
itu tadi. Kalau mekak ya warnanya hijau atau atau merah
dan seterusnya.
P Apa saja aturan-aturan penggunaan aksesoris? P.d.1
N1 Tidak ada
g. Aktivitas Explaining pada Tari Gambyong Pareanom
Melalui wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan
aktivitas explaining pada gerakan, pola lantai, busana, dan aksesoris
Tari Gambyong Pareanom. Untuk memudahkan analisis data, peneliti
memberikan kode sebagai berikut:
1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas explaining
pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.
2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas explaining
pada pola lantai Tari Gambyong Pareanom.
3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas explaining
pada busana Tari Gambyong Pareanom.
4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas explaining
pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
Misalnya untuk kode E.a.3, artinya data aktivitas explaining
pada gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor urutan 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel 4.15. Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Aktivitas Explaining
Kode Pertanyaan dan Jawaban Kode
Data
P Apa makna dari gerakan-gerakan Tari Gambyong
Pareanom?
E.a.1
N2
Sesuai di bab 2
Merong, gerak merong ini mengungkap bayi yang masih
dalam kandungan yang tidak dapat bergerak dengan bebas,
maka geraknnya hanya dilakukan ditempat. Batangan,
mengungkapkan bayi sebelum lahir akan dibatang besok
kalau lahir laki-laki ataukah perempuan. Pilesan
mengungkap bayi sesudah lahir dididik agar kelak menjadi
orang yang baik. Laku telu mengungkap kehidupan yang
dialami oleh manusia yaitu lahir, dewasa, dan tua.
Menthogan mengungkapkan orang yang sudah tua apabila
berjalan sudah tidak pantas dilihat, maka gerakannya
disamakan sepeti menthog. Wedhi kengser mengungkap
orang yang mendekati akan meninggal, maka kaitannya
dengan iringan agak seseg dan akhirnya suwuk. Entragan
pada akhir tari mengungkapkan hembusan nafas terakhir
dari ritme yang cepat kemudian semakin melambat.
P Apa makna dari pola lantai Tari Gambyong Pareanom? E.b.1
N1 Tidak ada maknanya
P Apa makna dari pakaian Tari Gambyong Pareanom? E.c.1
N1 Menggambarkan seorang wanita yang sedang berhias
P Itu ada artinya tidak bu? (penempatan selendang di bahu
kanan jika menggunakan kemben) E.c.2
N1 Ya supaya tidak ewuh, agar nyaman
P Apa makna penggunaan aksesoris?
E.d.1 N2
Tidak ada maknanya. Itu kan bebas, tidak pakai juga tidak
apa-apa. Asalkan kalau pakaian mekak itu kalau di
Mangkunegaran ya hijau dan sampurnya kuning.
2. Data Hasil Observasi
Melalui observasi secara langsung di Pura Mangkunegaran ketika
ada latihan Tari Gambyong Pareanom setiap hari Rabu dan Sabtu, serta
melalui video-video Tari Gambyong Pareanom yang ada di Youtube
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
peneliti menemukan topik-topik seperti pada tabel 4.16. Untuk
memudahkan analisis data, peneliti memberikan kode sebagai berikut:
1. Kode “a” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas counting Tari
Gambyong Pareanom.
2. Kode “b” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas measuring Tari
Gambyong Pareanom.
3. Kode “c” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas designing Tari
Gambyong Pareanom.
4. Kode “d” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas locating Tari
Gambyong Pareanom.
5. Kode “e” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas playing Tari
Gambyong Pareanom.
6. Kode “f” digunakan untuk menunjukkan data aktivitas explaining Tari
Gambyong Pareanom.
Misalnya untuk kode O.a.3, artinya data hasil observasi terhadap
aktivitas counting pada gerakanTari Gambyong Pareanom dengan nomor
urutan 3.
T = Teramati
TT = Tidak Teramati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Tabel 4.16. Hasil Observasi
No. Aspek yang
diamati
T TT Keterangan Kode
Data
1. Ada perhitungan
ketukan pada
setiap gerakan
Tari Gambyong
Pareanom
√ Ketukan sesuai dengan
iringan musik, sesuai irama,
kecepatan, dan ketukannya O.a.1
2. Terbentuk
sudut/jarak pada
tangan/kaki saat
melakukan
gerakan
√ Ada gerakan menthang,
dimana tangan lurus. Ada
gerakan ngithing, dan lain-
lain
O.b.1
3. Adanya bentuk
aktivitas sehari-
hari pada gerakan
pada tangan, kaki,
atau badan
√ Ada gerakan menyerupai
seorang wanita yang sedang
bercermin, ada gerakan
seorang wanita yang sedang
menggunakan ikat pinggang,
ada gerakan seorang wanita
yang sedang mengurai
rambutnya, dan lain-lain
O.c.1
4. Terlihat
penempatan
tangan, kaki, dan
badan penari
√ O.d.1
5. Penari melakukan
gerakan sesuai
aturan-aturan pada
Tari Gambyong
Pareanom
√ Badan tidak terlalu tegak dan
tidak terlalu mayuk, gerakan
kaki srimpet dan bukan
debeg atau gejug.
O.e.1
6. Tersirat makna
dari gerakan
TariGambyong
Pareanom
√ Terlihat gerakan seperti
seorang perempuan yang
sedang berhias.
O.f.1
7. Ada perhitungan
ketukan ketika
perpindahan pola
lantai
√ Perpindahan pola lantai
maupun perpindahan antar
gerak dilakukan pada
hitungan ke delapan.
O.a.2
8. Ukuran panggung
ideal untuk menari
√ Tari dilakukan di pendopo
dengan ukuran
O.b.2
9. Macam-macam
pola lantai yang
mungkin dibentuk
√ Ada berbagai pola lantai
yang mungkin dibuat, pola
lantai bukanlah suatu
O.c.2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
No. Aspek yang
diamati
T TT Keterangan Kode
Data
untuk 1 atau lebih
penari
keharusan. Pola lantai
digunakan agar lebih indah
dalam penyajiannya. Jika
tidak menggunakan pola
lantai, penari akan berpindah
dari saka satu ke saka yang
lainnya.
10. Posisi antar penari
di panggung
terlihat dengan
jelas
√ O.d.2
11. Penari melakukan
pola lantai sesuai
rancangan
√ Pola lantai dirancang
sebelum pementasan, jika
penari tidak melakukan pola
lantai yang sudah dirancang
sebelumnya maka bisa
menyebabkan tabrakan antar
penari atau kekacauan pola
lantai. Pembuatan pola lantai
juga dilakukan dengan
memperhitungkan ketukan
dari iringan, besar
pangggung, serta jumlah
penari.
O.e.2
12. Terdapat makna
dari pola lantai
yang dibentuk
√ Pola lantai dibuat untuk
keindahan, diberikan level
agar semua penari dapat
terlihat dengan jelas oleh
penonton.
O.f.2
13. Ada wiru pada
jarik
√ O.a.3
14. Ukuran jarik
penari ideal untuk
menari
√ O.b.3
15. Terlihat motif
pada jarik dan
sampur penari
√ O.c.3
16. Wiru jarik dan
selendang pada
penari diletakkan
dengan benar
√ O.d.3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
No. Aspek yang
diamati
T TT Keterangan Kode
Data
17. Cara pemakaian
jarik dan
selendang agar pas
√ O.e.3
18. Tersirat makna
dari busana Tari
Gambyong
Pareanom
√ Menggunakan pakaian
keseharian perempuan Jawa
O.f.3
19. Macam-macam
aksesoris dan
jumlahnya
√ Jamang 1, sunduk jungkat 1,
sunduk mentul 1, kantong
gelung 1, grudo 1, sumping
sepasang, giwang sepasang,
kalung 1, kelat bahu
sepasang, bros di mekak 1,
ikat pinggang 1, sampur 1,
gelang sepasang
O.a.4
20. Posisi antara
masing-masing
aksesoris (contoh:
posisi antara
sunduk mentul
satu dengan yang
lain)
√ Posisi sunduk mentul untuk
mengisi kekosongan grudo
yang terbuka ke atas, sunduk
mentul menghadap ke depan.
Antara sunduk jungkat dan
sunduk mentul diberikan
jarak karena sunduk jungkat
memiliki gerigi yang
menghadap ke belakang
(arah sunduk mentul).
O.b.4
21. Terlihat
corak/motif
aksesoris
√ O.c.4
22. Terlihat
penempatan
masing-masing
aksesoris
√ O.d.4
23. Terdapat aturan-
aturan dari
penggunaan
aksesoris
√ O.e.4
24. Tersirat makna
aksesoris yang
digunakan penari
√ Tidak ada O.f.4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
3. Data Hasil Dokumentasi
a. Gerakan Tari Gambyong Pareanom
Gambar 4.1. Sembahan Dalem
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.2. Srisig dari gawang
pertama ke gawang beksan
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.3. Sembahan Joget
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.4. Ulap – ulap
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.5. Trap Pending
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.6. Tasikan
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.7. Selanan
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.8. Batangan
(sumber:Oengaran Menari)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Gambar 4.9. Pilesan
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.10. Laku Telu
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.11. Ogek Lambung
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.12. Ukel Pakis
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.13. Gajah Ngoleng
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.14. Kawilan Kengseran
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.15. Ngilo Asta
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.16. Atur – atur
(sumber:Oengaran Menari)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Gambar 4.17. Sangga Ulap
(sumber:Oengaran Menari) Gambar 4.18. Menthogan
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.19. Ridongan Enjer
Ridong Sampur
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.20. Wedi Kengser
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.21. Magak Ngudra
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.22. Entragan
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.23. Masuk Sembahan
Joget
(sumber:Oengaran Menari)
Gambar 4.24. Sembahan Dalem
(sumber:Oengaran Menari)
Tari Gambyong Pareanom terdiri dari beberapa bagian iringan
musik dan rangkaian gerak. Pada awal tarian dengan iringan musik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Ayak-ayakan dilakukan bentuk gerakan pembuka yaitu Maju Beksan.
Pada bentuk gerak ini terdapat gerakan Sembahan Dalem (Gambar 4.1)
adalah gerakan untuk menyembah Raja sebelum dilaksanakan tari.
Gerakan ini dilakukan di gawang pertama. Rangkaian gerak Sembahan
Dalem meliputi sembahan, berdiri lalu sabetan, lampah ridong
lumaksana, sabetan lagi, kemudian masuk ke gerakan kedua yaitu Srisig
(Gambar 4.2). Gerakan Srisig dilakukan dari gawang pertama ke
gawang utama. Srisig adalah gerakan berjalan cepat dengan berjinjit dan
tetap mempertahankan posisi badan. Setelah penari sampai di gawang
utama, dilakukan gerakan Sembahan Joget (Gamabar 4.3). Sembahan
dilakukan penari dengan menghadap ke penonton.
Iringan musik selanjutnya adalah Gending Pancerono. Pada
iringan musik ini, gerakan pertama adalah Ulap-ulap (Gambar 4.4).
Gerakan ulap-ulap menggambarkan seseorang yang sedang melihat atau
mengamati sesuatu. Selanjutnya gerakan Trap Pending (Gambar 4.5).
Trap dalam Bahasa Indonesia artinya memasang, sedangkan pending
adalah ikat pinggang. Sehingga gerakan ini menggambarkan seorang
wanita yang sedang menggunakan ikat pinggang. Pada Gambar 4.6
terdapat gerakan Tasikan. Gerakan ini menggambarkan seorang wanita
yang sedang berdandan, mengenakan riasan di wajah. Pada pergantian
tari, ada gerakan Selanan (Gambar 4.7) dilanjutkan sekaran Merong.
Gerakan Selanan ini merupakan bagian dari bentuk gerak penghubung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Memasuki musik Gending Gambir Sawit, gerakan yang
dilakukan adalah Batangan (Gambar 4.8). Batangan merupakan bagian
dari rangkaian gerak pokok (sekaran). Seperti dijelaskan di Bab 2,
batangan menggambarkan kelahiran seorang bayi ke dunia. Sekaran
selanjutnya adalah Pilesan (Gambar 4.9), dan Laku Telu (4.10). Gerakan
selanjutnya adalah Ogek Lambung (Gambar 4.11). Gerakan ini
dilakukan dengan menggerakkan lambung ke kanan dan kiri tanpa
mengubah posisi badan yang lainnya. Pada Gambar 4.12 terdapat
gerakan Ukel Pakis, dimana posisi tangan berada di depan pusar dan
tangan kanan digerakkan memutar (ukel) dibawah tangan kiri yang
ngithing. Selanjutnya terdapat gerakan Gajah Ngoleng (Gambar 4.13).
Gerakan ini dilakukan dengan tangan kanan memegang sampur
kemudian diangkat keatas bergantian dengan tangan kiri.
Bagian musik selanjutnya adalah Kebar. Pada bagian ini terdapat
gerakan Ngilo Asta (Gambar 4.15). Ngilo artinya bercermin dan asta
adalah tangan. Gerakan ini menggambarkan seorang wanita yang
sedang bercermin, dan cermin digambarkan dengan gerakan tangan.
Selanjutnya terdapat gerakan Atur-atur (Gambar 4.16). Gerakan Atur-
atur seperti seorang yang sedang ngaturi atau meminta dengan sopan.
Pada Gambar 4.17 terdapat gerakan Sangga Ulap. Gerakan ini hampir
sama seperti gerakan Ulap-ulap, namun tangan yang tadinya diletakkan
di pinggang diletakkan di siku untuk menyangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Musik berganti menjadi Gending Gambir Sawit, dengan sekaran
Mentogan (Gambar 4.18). Gerakan ini menggambarkan seorang yang
sudah tua dan kehilangan pesonanya. Selanjutnya gerakan Ridongan
Enjer Ridong Sampur (Gambar 4.19). Gerakan ini dilakukan dengan
menyangkutkan sampur di siku luar tangan. Wedi Kengser (Gambar
4.20) dilakukan setelah gerakan Emjer Ridong Sampur. Gerakan
kengser adalah gerakan bergeser dengan menggeser tumit dan jari-jari
kaki secara bergantian. Selanjutnya gerakan Magak Ngudra (Gambar
4.21), yaitu berdiri dalam posisi tanjak dan tangan kiri mengayun ke sisi
tubuh. Terdapat gerakan Entragan (Gambar 4.22), yang artinya
goncangan.
Bagian musik Ayak-ayak, penari srisig kemhali ke gawang
pertama kemudian melakukan gerakan Sembahan Joget (Gambar 4.23)
dilanjutkan Sembahan Dalem (Gambar 4.24).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
b. Riasan Penari
Gambar 4.25. Riasan Penari Tari Gambyong Pareanom
Riasan wajah penari bersifat korektif, yaitu untuk memperjelas
dan mempercantik wajah. Bentuk alis disebut lanyap atau luruh, sesuai
dengan bentuk asli alis penari dan hanya diperjelas. Terdapat bentuk
godeg atau jambang, bentuk ini biasanya digunakan untuk riasan
wayang orang dengan karakter putri yang luruh. Pada dahi penari
terdapat bentuk laler mencok. Riasan ini juga digunakan penari dari
Langenpraja. Sedangkan pada mata, pipi, dan bibir diberikan riasan
secukupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
c. Busana dan Akesoris Penari
Tabel 4.17. Hasil Dokumentasi Busana Penari
Gambar 4.28. Jamang
Penutup kepala dengan bahan emas.
Gambar 4.29. Sampur
Sampur berwarna kuning dengan
motif Gendalagiri.
Gambar 4.26. Mekak
Terbuat dari bahan bludru dengan
renda emas pada tepiannya. Mekak
berwarna hijau.
Gambar 4.27. Ikat Pinggang
Menggunakan bahan dan warna
yang sama dengan mekak. Tepat
ditengah ikat pinggang diberikan
pending dengan bahan emas.
Gambar 4.30. Jarik
Jarik dengan motif parang rusak
klithik asem.
Gambar 4.31. Kelat Bahu
Aksesoris lengan yang terbuat
dari emas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Gambar 4.32. Kalung Penanggalan
Terbuat dari emas. Gambar 4.33. Gelang
Terbuat dari emas.
Gambar 4.35. Kantong Gelung
Digantung di kepala bagian
belakang yang berfungsi untuk
menyimpan rambut yang sudah
diikat ekor kuda.
Gambar 4.34. Grudo
Penutup kepala di bagian belakang,
terbuat dari emas.
Gambar 4.36. Sumping
Aksesoris telinga yang digunakan
dengan cara memasukkan daun
telinga ke lubang.
Gambar 4.37. Subang
Aksesoris yang diguanakan di
daun telinga bagian bawah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
d. Iringan Gending
Musik iringan dari Tari Gambyong Pareanom terdiri dari beberapa
bagian yaitu Pathetan, Ayak-ayak, Gending Gambirsawit, dan Ladrang
Pareanom. Musik pengiring berasal dari karawitan gamelan. Jika dianalisis
berdasarkan enam aktivitas fundamental matematis Bishop, maka:
1) Terdapat aktivitas counting yaitu membilang notasi gamelan. Notasi
gamelan sendiri terdiri dari dua laras yaitu Pelog dan Slendro. Pelog
terdiri dari 7 nada dan Slendro terdiri dari 5 nada. Ketika akan
membunyikan notasi, tergantung pada macam alat musik gamelan yang
digunakan. Misalnya, gong dimainkan setiap hitungan 16 sehingga
pemain gamelan perlu untuk mencacah ketukan agar tetap sesuai
dengan tempo dan ketukan gamelan lain dan juga penari. Perhatikan
Tabel 4.18 agar lebih memahami aktivitas counting yang terdapat pada
iringan musik Tari Gambyong Pareanom (G.1).
2) Terdapat aktivitas measuring yaitu adanya urutan musik iringan Tari
Gambyong Pareanom dari awal hingga akhir sebagai berikut: 1)
Pathetan pelog nem, 2) Ayak-ayakan pelog nem, 3) Gending
Gambar 4.38. Cunduk Jungkat
Berbentuk seperti sisir yang dihiasi
emas dan permata dengan bentuk
setengah lingkaran.
Gambar 4.39. Cunduk Mentul
Digunakan untuk menutupi
kekosongan grudo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Gambirsawit pelog nem, dan 4) Ladrang Pareanom. Masing-masing
lagu memiliki tempo yang berbeda, misalkan setiap ketukan adalah 1
detik. Pada lagu 2 banyak ketukan adalah 100, lagu 3 sebanyak 280
ketukan, dan lagu 4 sebanyak 32 ketukan. Jumlah keseluruhan ketukan
lagu 2, 3, dan 4 adalah 411 ketukan, belum termasuk banyak ketukan
pada lagu 1. Berdasarkan jumlah ketukan dan perkiraan waktu setiap
ketukan, maka perkiraan durasi tari adalah 411 detik atau 6 menit 51
detik. Waktu tersebut belum termasuk dengan lagu 1 serta cepat
ataupun lambatnya tempo. (G.2)
3) Terdapat aktivitas designing yaitu pada bentuk-bentuk gamelan yang
dikelompokkan menjadi bilah, dan pencon. Gamelan dengan bentuk
bilah (balungan) meliputi saron, peking, demung, gender, dan
gambang. Bentuk pencon meliputi kenong, bonang, kempul, kethuk,
dan gong. Aktivitas designing juga terdapat pada permainan alat musik
kolotomis (kenong, kethuk, dan kempul) pada masing-masing jenis
iringan. Terdapat 3 jenis gending pada iringan Tari Gambyong
Pareanom yaitu Ayak-ayakan, gending Gambirsawit, dan ladrang.
Gending juga dibagi menjadi 3 tingkat yaitu alit (kecil), tengahan, dan
ageng (besar). Ayak-ayakan dan ladrang merupakan bagian dari
gending alit. Pada iringan Ayak-ayakan pola tabuhan (pukulan)
kenong adalah sabetan genap, kethuk disela-sela balungan (nyelani),
sedangkan kempul pada akhir gatra (Suraji, 2013). Pada iringan
Ladrang setiap dua gatra diakhiri dengan satu kali kenong, akhir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
rangkaian gending bersamaan dibunyikan kenong dan gong. Kempul
biasanya dimainkan dengan berbagai mode irana, layah, dan tabuh
(G3).
4) Terdapat aktivitas locating yaitu dalam penataan gamelan. Penataan ini
perlu dilakukan agar pemain kendang dapat melihat dengan jelas penari
serta biasanya menjadi titik pusat. Penataan gamelan ini juga berkaitan
dengan besar panggung yang digunakan. Penampilan Tari Gambyong
Pareanom secara langsung di Pendapa Ageng biasanya akan diiringi
karawitan secara langsung pula. Penataan arah pemain dan gamelan
perlu sehingga seluruh pemain gamelan dapat saling “terkomunikasi”.
(G.4)
5) Terdapat aktivitas playing yaitu adanya aturan dalam memainkan alat
musik. seperti dibahas pada Bab 2 bahwa alat musik satu dengan yang
lainnya memiliki cara memainkan (waktu memukul) yang berbeda-
beda. Secara khusus, gamelan yang dibahas pada penelitian ini adalah
gamelan kolotomis yaitu kethuk, kenong, kempul, dan gong. (G.5)
6) Terdapat aktivitas explaining yaitu pada iringan Pathetan yang tidak
dituliskan notasinya. Penyajian dari Pathetan adalah instrumen yang
terdiri dari ricikan rebab, gender, gambang, dan suling. Pathetan dapat
pula disajikan dengan campuran instrumental dan vokal. Pathetan
Surakarta terdiri dari Pathetan Nem, Pathetan Sanga, dan Pathetan
Manyura. Notasi untuk iringan Pathetan ada, namun karena ricikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
yang dimainkan pada iringan ini hanya memuat instrumen yang sudah
disebutkan diawal maka notasi tidak dituliskan. (G.6)
Berdasarkan informasi di Bab 2, didapatkan informasi terkait iringan
gending sebagai berikut:
Tabel 4.18. Pola Ketukan Notasi Gamelan
Gending + N p ( )
Ayak-ayak
1, 3, 5, 7, 9,
11, 13, 15,
...111
2, 4, 6, 8, 10,
12, 14, 16,
…, 112
4, 8, 12, 20,
24, 28, 36,
40, 44, 52,
…, 108
16
Gending
Gambirsawit
4, 12, 20,
28, 36, 44,
…, 76
16, 32, 48,
64, 80
16, 32, 48,
64, 80
Kebar 4, 12, 20,
28, 36, 44 16, 32 48
Merong Kebar 4, 12 16 16
Ciblon
4, 12, 20,
28, 36, 44,
…, 124
32, 64, 96 128
Ladrang
Pareanom 8, 16, 24, 32 12, 20, 28 32
C. Analisis Data
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil wawancara, observasi,
serta dokumentasi, dilakukan analisis data sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data dilakukan atas data hasil wawancara, data hasil
observasi, serta data hasil dokumentasi sehingga diperoleh topik-topik
seperti pada Tabel 4.23. Peneliti menggunakan kode “T” dilanjutkan nomor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
secara terurut untuk memudahkan analisis data. Misalkan T1, artinya adalah
topik nomor satu.
Tabel 4.19. Reduksi Data
Aktivitas Topik Data Kode
Topik
Counting
Gerakan
C.a.1
O.a.1 T1
C.a.2 T2
Pola Lantai C.b.1
O.a.2 T3
Busana C.c.1
O.a.3 T4
Aksesoris C.d.1
O.a.4 T5
Gending G.1 T.6
Measuring
Gerakan M.a.1
O.b.1 T7
Pola lantai
M.a.2
O.b.1 T8
M.b.1 T9
M.b.2 T10
M.b.3
O.b.2 T11
Busana
M.c.1
O.b.3 T12
M.c.2 T13
Aksesoris M.d.1
O.b.4 T14
Gending G.2 T15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Aktivitas Topik Data Kode
Topik
Designing
Gerakan D.a.1
O.c.1 T16
Pola lantai
D.b.1
O.c.2 T17
D.b.2 T18
Busana
D.c.1
O.c.3 T19
D.c.2
O.c.3 T20
Aksesoris D.d.1
O.c.4 T21
Gending G.3 T22
Locating
Gerakan
L.a.1
O.d.1 T23
L.a.2 T24
Pola Lantai L.b.1
O.d.2 T25
Busana
L.c.1
O.d.3 T26
L.c.2
O.d.3 T27
Aksesoris L.d.1
O.d.4 T28
Gending G.4 T29
Playing
Gerakan P.a.1
O.e.1 T30
Pola Lantai
P.b.1
O.e.2 T31
P.b.2 T32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Aktivitas Topik Data Kode
Topik
Busana
P.c.1
O.e.3 T33
P.c.2
O.e.3 T34
P.c.3
O.e.3 T35
Aksesoris P.d.1
O.e.4 T36
Gending G.5 T37
Explaining
Gerakan E.a.1
O.f.1 T38
Pola Lantai E.b.1
O.f.2 T39
Busana
E.c.1
O.f.3 T40
E.c.2 T41
Aksesoris E.d.1
O.f.4 T42
Gending G.6 T43
2. Kategorisasi
Berikut ini adalah kategorisasi topik – topik yang sudah ditemukan
pada tahap reduksi data:
Tabel 4.20. Kategorisasi Topik
Aktivitas Kategori Topik
Counting
Terdapat aktivitas membilang atau mencacah pada
gerakan Tari Gambyong Pareanom. Aktivitas
tersebut adalah menghitung ketukan setiap gerakan
yang disesuaikan dengan ketukan serta tempo dari
iringan musik gamelan.
T1, T2,
T3, T4,
T5, T6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Aktivitas Kategori Topik
Terdapat quantifier pada gerakan, pola lantai,
penggunaan busana, serta penggunaan aksesoris Tari
Gambyong Pareanom.
T3, T4
Untuk menghitung banyaknya ketukan setiap
gerakan, digunakan operasi hitung perkalian.
T1, T4
Measuring
Terdapat ukuran sudut yang terbentuk dari posisi
tangan pada gerakan Tari Gambyong Pareanom
T7
Terdapat pengukuran jarak menggunakan satuan
anggota badan pada posisi gerakan Tari Gambyong
Pareanom
T8
Terdapat pengukuran jarak antar penari pada pola
lantai Tari Gambyong Pareanom
T9, T10,
11
Satuan tidak baku yang digunakan pada Tari
Gambyong Pareanom dapat dikonversikan ke satuan
panjang yang baku.
T12
Adanya perkiraan/estimasi pada pembuatan pola
lantai, posisi sikap badan penari, dan penggunaan
aksesoris Tari Gambyong Pareanom
T8, T14
Terdapat comparative quantifier pada penggunaan
jarik.
T13
Adanya pengukuran luas panggung yang ideal
disesuaikan dengan banyaknya penari.
T11, T15
Designing
Ada bermacam-macam rangkaian gerak yang dapat
di sesuaikan dengan durasi waktu serta hitungan dari
iringan gamelan
T16
Ada bermacam-macam pola lantai yang dapat dibuat
berdasarkan jumlah penari, ukuran panggung, serta
semua penari tetap terlihat dengan jelas
T17
Posisi gerakan tangan, motif pada busana, serta motif
pada sampur membentuk suatu bangun datar.
T15, T17,
T18, T19,
T20
Terdapat pola garis lurus/garis lengkung pada
gerakan, pola lantai, motif pada busana, dan motif
pada aksesorisTari Gambyong Pareanom
T15, T16,
T17, T18,
T19, T20
Ada penerapan kesejajaran garis/garis berpotongan
pada posisi gerakan tangan Tari Gambyong
Pareanom
T15, T16,
T17, T18,
T19, T20
Ada penerapan kesebangunan dan kekongruenan
motif aksesoris Tari Gambyong Pareanom
T18, T19,
T21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Aktivitas Kategori Topik
Ada penerapan transformasi geometri pada posisi
gerakan tangan, pola lantai, posisi gerakan kaki, dan
motif pada busana Tari Gambyong Pareanom
T15, T16,
T17, T18,
T19, T20
Locating
Ada ketentuan arah pada posisi sikap badan, posisi
gerakan tangan, arah pandangan mata, dan
penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom
T21, T24,
T26
Ada ketentuan untuk posisi/jarak pada posisi tangan,
posisi penari di panggung, dan penggunaan aksesoris
Tari Gambyong Pareanom
T23, T25,
T26, T29
Terdapat penerapan pemetaan untuk pemakaian
aksesoris pada anggota tubuh penari
T28
Playing
Terdapat aturan-aturan mengenai sikap badan penari,
pola lantai, dan busana
T30,T31,
T32, T33,
T34
Terdapat strategi agar kain sampur penari tidak
terlalu panjang dan kain jarik tidak terlalu kencang.
T35, T37
Explaining Ada makna dari rangkaian gerak Tari Gambyong
Pareanom dan penggunaan busana
T39, T41,
T42
3. Sintesisasi
Berikut ini adalah sintesisasi data berdasarkan kategorisasi topik
yang sudah dilakukan sebelumnya:
Tabel 4.21. Sintesisasi
Counting Measuring Designing Locating Playing Explaining
Gerakan √ √ √ √ √ √
Pola
Lantai
√ √ √ √ √ -
Busana √ √ √ √ √ √
Aksesoris √ √ √ √ - -
Gending √ √ √ √ √ √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Berdasarkan proses penemuan topik dan kategori, peneliti
menemukan aspek-aspek matematis pada gerakan, pola lantai, busana, serta
aksesoris sebagai berikut:
Tabel 4.22. Aspek Matematis pada Tari Gambyong Pareaanom
Aktivitas Kategori Aspek
Matematis
Counting
Terdapat aktivitas membilang atau mencacah
pada gerakan Tari Gambyong Pareanom.
Aktivitas tersebut adalah menghitung ketukan
setiap gerakan yang disesuaikan dengan ketukan
serta tempo dari iringan musik gamelan.
Bilangan
Terdapat quantifier pada gerakan, pola lantai,
penggunaan busana, serta penggunaan aksesoris
Tari Gambyong Pareanom.
Logika
Matematika
Untuk menghitung banyaknya ketukan setiap
gerakan, digunakan operasi hitung perkalian. Perkalian
Measuring
Terdapat ukuran sudut yang terbentuk dari posisi
tangan pada gerakan Tari Gambyong Pareanom Sudut
Terdapat pengukuran jarak menggunakan
satuan anggota badan pada posisi gerakan Tari
Gambyong Pareanom
Konversi
Satuan
Terdapat pengukuran jarak antar penari pada
pola lantai Tari Gambyong Pareanom
Diagram
Cartesius,
Phytagoras
Satuan tidak baku yang digunakan pada Tari
Gambyong Pareanom dapat dikonversikan ke
satuan panjang yang baku.
Konversi
Satuan
Adanya perkiraan/estimasi pada pembuatan pola
lantai, posisi sikap badan penari dan penggunaan
aksesoris Tari Gambyong Pareanom
Estimasi
Terdapat comparative quantifier pada
penggunaan jarik . Perbandingan
Adanya pengukuran luas panggung yang ideal
disesuaikan dengan banyaknya penari. Luas
Designing
Ada bermacam-macam rangkaian gerak yang
dapat di sesuaikan dengan durasi waktu serta
hitungan dari iringan gamelan
Estimasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Aktivitas Kategori Aspek
Matematis
Ada bermacam-macam pola lantai yang dapat
dibuat berdasarkan jumlah penari, ukuran
panggung, serta semua penari tetap terlihat
dengan jelas
Titik dan
Garis
Posisi gerakan tangan, motif pada busana, serta
motif pada sampur membentuk suatu bangun
datar.
Bangun Datar
Terdapat pola garis lurus/garis lengkung pada
gerakan, pola lantai, motif pada busana, dan
motif pada aksesorisTari Gambyong Pareanom
Garis
Ada penerapan kesejajaran garis/garis
berpotongan pada posisi gerakan tangan Tari
Gambyong Pareanom
Kesejajaran
dan
Perpotongan
Garis
Ada penerapan kesebangunan dan kekongruenan
motif aksesoris Tari Gambyong Pareanom
Kesebangunan
dan
Kekongruenan
Ada penerapan transformasi geometri pada
posisi gerakan tangan, pola lantai, posisi gerakan
kaki, dan motif pada busana Tari Gambyong
Pareanom
Transformasi
Geomtri
Locating
Ada ketentuan arah pada posisi sikap badan,
posisi gerakan tangan, arah pandangan mata, dan
penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom
Vektor
Ada ketentuan untuk posisi/jarak pada posisi
tangan, posisi penari di panggung, dan
penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom
Diagram
Cartesius
Terdapat penerapan pemetaan untuk pemakaian
aksesoris pada anggota tubuh penari Pemetaan
Playing
Terdapat aturan-aturan mengenai sikap badan
penari, pola lantai, dan busana
Logika
Matematika
Terdapat strategi agar kain sampur penari tidak
terlalu panjang dan kain jarik tidak terlalu
kencang.
Logika
Matematika
Explaining Ada makna dari rangkaian gerak Tari Gambyong
Pareanom dan penggunaan busana
Penerapan
Matematika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
D. Pembahasan
1. Sejarah dan Filosofi Tari Gambyong Pareanom
a. Sejarah Tari Gambyong Pareanom
Berdasarkan hasil wawancara pada Tabel 4.2, Tari Gambyong
Pareanom diciptakan oleh Nyi Bei Mintoraras yang merupakan seorang
penari Mangkunegaran pada tahun 1950. Sebelum diciptakannya Tari
Gambyong Pareanom, sudah berkembang Tari Gambyong atau biasa
disebut sebagai Tayub ataupun tledhek. Pada awalnya Tari Gambyong
memiliki citra yang kurang baik di masyarakat. Hal ini disebabkan Tari
Gambyong adalah tari untuk memikat laki-laki. Menggunakan pakaian
kemben dan gerak–gerak bebas mengikuti iringan dari kendang serta
durasinya yang cukup panjang yaitu 45 menit. Tari tersebut kemudian
diwirengkan atau diperhalus sesuai dengan kaidah-kaidah istana
sehingga busana yang awalnya menggunakan kemben diganti
menggunakan mekak. Selain itu Nyi Bei Mintoraras memberikan
pakem-pakem dan memadatkan tari menjadi 15 menit. Tari inipun diberi
nama Tari Gambyong Pareanom.
Tari Gambyong Pareanom sebagai tarian yang sudah diperhalus
dan sering dipentaskan di Pura Mangkunegaran, mempunyai peraturan
pada awal gerakan yaitu adanya gerakan sembahan dengan iringan
musik ayak-ayakan. Tari Gambyong Pareanom juga dapat ditarikan oleh
masyarakat umum karena sudah diwirengkan. Berbeda dengan Tari
Bedhaya ataupun Tari Srimpi yang memiliki peraturan-peraturan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
lebih tegas, Tari Gambyong Pareanom juga memiliki peraturan tetapi
karena semua orang dapat menarikannya sehingga peraturan-peraturan
tersebut tidak terlalu dibuat tegas.
Tari Gambyong Pareanom mengalami proses diperhalus, hal ini
nampak pada busana yang digunakan oleh penari. Semula penari
menggunakan pakaian kemben motif jumputan dan rambut
menggunakan konde, serta kain sampur yang di letakkan dibahu kanan
penari tanpa motif (polos). Setelah diperhalus, busana penari menjadi
mekak berwarna hijau, kain jarik dengan motif parang, jamang, serta
selendang yang diletakkan di pinggang berwarna kuning dengan motif
gendhala giri. Kedua jenis busana ini tidak dapat digunakan
sembarangan. Untuk pementasan di area Pura Mangkunegaran
menggunakan mekak, sedangkan jika untuk pementasan di luar
(masyarakat umum) tetap menggunakan kemben pun tidak masalah.
Busana untuk pementasan di luar lebih fleksibel karena bisa
dimodifikasi dari segi motif batik, warna, ataupun coraknya.
b. Filosofi Tari Gambyong Pareanom
Pareanom meiliki makna bendera Mangkunegaran yaitu hijau
dan kuning seperti warna padi yang masih muda. Sedangkan Gambyong
adalah nama dari susunan rangkaian gerak tari. Namun pendapat lain
mengatakan bahwa nama Gambyong diambil dari nama seorang
pesinden yang juga pandai menari yaitu Mas Ajeng Gambyong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Berdasarkan wawancara pada Tabel 4.3 juga diketahui bahwa penamaan
Tari Gambyong biasanya diambil dari nama musik iringannya seperti
Gambyong Pangkur yang menggunakan iringan musik Pangkur.
Berdasarkan wawancara pada Tabel 4.4, Tari Gambyong
Pareanom mungkin saja berkembang di Kasunanan Surakarta. Namun
sebagai keraton yang memiliki tarian sekelas Tari Bedhaya dan Tari
Srimpi maka biasanya yang lebih sering ditampilkan di Kasunanan
adalah tarian tesebut. Tari ini ingin menampilkan seorang remaja putri
yang sedang berhias, berbusana, dan bermain. Sehingga gerak – gerak
yang digunakan menampilkan keceriaan, keluwesan, kekenesan,
kelincahan, dan lain-lain yang membuat penonton menjadi sengsem
(senang, suka).
Peraturan-peraturan dari Tari Gambyong Pareanom sendiri yaitu
adanya rangkaian gerak yang sudah dibuat. Jika tari ini ditarikan di luar
Pura Mangkunegaran maka penggunaan pakaiannya lebih bebas dan
dapat dimodifikasi. Penarinya pun boleh berasal dari masyarakat umum.
Jika ingin melihat kepenarian seseorang dapat menggunakan Hasta
Sawanda sebagai patokan. Tari Gambyong Pareanom masih eksis
hingga saat ini. Tari ini biasa digunakan sebagai pembukaan suatu acara.
Secara masal tari ini pernah ditarikan pada acara Hari Tari Dunia yang
diikuti oleh 5000 orang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Pola lantai yang digunakan untuk Tari Gambyong Pareanom
bukan merupakan keharusan. Artinya jika tidak menggunakan pola
lantai maka tidak masalah. Ketika tidak menggunakan pola lantai, maka
penari juga tetap melakukan perpindahan posisi melalui beberapa gerak
seperti melalui gerakan srisig, wedi kengser, dan lainnya. Perpindahan
tanpa menggunakan pola lantai sebatas maju, mundur, kanan, dan kiri
kemudian kembali ke posisi awal. Namun jika ditarikan secara
berkelompok biasanya akan dilakukan rotasi posisi penari sehingga
semua penari dapat tampil di depan sesuai urutan.
Pola lantai dapat dibuat menyesuaikan dengan jumlah penari,
ukuran panggung, serta tetap memperhatikan pergerakan penari agar
leluasa dan tidak bertumbuk ketika berpindah posisi. Namun yang biasa
digunakan adalah pola lantai prapatan seperti pada gambar berikut:
Perpindahan penari dilakukan dengan rotasi posisi, penari A ke
posisi penari D, penari D ke posisi penari C, dan penari C ke posisi
A
D
C
B
Gambar 4.40. Pola Lantai Prapatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
penari B. Pola lantai lain yang biasa digunakan adalah bentuk persegi,
melingkar, dan lain-lain. Pembuatan pola lantai ini bisa bermacam-
macam sesuai dengan kreativitas penggarap namun tetap
memperhatikan hal-hal seperti yang sudah disebutkan diawal.
Gerakan Tari Gambyong Pareanom memiliki makna pada setiap
rangkaian geraknya, seperti yang sudah di jelaskan pada Bab 2. Merong,
gerak merong ini mengungkap bayi yang masih dalam kandungan yang
tidak dapat bergerak dengan bebas, maka geraknnya hanya dilakukan
ditempat. Batangan, mengungkapkan bayi sebelum lahir akan dibatang
besok kalau lahir laki-laki ataukah perempuan. Pilesan mengungkap
bayi sesudah lahir dididik agar kelak menjadi orang yang baik. Laku telu
mengungkap kehidupan yang dialami oleh manusia yaitu lahir, dewasa,
dan tua. Menthogan mengungkapkan orang yang sudah tua apabila
berjalan sudah tidak pantas dilihat, maka gerakannya disamakan sepeti
menthog. Wedhi kengser mengungkap orang yang mendekati akan
meninggal, maka kaitannya dengan iringan agak seseg dan akhirnya
suwuk. Entragan pada akhir tari mengungkapkan hembusan nafas
terakhir dari ritme yang cepat kemudian semakin melambat.
Pola lantai yang dapat dibuat bervariasi, tidak memiliki makna
tersendiri pada Tari Gambyong Pareanom. Pakaian yang digunakan
penari adalah pakaian khas perempuan Jawa yaitu kain batik.
Penggunaan kostum kemben, dilengkapi dengan sampur yang
diletakkan di bahu kanan penari. Berbeda dengan kostum mekak yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
sampur nya diletakkan di pinggang. Sampur yang diletakkan di bahu
kanan tidak memiliki arti tersendiri, hanya memperhatikan kenyamanan
penari untuk bergerak sehingga nyaman dan leluasa.
Penggunaan aksesoris juga tidak memiliki makna khusus untuk
Tari Gambyong Pareanom. Aksesoris, seperti namanya, adalah
pelengkap busana. Sehingga penggunaan aksesoris bukanlah suatu
keharusan. Asalkan pakaian yang digunakan untuk menari di Pura
Mangkunegaran adalah mekak berwarna hijau dan sampur berwarna
kuning. Aksesoris juga berfungsi sebagai penambah keindahan dan
penazaman karakter pada suatu tari.
2. Aspek Aktivitas Fundamental Matematis Tari Gambyong Pareanom
Terdapat enam aktivitas fundamental matematis menurut Bishop.
Pada Tari Gambyong Pareanom akan dibahas enam aktivitas fundamental
matematis menurut Bishop sebagai berikut:
a. Aktivitas Counting
Berikut akan dibahas aktivitas counting yang terdapat pada Tari
Gambyong Pareanom:
1) Terdapat aktivitas membilang/mencacah pada Tari Gambyong
Pareanom.
Aktivitas ini terdapat pada T1 yaitu mencacah ragam
gerakan Tari Gambyong Pareanom. Pada T2 yaitu
membilang/mencacah hitungan ketukan. Pada tarian dan gamelan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
hitungan yang digunakan adalah 1 sampai 8 kemudian kembali ke
hitungan 1. Selain itu pada T3 juga terdapat aktivitas
membilang/mencacah hingga ketukan ke delapan, dimana setiap
beberapa kali hitungan ke delapan penari akan berganti pola lantai
dan ragam gerak. Pada T4 terdapat aktivitas membilang/mencacah
banyaknya wiru jarik. Pada T5 juga terdapat aktivitas
mebilang/mencacah yaitu pada aktivitas mencacah ragam aksesoris
yang digunakan penari serta jumlah dari masing – masing aksesoris.
2) Terdapat quantifier pada gerakan, pola lantai, penggunaan busana,
serta penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
Quantifier adalah kata yang menentukan kata benda dan
berfungsi untuk menunjukkan jumlah dari benda tersebut (Wall
Street English, 2019). Quantifier dibedakan menjadi 2 yaitu
countable (dapat dihitung) dan uncountable (tidak dapat dihitung,
misalnya beberapa, banyak, sedikit). Contoh countable quntifier
adalah satu meja, dua buku, dan lain – lain. Contoh uncountable
quantifier adalah beberapa mangga, banyak orang, dan lain – lain.
Aktivitas ini terdapat pada T3 dan T4 yaitu dapat dibuat kalimat
dengan quantifier “setiap”. Setiap penari melakukan perpindahan
pola lantai, ketukan berada pada hitungan ke delapan (T3). Setiap
lipatan wiru jarik, lebarnya adalah dua jari tangan untuk wiru jarik
putri (T4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
3) Untuk menghitung banyaknya ketukan setiap gerakan, digunakan
operasi hitung perkalian.
Pada T1, ada perulangan setiap delapan kali hitungan.
Misalnya pada gerakan atur-atur, gerakan ini dilakukan sebanyak 4
× 8. Artinya gerakan atur-atur dilakukan sebanyak 4 × 8 = 32
hitungan. Pada T4, digunakan operasi hitung perkalian pada
banyaknya wiru jarik. Misalnya, wiru jarik dilakukan sebanyak 12
kali lipatan. Setiap lipatan wiru jarik dilakukan selebar 2 jari tangan.
Maka banyak wiru jarik adalah 12 × 2 lebar jari tangan = 24 lebar
jari tangan. Jika dimisalkan lebar 2 jari adalah 2 cm, dan ukuran jarik
adalah 2,5 m × 1,5 m maka dapat dihitung luas jarik yang tersisa
setelah jarik diwiru. Luas jarik = 2,5 m × 1,5 m = 3,75 m2 = 375 cm.
Sedangkan luas wiru= 24 lebar jari tangan = 24 × 2 cm = 48 cm.
Maka luas kain jarik yang tersisa = 375 cm – 48 cm = 327 cm.
b. Aktivitas Measuring
Berikut akan dibahas aktivitas measuring yang terdapat pada
Tari Gambyong Pareanom:
1) Terdapat ukuran sudut yang terbentuk dari posisi tangan pada
gerakan Tari Gambyong Pareanom
Ukuran sudut tersebut terdapat pada posisi gerakan
ngerayung, ngithing, ulap- ulap, atur-atur, srisig, dan sangga ulap
yang membentuk sudut 90o berdasarkan T7.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Gambar 4.41. Gerakan
Ngerayung/Ngeruji Gambar 4.42. Gerakan
Ngithing
Gambar 4.43. Gerakan Ulap-
Ulap
Gambar 4.44. Gerakan
Atur-atur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Terdapat ukuran sudut pelurus (180o) pada Gambar 4.45.
Sudut tersebut terlihat pada tangan kanan penari yang melakukan
gerakan ngiting sampur. Pada posisi gerakan atur-atur (Gambar
4.44), tangan kiri membentuk sudut pelurus. Ukuran sudut pelurus
juga terdapat pada posisi gerakan berikut ini:
Gambar 4.45. Gerakan Srisig
Gambar 4.47. Gerakan Sabetan Gambar 4.48. Gerakan Gajah
Ngoleng
Gambar 4.46. Gerakan
Sangga Ulap Sumber:
Oengaran Menari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Selain itu terdapat ukuran sudut lancip dan tumpul pada
posisi gerakan Tari Gambyong Pareanom seperti pada Gambar 4.43.
Tangan sebelah kanan (tangan diletakkan di pinggang) membentuk
sudut tumpul antara tangan dengan badan. Pada Gambar 4.49,
tangan sebelah kiri membentuk sudut tumpul. Begitu juga dengan
Gambar 4.50 yang mana tangan sebelah kanan membentuk sudut
tumpul.
Gambar 4.49. Gerakan Wedi
Kengser Gambar 4.50. Gerakan Entragan
Sumber: Oengaran Menari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
2) Ada pengukuran jarak menggunakan anggota badan pada posisi
gerakan Tari Gambyong Pareanom.
Pengukuran menggunakan anggota badan terdapat pada T8.
Posisi tangan untuk gerakan-gerakan ngerayung, ngithung, dan lain-
lain diletakkan di dekat pinggang dengan jarak satu kepalan tangan.
3) Ada pengukuran jarak antar penari pada pola lantai Tari Gambyong
Pareanom.
Jarak antar penari menyesuaikan dengan banyaknya penari
serta ukuran panggung. Jika penarinya tunggal, maka penari berada
di tengah panggung. Misalkan terdapat panggung berukuran 3 meter
× 3 meter. Maka penari akan berada di posisi titik P seperti berikut
ini:
Gambar 4. 51 Sudut Lancip pada Trap Jamang Sumber: Londo
Ireng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Berdasarkan Gambar 4.52, dapat dihitung posisi penari dengan
menggunakan diagram cartesius. Misalkan panggung sebagai
persegi ABCD:
Misalkan titik D adalah (0,0). Panggung berukuran 3 x 3
meter, maka titik A berada pada (0,3), B (3,3), dan C (3,0). Karena
penari tunggal berada di tengah, maka posisi penari berada di titik
(1,5 , 1,5) pada diagram cartesius.
P
Gambar 4.52. Ilustrasi Penari Tunggal pada Panggung
Gambar 4.53. Ilustrasi Posisi Penari pada Diagram Cartesius
(0,3) A
D (0,0) C (3,0)
B (3,3)
P
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Tidak menutup kemungkinan tari ini ditarikan oleh dua
orang atau lebih bahkan secara masal. Maka seperti pada T9, T10,
dan T11, jarak antar penari adalah sekitar 1 meter sehingga penari
mendapatkan ruang untuk bergerak. Jika dimisalkan terdapat sebuah
panggung dengan ukuran 4 meter × 4 meter dan banyak penari
adalah 4 orang, dengan pola lantai persegi, maka dapat digambarkan
sebagai berikut:
Berdasarkan gambar 4.53, maka jarak penari dengan tepian
panggung adalah 1 meter dari tepi kanan atau kiri, 1 meter dari tepi
depan atau belakang, jarak penari AB, BD, DC, AC adalah 2 meter.
Jarak penari AD dan BC dapat dicari menggunakan teorema
phytagoras:
𝐴𝐷 = √𝐴𝐵2 + 𝐵𝐷2 = √22 + 22 = √4 + 4 = √8 = 2√2
AD = BC. Maka, jarak AD = BC = 2√2 meter.
4) Satuan tidak baku yang digunakan pada Tari Gambyong Pareanom
dapat dikonversikan ke satuan panjang yang baku.
Gambar 4.54. Ilustrasi 4 Penari di Panggung dengan Pola Lantai
Persegi
A
B
C
D
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Satuan yang digunakan pada Tari Gambyong Pareanom ada
dua jenis yaitu satuan baku seperti meter, dan satuan tidak baku
seperti kepalan tangan. Satuan yang baku biasanya digunakan untuk
mengukur panjang selendang, panjang kain jarik, dan luas
panggung. Sedangkan satuan tidak baku digunakan untuk mengukur
jarak tangan dengan badan dan mengukur besar wiru.
Pada T12 yaitu untuk ukuran jarik, pada zaman dahulu orang
menggunakan satuan “kacu” untuk mengukur jarik. Ukuran jarik
yang digunakan untuk menari adalah sepanjang 2 kacu lebih
setengah. Jika dikonversikan dengan satuan panjang yang ada,
panjang satuan “kacu” adalah sekitar 1 meter. Sehingga ukuran
panjang jarik adalah sekitar 2,5 meter.
5) Adanya perkiraan/estimasi pada posisi sikap badan penari, pola
lantai, dan penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
Pekiraan/estimasi ada pada T8 yaitu pada sikap badan
penari. Sikap badan penari tidak tegak namun tidak terlalu condong
ke depan (mayuk). Hal ini memerlukan perkiraan karena bisa
berbeda antara satu orang dengan yang lainnya.
Perkiraan ini terdapat juga pada T13, yaitu jarak antara
sunduk jungkat dan sunduk mentul kira-kira tidak tumpang tindih.
Hal ini dikarenakan keduanya berada di kepala dan disematkan di
rambut penari seperti pada gambar berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Sunduk jungkat mempunyai bentuk seperti jungkat (sisir)
dengan gerigi untuk disematkan di rambut. Sehingga sebaiknya
diperkirakan agar gerigi dari sunduk jungkat tidak bertumpang
tindih dengan tangkai sunduk mentul.
Dalam pembuatan pola lantai, perlu memperhatikan
banyaknya penari serta ukuran panggung yang tersedia. Diperlukan
estimasi untuk membuat pola lantai sehingga semua penari dapat
terlihat serta setiap penari mempunyai ruang gerak yang cukup.
6) Terdapat comparative quantifier pada penggunaan jarik .
Pembanding kuantitas terdapat pada T13, yaitu pada proses
melilitkan jarik. Jika penari memiliki badan yang lebih ramping,
maka lilitan kain akan lebih banyak jika dibandingkan dengan lilitan
jarik penari yang memilki badan yang lebih besar.
Gambar 4.55. Jarak Sunduk Mentul dan Sunduk Jungkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
7) Adanya pengukuran luas panggung yang ideal, disesuaikan dengan
banyak penari.
Pengukuran luas terdapat pada T11, yaitu pengukuran luas
panggung yang ideal. Jika untuk satu orang penari setidaknya
memerlukan panggung berukuran 2 meter × 2 meter, maka dapat
dihitung luas panggung yang diperlukan untuk 4 penari. Luas
panggung untuk 1 penari setidaknya 2 meter × 2 meter yaitu
setidaknya 4 m2. Jika terdapat 4 penari maka luas panggung
setidaknya berukuran 4 m2 × 4 = 16 m2.
c. Aktivitas Designing
Berikut akan dibahas aktivitas designing yang terdapat pada Tari
Gambyong Pareanom:
1) Ada bermacam-macam rangkaian gerak yang dapat disesuaikan
dengan durasi waktu serta hitungan dari iringan gamelan.
Tari Gambyong Pareanom dengan durasi aslinya yaitu 45
menit menjadikan tari ini kurang sesuai jika digunakan sebagi
bagian dari salah satu acara. Pasalnya waktu selama 45 menit dapat
membuat penonton mengantuk dan membuat ciri khas tari ini yang
kenes menjadi tidak terlihat. Tari Gambyong Pareanom kemudian
dipadatkan menjadi 15 menit. Sedangkan tari yang dipentaskan di
luar Pura Mangkunegaran biasanya berdurasi 10 menit. Durasi ini
lebih singkat dari durasi aslinya. Sehingga ada beberapa bagian dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
sekaran tari yang dihilangkan. Berdasarkan T16, dengan durasi
waktu 10 menit dan berbagai macam rangkaian gerak tari,
koreografer dapat menata susunan rangkaian gerak tari dengan
ketukan yang sesuai.
2) Ada bermacam-macam pola lantai yang dapat dibuat berdasarkan
banyaknya penari dan ukuran panggung.
Berdasarkan T17, pola lantai dapat dibuat secara bervariasi.
Namun perlu untuk tetap memperhatikan banyak penari, ukuran
panggung, serta kebebasan penari untuk bergerak. Berikut ini adalah
contoh pola lantai yang dapat dibuat untuk penari tunggal:
Berikut ini adalah contoh pola lantai yang dapat dibuat untuk
penari sebanyak 4 orang:
Gambar 4.58. Pola
Lantai Kanan-Kiri,
Depan-Belakang
Gambar 4.58. Pola
Lantai Menyerong Gambar 4.58. Pola
Lantai Melingkar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
3) Posisi gerakan tangan, motif pada busana, serta motif pada sampur
membentuk suatu bangun datar.
Pada gerakan tari, terdapat bentuk segitujuh tak beraturan
pada gerakan ngithing, bentuk segitiga pada gerakan lenggah, dan
bentuk segiempat pada gerakan sangga ulap (Gambar 4.46).
Pola lantai dari Tari Gambyong Pareanom membentuk
segienam beraturan seperti pada Gambar 4.2, 4.3, 4.4, 4.5, dan 4.6.
Bentuk lingkaran seperti pada Gambar 4.18 dan Gambar 4.19.
Bentuk segitiga seperti pada Gambar 4.15, 4.16, dan 4.17. Bentuk
letter L seperti pada Gambar 4.10, 4.11, 4.12, 4.13, dan 4.14. Bentuk
Gambar 4.62. Bentuk Bangun
Datar pada Gerakan Ngiting
Gambar 4.63. Bentuk Segitiga
pada Gerakan Lenggah
Gambar 4.61. Pola
Lantai Jajar Genjang Gambar 4.61. Pola
Lantai Dua Kanan-
Dua Kiri
Gambar 4.61. Pola
Lantai V
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
jajar genjang seperti pada Gambar 4.7, 4.8, dan 4.9. Serta bentuk
trapesium seperti pada Gambar 4.20, 4.21, dan 4.22.
Pada busana Tari Gambyong Pareanom terdapat bentuk-
bentuk bangun datar lingkaran seperti berikut:
Terdapat bentuk bangun datar lingkaran dan segitiga pada
motif kain sampur (T16), seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.64. Bentuk Lingkaran pada Busana Penari
Gambar 4.65. Bentuk – bentuk Bangun Datar pada Kain Sampur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Pada aksesoris Tari Gambyong Pareanom juga terdapat
bentuk-bentuk bangun datar meliputi lingkaran, segitiga, dan elips.
Pada ikat pinggang (Gambar 4.27) terdapat bentuk bangun datar
lingkaran. Pada Jamang (Gambar 4.28) terdapat bentuk bangun datar
segitiga. Serta pada sunduk jungkat (Gambar 4.38) terdapat bentuk
elips dan lingkaran.
4) Terdapat pola garis lurus/garis lengkung pada gerakan, pola lantai,
motif pada busana, dan motif pada aksesorisTari Gambyong
Pareanom
Pola garis lurus/garis lengkung terlihat pada gerakan tari,
pola lantai, busana, serta aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
Terdapat pola garis lurus pada gerakan ngerayung, srisig, atur-atur,
sabetan, gajah ngoleng, wedi kengser, dan entragan. Garis lengkung
terdapat pada gerakan Ulap-ulap (Gambar 4.4), yaitu pada jari
tangan yang membentuk garis lengkung. Pada gerakan Trap Pending
(Gambar 4.5), garis lengkung terlihat pada gerakan tangan yang
menyentuh “pending” kemudian tangan diayunkan sehingga
membentuk garis lengkung. Pada gerakan Tasikan (Gambar 4.6)
kedua tangan membentuk pola garis lengkung dengan cara memutar
tangan naik dan turun secara bergantian. Pada gerakan Batangan
(Gambar 4.8) dan Pilesan (Gambar 4.9), tangan membentuk pola
garis lengkung. Pada gerakan Laku Telu (Gambar 4.10), kaki
membentuk pola garis lengkung dengan gerakan memutar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Pola garis lengkung juga terdapat pada gerakan ukel, seperti
pada gambar berikut ini:
Pola lantai dari Tari Gambyong Pareanom membentuk pola
garis lurus/garis lengkung seperti pada gambar berikut:
Pada busana Tari Gambyong Pareanom terdapat pola garis
lurus/garis lengkung yaitu pada mekak. Serta pola garis lurus pada
kain jarik (T17), seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 4.66. Gerakan Ukel
Sumber: Londo Ireng
Gambar 4.67. Gerakan Seblak
Sumber: Londo Ireng
Gambar 4.68. Pola Garis Lurus pada Pola
Lantai Enjer Ridong Sampur
Sumber: Londo Ireng
Gambar 4.69. Pola Garis Lurus pada
Pola Lantai Kawilan Kengseran
Sumber: Londo Ireng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Terdapat pola garis lurus/garis lengkung pada aksesoris Tari
Gambyong Pareanom seperti pada gambar berikut (T18):
Selain itu pada Kalung Penanggalan (Gambar 4.32), Gelang
(Gambar 4.33), Grudo (Gambar 4.34), dan Sunduk Jungkat (Gambar
4.38) juga terdapat pola garis lengkung.
Gambar 4.70. Pola Garis Lengkung
pada Mekak
Gambar 4.71. Pola Garis Lurus
pada Jarik
Gambar 4.72. Pola Garis Lengkung pada Ikat
Pinggang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
5) Ada penerapan kesejajaran garis/garis berpotongan pada posisi
gerakan tangan Tari Gambyong Pareanom
Pola lantai dari Tari Gambyong Pareanom membentuk
penerapan kesejajaran garis/garis berpotongan seperti pada Gambar
4.65. Terlihat adanya kesejajaran pada pola lantai. Terdapat garis
berpotongan pada gerakan ngilo asta, seperti pada gambar berikut ini:
Pada busana Tari Gambyong Pareanom terdapat penerapan
kesejajaran pada motif batik kain jarik seperti pada gambar 68.
Kesejajaran terdapat pula pada motif kain sampur seperti pada
Gambar 4.62.
Gambar 4.73. Perpotongan Garis pada Gerakan Ngilo Asta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
6) Ada penerapan kesebangunan dan kekongruenan pada motif aksesoris
Tari Gambyong Pareanom.
Pada motif sampur terdapat berbagai motif yang kongruen,
seperti pada Gambar 4.73. Kekongruenan juga terdapat pada bentuk
segitiga jamang, seperti Gambar 4.74.
Gambar 4.74. Kekongruenan motif
Jarik.
7) Ada penerapan transformasi geometri pada posisi gerakan tangan,
pola lantai, posisi gerakan kaki, dan motif pada busana Tari
Gambyong Pareanom
Transformasi geometri meliputi: refleksi, translasi, dilatasi,
dan rotasi. Translasi adalah perpindahan arah dan jarak suatu titik
sepanjang garis lurus. Refleksi adalah perpindahan semua titik dengan
menggunakan sifat cermin datar. Dilatasi adalah pembesaran atau
pengecilan suatu obyek. Rotasi adalah perubahan posisi dengan cara
diputar terhadap pusat tertentu dan sudut tertentu.
Gambar 4.75. Kekongruenan
Jamang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Terdapat transformasi geometri refleksi pada gerakan sabetan
(Gambar 4.47). Pada gambar tersebut terlihat bahwa tangan kanan dan
tangan kiri adalah hasil pencerminan dengan sumbu yaitu tubuh
penari. Jarak antara tangan dengan tubuh penari sama, hal ini
menandakan sifat pencerminan. Pada gerakan ngilo asta juga terdapat
pencerminan sebagai berikut:
Refleksi juga terdapat pada pola lantai gerakan Wedi Kengser
yang direflesikan terhadap (0,0), dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.76. Refleksi pada Gerakan Ngilo
Asta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Transformasi geometri pencerminan terdapat pada aksesoris
jamang (Gambar 4.74), dimana garis hidung merupakan sumbu
pencerminan. Akan terlihat kedua sisi jamang sebagai hasil
pencerminan. Begitu pula pada aksesoris grudo, kalung penanggalan,
dan ikat pinggang. Pada pola lantai sangga ulap, membentuk dua
segitiga yang merupakan pencerminan. Pada motif jarik, terdapat
pencerminan seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 4. 77. Pencerminan pada Pola Lantai Wedi
Kengser Sumber: Londo Ireng
Gambar 4.78. Pencerminan pada Motif
Jarik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Terdapat transformasi geometri refleksi pada gerakan kaki
Wedi Kengser, seperti pada gambar berikut ini:
Gerakan pada Gambar 4.79 dan 4.80 diulang-ulang sambil
bergeser ke kanan ataupun kiri. Sesuai dengan defini translasi, gerakan
Wedi Kengser dilakukan secara lurus dengan arah dan jarak tertentu.
Misalkan penari berada di titik A (4,6), kemudian penari melakukan
gerakan Wedi Kengser hingga berada pada titik B (-6,6). Maka
pergeseran yang dilakukan penari adalah:
Gambar 4.80. Gerakan Wedi
Kengser Membuka
Gambar 4.79. Gerakan Wedi
Kengser Menutup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
𝐴(4,6) − −→ 𝐴′(−6,6)
𝐴(4,6) = (−6 + 𝑎, 6 + 𝑏)
𝐴(4,6) = (−6, 6) + (𝑎, 𝑏)
(𝑎, 𝑏) = (4, 6) − (−6, 6)
(𝑎, 𝑏) = (10, 0)
Jadi, penari ditranslasikan dengan (10, 0).
Terdapat transformasi geometri rotasi pada gerakan Wedi
Kengser. Ketika kaki melakukan translasi, tangan melakukan rotasi
seperti gambar berikut ini:
Gambar 4. 81. Diagram Cartesius Pergeseran Gerakan Wedi Kengser
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Pada Gambar 4.82 dan Gambar 4.83 terlihat bahwa tangan
penari melakukan rotasi sekitar 180 derajat. Pada Gambar 4.82 penari
memutar tangan ke arah dalam hingga sampai pada posisi seperti
Gambar 4.83. Setelah sampai pada posisi Gambar 4.83, tangan
dirotasikan kembali hingga kembali ke posisi 4.82 dan seterusnya
dilakukan secara berulang.
Pada gerakan Srisig terjadi rotasi dari titik awal, kemudian
berputar searah jarum jam hingga kembali ke tempat awal. Pola lantai
lingkaran juga menerapkan transformasi geometri ini untuk
pergerakan penari satu dengan yang lainnya berputar searah jarum jam
dan berhenti setiap sampai di posisi penari selanjutya.
d. Aktivitas Locating
Berikut akan dibahas aktivitas locating yang terdapat pada Tari
Gambyong Pareanom:
Gambar 4.83. Wedi Kengser Ngiting Gambar 4.82. Wedi Kengser
Ngerayung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
1) Ada ketentuan arah pada posisi sikap badan, posisi gerakan tangan,
arah pandangan mata, dan penggunaan aksesoris Tari Gambyong
Pareanom
Berdasarkan T19, posisi badan ketika menari adalah sedikit
mayuk (condong ke depan). Jika dilakukan perbandingan dengan Gaya
Yogyakarta yang mempunyai aturan sikap badan tegak dan dengan
Gaya Surakarta yang mempunyai aturan sikap badan mayuk, maka
aturan sikap badan Gaya Mangkunegaran adalah diantara kedua gaya
tersebut. Dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.84. Sikap
Badan Gaya Yogyakarta
Gambar 4.85. Sikap
Badan Gaya
Mangkunegaran
Gambar 4.86. Sikap
Badan Gaya
Surakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Jika digambarkan pada diagram cartesius, maka sikap badan
Gaya Yogyakarta memilik gradien tak hingga, sedangkan untuk Gaya
Mangkunegaran dan Gaya Surakarta dapat dicari besar
kemiringannya. Misalkan pada Gaya Surakarta, sikap badan
dilambangkan dengan garis yang melewati titik A dan B sebagai
berikut:
Gambar 4. 87. Diagram Cartesius Kemiringan Sikap Badan Gaya
Mangkunegaran
Misalkan garis yang melewati titik A dan B adalah posisi sikap
badan Gaya Mangkunegaran. A berada pada titik (0, 0) dan B berada
pada titik (0,5, 2). Dapat dicari gradien dari garis yang melewati AB.
𝑚 =𝑦2 − 𝑦1
𝑥2 − 𝑥1=
0,5 − 0
2 − 0=
0,5
2= 0,25
Jadi, kemiringan garis yang melewati titik AB adalah 0,25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Gerakan ngerayung seperti pada Gambar 4.41, terlihat bahwa
arah jari telunjuk sampai dengan jari kelingking adalah ke atas. Ibu
jari pada gerakan ngerayung, ditekuk dan ditempelkan pada telapak
tangan. Pada gerakan ngithing seperti pada Gambar 4.42, terlihat
bahwa ujung jari tengah ditempelkan pada ujung ibu jari. Jari telunjuk,
jari manis, dan jari kelingking menghadap ke bawah.
Seperti disampaikan oleh N1 pada T24, pandangan mata
penari Gaya Mangkunegaran mengikuti arah gerakan tangan. Penari
tidak boleh melihat kedepan ataupun melihat ke penonton. Hal ini
dimaksudkan agar penari memperlihatkan sifat kenes. Pada busana
seperti T23, bagian wiru jarik diletakkan dari sebelah kiri dan menutup
ke arah kanan. Aksesoris sunduk mentul diletakkan di depan grudo,
dan menghadap ke arah depan. Grudo sendiri diletakkan menghadap
ke belakang. Kelat bahu dengan motif naga untuk bahu kiri diletakkan
menghadap kiri, dan sebaliknya untuk kelat bahu kanan diletakkan
menghadap kanan.
2) Ada ketentuan untuk posisi/jarak pada posisi tangan, posisi penari di
panggung, dan penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom
Aturan posisi tangan gaya Mangkunegaran berdasarkan T20
adalah satu kepal dari badan. Pada T25 disebutkan bahwa posisi penari
di panggung tidak terlalu dekat dengan pinggir panggung, tetapi juga
tidak mepet di dalam (jika ditarikan lebih dari 1 orang). Untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
penggunaan sampur, jika ditarikan di dalam Pura Mangkunegaran
maka sampur diletakkan di pinggang. Jika ditarikan di luar, maka
sampur diletakkan di bahu kanan berdasarkan T26.
3) Terdapat penerapan pemetaan untuk pemakaian aksesoris Tari
Gambyong Pareanom.
Berdasarkan T28, dapat diterapkan pemetaan pada
penggunaan aksesoris terhadap anggota tubuh penari. Grudo
diletakkan di kepala, sunduk mentul diletakkan di kepala, sunduk
jungkat diletakkan di kepala, kantong gelung diletakkan di kepala,
jamang diletakkan di kepala, sumping diletakkan di kuping, suweng
diletakkan di kuping, kelat bahu diletakkan di bahu, kalung
penanggalan diletakkan di leher, gelang diletakkan di tangan, pending
diletakkan di pinggang, dan sampur diletakkan di pinggang.
Dari uraian tersebut, dapat dibuat menjadi dua himpunan.
Himpunan A adalah himpunan aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
Himpunan B adalah anggota tubuh manusia. Dapat dituliskan sebagai:
A= {grudo, sunduk mentul, sunduk jungkat, kantong gelung, jamang,
sumping, suweng, kelat bahu, kalung penanggalan, gelang, pending,
sampur}.
B= {kepala, telinga, leher, tangan, bahu, pinggang}.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Jika diilustrasikan hubungan antara kedua himpunan tersebut
adalah sebagai berikut:
berdasarkan diagram panah tersebut, dapat dilihat relasi antara
aksesoris dan tempat penggunaan aksesoris di tubuh penari. Selain
menggunakan diagram panah, hubungan tersebut dapat dinyatakan
dengan himpunan pasangan berurutan dan diagram cartesius. Jika
dilihat secara lebih rinci, relasi tersebut adalah fungsi satu-satu
(injektif).
Grudo
Sunduk
Mentul
Pending
Gelang
Sunduk
Jungkat Kantong
Gelung
Suweng
Kalung
Penanggalan
Kelat
bahu
Jamang
Sumping
Sampur
Pinggang
Tangan
Bahu
Leher
Kuping
Kepala
A
DIPAKAI
DI
B
Diagram 4.1. Diagram Panah Pengguanaan Aksesoris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
e. Aktivitas Playing
Berikut akan dibahas aktivitas playing yang terdapat pada Tari
Gambyong Pareanom:
1) Terdapat aturan-aturan mengenai sikap badan penari, pola lantai,
dan busana
Berdasarkan T30, aturan pada gerakan tari mengikuti Gaya
Mangkunegaran. Gaya tersebut antara lain: pandangan mata
mengikuti arah gerakan tangan, sikap badan tidak tegak dan tidak
mayuk, gerakan kaki menggunakan srimpet dan bukan debeg gejug,
tangan diletakkan di cethik, dan jarak antara tangan dengan badan
adalah sekitar satu kepal tangan.
Pada pembuatan pola lantai terdapat aturan seperti
disebutkan T31 dan T32, yaitu penari tidak boleh saling menutupi
satu sama lain, penari harus terlihat oleh penonton, memperkirakan
jarak antar penari, dan memperhitungkan banyak penari dengan
ukuran panggung.
Penggunaan busana juga memiliki aturan berdasarkan T33
dan T34. Jarik digunakan sebagai pakaian bawahan, dengan cara
melilitkan kain memutari badan penari. Melilitkan kain dimulai dari
pusar kemudian kain diputar menutup ke arah kanan. Dengan cara
penggunaan yang dililitkan, maka perlu menggunakan perkiraan
sehingga jarik tidak terlalu longgar tetapi juga tidak terlalu kencang.
Jarik yang terlalu longgar dapat menyebabkan kain terbuka bahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
lepas. Jika kain jarik dililitkan terlalu kencang, maka dapat
mengganggu pergerakan penari terutama gerakan yang memerlukan
perpindahan kaki yang cukup lebar.
2) Terdapat strategi agar kain sampur penari tidak terlalu panjang dan
kain jarik tidak terlalu kencang.
Strategi yang diterapkan pada tari ini adalah ketika
perpindahan pola lantai dan penggunaan sampur. Ketika membuat
pola lantai perlu untuk memperhatikan aturan-aturan seperti
disebutkan pada nomor 1. Hal ini dimaksudkan agar ketika penari
berpindah posisi atau melakukan pola lantai, penari mendapatkan
ruangan yang cukup untuk bergerak. Dengan begitu, penari tidak
akan bertubrukan satu sama lain. Berdasarkan T34, jika kain sampur
terlalu panjang maka ada strategi agar sampur pas. Caranya dengan
melipat kain sampur ke samping kanan dan/ atau kiri hingga kain
sampur dirasa pas. Kain sampur yang terlalu panjang dapat
menyebabkan kain terinjak dan bahkan tersandung. Jika kain
sampur terlalu pendek, maka gerakan penari juga tidak akan
maksimal.
f. Aktivitas Explaining
Aktivitas explaining yang terdapat pada Tari Gambyong
Pareanom yaitu adanya makna pada gerakan tari dan busana. Gerakan
tari ini menggambarkan seorang perempuan Jawa yang sedang berhias.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Berdasarkan T39 dan T40, busana yang digunakan pada tari ini
menggambarkan pakaian keseharian perempuan Jawa yaitu kain jarik
sebagai kemben. Namun kemudian tari ini diperhalus dengan kaidah
istana sehingga pada akhirnya menggunakan pakaian mekak dan jarik.
Pakaian mekak dalam tarian biasanya digunakan untuk wayang orang.
Pembawaan dari tari ini ceria, lincah, dan kenes. Berdasarkan T37
terdapat makna dari gerakan-gerakan Tari Gambyong Pareanom. Makna
tersebut sama seperti yang sudah disebutkan di Bab 2, yaitu:
1) Gerakan Merong, gerak merong ini mengungkap bayi yang masih
dalam kandungan yang tidak dapat bergerak dengan bebas, maka
geraknnya hanya dilakukan ditempat.
2) Gerakan Batangan, mengungkapkan bayi sebelum lahir akan
dibatang besok kalau lahir laki-laki ataukah perempuan.
3) Gerakan Pilesan mengungkap bayi sesudah lahir dididik agar kelak
menjadi orang yang baik.
4) Gerakan Laku telu mengungkap kehidupan yang dialami oleh
manusia yaitu lahir, dewasa, dan tua.
5) Gerakan Menthogan mengungkapkan orang yang sudah tua apabila
berjalan sudah tidak pantas dilihat, maka gerakannya disamakan
sepeti menthog.
6) Gerakan Wedhi kengser mengungkap orang yang mendekati akan
meninggal, maka kaitannya dengan iringan agak seseg dan akhirnya
suwuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
7) Gerakan Entragan pada akhir tari mengungkapkan hembusan nafas
terakhir dari ritme yang cepat kemudian semakin melambat.
3. Permasalahan Kontekstual Matematika pada Tari Gambyong
Pareanom
Berdasarkan hasil analisis data, terdapat aspek-aspek matematis yang
dapat dibuat menjadi soal permasalahan kontekstual matematika. Tabel 4.23
merupakan tabel berisi aspek-aspek matematis yang ditemukan pada Tari
Gambyong Pareanom.
Tabel 4.23. Permasalahan Kontekstual Matematika
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Bilangan
Tari Gambyong Pareanom adalah tarian klasik dari
Surakarta. Tari ini dapat ditarikan oleh satu orang atau
lebih bahkan secara masal. Tari Gambyong Pareanom
terdiri dari 7 bagian iringan musik, yaitu:
(1) patetan pelog nem, 2 gerakan
(2) ayak-ayakan pelog nem, 5 gerakan
(3) patet jugag pelog nem, 1 gerakan
(4) Pancerono:
a. gending gambirsawit ketuk 2 kerep, 7 gerakan
b. gending gambirsawit ketuk 4 kerep, 21 gerakan
c. kebar, 4 gerakan
d. gending gambirsawit ketuk 4 kerep, 6 gerakan
(5) patet jugag pelog nem, 1 gerakan
(6) ayak-ayakan pelog nem, 6 gerakan
(7) patet jugag pelog nem, 1 gerakan
Berapakah jumlah keseluruhan gerakan Tari Gambyong
Pareanom?
Alternatif Penyelesaian:
Total= 2 + 5 + 1 + 7 + 21 + 4 + 6 + 1 + 6 + 1 = 54
Jadi jumlah keseluruhan gerakan Tari Gambyong
Pareanom adalah 54 gerakan.
SD
Kelas 3
Tari Gambyong Pareanom adalah tarian klasik dari
Surakarta. Tari ini dapat ditarikan oleh satu orang atau
lebih bahkan secara masal. Rangkaian gerak Kebar pada
tari ini, terdiri dari:
a. ngilo asta sebanyak 4 x 8 ketukan
b. atur-atur sebanyak 4 x 8 ketukan
c. sangga ulap sebanyak 4 x 8 ketukan
SD
Kelas 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Berapakah jumlah keseluruhan ketukan pada rangkaian
gerak Kebar?
Alternatif Penyelesaian:
Total = 3 x (4 x 8) = 3 x 32 = 96
Jadi jumlah keseluruhan ketukan pada rangkaian gerak
Kebar adalah 96 ketukan.
Ketukan kethuk pada bagian-bagian musik Tari
Gambyong Pareanom adalah sebagai berikut:
Ayak-ayak: 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13
Gambirsawi: 4, 12, 20, 28
Kebar: 2, 4, 6, 8, 10, 12
Tentukan bentuk umum dari pola ketukan tersebut.
Alternatif Penyelesaian:
Ayak-ayak
a=1, b=2
𝑈𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏
𝑈𝑛 = 2𝑛 − 1
Gambirsawit
a=4, b=8
𝑈𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏
𝑈𝑛 = 8𝑛 − 4
Kebar:
a=2, b=2
𝑈𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏
𝑈𝑛 = 2𝑛
SMP
Kelas 8
Logika
Buatlah negasi dari kalimat berikut ini:
1. Penari melakukan perpindahan pola lantai setiap
ketukan kedelapan.
2. Setiap lipatan wiru jarik besarnya 2 cm.
3. Busana pada Tari Gambyong Pareanom adalah
mekak dan jarik.
Alternatif Penyelesaian:
a. Penari tidak melakukan perpindahan pola lantai setiap
ketukan kedelapan.
b. Ada lipatan wiru jarik yang besarnya bukan 2 cm.
c. Busana pada Tari Gambyong Pareanom bukan mekak
atau jarik.
SMA
Kelas
XI
Tentukan kesimpulan yang sah.
1. jika jarik terlalu kencang, maka penari tidak bebas
bergerak. Jika penari tidak bebas bergerak, maka
penampilan penari tidak maksimal.
2. jika Tari Gambyong Pareanom dipentaskan di luar
Pura Mangkunegaran, maka pensri menggunakan
busana mekak dan jarik. Penari tidak menggunakan
mekak dan jarik.
SMA
Kelas
XI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Alternatif Penyelesaian
1. Premis 1 = jika p maka q
Premis 2 = jika q maka r
Berdasarkan silogisme hipotesis, kesimpulan yang sah
adalah p maka r.
2. Premis 1 = jika p maka q
Premis 2 = ~ q
Berdasarkan Modus Ponens , kesimpulan yang sah
adalah ~p.
Operasi
Hitung
Wiru jarik pada Tari Gambyong Pareanom dilakukan
sebanyak 12 kali. Setiap lipatan lebarnya adalah 2 cm.
Ukuran jarik adalah 2,5 m × 1,5 m . Hitung luas jarik
yang tersisa setelah jarik diwiru.
Alternatif Penyelesaian:
Luas jarik = 2,5 m × 1,5 m = 3,75 m2 = 37.500 cm2.
Sedangkan besar wiru = 12 x 2 cm = 24 cm.
Luas wiru = 24 cm x 150 cm = 3.600 cm2.
Maka luas kain jarik yang tersisa = 37.500 – 3.600 =
33.900 cm2.
SD
Kelas 4
Sudut
Tentukan jenis sudut pada gambar berikut dan berikan
alasan!
Gambar Jenis Sudut
Siku-siku karena tegak
lurus dan bersudut 90
derajat
SD
Kelas 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Sudut pelurus karena
bersudut 180 derajat dan
lurus
Sudut tumpul karena lebih
dari 90 derajat
Sudut lancip karena
kurang dari 90 derajat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Konversi
Satuan
Tari Gambyong Pareanom merupakan tari klasik yang
berasal dari Surakarta. Pada tari ini digunakan kain jarik
sebagai pakaian bawahan penari. Sebelum dikenal alat
pengukur panjang, orang zaman dahulu menggunakan
satuan tidak baku sebagai alat perhitungan panjang.
Pada zaman dahulu, panjang kain jarik adalah 2 kacu
lebih setengah. Jika panjang 1 kacu adalah sekitar 1
meter, berapakah panjang kain jarik dalam satuan
meter?
Alternatif Penyelesaian:
Diketahui: panjang kain = 2 kacu lebih setengah
1 kacu sekitar 1 meter
2 kacu lebih setengah = sekitar 2,5 meter
SD
Kelas 4
Diagram
Cartesius
Seorang penari menarikan Gambyong Pareanom di
panggung yang berbentuk persegi dengan ukuran
panggung 3 meter x 3 meter, seperti gambar berikut:
tentukan titik penari pada diagram cartesius jika titik D
berada di (0, 0).
Alternatif Penyelesaian:
Misalkan panggung sebagai persegi ABCD:
Maka posisi penari berada di titik (1,5 , 1,5) pada
diagram cartesius. Atau secara nyata di titik 1,5 meter
dari sisi kanan dan kiri panggung serta 1,5 meter dari
SMP
Kelas 8
(0,3) A
D (0,0) C (3,0)
B (3,3)
A
D (0,0) C
B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
sisi depan dan belakang karena penari berada di tengah
panggung.
Phytagoras
Panggung dengan ukuran 4 meter × 4 meter akan
digunakan untuk pementasan Tari Gambyong Pareanom
dengan banyak penari adalah 4 orang. Pola lantai dibuat
berbentuk persegi persegi, seperti berikut:
Tentukan jarak penari A dan D.
Alternatif Penyelesaian:
Jarak penari AD dan BC dapat dicari menggunakan
teorema phytagoras:
𝐴𝐷 = √𝐴𝐵2 + 𝐵𝐷2 = √22 + 22 = √4 + 4 = √8 =
2√2
Maka, jarak AD = 2√2 meter
SMP
Kelas 8
Estimasi
Dalam suatu pementasan Tari Gambyong Pareanom,
disediakan panggung berukuran 4m x 4m. Banyak
penari yang akan pentas adalah 5 orang. Menurutmu,
cukupkah panggung tersebut jika masing-masing penari
membutuhkan ruang untuk bergerak sekitar 1 meter ke
empat arah? Bagaimana posisi kelima penari pada
panggung tersebut?
Alternatif Penyelesaian:
cukup.
Dengan membagi
panggung per meter
seperti gambar
disamping. Terdapat 9
titik perpotongan, di
dalam panggung.
Jika 1 penari
membutuhkan ruang
gerak sekitar 1 meter ke
empat arah, maka 1 penari membutuhkan sekitar 1
meter ke kanan, 1 meter ke kiri, 1 meter ke depan, dan
1 meter ke belakang.
SMP
Kelas 8
A
B
C
D
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Dengan membuat pola
lantai seperti berikut, maka
panggung akan cukup.
Seorang koreografer ingin membuat garapan Tari
Gambyong Pareanom untuk pembukaan suatu acara. Ia
akan menyusun rangkaian gerak berupa:
• Sembahan 1 x 8
• Gedek 1 x 8
• Merong 4 x 8
• Ulap – ulap kanan 4 x 8
• Srisig 1 x 8
• Trap jamang 4 x 8
• Atur – atur 4 x 8
• Trap pending 4 x 8
• Srisig 2 x 8
• Merong 4 x 8
• Batangan 4 x 8
• Kawilan 4 x 8
• Pilesan 4 x 8
• Srisig 2 x 8
• Lampah telu 4 x 8
• Ukel pakis 4 x 8
• Ubed sampur 2 x 8
• Kawilan kengseran 4 x 8
• Srisig 2 x 8
• Prenjakan 4 x 8
• Tatapan 2 x 8
• Tumpang tali 2 x 8
• Banyakan kawilan 4 x 8
• Natap 2 x 8
• Lampah gelo asta 4 x 8
• Srisig 1 x 8
Cukupkah waktu yang disediakan panitia selama 12
menit jika 1 ketukan sama dengan 1 detik?
Alternatif Penyelesaian:
Total ketukan= 4 (1 x 8) + 7 (2 x 8) + 15 ( 4 x 8) =624
ketukan
1 ketukan sekitar 1 detik
Maka 60 ketuka 1 menit
SD
Kelas 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
624 / 60 = 10, 4 menit
Jadi waktu yang disediakan panitia cukup untuk garap
tari tersebut.
Perban
dingan
Seorang koreografer membuat pola lantai Tari
Gambyong Pareanom untuk 4 orang penari dengan
ukuran panggung 7 meter x 7 meter. Pola lantai
manakah yang memiliki jarak terpanjang hingga
kembali ke titik awal? (cari menggunakan keliling)
Alternatif Penyelesaian:
Misalkan terdapat titik B, C, dan D
Maka titik B berada di (6, 2), C (6, 6), dan D (2, 6)
Keliling 1 = (6-2) + (6-2) + (6-2) + (6-2) = 4 + 4 + 4 +
4 =16
Keliling 2:
Terdapat juring AOD, BOC, COD, dan AOB.
Akan dicari busur AB, BC, CD, dan DA
∠𝐴𝑂𝐵 = 90
𝐴𝐶 = √𝐵𝐶2 + 𝐵𝐴2
SD
Kelas 4
1 A (2, 2) 2 A (2, 2)
1 A (2, 2) B
C D
2 A (2, 2) B
C D
2 A (2, 2) B
C D
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
𝐴𝐶 = √42 + 42
𝐴𝐶 = √16 + 16
𝐴𝐶 = √32
𝐴𝐶 = 4√2
𝐴𝑂 =1
2𝐴𝐶
𝐴𝑂 =1
2 × 4√2
𝐴𝑂 = 2√2
𝐴�̂� =90
360× 2𝜋𝑟
𝐴�̂� =1
4× 2𝜋 2√2
𝐴�̂� = √2𝜋
Jadi jaraj yang diperlukan untuk sampai di posisi awal
pada pola lantai 2 adalah 4 × √2𝜋
Luas
Gambar diatas adalah ikat pinggang yang digunakan
pada Tari Gambyong Pareanom:
Hitunglah luas gabungan bangun datarnya!
Alternatif Penyelesaian:
1. Bangun datar 1=2=4=5
SD
Kelas 6
1
1 4
6 8
1 2 3
4 5 6
7 8
9 1
0
1
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Luas lingkaran = 𝜋𝑟2 = 𝜋. 0,52 = 0,25𝜋 𝑐𝑚2
Ada 2 lingkaran jadi 2 × 0,25 = 0,5𝜋 𝑐𝑚2
2. Bangun datar 3=6
Luas lingkaran = 𝜋𝑟2 = 𝜋22 = 4𝜋 𝑐𝑚2
3. Bangun datar 7=8
Luas lingkaran = 𝜋𝑟2 = 𝜋32 = 9𝜋 𝑐𝑚2
4. Bangun datar 10=11
Luas Trapesium =1
2× ((𝑎 + 𝑏) × 𝑡) =
1
2× (6 +
8)1 =1
2× 14 = 7𝑐𝑚2
Ada 2 trapesium jadi 2 × 7 = 14 𝑐𝑚2
5. Bangun datar 9
Luas persegi panjang = 𝑝 × 𝑙 = 4 × 8 = 32 𝑐𝑚2
Luas gabungan = L1 + L2 + L3 + L4 + L5
Luas gabungan = 0,5𝜋 + 4𝜋 + 9𝜋 + 14 + 32 = 46 +13,5𝜋 𝑐𝑚2
Titik dan
garis
Tentukan jarak antar penari 1 dan 2 pada pola lantai di
bawah ini jika ukuran panggung adalah 4m x 4m dan
penari 1 berada di titik (-4,5) dan tentukan posisi penari
2 pada cartesius.
Alternatif Penyelesaian:
Posisi penari 2 = (-2, 7)
SMP
Kelas 8
1
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
𝒓 = √(𝒙𝟐 − 𝒙𝟏)𝟐 + (𝒚𝟐 − 𝒚𝟏)𝟐
𝒓 = √(−𝟐 − (−𝟒))𝟐 + (𝟕 − 𝟓)𝟐
𝒓 = √𝟒 + 𝟒
𝒓 = √𝟖
𝒓 = 𝟐√𝟐
Jadi jarak penari 1 dan 2 adalah 2√2 meter.
Garis
Sikap badan penari Gaya Mangkunegaran tidak mayuk
tetapi tidak tegak, seperti gambar berikut:
Jika digambarkan pada diagram cartesius, sikap badan
Gaya Mangkunegaran adalah sebagai berikut:
Misalkan garis yang melewati titik A dan B adalah
posisi sikap badan Gaya Mangkunegaran. A berada
SMP
Kelas 8
Sikap Badan Gaya
Yogyakarta
Sikap Badan Gaya
Mangkunegaran
Sikap Badan
Gaya Surakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
pada titik (0, 0) dan B berada pada titik (0,5, 2).
Tentukan kemiringan garis yang melewati titik AB.
Alternatif Penyelesaian:
Gradien dari garis yang melewati AB.
𝑚 =𝑦2 − 𝑦1
𝑥2 − 𝑥1=
0,5 − 0
2 − 0=
0,5
2= 0,25
Jadi, kemiringan garis yang melewati titik AB adalah
0,25.
Bangun
datar
Berikut ini adalah kain sampur yang digunakan pada
Tari Gambyong Pareanom.Apakah bentuk yang
dilingkari dapat disebut sebagai segitiga? Berikan
alasamu.
Alternatif Penyelesaian:
Ciri-ciri segitiga:
- Mepunyai tiga sisi, dengan jumlah panjang dua sisi
lebih panjang dari sisi yang lain
- Mempunyai 3 sudut yang jumlahnya 180 derajat.
Berdasarkan ciri- criri tersebut, bangun datar dalam
lingkaran bukan segitiga.
SMA
Kelas 10
Garis
Dua orang penari Gambyong Pareanom, membentuk
pola lantai pada panggung berukuran 4m x 4m sebagai
berikut:
SMP
Kelas 8
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Tentukan persamaan garis yang merupakan jarak antara
dua penari tersebut jika penari 1 berada di posisi (3, 5)
pada diagram cartesius.
Alternatif Penyelesaian:
Posisi penari 2 = (5, 7)
Persamaan garis : 𝑦 − 𝑦1
𝑦2 − 𝑦𝑖=
𝑥 − 𝑥1
𝑥2 − 𝑥1
𝑦 − 5
7 − 5=
𝑥 − 3
5 − 3
2(𝑦 − 5) = 2(𝑥 − 3)
2𝑦 − 10 = 2𝑥 − 6
2𝑦 − 2𝑥 = 4
𝑦 − 𝑥 = 2
Garis
Sejajar
Perhatikan gambar Tari Gambyong Pareanom berikut:
Terdapat dua garis pada pola lantai tersebut. Garis 1
sejajar dengan garis 2. Persamaan garis 2 adalah 2𝑥 +𝑦 = −7. Tentukan persamaan garis 1 jika garis 1
melewati penari yang berada di titik (4,3).
Alternatif Penyelesaian:
Gradien garis 2 adalah 𝑦 = −7 − 2𝑥. Jadi gradien garis
2 adalah (-2).
Persamaan garis 1 :
𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐
4 = −2.3 + 𝑐
4 = −6 + 𝑐
𝑐 = 10
Jadi persamaan garis 1 adalah 𝑦 = −2𝑥 + 10
SMP
Kelas 8
1 2
(4,3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Kesebangu
nan dan
kekongruen
an
Perhatikan aksesoris Tari Gambyong Pareanom berikut:
Apakah segitiga A dan B kongruen? Berikan alasan!
Alternatif Penyelesaian:
Gambarkan kedua segitiga sebagai berikut:
Berdasarkan teorema sisi sudut sisi, maka kedua
segitiga tersebut kongruen.
SMA
Kelas
10
A B
B A
B A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Transforma
si Geometri
Seorang penari Gambyong Pareanom melakukan
gerakan srisig dari posisi awal kemudian memutari
temannya yang berada ditengah panggung ke arah kiri
hingga kembali ke posisi awal seperti pada gambar
berikut:
Jika digambarkan pada diagram cartesius, posisi penari
berada pada titik (2,-2). Sedangkan posisi penari yang
diputari berada pada titik (0,0). Tentukan bayangan
penari yang memutari temannya.
Alternatif Penyelesaian:
Koordinat bayangan penari (x,y) yang dirotasikan
terhadap temannya yang berada di tengah panggung
sebagai pusat (0,0), sebesar 360 derajat searah jarum
jam.
(𝑥′𝑦′
) = (cos 𝜃 − sin 𝜃sin 𝜃 cos 𝜃
) (𝑥𝑦)
(𝑥′𝑦′
) = (cos 360 − sin 360sin 360 cos 360
) (2
−2)
(𝑥′𝑦′
) = (1 00 1
) (2
−2)
(𝑥′𝑦′
) = (2
−2)
Diperoleh baangan titik penari adalah sama yaitu (2, -
2).
SMP
Kelas 9
Seorang penari Gambyong Pareanom melakukan
gerakan kengser, yaitu gerakan kaki merambat untuk
berpindah tempat tanpa mengubah kedudukan badan.
Jika digambarkan pada diagram cartesius, posisi awal
penari berada pada titik (3, 5).
SMP
Kelas
IX /
SMA
Kelas
XI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
jika penari melakukan kengser ke kiri hingga titik (-3,5)
tentukan translasinya.
Alternatif Penyelesaian:
(𝑥′𝑦′
) = (𝑥𝑦) + (
𝑞𝑟
)
(−35
) = (35
) + (𝑞𝑟
)
(𝑞𝑟
) = (−35
) − (35
)
(𝑞𝑟
) = (60
)
Seorang penari Gambyong Pareanom melakukan
gerakan Kengser, yaitu gerakan kaki merambat untuk
berpindah tempat tanpa mengubah kedudukan badan.
Gerakan Wedi Kengser dilakukan secara lurus dengan
arah dan jarak tertentu.
Misalkan penari berada di titik A (4,6), kemudian
penari melakukan gerakan Wedi Kengser hingga berada
pada titik B (-6,6). Tentukan pergeseran yang dilakukan
penari.
SMP
Kelas
IX /
SMA
Kelas
XI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
Alternatif Penyelesaian:
𝐴(4,6) − −→ 𝐴′(−6,6)
𝐴(4,6) = (−6 + 𝑎, 6 + 𝑏)
𝐴(4,6) = (−6, 6) + (𝑎, 𝑏)
(𝑎, 𝑏) = (4, 6) − (−6, 6)
(𝑎, 𝑏) = (10, 0)
Jadi, penari ditranslasikan dengan (10, 0).
Perhatikan gambar Tari Gambyong Pareanom diatas.
Garis kuning merupakan sumbu pencerminan. Misalkan
penari diatas dicerminkan terhadap sumbu y. tentukan
bayangan penari jika penari berada di titik (-4, 7)
Alternatif Penyelesaian:
(𝑥′𝑦′
) = (−1 00 1
) (𝑥𝑦)
(𝑥′𝑦′
) = (−1 00 1
) (−47
)
SMP
Kelas
IX /
SMA
Kelas
XI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
(𝑥′𝑦′
) = (47
)
Vektor
Seornag koreografer membuat pola lantai untuk Tari
Gambyong Pareanom dengan bentuk sebagai berikut:
Penari akan melakukan pola lantai berbentuk segi empat
seperti pada gambar, hitunglah perpindahannya jika
posisi awal penari berada pada titik (3, 4).
Alternatif Penyelesaian:
v1= (3-6, 4-8) = (-3, -4),
v2= (6-9, 8-4) = (-3, 4)
v3= (9-6, 4-0) = (3, 4)
v3= (6-3, 0-4) = (3, -4)
panjang vektor
v1= 5
v2=5
v3=5
v4=5
maka perpindahan penari sejauh 20 satuan panjang.
SMA
Kelas X
Pemetaan
Berikut ini adalah nam aaksesoeis Tari Gambyong
Pareanom dan tempat pemakaiannya. Grudo diletakkan
di kepala, sunduk mentul diletakkan di kepala, sunduk
jungkat diletakkan di kepala, kantong gelung diletakkan
di kepala, jamang diletakkan di kepala, sumping
diletakkan di kuping, suweng diletakkan di kuping,
kelat bahu diletakkan di bahu, kalung penanggalan
diletakkan di leher, gelang diletakkan di tangan,
pending diletakkan di pinggang, dan sampur diletakkan
di pinggang.
Buatlah diagram panahnya dan tetukan apakah
merupakan relasi atau fungsi.
Alternatif Penyelesaian:
SMP
Kelas 7
(3, 4)
(6, 8)
(9, 4)
(6, 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
Aspek
Matematis Permasalahan Kontekstual Jenjang
A= {grudo, sunduk mentul, sunduk jungkat, kantong
gelung, jamang, sumping, suweng, kelat bahu, kalung
penanggalan, gelang, pending, sampur}.
B= {kepala, telinga, leher, tangan, bahu, pinggang}.
berdasarkan diagram panah, pemetaan tersebut merupakan fungsi injektif.
Grudo
Sunduk Mentul
Pending
Gelang
Sunduk Jungkat
Kantong Gelung
Suweng
Kalung Penanggalan
Kelat bahu
Jamang
Sumping
Sampur
Pinggang
Tangan
Bahu
Leher
Kuping
Kepala
A
DIPAKAI DI
B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
E. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya:
1. Soal Kontekstual belum divalidasi oleh ahli, sehingga masih perlu untuk
dilakukan validasi serta penyempurnaan.
2. Aspek filosofi yang dikaji belum cukup mendalam terutama pada makna-
makna dan aturan dari Tari Gambyong Pareanom yang kurang tergali. Perlu
untuk melakukan studi pustaka serta dokumentasi jika ingin mendalami
lebih lanjut untuk makna serta aturan pada tari ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sejarah dan Filosofi Tari Gambyong Pareanom
a. Sejarah Tari Gambyong Pareanom
Pada awalnya Tari Gambyong merupakan tari yang mempunyai
anggapan buruk di masyarakat karena gerakan dari tari tersebut yang
cenderung erotis. Tari Gambyong kemudian diperhalus dengan kaidah
istana (diwirengkan) untuk menghilangkan anggapan buruk tersebut.
Hasil dari perhalusan oleh Nyi Bei Mintoraras pada tahun 1950 ini
merubah bagian busana, menambahkan gerakan sembahan, pemadatan
durasi, serta pematokan gerakan.
Gerakan Tari Gambyong sebelum diperhalus adalah mengikuti
pemain kendang, kemudian disusun Tari Gambyong Pareanom dengan
gerakan-gerakan yang sudah disusun sedemikian sehingga sudah dibuat
patokan gerakan. Tari Gambyong Pareanom diperhalus dengan kaidah
istana, sehingga pada awal dan akhir tarian terdapat gerakan sembahan.
Pola lantai dari Tari Gambyong Pareanom yang paling sering
digunakan adalah prapatan (perempatan), atau bisa disebut sebagai
wajik. Penyusunan pola lantai perlu memperhatikan banyak penari,
ukuran panggung, serta ruang gerak penari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
Pada mulanya busana untuk Tari Gambyong Pareanom adalah
kemben. Busana tersebut dirasa kurang halus terutama jika untuk
ditarikan di Pura Mangkunegaran. Busana tari ini kemudian diganti
dengan mekak dan jarik. Aksesoris tari Gambyong Pareanom pada
awalnya adalah menggunakan konde serta sampur yang diletakkan di
bahu kanan penari. Setelah dilakukan perhalusan, konde digantikan
dengan jamang dan sampur diletakkan di pinggang.
b. Filosofi Tari Gambyong Pareanom
Nama Gambyong diambil dari nama seorang pesinden yang
pandai menari sehingga menjadi idaman pemuda pada waktu itu.
Pareanom memiliki arti “padi muda”, warna padi yang masih muda
adalah hijau kekuningan. Warna tersebut merupakan warna dari
bendera Mangkunegara.
Tari Gambyong Pareanom ingin menampilkan seorang
perempuan Jawa yang sedang berhias, sehingga suasana yang
digambarkan adalah gembira, lincah, kenes, luwes, dan membuat
penonton sengsem. Rangkaian gerakannya memiliki makna kehidupan
manusia dari sebelum lahir ke dunia hingga akhir hayat manusia.
Busana kemben merupakan busana wanita Jawa biasa pada
zaman dahulu, sedangkan mekak identik dengan busana dalam
pertunjukan seni wayang orang. Jamang adalah aksesoris kepala yang
menyerupai mahkota, aksesoris ini identik dengan aksesoris
pertunjukan seni wayang orang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
2. Aktivitas Fundamental Matematis pada Tari Gambyong Pareanom
a. Counting
Berikut ini macam-macam aktivitas counting yang ditemukan
pada Tari Gambyong Pareanom:
1) Terdapat aktivitas membilang atau mencacah ketukan setiap
gerakan Tari Gambyong Pareanom.
2) Terdapat quantifier pada gerakan, pola lantai, penggunaan busana,
serta penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom
3) Untuk menghitung banyaknya ketukan setiap gerakan, digunakan
operasi hitung perkalian.
b. Measuring
Berikut ini macam-macam aktivitas measuring yang ditemukan pada
Tari Gambyong Pareanom:
1) Terdapat ukuran sudut yang terbentuk dari posisi tangan pada
gerakan Tari Gambyong Pareanom.
2) Terdapat pengukuran jarak menggunakan satuan anggota badan
pada posisi gerakan Tari Gambyong Pareanom
3) Terdapat pengukuram jarak antar penari pada pola lantai.
4) Satuan tidak baku yang digunakan pada Tari Gambyong Pareanom
dapat dikonversikan ke satuan panjang yang baku.
5) Adanya perkiraan/estimasi pada pembuatan pola lantai, posisi sikap
badan penari, dan penggunaan aksesoris Tari Gambyong Pareanom.
6) Terdapat comparative quantifier pada penggunaan jarik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
7) Adanya pengukuran luas panggung yang ideal, disesuaikan dengan
banyaknya penari.
c. Locating
Berikut ini macam-macam aktivitas locating yang ditemukan pada Tari
Gambyong Pareanom:
1) Adanya ketentuan arah pada posisi sikap badan, posisi gerakan
tangan, arah pandangan mata, dan penggunaan aksesoris.
2) Ada ketentuan untuk posisi/jarak pada posisi tangan, posisi penari di
panggung, dan penggunaan aksesoris pada anggota tubuh penari.
3) Terdapat penerapan pemetaan untuk pemakaian aksesoris pada
anggota tubuh penari.
d. Designing
Berikut ini macam-macam aktivitas designing yang ditemukan pada
Tari Gambyong Pareanom:
1) Ada bermacan-macam rangkaian gerak yang dapat disesuaikan
dengan durasi waktu serta hitungan dari iringan gamelan.
2) Ada bermacam-macam pola lantai yang dapat dibuat, berdasarkan
jumlah penari, ukuran panggung, serta semua penari tetap terlihat
dengan jelas.
3) Teradapat pola garis lurus/garis lengkung pada gerakan, pola lantai,
motif pada busana, dan motif pada aksesoris.
4) Ada penerapan kesejajaran garis/garis berpotongan pada posisi
gerakan tangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
5) Ada penerapan kesebangunan dan kekongruenan motif aksesoris.
6) Ada penerapan transformasi geometri pada posisi gerakan tangan,
pola lantai, posisi gerakan kaki, dan motif pada busana.
e. Playing
Berikut ini macam-macam aktivitas playing yang ditemukan pada Tari
Gambyong Pareanom:
1) Terdapat aturan-aturan mengenai sikap badan penari, pola lantai,
dan busana.
2) Terdapat strategi agar kain sampur penari tidak terlalu panjang dan
kain jarik tidak terlalu kencang.
f. Explaining
Aktivitas explaining yang ditemukan pada Tari Gambyong Pareanom
adalah adanya makna dari rangkaian gerak Tari Gambyong Pareanom
dan penggunaan busana.
3. Permasalahan Kontekstual Matematis pada Tari Gambyong Pareanom
Peneliti menemukan 20 aspek matemtis pada Tari Gambyong
Pareanom yaitu (1) Bilangan, (2) Logika matematika, (3) Perkalian, (4)
Sudut, (5) Konversi satuan, (6) Diagram cartesius, (7) Phytagoras, (8)
Estimasi, (9) Perbandingan, (10) Luas, (11) Titik dan garis, (12) Bangun
Datar, (13) Garis, (14) Kesejajaran dan perpotongan garis, (15)
Kesebangunan dan kekongruenan, (16) Transformasi geometri, (17) Vektor,
(18) Pemetaan, (19) Logika matematika, (20) Penerapan Matematika.
Melalui aspek-aspek matematis yang sudah ditemukan pada Tari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
Gambyong Pareanom, disusun permasalahan kontekstual matematika yang
ditujukan untuk siswa dari jenjang SD hingga SMA.
B. Saran
1) Bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian pengembangan
terhadap permasalahan kontekstual yang sudah disusun dalam penelitian ini
sehingga dapat digunakan pada pembelajaran.
2) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk
mengembangkan pembelajaran matematika maupun penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
DAFTAR PUSTAKA
Bawarasa. 2020, 24 Oktober. Gambyong Kyahi Kanyut Mesem. Youtube.
https://youtu.be/dHqMQbWj740
Bishop, A. J. (1991). Mathematical Enculturation: A Cultural Perspective on
Mathematics Education (Vol. 6). London: Kluwer Academic Publisher.
Blangkonan, Metal. 2020, 19 Juni. Gambyong Pareanom (ASKI Surakarta 1992).
Youtube. https://youtu.be/ao16EhDTZQk
D'Ambrosio, U. (1985). Ethnomathematics and its Place in the History and
Pendagogy of Mathematics. For the Learning of Mathematics, 5(1), 44-48.
Darmaningsih, M. (1987). Gambyong Pareanom: Studi Kasus Tentang Nilai - Nilai
Kewanitaan Dalam Pura Mangkunegara. Jakarta: Institut Kesenian Jakarta.
Dewi, A. F., Kinanti, M., & Sulistyorini, P. (2020). Pola Barisan Aritmetika pada
Pukulan Ketukan Gending Ketawang di Gamelan Yogyakarta. Seminar
Nasional Pendidikan Matematika, 1(1), 7-14.
Dewi, R. S. (2012). Keanekaragaman Seni Tari Nusantara. Balai Pustaka.
Gerdes, P. (1994). Reflection on Ethnomathematics. For the Learning of
Mathematics, 14(2), 19-22.
Gunawan, I. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.
Herlina, Hartiwi, & Nugroho, S. H. (2010). Diktat Tari Surakarta IV. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Hiebert, J., & Carpenter, T. P. (1992). Learning and Teaching with Understanding.
Dalam N. C. Mathematics, & D. A. Grouws (Penyunt.), Handbook of
Research on Mathematics Teaching and Learning: A Project of the National
Council of Teachers of Mathematics (hal. 65-97). Virginia: National
Council of Teachers of Mathematics.
Ireng, Londo. 2015, 12 Maret. Gambyong Dance Mangkunegaran Solo by Wahyu
Koen. Youtube. https://youtu.be/Tv-51jtbqPo
Koentjaraningrat. (1985). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Menari, Oengaran. 2019, 29 Juli. Gambyong Pareanom Gaya Mangkunegaran.
Youtube. https://youtu.be/gSwypn4l96l
Narawati, T. (2009). Peran Pendidikan Tari Putri Klasik Gaya Yogyakarta bagi
Perempuan Jawa, Dulu dan Kini. Jurnal Humaniora, 21(1), 70-80.
Nuraini, I. (2016). Metode Belajar Tari Puteri Gaya Surakarta. Yogyakarta: Badan
Penerbit ISI Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
Parmadi, S., Haryono, T., Soedarsono, R. M., & Kusmayati, A. H. (2014a).
Karakter dalam Tari Gaya Surakarta. Jurnal Seni Budaya, 12(2), 220-235.
Parmadi, S., Haryono, T., Soedarsono, R. M., & Kusmayati, A. H. (2014b).
Spiritualitas Budaya Jawa dalam Seni Tari Klasik Gaya Surakarta.
Panggung, 24(2), 198-210.
Pramestika, I. W. (2020). Kajian Etnomatematika pada Tari Srimpi Pandhelori.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Prastowo, A. (2014). Metode Penelitian Kualitatif: dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Rakhmawati, R. (2016). Aktivitas Matematika Berbasis Budaya pada Masyarakat
Lampung. Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika, 7(2), 221-230.
Rijali, A. (2018). Analisis Data Kualitatif. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah,
17(33), 81-95.
Soedarsono, R. M. (1978). Pengantar Pengetahuan Tari dan Komposisi Tari.
Yogyakarta: Akademik Seni Tari Yogyakarta.
Sulistyarini, A. R., & Putri, A. G. (2018). Analisis Operasi Vektor dan Kombinasi
Linear dalam Pola Tari Gambyong Pareanom. Prosiding Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika, 4(1).
Supriadi, Arisetyawan, A., & Tiurlina. (2016). Mengintegrasikan Pembelajaran
Matematika Berbasis Budaya Banten pada Pendirian SD Laboratorium UPI
Kampus Serang. Mimbar Sekolah Dasar, 3(1), 1-18.
Suraji. (2013, Mei). Tinjauan Ragam Bentuk Tlutur dan Korelasinya. Keteg: Jurnal
Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang Bunyi, 13(1), 123-152.
Syafnidawaty. (2020, October 29). Universitas Raharja. Retrieved Juni 27, 2021,
from raharja.ac.id: https://raharja.ac.id/2020/10/29/penelitian-kualitatif/
Tandililing, E. (2013). Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah dengan
Pendekatan Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal sebagai Upaya untuk
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika di Sekolah. Prosiding
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, 9, 194-202.
Taylor, E. B. (1871). Primitive Culture: Researches into the Development of
Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art, and Custom. 2 vols.
London: John Murray.
Thabroni, G. (2021, Februari 11). Metode Penelitian Deskriptif: Pengertian,
Langkah & Macam. Retrieved Agustus 1, 2021, from Serupa.id:
https://serupa.id/metode-penelitian-deskriptif/
Wall Street English. (2019, Agustus 2). Tata Bahasa Mingguan: Penghitung.
Retrieved Juli 31, 2021, from Wall Street English:
www.wallstreetenglish.co.id/belajar-grammar/weekly-grammar-quantifier/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
Widyastutieningrum, S. R. (2011). Sejarah Tari Gambyong: Seni Rakyat Menuju
Istana. Surakarta: ISI Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Lampiran 2. Instrumen Penelitian Pedoman Observasi
PEDOMAN OBSERVASI
A. Kisi – kisi
Aspek yang
Diteliti
Indikator Nomor
Pertanyaan
Aspek
Filosofis
Mengetahui keberadaan Tari Gambyong Pareanom di masyarakat Surakarta 1
Mengetahui makna dan cerita yang ingin disampaikan dari Tari Gambyong Pareanom 2
Mengetahui perkembangan Tari Gambyong Pareanom 3, 4
Melihat gerakan-gerakan Tari Gambyong Pareanom 5
Melihat pola lantai Tari Gambyong Pareanom 6
Melihat busana yang digunakan pada Tari Gambyong Pareanom 7
Melihat aksesoris yang digunakan pada Tari Gambyong Pareanom 8
No.
Aspek
yang
Diteliti
Aktivitas
Fundamental
Matematis
Indikator Nomor
Pernyataan
1. Gerakan
Counting Menghitung banyak ketukan pada Tari Gambyong Pareanom 9
Measuring Mengukur besar sudut / jarak pada tangan / kaki saat melakukan gerakan 10
Designing Melihat rancangan gerak pada tangan, kaki, atau badan 11
Locating Melihat penempatan tangan, kaki, dan badan saat menari 12
Playing Melihat pelaksanaan aturan-aturan pada gerakan Tari Gambyong
Pareanom 13
Explaining Menjelaskan makna dari gerakan Tari Gambyong Pareanom 14
2. Counting Menghitung banyak ketukan ketika perpindahan pola lantai 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
Pola
Lantai
Measuring Mengukur besar panggung 16
Designing Melihat bentuk pola lantai untuk 1 atau lebih penari 17
Locating Menentukan posisi penari 18
Playing Melihat pelaksanaan aturan – aturan pada pola lantai 19
Explaining Menjelaskan makna pola lantai 20
3. Busana
Counting Menghitung banyak wiru pada jarik 21
Measuring Mengukur besar jarik penari 22
Designing Menentukan jenis atau motif pada jarik dan selendang 23
Locating Menentukan penempatan wiru jarik dan selendang 24
Playing Menentukan cara pemakaian jarik dan selendang 25
Explaining Menjelaskan makna dari busana Tari Gambyong Pareanom 26
4. Aksesoris
Counting Menghitung banyaknya aksesoris 27
Measuring Mengukur jarak masing – masing aksesoris (contoh : jarak antara sunduk
mentul yang satu dengan yang lain) 28
Designing Melihat corak / motif aksesoris 29
Locating Menentukan penempatan aksesoris yang tepat 30
Playing Melihat pelaksanaan aturan – aturan penggunaan aksesoris 31
Explaining Menjelaskan makna aksesoris yang digunakan penari 32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
B. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI
Berikut ini adalah lembar observasi yang akan digunakan peneliti untuk mengambil data yang sesuai dengan penelitian. Adapun
tujuan dari lembar observasi ini adalah untuk memperoleh informasi tentang aspek filosofis dan aktivitas fundamental matematis yang
terkandung dalam Tari Gambyong Pareanom.
A. Petunjuk Pengisian Lembar Observasi
1. Berikan tanda centang (√ ) pada salah satu kolom Teramati / Tidak Teramati sesuai dengan pengamatan.
2. Apabila ditemukan aspek lain yang sesuai dengan aspek yang sedang diamati, penjelasan dapat ditulis pada kolom keterangan.
B. Pernyataan
No. Aspek yang diamati Teramati Tidak
Teramati
Keterangan Kode
Data
1. Ada pementasan Tari
Gambyong oleh
masyarakat Surakarta
2. Terlihat makna dari Tari
Gambyong Pareanom
3. Ada perkembangan Tari
Gambyong Pareanom dari
segi gerakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
4. Ada perkembangan Tari
Gambyong Pareanom dari
segi busana
5. Terlihat macam – macam
gerakan Tari Gambyong
Pareanom
6. Terlihat macam – macam
pola lantai Tari
Gambyong Pareanom
7. Terlihat macam – macam
busana yang digunakan
pada Tari Gambyong
Pareanom
8. Macam – macam
aksesoris pada Tari
Gambyong Pareanom
9. Ada perhitungan ketukan
pada setiap gerakan Tari
Gambyong Pareanom
10. Terbentuk sudut / jarak
pada tangan / kaki saat
melakukan gerakan
11. Adanya bentuk aktivitas
sehari – hari pada gerakan
pada tangan, kaki, atau
badan
12. Terlihat penempatan
tangan, kaki, dan badan
penari
13. Penari melakukan gerakan
sesuai aturan – aturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
pada Tari Gambyong
Pareanom
14. Tersirat makna dari
gerakan Tari Gambyong
Pareanom
15. Ada perhitungan ketukan
ketika perpindahan pola
lantai
16. Ukuran panggung ideal
untuk menari
17. Macam-macam pola lantai
yang mungkin dibentuk
untuk 1 atau lebih penari
18. Posisi antar penari di
panggung terlihat dengan
jelas
19. Penari melakukan pola
lantai sesuai rancangan
20. Terdapat makna dari pola
lantai yang dibentuk
21. Ada wiru pada jarik
22. Ukuran jarik penari ideal
untuk menari
23. Terlihat motif pada jarik
dan sampur penari
24. Wiru jarik dan selendang
pada penari diletakkan
dengan benar
25. Cara pemakaian jarik dan
selendang agar pas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
26. Tersirat makna dari
busana Tari Gambyong
Pareanom
27. Macam – macam
aksesoris dan jumlahnya
28. Posisi antara masing –
masing aksesoris (contoh :
posisi antara sunduk
mentul satu dengan yang
lain)
29. Terlihat corak / motif
aksesoris
30. Terlihat penempatan
masing – masing aksesoris
31. Terdapat aturan – aturan
dari penggunaan aksesoris
32. Tersirat makna aksesoris
yang digunakan penari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
C. Catatan Lapangan
CATATAN LAPANGAN
Observasi 1
Hari, Tanggal :
Lokasi :
…………………………………………………………………………………………
………………………..…………………………………………………………………
………………………………………………..…………………………………………
………………………………………………………………………..…………………
…………………………………………………………………………………………
……..……………………………………………………………………………………
……………………………..……………………………………………………………
……………………………………………………..……………………………………
……………………………………………………………………………..……………
…………………………………………………………………………………………
…………..………………………………………………………………………………
…………………………………..………………………………………………………
…………………………………………………………..………………………………
…………………………………………………………………………………..………
…………………………………………………………………………………………
………………..…………………………………………………………………………
………………………………………..…………………………………………………
………………………………………………………………..…………………………
………………………………………………………………………………………..…
…………………………………………………………………………………………
……………………..……………………………………………………………………
……………………………………………..……………………………………………
……………………………………………………………………..……………………
…………………………………………………………………………………………
…..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
Lampiran 3. Instrumen Penelitian Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
ASPEK FILOSOFIS PADA TARI GAMBYONG PAREANOM
A. Kisi – kisi
No. Indikator Nomor
Pertanyaan
1. Mengetahui sejarah, latar belakang, serta perkembangan dari Tari
Gambyong Pareanom 1, 2, 3, 5
2. Mengetahui cara pandang masyarakat Surakarta mengenai Tari
Gambyong Pareanom 4
3. Mengetahui cerita yang disajikan dalam Tari Gambyong Pareanom 6, 7, 8
4. Mengetahui macam – macam gerakan pada Tari Gambyong
Pareanom 9
5. Mengetahui macam – macam pola lantai Tari Gambyong Pareanom 10
6. Mengetahui perkembangan busana, aksesoris, riasan, serta iringan
Tari Gambyong Pareanom 12, 14
7. Mengetahui makna dari penyajian cerita, gerakan, serta pola lantai
Tari Gambyong Pareanom 11, 13
B. Lembar Pertanyaan
1. Bagaimana perkembangan Tari Gambyong Pareanom?
2. Kenapa Tari ini diberi nama Tari Gambyong Pareanom?
3. Apa yang melatarbelakangi terciptanya Tari Gambyong Pareanom?
4. Bagaimana cara pandang masyarakat Surakarta terhadap aspek fungsi tari, pada Tari
Gambyong Pareanom?
5. Apakah ada hubungan antara kehidupan masyarakat Surakarta dengan Tari
Gambyong Pareanom?
6. Apa cerita dan makna yang ingin disampaikan pada penyajian Tari Gambyong
Pareanom?
7. Bagaimana aturan – aturan pada Tari Gambyong Pareanom?
8. Apa yang menjadikan Tari Gambyong Pareanom istimewa jika dibandingkan dengan
jenis Tari Gambyong lainnya?
9. Bagaimana penamaan gerak pada Tari Gambyong Pareanom dan Tari klasik gaya
Surakarta secara umum?
10. Apa saja pola lantai pada Gambyong Pareanom?
11. Apa makna dari pola lantai tersebut?
12. Bagaimana perkembangan busana, aksesoris, riasan, serta iringan Tari Gambyong
Pareanom?
13. Apa makna dari busana, aksesoris, riasan, serta iringan Tari Gambyong Pareanom?
14. Apakah terdapat aturan pada busana, aksesoris, riasan, serta iringan Tari Gambyong
Pareanom?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
PEDOMAN WAWANCARA
AKTIVITAS FUNDAMENTAL MATEMATIS
PADA TARI GAMBYONG PAREANOM
A. Kisi – kisi
No.
Aspek
yang
Diteliti
Aktivitas
Fundamental
Matematis
Indikator Nomor
Pertanyaan
C. Tari Gambyong Pareanom
1. Gerakan
Counting Menentukan ketukan
pada Tari Gambyong
Pareanom
1, 2
Measuring Memperkirakan besar
sudut / jarak pada
tangan / kaki saat
melakukan gerakan
3, 4
Designing Menentukan pola
gerakan pada tangan,
kaki, atau badan
5
Locating Menentukan
penempatan tangan,
kaki, dan badan saat
menari
6
Playing Mengetahui aturan –
aturan pada gerakan
Tari Gambyong
Pareanom
7
Explaining Menjelaskan makna
dari gerakan Tari
Gambyong Pareanom
8
2. Pola
Lantai
Counting Menentukan ketukan
ketika perpindahan
pola lantai
9
Measuring Memperkirakan jarak
antar penari ataupun
besar panggung
10, 11, 12
Designing Menentukan pola
lantai untuk 1 atau
lebih penari
13, 14
Locating Menentukan posisi
penari 15, 16
Playing • Mengetahui aturan
– aturan pada pola
lantai
• 17
• 18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
• Menentukan cara
agar penari tidak
bertrubukan saat
menarikan
Gambyong
Pareanom secara
berkelompok
Explaining Menjelaskan makna
pola lantai 19
D. Perlengkapan Tari Gambyong Pareanom
1. Busana
Counting Menentukan banyak
wiru pada jarik 34
Measuring Memperkirakan
ukuran pakaian penari 20
Designing Menentukan motif
pada pakaian penari 21, 22
Locating Menentukan
penempatan wiru jarik
dan selendang
23, 24
Playing • Mengetahui aturan
penggunaan
pakaian
• Menentukan cara
pemakaian jarik
dan selendang
• 25
• 26, 27
Explaining Menjelaskan makna
dari busana Tari
Gambyong Pareanom
28
2. Aksesoris
Counting Menentukan
banyaknya aksesoris 29
Measuring Memperkirakan jarak
masing – masing
aksesoris (contoh :
jarak antara sunduk
mentul satu dengan
yang lain)
35
Designing Menentukan corak /
motif aksesoris 30
Locating Menentukan
penempatan aksesoris
yang tepat
31
Playing Mengetahui aturan –
aturan penggunaan
aksesoris
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
Explaining Menjelaskan makna
aksesoris yang
digunakan penari
33
B. Lembar pertanyaan
1. Ada berapa bagian gerakan Tari Gambyong Pareanom?
2. Bagaimana cara menghitung ketukan pada Tari Gambyong Pareanom?
3. Berapa besar sudut yang dibentuk tangan / kaki saat melakukan
gerakan tari?
4. Berapa jarak antara tangan / badan / kaki saat penari melakukan
gerakan?
5. Bagaimana pola gerakan pada tangan, kaki, dan badan saat menari?
6. Dimana sebaiknya posisi tangan, kaki, dan badan penari saat
melakukan gerakan Tari Gambyong Pareanom?
7. Apakah ada aturan untuk gerakan Tari Gambyong Pareanom?
8. Apa makna dari gerakan – gerakan Tari Gambyong Pareanom?
9. Bagaimana cara mengitung ketukan saat penari akan melakukan
perpindahan pola lantai?
10. Seberapa jauh jarak antar penari jika Tari Gambyong Pareanom
ditarikan secara berkelompok?
11. Apakah jarak antar penari harus sama?
12. Berapa besar panggung yang sesuai untuk Tari Gambyong Pareanom?
13. Apakah ada aturan untuk bentuk – bentuk pola lantai Tari Gambyong
Pareanom?
14. Apa saja macam pola lantai Tari Gambyong Pareanom?
15. Apakah penari satu dengan yang lainnya mempunyai peran yang
berbeda?
16. Bagaimana posisi penari saat menarikan Tari Gambyong Pareanom?
17. Bagaimana aturan untuk pola lantai Tari Gambyong Pareanom?
18. Bagaimana strategi agar ketika penari akan berpindah pola lantai,
penari satu dengan yang lain tidak saling bertubrukan?
19. Apa makna dari pola lantai Tari Gambyong Pareanom?
20. Berapa ukuran jarik dan selendang yang digunakan untuk menari Tari
Gambyong Pareanom?
21. Motif apa saja yang ada pada kain / selendang Tari Gambyong
Pareanom?
22. Motif batik apa saja yang biasa digunakan untuk jarik Tari Gambyong
Pareanom?
23. Dimana letak selendang yang digunakan penari?
24. Wiru diletakkan disebelah mana?
25. Apakah ada aturan untuk lilitan jarik atau selendang?
26. Bagaimana cara melilitkan jarik yang benar?
27. Bagaimana cara agar selendang tidak terlalu panjang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
28. Apa makna dari pakaian Tari Gambyong Pareanom?
29. Berapa banyak masing – masing aksesoris yang digunakan oleh penari
Tari Gambyong Pareanom?
30. Apa saja motif / corak yang ada pada aksesoris Tari Gambyong
Pareanom?
31. Dimana letak masing – masing aksesoris yang dipakai oleh penari?
32. Apa saja aturan – aturan penggunaan aksesoris?
33. Apa makna penggunaan aksesoris?
34. Berapa banyak wiru pada jarik yang digunakan penari Gambyong
Pareanom?
35. Bagaimana jarak antar aksesoris yang digunakan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
Lampiran 4. Hasil Validasi Pedoman Observasi Validator 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
Lampiran 5. Hasil Validasi Pedoman Observasi Validator 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
Lampiran 6. Hasil Validasi Pedoman Wawancara Validator 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
Lampiran 7. Hasil Validasi Pedoman Wawancara Validator 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
Lampiran 8. Transkrip Wawancara Narasumber 1
Transkrip Data Wawancara dari Narasumber 1
Transkrip ini ditulis untuk mewakili data yang diperoleh peneliti dari hasil rekaman
wawancara. Transkrip ini merupakan data hasil wawancara dengan Narasumber 1
mengenai aspek filosofis dari Tari Gambyong Pareanom.
Nama : Ibu Umi Sri Warsini
Usia : 65
Alamat : Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah
Lama menekuni tari: sejak usia 5 tahun, masuk ke Pura Mangkunegaran sejak 1971
Kode Subjek: N1
Pelaksanaan Penelitian
Hari, tanggal: 15 April 2021
Tempat Wawancara: Rumah Ibu Umi
Hasil Wawancara:
P : Bagaimana perkembangan Tari Gambyong Pareanom hingga sekarang?
N1: Gambyong Pareanom Mangkunegaran itu dulu sebenarnya sama seperti
Gambyong – Gambyong yang lain, dengan kostum yang kemben itu sama.
Perkembangan selanjutnya, karena disini kalau dari cerita guru saya Nyi
Bei Mintoraras, Gambyong Pareanom Mangkunegaran sekarang memang
dari kostum dan iringan agak berbeda dengan yang berkembang di luar
Mangkunegaran. Kostumnya itu pakai mekak, jamang, jadi tidak sanggul
dan tidak kemben. Itu karena Gambyong itu di Mangkunegaran dibuat
seperti wireng. Jadi kostumnya wireng terus iringannya, maju beksannya
ada ayak – ayakan. Jadi Gambyong yang di wirengkan, supaya anggapan
banyak orang kalau Gambyong yang kembenan, yang pakai sanggul itu
istilahnya nledheki (taledhek). Supaya anggapannya tari ini adalah beksan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
P : Kenapa disebut Tari Gambyong Pareanom?
N1: Dari iringannya, iringannya Gambirsawit. Kalau Pareanom itu simbol
warna dari Mangkunegaran.
P : Yang melatarbelakangi diciptakannya Tari Gambyong Pareanom itu apa ya
bu?
N1: Ya itu tadi, dengan kostum yang berbeda agar tidak ada anggapan yang
seperti itu tadi.
P : Berarti Tari Gambyong Pareanom ini saat ini menjadi sebuah beksan ya
bu?
N1: Iya, pada prinsipnya sama. Hanya ya itu tadi, diwirengkan. Kalau disini kan
wireng itu ada maju beksan, ada gending iringannya kalau misalnya maju
beksan itu iringannya srepeg atau srampak. Ya seperti Gambyong ini kan
maju beksan nya diiringi dengan gending ayak – ayakan. Terus ada merong
gambirsawit satu gongan. Tapi itu juga menurut kebutuhan, bisa langsung
seperti Gambyong – gambyong pada umumnya. Tidak pakai maju beksan
tapi langsung srisig.
P : Kalau bedanya Gambyong Pareanom yang di Mangkunegaran dengan yang
lain itu apa bu?
N1: Kalau beda keseluruhan, Gambyong itu bisa ditarikan dengan durasi
seberapa menurut kebutuhan itu tadi. Kalau di Mangkunegaran biasanya
pakai merong itu tadi. Jadi sembahan, terus merong. Kalau diluar itu
sebenarnya juga ada yaitu Gambyong Gambirsawit. Itu merong malah
beberapa gong-an. Prinsipnya sama, artinya kalau pakai merong ya
iringannya pakai gending Gambirsawit itu. Tapi kalau langsung srisig
biasa.
P : Berarti bedanya Gambyong Pareanom, Gambyong Pangkur, dan
Gambyong lain – lainnya itu ada di iringan ya bu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
N1: Iya di iringan.
P : Tetapi gerakannya sama bu?
N1: Itu menurut sekaran. Pada Gambyong Pangkur ya ada bathangan, di
Gambyong Pareanom juga ada bathangan. Ada pilesan, laku telu, dan
seterusnya. Tinggal posisi (sekaran) nya.
P : Pandangan masyarakat terhadap Tari Gambyong Pareanom
Mangkunegaran ini bagaimana bu?
N1: Pandangan masyarakat yang mana? Kalau masyarakat yang memang
mempelajari tarian itu pasti ada bedanya. Beda itu dalam wiled atau gaya.
Gaya kan pasti sudah ada perbedaan.
P : Berarti kalau di Kasunanan juga ada Gambyong Pareanom ya bu?
N1: Mungkin saja, tapi kalau di sana tidak sering dipentaskan. Karena kalau
keraton sendiri kan sudah punya Bedhaya, Srimpi, yang banyak. Jadi
mungkin ciri khasnya kalau pentas mengeluarkan Gambyong, ini sudah
umum. Kalau Gambyong kan sifatnya umum. Kalau Bedhaya, Srimpi itu
kan identik dengan Keraton. Jadi mungkin Keraton sendiri lebih memilih
Bedhaya, Srimpi itu daripada Gambyong.
P : Kalau di masyarakat diluar Keraton, apakah tari ini masih sering
ditampilkan?
N1: Sering.
P : Berarti masyarakat masih mengenal Tari Gambyong Pareanom ya bu?
N1: Mengenal.
P : Cerita yang ingin disampaikan dari Tari Gambyong Pareanom ini apa ya
bu?
N1: Cerita ya gerakan dari perempuan, seorang putri yang sedang berdandan,
berhias, dan bermain, berbusana. Seperti gerakan ini (mempraktekkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
gerakan), ini trap pendu ini kan seperti memakai sabuk (ikat pinggang).
Terus kalau ini (mempraktekkan gerakan) kan jelas seperti berdandan. Ya
seperti itu gambaran – gambarannya.
P : Kalau untuk menarikan Tari Gambyong Pareanom ini apakah ada aturan –
aturan tertentu?
N1: Misalnya?
P : Mungkin sikap badan atau yang lainnya
N1: Oiya, kalau itu aturan – aturan dalam menari. Itu kan juga ada pakemnya.
Tapi kalau untuk riasan ya menurut zaman. Kalau yang zaman dulu hanya
sederhana, tetapi kalau sekarang sudah ada pelajaran rias, pelajaran
sanggul, pelajaran berbusana. Jadi kan menurut zaman sekarang. Kalau
riasan Gambyong itu beda dengan wireng. Kalau wireng kan riasannya
tebal sedikit karena untuk balance dengan pakaian. Karena kan pakai
jamang, irah – irahan. Itu kalau terlalu tipis tidak terlihat. Tapi kalau
Gambyong pakai sanggul itu sebaiknya tidak seperti wireng supaya lebih
natural. Sehingga cocok dengan busana.
P : Berarti penari bisa siapa saja ya bu?
N1: Iya bisa, makanya Gambyong di wireng-kan itu supaya siapa saja bisa
menarikan. Walaupun orang biasa ataupun orang Keraton, anak – anak
sentono. Itu kan maksud dari Mbah Bei itu seperti itu. Berbeda dengan
Bedhaya Ketawang itu syaratnya tidak bisa diganggu gugat. Harus masih
gadis, harus bersih, dan lain – lain.
P : Kalau Hasta Sawanda itu apa ya bu?
N1: Kalau orang yang penelitian pasti mencari tentang itu, tetapi saya kan
praktisi saja ataupun pengajar. Jadi saya mengajarkan apa yang sudah saya
peroleh diajarkan lagi. Jadi saya lebih ke praktik.
P : Kalau nama sekaran dan komposisinya itu bagaimana bu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
N1: Itu tinggal siapa yang membuat, jadi untuk apa. Misalnya saya ada job
untuk pentas. Tetapi pentasnya itu memerlukan durasi yang tidak panjang.
Nah, pasti kan untuk komposisi dari sekaran – sekaran ini kan harus
disesuaikan dengan durasinya.
P : Tetapi untuk gerakan baku, misal gerakan pertama A selanjutnya harus
gerakan B seperti itu tidak bu?
N1: Tidak ada keharusan. Tetapi ya kalau Gambyong itu urutan sekaran ya
kalau kebar ya kebar, kalau merong ya merong. Jadi kebar nya mau pakai
berapa kali terus setelah itu irama ciblon, wiled. Kalau wiled biasanya
pertama kali pasti bathangan, pilesan, laku telu, sekaran papat. Kalau yang
terakhir ini Gambyong disini sampai sekaran papat nanti kembali lagi kebar
lagi terus jadi menthogan.
P : Berarti kalau ada sekaran yang dihilangkan itu tidak mengurangi nilai dari
Gambyong itu
N1: Tidak, menurut kebutuhan
P : Tari Gambyong Pareanom ini biasanya ditarikan berapa orang?
N1: Bisa satu orang bisa banyak, menurut kebutuhan
P : Kalau menari berkelompok biasanya pola lantainya bagaimana bu?
N1: Pola lantai itu biasanya dibuat supaya dilihat enak, tergantung juga dengan
berapa banyak penari.
P : Kalau yang paling banyak digunakan apa bu?
N1: Kalau disini itu namanya prapatan. Bentuknya kupat, depan, kanan – kiri,
belakang. Seperti Srimpi itu. Kalau hanya latihan saja biasanya
menggunakan pola lantai itu karena tidak membuat pola lantai yang macam
– macam. Jadi kalau srisig, yang sini pindah sini. Ini kalau latihan. Kalau
pentas lain. Pakai pola lantai yang digarap bagaimana enaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
P : Kalau dari busana sendiri apakah ada aturannya bu?
N1: Kalau pakai mekak sampurnya, kombinasi warna yang bagus. Kalau biru
ya dikasih merah seperti itu. Disini kalau dandan wireng itu biasanya sama
(sesuai aturan), tapi kalau yang pakai kemben itu istilahnya di sekadi. Jadi
menggunakan perpaduan warna.
P : Kalau misal secara utuh, gerakan dari Tari Gambyong Pareanom itu ada
berapa banyak?
N1: Ada banyak sekali. Itu menurut kendangan, kalau kendangannya ini
gerakannya apa. Itu kalau mau dipanjangkan ya bisa panjang sekali. Sama
saja Gambyong Pareanom atau yang lainnya. Kalau dulu waktu ibu saya
masih menari itu tidak pernah ada patokannya. Kalau sekarang kan sudah
dipatok. Versi pak Ngaliman, versi pak Maridi, termasuk versi
Mangkunegaran.
P : Untuk hitungan ketukan bagaimana ya?
N1: Sama dengan iringannya. Kalau Gambyong itu kan misalnya merong satu
gongan itu terdiri dari berapa hitungan, terus kebar misalnya 2 x 8 hitungan.
Seperti itu.
P : Kalau hitungan yang lambat dan yang cepat itu bagaimana bu?
N1: Ya sama, harus menyesuaikan dengan kenong dan gong. Kan hitungannya
tetap harus sama dengan gendingnya.
P : Kalau panggung yang ideal untuk menari itu seberapa?
N1: Menyesuaikan, kalau panggungnya kecil tapi penarinya banyak ya sumpek,
kalau panggung ya menyesuaikan. Tapi kalau orang punya acara kan
panggungnya tidak pasti ukurannya.
P : Tari Gambyong Pareanom ini semua penari perannya sama ya bu?
N1: Iya sama. Beda kalau Srimpi, Bedhaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
P : Kalau motif dari kain yang digunakan biasanya apa bu?
N1: Kalau kain jarik itu ya biasanya motif parang, kebanyakan parang. Kecuali
tarian yang membawakan karakter, misalnya kalau wayang itu disesuaikan
dengan karakternya. Tinggal seberapa besar parangnya. Tapi kalau bisa
untuk menari itu jangan menggunakan parang barong, karena parang
barong itu punya Raja.
P : Kalau kembennya itu motifnya apa?
N1: Kalau kemben motifnya jumputan, tapi sekarang sudah banyak modifikasi
karena sudah banyak kain – kain yang bagus.
P : Ada aturan untuk modifikasi pakaian tidak bu?
N1: Kalau di luar tidak ada aturan, kalau di Mangkunegaran ya itu tadi. Kalau
mekak ya warnanya hijau atau atau merah dan seterusnya.
P : Kalau menggunakan selendang itu diletakkan dimana bu?
N1: Di sebelah kanan kalau menggunakan kemben.
P : Itu ada artinya tidak bu?
N1: Ya supaya tidak ewuh, agar nyaman
P : Kalau pakai jamang sampur dimana?
N1: Kalau yang pakai jamang itu sampur di pinggang
P : Apakah jarik diwiru bu?
N1: Iya diwiru
P : Wirunya berapa kali bu?
N1: Wiru itu 12 untuk putri sebesar 2 jari dan arahnya ke kanan
P : Apakah ada aturan untuk cara melilitkan jarik?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
N1: Tidak ada, asal dipakai nyaman. Jangan terlalu kencang nanti tidak bisa
srisig
P : Apakah ada perbedaan antara kostum yang menggunakan mekak dan
kemben?
N1: Tidak ada, itu tergantung dimana menarikannya.
P : Aksesoris yang digunakan apa saja?
N1: Jamang, sunduk jungkat, grudo, sunduk mentul satu hadap ke depan. Tapi
juga bisa dimodifikasi. Karena seni itu tentang keindahan. Lalu ada kalung,
giwang, gelang.
P : Fungsi dari Tari Gambyong Pareanom untuk apa bu? Misal untuk tarian
pembuka gitu
N1: Macam – macam. Bisa penyambutan tamu, hiburan juga bisa. Untuk
mengajarkan nilai – nilai tertentu juga bisa.
P : Kalau yang ada bunga melati itu apa ya bu?
N1: Itu aksesoris saja. Tidak ada makna tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
Transkrip Data Wawancara dari Narasumber 1
Transkrip ini ditulis untuk mewakili data yang diperoleh peneliti dari hasil rekaman
wawancara. Transkrip ini merupakan data hasil wawancara dengan Narasumber 1
mengenai aktivitas fundamental matematis pada Tari Gambyong Pareanom.
Nama: Ibu Umi Sri Warsini
Usia: 65
Alamat: Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah
Lama menekuni tari: sejak usia 5 tahun, masuk ke Pura Mangkunegaran sejak 1971
Kode Subjek: N1
Pelaksanaan Penelitian
Hari, tanggal: 5 Juni 2021
Tempat Wawancara: Rumah Ibu Umi
Hasil Wawancara:
P : Tari Gambyong Pareanom yang masih eksis hingga saat ini ciptaan siapa
bu?
N1: Yang sudah dipadatkan dari 45 menit menjadi 15 menit
P : Maksud dari di padatkan itu bagaimana bu?
N1: Kembangan dari Tari Gambyong Pareanom itu ada banyak sekali, kalau
dulu latihan Gambyong itu mengikuti kendangan. Kendang minta sekaran
apa ya penari harus mengikuti. Tapi karena seiring berjalannya waktu,
kalau tarian terlalu panjang juga sudah tidak pas (dengan keadaan zaman),
jadi dipadatkan seperti di pathok, diambil kembangan – kembangan mana
yang sekiranya komposisinya kepenak.
P : Kalau Gambyong Pareanom yang hingga saat ini bagaimana bu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
N1: Yang jelas maju beksan ayak ayakan, kalau disini setelah ayak ayakan terus
buka gending gambyong gambir sawit untuk merong. Merong meliputi
sembahan terus ngadek terus ngikelwati. Merong gambyong gambirsawit,
merong sak gong jadi kebar. Yen gambyong khusus dari sini kebarnya.
kebar ki kembangan. Kebar itu bukan bukan opo jenenge asal e dari asalnya
jogja bukan lho ya.. gambyong pareanom ini dari mangkunegaran. jadi
tidak ada istilahnya dari jogja sama sekali tidak. yen golek yen srimpi
pandhelori, srimpi muncar, bedoyo bedah mediun, itu memang aslinya dari
jogja. Kalau gambyong asli sini. Kebar iku gending setelah merong tadi.
gerakan e ulap ulap.
P : Per gending itu ada rangkaian gerakannya ya bu?
N1: o ya jelass. Podone yen ayak ayakan dinggo maju beksan tapi ada rangkaian
geraknya. Ada sembahan sabetan terus ridong lumaksana itu.
P : Urutan gerakannya apa saja bu?
N1: (patetan pelog nem) penari diam di tempat dalam posisi lenggah.
(Maju Beksan / ayak – ayakan pelog nem): sembahan dalem sembahan
joget, berdiri lalu sabetan 2 x 8, lampah ridong lumaksana 3 x 8, sabetan
lagi terus srisig yang semula dari gawang pertama ke gawang utama (dari
gamelan ke tengah tempat pentas) 1 x 8, ngikelwati 1 x 8, terus lenggah
jengkeng terus pacak gulu atau gedek, terus sampur dipindahkan posisi.
(patet jugag pelog nem) penari diam di posisi lenggah.
(Buka gending Gambirsawit ketuk 2 kerep minggah 4 (pancerono) pelog
nem): 1. Gending Gambirsawit ketuk 2 kerep : gong buka gerakannya
sembah lalu seleh 1 x 8, pacak gulu atau gedek 1 x 8, (berdiri ngikelwati,
kebyok kiri, terus mentang tangan kanan pakai sampur, terus seblak)=
merong 4 x 8, ulap – ulap kanan 4 x 8, srisig 1 x 8, merong / laras 4 x 8,
trap pending (ikat pinggang) 4 x 8, srisig 2 x 8, (kebar) laras 4 x 8, tasikan
4 x 8, srisig 2 x 8, setelah kebar irama ciblon, terus sekaran e jenenge
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
batangan 8 x 8. setelah batangan langsung pilesan 4 x 8, setelah itu selanan
seperti jembatan begitu 2 x 8, abis itu pilesan lagi tapi kebalikan e 2 x 8.
Terus srisig 1 x 8, terus panggel lalu laku telu 4 x 8, selanan lagi 1 x 8.
Ogek lambung 3 x 8, Setelah itu gerakan tatapan satu tapi kendangan
dengan kendangan di mangkunegaran untuk tatapan satu namanya ukel
pakis 1 x 8. spesialnya disitu. setelah itu gajah ngoleng 4 x 8, magak 3 x
8, srisig 2 x8. kemudian panggel. Terus kawilan e kengseran. 9:33. Terus
dadi trisik masuk kebar ke dua. Kebar kedua langsung 10:00, ngilo asta 4
x 8, srisig 2 x 8, setelah itu trisik lagi tapi langsungan. Lalu atur atur 10:40
4 x 8, srisig 2 x 8, setelah itu songgo ulap tangan kiri 11:09 4 x 8, srisig lagi
2 x 8, sekaran mentogan 11:40 kembali ciblonan lagi posisine ridongan
enjer ridong sampur 4 x 8. Setelah itu selanan lagi 1 x 8, terus srisig 1 x 8.
Setelah trisik panggel atau magah 1 x 8, wedi kengser 12:48 4 x 8, selanan
1 x 8, wedi kengser lagi 1 x 8. Selanjutnya srisig 2 x 8, magak ngudra 3 x
8, selanan 1 x 8 , entragan 1 2 3 4 6 x 8, lalu merong dikit. Terus srisig 3 x
8 masuk gawang pertama lagi, lalu sembahan lagi joget, sembahan dalem.
P : Apakah gerakan tari gambyong pareanom diulang-ulang?
N1: Tentu tidak, tapi ada bagian yang diulang, seperti selanan dan trisik diulang
sama. Tetapi, kalau batangan dengan pilesan tidak diulang.
P : Bagaimana hitungan tari gambyong pareanom?
N1: Hitungannya tari 1 2 3 4 5 6 7 8. Merong 1 2 3 4 5 6 7 kenong
gambyong 8 ganti gaya, tidak gandul. di itungan wireng itungan srimpi
begitu jarang ada yang hitungan gandul. tetapi tidak boleh mendahului. jadi
pas tapi seleh (rodok ngidak sithik). ketok yen semeleh. gerakan e antep.
P : Apabila dipersingkat apakah ketukannya berubah?
N1: tergantung dengan gendingnya ladrang 1 2 3 4 5 6 7 kenong. ketawang 1 2
3 4 5 6 7 kenong dan gong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
P : Bagaimana aksesoris tari gambyong pareanom?
N1: di telinga pakai sumping bedaya. ga pakai yang panjang itu. sumping
adalah set aksesoris di telinga termasuk dengan anting”nya. kalung yang
digunakan kalung penanggal. sabuk pending.
P : Gerakan kengset dan mayup itu seperti apa bu?
N1: kengset gerakan dua kaki bergser kesamping, mayuk sitik rodok mendak
dan condong kedepan badannya.
P : Tari gambyong pareanom dapat ditarikan oleh berapa orang?
N1: tari gambyong pareanom bisa ditarikan 1 2 3 4 5 dst orang bahkan bisa
massal jadi tidak harus berempat. Kalau misal berempat pola lantainya
kupatan.
P : Berapa ukuran panggung untuk menarikan gambyong pareanom?
N1: asal tidak senggolan dan menyesuaikan tempatnya. kalau tempat resepsi
manten memanjang jadi ya baris begitu.
P : Berapa kira-kira ukuran panggung ideal untuk 4 orang penari?
N1: ukuran panggung ideal untuk 4 orang sekitar 4 x 4 m sudah cukup
P : Berapa ukuran jarik yang digunakan?
N1: ukuran jarik dengan panjang 2,5 kacu (2,5 kali lebar jarik).
Kacu adalah ukuran lebar jarik. Jadi tergantung lebarnya berapa. minimum
1 m.
P : Berapa ukuran sampur yang digunakan untuk menari gambyong
pareanom?
N1: sampurnya 2,75 – 3 meter tergantung ukuran badan penari. Tapi kalau 2,5
meter kurang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
P : Jarak antar aksesoris bagaiamana bu? misal seperti aksesoris yang dikepala,
karena ada banyak aksesorisnya.
N1: Disesuaikan jangan sampai tabrakan, dan bagus dilihat
P : Apa fungsi cunduk mentul?
N1: cunduk mentul digunakan untuk mengisi mengane gruda (ikatan rambut)
aksesoris ini merupakan hasil kreasi dari gusti heru. Tapi bagus madep ke
depan yen mentul yo bergerak.
P : Proses garap tari gambyong pareanom untuk dipentaskan itu bagaimana
bu?
N1: Disesuaikan dengan kebutuhan pentas, minta durasi berapa, penari berapa,
yen penarinya ini berkaitan dengan pola lantai. Kalau durasi berkaitan
dengan komposisi kembangan. Kalau bicara tentang tari dan kesenian
jangan durasi terlalu dipotong jadi pendek sekali. Kecuali kalau dibuat
medley jadi hanya diambil bagiannya saja. misal tari nusantara begitu,
gambyong diambil 2-5 menit. Tapi kalau utuh umumnya sekitar 15 menit.
P : Kalau motongnya durasi itu bagaimana?
N1: ya dipotong, misal yang pertama pirang gong an dijipuk piro tok misal awal
4 gong an hanya diambil 2 gongan tengah 6 gongan dijikuk 3 gong-an
gerakannya ada yang dipotong ada yang tetap utuh.
P : Motif jarik dan sampur yang digunakan apa bu?
N1: Jarik : Parang, sampur : Gendala giri. warna disesuaikan dengan judul
tarian yakni pareanom. Mekak hijau, sampur kuning. Kalau jarik tidak
masalah.
P : Aksesoris itu motifnya macam macam ya bu?
N1: ya kalau disini biasanya yang dipakai mbak citra itu gelang ular dan lain-
lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
P : Wirunya bagaimana bu?
N1: dari sebelah kiri nutupnya ke kanan. kebalikan dari gaya jogja.
P : Pola lantainya apa saja bu selain yang kupat tadi?
N1: oo banyak. kalau disini anak anak muda itu sering bikin pola lantai.
biasanya kalau aku anu aku hanya opo jenenge yo mung pomone iki penak
e po ra ngene. Hanya mengarahkan sedikit. Jadi kalau pola tergantung
kreasi penari dan pelatih.
P : Apa bedanya tari surakarta dengan mangkunegaran
N1: semua tarian sebetulnya unsurnya sama, keindahan keluwesan dan wirogo
wiromo wiroso seperti itu. bukan hal yang lebih halus. Tetapi karakter dari
tariannya bagaimana? kan banyak tariannya kalau gambyong karakternya
kenes tapi masih dalam koridor halus. gerakan e tregel ning alus.
P : Bagaimana ekspresi penari saat menari?
N1: srimpi dan budaya trap trapan e meneng tidak mrengut dan tidak mesem.
tapi kalau gambyong atau golek mesem tapi tidak boleh mringis.
P : Kalau untuk pandangan mata bagaimana bu?
N1: Pandangan mata mengikuti arah gerakan tangan, jadi tidak boleh melihat
ke depan, apalagi melihat ke penonton.
P : Perbedaan gaya tari Yogyakarta dan Surakarta bagaimana bu?
N1: Misal gerak ngrayung/ngruji, lengan bawah lurus. Kalau solo
Mangkunegaran lebih nekuk kebawah sak bangkekan. Kalau gaya
surakarta di cetik lebih kebawah lagi. Kasunanan pakai debeg di
mangkunegaran pakai srimpet. Akan tetapi keduanya sama sama
menggunakan gejuk. Apabila sudah belajar tarian secara mendalam di
kasunanan dan mangkunegaran pasti akan lebih memahami perbedaan
tariannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
Lampiran 9. Transkrip Wawancara Narasumber 2
Transkrip Data Wawancara dari Narasumber 2
Transkrip ini ditulis untuk mewakili data yang diperoleh peneliti dari hasil rekaman
wawancara. Transkrip ini merupakan data hasil wawancara dengan Narasumber 1
mengenai aspek filosofis dari Tari Gambyong Pareanom.
Nama: Ibu Rusini
Usia: 2 Juni 1949 (72 tahun)
Alamat: Jl. Maluku No. 4 Keprabon Tengah
Lama menekuni tari: sejak tahun 1974
Kode Subjek: N2
Pelaksanaan Penelitian
Hari, tanggal: 24 April 2021
Tempat Wawancara: Rumah Ibu Rusini
Hasil Wawancara:
P : Sebelumnya ibu saya hendak bertanya profil ibu. Apakah ibu penari
kraton?
N2: Oh bukan, saya penari di luar kraton. Saya penari bebas biasa, cuma saya
kan pensiunan dosen ISI gitu. Cuma kalau di kraton saya ikut latihan di
Mangkunegaran saya juga ikut latihan. Kadang kadang waktu dulu
memang kalau di Mangkunegaran saya sering juga diminta untuk nari
kalau ada tamu ada acara jumenengan, tapi kalau penari kraton bukan.
Sing yang mau ditulis yang ini to?
P : Iya Bu Gambyong Pareanom Mangkunegaran.
N2: Sik meh ditakokne sik endi?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
P : Jadi Bu saya bertanya tentang filosofi, sejarah dan aspek – aspek tari.
Pertama ibu yang hendak saya tanyakan itu adalah sejarah. ibu tahu ndak
awal sejarah Tari Gambyong Pareanom ini bagaimana?
N2: Kalau Gambyong Paraenaom Mangkunegaran merupakan Gambyong
pertama yang di Susuhunan Mangkunegaran. Tahun 1950 Ibu Bei
Mintoraras merupakan penari Mangkunegaran menyusun Tari
Gambyong (Pareanom). Karena tari yang sebelumnya itu, di
Mangkunegaran sering mempertunjukkan tari seperti Gambyong tetapi
bukan Gambyong, Tayub atau Ledek itu. Terus seperti yang biasa di luar
itu. Terus Bu Mintoraras itu menyusun Tari Gambyong sendiri
berdasarkan latar belakang beliau. Beliau kan penari Mangkunegaran jadi
materinya diambil dari gerak gerak Tari Srimpi, Golek dan Tari
Gambyong itu sendiri. Kemudian tahun 1950 itu (Tari Gambyong
Pareanom) digunakan untuk merayakan perkawinan Gusti Nurul yang
merupakan adek MN ke 8. Terus bentuknya juga berbeda dengan Tari
tayub itu. Namanya bukan Gambyong tapi Tayub.
P : Kalau arti dari nama Tari Gambyong Pareanom itu apa?
N2: Gambyong itu susunnanya. Sedang Pareanom itu menggunakan nama
dari bendera Mangkunegaran, yaitu warna hijau kuning. Terus akhirnya
diberi nama Pareanom. Ini di pramedanan ini (menunjuk video di laptop).
P : Apa ciri khas Gambyong Pareanom Mangkunegaran?
N2: Yang menjadi ciri khas kalau gambyong pareanom nya kalau pentasnya
di ndalem itu ya itu biasanya dengan maju beksan dulu, kapang kapang
lalu sembahan terus ada ini seperti sabetan ada lumaksana, srisig baru
gawang beksan terus ada sembahan juga terus ada laras kalau di luar
biasanya langsung, dari luar pentasnya itu langsung srisig langsung jadi
kebyar. kalau di Mangkunegaran nggak pakai laras dulu. Itu biasanya itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
polanya juga demikian kembali ke gawang, maju beksan itu jengkeng lagi
baru.
P : Kalau nama dari Gambyong Pareanom itu kemarin saya baca Bu, nama
Tari Gambyong Pareanom itu biasanya dari nama iringannya. Nah kalau
Gambyong Pareanom ini berarti iringannya Pareanom atau bagaimana
bu?
N2: Kalau Gambyong Pareanom Mangkunegaran itu, Gambyong Pareanom
di luar pun nama gendingnya juga bukan Gending Pareanom. Kalau di
Mangkunegaran gendingnya awalnya itu diambil dari Jogja karena di sini
belum ada, terus dibuat itu to.. dari Jogja yang pakai kebar..Nanti kalau
gending gending tanya sama Pak Hartono suaminya Bu Umi, gambyong
ini pun juga bisa tanya ke Bu Umi.
P : Kalau kemarin berarti kan, kalau dulu itu kan Gambyong itu mengikuti
kendangan Bu, nah kalau sekarang berarti sudah ada aturan aturan gitu ya
Bu?
N2: Iya. Lha yang gambyong yang ditarikan sekarang ini, ini menurut
perkiraan saya, ini karena tahun 1974, Bu Mintoraras si penyusun tari
Gambyong Pareanom ini juga memadatkan Tari Gambyong yang sudah
ada jadi dibuat lebih padat. Lha menurut saya yang akhir ini yang tahun
1974. Jadi ini lebih padat dibanding pertama tahun 1950 itu.
P : Berarti berpengaruh ke durasi waktu tari Bu?
N2: Ho.o iyaa. Mulai Tari Gambyong Pareanom susunan Bu Mintoraras ini
Tayub tari kalau bisa disebut Tari Gambyong karena dulu kan nama
Gambyong kan mungkin diambilkan dari nama pelakunya, pesindennya.
Mas Ajeng Gambyong itu yang pandai. Jane maranggono opo jenenge,
pesinden tapi bisa menari. Namanya Mas Ajeng Gambyong terus tarinya
dinamakan Gambyong ada yang mengatakan itu. Itu memang geraknya
itu mengikuti motif kembangan kendangan. Tapi kalau yang Bu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
Mintoraras ini, Bu Mintoraras yang menyusun. Jadi geraknya itu sudah
tersusun. Lha pengendangnya itu ikut ini.
P : berarti ada aturan begitu bu? mungkin untuk sikap badannya bagaimana
begitu..
N2: Kalau sikap badan itu, smeua tari ada. jadi sikapnya harus speerti apaa..
ya seperti orang nari itu.
P : Kalau untuk hasta sawanda itu apa ya bu?
N2: Hasta sawanda itu kan ada pacak pancat lulut wilet luwes ulat wirama
gendhing. itu kalau dilihat dari ditinjau dari itu ya bisa saja
pacaknya bagaimana pancatnya bagaimana ulat bagaimana wilet lulut
lulus bagaimana itu ada, memang hasta sawanda itu memang digunakan
biasanya itu untuk melihat kepenarian seseorang.
P : Tapi untuk penarinya sendiri itu tidak harus dari penari kraton begitu bu?
N2: Bukan saya juga bukan penari kraton. Tapi memang awalnya saya sendiri
malah tidak berani ikut latihan di Mangkunegaran. Saya kira yang boleh
ikut latihan di mangkunegaran itu orang-orang masih kerabat. Saya tidak
berani. baru tahun 1988 saya baru ikut terlibat di sana. padahal saya tahu
gusti heru itu mulai tahun 1974 itu saya sudah tahu tapi mau belajar
kesana saya sendiri nggak berani. saya kira ya itu Cuma kerabat. ternyata
lhoo orang luar boleh terus saya ikut latihan.
P : kalau pandangan masy sekitar tentang tari gambyong bagaimana bu?
apakah masih sering ditarikan di masyarakat?
N2: sekarang malah memasyarakat, hampir semua yang belajar nari bisa
semua. Apalagi ada HTD atau hari tari dunia itu kemarin ada 5000 penari.
Itu dari tahun berapa ya saya mulai menggarap yang massal itu mulai dari
tahun 1977 mulai menggarap itu untuk RRI. Terus untuk pembukaan
Tirtonadi, pembukaan stadion manahan, untuk pembukaan pasar klewer,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
untuk pembukaan stadion di bojonegoro, untuk hari 100 tahun kartini,
untuk tanjung mas, untung ini apa jakarta apa itu hari jadi jakarta (jakarta
fair). wes akeh byanget dinggo pembukaan pembukaan opo opo nyambut
tamu dan lain-lain.
P : Cerita yang ingin disampaikan dari tari ini apa bu?
N2: Kalau ini biasanya tentang keluwesan, karena ini kan remaja yang sedang
berhias, sifat-sifat remaja yang bergembira, luwes, lincah, kenes, yang
membuat penonton menjadi sengsem. Yang ditampilkan kan ya itu
keluwesan itu.
P : Berapa jumlah sekaran gambyong pareanom bu yang udah dipadatkan?
N2: pertama sembahan, terus lumaksana maju beksan, srisik, terus sembahan
lagi, ada laras, baru kebar, kebarnya ini terus ini, terus ada batangan
pilesan, ada laku telu, ada eee ogek, gajah nguleng, ada agur aguran ini,
ada wedi kengser, ada mentogan, ada entrap.
P : Kalau biasanya penari satu dengan berkelompok beda ngga bu?
N2: sama saja, fungsi tariannya juga sama. Cuma kalau kelompok ada pola
lantai.
P : Pola lantai yang biasa digunakan seperti apa bu?
N2: itu macem-macem, saya sendiri pun kalau menggarap satu kelompok itu
kadang-kadang ya bisa berbeda-beda tergantung tempat yang digunakan
dan formasi penari.
Tempatnya bisa kotak, memanjang, lingkar dan lain-lain semuanya bisa.
P : Kalau dari pakaiannya apakah mengalami perkembangan?
N2: Kalau di mangkunegaran menggunakan pakaian wireng dengan warna
biasanya mekak hijau dengan sampur kuning. lalu pakai jamang. Kalau
di mangkunegeran pasti pakai mekak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
P : Motif jarik yang digunakan apa bu?
N2: biasanya motif jenis lereng. bisa parang kusumo bisa parang baris dan
lain-lain.
P : Kalau jenis sampurnya apa bu?
N2: gendolo giri.
P : Wiru jariknya berapa bu?
N2: tergantung panjang pendek kainnya. yang jelas makainya itu jangan
sampai kalau dipakai berjalan sampai biyak biyak itu jangan. Lipatan
wiru juga menyesuaikan ukuran penari dan kain. Yang jelas kalau dipakai
untuk menari jangan sampai membuka.
P : Kalau untuk aksesorisnya mengalami perubahan tidak bu?
N2: sebenernya ngga ada perubahan. tapi juga tergantung ada apa ndak. kalau
yang mesti ada itu cunduk mentul 2, bisa ada bisa tidak. kalau yang ini
pakai jamang. biasanya ada cunduk mentul 1 kalau ga ada ya ga masalah.
suweng kalung gelang, bros. Jadi tergantung kebutuhan pentas tapi ya
lebih baik ada jadi bisa komplet gitu.
P : Iringannya live pakai gamelan atau rekaman bu?
N2: tergantung. kalau pentas di mangkunegaran itu biasanya pakai live
gamelan. kalau ada sesuatu itu pakai kaset.
Pentas juga bisa pakai kaset karena keterbatasan set, dan alasan lain
apabila gamelan tidak bisa dipakai.
P : Pakai kalung melati itu apa bu?
N2: Kalung itu untuk mempercantik busananya. Biar ada kesan lebih luwes,
cantik. Jadi secara susunan lebih indah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
Transkrip Data Wawancara dari Narasumber 2
Transkrip ini ditulis untuk mewakili data yang diperoleh peneliti dari hasil rekaman
wawancara. Transkrip ini merupakan data hasil wawancara dengan Narasumber 1
mengenai aspek filosofis dari Tari Gambyong Pareanom.
Nama: Ibu Rusini
Usia: 2 Juni 1949 (72 tahun)
Alamat: Jl. Maluku No.4 Keprabon Tengah
Lama menekuni tari: sejak tahun 1974
Kode Subjek: N2
Pelaksanaan Penelitian
Hari, tanggal: 7 Juni 2021
Tempat Wawancara: Rumah Ibu Rusini
Hasil Wawancara:
P: Ibu menekuni Tari Gambyong Pareanom sudah berapa lama?
N2: Sudah sejak SMP tapi dulu bukan dari keinginan saya sendiri, baru sejak
saya ikut Sasonomulyo itu saya ikut pentas dan dipilih Tari Gambyong.
Karena kalau tari yang seperti Srimpi dan lain – lain itu kan panjang,
masyarakat bisa cepat bosan. Makanya dipilih Tari Gambyong. Lalu sejak
itu tari (yang digarap) itu digunakan untuk penyambutan tamu, pembukaan
acara dan lain – lain. Sampai waktu itu Gubernur Jawa Tengah, Pak Ismail
namanya itu mengangkat Tari Gambyong sebagai tarian pembuka.
P: Sasonomulyo itu apa bu? Apakah sebuah sanggar tari?
N2: Bukan. Itu memang pusat kebudayaan Jawa Tengah. Nah kebetulan waktu
itu ketuanya Pak Wardani merangkap juga sebagai askis saat itu, jadi kan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
ada kerja sama. Termasuk ada karawitannya, pedalangan, jurusan tari
AKSIS pada tahun 1977.
P: Tari Gambyong Pareanom yang sudah padat itu yang bagaimana bu?
N2: Yang 15 menit itu, tapi ada juga yang 10 menit. Jadi misal ada 3 gongan
itu diambil cuma dua gongan. Misal dari kebar langsung selesai. Bukan
dihilangkan tetapi dikurangi. Nah yang berkembang di masyarakat itu ya
yang 10 menit itu. Terus Sasonomulyo membuat rekaman – rekaman
gending tari, ada Bedhaya, Srimpi, dan Gambyong yang 10 menit karena
pikirannya itu biar digunakan oleh orang – orang yang menampilkan
Gambyong tetapi menggunakan kaset. Kalau mengundang karawitan kan
banyak sekali, belum lagi sewa gamelan, honor penabuhnya. Nah
tujuannya dibuat ya untuk itu biar lebih berkembang di masyarakat.
P: Berarti kalau dipadatkan itu bagaimana?
N2: Ya pengulangan – pengulangan itu dikurangi yang jelas. Kemudian secara
garap irama, geraknya itu juga menggunakan yang tidak lamban tetapi agak
kenes, agak lincah, agak cepet sehingga waktunya juga berkurang. Tetapi
tidak asal dicepatkan, tetap disesuaikan dengan tariannya. Makanya pada
pembuatan kaset tadi pada bagian srisig kan pertama keluar sama
masuknya itu saya buat panjang. Karena saya pikir akan saya buat untuk
gedung – gedung yang luas yang lebar biar sampai di ruangan.
P: Tari Gambyong Pareanom itu yang baku urutan gerakannya apa saja ya bu?
N2: Kalau di Mangkunegaran itu pasti ada sembahan dulu, maju beksan,
lumaksono, srisig, terus pas sampai di gawang beksan itu sembahan lagi
jengkeng, terus sembahan, ada laras, lalu masuk ke kebar. Kalau di luar
langsung srisig langsung kebar.
P: Kalau gaya tari Surakarta disebut romantik bagaimana maksudnya?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
N2: Berarti secara umum ya, ya itu kalau jaga Jogja itu yang gagah – gagah,
tegas, putus – putus. Tapi kalau di Solo itu alur geraknya lebih mengalir.
P: Yang membedakan gaya tari Kasunanan dan Mangkunegaran apa?
N2: Bedanya ya tadi itu kalau Jogja dan Solo kan berarti Kasultanan dan
Kasunanan. Kalau Kasunanan itu kan lebih dekat dengan tubuh yaitu satu
kepal. Kalau Jogja lebih lurus. Nah Mangkunegaran itu diantara kedua itu,
jadi ditengah – tengahnya. Terus berdiri juga kalau di Jogja tegak, kalau
Solo agak mayuk. Nah kalau Mangkunegaran di tengah – tengahnya.
P: Yang dipadatkan 10 menit tadi ciptaan siapa ya bu?
N2: Bukan ciptaan tetapi garapan Sasonomulyo. Supaya lebih cepat, tidak
membosankan. Tetapi rasa Gambyong itu tetap ada.
P: Nilai – nilai luhur yang terkandung di dalam Tari Gambyong Pareanom itu
apa ya bu?
N2: Memang awal – awalnya tari Gambyong itu yang berasal dari garapan
Mangkunegaran mengambil gerak – gerak Golek itu memang
menunjukkan kehidupan manusia. Manusia itu ketika masih dalam
kandungan, lahir, terus ada bathangan, pilesan, laku telu, itu semua
maksudnya itu. Dibathang itu diramal. Pilesan itu dielus menjadi anak yang
lebih bermanfaat. Laku telu itu anak mengalami lahir dewasa mati. Wedi
kengser itu manusia di akhir – akhir kehidupannya.
P: Apakah berbeda dengan Tari Gambyong Pareanom yang menceritakan
perempuan yang berhias?
N2: Memang menampilkan kehidupan manusia itu, terus bu Mintoraras
menambahkan golek ladrang merong itu, jadi ada ulap – ulap, ada trap
jamang, ada ore rikma, dan lain– lain. Itu semua diambil dari gerak tari
Golek.
P: Nama gerakan dan hitungannya bu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
N2: Sembahan dalem, sembahan tari 1 x 8, sabetan 2 x 8, lumaksono 3 x 8,
srisig ke gawang beksan 3 x 8, sembahan 3 x 8, laras 4 x 8, (kebar) ulap –
ulap 4 x 8, srisig 2 x 8, laras 3 x 8, trap slepe 4 x 8, srisig 2 x 8, (kebar)
laras 4 x 8, tasikan (trap imba) 4 x 8, srisig 2 x 8, bathangan 8 x 8, pilesan
8 x 8, srisig 1 x 8, laku telu 4 x 8, selanan 1 x 8, ogek lambung 5 x 8, seblak
tatapan 1 x 8, gajah ngoleng 8x 8, magak 4 x 8, srisig 2 x 8, (kebar) ngilo
asta 4 x 8, srisig 2 x 8, atur – atur 4 x 8, srisig 2 x 8, ulap sangga siku 4 x
8, srisig 2 x 8, enjer ridong sampur kanan kiri 3 x 8, selanan 1 x 8, tidak
tahu namanya 2 x 8, srisig 1 x 8, wedi kengser sampir sampur kanan 4 x 8,
selanan 1 x 8, wedi kengser sampir sampur kiri 1 x 8, srisig 1 x 8, entragan
3 x 8, tidak tahu namanya 6 x 8, srisig 3 x 8 sembahan joget, sembahan
dalem.
P: Untuk aksesoris gelang bermotif ular apakah ada maknanya?
N2: Tidak ada maknanya. Itu kan bebas, tidak pakai juga tidak apa – apa.
Asalkan kalau pakaian mekak itu kalau di Mangkunegaran ya hijau dan
sampurnya kuning.
P: Kalau menghitung itu misalnya 4 x 8 seperti biasa kan bu?
N2: Kalau pengulangan itu bentuk gerakan misalnya ulap – ulap kalau kanan
ya kanan saja tidak usah kanan – kiri. Untuk kebarnya itu kan banyak sekali
sekarannya ada yang ini, ada yang ini kanan kiri, itu dikurangi semua
hampir satu – satu. Tetapi tetap utuh. Misalnya 6 bentuk, cuma diambil
tiga. Kalau yang lebih pendek lagi, yang depan itu dua yang belakang cuma
satu. Itu bisa lebih pendek lagi. Bagian wedi kengser diilangi.
P: Kalau ukuran panggung yang ideal itu seberapa ya bu?
N2: Ya tergantung jumlah penarinya. Pokoknya tidak suksukan, gerak penari
itu bisa leluasa, bebas.
P: Pola lantai yang biasa digunakan apa ya bu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
N2: Lingkaran juga boleh, apa saja juga boleh. Bisa saling berhadapan, adu kiri,
adu kanan bisa. Kalau pola lantai itu tergantung dari tempatnya. Kalau luas
ya bisa dibuat tapi kalau sempit ya susah. Bisa dibuat macam – macam
P: Menghitung ketukan ketika perpindahan bagaimana bu?
N2: Ya itu tadi tergantung dari gendingnya. Itu kan sudah diatur susunan
gendingnya.
P: Kalau menggarap tari itu bagaimana?
N2: Bebas tetapi tetap memperhatikan gending. Kalau pas kebar ya diberi
gerakan kebar, jangan diberi gerak – gerak yang wedi kengser. Itu kan pola
kendangnya itu kan sudah pasti. Kendangan laku telu bagaimana,
kendangan gajah ngoleng bagaimana?
P: Gerakan tangan ada apa saja ya bu?
N2: Ngerayung, nyempurit, ngithing, nogo ngelak, ngegem, kepelan, dan lain
– lain.
P: Ada gerakan tangan yang membentuk sudut berarti ya bu?
N2: Iya ada nyiku, kalau nekuk ya nekuknya seberapa. Kalau menthang ya
lurus. Kalau sampur yang dikaitkan disini, ini namanya ridong, kalau ini
kebyok, kalau sampur cuma dipegang ini njimpit, kalau begini ngegem.
P: Posisi ulap – ulap yang ideal itu bagaimana bu?
N2: Jangan terlalu tinggi, tapi juga jangan menutup. Yang ideal itu diatas alis.
Kalau sembahan di Kasunanan itu ini diujung hidung. Kalau
Mangkunegaran ujung ibu jari dibawah hidung tetapi agak dibuka, berbeda
dengan Jogja.
P: Ukuran jarik yang biasa dipakai itu seberapa ya bu?
N2: Biasanya untuk menari itu lereng apa saja bisa. Kalau parang barong juga
bisa tetapi disesuaikan. Kalau untuk tari Gambyong itu biasa, beda kalau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
213
samparan itu harus lebih panjang lagi karena ada yang disampar – sampar
itu. Kalau Gambyong itu kan di wiru. Biasanya itungannya itu kalau kain
itu 2 ditambah sedikit. Kalau saya bikin kain samparan itu kain biasa
ditambah taplak meja itu ya sekitar satu meteran. Kalau samparan itu paling
tidak 3 meter. Apalagi sekarang anak – anak lebih memilih yang sudah jadi
rok itu.
P: Gambyong Pareanom kan ada yang beberapa yang menciptakan itu ya bu?
N2: Iya, makanya kalau di luar itu berbeda, dalam arti tidak perlu jengkeng,
tidak perlu merong. Diluar juga ada ukel pakis, kalau di dalam kan tidak
ada.
P: Berarti yang diluar itu yang selain ciptaannya Nyi Bei Mintoraras itu ya
bu?
N2: Iya, seperti pak S.Ngaliman dan lainnya juga banyak. Nah itu ada yang
salah yang menyebutkan kalau ciptaan saya dan ibu Nora itu salah. Saya
tidak mencipta. Saya cuma mengurangi, yang tadinya 6 gongan jadi 3.
Karena itu tadi untuk intensi yang beda. Itu yang susunan itu Gambyong
Pareanom susunan ibu Suciati tahun 1974. Dipotong itu kan ada pak
gendon, pak kasnan, cuma pelaksananya saya dan bu Nora. Ya awal – awal
itu di pentaskan untuk sekaten itu. Walaupun harus menampilkan kenes
tetapi jangan terlalu over, karena malah tidak ada yang ditampilkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
214
Lampiran 10. Hasil Observasi
Hasil Observasi
Keterangan:
T = Teramati
TT = Tidak Teramati
No. Aspek yang diamati T TT Keterangan
1. Ada perhitungan
ketukan pada setiap
gerakan Tari Gambyong
Pareanom
√ Ketukan sesuai dengan iringan musik,
sesuai irama, kecepatan, dan
ketukannya
2. Terbentuk sudut/jarak
pada tangan/kaki saat
melakukan gerakan
√ Ada gerakan menthang, dimana tangan
lurus. Ada gerakan ngithing, dan lain-
lain
3. Adanya bentuk aktivitas
sehari – hari pada
gerakan pada tangan,
kaki, atau badan
√ Ada gerakan menyerupai seorang
wanita yang sedang bercermin, ada
gerakan seorang wanita yang sedang
menggunakan ikat pinggang, ada
gerakan seorang wanita yang sedang
mengurai rambutnya, dan lain-lain
4. Terlihat penempatan
tangan, kaki, dan badan
penari
√
5. Penari melakukan
gerakan sesuai aturan –
aturan pada Tari
Gambyong Pareanom
√ Badan tidak terlalu tegak dan tidak
terlalu mayuk, gerakan kaki srimpet
dan bukan debeg atau gejug.
6. Tersirat makna dari
gerakan TariGambyong
Pareanom
√ Terlihat gerakan seperti seorang
perempuan yang sedang berhias.
7. Ada perhitungan
ketukan ketika
perpindahan pola lantai
√ Perpindahan pola lantai maupun
perpindahan antar gerak dilakukan
pada hitungan ke delapan.
8. Ukuran panggung ideal
untuk menari
√ Tari dilakukan di pendopo dengan
ukuran
9. Macam-macam pola
lantai yang mungkin
dibentuk untuk 1 atau
lebih penari
√ Ada berbagai pola lantai yang mungkin
dibuat, pola lantai bukanlah suatu
keharusan. Pola lantai digunakan agar
lebih indah dalam penyajiannya. Jika
tidak menggunakan pola lantai, penari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
215
akan berpindah dari saka satu ke saka
yang lainnya.
10. Posisi antar penari di
panggung terlihat
dengan jelas
√
11. Penari melakukan pola
lantai sesuai rancangan
√ Pola lantai dirancang sebelum
pementasan, jika penari tidak
melakukan pola lantai yang sudah
dirancang sebelumnya maka bisa
menyebabkan tabrakan antar penari
atau kekacauan pola lantai. Pembuatan
pola lantai juga dilakukan dengan
memperhitungkan ketukan dari iringan,
besar pangggung, serta jumlah penari.
12. Terdapat makna dari
pola lantai yang dibentuk
√ Pola lantai dibuat untuk keindahan,
diberikan level agar semua penari dapat
terlihat dengan jelas oleh penonton.
13. Ada wiru pada jarik √
14. Ukuran jarik penari ideal
untuk menari
√
15. Terlihat motif pada jarik
dan sampur penari
√
16. Wiru jarik dan selendang
pada penari diletakkan
dengan benar
√
17. Cara pemakaian jarik
dan selendang agar pas
√
18. Tersirat makna dari
busana Tari Gambyong
Pareanom
√ Menggunakan pakaian keseharian
perempuan Jawa
19. Macam – macam
aksesoris dan jumlahnya
√ Jamang 1, sunduk jungkat 1, sunduk
mentul 1, kantong gelung 1, grudo 1,
sumping sepasang, giwang sepasang,
kalung 1, kelat bahu sepasang, bros di
mekak 1, ikat pinggang 1, sampur 1,
gelang sepasang
20. Posisi antara masing –
masing aksesoris
(contoh: posisi antara
sunduk mentul satu
dengan yang lain)
√ Posisi sunduk mentul untuk mengisi
kekosongan grudo yang terbuka ke
atas, sunduk mentul menghadap ke
depan. Antara sunduk jungkat dan
sunduk mentul diberikan jarak karena
sunduk jungkat memiliki gerigi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI