Post on 01-Mar-2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada sebagian masyarakat yang merasa dirinya
tidak tersentuh oleh pemerintah. Dalam artian
pemerintah tidak membantu untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-harinya, tidak memperdulikan pendidikan
dirinya dan keluraganya, tidak mengobati penyakit yang
dideritanya dan lain sebagainya yang menggambarkan
seakan-akan pemerintah tidak melihat penderitaan yang
dirasakan mereka. Dengan demikian mereka menanyakan
hak-hak mereka, akankah hak-hak mereka diabaikan begitu
saja, atau jangan-jangan hal semacam itu memang bukan
hak mereka? kalau memang bantuan pemerintah kepada
mereka itu adalah hak yang harus diterima mereka
mengapa bantuan itu belum juga datang?
Selain mereka yang merasa hak-haknya sebagai
warga negara belum didapat, ada juga orang-orang yang
benar-benar hak mereka sebagai warga negara telah
didapat, akan tetapi mereka tidak mau menunaikan
kewajibannya sebagai warga negara. Mereka tidak mau
membela negaranya diakala hak-hak negeri ini dirampas
oleh negara sebrang, mereka tidak mau tahu dikala hak
paten seni-seni kebudayaan Indonesia dibajak dan diakui
oleh negara lain, dan bahkan mereka mengambil dan
mencuri hak-hak rakyat jelata demi kepentingan perutnya
sendiri.
Sungguh masih banyak sekali fenoma-fenoma yang menimpa
negeri ini. Akankan ini terjadi karena kekurang pahaman
masyarakat tentang Hak dan Kewajibannya sebagai warga
negara?
Dalam konteks Indonesia ini yang merupakan suatu
Negara yang demokratis tentunya elemen masyarakat
disini sangat berperan dalam pembangunan suatu Negara.
Negara mempunyai hak dan kewajiban bagi warga negaranya
begitu pula dengan warga negaranya juga mempunyai hak
dan kewajiban terhadap Negaranya. Seperti apakah hak
dan kewajiban tersebut yang seharusnya
dipertanggungjawabkan oleh masing-masing komponen
tersebut.
Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis
menyusun tentang makalah yang berjudul ”Hak dan Kewajiban
Warga Negara” guna memberikan pengetahuan dan pemecahan
masalah seputar hak dan kewajiban warga negara
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah yang dapat ditarik dari penulisan makalah ini
adalah:
1. Apa pengertian warga negara dan kewarganegaraan?
2. Apa pengertian hak dan kewajiban?
3. Bagaimana kedudukan warga negara dalam negara?
4. Bagaimana pandangan ideologis atas hak dan
kewajiban?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian warga negara dan
kewarganegaraan
2. Untuk mengetahui pengertian hak dan kewajiban
3. Untuk mengetahui kedudukan warga negara dalam
negara
4. Menjelaskan pandangan ideologis atas hak dan
kewajiban
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan
2.1.1 Pengertian Warga Negara
Istilah warga negara merupakan terjemahan dari
citizen yang mempunyai arti sebagai berikut:
a. Warga negara
b. Petunjuk dari sebuah kota
c. Sesama warga negara; sesame penduduk; orang
setanah ait
d. Bawahan atau kawula
Pengertian warga negara menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2002) adalah penduduk sebuah negara atau
bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan
sebagainya, yang mempunyai kewajiban dan hak penuh
sebagai warga negara itu.
Sementara itu, Aristotle dalam Politics (2006, hal. 58)
mendefinisikan warga negara (citizen) sebagai berikut, “the
definition of a citizen is one who exercises certain offices, for such a one
we have defined citizen to be, it is evident, that citizen illegally created yet
continues to be citizen, but whether justly or unjustly so belongs to the
former inquiry”.
Pater Block dalam Community (2008) menjelaskan tentang
warga negara (citizen), bahwa: “a citizen is one who is willing to be
accountable for and committed to the well-being of the whole. That whole
can be a city block, a community, a nation, the earth. A citizen is one who
produces the future, someone who does not wait, beg, or dream for the
future”.
UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan: “Warga negara
adalah Bangsa Indonesia asli dan bangsa lain
yang disahkan undang-undang sebagai warga negara”.
Selanjutnya dalam pasal 1 UU Nomor 22/1958, dan
dinyatakan juga dalam UU Nomor 12/2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan
kepada peraturan yang menyatakan bahwa Warga
Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang
berdasarkan perundang undangan dan atau perjanjian-
perjanjian dan atau peraturan yang berlaku sejak
proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara
Republik Indonesia.
Warga negara memiliki peran dan tanggung jawab
yang sangat penting bagi kemajuan dan bahkan
kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu,
seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara
haruslah ditentukan oleh Undang-undang yang dibuat
oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan
siapa saja yang menjadi warga negaranya, terlebih
dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang
berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meningggalkannya serta
berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal
28E ayat (1) UUD 1945. pernyataan ini mengandung
makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam
wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi:
Warga Negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan dengan undang-undang
sebagai warga negara.
Penduduk, yaitu orang-orang asing yang
tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai
dengan visa (surat izin untuk memasuki suatu
negara
Gambar 1. Klasifikasi Penghuni Negara
2.1.2 Pengertian Kewarganegaraan
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang
dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara)
yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam
kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang
demikian disebut warga negara. Seorang warga negara
berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep
kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam
pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut
sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya
juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah,
kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing
satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial)
yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan
kebangsaan (bahasa Inggris: nationality). Yang membedakan
adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada
kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi
seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan
subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa
memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga
dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi
anggota bangsa dari suatu negara.
Di bawah teori kontrak sosial, status
kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban.
Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga
negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya
bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi,
layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan
serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya.
Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran
Kewarganegaraan (bahasa Inggris: Civics) yang diberikan
di sekolah-sekolah.
kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai
berikut.
1. Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis
Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan
adanya ikatan hukum antara orang-orang dengan
negara. Misalnya akta kelahiran, surat pernyataan,
bukti kewarganegaraan, dan lain-lain.
Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak
ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan
emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan,
ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah
air.
2. Kewarganegaraan dalam arti formil dan materiil
Kewarganegaraan dalam arti formil menunjuk pada
tempat kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum,
masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik.
Kewarganegaraan dalam arti materiil menunjuk pada
akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu
adanya hak dan kewajiban.
2.2 Pengertian Hak dan Kewajiban
2.2.1 Pengertian Hak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak memiliki
pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik,
kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu
(karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan,
dsb), kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk
menuntut sesuatu, derajat atau martabat.
Adapun Prof. Dr. Notonagoro mendefinisikannya sebagai
berikut: “Hak adalah kuasa untuk menerima atau
melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan
melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak
lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut
secara paksa olehnya.
2.2.2 Pengertian Kewajiban
Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang
semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak
tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang
berkepentingan (Prof. Dr. Notonagoro). Sedangkan
kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan,
keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan) (Kamus
Besar Bahasa Indonesia).
2.3 Hubungan Warga Negara dengan Negara
Wujud hubungan anatara warga negara dengan
negara adalah pada umumnya adalah berupa peranan (role).
Peranan pada dasarnya adalah tugas apa yang dilakukan
sesuai dengan status yang dimiliki, dalam hal ini
sebagai warga negara. Hubungan atau kedudukan warga
negara ini bersifat khusus, sebab hanya mereka yang
menjadi warga negaralah yang memiliki hubungan timbale
balik dengan negaranya. Orang-orang yang tinggal di
wilayah negara, tetapi tidak memiliki status warga
negara maka tidak memiliki hubungan timbal balik dengan
negara itu.
2.3.1 Sistem Kewarganegaraan
Sistem kewarganegaraan merupakan
ketentuan/pedoman yang digunakan dalam menentukan
kewarganegaraan seseorang. Pada dasarnya terdapat
tiga sistem yang secara umum dipergunakan untuk
menentukan kriteria siapa yang menjadi warga negara
suatu negara, yaitu kriteria yang didasarkan atas
kelahiran, perkawinan dan naturalisasi.
Gambar 2. Sistem Kewarganegaraan
1. Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Penentuan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran
seseorang dikenal dengan dua asas kewarganegaraan
yaitu ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah
tersebut berasal dari bahasa Latin. Ius berarti hukum,
dalil atau pedoman. Soli berasal dari kata solum
yang berarti negeri, tanah atau daerah, dan
sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah.
Dengan demikian ius soli berarti pedoman
kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau
daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah pedoman
kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan atau
keibubapakan.
a. Ius Sanguinis
Kewarganegaraan dari orang tua yang
menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang,
artinya kalau orang dilahirkan dari orang tua
yang berwarganegara Indonesia, ia dengan
sendirinya juga warga negara Indonesia.
Asas Ius sanguinis atau Hukum Darah (law of the
blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas
keibubapakan, adalah asas yang menetapkan
seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut
kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat di mana
ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara yang tidak
dibatasi oleh lautan, seperti Eropa Kontinental
dan China.
b. Ius Soli
Pada awalnya, asas kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius
soli saja. Hal ini didasarkan pada anggapan
bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah
negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga
negara tersebut.
Asas ius soli atau asas tempat kelahiran
atau hukum tempat kelahiran (law of the soil) atau
asas teritorial adalah asas yang menetapkan
seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut tempat di
mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara
imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada.
Tidak semua daerah tempat seseorang dilahirkan
menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang
dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia
dengan sendirinya menjadi warga negara Indonesia.
Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan
anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas.
Di samping dan bersama-sama dengan prinsip ius
sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di
Amerika, Inggris, Perancis, dan juga Indonesia.
Tetapi di Jepang, prinsip ius solis ini tidak
berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat
membuktikan bahwa orang tuanya berkebangsaan Jepang,
ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang.
Untuk sementara waktu asas ius soli
menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak
dari para imigran di negara tersebut maka
putuslah hubungan dengan negara asal. Akan tetapi
dengan semakin tingginya tingkat mobilitas
manusia, diperlukan suatu asas lain yang tidak
hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja.
Selain itu, kebutuhan terhadap asas lain ini
juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang
tua yang memiliki status kewarganegaraan yang
berbeda. Hal ini akan bermasalah jika kemudian orang
tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang
tuanya (misalnya di tempat ibunya). Jika tetap
menganut asas ius soli, maka si anak hanya akan
mendapatkan status kewarganegaraan ibunya saja,
sementara ia tidak berhak atas status
kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah, maka
asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak
dapat memiliki status kewarga-negaraan bapaknya.
Dalam perjalanan banyak negara yang meninggalkan
asas ius soli, seperti
Belanda, Belgia, dan lain-lain. Selain kedua asas
tersebut, beberapa negara
yang menggabungkan keduanya misalnya Inggris dan
Indonesia.
2. Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut
kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga dapat
dilihat dari sistem perkawinan. Di dalam sistem
perkawinan, terdapat dua buah asas, yaitu asas
kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
a. Asas Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigma
bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan
inti masyarakat yang meniscayakan suasana
sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-
istri ataupun ikatan keluarga yang baik perlu
mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam
keluarga atau suami-istri, maka semuanya harus
tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya
kesamaan pemahaman dan komitment menjalankan adanya
kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing
tidak terdapat perbedaan yang dapat mengganggu
keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Menurut asas kesatuan hukum, sang istri akan
mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan
dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawinan
berjalan. Negara-negara yang masih mengikuti asas ini
antara lain: Belanda, Belgia, Perancis, Yunani,
Italia, Libanon, dan lainnya. Negara yang
menganut asas ini menjamin kesejahteraan para
mempelai. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat, melalui proses hemogenitas dan
asimilasi bangsa. Proses ini akan dicapai apabila
kewarganegaraan istri adalah sama dengan
kewarganegaraan suami. Lebih-lebih istri memiliki
tugas memelihara anak yang dilahirkan dari
perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang ibu akan
dapat mendidik anak-anaknya menjadi warga negara yang
baik apabila kewarganegaraannya berbeda dengan sang
ayah anak-anak.
b. Asas Persamaan Derajat
Dalam asas persamaan derajat, suatu
perkawinan tidak menyebabkan perubahan status
kewarganegaraan masing-masing pihak (suami atau
istri). Baik suami ataupun istri tetap
berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain
sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap
memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya
ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri.
Negara-negara yang menggunakan asas ini antara
lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman,
Israel, Swedia, Birma dan lainnya.
Asas ini dapat menghindari terjadinya
penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang
berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status
kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau
berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di
negara tersebut. Setelah melalui perkawinan dan orang
tersebut memperoleh kewarganegaraan yang
diinginkannya, maka selanjutnya ia menceraikan
istrinya. Untuk menghindari penyelundupan hukum
semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas
persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraannya.
3. Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Naturalisasi
Walaupun tidak dapat memenuhi status
kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun
perkawinan, seseorang masih dapat mendapatkan
status kewarganegaraan melalui proses
pewarganegaraan atau naturalisasi. Syarat syarat
dan prosedur pewarganegaraan ini di berbagai
negara sedikit-banyak dapat berlainan, menurut
kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan situasi
negara masing-masing.
Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif
ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif,
seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih
atau mengajukan kehendak menjadi warga negara
dari suatu negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan
pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan
oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi atau
dijadikan warga negara suatu negara, maka yang
bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu
hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan
tersebut (Kartasapoetra. 1993: 216-7).
2.3.2 Warga Negara Indonesia
Negara Indonesia telah menentukan siapa – siapa
yang menjadi warga negara. Ketentuan tersebut tercantum
dalam Pasal 26 UUD 1945 sebagai berikut :
1. Oang yang menjadi warga negara ialah orang – orang
bangsa Indonesia asli dan orang – orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang – undang sebagai
warga negara.
2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan Orang
asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3. Hal –hal mengenai warga negara dan penduduk diatur
oleh undang – undang.
Bedasarkan hal diatas, kita mengetahui bahwa
orang yang dapat menjadi warga negara indonesia
adalah :
a. Orang – orang bangsa Indonesia asli.
b. Orang – orang bangsa lain yang disah kan undang –
undang menjadi warga negara.
Bedasarkan Pasal 26 ayat 2 UUD 1945, penduduk
negara indonesia terdiri atas dua yaitu warga negara
dan orang asing. Ketentuan ini merupakan hal baru dan
sebagai hasil amandemen atas UUD 1945. sebelumnya
ppenduduk Indonesia bedasarkan Staatregling 1927 pasal 63
dibagi menjadi tiga. Yaitu :
a. Golongan Eropa :
1. Bangsa Belanda.
2. Bukan Bangsa Belanda tetapi dari Eropa.
3. Orang golongan lain yang hukum keluarganya
sama dengan Eropa.
b. Golongan Timur Asing :
1. Golonga Tionghoa.
2. Golongan Timur Asing bukan China.
c. Golongan Bumiputra atau Pribumi :
1. Orang Indonesia asli dan keturunannya.
2. Orang lain yang menyesuaikan diri denga
pertama.
Dengan adanya ketentuan baru tentang penduduk
indonesia, diharapkan tak ada lagi pembedaan dan
penamaan penduduk atas indonesia golongan pribumi dan
keturunan yang dapat memicu konflik antar penduduk
Indonesia.
Orang – orang bangsa lain adalah orang – orang
peranakan sepeeti peranakan Tionghoa, Belanda dan Arab
yang bertempat tinggal di Indonesia, yang mengakui
Indonesia sebagai Tumpah darahnya dan bersikap setia
kepada Negara Republik Indonesia dengan cara
naturalisasi atau pewarganegaraan. Cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia diatur dengan Undang –
Undang. Adapun undang – undang yang mengatur tentang
warga negara adalah Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
2.3.3 Ketentuan Undang-undang Mengenai WNI
Perihal Warga Negara Indonesia diantur dengan
undang – undang sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
sampai saat ini. Undang – undang yang mengatur perihl
kewarganegaraan adalah sebagai berikut :
a. Undang – Undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga
Negara dan Penduduk Negara.
b. Undang – undang No. 6 tahun 1947 tentang perubahan
Undang – Undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga
Negara dan Penduduk Negara.
c. Undang – Undang No. 8 Tahun 1947 tentang
Memperpanjang Wktu untuk Mengajukan Pernyataan
Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
d. Undang – Undang No. 11 Tahun 1948 tentang
Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukan Pernyataan
Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
e. Undang – Undang No. 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
f. Undang – Undang No. 3 1976 tentang Perubahan atas
Pasal 18 Undang – Undang No. 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
g. Undang – Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Undang – undang yang mengatur tentang
Kewarganegaraan Indonesia atau undang – undang sebagai
pelaksana dari pasal 26 UUD 1945yang berlaku sekarang
ini adalah Undang – Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diundangkan
pada tanga 1 Agustus 2006. Undang – Undang ini
menggantikan Undang – Undang Kewarganegaraan lama,
yaitu Undang – Undang No. 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Pokok materi yang diatur dalam Undang – Undang ini
adalah :
a. Siapa yang menjadi warga negara Indonesia.
b. Syarat dan tata cara memperoleh Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
c. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia.
d. Syarat dan tata cara memperoleh kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
e. Ketentuan Pidana.
Beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang –
Undang No.12 tahun 2006 antara lain sebagai berikut :
a. Tentang siapa yang menjadi warga negara
Indonesia:
1. Setiap orang yang bedasarkan peraturan perundang –
undangan dan atau bedasarkan perjanjian Pemerintah
Republik Indonesia dengan Negara lain sebelum undang
– undang ini berlaku sudah menjadi warga negara
indonesia.
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia.
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga
negara asing.
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara
Indonesia.
5. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari
seorang ibu Warga Negara Indonesia tetapi ayahnya
tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara
asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan pada
anak tersebut.
6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari
setelah ayahnya meninggal dari perkawinan yang sah
dan ayahnya Warga Negara Indonesia.
7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari
seorang ibu Warga Negara Indonesia.
8. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari
seorang ibu Warga Negara Asing yang diakui oleh
seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya
dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
berusia 18 tahun dan / atau belum kawin.
9. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia
yang pada waktu lahir tidak jelas status
kewarganegaraan ayah dan ibunya.
10. Anak yang baru lahir yang di
temukan diwilayah Negara Republik Indonesia selama
ayah dan ibunya tidak diketahui.
11. Anak yang lahir diwilayah Negara
Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaanya.
12. Anak yang dilahirkan diluar
wilayah Negara Republik Indonesia apabila dari
seorang ayah dan ibu warga Negara Indonesia yang
karna ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak
yang bersangkutan.
13. Anak dari seorang ayah atau ibu
yang telah di kabulkan permohonan kewarganegaraanya,
kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
14. Anak warga Negara Indonesia yang
lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18
tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh
ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui
sebagai Warga Negara Indonesia.
15. Anak warga Negara Indonesia yang
belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai
anak oleh warga negara asing bedasarkan penetapan
pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara
Indonesia.
Tentang Pewarganegaraan :
Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing
untuk memperolah kewarganegaraan Republik Indonesia
melalui permohonan. Dalm undang – undan dinyatakan
bahwa kewaraganegaraan Republik Indonesia juga
diperoleh melalui Pewarganegaraan.
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh
pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin.
b. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat
tinggal diwilayah Negara Republik Indonesia paling
singkat 5 tahun berturut –turut atau paling singkat
10 tahun tidak berturut – turut.
c. Sehat jasmani dan rohani.
d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar
negara Pancasila san Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945.
e. Tidak pernah di jatuhi pidana karna melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun
atau lebih.
f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik
Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda.
g. Mempunyai pekerjaan dan / atau berpenghasilan tetap.
h. Membayar uang kewarganegaraan ke kas negara.
Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia
oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia,
diatas kertas ber-materai cukup kepada Presiden melalui
Menteri. Menteri yang dimaksud Menteri yang lingkup
tugas san tanggung jawabnya di bidang kerwarganegaraan
Republik Indonesia, dalm hal ini Menteri Hukun dan HAM.
Menteri meneruskan permohonan sebagainana
dimaksud disertai dengan pertimbangan kepada Presiden
dalam waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak
permohonan di terima. Selanjutny Presiden berwenang
mengabulakan atau menolak permohonan pewarganegaraan.
Pengabulan permohonan pewarganegaraan sebagaimana
dimaksud ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Warga negara asing yang kawin secara sah dengan
Warga Negara Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraan
Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan
menjadi warga negara dihadapan pejabat berwenang.
Pernyataan sebagaimana dimaksud dilakukan
apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal
diwilayah Negara Republik Indonesia paling singkat 5
tahun berturut –turut atau paling singkat 10 tahun
tidak berturut – turut, kecuali dengan perolehan
kewarganegaraan tersebut mengakibatkan
berkewarganegaraan ganda.
Orang asing yang telah berjasa kepada Republik
Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat
pula diberi kewarganegaraan Republik Indonesia oleh
Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan
pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang
bersangkuatan berkewarganegaraan ganda.
b. Tentang Kehilangan Kewarganegaraan:
1. Memperoleh kewarnegaraan lain atas kemauannya
sendiri
2. Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain,
sedangkan orang yang bersangkutan mendapat
kesempatan untuk itu.
3. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh presiden
atas permohonannya sendiri, yang bersangkutamn sudah
berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal
diluar negeri, dan dengan dinyatakan hilang
Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi
tanpa kewarganegaraan.
4. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa ijin terlebih
dahulu dari Presiden.
5. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang
jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya
dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia
6. Secara sukarela mengangkat sumpah atau
menyatakanjanji setia kepada negara asing atau
bagian dari negara asing tersebut.
7. Tidak diwajibkan tetapi turutserta dalam pemilihan
sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu
negara asing.
8. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor
dari negara asing atau surat yang dapat diartikan
sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku
dari negara lain atas namanya.
9. Bertempat tinggal di wilayah Negara Republik
Indonesia selama 5 tahun terus-menerus bukan dalam
rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan
dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk
tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka
waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun
berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan
pernyataan ingintetap menjadi Warga Negara Indonesia
kepada perwakilan Republik Indonesia yangwilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan
padahal wilayah Republik Indonesia tersebut telah
memberikan secara tertulis kepada yang bersangkutan
sepanjang yang bersangkutan itu tidak menjadi tanpa
berkewarganegaraan.
10. Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan
laki-laki Warga Neagara Asing kehilangan
kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut
hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri
mengikuti kewarganegaraan suami akibat perkawinan
tersebut.
11. Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan
perempuan Warga Negara Asing kehilangan
kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut
hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami
mengikuti kewarganegaraan istri senagai akibat
perkawinan tersebut. Atau jika ingin tetap menjadi
Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat
pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau
perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya
meliputi tempat tinggal perempuan atau laki laki
tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan
kewargenagaraan ganda. Surat pernyataan dapat
diajukan oleh perempuan setelah 3 tahun sejak
tanggal perkawinn berlangsung
12. Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan
Republik Indonesia berdasaarkan keterangan yang
kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan,
tidak benar atau terjadi kekeliruan mengenai
orangnya oleh instansi yang berwenang, dinyatakan
batal kewarganegaraannya. Menteri mengumumkan nama
orang yang kehilangan kewarganegaraan Republik
Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.
2.3.4 Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak dan kewajiban warga negara tercantum pada
Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945.
1. Hak atas pekerjaan dan peghidupan yang layak. Pasal
27 ayat 2 UUD 1945.
2. Hak membela negara. Pasal 27 ayat 2 UUD 1945.
3. Hak berpendapat. Pasal 28 UUD 1945.
4. Hak kemerdekaan memeluk agama. Pasal 29 ayat 1 dan 2
UUD 1945.
5. Hak dan kewajiban dalam membela negara pasal 30 ayat
1 UUD 1945
6. Hak untuk mendapatkan pengajaran. Pasal 31 ayat 1
UUD 1945.
7. Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan
nasional Indonesia. Pasal 32 ayat 1 UUD 1945.
8. Hak ekonomi atau hak mendapatkan kesejahteraan
sosial. Pasal 33 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 UUD 1945.
9. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial. Pasal 34
UUD 1945.
Kewajiban warga negara terhadap Negara Indonesia:
a. Kewajiban mentaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27
ayat 1 UUD 1945.
b. Kewajiabn membela negara. Pasal 27 ayat 3 UUD 1945.
c. Kewajiban dalam upaya mempertahankan negara. Pasal
30 ayat 1 UUD 1945.
Disamping adanya hak dan kewajiban warga negara
terhadap negara, dalam UUD 1945 perubahan pertam telah
dicantumkan adanya Hak Asasi Manusia. Ketentuan
mengenai Hak Asasi Manusia tertuang pada pasal 28 A
sampai J UUD 1945.
Selanjutnya hak-hak warga negara yang tertuang
dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara dinamakan hak
konstitusional. Setiap warga negara memiliki hak-hak
konstitusional sebagaimana yang ada dalam UUD 1945.
Hak dan kewajiban warga negara Indonesia
tercantum dalam Pasal 27 sampai pasal 34 UUD 1945.
Bebarapa hak warga negara Indonesia antara lain sebagai
berikut:
1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
2. Hak membela negara
3. Hak berpendapat
4. Hak kemerdekaan memeluk agama
5. Hak mendapatkan pengajaran
6. Hak utuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan
nasional Indonesia
7. Hak ekonomi untuk mendapatkan kesejahteraan sosial
8. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial
Sedangkan kewajiban warga negara Indonesia terhadap
negara Indonesia adalah:
1. Kewajiban mentaati hukum dan pemerintahan
2. Kewajiban membela negara
3. Kewajiban dalam upaya pertahanan Negara
Berdasarkan pemaparan di atas, berikut dapat
diuraikan hak dan kewajiban dari WNI dan WNA :
1. Menjunjung tinggi dan menaati perundang-undangan
yang berlaku
2. Membayar pajak, bea, dan cukai yang dibebankan
Negara kepadanya
3. Membela Negara dari segala bentuk ancaman, baik yang
dating dari dalam maupun yang datang dari luar
negeri
4. Menyukseskan Pemilu, baik sebagai peserta maupun
sebagai penyelenggara
5. Mendahulukan kepentingan Negara atau umum daripada
kepentingan pribadi
6. Melaksanakan tugas dan kewajiban yang dibebankan
bangsa dan Negara
7. Kewajiban menjaga dan memelihara keamanan dan
ketertiban nasional
8. Hak untuk mendapatkan perlindungan atas diri dan
harta benda
9. Hak untuk mendapatkan dan menikmati kesejahtearaan
Negara
10. Hak untuk mendapatkan dan menikmati hasil-hasil
pembangunan
11. Hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu
12. Hak untuk mengembangkan minat dan kemampuan
pribadi tanpa mengganggu kepentingan umum dsb.
Hak dan Kewajiban Warga Negara Asing (WNA)
Menurut UU No. 62 Tahun 1958, kewarganegaraan
Indonesia dapat diperoleh dengan kelahiran,
pengangkatan, dikabulkan permohonan, pewarganegaraan,
perkawinan, perkawinan, keturunan, dan pernyataan
Di Indonesia orang asing tidak punya hak-hak
tertentu. Misalnya menjadi pegawai negeri, menjadi
anggota TNI, menjadi anggota partai, hak pilih dan
memilih.
Kewajiban dan kewenangan warga Negara asing adalah
sebagai berikut :
1. Memperoleh surat izin masuk dengan hak tinggal
selama waktu tertentu dan tinggal tetap di Indonesia
2. Mempunyai hak-hak selaku penduduk seperti yang
tercantum dalam Pasal 27, 28,29 UUD 1945
3. Wajib tunduk dan taat pata ketentuan yang berlaku
bagi warga Negara asing
4. Wajib membayar pajak bagi orang asing, bead an cukai
kecuali untuk anggota perwakilan diplomatik
5. Wajib menghormati segala ketentuan hokum yang
berlaku di Negara RI dengan tidak melanggar
ketentuan tsb
Selain itu ditentuakan pula hak dan kewajiban
negara terhadap warga negara. Hak dan kewajiban negara
terhadap warga negara pada dasarnya merupakan hak dan
kewajiban warga negara terhadap negara. Beberapa
ketentuan tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Hak negara untuk ditaati hukum dan pemerintah
2. Hak negara untuk dibela
3. Hak negara untuk menguasai bumi, air , dan kekayaan
untuk kepentingan rakyat
4. Kewajiban negara untuk menajamin sistem hukum yang
adil
5. Kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga
negara
6. Kewajiban negara mengembangkan sistem pendidikan
nasional untuk rakyat
7. Kewajiban negara meberi jaminan sosial
8. Kewajiban negara memberi kebebasan beribadah
2.4 Pandangan Ideologis Hak atas Kewjiban
2.4.1 Idiologi Negara RI
Berdasarkan pertanyaan diatas tentu sebuah hak
dan kewajiban warga negara tidak lepas dari idiologi
yang dianut oleh sistem kenegaraan. Landasan utama
bangsa indonesia adalah Pancasila. Tentu saja
Pancasila sebagai landasan warga negara Indonesia
dalam bertingkah laku, termsuk segala mekanisme
pemerintahan pemerintahan.
Pancasila, menurut Soekarno (2006) sebagai
penggali dijelaskan bahwa Pancasila telah mampu
mempersatukan bangsa Indonesia. Tidak terlepas pada
revolusi melawan imperialisme di bumi nusantara untuk
menyatakan kemerdekaan, Pancasila sebagai filsafat
cita-cita dan harapan segenap bagsa Indonesia. Bahkan
pada sila ke tiga disebutkan “ Persatuan Indonesia “.
Hal inilah yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia
memiliki semangat bersatu dari beragam suku bangsa
yang berbeda. Perbedaan itu lenyap ketika mereka
menyadari arti persamaan sebagai bangsa Indonesia.
Terlebih semangat persatuan bangsa Indonesia
telah dikumandangkangkan pada sumpah pemuda. Para
pemuda bersumpah berbangsa satu, bertanah air satu dan
menjunjung bahasa persatuan.
Bukti-bukti yang telah diuraikan ini menunjukan
negara Indonesia didirikan atas pondasi persatuan.
Negara yang terdiri dari beragam identitas mampu
disatukan atas nama persatruan. Dengan demikian
bersarkan teori yang dinyatakan Geovanni Gentle
(Syahrian:2003) bahwa negara kesatuan Republik
Indonesia adalah negara nasionalis.
2.4.2 Kewajiban Nasionalisme
Menurut Gentle melalui idealisme murni yang
terpengaruh dialektika Hegel, pada dasarnya individu
memiliki kehendak atau ego. Pada tataran subjektif
individu mengenal hubungan antara manusia yang satu
dan lainnya. Setelah individu mecapai tahapan roh
objektif, maka terciptalah komunitas. Melalui
komunitas beragam ego individu melebur menjadi
sejarah, kebudayaan, bangsa atau peradaban. Inilah
yang disebut kesadaran mutlak individu.
Didasarkan tujuan kehidupan bersama dibentuklah
negara. Beragam kepentingan individu dengan meninjau
pada teori Gentle, tentu melebur menjadi kepentingan
bersama. Negara tidak mungkin memberikan kepuasan atas
setiap kepentingn individu dan beragam kehendak yang
saling bersebragan. Maka demi tujuan utama dibentuknya
suatu negara harus terdapat otoritas negara menentukan
pilihan atas beragam kehendak.Dan melalui negara
kepentingan-kepentingan individu telah melebur menjadi
kepentingan bersama.
Negara ibarat masa depan nasib bersama. Kepentingan
individu adalah kepentingan egois yang menitik
beratkan pada kebutuhan pribadi. Tidak mungkin tanpa
ototritas yag kuat sebuah negara mampu mnetukan
pilihan yang terbaik bagi masa depan suatu bangsa.
Bila masih terdapat kepentingan-kepentingan
egoisme tentu pembelotan dari tujuan dibentuknya
negara. Pada kondisi yang seperti ini harus terdapat
persamaan persepsi atas seluruh warga negara. Warga
negara harus rela memberikan loyalitasnya kepada
negara diatas kepentingan pribadi. Karena negara
memiliki nilai-nilai kearifan sebagai pelayan,
pelindung dan pengayom bangsanya.
2.4.3 Hak Warga
Sebagai warga negara yang baik harus memahami
bahwa segala kehendak warga negara yang melebur dalam
lembaga negara adalah kehendak rakyat. Kehendak yang
dimulai dari kehendak individu, berinteraksi dengan
konsekuensi identitas mahluk sosial. Maka terbentuklah
nilai komunalitas yang disebut kesadaran objektif,
hingga merambah pada kesadaran mutlak.
Artinya hak individu tidak diperbolehkan egois
mempengaruhi kepentingan tatanan hidup bersama atas
kepentingan pribadi. Hal ini adalah kenyataan yang tak
dapat diingkari.
Termasuk pada kenyataan kebijakan pemerintah
adalah hasil representasi kepentingan-kepentingan yang
berjalan melalui tatanan sehingga diambil keputusan
terbaik. Bukan saja terbatas kepentingan individu,
akan tetapi hasil dari kepentingan banyak individu
yang terakumulasi hubungan mahluk sosial.
(Gentile:1928).
2.4.4 Permasalahan Kebebasan
Gagasan yang telah disampaikan oleh Lipman
(1922) menjelaskan bahwa opini publik adalah ini dari
pembahasan kebijakan. Hal ini menandakan era
keterbukaan. Keberadaan opini publik berfungsi sebagi
beragam pihak untuk ikut serta dalam proses pengambilan
keputusan. Melalui jalur non strukturalis, beragam
pihak mampu mempengaruhi pemerintahan. Melalui ruang
publik seseorang maupun kelompok memiliki kekuasaan di
luar wewenang untuk ikut serta mempengaruhi kestabilan
negara.
Bentuk-bentuk lain keberadaan pihak diluar
wewenang yang mampu mempengaruhi negara adalah para
borjuis. Melalui ruang publik maupun beragam proses
kekuasaan, kapitalis mampu mempegaruhi keberadaan para
pejabat untuk berkonspirasi mencari keuntungan. Proses
pemerintahan yang tidak sehat dan dianggap sebagai
rahasia umum ini menunjukkan kuatnya aktor-aktor yang
non legitimasi untuk bergentayangan mendominasi sebagai
tuan-tuan kelompok penekan.(Westergard dan Resler,
1976).
Walaupun tidak dapat disangkal bahwa kapitalis
atau pasar sebagai faktor signifikan mempengaruhi
kebijakan, akan tetapi perlu terdapat pembatasan yang
jelas antara kepentingan perseorangan sebagai saudagar
dan pelaku birokrat.
Permasalahan mendasar pada negara yang
memberikan era keterbukaan ini mewariskan permasalahan
mekanisme birokrasi yang tidak lepas dari nilai-nilai
kapitalis. Hal yang banyak terjadi, keberadaan pejabat
maupun birokrat tidak lepas dari modal awal untuk
memasuki ranah bagian penyelenggara pemerintahan.
Konsekuensi yang terjadi persepsi tugas kepercayaan
negara sebagai harapan masa depan bangsa, menjadi
kesempatan berbisnis mencari keuntungan maksimal. Pada
posisi inilah terjadi tumpang tindih antara identitas
birokrat dengan pedagang.
Solusi yang diberikan pada kasus ini adalah
profesionalisme status. Tidak dibenarkan adanya
kekuasaan yang tidak diimbangi wewenang. Seperti hal
yang telah disampaikan oleh negarawan Jerman Adolf
Hitler (2008) dalam bukunya Mein Kamf; seseorang yang
terkuatlah yang pantas menjadi pemimpin. Ini
menafsirkan bahwa keberadaan aktor-aktor yang memiliki
kekuasan menjadikan permasalahan baru. Aktor-aktor
tersebut mampu menjadikan kondisi negara tidak sehat.
Idealisme para birokrat tercemari oleh proses yang
legal maupun ilegal.
Wabah kapitalis terjadi melalui beragam
aktifitas kebebasan beragam pihak melalui ruang publik.
Maka tindakan-tindakan aktor-aktor tersebut menjadikan
provokasi yang berlanjut kepada distabilitas dan
intgrasi. Hal lain yang terjadi dari kebebasan tersebut
adalah beragam kelompok kepentingan yang terakumulasi
dalam beragam kalangan; baik kapitalis NGO, CSO dan
birokratis terjadi persaingan dalam rangka kepentingan
pribadi atau kelompok.
Akibat dari sistem yang terjaga ini menjadikan
rakyat sebagai korban kapitalis. Tujuan negara sebagai
lembaga yang menaungi rakyat menjadi ajang persaingan
kepentingan. Tentu berakibat pada lepasnya kewajiban
sebagai warga negara yang baik, yang memberikan
pengabdiannya kepada negara.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Pengertian Hak dan Kewajiban.
*Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu
yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh
pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak
lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut
secara paksa olehnya.
*Kewajiban adalah beban untuk memberikan sesuatu yang
semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak
tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang
berkepentingan.
2. Seseorang Yang Berhak Menjadi Warga Negara
*Seseorang berhak menjadi warga negara Indonesia
didasarkan adanya asas-asas pribumi asli dan tanah
kelahiran. Sedangkangkan ketetapan hukumnya mengacu
pada 26 UUD 1945.
3. Hubungan warga Negara dengan Negara
*Hubungan institusi pemerintahan yang mengatasnamakan
negara dengan warga negara memiliki timbal balik. Baik
negara maupun warga negara memiliki hak dan kewajiban
untuk saling memberikan konstribusi.
4. Pandangan Ideologis Antara Hak atas Kewajiban
Negara sebagai wadah bagi bangsanya dalam menuju
kehidupan yang di amanatkan melalui Undang-undang.
Dalam rangka penyeimbangan antara kedudukan antara
warga negara dengan negara maka dibuatlah hak dan
kewajiban.
3.2 Saran
Dengan adanya penjelasan pada makalah ini
diharapkan kita semua dapat memahami betul hak dan
kewajiban sebagai warga Indonesia sehingga kita lebih
menyadari tentang itu semua. Kita seyogyanya
menjalankan kewajiban-kewajiban kita sebagai warga
negara, baru menuntut hak kita.
Daftar Pustaka
Gentile, Giovanni.1928.The Philosophy of The Modern State.
Translated by H.W.Schneider. Oxford:New York.
Syahrian, Ery.2003.Fasisme Terorisme Negara. Pondok
Edukasi: Solo.
Hitler, Adolf. 2008. Mein Kamf. Translated by Ribut
Wahyudi and Sekar Palupi. Narasi: Yogyakarta.
Soekarno. 2006. Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno.Media
Presindo: Yogyakarta.
Westergarad, J. and Resler, H.1976. Class in Capitalist Society.
Penguin, Harmondswort: Middx.
Lippman, W. 1922. Public Opinion. Macmilan: New York.
James Artur., dkk. 2001. Citizenship through Secondary History.
Routledge Farmer: London and Newyork
Bellamy, Richard. 2008. Citizenship. A Very Short Introduction.
Database right Oxford University Press: Oxford
Aristotle. 2006. Politics. (PDF).
Pater Block. 2008. Community. (PDF)Saputro, Jati. Hak dan Kewajiban Warga Negara. (Online). (http://jatiseputro.blogspot.com diakses pada 12 Oktober 2011.Hak dan Kewajiban Warga Negara. (PDF). Politeknik TelkomUUD 1945