Post on 25-Jan-2023
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIPERTENSI
2.1.1 DEFINISI
Hipertensi adalah penyakit akibat
peningkatan tekanan darah dalam arteri dengan
tekanan darah sistolik dan diastolik lebih atau
sama sdengan 140 dan 90mmHg. Krisis hipertensi
ialah keadaan klinik yang gawat yang disebabkan
karena tekanan darah yang meningkat, biasanya
tekanan diastolic 140mmHg atau lebih, disertai
kegagalan/kerusakan target organ. Yang dimaksud
target organ disini ialah: otak, mata (retina),
ginjal, jantung, dan pembuluh darah. Batas
tekanan darah untuk timbulnya krisis
hipertensi, bisa lebih rendah dari 140 mmHg,
misalnya 130 atau 120 mmHg. Hal ini terutama
tergantung dari cepatnya kenaikan tekanan
darah.
Menurut tingkat kegawatannya, krisis
hipertensi dibagi menjadi :
a) Hipertensi gawat (hpertensive emergency).
Hipertensi gawat ialah keadaan klinik yang
memerlukan penurunan tekanan darah dalam
waktu kurang dari satu jam.
b) Hipertensi darurat (hypertensive urgency)
Hipertensi darurat ialah keadaan klinik
yang memerlukan penurunan tekanan darah
dalam beberapa jam.
2.1.2 ETIOLOGI
1. Primer Hipertensi (idiopatik)
2. Hipertensi Sekunder
a) Peningkatan kardiac output ( peningkatan
sekunder dalam tahanan pembuluh darah )
Uremia dengan cairan overload
Akut renal disease ( glomerulonefritis,
krisis skleroderma )
Peningkatan Hyperaldosteronprime
b) Peningkatan resistensi pembuluh darah
Renovaskular hipertensi ( renal artery
stenosis )
Pheochromosytoma
Obat – obatan ( kokain, makanan, atau
obat yang berinteraksi dengan monoamine
oxidase inhibitors )
Cerebro – vascular ( infark,
intracranial atau subarchnoid hemorragi
)
2.1.3 FAKTOR RESIKO
Faktor Risiko yang Mendorong Timbulnya Kenaikan
Tekanan Darah :
a. Faktor risiko spt: diet dan asupan garam,
stres, ras, obesitas, merokok, genetis
b. Sistem saraf simpatis: tonus simpatis dan
variasi diurnal
c. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi
dan vasokonstriksi: endotel pembuluh darah
berperan utama, tetapi remodeling dari
endotel, otot polos dan interstisium juga
memberikan konstribusi akhir
d. Pengaruh sistem otokrin setempat yang
berperan pada sistem renin,
angiotensin,aldosteron
Gambar 1. Faktor yang berpengaruh terhadap
pengendalian tekanan darah
2.1.4 KLASIFIKASI HIPERTENSI
2.1.4.1 Menurut Tekanan Darah
Gambar 2. Klasifikasi tekanan darah menurut
JNC-7
Gambar 3. Klasifikasi menurut kreteria orang
dewasa
2.1.4.2 Menurut Tingkat Kegawat Daruratan
a) Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi didefinisikan
sebagai kondisi peningkatan tekanan darah
yang disertai kerusakan atau yang
mengancam kerusakan terget organ dan
memerlukan penanganan segera untuk
mencegah kerusakan atau keparahan target
organ. The Fifth Report of the Joint National Comitte
on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC-7, 2004) membagi krisis
hipertensi ini menjadi 2 golongan yaitu :
Hipertensi emergensi (darurat) dan
Hipertensi urgensi (mendesak). Kedua
hipertensi ini ditandai nilai tekanan
darah yang tinggi, yaitu ≥180 mmHg/120
mmHg dan ada atau tidaknya kerusakan
target organ pada hipertensi.
Membedakan kedua golongan krisis
hipertensi bukanlah dari tingginya TD,
tapi dari kerusakan organ sasaran.
Kenaikan TD yang sangat pada seorang
penderita dianggap sebagai suatu keadaan
emergensi bila terjadi kerusakan secara
cepat dan progresif dari sistem syaraf
sentral, miokardinal, dan ginjal.
Hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi perlu dibedakan karena cara
penanggulangan keduanya berbeda.
a. Hipertensi emergensi (darurat)
Ditandai dengan TD Diastolik >120
mmHg, disertai kerusakan berat dari
organ sasaran yag disebabkan oleh satu
atau lebih penyakit/kondisi akut.
Keterlambatan pengobatan akan
menyebabkan timbulnya sequele atau
kematian. TD harus diturunkan sampai
batas tertentu dalam satu sampai
beberapa jam. Penderita perlu dirawat
di ruangan intensive care unit atau (ICU) .
Penanggulangan hipertensi emergensi :
Pada umumnya kondisi ini
memerlukan terapi obat antihipertensi
parenteral. Tujuan terapi hipertensi
darurat bukanlah menurunkan tekanan
darah ≤ 140/90 mmHg, tetapi menurunkan
tekanan arteri rerata (MAP) sebanyak 25
% dalam kurun waktu kurang dari 1 jam.
Apabila tekanan darah sudah stabil,
tekanan darah dapat diturunkan sampai
160 mmHg/100-110 mmHg dalam waktu 2-6
jam kemudian. Selanjutnya tekanan darah
dapat diturunkan sampai tekanan darah
sasaran (<140 mmHg atau < 130 mmHg pada
penderita diabetes dan gagal ginjal
kronik) setelah 24-48 jam.
b. Hipertensi urgensi (mendesak)
Hipertensi mendesak ditandai dengan
TD diastolik >120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ
sasaran. TD harus diturunkan secara
bertahap dalam 24 jam sampai batas yang
aman memerlukan terapi oral hipertensi.
Penderita dengan hipertensi urgensi
tidak memerlukan rawat inap di rumah
sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan
diruangan yang tenang, tidak terang dan
TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila
tekanan darah tetap masih sangat
meningkat, maka dapat dimulai
pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat
oral antihipertensi dalam menggulangi
hipertensi urgensi ini dan hasilnya
cukup memuaskan.
Penanggulangan hipertensi urgensi :
Pada umumnya, penatalaksanaan
hipertensi mendesak dilakukan dengan
menggunakan atau menambahkan
antihipertensi lain atau meningkatkan
dosis antihipertensi yang digunakan,
dimana hal ini akan menyebabkan
penurunan tekanan darah secara
bertahap. Penurunan tekanan darah yang
sangat cepat menuju tekanan darah
sasaran (140/90 mmHg atau 130/80 mmHg
pada penderita diabetes dan gagal
ginjal kronik) harus dihindari. Hal ini
disebabkan autoregulasi aliran darah
pada penderita hipertensi kronik
terjadi pada tekanan yang lebih tinggi
pada orang dengan tekanan darah normal,
sehingga penurunan tekanan darah yang
sangat cepat dapat menyebabkan
terjadinya cerebrovaskular accident,
infark miokard dan gagal ginjal akut.
2.1.5 PATOGENESIS
Mekanisme patogenesis hipertensi yaitu
Peningkatan tekanan darah yang dipengaruhi oleh
curah jantung dan tahanan perifer .
Mekanisme hipertensi tidak dapat
dijelaskan dengan satu penyebab khusus,
melainkan sebagai akibat interaksi dinamis
antara faktor genetik, lingkungan dan faktor
lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai
perkalian antara curah jantung dan atau tekanan
perifer yang akan meningkatkan tekanan darah.
Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal,
meningkatnya rangsangan saraf simpatis,
meningkatnya aktifitas renin angiotensin
alosteron, perubahan membran sel,
hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan
beberapa faktor yang terlibat dalam mekanisme
hipertensi.
Mekanisme patofisiologi hipertensi salah
satunya dipengaruhi oleh sistem renin
angiotensin aldosteron, dimana hampir semua
golongan obat anti hipertensi bekerja dengan
mempengaruhi sistem tersebut. Renin angiotensin
aldosteron adalah sistem endogen komplek yang
berkaitan dengan pengaturan tekanan darah
arteri. Aktivasi dan regulasi sistem renin
angiotensin aldosteron diatur terutama oleh
ginjal. Sistem renin angiotensi aldosteron
mengatur keseimbangan cairan, natrium dan
kalium. Sistem ini secara signifikan
berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan
aktivasi sistem saraf simpatik serta
homeostatik regulasi tekanan darah .
2.1.7 KOMPLIKASI
1. Stroke
Hipertensi adalah faktor resiko yang penting
dari stroke dan serangan transient iskemik.
Pada penderita hipertensi 80% stroke yang
terjadi merupakan stroke iskemik,yang
disebabkan karena trombosis intra-arterial
atau embolisasi dari jantung dan arteri
besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan
(haemorrhage), yang juga berhubungan dengan
nilai tekanan darah yang sangat tinggi.
Penderita hipertensi yang berusia lanjut
cenderung menderita stroke dan pada beberapa
episode menderita iskemia serebral yang
mengakibatkan hilangnya fungsi intelektual
secara progresif dan dementia. Studi populasi
menunjukan bahwa penurunan tekanan darah
sebesar 5 mmHg menurunkan resiko terjadinya
stroke.
2. Penyakit jantung koroner
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang
positif dengan resiko terjadinya penyakit
jantung koroner (angina, infark miokard atau
kematian mendadak), meskipun kekuatan
hubungan ini lebih rendah daripada hubungan
antara nilai tekanan darah dan stroke.
Kekuatan yang lebih rendah ini menunjukan
adanya faktor-faktor resiko lain yang dapat
menyebabkan penyakit jantung koroner.
Meskipun demikian, suatu percobaan klinis
yang melibatkan sejumlah
3. Gagal jantung
Bukti dari suatu studi epidemiologik yang
bersifat retrospektif menyatakan bahwa
penderita dengan riwayat hipertensi memiliki
resiko enam kali lebih besar untuk menderita
gagal jantung daripada penderita tanpa
riwayat hipertensi. Data yang ada menunjukan
bahwa pengobatan hipertensi, meskipun tidak
dapat secara pasti mencegah terjadinya gagal
jantung, namun dapat menunda terjadinya gagal
jantung selama beberapa decade.
4. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai
respon kompensasi terhadap peningkatan
afterload terhadap jantung yang disebabkan
oleh tekanan darah yang tinggi. Pada akhirnya
peningkatan massa otot melebihi suplai
oksigen, dan hal ini bersamaan dengan
penurunan cadangan pembuluh darah koroner
yang sering dijumpai pada penderita
hipertensi, dapat menyebabkan terjadinya
iskemik miokard. Penderita hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri memiliki
peningkatan resiko terjadinya cardiac aritmia
(fibrilasi atrial dan aritmia ventrikular)
dan penyakit atherosklerosis vaskular
(penyakit koroner dan penyakit arteri
perifer)
5. Penyakit vaskular
Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic
aneurysm dan penyakit vaskular perifer. Kedua
penyakit ini menunjukan adanya
atherosklerosis yang diperbesar oleh
hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan
terjadinya lesi atherosklerosis pada arteri
carotid, dimana lesi atherosklerosis yang
berat seringkali merupakan penyebab
terjadinya stroke .
6. Retinopati
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan
vaskular pada mata, yang disebut retinopati
hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi
bilateral retinal falmshaped haemorrhages,
cotton woll spots, hard exudates dan
papiloedema. Pada tekanan yang sangat tinggi
(diastolic >120 mmHg, kadang-kadang setinggi
180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai
bocor dari arteriol-arteriol kedalam retina,
sehingga menyebabkan padangan kabur, dan
bukti nyata pendarahan otak yang sangat
serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent
karena rusaknya retina.
7. Kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang sering
rusak akibat hipertensi. Dalam waktu beberapa
tahun hipertensi parah dapat menyebabkan
insufiensi ginjal, kebanyakan sebagai akibat
nekrosis febrinoid insufisiensi arteri-ginjal
kecil. Pada hipertensi yang tidak parah,
kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis yang
biasanya agak ringan dan berkembang lebih
lambat. Perkembangan kerusakan ginjal akibat
hipertensi biasanya ditandai oleh
proteinuria. Proteinuria merupakan faktor
resiko bebas untuk kematian akibat semua
penyebab, dan kematian akibat penyakit
kardiovaskular. Proteinuria dapat dikurangi
dengan menurunkan tekanan darah secara
efektif).
2.2 SINDROM DISPEPSIA
2.2.1 DEFINISI
Dispepsia adalah kumpulan gejala di
saluran makanan, dengan keluhan nyeri perut
atas, pedih, mual yang kadang – kadang disertai
dengan muntah, rasa panas di dada dan perut,
lekas kenyang, anoreksi, kembung, regurgitasi,
banyak mengeluarkan gas masam dari mulut.
Dispepsia memiliki gejala yang hampir sama
dengan penyakit saluran pencernaan atas
lainnya, dispepsia juga memiliki 2 klasifikasi
yang berbeda, namun sulit untuk dilakukan
diagnosa pasti pada 2 jenis dispepsia
tersebut. Klasifikasi dispepsia tersebut
diantaranya adalah dipepsia organik dan
dispepsia fungsional.
Dispepsia dari gangguan organik ataupun
yang disebut dengan dispepsia organik merupakan
gejala pada saluran cerna dan dapat juga
disebabkan oleh gangguan dari sekitar saluran
cerna, misal kantung empedu, pankreas dan
sebagainya. Dari sisi lain, dispepsia dapat
muncul meski tidak terjadi perubahan struktur
pada saluran pencernaan yang biasanya dikenal
dengan dispepsia fungsional dan gejala yang
ditimbulkan dapat berasal dari psikologis
ataupun akibat intoleransi makanan tertentu.
2.2.2 ETIOLOGI
a. Terdapat gangguan pada lumen saluran cerna
seperti tukak gaster/duodenum, gastritis,
tumor, infeksi Helicobacter pylori.
b. Obat – obatan: anti inflamasi non steroid
( OAINS), jenis antibotik, teofilin,
aspirin, dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier:
hepatitis, pankreatitis, kolesistitis
kronik.
d. Penyakit sistemik: diabetes melitus,
penyakit jantung koroner, dan penyakit
tiroid.
e. Bersifat fungsional : tidak terbuktinya ada
gangguan organik pada dispepsia tersebut.
Ini sering di sebut dengan dispepsia
fungsional.
2.2.3 MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri berpusat pada pertengahan abdomen
bagian atas.
Gejala ini yang paling sering membuat
penderita dispepsia datang berkunjung ke
pusat kesehatan, karena rasa kurang nyaman
yang ditimbulkannya.
b. Rasa tidak nyaman yang berpusat pada abdomen
bagian atas diantaranya:
- Perasaan kenyang lebih cepat
- Merasa penuh pada bagian lambung
- Kembung di abdomen bagian bawah
- Mual
Terdapat beberapa gejala yang membutuhkan
penanganan segera yaitu :
- Demam
- Keringat saat malam hari
- Berat badan berkurang > 3kg
- Muntah berulang
- Nyeri berat yang terlokalisasi
- Hematemesis
- Disfagia
2.2.4 DIAGNOSIS
Gejala yang di timbulkan oleh dispepsia
hampir sama dengan gejala yang terdapat pada
penyakit disaluran cerna lainnya, sehingga
perlu melakukan pemeriksaan agar di dapakan
diagnosis pasti penyakit yang diderita, karena
akan mempengaruhi penatalaksaan yang akan
dilakukan selanjutnya
Dapat dilakukan pemeriksaan mulai dari
pemeriksaan laboratorium, radiologi, endoskopi,
dan USG untuk menentukan jenis dan penyebab
dari penyakit tersebut.
2.2.5 TATALAKSANA DISPEPSIA
a. NON MEDIKAMENTOSA
Hindari makanan/minum sbg pencetus,
makanan merangsang spt:
–Pedas
–Asam
–tinggi lemak
–mengandung gas
–Kopi
–alkohol dll
Bila muntah hebat, jgn makan dulu
Makan teratur, tidak berlebihan, porsi
kecil tapi sering
Hindari stress, olah raga
b. Terapi Medikamentosa
ANTACIDA :
– penetralisir faktor asam sesaat, pei
nyeri sesaat
– Paling umum digunakan
– Study metaanalisis i manfaat (-),
efektifitas = plasebo
Penyekat H2 reseptor: peisekresi asam
lambung
– Telah umum juga dikonsumsi
– Study : manfaat 20% diatas plasebo
– Generik : cimetidin, ranitidin,
famotidin
Penghambat pompa proton / proton pump
inhibitor (PPI) menghambat produksi asam
lambung :
– Paling efektif dan superior dlm
menghambat produksi asam lambung
– omeprazol, lansoprazol, pantoprazol,
rabeprazol, esomeprazol
– mahal
Prokinetik (anti mual-muntah):
– dimenhidrinat, metoklopramid,
domperidon, cisapride, ondansetron
– Antagonis reseptor dopamin2 dan
reseptor serotonin
– Utk tipe dismotilitas efektif dibanding
plasebo
Sitoprotektor :
– sukralfat, teprenon, rebamipid
– Mucopromotor
– mei prostaglandin
– mei aliran darah mukosa
Antibiotik:
– bila terbukti terlibatnya H.pylori (+)
– Amoxicillin, claritromisin,
tetrasiklin, metronidazol, bismuth
Tranguilizer antianxietas, antidepresan
– Bila ada faktor psikik
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PENDERITA
Identitas Pasien
Nama lengkap : Buhari
Umur : 71 tahun
Alamat : Tiku, Bukit Melintang
No. MR : 123149
Tanggal masuk : 1 Juni 2014
Anamnesis
Seorang pasien pria Tn.B dengan umur 71 tahun di rawat dibangsal penyakit dalam RSUD lubuk basung sejak 1 Juni2014 dengan :
A. Keluhan utamaNyeri ulu hati menyesak ke dada sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit
B. Riwayat penyakit sekarang- Nyeri ulu hati menyesak ke dada sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit, rasa penuh dan panas diulu hati (+)..
- Riwayat Mual (+), muntah (+), sejak 3 hari sebelummasuk rumah sakit, isi apa yang dimakan dandiminum, darah (-).
- Riwayat sakit kuning (-)- Hepar tidak membesar
- Demam (-).- Murphy sign (-)- Sesak nafas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit,
sesak tidak dipengaruhi cuaca, makanan, danaktifitas, riwayat sesak malam hari (-), OS masihbisa tidur dengan 1 bantal.
- Riwayat nyeri kepala (+).- Penglihatan kabur (-).- Rasa berat di tengkuk kepala (+).- Nafsu makan menurun sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit.- Riwayat BAB dan BAK biasa.
C. Riwayat penyakit dahulu- Riwayat hipertensi (+) kontrol ke bidan
D. Riwayat penyakit keluargaE. Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, kebiasaanF. Pemeriksaan Umum
- Keasadaran : CMC- Keadaan umum : Sedang- Tekanan darah : 200/110- Nadi : 64- Nafas : 28- Suhu : 36- Status gizi : kurang- BB : 43kg- TB : 160 cm- Sianosis : (-)- Edema : (-)- Pucat : (-)- Kepala : mata Konjungtiva tidak anemis,
Sklera tidak ikterik- Leher : JVP 5-2cmH2o, Pembesaran KGB
(-)
- Dada : Pulmo : Bronkovesikluer, Rh (-), Wh(-)
- Cor : Irama reguler, BJ normal, bising(-)
- Abdomen :Distensi (-),BU (+) normal,NT(+) ,Epigastrium, N(-),
- Genitalia : Tidak dilakukan- Ektremitas : edema (-), akral hangat,
perfusi baikG. Pemeriksaan Laboratorium
Kimia Klinik : Total kolesterol : 240 mg/dl Trigliserida : 80 mg/dl HDL : 35 mg/dl LDL :189 mg/dl Total bilirubin :0,78 mg/dl Bilirubin indirek :0,33 mg/dl Bilirubin Direk :0,45mg/dl Total Protein :6,7 mg/dl Albumin :3,5 mg/dl Globulin :3,2 mg/dl Ureum :45 mg/dl Asam Urat : 8 mg/dl SGOT : 10 mg/dl SGPT : 12 mg/dl
Hematokrit : Hb :14 g% LED :20 mm Leukosit :6900/mm3 Eritrosit :5.940.000 mm3 Trombosit : 333.000mm3 Retikulosit : 5% Hematokrit : 43% Hitung jenis :
Bos : 0 %
Eou : 2%N.Batang : 1%N.Segmen : 75 %Lim1 : 18 %Mono : 4 %
Urinalisa: Warna :Kuning muda pH :5,5 BJ : 1.030 Reduksi : - Protein : - Bilirubin : - Urobilin : - Sedimen :
Eritrosit : -Leukosit : +Silinder : +Kristal : -Epitel : + gepeng
1-2/LPBH. Pemeriksaan penunjang
- EKG :Normal- Rongen :Kesan tampak gambaran
infiltrate pada perihiler dan paracardial keduaparu
I. Diagnosa kerja - Sindrom dispesia- Hipertensi urgensi
J. Terapi- IVFD NaCl 0,9% 10 tetes/i - Injeksi ranitidine 2 x1 amp- Valsortan 1x 80 mg- Amilodipin 1x5 mg- Diet rendah garam
K. Rencana
Follow up
2-6-2014
S/ - Batuk (-)
- Nafsu Makan (-)
- Nyeri Ulu hati (-)
O/ - Keadaan umum : sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- Tekanan Darah : 200/90
- Nadi : 68
- Nafas : 45
- Suhu : 36,3oC
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
- Paru : Bronkovesikuler, Rh +/+ di paracardial, Wh
-/-
- Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
A/ - Hipertensi Urgensi
- Sindrom Dispepsia
- Bronkopneumonia
P/ - IVFD NaCl 0,9 %
- Ranitidin 2 x 1 amp
- Valsarian 1 x 80 mg
- Amlodipin 1 x 5 mg
- HCT 1 x 12,5 mg
- Ceftriaxon 1 x2 mg
3-6-2014
S/ - Batuk (-)
- Nafsu Makan menurun
O/ - Keadaan umum : sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- Tekanan Darah : 180/80
- Nadi : 68
- Nafas : 30
- Suhu : 36,3oC
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
- Paru : Bronkovesikuler, Rh +/+ di paracardial, Wh
-/-
- Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
A/ - Hipertensi Urgensi
- Sindrom Dispepsia
- Bronkopneumonia
P/ - IVFD NaCl 0,9 %
- Ranitidin 2 x 1 amp
- Valsarian 1 x 80 mg
- Amlodipin 1 x 5 mg
- HCT 1 x 12,5 mg
- Ceftriaxon 1 x2 mg
- Neurodex 1x1 tab
4-6-2014
S/ - Kepala sedikit berat
- Tidur malam kurang
- Banyak pikiran
O/ - Keadaan umum : sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- Tekanan Darah : 180/90
- Nadi : 68
- Nafas : 28
- Suhu : 36,4oC
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
- Paru : Bronkovesikuler, Rh +/+ di paracardial, Wh
-/-
- Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
A/ - Hipertensi Urgensi
- Sindrom Dispepsia
- Bronkopneumonia
P/ - IVFD NaCl 0,9 %
- Alprazolam 0,5 mg 1 x1
- Ranitidin 2 x 1 amp
- Valsarian 1 x 80 mg
- Amlodipin 1 x 5 mg
- HCT 1 x 12,5 mg
- Ceftriaxon 1 x2 mg
5-6-2014
S/ - Kepala sedikit berat
- Tidur malam kurang
- Banyak pikiran
O/ - Keadaan umum : sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- Tekanan Darah : 130/90
- Nadi : 96
- Nafas : 27
- Suhu : 36,4oC
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
- Paru : Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-
- Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
A/ - Hipertensi Urgensi
- Sindrom Dispepsia
- Bronkopneumonia
P/ - IVFD NaCl 0,9 %
- Alprazolam 0,5 mg 1 x1
- Ranitidin 2 x 1 amp
- Valsarian 1 x 80 mg
- Amlodipin 1 x 5 mg
- HCT 1 x 12,5 mg
- Ceftriaxon 1 x2 mg
DISKUSI
Kasus ini adalah kasus hipertensi urgensi dan sindom
dispepsia dengan gejala yang dikeluhkan pasien seperti
nyeri kepala, rasa berat pada tengkuk, nyeri, terasa
penuh dan panas pada ulu hati, mual, muntah lemah serta
nafsu makan yang menurun. Pada pemeriksaan fisik tekanan
darah 200/110 dengan kesan hipertensi urgensi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi adalah penyakit akibat peningkatan
tekanan darah dalam arteri dengan tekanan darah
sistolik dan diastolik lebih atau samadengan 140 dan
90mmHg. Krisis hipertensi ialah keadaan klinik yang
gawat yang disebabkan karena tekanan darah yang
meningkat, biasanya tekanan diastolic 140mmHg atau
lebih, disertai kegagalan/kerusakan target organ.
Jumlah pasien yang terdaftar dalam Internal
Medicine Section of the EmergencyDepartment pada tahun 1996
adalah 14.209 orang. Dimana 1634 orang adalah kasus
emergensiurgensi, 449 pasien termasuk kriteria
krisis hipertensi menurut Joint National Committee dan
memiliki tekanan darah diastolik lebih dari 120
mmHg. Pada 23% pasien hipertensi diketahui adalah
krisis hipertensi dan 28% dari 23% tersebutadalah
hipertensi urgensi. Hipertensi urgensi juga lebih
sering ditemukan dibandingkan dengan hipertensi
emergensi.
Dispepsia adalah kumpulan gejala di saluran
makanan dengan keluhan nyeri perut atas, pedih,
mual yang kadang – kadang disertai dengan muntah,
rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang,
anoreksi, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan
gas masam dari mulut
Data Depkes pada tahun 2003 dispepsia
menempati peringkat 10 dari kategori 10 jenis
penyakit terbesar dirawat jalan di seluruh Rumah
Sakit di Indonesia dengan proporsi 1,5%, dan data
Depkes pada tahun 2004 menyatakan bahwa penderita
dispepsia menempati peringkat ke 15 dari 50
penyakit rawat inap terbanyak proporsi 1.3%.
Daftar Pustaka
Allescher HD.Functional dyspepsia – A multicausal diseaseand its therapy.Phytomedicine 13 (2006) SV 2–11.Diaksesdari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/16859904tanggal 4 juni 2014 pukul 19.10 WIB.
Djojoningrat D.2009. Dispepsia Fungsional Dalam Buku AjarIlmu Penyakit Dalam Jilid I.Jakarta Pusat.Internal Publishing, 529-532
Djojoningrat D.2009.Pendekatan Klinis penyakitgastrointestinal Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamJilid I.Jakarta Pusat.Internal Publishing,441 - 452
Hadi,Sujono.2002.Gastroenterologi.Bandung:PenerbitP.T.Alumni,156 – 163
Harahap,Yanti.2007.Karakteristik Penderita Dispepsiarawat Inap di RS Martha Friska Medan.Skripsi,Universitas Sumatera Utara.
Ganong, William F.MD Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi20. 2003 ECG
JakartaSudoyo Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi Idrus, KMarcellus Simadibarata,
Setiati Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 12006 Pusat penerbitan FK
UI Jakarta
Case Report Sessions
Hipertensi Urgensi dan Sindrom Dispepsia
Oleh :
Merry Cardina (0910311004)
Preseptor:
Dr. Djunianto, Sp. PD
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM