Post on 11-Mar-2023
HASIL-HASIL BUDAYA NEOLITIK DI SUMATERA BAGIAN SELATAN
Dani Sunjana
1. Pendahuluan
Kawasan Sumatera bagian Selatan pada dasarnya banyak
mengandung potensi-potensi arkeologi dari berbagai periode
baik itu periode prasejarah maupun sejarah. Dari periode
prasejarah Sumatera telah banyak menyumbangkan khazanah
arkeologi seperti misalnya budaya kapak genggam Sumatera
(sumatralith) dan endapan sampah dapur kerang yang menggunung
(kjokenmoddinger) yang sampai saat ini sangat dikenal dunia.
Dari periode sejarah, Sumatera juga menghadirkan fakta yang
juga luar biasa terutama periode kadatuan Sriwijaya yang
banyak menghadirkan jejak baik di Sumatera bahkan wilayah-
wilayah Asia Tenggara, India, dan Cina (Coedes, 2012: 112,
Manguin, 2012).
Salah satu periode prasejarah yang juga mewarnai
kekayaan arkeologis Sumatera bagian selatan adalah temuan-
temuan arkeologi dari periode neolitik. Dalam tulisan ini
yang dimaksud Sumatera bagian selatan tidak hanya mencakup
wilayah provinsi Sumatera Selatan saja akan tetapi meliputi
Lampung, Jambi, Riau, dan Bengkulu. Adapun terminologi
neolitik mengacu pada definisi umum neolitik yang berlaku di
Indonesia yang dicirikan dengan kehadiran alat-alat batu
yang diupam halus, kehadiran gerabah, dan beberapa artefak
lainnya. Periode ini dalam tafsiran Soejono berkembang pada
masa perekonomian awal bercocok tanam di Indonesia (Soejono,
2007: 206-38).
2. Sebaran Situs dan Temuan-Temuan Neolitik Akhir di Bagian
Selatan Pulau Sumatera
Sebagaimana disampaikan di muka, bahwasanya dalam
tulisan ini yang dimaksud dengan Sumatera Selatan meliputi
beberapa wilayah provinsi yang berlaku saat ini. Berikut ini
adalah gambaran umum sebaran-sebaran situs neolitik di
bagian Selatan Sumatera dan beberapa temuannya.
2.1. Provinsi Bengkulu
Situs-situs neolitik di Bengkulu pada umumnya merupakan
situs-situs hasil temuan baru antara lain situs Padang Sepan
dan Batu Dewa. Dari segi kandungan arkeologis neolitik
situs-situs ini merupakan situs kubur tempayan yang
berasosiasi dengan dengan temuan-temuan seperti beliung,
alat serpih, dan fragmen-fragmen gerabah (Indrastuti dalam
laman Balai Arkeologi Palembang)1.
2.2. Provinsi Sumatera Selatan
Bila dibandingkan dengan distribusinya di provinsi lain
di belahan selatan Sumatera, wilayah provinsi Sumatera
1 Abstrak-abstrak hasil penelitian dapat dilihat di lamanhttp://arkeologi.palembang.go.id, pada sub-judul halaman publikasi.
Selatan memiliki frekuensi yang lebih banyak. Beberapa situs
neolitik tersebut antara lain:
(a) Situs Gua Putri
Situs Gua Putri terletak di Desa Padang Bindu,
Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Berdasarkan penelitian melalui ekskavasi yang dilakukan
Kristinina Indrastuti (2002, 2004, dan 2007) situs ini
secara kronologis diperkirakan berasal dari masa preneolitik
hingga neolitik (5000-3000 tahun yang lalu) dan menghasilkan
sejumlah artefak berupa alat batu, serpih, dan gerabah
(Sofian, 2012).
(b) Situs Pondok Selabe
Penelitian di Situs Pondok Selabe dilakukan oleh tim
peneliti Prancis dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Penelitian tersebut dilakukan pada tiga lapisan budaya
antara lain lapisan atas yang digali sedalam 15 cm dan
menghasilkan fragmen pot-pot kecil dan kandungan unsur-unsur
besi. Lapisan dibawahnya digali sedalam 100 cm dan
menghasilkan artefak dari budaya neolitik dengan kronologi
berasal dari 2700 BP dan menghasilkan artefak berupa keramik
halus bertoreh, sebuah alat kecil batu obsidian, rijang, dan
batu andesit. Adapun pada lapisan ketiga menghasilkan
pertanggalan 4500 BP dan mengandung artefak berupa alat-alat
paleolitik yang dimodifikasi kembali beserta sisa-sisa fauna
hutan Holosen (Guillaud, 2006: 25).
Menarik perhatian bahwasanya artefak pada lapisan kedua
Pondok Selabe menunjukan hasil pemotongan-pemotongan yang
khas dan menunjukan pemenuhan keperluan khusus. Temuan
serupa juga ditemukan di situs Mae Hong Son di utara
Thailand. Adapun temuan gerabah menunjukan bentuk-bentuk
gelas-gelas kecil dan wadah-wadah berhias cetak tali dan
toreh yang juga menampakan kesamaan dengan tradisi gerabah
pada masa yang sama di daratan Asia Tenggara (Guilaud, 2006:
30).
Gambar 1: Artefak-artefak neolitik temuan di Gua Pondok
Selabe (Sumber: Guillaud, 2006).
(c) Situs-Situs Tempayan/Guci Kubur di Pasemah dan
Lintang
Sebagaimana halnya di Bengkulu, di Sumatera Selatan juga
ditemukan beberapa situs neolitik yang yang berkaitan dengan
fitur kubur antara lain di Pasemah dan Lintang. Temuan kubur
di Lintang menghasilkan temuan menarik berupa beliung
persegi yang dibuat dari kalsedon dan rijang dengan teknik
dan seni yang tinggi. Berkenaan dengan bahan kalsedon yang
tidak ditemukan di Sumatera, para peneliti Prancis
mengaitkan hal ini dengan kontak dagang dan hubungan lain
yang relevan dengan produsen kalsedon di Jawa Barat dan
Tengah (Guillaud, 2006: 43).
:
Gambar 2: Kubur tempayan beserta beliung berpoles dari situs
Kunduran, Lintang (Sumber: Guillaud, 2006)
(d) Situs Gua Harimau
Situs Gua Harimau di Ogan Komering Ulu merupakan situs
baru yang ditemukan pada survey tahun 2008 dan mulai
diteliti pada tahun 2009 hingga saat ini. Situs Gua Harimau
merupakan situs kubur yang sangat besar dan kompleks.
Artefak neolitik yang ditemukan di Gua Harimau antara lain
adalah alat-alat litik dan gerabah
(http ://arkeologi.palembang.go.id ).
2.3. Jambi dan Lampung
Penelitian situs neolitik di Jambi belum menghasilkan temuan
spektakuler seperti misalnya penemuan-penemuan situs
neolitik di provinsi Sumatera Selatan. Mengenai keberadaan
situs neolitik, situs berita Republika edisi 12 Juni 2012
pernah melaporkan adanya temuan gerabah bercorak neolitik di
Desa Bedeng Redjo, Kecamatan Bangko Barat. Adapun di Lampung
ditemukan situs kubur Tempayan antara lain di Pugung Tampak
dan Pugung Raharjo (Soejono, 2007).
3. Beberapa Catatan Mengenai Situs Neolitik di bagian Selatan
Sumatera dan Penelitian di Masa Mendatang
Situs-situs neolitik di Sumatera bagian selatan
sejatinya menyajikan fenomena menarik dalam studi prasejarah
Indonesia. Temuan-temuan neolitik situs-situs ini kerap juga
berasosiasi dengan temuan dari periode mesolitik bahkan
paleolitik. Gejala-gejala seperti yang ditemukan di Gua
Pandan dan Pondok Silabe misalnya digadang-gadang menjadi
faset baru transisi paleolitik hingga neolitik baik dari
segi temuan artefaktual maupun aspek lokasional situs yang
secara umum berada di dalam gua (hunian tertutup) dan di
alam terbuka (Guillaud, 2006).
Berkenaan dengan eksistensi situs neolitik, beberapa
bukti sastra lisan menunjukan adanya pendukung budaya
neolitik dari masa Sriwijaya-Melayu bahkan hingga masa
kesultanan Islam. Pada masa Sriwijaya situs-situs neolitik
di pedalaman dan berada di hulu sungai Musi diperkirakan
masih ada dan merupakan bagian integral kadatuan yang
berinteraksi lewat model upperstream-downstream. Komunitas
neolitik ini menurut Manguin menyediakan sumberdaya alam
asal hulu seperti jenis kayu berharga, emas, dan lain
sebagainya (Manguin, 2011a: 318-21, 2011b: 350).
Sisa-sisa budaya neolitik hingga saat ini diperkirakan
masih berlangsung pada suku-suku di pedalaman Sumatera.
Sebagai contoh misalnya pada suku Sakai di Riau dan beberapa
wilayah lain yang masih mempertahankan kebudayaan cocok
tanam berpindah (Wiradnyana, tt: 12)
4. Simpulan
Wilayah Sumatera bagian selatan memiliki tinggalan situs
neolitik yang sangat kaya. Beberapa situs neolitik yang
menghasilkan artefak berupa alat-alat batu, serpih, dan
gerabah merupakan situs-situs baru menarik karena
mengindikasikan adanya fenomena transisi dan juga masih dalam
penelitian lebih lanjut. Situs-situs neolitik secara garis
besar berlokasi di dalam gua dan ruang terbuka pada kasus-
kasus kubur tempayan. Lebih menarik lagi bahwasanya ada bukti
yang menunjukan bahwa budaya ini masih berlangsung hingga masa
sejarah di Sumatera dan mungkin akan menyebabkan kebingungan-
kebingungan penentuan kronologis seperti yang dialami peneliti
Prancis dalam kasus situs kubur di Lahat. Bagaimanapun
kondisinya studi prasejarah neolitik masih terbuka lebar untuk
penelitian lebih lanjut di masa mendatang.
Referensi
Coedes, George. 2014. ‘’Kerajaan Sriwijaya’’ dalam KedatuanSriwijaya. Jakarta: Komunitas Bambu, Pusat Arkeologi Nasional,EFEO, dan IRD
Guillaud, Dominique. 2006. Menyelusuri Sungai, Merunut Waktu:Penelitian Arkeologi di Sumatera Selatan. Jakarta: Puslitbang Arkenas,EFEO, dan IRD
Indrastuti, Kristantina. 2012. ‘’Pemukiman Prasejarah diWilayah Sumatera Selatan dan Bengkulu, Kajian Berdasarkan PolaSebaran Kubur’’. Abstrak Jurnal Siddhayatra diakses darihttp://arkeologi.palembang.go.id tanggal 20 Februari 2015
------------------------------. 2012. Tempayan Kubur, BudayaPrasejarah Situs Padang Sepan, Kabupaten Bengkulu Utara (KajianAwal). Abstrak Jurnal Siddhayatra diakses darihttp://arkeologi.palembang.go.id tanggal 20 Februari 2015
Manguin, Pierre-Yvess. 2014a. ‘’Sifat Amorf Politi-PolitiPesisir Asia Tenggara Kepulauan: Pusat-Pusat yang Terbatas,Pinggiran-Pinggiran yang Meluas’’ dalam Kedatuan Sriwijaya. Jakarta:Komunitas Bambu, Pusat Arkeologi Nasional, EFEO, dan IRD
-------------------------------. 2014b. ‘’Sumatera Tenggarapada Zaman Protosejarah dan Sriwijaya: Hubungan Hulu-Hilir danPemukiman di Peneplain’’ dalam Kedatuan Sriwijaya. Jakarta:Komunitas Bambu, Pusat Arkeologi Nasional, EFEO, dan IRD
Republika Online. Selasa 21 Juni 2012 ‘’Warga Jambi TemukanGerabah Neolitik’’
Sofian, Harry Octavianus. 2012. Jejak Hunian Manusia Prasejarah diSumatera Selatan. Diunduh dari http://academia.edu tanggal 18Februari 2015
Soejono, R.P. 2010. Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah diIndonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Wiradnyana, Ketut. Tt. Orang Sakai: Gambaran Kehidupan MasaNeolitik. Diunduh dari dari http://academia.edu tanggal 18 Februari2015