Post on 20-Jan-2023
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan Palau, Osteochilus hasselti merupakan ikan Cyprinid
yang banyak terdapat di daerah Jawa Barat. Ikan palau ini
sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk
unggulan perikanan budidaya dari kawasan Priangan. Dari
sisi ekonomi, kelestarian lingkungan, dan produksi,
budidaya ikan ini menguntungkan. Nilai ekonomis ikan
palau meningkat setelah dijadikan produk olahan misalnya
baby fish goreng, dendeng dan pindang, diasap dan
dikalengkan (Raharjo & Marliani, 2007 dalam Mulyasari et
al, 2010).
Dari aspek lingkungan ikan palau berperan sebagai
biocleaning agent karena sifatnya yang suka memakan detritus
dan perifiton sehingga ikan ini bisa digunakan untuk
membersihkan keramba jaring apung. Sedangkan dari segi
budidayanya ikan palau mudah dipelihara pada kondisi air
yang berbeda-beda, memiliki sintasan dan reproduksi yang
tingg (Cholik et al., 2005 dalam Mulyasari et al., 2010)
serta tahan terhadap penyakit (Subagja et al., 2006a
dalam Mulyasari et al., 2010).
Berdasarkan keunggulan dan potensinya, Mentri
Kelautan dan Perikanan mengukuhkan ikan ini sebagai salah
satu komoditas Gerakan Mina Padi Rakyat atau GEMPAR pada
tanggal 3 mei 2006 (Subagja et al., 2006a,b dalam
Mulyasari et al., 2010).
Selama ini budidaya ikan palau di keramba dan sawah
masih sangat terbatas. Pemeliharaanya hanya bersifat
sampingan dari hasil budidaya secara polikultur bersama –
sama dengan ikan mas, mujair atau gurame, sehingga
produksinya masih sangat rendah. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan produksi ikan palau yang berkelanjutan, hal
ini perlu didukung oleh program pemuliaan atau perbaikan
mutu genetik suatu jenis ikan berhubungan erat dengan
tingkat keragaman genetik (Mulyasari et al., 2010).
Potensi lain yang dimiliki ikan palau saat ini
adalah telurnya yang sangat digemari masyarakat karena
rasanya lezat dan dapat diekspor kenegara tertentu
sebagai pengganti kapiar, selain itu telur palau sudah
dimanfaatkan sebagai bahan pembuat saus. Demikian juga
dengan ikan ukuran 5 gram telah diproduksi dan diolah
menjadi makanan siap saji (Subagja, 2012).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum biologi perikanan ini antara
lain sebagai berikut:
1. Dapat melakukan analisis morfometri pada ikan palau
sehingga dapat diketahui korelasi antara beberapa
parameter bagian tubuh dari ikan palau (Osteochilus
hasselti).
2. Dapat melakukan identifikasi individu ikan palau
(Osteochilus hasselti).
3. Mengetahui cara memperoleh indeks kematangan gonad,
tingkat kematangan gonad, dan menghitung nilai
fekunditas ikan palau (Osteochilus hasselti).
4. Dapat menganalisis kebiasaan makan ikan palau
(Osteochilus hasselti).
5. Dapat mengukur diameter telur ikan palau (Osteochilus
hasselti).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistematika dan Morfologi Ikan palau (Osteochilus hasselti)
Ikan palau (Osteochilus hasselti)
Berikut adalah klasifikasi dari ikan palau menurut
Saanin (1980) dalam Syamsiah (2001) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : ostariophysi
Sub ordo : Cyprinoidea
Family : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Spesies : Osteochilus hasselti C.V
Ikan palau merupakan ikan air tawar yang banyak
terdapat di perairan umum terutama di perairan mengalir
atau agak tergenang serta kaya akan oksigen terlarut.
Ikan palau palau ini banyak tersebar luas di wilayah Asia
seperti Indonesia, Malaysia, serta Thailand dan secara
umum dibudidayakan (waynoravich dan Hovarth, 1980 dalam
Syamsiah, 2001).
Ikan palau ini umumnya dipelihara di daerah tropis
dengan ketinggian 150 sampai 1000 meter dari permukaan
laut. Ttapi ketinggian optimum adalah delapan ratus
meter, sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah
180C sampai 280C (Asmawi, 1983 dalam Syamsiah, 2001).
Ikan palau betina baik dipijahkan jika berumur
delapan bulan dengan panjang tubuh delapan belas
sentimeter dan berat lima puluh sampai enam puluh gram,
walaupun demikian lebih baik jika telah berumur satu
setengah sampai dua tahun dengan panjang tubuh 5 cm dan
berat 150 gram. Ikan palau jantan baik digunakan jika
telah mencapai umur satu tahun dengan panjang tubuh 20 cm
dan berat antara 80 sampai 100 gram. Kesiapan ini
ditandai keluarnya cairan putih (sperma) jika bagian
bawah perutnya diurut kea rah anus (Sumantadinata, 1983
dalam Syamsiah 2001).
B. Analisis Morfometri
Ikan palau mempunyai bentuk tubuh pipih, mulut dapat
disembulkan, posisi mulut terletak dujung (terminal),
sedangkan posisi sirip perut terletak di belakang sirip
dada (abdominal). Ikan palau tergolong ikan bersisik
lingkaran (sikloid), rahang atas sama panjang atau lebih
panjang dari diameter mata. Permulaan sirip punggung
berhadapan dengan sisik garis rusuk ke-8 sampai sisik
garis rusuk ke-10. Bentuk sirip dubur agak tegak. Sirip
perut tidak mancapai dubur (Weher dan de Beaufort 1916,
dalam Saanin 1980 dalam Syamsiah 2001).
Ikan ini mendiami berbagai tipe habitat, tetapi
biasanya berasosiasi dengan anak sungai yanglebar berarus
tenang dan bersubstrat pasing atau lumpur. Perairan yang
cocok untuk hidupnyaadalah perarian dengan kondisi pH
sekitar 6.5-7, dH sekitar: 5 8, kedalaman mencapai 5 m,
serta suhu antara 22-25°C. Ikan palau merupakan jenis
ikan benthopelagis yang bersifatpotamodromous. Seringkali
melakukan migrasi dari sungai menuju ke dataran banjir
pada saatmulai musim banjir dan kembali ke habitat sungai
setelah periode banjir selesai. Juvenilbiasanya terlihat
pertama kali di bulan Agustus dan segera kembali ke
sungai saat dataran banjirmengering. Resiliensinya
termasuk tinggi, dimana waktu penggandaan populasi
minimum kurang dari 15 bulan (K=0.32-1.15;Fec=30,000-
300,000) (Gumay, 2011).
C. Seksualitas Ikan
Seksualitas ikan betina dan jantan memiliki
perbedaan. Dimana ikan betina memiliki bentuk tubuh yang
lebih besar, karena menyimpan gonad telur. Kematangan
kelamin pertama di capai pada akhir tahun pertama dengan
ukuran tubuh 15 – 20 cm. kematangan kelamin pada betina
lebih lambat dari pada jantan, pada umumnya lebih sari 1
tahun dan mempunyai bobot tubuh 100 – 150 g. ikan jantan
pada umumnya lebih kecil dari ikan betina, mengeluarkan
sperma jika perut diurut (Hardjamulia, 1979 dalam
Sambara, 1989).
D. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan palau
(Osteochillus hasseltiiI) jantan dan betina secara morfologi di
Danau Sidenreng, Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi
Sulawesi Selatan (Effendi, 1997 dalam Ulfa, 2011).
Tabel 1. Tingkat kemetangan gonad ikan palau.No
.
Jantan Betina
I Testis transparan,memanjang seperti benang,ditemukan menempel padabagian bawah gelembungrenang.
Bentuk gonad memanjang sepertibenang, menempel pada bagianbawah gelembung renang. Butirantelur pada gonad belum nampak.
II Warna testis nampak putihseperti susu. Bentuknyalebih jelas dari tingkat I.Terlihat menutupi sebagiankecil dari rongga perut.
Gonad berwarna merah tua,permukaannya halus. Ukuran gonadsemakin meningkat dan lebih besardaripada tingkat I dan terlihatmenutupi sepertiga dari ronggaperut. Butiran telur belumnampak.
II
I
Permukaan gonad Nampakbergerigi, warna semakinputih. Ukuran testisterlihat menutupi sepertigadari rongga perut.
Sebagian besar gonad berwarnamerah tua dan sisanya Nampakberwarna merah muda. Gonadmenutupi setengah dari ronggaperut. Butiran telur yang halusmulai nampak pada bagian pangkalgonad.
IV Testis semakin jelas,permukaan testis semakinbergerigi. Testis terlihatmenutupi sebagian besardari rongga perut danterlihat pejal.
Gonad menutupi hamper keseluruhanrongga perut. Seluruh gonadberwarna merah tua. Ususterdesak. Butiran telur semakinjelas.
V Sebagian testis mengkerut, Gonad mengkerut. Terdapat sisa
berwarna putih sepertisusu. Ukuran testis semakinkecil.
telur dari tingkat IV yangbercampur dengan butiran telurhalus berwarna merah tua. Jugaditemukan butiran telur sisa padasaluran kelamin.
E. .Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan persentasi
dari berat gonad terhadap berat tubuh ikan betina Dari
hasil pengamatan perkembangan oosit dari sampel gonad
yang diambil secara periodik setiap induk palau (jumlah
induk yang diambil telur = 25 ekor) dari masing masing
betina sampel oosit hasil kanulasi >50 butir. Tingkat
kematangan gonad (TKG) akhir yaitu dicirikan dengan modul
diameter oosit sudah mencapai 1.1 mm, dari pengamatan
frekuensi tertinggi dicapai pada waktu pengamatan ke 4
(hari ke 84). TKG V diketahui fase atresia, dari hasil
pengamatan visual terhadap telur hasil kanulasi
diketemukan >50% oosit sudah mengalami atresia, dan
kondisi gonad banyak cairan serta cangkang/folikel dan
banyak diketemukan oogonia (diameter <0,1 mm) hampir dari
setiap periode pengamatan diperoleh induk yang mengalami
fase ini, dari pengamatan didapat proporsi induk
tertinggi yaitu pada pengamatan ke 5 hampir mendekati 38%
(Subagja, 2012).
F. Fekunditas
Perhitungan nilai fekunditas dengan metode
volumetrik baru dapat dilakukan setelah mengetahui nilai
volume dari semua sub sampel dan jumlah seluruh telur
dari sub sampel yang diambil secara zig zag sehingga
jumlah nilai fekunditasnya dari seluruh telur dapat
diketahui dan berguna untuk mengetahui berapa jumlah
larva/benih yang dihasilkan apabila ikan itu memijah.
Fekunditas ikan palau berkisar 1.718 - 34.045 butir
(Sharifudin, 2010).
G. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan ikan dapat diketahui setelah
menganalisis jenis pakan yang terdapat dalam usus ikan.
Palau juga merupakan ikan pemakan perifiton, yaitu
Bacillariophyceae dan Chhlorophyceae, yang merupakan pakan
utama dengan indeks proponderan masing - masing adalah
44,90% dan 40,06% (Ekawati et al., 2010). Ikan Dari kelompok
ciprinidae ikan palau termasuk ikan yang tahan terhadap
serangan penyakit, diduga dengan kebiasaan makan ikan
palau termasuk kedalam kelompok omnivora dimana pakan
yang dikonsumsi didominasi dengan pakan alami dari
kelompok ganggang yang disinyalir banyak mengandung anti
bodi. Dengan mayoritas makanannya berupa peryphiton dan
tumbuhan penempel dengan demikian ikan palau dapat
berfungsi sebagai pembersih jaring apung (Janagkaru,
1989 dalam Subagja, 2012).
H. Diameter Telur
Dalam fase matang gonad menghasilkan diameter yang
sudah dapat dilihat dengan mata. Berdasarkan hasil
pengukuran lebar dan tebal gonad, gonad ikan nilem
ginogenesis memiliki tinggi 24,9 µmdan tebal18,26 µm
(Dewi, 2005).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan pada hari
Rabu tanggal 16 Oktober 2012 pada pukul 14.30 sampai
dengan selesai bertempat di Laboratorium Bersama
Perikanan dan Laboratorium Teknologi Hasil perikanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
Tabel 2. Alat yang digunakan pada saat praktikum.Alat Spesifikasi KegunaanAlat Tulis Pena, pensil, dan
penggarisSebagai alat tulis.
Cawan petri Kaca gelas Untuk meletakan telurCutter Pemotong Membelah ikan
Kaca preparat Kaca tipis persegipanjang
Meletakan objek yangingin dilihat dengan
mikroskop.Mikroskop Alat pembesar objek Sebagai alat untung
menghitung jumlahtelur pada ikan
Penggaris Ketelitian 0.05 mm Mengukur ikanPinset anatomi Besi stenlis dua cabang Mengambil gonad ikanStyrofoam Alas objek Tempat penelitian
ikanTimbangan Ketelitian 0.01 gram Mengukur berat ikan
2. Bahan
Tabel 3. Bahan yang digunakan pada saat praktikum.
Bahan Spesifikasi KegunaanIkan palau (Osteochilus hasselti)
Ikan airtawar
Bahan yang ingindi amati
C. Cara Kerja
1. Analisis Morfometri
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
a. Identifikasi masing-masing jenis ikan sampel.
b. Ukur berat ikan, panjang total, panjang standar,
lebar mulut dan tinggi badan
c. Tulis data/hasil pengamatan dalam tabel/lembar kerja
d. hitung kolerasi panjang dan berat
Log W = Log a + b Log L
loga=ΣlogWxΣ¿¿¿¿¿
logb=ΣlogW−¿¿¿¿
2. Membedakan Ikan Jantan dan Betina
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
Amati perbedaan ikan jantan dan ikan betina berdasarkan
parameter – parameter berikut ini :
a. Bentuk tubuh
b. Ekor
c. Sirip dada
d. Sirip punggung
e. Sirip perut
f. Warna tubuh
g. Bentuk kepala
3. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
a. Ikan yang telah diperoleh IKG-nya disiapkan untuk
diamati, baik dengan mata biasa maupun kaca pembesar.
b. Pengamatan terhadap gonad ikan meliputi :
Untuk ikan jantan :
a. Bentuk testes
b. Besar kecilnya testes
c. Warna testes
d. Pengisian testes dalam rongga tubuh
e. Keluar tidaknya testes dari tubuh ikan (dalam
keadaan segar)
Untuk ikan betina :
a. Bentuk ovarium
b. Besar kecilnya ovarium
c. Pengisian ovarium dalam rongga perut
d. Warna ovarium
e. Warna telur
c. Tentukan klasifikasi kematangan gonad dengan melihat
kunci tingkat kematangan gonad menurut Kesteven dan
Nikolsky.
4. Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
a. Membersihkan tubuh ikan dari segala kotoran dan
keringkan dengan kertas tissu.
b. Menimbang berat ikan beserta gonadnya (Bt)
c. Membedah ikan pada bagian perutnya dan keluarkan
gonad dengan hati-hati, jangan sampai pecah
d. Keringkan gonad tersebut dengan kertas tissu dan
timbang (Bg)
e. Menentukan IKG dengan persamaan sebagai berikut :
IKG = Bg x 100%
Bt
Keterangan :
IKG : Indeks kematangan gonad (%)
Bg : Berat gonad (g)
Bt : Berat total (g)
5. Fekunditas
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
a. Gonad yang telah diambil dari tubuh dan telah
dibersihkan, ditimbang beratnya dengan menggunakan
timbangan digital
b. Gonad diambil, kemudian potong gonad menjadi lima
bagian dan ambil sebagian gonad pada pangkal, tengah
dan ujung gonad untuk pengamatan selanjutnya, sehingga
diharapkan seluruh bentuk dan ukuran telur terwakili
c. Sebagian telur yang telah diambil tersebut ditimbang
beratnya
d. Setelah ditimbang, gonad di encerkan dengan air
sebanyak 100 cc dan aduk hingga homogen, dimana tidak
ada lagi telur yang mengelompok.
e. Setelah homogen, hitung telur dari ikan sampel
f. Fekunditas ikan dianalisis menggunakan metode
gravimetric
F=GQxN
Keterangan :
F : Fekunditas (butir)
G : Berat gonad (g)
Q : Berat gonad sampel (g)
N : Jumlah telur pada gonad sampel (butir)
6. Kebiasaan Makan
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
a. Ikan dibedah
b. Ambil ususnya jangan sampai pecah atau putus. Jika
ikan mempunyai lambung, angkat dari bagian perutnya
c. Ambil usus atau lambung dengan hati-hati kemudian
keluarkan isinya dengan membedahnya. Kemudian usus atau
lambung tersebut diukur volumenya tanpa isi.
d. Pisahkan jenis usus yang berukuran besar ataupun
kecil, identifikasi jenisnya dan jika mungkin ukur
volumenya sesuai prosedur
e. Aduk hingga homogen dan ambil dengan pipet, tuangkan
ke kaca objek dan amati di bawah mikroskop
f. Pilihlah organisme sejenis ke dalam tumpukan –
tumpukan (fitoplankton, zooplankton, tumbuhan, hewan,
detritus, ikan, serangga dan lain – lain
g. Tumpukan – tumpukan tersebut dinyatakan dalam persen
%
7. Penghitungan Diameter Telur
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
a. Ambil telur (± 100 butir)
b. Masukan dalam petridish
c. Tambahkan aquadest sampai telur terendam
d. Pisahkan telur secara manual dengan bantuan spatula
e. Amati di bawah mikroskop okuler dan sudah ditera
dengan micrometer objektif terlebih dahulu
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Pembahasan
1. Analisis Morfometri
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan terhadap
morfometri ikan palau (Osteochilus hasselti) diperoleh hasil
sebagai berikut.
Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Analisis Morfometri Ikanpalau (Osteochilus hasselti).
No Berat (g)PanjangTotal(cm)
PanjangStandar(cm)
LebarMulut(cm)
Tinggibadan (cm)
1. 60 15 10.5 0.8 52. 29 13.5 7.8 0.9 33. 24 13.5 8 0.8 3.54. 29 13.5 8 1 4.5
Dari tabel diatas dapat kita ketahui, bahwa berat
rata – rata ikan palau adalah 35.5 g. Sedangkan panjang
total rata – rata adalah 13.875 cm.untuk lebar mulut ikan
palau dengan rata – rata 0.875 cm, untuk tinggi badan
rata – rata 4.67 cm. Ikan palau mempunyai bentuk tubuh
pipih, mulut dapat disembulkan, posisi mulut terletak
dujung (terminal), sedangkan posisi sirip perut terletak
di belakang sirip dada (abdominal) (Weher dan de
Beaufort 1916, dalam Saanin 1980 dalam Syamsiah 2001).
2. Membedakan Ikan Jantan dan Betina
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai
perbedaan ikan palau jantan dan betina didapatkan hasil
sebagai berikut.
Tabel 4. Perbedaan Ikan palau (Osteochilus hasselti) Jantan danBetina Ciri-ciriMorfologi Jantan Betina
Bentuk Tubuh Lebih Ramping Lebar Ekor Bersinar PudarSirip Dada Panjang Pendek Sirip Punggung Banyak Sedikit Sirip Perut Panjang Pendek Warna Terang GelapBentuk Kepala Tumpul LancipSisik Sikloid SikloidCiri Khusus Ramping Lebar
Ikan palau tergolong ikan bersisik lingkaragn
(sikloid), rahang atas sama panjang atau lebih panjang
dari diameter mata. Permulaan sirip punggung berhadapan
dengan sisik garis rusuk ke-8 sampai sisik garis rusuk
ke-10. Bentuk sirip dubur agak tegak. Sirip perut tidak
mancapai dubur (Weher dan de Beaufort 1916, dalam Saanin
1980 dalam Syamsiah 2001).
3. Indeks Kematangan Gonad
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai
indeks kematangan gonad ikan palau (Osteochilus hasselti)
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5. Indeks Kematangan Gonad Ikan palau (Osteochilushasselti) No Berat Gonad (g) Berat Tubuh (g) IKG1. 9 60 15 %2. 2 29 6.9 %3. 1 24 4.1 %
4. 4 29 13.8 %
Perkembangan gonad ini dipengaruhi oleh adanya
perkembangan gamet yang diproduksi oleh gonad itu
sendiri. Ikan palau ini mempunyai berat telur dapat
mencapai 18 - 26% berattubuhnya (Soeminto et al, 2000
dalam Kartika et al, 2005).
4. Tingkat Kematangan Gonad
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai
tingkat kematangan gonad ikan palau (Osteochilus hasselti))
didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 6. Tingkat Kematangan Gonad Ikan palau (Osteochilushasselti)No.
JenisKelamin
TKG Warna BentukKesteven Nikolsky1. Jantan Bunting Masak Putih Lonjong
2. Betina Daraberkembang Pemasakan Abu -
abu
Tidakberatutra
n 3. Jantan Bunting Pemasakan Putih Lonjong
4. Betina Daraberkembang Pemasakan Abu -
abuTidak
beraturan
Ikan jantan Warna testis nampak putih seperti susu.
Bentuknya lebih jelas dari tingkat I. Terlihat menutupi
sebagian kecil dari rongga perut. Untuk ikan betina gonad
sudah mengalami pemasakan, terjadi Butiran telur yang
halus mulai nampak pada bagian pangkal gonad (Effendi,
1997 dalam Ulfa, 2011).
6. Fekunditas
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai
kebiasaan makan ikan palau (Osteochilus hasselti) didapatkan
hasil sebagai berikut.
Tabel 7. Fekunditas ikan palau (Osteochilus hasselti)Sampel ikan ke- Nilai fekunditas (butir)
1 -2 1.6003 -4 3.300
Ikan nilem memiliki nilai fekunditas yang cukup
besar. Fekunditas sangat erat hubunganya dengan berat
tubuh ikan nilem. Keberhasilan pemijahan terjadi pada
suhu 26º-28 ºC dengan waktu ovulasi 13 jam dari
penyuntikan kedua. Indeks ova somatik (IOS) 12,3 - 17,6
%, dengan tingkat fekunditas rata-rata 39.862 butir ( ±
1.780, n=9 ) per kg induk dengan diameter saat ovulasi
1,4 -1,5 mm dan berkembang sampai 2,7–3.3 mm setelah
dibuahi (Setijaningsih, 2011).
6. Kebiasaan Makan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai
kebiasaan makan ikan palau (Osteochilus hasselti) didapatkan
hasil sebagai berikut.
Tabel 8. Kebiasaan Makan Ikan palau (Osteochilus hasselti)No. Jenis pakan Keterangan pakan Jumlah
1. Omnivora Serangga air, lumut -2. Omnivora Serangga air, lumut -3. Omnivora Serangga air, lumut -4. Omnivora Serangga air, lumut -
Kebiasaan makan ikan nilem termasuk kedalam kelompok
omnivora dimana pakan yang dikonsumsi didominasi dengan
pakan alami dari kelompok ganggang yang disinyalir banyak
mengandung anti bodi. Dengan mayoritas makanannya berupa
peryphiton dan lumut (Subagja, 2012).
7. Diameter telur
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai
diameter ikan sepat (Trichogaster pectoralis) didapatkan hasil
sebagai berikut.
Tabel 9. Diameter telur Ikan palau (Trichogaster pectoralis)NO Ikan ke- Diameter Telur1. 1 -2. 2 15 – 35 µm3. 3 -4. 4 17 – 40 µm
Ikan sampel telah mengalami matang gonad. Pada ikan
palau ke dua memiliki diameter 15 – 35 µm sedangkan untuk
ikan keempat 17 – 40 µm (Dewi, 2005).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan,
maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Setiap ikan memiliki morfologi tubuh yang berbeda
satu sama lainnya, baik dari berat, panjang total,
panjang standar, lebar mulut, dan tinggi badan.
2. Ikan jantan memiliki warna yang terang.
3. Berat gonad ikan sepat dipengaruhi oleh berat tubuh.
4. TKG ikan palau mengalami penurunan aktifitas setelah
memijah.
5. Fekunditas erat kaitanya dengan bobot dan panjang
tubuh ikan
6. Ikan palau biasanya memakan serangga kecil dan
tumbuhan.
7. Diameter telur ikan palau yang paling ikan terjadi
pada ikan yang ketiga.
B. Saran
Sebaiknya dalam praktikum digunakan ikan yang
berukuran besar sehingga analisis gonad dan kebiasaan
makan lebih mudah diamati. Selain itu alat alat-alat yang
akan dipakai dalam praktikum dipersiapkan dengan baik
sehingga praktikum berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Kartika, Soeminto. 2005. Pertumbuhan Ikan Nilem(Osteochilus hasselti C.V) Ginogenesis sampai Umur 30 Hariserta Tingkat Perkembangan Gonad yang Telah Dicapai.Jurnak Iktiologi Indonesia, Volume 5, Nomor 2. BidangZoologi, Pusat penelitian Biologi – LIPI. FakultasBiologi, Universitas Soedirman, Purwokerto.
Ekawati D et al. 2010. Studi Kebiasaan Makan Nilem(Osteochilus hasselti C.V) yang dipelihara pada KerambaJaring Apung di Waduk Ir. Djuanda. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Jawa Barat.
Gumay. 2011.http://www.scribd.com/doc/82532311/PROSIDING-Seminar-Hasil-Penelitian-Pengabdian-Kepada-Masyarakat-UNILA-Oktober-2011.
Mulyasari et al. 2010. Karakteristik Geneetik Enampopulasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V) di JawaBarat. Jurnal Riset Akuakultur Vol 5 No 2 Tahun 2010:175-182.
Sambara Syeni. 1989. KEBERHASILAN PENGGUNAAN SPERMA IKANNILEM (Osteochilus hasselti C.V) PADA GINOGENESIS IKAN MAS(Cyprinus carpio L.). Karya Ilmiah. Program Studi BudidayaPerairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan InstitutPertanian Bogor.
Setijaningsih L et al. 2011. Keberhasilan pembenihan ikankelabau (Osteochilus melanopleura Blkr) sebagai upayakonservasi ikan lokal melaui manipulasi lingkungan danhormon. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber DayaIkan III . Balai Penelitian Budidaya Air Tawar.
Sharifuddin Bin Andy Omar. 2010. Aspek reproduksi ikannilem, Osteochilus vittatus (Valenciennes, 1842) di DanauSidenreng, Sulawesi Selatan. Jurnal IktiologiIndonesia, 10(2):111-122.
Subagja Jojo et al. Teknologi Reproduksi Ikan Nilem(Osteochilus hasselti C.V):Pematangan Gonad, Penanganan
Telur dan penyediaan Calon induk. Seminar NasionalHari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untukmeningkatkan produk Pangan Hewani Dalam RangkaPemenuhan Gizi Masyarakat.
Subagja Jojo et al. Pelestarian Ikan Nilem (Osteochilushasselti C.V) Melalui Teknologi pembenihanya. LokakaryaNasional Pengolahan dan Perlindungan Sumber DayaGenetik di indonesia : Manfaat Ekonomi untukmewujudkan Ketahanan Nasional.
Syamsiah Heka. 2001. KAREKTERISTIK MORFOMETRIK DANMERISTIK BENIH IKAN HIBRIDA ANTARA IKAN MAS (Cyprinuscarpio L.) BETINA DAN IKAN NILEM (Osteochilus hasselti C.V)JANTAN. Skripsi. Program Studi Budidaya PerairanFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan InstitutPertanian Bogor.
Ulfa, Maria. 2010. Pendugaan Beberapa Parameter DinamikaIkan Tawes Barbonymus gonionotus bleeker, 1850 diDanau Sidenreng, Kabupaten Sidenreng Rappang, ProvinsiSulawesi Selatan.