Post on 28-Jan-2023
1
PENGARUH PEMBERIAN PAKAN RUMPUT GAJAH SEGAR (Pennisetum purpureum)
TERHADAP PERILAKU DAN BOBOT KAMBING MARICA (Capra sp.)
Muhammad Nasrullah1), Rosdiana Ngitung2), Muhammad Junda3)
1Fakultas MIPA, Universitas Negeri Makassar
Email : ullah.smnsa@gmail.com 2Fakultas MIPA, Universitas Negeri Makassar
E-mail: rosdianangitung08@gmail.com 3Fakultas MIPA, Universitas Negeri Makassar
E-mail: yunda62@gmail.com
Abstract
This study aims to determine the eating behavior of marica goats fed fresh elephant grass
(Pennisetum purpureum) and also its effect on the weight of marica goats (Capra sp). Four
marica goats were used (two male goats and two female goats). Goats were divided into two
groups including control (one male goat and one female goat fed RL field grass) and treatment
(one male goat and one female goat fed elephant grass / RU superior grass). 2 kg of feed was
given in the morning and 2 kg in the afternoon and the remaining feed was weighed to determine
the amount of feed consumption. The results showed that there were differences in eating
behavior patterns and frequency of behavior between male and female marica goats, the
addition of weight for male marica (P> 0.05) in goats fed RU, as well as for female marica goats
(P> 0.05) at Goats fed RU ranged from 281.8 to 409.09. Feed consumption for male marica
goats (P <0.05), for male marica goats (P> 0.05) ranged from 3.68-3.7. It was concluded that
feeding fresh elephant grass gave an effect on the eating behavior of marica goats and also
giving fresh elephant grass feed influenced the number of weight gain of marica goats.
Keywords: Marica goat (Capra sp.), Feeding behavior, ruminant activity, elephant grass
(Pennisetum purpureum), goat weight.
1. PENDAHULUAN
Kambing merupakan hewan pertama
yang di domestikasi, diduga berasal dari
Kambing liar Capra aegargus. Pada awalnya
sekitar 10.000 – 11.000 tahun yang silam
didaerah Kawasan Timur Tengah manusia
zaman Neolithicmulai memelihara kambing
dalam jumlah kecil untuk mendapatkan susu,
daging dan kotorannya sebagai bahan bakar,
juga sebagai bahan untuk pakaian dan
bangunan yang terbuat dari bulu, tulang, kulit
dan urat daging (MacHugh dkk. 2001).
Kambing (Capra hircus) dapat
memanfaatkan hijauan dalam jumlah terbatas
seperti pada lingkungan yang kritis dan
kering/lahan marjinal. Menurut
Murtidjo(1993), umumya kambing merupakan
hewan yang hidup di lereng-lereng
pegunungan, bukit-bukit yang curam ataupun
tempat-tempat yang curam, selain tempat yang
tandus dan sedikit ditumbuhi rumput atau
tanaman
Kambing Marica adalah suatu jenis
Kambing lokal endemik yang hanya dijumpai
di Propinsi Sulawesi Selatan. Jenis Kambing
ini merupakan salah satu genotipe Kambing
asli Indonesia yang menurut laporan FAO
sudah termasuk kategori langka dan hampir
punah (endangered). Kambing Marica
mempunyai potensi genetik yang mampu
beradaptasi baik di daerah agro-ekosistem
lahan kering, yaitu daerah dengan curah hujan
tahunan yang sangat rendah. Kambing Marica
dapat bertahan hidup pada musim kemarau
walau hanya memakan rumput-rumput kering
di daerah tanah berbatu-batu. Daerah populasi
2
Kambing Marica dijumpai di Kabupaten
Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten
Soppeng dan daerah kisaran Kota Makassar di
Propinsi Sulawesi Selatan (Fitra, dkk., 2009).
Kambing Marica dapat bertahan hidup
pada musim kemarau walau hanya memakan
rumput-rumput kering di daerah tanah berbatu-
batu. Daerah populasi kambing Marica
dijumpai di sekitar Kabupaten Maros,
Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Soppeng dan
daerah kisaran Kota Makassar di Propinsi
Sulawesi Selatan (Fitra dkk, 2009) dan oleh
FAO telah dilaporkan telah hampir punah
(endangered).
Pakan kambing secara umum dapat
dibagi menjadi dua, yaitu pakan hijauan dan
konsentrat. Pakan hijauan dapat berupa rumput
alam, rumput yang dibudidayakan dan daun
kacang-kacangan, sedangkan pakan konsentrat
dapat berupa dedak padi. Rumput merupakan
sumber tenaga atau energi bagi ternak
kambing. Jenis rumput yang umum diberikan
ternak adalah rumput alam (rumput lapangan).
Jenis rumput yang dibudidayakan (ditanam)
antara lain: rumput setaria, brachiaria dan
clitoria ternatea. Selain rumput, sisa hasil
pertanian juga dapat digunakan sebagai sumber
tenaga atau energi antara lain: dedak padi, kulit
dan daun singkong, daun pepaya, batang
kangkung, daun jagung dan jerami padi. Pakan
sebagai sumber protein yang baik untuk
pertumbuhan kambing antara lain: daun
kacang tanah, daun kacang panjang, daun
kedelai, daun gamal, daun turi, daun lamtoro
dan daun kaliandra (Prabowo 2010).
Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh
tingkat kecernaan dan proses fermentasi di
dalam rumen. Konsumsi akan meningkat jika
kecernaan meningkat serta proses fermentasi
dalam rumen berjalan optimum. Kecernaan
serat kasar yang rendah akan menurunkan
konsumsi (Van Soest, 1994). Ternak
ruminansia mampu memakan bahan pakan
yang kaya akan serat kasar dan mampu
memecahnya menjadi produk yang dapat
diasimilasi dalam rumen. Produk yang
diasimilasi tersebut kemudian diabsorbsi dan
beredar dalam darah yang selanjutnya akan
mempengaruhi konsumsi pakan (Arora, 1995).
Kambing memiliki kebiasaan makan
yang berbeda dengan ruminansia lainnya, dan
bila tidak dikontrol akan mengakibatkan
kerusakan. Kambing mampu merumput
(makan) rumput yang sangat pendek dan
merenggut dedaunan yang biasanya tidak
dimakan oleh ternak lainnya. Disamping itu,
Kambing merupakan pemakan yang lahap,
dengan pakan yang beragam dari tanaman
terna, kulit pohon dan kain. Kebiasaan makan
Kambing yang demikian sangat cocok di
daerah dengan kualitas dan kuantitas pakan
yang rendah seperti daerah yang beriklim
tropis. Dengan kebiasaan makan ini
memungkinkan Kambing dapat memenuhi zat
pakan dasar bagi fungsi tubuhnya secara lebih
baik dibandingkan dengan spesies ternak yang
lain (Devendra dan Burns, 1983).
Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
berasal dari Afrika, tanaman ini diperkenalkan
di Indonesia pada tahun 1962, dan tumbuh
alami di seluruh daratan Asia Tenggara. Di
Indonesia sendiri, rumput gajah merupakan
tanaman hijauan utama pakan ternak yang
memegang peranan amat penting, karena
hijauan mengandung hamper semua zat yang
diperlukan hewan (Kastalani, dkk, 2017).
Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
adalah salah satu jenis yang banyak
dibudidayakan oleh peternak hingga saat ini.
Rumput ini mempunyai produksi yang tinggi,
disukai oleh ternak ruminansia dan dapat
tumbuh pada berbagai jenis lahan. Tumbuh
membentuk rumpun, mudah beradaptasi
dengan lingkungan lembab maupun
lingkungan yang kering serta tidak dapat
tumbuh baik dalam kondisi lahan yang
tergenang air (Erviana K, M. 2014).
Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
ditinjau dari sudut zat gizinya sebagai
bahan pakan ternak mengandung protein
kasar yaitu 9,66%, namun rumput gajah
mengandung serat kasar yang tinggi yaitu
3
30,86 %. Produksi rumput gajah yang
berlebih, dapat dimanfaatkan untuk
mengantisipasi kesenjangan produksi hijauan
pakan pada musim hujan dan musim
kemarau, disamping itu dapat memanfaatkan
kelebihan produksi pada saat pertumbuhan
yang terbaik. Rumput gajah tersebut dapat
diawetkan dalam bentuk silase, karena
merupakan bahan pakan hijauan yang baik
untuk dibuat silase (Sutardi cit. Syariffudin,
2006).
2. METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini
yaitu, stop watch untuk mengukur durasi atau
lamanya aktivitas tingkah laku makan,
termometer dengan satuan celcius digunakan
untuk mengukur suhu satu lingkungan,
timbangan ternak untuk menimbang ternak,
kandang kambing khusus satuekor, parang
digunakan untuk memontong pakan rumput
gajah, kamera digunakan untuk
mendokumentasikan gambar selama penelitian
dan alat tulis-menulis.
Bahan yang digunakan pada
penelitian ini yaitu, kambing marica jantan
(Capra sp) 2 ekor, kambing marica betina
(Capra sp) 2 ekor, air, pakan hijauan dan
rumput gajah segar (Pennisetum purpureum). B. Prosedur pelaksanaan penelitian
Pemberian pakan rumput gajah
Seekor kambing dewasa membutuhkan
kira-kira 4 kilo gram hijauan segar dalam
sehari yang diberikan 2 kali, yaitu pagi dan
sore, pilih tanaman rumput gajah yang
berumur relatif muda sekitar 35-42 hari,
utamakan bagian daun dibanding batang,
rumput gajah dipotong-potong menjadi 10-20
cm sebelum diberikan kepada kambing. Pengamatan Prilaku Makan
Pencatatan tingkah laku makan
dilakukan dengan metode one zero interval 15
menit. Tahapan tingkah laku diberi nilai satu
bila dilakukan, dalam selang waktu 15 menit.
Pengamatan tersebut dilakukan dengan empat
kali ulangan untuk setiap individu berbeda.
Aktifitas makan terdiri atas: aktivitas mencium
hijauan yaitu awal aktivitas mencium hingga
kambing mulai melakukan aktivitas lainnya,
aktivitas merenggut makanan yaitu awal
perenggutan hijauan hingga diangkat untuk
dikunyah, aktivitas mengunyah makan yaitu
akivitas yang dimulai dari hasil perenggutan
hijauan yang telah dikumpulkan dalam mulut,
aktivitas menelan makanan yaitu aktivitas yang
di mulai dari menelan aktivitas kunyahan atau
aktivitas lainnya. Hasil pencatatan tingkah
laku, dihitung berdasarkan proporsi frekuensi
yang terjadi selama interval tertentu dengan
membagi jumlah tingkahlaku yang teramati
dengan interval jumlah tingkah laku
keseluruhan atau dengan rumus:
Tingkah Laku = × 100%
Keterangan:
X = Frekuensi suatu tingkah laku tertentu
dalam tujuh jam per individu
Y = Frekuensi keseluruhan tingkah laku yang
diamati dalam tujuh jam per individu. Pengamatan Aktivitas Ruminansia
aktivitas mengeluarkan bolus yaitu
aktivitas yang dimulai dari dikeluarkan bolus
dari rumen menuju ke mulut hingga kambing
melakukan aktivitas mengunyah bolus,
aktivitas mengunya bolus, yaitu aktivitas yang
dimulai dari rumen ke mulut hinga aktivitas
menelan bolus, aktivitas menelan bolus yaitu
aktivitas yang dimulai dari bolus yang
langsung ditelan setelah di keluarkan dari
rumen ke mulut atau menelan bolus yang
melalui proses peengunyahan hingga aktivitas
mengeluarkan bolus kembali. Pengaruh Pakan Terhadap Bobot Kambing
Pada pengaruh pakan dilakukan dengan
memelihara empat ekor kambing marica
dengan usia yang sama, 2 ekor sebagai kontrol
yaitu 1 kambing jantan dan 1 kambing betina
dengan memberikan pakan rumput rumputan
dan pakan dedaunan, serta dua ekor kambing
yang dineri perlakuan yaitu 1 kambing jantan
dab 1 kambing betina dengan diberikan pakan
rumput gajah. Untuk mengetahui laju
perubahan bobot dilakukan dengan menimbang
4
kambing sebanyak 1 kali dalam 1 minggu.
Hasil dari pengaruh pakan terhadap bobot
kambing marica dihitung dengan
menggunakan uji sampel t test.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tingkah Laku Makan Kambing
Gambar 4.1 Histogram Tingkah Laku Makan
Kambing Marica Pada Waktu yang Berbeda
Pengamatan tingkah laku makan
Pengamatan tingkah laku makan
dimulai dari aktivitas makan dan aktivitas
ruminansia selama 7 jam pengamatan. Dari
hasil pengamatan tingkah laku menunjukan
total aktivitas yang paling tinggi terjadi pada
pagi hari kemudian dilanjutkan pada pukul
sore hari sedangkan total aktivtas yang paling
rendah terjadi pada siang hari. Rata-rata suhu
siang hari mencapai 28-320C dimana kambing
lebih banyak melakukan istrahat meskipun
terdapat aktivitas makan dengan frekuensi
rendah hal ini diduga karena apabila
dihadapkan pada cuaca panas prioritas tingka
laku kambing akan berubah dari kegiatan
mengonsumsi pakan untuk menghindari
kondisi yang tidak menyenangkan.
Konsekuensi yang cepat adalah mengurangi
konsumsi pakan dan energi metabolis yang
tersedia. Hal ini sesuai sesuai dengan
pernyataan Wodzicka-Tomaszewska dkk.
(1991) bahwa pada siang hari dengan suhu
yang tinggi kambing akan merumput lebih
sedikit, waktu yang digunakan untuk ruminasi
lebih singkat dengan istirahat yang relatif
lama.
B. Pengamatan Tingkah Laku Makan
Berdasarkan Jenis Kelamin.
Pola makan kambing yang dibedakan
berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini
meliputi segala perbandingan aktivitas makan
kambing jantan dan betina mula dari aktivitas
makan dan rutinitas diantaranya, mencium,
merengut, mengunyah, menelan, mengeluarkan
bolus, menunyah bolus, dan menelan bolus.
Adapun pola makan kambing berdasarkan
jenis kelamin terdapat pada gambar sebagai
berikut:
Gambar 4.2 Histogram Tingkah Laku Makan
Kambing Marica Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil pengamatan
besarnya frekuensi yang tingkah laku makan
yang paling tinggi adalah pada saat pukul pada
pagi haqri dengan frekuensi jantan sebesar
lebih besar dibandingkan betina betina,
kemudian dilanjutkan pada sore hari untuk
aktivitas tertinggi dengan frekuensi jantan
lebih besar betina. Sedangkan untuk pola
makan dengan frekueni yang berselang jauh
adalah pada siang hari dengan frekuensi jantan
sebesar lebih sedikit dibandingkan betina. Hal
ini menunjukan bahwa kambing betina lebih
tahan melakukan aktivitas makan disiang hari
dibandingkan dengan jantan. Walaupun selang
dengan satu jam aktivitas makan Kambing
jantan juga ikut meningkat. Aktivitas makan
Kambing betina disiang ahri lebih aktif
dibandingkan dengan kambing jantan
dikarenakan kambing jantan lebih aktif
melakukan aktivitas makan pada pagi hari dan
sore hari sementara diwaktu siang kambing
jantan lebih banyak melakukan aktivitas
istrahat. Betina lebih banyak melakukan
5
aktivitas makan di siang hari, hal ini diduga
karena faktor umur. Betina dewasa lebih aktif
melakukan aktivitas makan di siang hari
dibanding jantan, rendahnya aktivitas makan
kambing marica jantan disiang hari
dikarenakan kambing jantan dipisahkan
dengan kambing betita sehingga kambing
jantan terlihat gelisah dikarenakan kambing
jantan sudah memasuki fase perkawinan
sehingga aktivitas makan kambing jantan
sedikit terganggu. Serta pemberian pakan
rumput gajah ini sangan mempengaruhi
perilaku makan kambing yang memperlihatkan
pakan rumput gajah/rumput unggul lebih
dominan dibandingkan pemberian pakan
rumput unggul sehingga aktivitas makan
kambing yang diberi rumput unggul lebih baik
ketimbang rumput lapang, hal ini menandakan
bahwa kambing marica memiliki plabilitas
yang tinggi terhadap jenis pakan yang
dimakan.
C. Pola Tingkah Laku Makan
Pola tingah laku makan Kambing
Marica dalam penelitian ini meliputi segala
aktivitas makan dan rutinitas diantaranya,
mencium, merengut, mengunyah, menelan,
mengeluarkan bolus, menunyah bolus, dan
menelan bolus. Adapun gambaran mengenai
pola tingkah makan Kambing Marica adalah
sebagai berikut:
Gambar 4.3 Histogram Pola Tingkah Laku
Makan Kambing Marica pada Jenis Kelamin
yang Berbeda
Pola tingah laku makan Kambing
Marica dalam penelitian ini meliputi segala
aktivitas makan dan rutinitas diantaranya,
mencium, merengut, mengunyah, menelan,
mengeluarkan bolus, menunyah bolus, dan
menelan bolus. Berdasarkan pengamatan
menunjukan presentasi aktivits pola makan
Kambing Marica aktivitas pola yang tertinggi
adalah untuk aktivitas merenggut hal ini
dikarenakan setiap frekuensi kambing dalam
merenggut hijauan dapat langsung dikunyah
atau dengan frekuensi merenggut berkali-kali
kemudian dikunyah, sedangkan untuk aktivitas
terendah adalah mencium hal ini menunjukan
bahwa kebiasaan kambing pada pengamatan
langsung merenggut pakan tanpa menciumnya
terlebidahulu serta pemberian pakan yang
sejenis tiap harinya menjadikan kambing
mengenali pakan yang dimakan sehingga
aktivtas mencium menjadi rendah. Kemudian
aktivitas tertinggi kedua adalah mengunyah,
keadaan ini disebabkan sifat fisik pakan dan
banyaknya Kambing yang melakukan aktivitas
merenggut sehingga frekuensi mengunyah
semakin banyak. Sedangkan untuk aktivitas
ruminitas yang paling tinggi adalah
mengunyah bolus, kedua adalah mengeluarkan
bolus, aktivitas terendah menelan bolus.
Rangkaian pada awal ativitas makan pada
Kambing sebenarnya diawali dengan mencium
makanan. Akan tetapi hal tersebut disesuaikan
denngan kebiasan Kambing itu sendiri, karena
pada dasarnya setiap Kambing menyukai
berbagai jenis hijauan.
D. Frekuensi Tingkah Laku Makan
Kambing
Berdasarkan pengamatan menunjukan
bahwa tingkah laku mencium paling rendah
untuk kambing jantan adalah siang hari hal ini
dapat terjadi dikarenakan pada waktu siang
hari suhu mencapai 30-35oC, pada kondisi
suhu yang seperti ini kambing kebanyakan
melakukan aktivitas istrahan dan aktivitas
ruminansia sehingga aktivitas mencium pakan
sangatlah jarang dilakukan pada siang hari.
Sedangkan untuk tingkahlaku mencium paling
rendah pada kambing betina yaitu pada siang
hari namun frekuensi penciuman pakan betina
lebih tinggi dibandingkan jantan pada siang
hari, hal tersebut diduga karena kambing
6
Tabel 4.1.Frekuensi Tingkah Laku Makan (%) Kambing Marica Berdasarkan Alokasi Waktu
Jenis
Pola Tingkah
Laku Makan Waktu Pengamatan
09:00-
10:00
10:00-
11:00
11:00-
12:00
12:00-
13:00
13:00-
14:00
14:00-
15:00
15:00-
16:00
Jantan Mencium 13,41 17,89 13,42 2,81 10,8 20,22 20,43
Merenggut 23,17 18,94 7,46 5,63 9,23 22,47 21,5
Mengunyah 21,95 21,05 10,44 7,04 7,69 19,1 18,27
Menelan 24,39 20 8,95 4,22 6,15 17,97 17,2
Mengeluarkan
Bolus 07.31 7,36 13,4 26,7 26,2 7,86 7,52
Mengunyah
Bolus 6,09 6,31 22.38 28,16 27,7 6,74 8,6
Menelan
bolus 3,65 8,42 17,91 25,35 24,6 5,61 6,45
Total 100 100 100 100 100 100 100
Jantan Mencium 16,47 12,08 10,84 14,81 8,75 18,29 18,47
Merenggut 23,52 21,97 8,43 4,93 10 23,17 19,56
Mengunyah 21.17 20,87 9,63 6,17 8,75 2o,73 20,65
Menelan 18,82 19,78 9,63 3,7 7,5 19,51 18,47
Mengeluarkan
Bolus 8,23 9,89 20,48 24,69 23,8 7,31 8,69
Mengunyah
Bolus 7,05 8,79 21,68 23,45 21,3 4,87 7,6
Menelan
bolus 4,7 6,59 19,27 22,22 20 6,09 6,52
Total 100 100 100 100 100 100 100
betina sangan aktif dibabandingkan jantan saat
melakukan aktivitas makan.
Rangkaian pola makan selanjutnya
adalah perenggutan makanan yaitu aktivitas
dimana ketika kambing melakukan awal kali
perenggutan pakan sampai diangkut untuk
dikunyah. Menurut Devendra & Burns (1994),
Kambing mempunyai kebiasaan makan yang
berbeda dengan ruminansia lainnya. Bila tidak
dikendalikan, kebiasaan makan dapat
mengakibatkan kerusakan. Bibirnya yang tipis
mudah digerakkan dengan lincah untuk
mengambil pakan. Kambing melakukan
aktivitas merenggut dengan cara kedepan atas
ataupun kebelakang bawah, kambing mampu
memakan rumput yang pendek dan merenggut
dedaunan.
Aktivitas selanjutnya adalah merenggut,
renggutan paling tinggi untuk kambing jantan
dalah pada pagi hari dan dan juga ketika
menjelangh sore hari sedangkan pada kambing
betina juga pada pagi hari dan sore hari. hal ini
menandakan bahwa kambing janta sangat aktif
melakukan aktivitasnya pada pagi hari dan
juga disore hari. Setiap frekuensi kambing
dalam merenggut hijauan dapat langsung
dikunyah atau dengan frekuensi merenggut
kerkali kali kemudian dikunyah. Setelah
merenggut makanan ke dalam mulutnya,
Kambing akan memulai aktivitas berikutnya
yaitu mengunyah. Fungsi pengunyahan selama
makan yaitu untuk merusak bagian permukaan
pakan sehingga ukuran pakan menjadi lebih
kecil yang memudahkan pakan cepat dicerna.
7
Frekuensi pengunyahan yang paling banyak
dilakukan oleh kambing jantan adalah pada
pagi hari sedangkan pada kambing betina
aktivitas mengunyah yang paling tinggi pada
pagi dan sore hari. Setelah melakukan aktivitas
mengunyah selanjutnya kambing akan
melakukan aktivitas selanjutnya yaitu menelan.
Menurut Wodzicka-Tomaszewaka dkk. (1993)
pengunyahan selama makan dan ruminansi
dapat mengurangi ukuran partikel dan
mengubah bentuk pakan. Tingkat pengurangan
ukuran partikel pakan dicerna atau bahan yang
diruminansi akan ditentukan oleh waktu yang
ditentukan untuk makan. Pada kambing jantan
ktivitas menelan yang paling tinggi terjadi
pada pukul pagi hari sedangkan pada jantan
terjadi pada pagi dan sore hari.
Jika aktivitas makan telah selesai, maka
dilanjutkan dengan aktivitas ruminasi.
Aktivitas ruminasi diawali dengan
mengeluarkan bolus yang disimpan sementara
dalam rumen untuk dikunyah dan ditelan
kembali. Makanan yang telah dikonsumsi
langsung masuk ke dalam rumen dan tinggal
sampai dikunyah kembali sambil istirahat, di
dalam rumen makanan diaduk dan dicampur,
serta mengalami fermentasi yang hebat. Lalu
barulah masuk ke retikulum, dari sini semua
makanan yang masih kasar ditekan dan di
lempar kembali ke dalam mulut, makanan ini
berbentuk gumpalan-gumpalan kemudian di
dalam mulut dikunyah kembali. Sehingga
makanan akan menjadi lebih halus yang
kemudian ditelan kembali. Pada pengamatan
ini frekuensi mengunyah bolus lebih tinngi
dibandingkan frekuensi mebnelan bolus dan
mengeluarkan bolus. Hal ini diduga karena
pakan yang belum hancur akan dilumatkan
kembali hingga benar benar hancur dan lumat
sebelum ditelan lagi untuk yang keduakalinya.
proses pengunyahan pada saat makan dan
ruminasi merupakan aktivitas pelengkap di
dalam pengurangan ukuran partikel. Partikel
yang lebih kecil mungkin mempunyai waktu
retensi yang relatif lebih pendek di dalam
rumen, sehingga tingkat kecernaan tidak hanya
ditentukan oleh tingkat kecernaan ingesta,
tetapi juga oleh waktu tersimpan di dalam
rumen.
Setelah Kambing selesai melakukan
aktivitas ruminitas biasanya dilanjutkan
dengan tingkah laku istirahat. Tingkah laku ini
merupakan tingkah laku dimana Kambing
sudah tidak melakukan apa-apa. Posisi istirahat
yang dilakukan Kambing terdiri dari tiga jenis
yaitu, bersimpuh, berdiri dan berbaring dengan
meletakan kepala di atas tanah dan mata
terpenjam seperti tertidur. Berdasarkan grafik
di bawah ini di sajikan frekuensi tingkah laku
istirahat pada Kambing berdasarkan alokasi
waktu.
Tingkah laku istirahat yang paling
optimal dilakukan pada siang hari. Hal ini
didukung suhu yang tinggi pada siang hari (28-
350C), Kambing akan lebih banyak melakukan
istirahat. Kambing apabila dihadapkan pada
cekaman panas, prioritas tingkah laku
Kambing akan berubah dari kegiatan
mengkonsumsi pakan untuk menghindari
kondisi yang tidak menyenangkan.
Konsekuensi yang cepat adalah mengurangi
konsumsi pakan dan energi metabolis yang
tersedia. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Wodzicka- Tomaszewska dkk. (1991) bahwa
pada siang hari dengan suhu yang tinggi,
Kambing akan merumput lebih sedikit, waktu
yang digunakan untuk ruminasi lebih singkat
dengan istirahat yang relatif lama.
E. Pengamatan Pertambahan bobot
kambing Marica
1). kambing marica Jantan
Rata rata pertambahan bobot badan
kambing marica jantan sebagai respon
terhadap pemberian pakan hijauan yang
berbeda selama penelitian disajiakn pada
(Gambar 4.4) berikut ini.
8
Gambar 4.4 Rata-rata pertambahan bobot
kambing Marica jantan pada perlakuan
pemberian hijauan pakan yang berbeda.
Berdasarkan pengamatan rata-rata
jumlah konsumsi pakan dan pertambahan
bobot kambing marica jantan pada perlakuan
pemberian hijauan pakan yang berbeda
pengamatan dini dilakukan dengan cara
kambing diberi makan pagi dan sore hari
masing-masing sebanyak 2 kilogram rumput
gajah segar kemudian kambing ditimbang tiap
seminggu sekali dengan mencatatkan jumlah
tambahan bobot perminggu. Pemberian jenis
hijauan pakan yang berbeda tmenunjukan
perbedaan yang nyata sementara jumlah
konsumsi pakan tidak berbeda nyata hal ini
mengindikasi bahwa kambing Marica jantan
memiliki platabilitas yang rendah terhadap
jenis pakan yang dimakan. Sementra rata rata
pertambahan bobot kambing jantan yang
diperoleh pada kambing jantan pertambahan
bobot tertinggi diperoleh pada pemberian
pakan rumput gajah / rumput unggul (RU), dan
pertambahan bobot terendah pada pemberian
perlakuan rumput lapang (RL). Hal ini
mengindikasi bahwa terdapat kecendrungan
kambing marica memberi respon pertumbuhan
yang lebih baik seiiring dengan perbaikan
kualitas hijauan pakan yang diberikan.
Sementara Menurut NRC (2007) untuk
memenuhi kebutuhan hidup (maintenance)
saja, ternak kambing dengan bobot sekitar 22
kg membutuhkan konsumsi BK sebanyak 536
g/e/h.
2). Kambing Marica Betina Rata rata pertambahan bobot badan
kambing marica betina sebagai respon
terhadap pemberian pakan hijauan yang
berbeda selama penelitian disajiakn pada
(Gambar 4.5) berikut ini.
Gambar 4.6 Rata-rata pertambahan bobot
kambing Marica betina pada perlakuan
pemberian hijauan pakan yang berbeda
Sementara pengamatan pada kambing
betina menunjukan bahwa pemberian jenis
hijauan pakan yang berbeda menunjukan
perbedaan yang nyata sementara jumlah
konsumsi juga berbeda nyata, hal ini
mengindikasi bahwa kambing marica betina
memiliki platabilitas yang tinggi terhadap jenis
pakan yang dimakan. Rata rata pertambahan
bobot kambing betina yang diperoleh untuk
(RU) dengan pertambahan bobot tertinggi
diperoleh pada pemberian pakan rumput gajah
/ rumput unggul (RU), dan pertambahan bobot
terendah pada pemberian perlakuan rumput
lapang (RL). Hal ini mengindikasi bahwa
terdapat kecendrungan kambing marica
memberi respon pertumbuhan yang lebih baik
seiiring dengan perbaikan kualitas hijauan
pakan yang diberikan.
Dari hasil pengamatan kambing marica
jantan dan betina menunjukan bahwa
pemberian rumput gajah segar selaku rumput
unggul memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap pertambahan bobot badan kambing
marica, Hasil penelitian Soenardjo dkk. (1997)
pada kambing kacang juga memperlihatkan
pertambahan bobot badan yang juga sangat
dipengaruhi oleh pemberian ransum yang
berkualitas akan mempercepat laju
pertumbuhan yang optimal. Rumput gajah juga
menagandung protein yang tinggi, Suyitman
(2003) Kandungan protein kasar rumput gajah
9
13 %-14%, sehingga sangat baik untuk
pertumbuhan kambing marica. Menurut
Anggorodi (2004) Ternak ruminansia
memperoleh protein dari protein pakan dan
protein mikroba, Di dalam tubuh ternak protein
berfungsi untuk memperbaiki jaringan tubuh
dan pembangun jaringan baru. Proses
pemanfaatan protein salah satunya dipengaruhi
oleh jumlah protein yang dikonsumsi. Menurut
Boorman (1980) Peningkatan konsumsi protein
juga dipengaruhi oleh kandungan protein
dalam pakan yaitu semakin tinggi kandungan
protein semakin banyak pula protein yang
terkonsumsi. Tingginya protein terkonsumsi
dapat meningkatkan jumlah protein yang
teretensi dalam tubuh ternak dan dimanfaatkan
ternak untuk memenuhi hidup pokok dan
berproduksi.
Pemanfaatan protein selain terkait
dengan level pemberian pakan juga terkait
dengan bobot badan ternak. Protein mula-mula
akan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup
pokok setelah memenuhi kebutuhan hidup
pokoknya, kelebihan protein pakan akan
disimpan dalam bentuk glikogen dan
dimanfaatkan untuk penggemukan. Menurut
Sutardi (1981) Protein dalam tubuh ternak
berperan sebagai bahan pembangun tubuh dan
pengganti sel-sel yang sudah rusak serta bahan
penyusun beberapa hormon dan enzim.
Kambing mendapatkan sumber protein
dari permentasi mikroba didalam rumen dalam
bentuk protein mikroba dan protein by-pass.
Protein mikroba dan protein by-pass masuk ke
dalam usus halus dan mengalami proses
pencernaan berupa pemecahan menjadi asam –
asam amino selanjutnya diserap oleh jonjot
usus masuk ke peredaran darah akhirnya
dimanfaatkan oleh tubuh ternak untuk
memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
produksi. Menurut Prawirokusumo (1993)
Protein pakan yang dikonsumsi akan
mengalami dua kemungkinan, yaitu akan
terdegradasi atau lolos dari degradasi oleh
mikroba rumen. Proses degradasi protein atau
proteolisis adalah proses perubahan protein
pakan menjadi peptida dan asam-asam amino
oleh mikroba rumen, selanjutnya asam-asam
amino tersebut mengalami deaminasi
menghasilkan asam α keto dan amonia. Protein
yang terdegradasi di dalam rumen sebagian
akan dimanfaatkan oleh mikroba rumen
menjadi protein mikroba (Soebarinoto dkk,
1991). Protein yang lolos degradasi akan
masuk ke dalam abomasum dan usus halus
yang kemudian diserap oleh tubuh dalam
bentuk asam amino untuk proses metabolisme,
sedang yang tidak terserap akan dibuang
sebagai feses.
F. Pengamatan Konsumsi pakan Pakan
4. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukan bahwa
aktivitas makan kebanyakan dilakukan pada
pagi hari dan sore hari, sementara pada waktu
siang hari kambing marica kebanyakan
melakukan aktivitas ruminansia dan aktivitas
istrahat. Tingkah laku istirahat yang paling
optimal dilakukan oleh kambing marica yaitu
pada siang hari. Pemberian pakan rumput
gajah segar memberikan hasil yang lebih baik
serta pertambahan bobot yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemberian pakan rumput
lapang serta kambing marica memiliki
plabilitas yang baik terhada pemberian rumput
gajah segar. 5. REFERENSI
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak
Umum. Cetakan V. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Arora, S.P. 1989. Perencanaan Mikroba pada
Ruminansia. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Aromdhana, G. A. R. Y. 2006. Respon
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
terhadap Pemberian Asam Humik pada
Tanah Latosol. Skripsi. Bogor. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Batubara, A. 2007. Tujuh plasma nutfah
kambing lokal Indonesia. Artikel. Sinar
Tani Edisi, 25.
Boorman, K. N. 1980. Dietary constraints on
nitrogen retention. In: P.J. Buttery and D.
B. Lindsay (Editor). Protein Deposition
10
in Animals. Butterworths, London. pp.
147-166.
Chen, S. Y., Su, Y. H., Wu, S. F., Sha, T., &
Zhang, Y. P. 2005. Mitochondrial
diversity and phylogeographic structure
of Chinese domestic goats. Molecular
phylogenetics and Evolution, 37(3), 804-
814.
Devendra,C. dan M. Burns, 1994. Produksi
Kambing di Daerah Tropis, Denpasar.
Penerbit ITB dan Universitas Udayana. Ervuna, M. Kusuma. 2014. Respon rumput
gajah (Pennisetum purpureum) terhadap
pemberian pupuk majemuk. Jurnal ilmu
hewani tropika (journal of tropical
animal science), 3(1), 6-11.
[FAO] Food and Agriculture Organization.
2000. World watch List for Domestic
Animal Diversity. Ed ke-3. Food and
Agriculture Organization. Rome, Italy.
Fitra Aji Pamungkas, A. Batubara, M.
Doloksaribu dan E. Sihite. 2009.
Potensi Beberapa Plasma Nutfah
Kambing Lokal Indonesia. Juknis.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian.
Hardianto, R. 2003. Proses perakitan dan
pengembangan teknologi pakan
lengkap (complete feed) untuk
mendukung agribisnis ternak domba.
Buletin Teknologi dan Informasi
Pertanian, 6, 67-80. Hoffman R.R. 1988. Anatomy of gastro-
intestinal tract. In:The Ruminant
Animal Digestive Physiology and
Nutrition. CHURCH, D.C. (Ed.).
Prentice Hall, Englewood Cliffs, New
Jersey. pp. 14 – 43.
Iskandar, R., Elrifadah., 2015. Pertumbuhan
dan efisiensi pakan ikan nila
(Oreochromis niloticus) yang diberi
pakan buatan berbasis kiambang.
Ziraa’ah. 40 (1), pp:18-24.
Kastalani, K. 2017. Pengaruh Pemberian
Pupuk Bokashi terhadap Pertumbuhan
Vegetatif Rumput Gajah (Pennisetum
Purpureum). Ziraa'ah Majalah Ilmiah
Pertanian, 42(2), 123-127. MacHugh DE, Bradley DG. 2001. Livestock
genetic origins: goat buck the trend.
Proc Natl Acad Sci 98:5382-5384’
MERTENS, D.R. 1994. Regulation of Forage
Intake. In: Forage Quality, Evaluation
and Utilization. American Society of
Agronomy. FAHEY, JR, G.C., M.
COLLINS, D.R. MERTENS and L.E.
MOSER (Eds.). Crop Science Society of
America, Soil Science Society of
America, Madison, Wisconsin, USA. pp.
450-493.
Mufarihin, A., Lukiwati, D. R., & Sutarno, S.
2012. Pertumbuhan dan bobot bahan
kering rumput gajah dan rumput raja
pada perlakuan aras auksin yang
berbeda. Animal Agriculture Journal,
1(2), 1-15.
Murtidjo, B. A. 1993. Memelihara Domba.
Penerbit Kanisius, Jakarta
NRC., 1981. Nutrient Requirements of Goats:
Angora, Dairy, and Meat Goats in
Temperate and Tropical Countries.
Committee on Animal Nutrition:
National Research Council. The
National Academies Press.
Panjaitan, T. S. & Muzani, A. 2010. Memilih
Bakalan Sapi Bali. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) NTB,
Balai Besar Pengkajian Dan
Pengembangan Teknologi Pertanian,
Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian Kementerian Pertanian.
Permadi, U. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk
Majemuk Phonska Terhadap
Pertumbuhan Vertikal Dan Produksi
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum
schum) Sebagai Pakan Ternak. Skripsi
Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
11
Prabowo, A. 2010. Budidaya Ternak Kambing.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sumatra Selatan. Palembang.
Paryadi, A. 2002. Tingkah laku makan
kambing lokal dewasa yang
digembalakan di lahan gambut hutan
sekunder Palangkaraya, Kalimantan
Tengah. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.
Prawirokusumo, S. 1993. Ilmu Gizi Kompratif.
Cetakan I. BPFE, Yogyakarta. Prayogo, A. P., & Hanafi, N. D. 2018.
Produksi Rumput Gajah (Pennisetum
purpureum) Dengan Pemberian Pupuk
Organik Cair Fermentasi Limbah Rumen
Sapi. Jurnal Pertanian Tropik, 5(2), 199-
206.
Rahardja, D.P. 2006. Ilmu Lingkungan Ternak.
Citra Emulsi, Makassar.
Rahayu, E. A. 2001. Perbandingan Daya
Tumbuh Dan Kesempurnaan Tumbuh
Stek Rumput Gajah ( Pennisetum
purpureum Schum) Yang Disimpan
Dengan Metode Berbeda. Skripsi,
Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Rout PK, Joshi MB, Mandal A, Laloe D, Singh
L, Tangaraj K. 2008. Microsatellit
based phylogeni of Indonesian
domestic goats. Bio Medic Cent Genet
9:1-11.
Rukmana, I. H. R. 2005. Budi Daya RUMPUT
UNGGUL, Hijauan Makanan Ternak.
Kanisius. Sarwono, B., & Mulyono, S. 2004.
Penggemukan Kambing Potong. Bekasi:
Penebar Swadaya. Setianah, R., Jayadi, S., & Herman, R. 2004.
Tingkah laku makan kambing lokal
persilangan yang digembalakan di
lahan gambut: studi kasus di
Kalampangan, Palangkaraya,
Kalimantan Tengah. Media
Peternakan, 27(3). Sirait, J., Purwantari, N. D., & Simanihuruk,
K. 2005. Produksi dan serapan nitrogen
rumput pada naungan dan pemupukan
yang berbeda. JITV, 10(3), 175-181.
Soebarinoto, S., S. Chuzaemi dan Mashudi.
1991. Ilmu Gizi Ruminansia. Jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya,
Malang.
Sudono, A. dan I. K. Abdulgani. 2002.
Budidaya Aneka Ternak Perah. Diktat
Kuliah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak,
Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya, Malang. Sutardi, T. 1981. Landasan Ilmu Nutrisi
Departemen Ilmu Makanan Ternak
IPB, Bogor. Subandriyo dan Setiadi B. 2003. Pengelolaan
plasma nutfah hewani sebagai aset
dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
Makalah disampaikan dalam Lokakarya
Pemantapan Pengelolaan Database dan
Pengenalan Jejaring Kerja Plasma
Nutfah Pertanian, Bogor, 21-28 Juli
2003, Komisi Nasional Plasma Nutfah.
Syarifuddin, N. A. 2006. Karakteristik dan
persentase keberhasilan silase rumput
gajah pada berbagai umur pemotongan.
Fakultas Peternakan Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Banjarmasin. Van Soest, P.J. 1994. Nutritional Ecology of
the Ruminant, 2nd ed. Comstock
Publishing Associates, Cornell
University Press, Itacha, NY.
Vanis, D. R. 2007. Pengaruh Pemupukan dan
Interval Defoliasi terhadap Pertumbuhan
dan Produktivitas Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum) di bawah
Tegakan Pohon Sengon (Paraserianthes
falcataria). Skripsi, Institut Pertanian
Bogor.
Wodzicka-Tomaszewska, M., I. K. Sutama, i.
G. Putu & T.D. Chaniago. 1991.
Reproduksi, Tingkahlaku dan Produksi
ternak di Indonesia. Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
12
Wodzicka-Tomaszewska, M., I.M. Mustika, A.
Djajanegara, S. Gardiner & T.R.
Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan
Domba di Indonesia. Sebelas Maret
University Press, Surakarta.
Yani, A. 2001. Teknologi Hijauan Pakan.
Fakultas Peternakan Universitas Jambi.