Post on 13-Jan-2017
HUBUNGAN BODY IMAGE, POLA KONSUMSI DAN AKTIVITAS FISIK
DENGAN STATUS GIZI SISWI SMAN 63 JAKARTA
TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh:
Wulan Savitri
1111101000026
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
i
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMNINATAN GIZI
Skripsi, Oktober 2015
Wulan Savitri, NIM: 1111101000026
Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Status
Gizi Siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
xvi + 117 halaman, 18 tabel, 2 bagan, 2 lampiran
ABSTRAK
Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh status
keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh untuk fungsi biologis, seperti pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya. Berdasarkan
Riskesdas, prevalensi kegemukan dan kekurusan pada remaja umur 16-18
tahun mengalami kenaikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan body image,
pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta,
yang dilaksanakan pada Januari 2015-Juni 2015 dengan menggunakan
desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 85 siswa.
Analisis data terdiri dari analisis univariat dan bivariat dengan
menggunakan uji statistik chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswi memiliki
tingkat konsumsi energi kurang (65,4%). Berdasarkan analisis bivariat
diketahui bahwa variabel berhubungan dengan status gizi siswi sman 63
Jakarta adalah body image (p=0,037), asupan energi (p=0,001), asupan
karbohidrat(p=0,002), asupan protein (p=0,000) dan asupan lemak
(p=0,000).
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah 1)
untuk siswa: a) memperhatikan asupan makanannya sehingga status gizi
yang dicapai optimal.; b) bagi siswa yang berstatus gizi normal, diharapkan
menjaga berat badannya sehingga perlu dilakukan pemantauan status gizi
secara berkala; 2) untuk sekolah: 1) adanya pengukuran status gizi siswa
dan pemeriksaan kesehatan secara berkala; 2) adanya penyebarluasan
informasi mengenai berat badan dan tinggi badan yang normal; 3) adanya
penyuluhan dan edukasi gizi terkait makanan yang baik untuk dikonsumsi
3) untuk peneliti selanjutnya: a) adanya penelitian yang menggunakan disain
sebab akibat, seperti cohort atau case control.
Kata kunci: Status Gizi, Body Image, Remaja Putri
Daftar bacaan: 81 (2004-2015)
iii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY
Thesis, October 2015
Wulan Savitri, NIM: 1111101000026
The Association Between Body Image, Consumption Patterns, and Physical
Activity to Nutritional Status female student at 63 Senior High School Jakarta
Year 2015.
xvi + 117 pages, 18 tabels, 2 annexs, 2 attachments
ABSTACT
Nutrition status is a appearance's sign for someone that caused by
the balance between nutrition intake and total nutrition of body needs for
biological needs, such as physical growth, activities, health protection, etc.
Based on Riskedas, the prevalence of obesity and emaciation of teenagers
around 16-18 years old is increasing.
The purpose of the research is to analyze the association of body
image, consumption pattern and physical activity toward the nutrition status
of female student of 63 Senior High School Jakarta around January 2015-
June 2015 which used cross sectional research design. The amount of
sample research is eighty five. Data analysis consisted of univariate and
bivariate by using chi-square test.
The result of this study showed that most of the female students has
less of energy consumption (65,4%). Based on the bivariat analysis, the
variable of nutrition status of female student of 63 SHS Jakarta are
associated with body image (p=0,037), energy intake (p=0,001),
carbohydrates intake (p=0,002), protein intake (p=0,000), and fat intake
(p=0,000).
Based on the research, the suggestions are: 1) for student: a) to be
aware of the consumption intake so that the amount of nutrition status is
optimum; b) the students who already have normal nutrition status should
watch their weight therefore the periodically nutrition status observations is
possible. 2) for school: 1) the measurement of students nutrition status and
health check-up regularly is required for the prevention of the nutrition
problem's impact; 2) the existence of socialization about normal weight and
height; 3) the existence of nutrition education about highly nutritious food.
3) for the next researcher: a) the existence of research using cause-effect
design, for example like cohort or case control to analyze each of variable
followed by nutrition status.
Keywords: Nutritional Status, Body Image, Adolescent Girls
Reading List: 81 (2004-2015)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI
Nama : Wulan Savitri
Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Desember
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Kewarganegaraan : WNI
Agama : Islam
E-mail : savitriwulan@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
2011-Sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Jurusan Kesehatan
Masyarakat
2008-2011 : SMAN 63 Jakarta
2005-2008 : SMPN 206 Jakarta
1999-2005 : SDN Sumber Jaya 04
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
kekuatan lahir batin, kemudahan, dan karunia sehingga skripsi yang
sederhana ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Saya persembahkan
skripsi ini untuk:
Mama dan Papa Tercinta
Sebagai rasa terima kasih kepada mama dan papa yang telah
memberikan kasih sayang, dukungan serta mendidik dan mendoakan
tiada henti. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan
kebahagiaan dunia-akhirat. Aamiin...
ال يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم إن الل
“... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” (Qs. Ar-Ra’du/13: 11)
viii
KATA PENGANTAR
Puji serta rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik
dengan Status Gizi Siswi SMAN 63 JakartaTahun 2015”. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Asniwati dan Riswandi yang telah bersabar
dalam mendidik, memberi dukungan dan motivasi serta do’a yang tiada
henti.
2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes., Ph.D, selaku Kepala Program Studi
Kesehatan Masyarakat.
4. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dengan sabar serta memberikan saran dalam
penyusunan skripsi.
5. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dengan sabar serta memberikan saran dalam
penyusunan skripsi.
6. Kepada seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada
penulis.
ix
7. Kepala sekolah, guru, staf, siswa/i serta semua pihak SMAN 63 Jakarta,
yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pengambilan data dalam
skripsi ini
8. Abang kesayangan satu-satunya, yang telah memberi dukungan dan
mendo’akan adiknya.
9. Sahabat kesayangan Dini, Ina, dan Derry yang selalu memberi semangat
dan motivasi. Terimakasih atas dukungannya selama ini, kesayangan!
10. Sahabat seperjuangan Rizkiyah, Falah, Lia, Nadra, Pewe, Safira, dan Upit.
Terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan motivasinya.
11. Teman-teman Team Akacrew, Nisa, Namira Andjani, Intan, Obby, Sarah
“Saph”. Terima kasih untuk motivasi, dukungan dan canda tawanya.
12. Teman- teman seperjuangan di Program Studi Kesehatan Masyarakat 2011,
khususnya di Peminatan Gizi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin.
Ciputat, Oktober 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................ i
ABSTRAK ....................................................................................................................... ii
ABSTRACT ..................................................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv
PERNYATAAN PENGESAHAN PANITIA SIDANG ............................................... v
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN ........................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... . 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. . 8
C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ .. 9
D. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 9
1. Tujuan Umum ................................................................................................ 9
2. Tujuan Khusus................................................................................................ 9
E. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 10
1. Bagi Siswi ...................................................................................................... 10
2. Bagi Dinas Kesehatan .................................................................................... 10
3. Bagi Sekolah .................................................................................................. 10
4. Bagi Peneliti Lain ........................................................................................... 11
F. Ruang Lingkup Penelitian................................................................................... 11
xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 12
A. Remaja................................................................................................................... 12
1. Definisi Remaja ....................................................................................... 12
2. Status Gizi Remaja .................................................................................. 14
3. Kebutuhan Gizi Remaja .......................................................................... 15
B. Penilaian Status Gizi ........................................................................................... 16
C. Penilaian Konsumsi Makanan............................................................................. 17
1. Metode Food Recall 24 Jam ................................................................... 17
2. Metode Estimasi Pencatatan Makanan.................................................... 17
3. Food Frequency Questionnaire .............................................................. 18
D. Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi .................................................... 18
1. Jenis Kelamin ................................................................................................ 18
2. Pola Konsumsi .............................................................................................. 19
3. Body Image ................................................................................................... 23
4. Status Merokok ............................................................................................. 25
5. Konsumsi Alkohol ........................................................................................ 26
6. Kehamilan Dini ............................................................................................. 28
7. Penyakit Infeksi ............................................................................................ 29
8. Aktivitas Fisik ............................................................................................... 30
E. Kerangka Teori...................................................................................................... 31
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........................ 33
A. Kerangka Konsep ........................................................................................... 33
B. Definisi Operasional ....................................................................................... 36
C. Hipotesis ......................................................................................................... 38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 39
A. Desain Penelitian ............................................................................................ 39
B. Waktu dan Lokasi Penelitian.......................................................................... 39
C. Populasi dan sampel ....................................................................................... 39
1. Populasi ................................................................................................... 39
2. Sampel ..................................................................................................... 40
3. Perhitungan Sampel ................................................................................ 40
4. Teknik Pengambilan Sampel................................................................... 41
xii
D. Pengumpulan Data ......................................................................................... 42
1. Jenis Data .............................................................................................. 42
2. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 42
E. Manajemen Data ............................................................................................ 47
F. Analisis Data .................................................................................................. 48
BAB V HASIL ................................................................................................................. 50
A. Analisis Univariat.................................................................................................. 50
1. Gambaran Status Gizi Responden ................................................................... 50
2. Gambaran Body Image Responden ................................................................. 51
3. Gambaran Asupan Energi Responden ............................................................ 51
4. Gambaran Asupan Karbohidrat Responden .................................................... 52
5. Gambaran Asupan Protein Responden............................................................ 52
6. Gambaran Asupan Lemak Responden ............................................................ 53
7. Gambaran Aktivitas Fisik Responden ............................................................. 54
B. Analisis Bivariat .................................................................................................... 54
1. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden ......................... 55
2. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden ..................... 55
3. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat
Responden ....................................................................................................... 56
4. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden .................... 58
5. Gambaran Status Gizi Berdasarkan supan Lemak Responden ....................... 59
6. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden ..................... 61
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................................ 63
A. Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 63
B. Gambaran Status Gizi pada Responden ................................................................ 64
C. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden ............................... 65
xiii
D. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden ........................... 69
E. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden .................. 71
F. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden .......................... 74
G. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden .......................... 77
H. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden ........................... 80
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 84
A. Simpulan ............................................................................................................... 84
B. Saran ...................................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 88
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 98
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel Halaman
2.1 Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per
Orang Per Hari 16
2.2 Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per
Orang Per Hari 16
2.3 Kategori IMT/U 17
3.1 Definisi Operasional 36
4.1 Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian
Sebelumnya 41
5.1 Gambaran Status Gizi Responden 50
5.2 Gambaran Body Image Responden 51
5.3 Gambaran Asupan Energi Responden 51
5.4 Gambaran Asupan Karbohidrat Responden 52
5.5 Gambaran Asupan Protein Responden 53
5.6 Gambaran Asupan Lemak Responden 53
5.7 Gambaran Aktivitas Fisik Responden 54
5.8 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image
Responden 55
5.9 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi
Responden 56
6.0 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan
Karbohidrat Responden 57
6.1 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein
Responden 58
6.2 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak
Responden 60
6.3 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik
Responden 61
xv
DAFTAR BAGAN
Nomor
Bagan
Halaman
2.1 Kerangka Teori 32
3.1 Kerangka Konsep 35
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Bagan
Halaman
1 Kuesioner Penelitian 99
2 Analisis SPSS 106
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja adalah masa yang sangat penting dalam membangun
perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan (UNICEF, 2010).
Masa ini ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan yang cepat dari
masa kanak-kanak menjadi dewasa muda. Perubahan biologis yang terjadi
selama pubertas remaja meliputi pematangan seksual, peningkatan tinggi
dan berat badan, akumulasi massa tulang dan perubahan komposisi tubuh.
Selama masa remaja terjadi perkembangan identitas pribadi, sistem nilai
moral dan etika, harga diri, persepsi body image dan kesadaran seksualitas
masalah psikososial. Perubahan dramatis bentuk tubuh dan ukuran tubuh
menyebabkan banyak terjadi di kalangan remaja, yang mengarah ke
pengembangan citra tubuh yang buruk dan gangguan makan (Brown,
2013)
Dalam penelitian Cash dan Linda (2011) menyebutkan bahwa pada
majalah fashion wanita, kebanyakan wanita digambarkan dengan
perawakan muda, tinggi, wanita berkaki panjang, bermata besar,
berpayudara besar, dan kebanyakan berkulit putih. Karakteristik fisik yang
paling menonjol dari model ini adalah mereka sangat kurus. Paparan
model majalah memiliki efek negatif pada body image perempuan, dimana
rata-rata ukuran tubuh model ini sangatlah kurus (Clay, 2005). Tipe ideal
2
ini kemudian diteruskan oleh pengaruh sosial budaya, terutama media,
keluarga dan rekan-rekan dan model. Mustahil perempuan tidak cocok
dengan tipe yang ideal kurus, sehingga mereka kecewa dengan bentuk
tubuh mereka dan menyebabkan ketidakpuasan body image. Hal ini
menyebabkan diet dan upaya lainnya untuk mengejar bentuk tubuh kurus,
yang akhirnya berdampak pada gejala eating disorder (Cash dan Linda,
2011). Selain itu, masalah body image remaja didorong oleh isu-isu
ketertarikan romatisme dengan lawan jenis. Jika menjadi populer dengan
lawan jenis dan memiliki pasangan dianggap penting, maka remaja putri
lebih mungkin untuk memiliki body image negatif (Cash dan Linda, 2011).
Status gizi remaja juga dipengaruhi oleh gaya hidup (life style)
(Serly, 2015). Gaya hidup yang tidak sehat serta kurangnya kesadaran
remaja akan kesehatan menyebabkan banyak remaja makan secara
berlebihan dan mengakibatkan obesitas (Arisman, 2010). Remaja yang
memiliki asupan energi tetapi tidak diiringi dengan aktivitas yang cukup
untuk pembakaran energi tersebut menyebabkan terjadinya tumpukan
lemak didalam tubuhnya sehingga menyebabkan seseorang menjadi
obesitas. Pengaruh teman sebaya (peer) sangat kuat selama masa remaja.
Remaja mengekspresikan kemampuan dan kesediaan mereka untuk
menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya dengan mengadopsi
pemilihan makanan dan membuat pilihan makanan berdasarkan pengaruh
teman sebaya, misalnya pemilihan makanan junk food (Brown, 2013).
Kebiasaan makan, persepsi body image dan aktivitas fisik akan
mempengaruhi jumlah asupan konsumsi makanan dan zat gizi yang
3
nantinya akan berdampak terhadap status gizi. Body image negatif akan
mendorong seseorang untuk melakukan pembatasan makan dan
memuntahkan dengan sengaja (Serly, 2015). Hal ini dapat mempengaruhi
seseorang untuk dapat mempertahankan dan merubah status gizi seseorang.
Masalah yang sering timbul pada remaja putri akibat persepsi mengenai
bentuk tubuh adalah masalah perilaku makan, seperti anoreksia nervosa
dan bulimia (Noorkasiani dkk, 2007).
Pertumbuhan fisik dan perkembangan dramatis yang dialami oleh
remaja secara signifikan meningkatkan kebutuhan mereka untuk asupan
gizi. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal dibutuhkan asupan gizi
yang cukup (Khomsan, 2004). Asupan gizi yang tidak cukup akan
berdampak terhadap masalah gizi. Asupan gizi di bawah kebutuhan
mengakibatkan kekurangan gizi, sedangkan jika tubuh memperoleh asupan
gizi dalam jumlah berlebihan akan mengakibatkan gizi lebih (Almatsier,
2009). Kegagalan mencapai status gizi yang optimal akan berdampak pada
status gizi dan kesehatan saat ini dan juga berdampak pada status gizi
generasi penerus (Emilia, 2009).
Status gizi yang baik akan berkontribusi terhadap kesehatan,
sedangkan permasalahan gizi dapat menimbulkan beberapa dampak
negatif. Status gizi obesitas pada remaja menjadi masalah yang serius
karena dapat berlanjut hingga dewasa dan menjadi faktor risiko penyakit
degeneratif, seperti penyakit kardiovaskular, Diabetes Melitus (DM),
artritis, penyakit kantong empedu, penyakit kanker, gangguan fungsi
pernapasan, dan berbagai gangguan kulit (Aritonang dkk, 2009). Status
4
gizi kurang akan meningkatkan risiko terhadap penyakit, terutama
penyakit infeksi (Sediaoetama, 2006).
Perempuan merupakan kelompok yang lebih rentan terkena risiko
morbiditas dan mortalitas, hal ini dapat dilihat dari segi aspek psikologis,
fisik, emotional dan kematangan reproduksi mereka (Brown, 2013). Pada
remaja putri pubertas ditandai dengan menstruasi yang pertama, yaitu
menacrche (Muliaty, 2009). Menarche merupakan salah satu
perkembangan reproduksi yang dipengaruhi oleh status gizi. Menarche
dapat tertunda pada remaja putri yang sangat membatasi asupan kalori
mereka untuk membatasi lemak tubuh (Brown, 2013). Jika remaja putri
membatasi asupan kalori mereka dan mengalami status gizi kurang,
memungkinkan terjadinya keterlambatan menarche. Hal ini dikarenakan
remaja yang kurang gizi tumbuh lebih lambat untuk waktu yang lebih
lama, oleh karena itu menarche juga tertunda (Lusiana, 2007). Selain itu,
Pada masa terjadi menarche itu berarti mulai terjadi pembuangan Fe setiap
menjalani siklus menstruasi setiap bulan sehingga remaja putri lebih
rentan terhadap anemia dikarenakan kadar Hb yang rendah, hal ini juga
dapat diakibatkan oleh pola konsumsi siswi yang kurang baik (Muliaty,
2009)
Remaja juga dikatakan rentan karena pernikahan dan kehamilan
dini yang akan mereka alami selanjutnya. Kurang gizi di kalangan remaja
perempuan adalah masalah kesehatan masyarakat utama yang mengarah
ke gangguan pertumbuhan dan anemia gizi (Kalhan dkk, 2009). Jika
kebutuhan gizi remaja putri tidak terpenuhi, maka mereka akan melahirkan
5
anak-anak yang kekurangan gizi pula, hal ini mengakibatkan masalah
kurang gizi untuk generasi mendatang (Mulugeta, 2009). Remaja putri
yang gemuk memungkinkan untuk tetap gemuk saat dewasa dan
mengalami tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada
populasi umum (Singh AS dkk, 2008).
Prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun mengalami
kenaikan. Riskesdas 2010 sebesar 8,9% (1,8% sangat kurus dan 7,1%
kurus) dan mengalami kenaikan pada Riskesdas 2013 menjadi 9,4% (1,9%
sangat kurus dan 7,5% kurus). Sedangkan prevalensi kegemukan
berdasarkan Riskesdas 2010 pada anak 16-18 tahun secara nasional masih
kecil yaitu 1,4 persen. Namun mengalami kenaikan pada tahun 2013
menjadi 7,3% (5,7% gemuk dan 1,6% obesitas). DKI Jakarta memiliki
prevalensi kekurusan dan kegemukan di atas nasional (Riskesdas, 2013).
Hasil Penelitian Widianti dan Aryu (2012) di SMA Semarang
menunjukkan bahwa terdapat 13,9% mengalami obesitas, 23,6%
mengalami overweight, 2,8% mengalami kurus. Sedangkan hasil
Penelitian Mardatillah (2008) di SMA Islam PB. Soedirman Jakarta
menunjukkan bahwa dari 113 responden terdapat 8,8% mengalami kurus,
18,6 overweight dan 15% mengalami obesitas.
Penelitian ini dilakukan di salah satu institusi pendidikan di Jakarta
Selatan, yaitu SMAN 63 Jakarta. Pemilihan lokasi di DKI Jakarta
dikarenakan DKI Jakarta menempati provinsi yang memiliki prevalensi
kegemukan dan kekurusan di atas prevalensi nasional, sedangkan Jakarta
Selatan dipilih dikarenakan prevalensi kekurusan dan kegemukan lebih
6
tinggi dibandingkan dengan bagian kota DKI Jakarta lainnya. Remaja
menengah atas dipilih karena prevalensi kegemukan dan kekurusan remaja
usia 16-18 tahun mengalami kenaikan dari tahun 2007 ke tahun 2013
berdasarkan data Riskesdas. Selain itu remaja usia 16-18 tahun termasuk
ke dalam kategori remaja pertengahan (middle adolescence) dimana
konflik masalah pribadi, termasuk pola makan dan aktivitas fisik masih
tinggi terjadi selama masa remaja pertengahan dan body image juga masih
menjadi masalah pada tahap remaja ini (Brown, 2013). Berdasarkan hasil
studi pendahuluan terhadap 40 siswi, diketahui bahwa 6% sangat kurus,
10% kurus, 18% overweight dan 8% obesitas. Angka ini jauh lebih besar
dibanding angka kekurusan dan kegemukan nasional provinsi DKI Jakarta
pada kelompok umur 16-18 tahun.
Status gizi remaja dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
(multifaktorial). Salah satu faktor yang berhubungan dengan status gizi
adalah body image. Body image adalah gambaran seseorang mengenai
bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, yang dipengaruhi oleh bentuk dan
ukuran tubuh serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang
diiginkan. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh
aktual maka akan menimbulkan body image negatif (Tejoyuwono, 2007).
Hasil penelitian Kakekshita dan Almeida (2008) menjelaskan bahwa body
image merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan status
gizi seseorang dan perempuan memiliki tingkat ketidakpuasan tubuh yang
lebih besar dari laki-laki. Penelitian Kusumawijaya (2007) menunjukkan
bahwa persepsi remaja terhadap body image sebanyak 23,8% memiliki
7
persepsi negatif atau menganggap diri mereka lebih gemuk. Terdapat
sebanyak 41,1% sampel merasa memiliki berat badan yang lebih
dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya.
Faktor lainnya yang berhubungan dengan status gizi adalah pola
konsumsi. Konsumsi pangan remaja perlu diperhatikan karena
pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga kebutuhan untuk pertumbuhan
dan aktivitas juga meningkat (Arisman, 2010). Jika berbagai aktivitas dan
pertumbuhan meningkat tidak diimbangi dengan masukan zat gizi yang
cukup maka tubuh akan mengalami masalah gizi (malnutrisi) (Arisman,
2010). Hasil penelitian Masdrawati dan Hidayati S (2012) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dan protein dengan status
gizi. Sama halnya dengan penelitian Sumardilah dkk (2010) yang
menyebutkan ada hubungan antara konsumsi energi dan protein dengan
status gizi.
Faktor lain yang berhubungan adalah aktivitas fisik. WHO (2010)
mendefinisikan aktivitas fisik sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik (kurang
aktivitas fisik) telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama keempat
untuk kematian global (6% dari kematian global). Berdasarkan Riskedas
2013, diketahui proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara
umum adalah 26,1%. DKI Jakarta termasuk ke dalam provinsi dengan
penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rata-rata
Indonesia dan menduduki posisi lima tertinggi dengan presentase 44,2%
(Riskesdas, 2013). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa ada hubungan
8
antara aktivitas fisik dengan resiko kejadian gizi lebih pada remaja (Aini,
2013).
Berdasarkan fakta yang telah disebutkan diatas, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara body image, pola
konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta
Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Pada remaja terjadi perkembangan dan pertumbuhan yang cepat.
Pada masa ini terjadi banyak perubahan dari masa kanak-kanak menjadi
dewasa muda. Perubahan yang terjadi antara lain secara biologis, seksual
maupun psikolois. Salah satu masalah yang sering terjadi pada remaja
adalah body image. Body image pada remaja akan berdampak pada
masalah gizi remaja tersebut. Masalah gizi pada remaja perlu dihindari
karena berdampak pada masalah gizi ketika dewasa. Beberapa faktor yang
mempengaruhi status gizi pada remaja di antaranya body image, pola
konsumsi dan aktivitas fisik. Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan prevalensi kekurusan dan kegemukan lebih besar di SMAN 63
Jakarta dibanding angka kekurusan dan kegemukan nasional provinsi DKI
Jakarta pada kelompok umur 16-18 tahun. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara body
image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN
63 Jakarta Tahun 2015.
9
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun
2015?
2. Bagaimana gambaran body image siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun
2015?
3. Bagaimana gambaran pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan
lemak) siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015?
4. Bagaimana gambaran aktivitas fisik siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun
2015?
5. Apakah ada hubungan body image dengan dengan status gizi siswi di
SMAN 63 Jakarta Tahun 2015?
6. Apakah ada hubungan pola konsumsi dengan status gizi siswi di SMAN
63 Jakarta Tahun 2015?
7. Apakah ada hubungan aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN
63 Jakarta Tahun 2015?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara body image, pola konsumsi dan
aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun
2015?
2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta
Tahun 2015
10
2. Diketahuinya gambaran body image siswi di SMAN 63 Jakarta
Tahun 2015
3. Diketahuinya gambaran pola konsumsi (energi, karbohidrat,
protein, dan lemak) siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
4. Diketahuinya gambaran aktivitas fisik siswi di SMAN 63 Jakarta
Tahun 2015
5. Diketahui adanya hubungan body image dengan dengan status
gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
6. Diketahui adanya hubungan pola konsumsi dengan status gizi
siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
7. Diketahui adanya hubungan aktivitas fisik dengan status gizi
siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswi
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi sehingga
siswi dapat melakukan tindakan dalam mengoptimalkan status gizi
mereka.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar bagi pihak Dinas
Kesehatan dalam mengupayakan kegiatan guna mengoptimalkan
status gizi remaja.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
status gizi pada remaja SMAN 63 Jakarta, sehingga pihak sekolah
11
dapat melakukan upaya dalam menghadapi masalah tersebut serta
dapat memberikan edukasi gizi yang berkaitan dengan status gizi
remaja.
4. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar untuk
mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan status gizi remaja.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan body image,
pola konsumsi dan aktivitas fisik terhadap status gizi siswi di SMAN 63
Jakarta Tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014
dan direncanakan akan selesai pada bulan Juli 2015 menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Data
primer dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner, lembar food
recall 1x24 jam selama tiga hari dan melakukan pengukuran antropometri
(tinggi badan dan berat badan). Analisis data yang digunakan adalah
analisis chi square.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab II menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian dan
kerangka teori penelitian. Pada bab tinjauan pustaka menjelaskan definisi remaja,
status gizi remaja dan kebutuhan gizi remaja, penilaian status gizi, penilaian
konsumsi makanan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, yaitu jenis
kelamin, pola konsumsi, body image, status merokok, konsumsi alkohol,
kehamilan dini, penyakit infeksi, dan aktivitas fisik.
A. Remaja
1. Definisi Remaja
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) (2013), remaja adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang
berusia 10-19 tahun dan belum menikah. Berdasarkan World Health
Organization (WHO), remaja adalah orang-orang yang berusia antara 10-19
tahun. Sedangkan berdasarkan UNICEF (2010), remaja adalah masa yang
sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade
pertama kehidupan untuk menelusuri risiko dan kerentanan, serta menuntun
potensi yang ada dalam diri mereka. Berdasarkan UNICEF, remaja dibagi
menjadi dua kategori, yakni remaja awal (10-14 tahun) dan remaja akhir
(15-19 tahun). Remaja mengalami perkembangan, biologik, psikologik, dan
sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Secara biologik
ditandai dengan percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik ditandai
13
dengan akhir perkembangan kognitif dan pemantapan kepribadian, dan
secara sosiologik ditandai dengan intensifnya persiapan dalam
menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda. Banyak
penyakit serius di masa dewasa yang berasal dari masa remaja, misalnya
penggunaan tembakau, infeksi menular seksual, kebiasaan makan dan
olahraha yang buruk. Hal ini menyebabkan penyakit ataupun kematian dini
di kemudian hari (WHO, 2010). Berdasarkan Brown (2013), masa remaja
terbagi atas tiga fase menurut perkembangan psikososialnya, yaitu:
1. Remaja muda (young adolescence) pada usia 10-14 tahun
2. Remaja menengah (middle adolescence) pada usia 15-17 tahun
3. Remaja akhir (late adolescence) pada usia 18-21 tahun
Pada masa remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara
dramatis dalam siklus kehidupan. Masa remaja juga merupakan periode
pematangan organ reproduksi manusia. Menstruasi dan perubahan tinggi
badan relatif terhadap perkembangan karakteristik seksual sekunder yang
terjadi pada remaja putri selama masa pubertas, seperti perkembangan
payudara, rambut kemaluan halus dan menarche. Menarche merupakan
salah satu perkembangan reproduksi yang dipengaruhi oleh status gizi.
Menarche dapat tertunda pada atlet yang sangat kompetitif atau remaja putri
yang sangat membatasi asupan kalori mereka untuk membatasi lemak tubuh
(Brown, 2013)
Selama masa remaja terjadi perkembangan identitas pribadi, sistem
nilai moral dan etika, perasaan harga diri. Pengembangan body image dan
kesadaran peningkatan seksualitas masalah psikososial yang terjadi pada
14
periode remaja. Perubahan pada bentuk tubuh dan ukuran tubuh
menyebabkan banyak ambivalensi di kalangan remaja, yang mengarah ke
pengembangan citra tubuh yang buruk dan gangguan makan (Brown,
2013). Adanya ketertarikan dengan lawan jenis juga merupakan salah satu
motivasi remaja putri untuk menjadi lebih kurus, sehingga memungkinkan
mereka untuk memiliki body image negatif. Terlebih lagi adanya majalah
fashion wanita yang menonjolkan tipe ideal wanita yang sangak kurus. Hal
ini dapat menyebabkan mereka kecewa dengan bentuk tubuh mereka dan
berakhir pada ketidakpuasan terhadap body image mereka. Untuk
mengejar bentuk tubuh tersebut, remaja putri melakukan diet dan upaya
lainnya, yang akhirnya berdampak pada gejala eating disorder (Cash dan
Linda, 2011).
Pengaruh teman sebaya sangat kuat selama masa remaja.
kebutuhan untuk menyesuaikan diri dapat mempengaruhi asupan gizi di
kalangan remaja. remaja mengekspresikan kemampuan dan kesediaan
mereka untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya dengan
mengadopsi pemilihan makanan dan membuat pilihan makanan
berdasarkan pengaruh teman sebaya, misalnya pemilihan makanan junk
food (Brown, 2013).
2. Status Gizi Remaja
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status
keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh untuk fungsi biologis, seperti pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya (Suyatno,
15
2009). Pada masa remaja terjadi perubahan yang besar dilihat dari sisi
biologis, emosional, sosial dan kognitif dari masa anak-anak menuju dewasa.
Pertumbuhan fisik dan perkembangan pada remaja menaikkan kebutuhan
energi, protein, vitamin dan mineral (Brown, 2013).
a. Sangat Kurus dan Kurus
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
atau lebih zat-zat gizi esensial (Almatsier, 2009). Kekurangan gizi
secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) dapat
menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga,
pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak, dan perilaku.
b. Overweight dan Obesitas
Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi
dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimpulkan efek toksik atau
membahayakan (Almatsier, 2009). Kegemukan merupakan salah satu
faktor risiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti
hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit-penyakit diabetes,
jantung koroner, hati, dan kantung empedu (Almatsier, 2009).
3. Kebutuhan Gizi Remaja
Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi minimal yang
dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi adekuat (Almatsier,
2009). Kecukupan gizi yang dianjurkan bagi remaja dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
16
Tabel 2.1
Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per Orang Per Hari
Zat Gizi
Angka Kecukupan Gizi
(Laki-laki)
10-12
Tahun
13-15
Tahun
16-18
tahun
19-29
tahun
Energi 2100 kkal 2575 kkal 2675 kkal 2725 kkal
Karbohidrat 289 gram 340 gram 368 gram 375 kkal
Protein 56 gram 72 gram 66 gram 62 kkal
Lemak 70 gram 83 gram 89 gram 91 gram
Sumber: Direktorat Bina Gizi, 2014
Tabel 2.2
Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per Orang Per Hari
Zat Gizi
Angka Kecukupan Gizi
(Perempuan)
10-12
Tahun
13-15
tahun
16-18
tahun
19-29
tahun
Energi 2000 kkal 2125 kkal 2125 kkal 2250 kkal
Karbohidrat 275 gram 292 gram 292 gram 309 gram
Protein 60 gram 69 gram 59 gram 56 gram
Lemak 67 gram 71 gram 71 gram 75 gram
Sumber: Direktorat Bina Gizi, 2014
B. Penilaian Status Gizi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak, diketahui bahwa penilaian status gizi remaja didasarkan pada
Indeks IMT/U (Kemenkes, 2011). IMT (Indeks Massa Tubuh) merupakan
hasil dari pembagian antara berat badan dengan tinggi badan yang
dikuadratkan, seperti pada rumus berikut:
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)
17
Indeks IMT/U diatas, dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu
(Kemenkes, 2011):
Tabel 2.3
Kategori IMT/U
Ambang Batas (Z-score) Kategori Status Gizi
< -3 SD Sangat kurus
-3 SD sampai dengan <-2 SD Kurus
-2 SD sampai dengan 1 SD Normal
>1 SD samapi dengan 2 SD Gemuk
>2 SD Obesitas
Sumber : Kemenkes (2011)
C. Penilaian Konsumsi Makanan
1. Metode Food Recall 24 Jam
Dalam metode recall 24 jam, subyek dan orang tua atau pengasuh
mereka diminta oleh ahli gizi, yang telah dilatih dalam teknik wawancara,
mengingat asupan makanan yang tepat subjek dalam 24 jam atau hari
sebelumnya. Untuk membantu mengingat banyaknya makanan, maka
digunakannya food model atau ukuran porsi. Asupan nutrisi dapat
dihitung dengan data komposisi bahan makanan. Recall 24 jam dilakukan
dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada
periode 24 jam yang telah berlalu, pencatatan di deskripsikan secara
mendetail, dan sebaiknya dilakukan berulang pada hari yang berbeda
(tidak berturut-turut), tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke
hari (Gibson, 2005).
2. Metode Estimati Pencatatan Makan (Estimated Food Records)
Metode ini adalah metode mencatat semua makanan dan minuman
termasuk snack yang telah dimakan dari periode 1 sampai 7 hari,
18
digunakan untuk mengukur asupan di rumah tangga dan asupan makan
individu sehari-hari. Asupan nutrisi dapat dikur dengan menggunakan data
komposisi makanan. Pengukuran bergantung pada hari saat dilakukannya
pencatatan (Gibson, 2005).
3. Kuesioner Frekuensi Makanan (Food Frequency Questionnaire)
Kuesioner frekuensi makan menggunakan daftar makanan yang
spesifik untuk mencatat asupan makanan selama periode waktu tertentu
(hari, minggu, bulan, tahun). Pencatatan ini menggunakan interview atau
kuesioner yang diisi sendiri. Kuesioner dapat berupa semi kuantitatif,
ketika subjek menanyakan ukuran porsi yang digunakan setiap makanan,
dengan atau tanpa menggunakan food model (Gibson, 2005).
D. Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan seks yang ditentukan sejak lahir
dan dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin
menentukan kebutuhan gizi seseorang. Status gizi gemuk (obesitas dan
overweight) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki.
Menurut Brown (2013), pria lebih banyak membutuhkan energi dan
protein daripada wanita. Hal ini disebabkan pria lebih banyak melakukan
aktivitas fisik dibandingkan wanita. Walaupun penambahan lemak pada
wanita termasuk normal dan proses fisiologis yang penting, remaja putri
biasanya memandang secara negatif (Brown, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Zarei (2014) dengan analisis uji chi-
square menemukan hubungan yang signifikan antara status gizi dan jenis
19
kelamin. Secara signifikan lebih banyak perempuan yang mengalami
status gizi lebih dan obesitas daripada laki-laki.
2. Pola Konsumsi
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila memperoleh cukup
zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan
secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2009).
Konsumsi makanan dan zat gizi yang cukup berperan penting bagi anak
usia sekolah untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan, dan
kesehatan yang optimal (Brown, 2013).
Pada masa remaja terjadi perubahan biologis, emosional, sosial
dan kognitif. Perubahan ini berpengaruh langsung terhadap status gizi.
Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami remaja secara dramatis
menaikkan kebutuhan akan zat gizi (Brown, 2013). Energi dibutuhkan
remaja untuk aktivitas fisik, Basal Metabolic Rate (BMR) dan
mendukung pertumbuhan dan perkembangan selama pubertas (Brown,
2013).
Hasil penelitian Zarei (2014) menunjukkan hubungan yang
signifikan antara status gizi dengan asupan makanan. Hasil penelitian
Masdrawati dan Hidayati S (2012) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi. Sama
halnya dengan penelitian Sumardilah dkk (2010) yang menyebutkan ada
hubungan antara konsumsi energi dan protein dengan status gizi.
20
a. Konsumsi Energi
Energi merupakan zat yang sangat esensial bagi manusia
dalam menjalankan metabolisme basal (proses tubuh yang vital),
melakukan aktivitas, pertumbuhan, dan pengaturan suhu (Hardinsyah,
dkk, 2012). Energi dibutukan remaja untuk aktivitas fisik, BMR dan
mendukung pertumbuhan dan perkembangan selama pubertas. Pada
usia remaja (10-18 tahun), terjadi proses pertumbuhan jasmani yang
pesar serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh, selain
aktivitas yang tinggi (Brown, 2013). Energi dapat diperoleh dari
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan
makanan. Karbohidrat menyumbang sebesar 4,1 kkal/g, sedangkan
lemak dan protein masing-masing menyumbang energi sebesar 8,87
kkal/g dan 5,65 kkal/g (Almatsier, 2009).
Sejalan dengan hasil penelitian Muchlisa dkk (2013) yang
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara energi dengan
status gizi. Kekurangan asupan energi jika berlangsung dalam jangka
waktu yang cukup lama maka akan mengakibatkan menurunnya berat
badan dan kekurangan gizi (Gibney, 2008). Namun jika konsumsi
energi secara berlebihan, maka dapat mengakibatkan kenaikan berat
badan dan jika terus berlanjut akan menyebabkan kegemukan dan
resiko penyakit degeneratif (Soekirman, 2006). Berdasarkan penelitian
Muchlisa (2013), diketahui adanya hubungan antara asupan energi
dengan status gizi, apabila asupan energi seseorang rendah maka ia
21
akan memiliki peluang yang lebih besar untuk berada pada kategori
status gizi kurus.
b. Konsumsi Karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena
merupakan sumber energi utama. Di dalam tubuh, karbohidrat akan
dibakar untuk menghasilkan tenaga atau panas. Satu gram karbohidrat
akan menghasilkan empat kalori. Menurut besarnya molekul
karbohidrat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: monosakarida,
disakarida, dan polisakarida (Almatsier, 2009).
Makanan kaya karbohidrat seperti buah, sayuran, biji-bijian,
dan kacang-kacangan juga merupakan sumber utama serat makanan.
Syarat mutlak untuk asupan karbohidrat kalangan remaja belum
ditetapkan. Sebagai gantinya, direkomendasikan bahwa 50% atau
lebih dari total kalori harian harus berasal dari karbohidrat, dengan
tidak lebih dari 10% kalori berasal dari pemanis, seperti sukrosa dan
sirup jagung tinggi fruktosa (Brown, 2013). Hasil penelitian Restiani
(2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi, dimana status gizi lebih lebih banyak dialami oleh
responden yang asupan karbohidratnya berlebih, dibandingkan dengan
responden yang asupan karbohidratnya tidak berlebih.
c. Konsumsi Protein
Protein adalah mineral makro yang mempunyai berat molekul
antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai- rantai
panjang asam amin, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida
22
(Almatsier, 2010). Pangan sumber protein hewani meliputi daging,
telur, susu, ikan, seafood dan hasil olahnya. Pangan sumber protein
nabati maliputi kedele, kacang-kacangan dan hasil olahnya seperti
tempe, tahu, susu kedele. Secara umum mutu protein hewani lebih
baik dibanding protein nabati (Hardinsyah dkk, 2012).
Kebutuhan protein pada remaja dipengaruhi oleh jumlah
protein yang diperlukan untuk mempertahankan massa tubuh tanpa
lemak, ditambah jumlah yang diperlukan untuk tambahan massa tubuh
tanpa lemak selama pertumbuhan remaja. Sama halnya dengan energi,
pertumbuhan juga dipengaruhi oleh asupan protein. Ketika asupan
protein tidak cukup, maka akan terjadi penurunan pertumbuhan,
keterlambatan maturasi seksual, dan berkurangnya akumulasi massa
tubuh tanpa lemak (Brown, 2013).
Terdapat hubungan yang signifikan antara protein dengan
status gizi. Jika konsumsi protein yang diperoleh dari makanan
memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan, maka akan
diperoleh status gizi yang baik (Amelia, 2013). Berdasarkan hasil
penelitian Muchlisa dkk (2013) diketahui ada hubungan yang
signifikan antara protein dengan status gizi.
d. Konsumsi Lemak
Lemak meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak
dan minyak yang umum dikenal di dalam makanan, fosfolipida, sterol,
dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh
manusia. Lipida mempunyai sifat yang sama, yaitu larut dalam pelarut
23
nonpolat, seperti etanol, eter, kloroform, dan benzena (Almatsier,
2009).
Tubuh manusia membutuhkan lemak makanan dan asam
lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal
(Brown, 2013). Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-
tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai,
jagung, dan sebagainya), mentega, margarin dan lemak hewan (lemak
daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-
bijian, daging, dan ayam gemuk, krim, susu, keju, dan kuning telur,
serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan
buah (kecuali adpokat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier,
2009).
Berdasarkan hasil penelitian Muchlisa dkk (2013) diketahui
ada hubungan yang signifikan antara lemak dengan status gizi. Hasil
penelitian Restiani (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara
asupan lemak dengan status gizi, dimana status gizi lebih lebih banyak
dialami oleh responden yang asupan lemaknya berlebih.
3. Body Image
Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan
ukuran tubuhnya sendiri. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan
kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini dianggap sebagai body image yang
negatif (Germov & Williams, 2005). Menurut WHO (2005), remaja
sensitif tentang body image dan remaja obesitas sangat rentan terhadap
diskriminasi sosial. Body image, dan gangguannya, adalah penentu
24
penting dari praktek diet dan risiko gizi pada remaja, khususnya di
kalangan perempuan.
Hasil penelitian Kusumajaya, dkk (2007) menjelaskan bahwa
persepsi remaja terhadap body image dapat menentukan pola makan serta
status gizinya. Body image penting pada masa remaja. Masa remaja
menengah (middle adolescence) akan selalu berusaha untuk
meningkatkan perhatian terhadap bentuk tubuhnya dengan melakukan
sesuatu agar penampilan fisiknya terlihat lebih baik, namun
menginginkan hasil yang cepat (Tarwoto, 2010). Dorongan psikologis
seperti body image dapat mempengaruhi remaja dalam menentukan pola
makannya yang dapat berpengaruh pada kecukupan makronutrien dan
mikronutrien remaja (WHO, 2005).
Prevalensi proporsional remaja dengan status gizi di kisaran
kelebihan berat badan akan menyebabkan peningkatan citra tubuh negatif.
Namun, ketika persepsi berat badan diperiksa lebih dalam, ternyata tidak
hanya remaja underweight yang tidak menganggap diri mereka sebagai
kurus, tetapi juga bahwa mereka yang mengalami kelebihan berat badan,
terlepas dari status gizi yang sebenarnya (Cheung, 2007). Penelitian
yang dilakukan di Bukittinggi juga menunjukkan bahwa sebanyak 55,8%
dari 156 remaja putri mengalami distorsi citra tubuh (Santy, 2006).
Ketidakpuasan body image lebih tinggi pada kelompok yang
diklasifikasikan sebagai status gizi lebih dan obesitas (Laus, 2013).
Sejalan dengan hasil penelitian Mendoca (2014) yang menyebutkan
bahwa remaja dengan status gizi lebih dan obesitas memiliki
25
ketidakpuasan body image yang lebih tinggi, terutama perempuan.
Penelitian Dieny (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara body
image dengan status gizi, semakin tinggi kepuasan body image maka
status gizinya semakin rendah.
4. Status Merokok
Berdasarkan data Riskesdas diketahui bahwa prevalensi perokok
di Indonesia mengalami peningkatan.. Pada Riskesdas 2007, prevalensi
perokok di Indonesia sebesar 29,2% dan mengalami peningkatan menjadi
34,7% dalam Riskesdas 2010. Proporsi perokok di Indonesia lebih
banyak yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan
(Riskesdas 2007 dan Riskesdas 2010).
Berdasarkan WHO (2005) diketahui bahwa faktor gaya hidup
mrokok pada remaja berhubungan dengan kejadian status gizi. Salah satu
faktor yang berperan dalam perilaku merokok adalah keyakinan bahwa
remaja memiliki persepsi bahwa merokok sebagai metode pengendalian
berat badan (Rochman, 2013). Rokok yang dikonsumsi oleh remaja dapat
mengurangi nafsu makan, menyempitkan pembuluh darah jantung dan
saluran cerna sehingga mengganggu proses penyerapan (Arisman, 2010).
Hasil penelitian Rochman (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara kebiasaan merokok dengan status gizi remaja. Chiolero dkk (2008)
menjelaskan bahwa efek merokok terhadap berat badan adalah dapat
menyebabkan penurunan berat badan dengan cara meningkatkan laju
metabolisme, mengurangi efisiensi metabolisme, dan dengan
menurunkan penyerapan energi atau penurunan nafsu makan.
26
Penelitian Huq (2011) menunjukkan bahwa perokok ringan dan
berat secara signifikan lebih mungkin untuk terlibat dalam pembatasan
makanan yang tidak sehat bila dibandingkan dengan bukan perokok.
Hasil penelitian Huq (2011) juga menunjukkah bahwa perokok remaja
terlibat dalam perilaku yang lebih diet ketat dan mungkin juga memiliki
harapan yang kuat tentang peran merokok dalam membantu mengontrol
berat badan.
5. Konsumsi Alkohol
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, secara
nasional prevalensi peminum alkohol 12 bulan terakhir sebesar 4,6%
sedangkan yang masih minum alkohol dalam satu bulan terakhir
seebesak 3,0%. Prevalensi peminum alkohol 12 terakhir dan satu bulan
terakhir mulai tinggi pada umur antara 15-24 tahun, yakni sebesar 5,5%
dan 3,5%, kemudian meningkat pada umur 25-34 tahun, yaitu sebesar
6,7% dan 4,3%. Namun selanjutnya prevalensi menurun dengan
bertambahnya umur (Riskesdas, 2007).
Berdasarkan WHO (2005) diketahui bahwa faktor gaya hidup
mrokok pada remaja berhubungan dengan kejadian status gizi. Konsumsi
alkohol selama masa remaja memiliki banyak bahaya kesehatan sosial,
serta sangat terkait dengan berbagai perilaku berisiko kesehatan.
Konsekuensi dari penggunaan alkohol selama masa remaja pada status
gizi, khususnya pertumbuhan dan status berat badan sebagian besar
belum diketahui pada saat ini (Naude, 2011). Konsumsi alkohol yang
berlebihan dapat mempengaruhi status gizi siswa remaja (Ibe, 2010).
27
Konsumsi alkohol dapat memperparah masalah keseimbangan
energi positif dalam asupan makanan sehingga dapat meningkatkan
risiko kenaikan berat badan (Naude, 2011). Remaja perempuan yang
mengkonsumsi alkohol mengalami peningkatan risiko overweight atau
obesitas dibandingkan dengan remaja perempuan yang tidak
mengkonsumsi alkohol (Naude, 2011). Konsumsi alkohol meningkatkan
tingkat metabolisme secara signifikan, sehingga menyebabkan lebih
banyak kalori yang akan dibakar daripada disimpan dalam tubuh sebagai
lemak (Alatola et al, 2008).
Penggunaan alkohol berat dapat mempengaruhi asupan energi
total dengan berbagai cara. Pertama, jika energi alkohol menggantikan
energi makanan (sehingga tidak ada perubahan dalam asupan total
energi) dan kualitas makanan berkurang, dengan asupan miskin makro
esensial dan mikronutrien, meskipun kebutuhan energi dapat dipenuhi.
Kekurangan gizi ini meningkatkan risiko kekurangan gizi, yang dapat
meningkatkan risiko untuk stunting. Kedua, penggunaan alkohol berat
dapat menyebabkan penurunan yang signifikan asupan makanan dengan
energi dari alkohol tidak seimbang untuk kerugian total asupan energi
makanan. Energi dan gizi asupan yang tidak memadai pada remaja
mengakibatkan underweight. Ketiga, alkohol mengakibatkan peningkatan
konsumsi energi total sehingga meningkatkan risiko untuk overweight
dan obesitas (Naude, 2011; Onis, 2007).
28
6. Kehamilan Dini
Data BKKBN menunjukkan, tingkat kehamilan pada usia remaja
mencapai 18.582 kasus pada tahun 2008 (BKKBN, 2009).Semua remaja
hamil dianggap sebagai kelompok berisiko (Ozunlu, 2013). Kehamilan
dini mengakibatkan risiko ibu dan anak karena persaingan dalam
mendapatkan asupan energi dan nutrisi lainnya, dan juga karena kondisi
fisiologis ibu yang belum matang dikarenakan ibu masih tergolong muda.
Selain itu, semakin kurang gizi dan stunting ibu, dan semakin tidak
matang usianya, maka semakin pula risikonya (WHO, 2005).
Berdasarkan WHO (2005) diketahui bahwa kehamilan dini pada remaja
berhubungan dengan kejadian malnutrisi. Tidak banyak penelitian telah
dilakukan pada status gizi remaja hamil dan efeknya pada hasil
kehamilan. Namun, pada beberapa studi yang terbatas dilakukan di Nepal
dan India menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang di kalangan
remaja hamil (WHO, 2006).
Masa remaja adalah masa lonjakan pertumbuhan di mana
kebutuhan nutrisi sangat meningkat. Kehamilan usia dini tidak jarang
menyebabkan tindakan aborsi tidak aman yang dapat mengancam nyawa
ibu dan anak yang di kandung (Dewi dan Lubis, 2012). Ketika ibu muda
masih terus berkembang, ada persaingan dengan janin untuk
mendapatkan energi dan nutrisi lainnya dari makanan yang dimakan.
Sehingga remaja yang masih tumbuh tinggi memiliki bayi yang lebih
kecil daripada remaja yang pertumbuhan telah berhenti (WHO, 2005).
29
Selain itu, remaja yang mengalami kehamilan dini berada pada
risiko yang lebih tinggi dalam melahirkan bayi dengan BBLR (Berat
Bayi Lahir Rendah) dibandingkan dengan ibu dewasa. Kehamilan
dikalangan remaja mengakibatkan beberapa dampak negatif lainnya,
misalnya terjadi peningkatan kasus aborsi dan komplikasi kehamilan dan
persalinan berupa pendarahan, keracunan kehamilan, persalinan macet,
persalinan dengan tindakan dan bisa berujung pada kematian ibu. Bayi
yang dilahirkan pun berisiko tinggi untuk mengalami BBLR, gangguan
pertumbuhan janin (IUGR), cacat dan kematian (Arisman, 2010). Oleh
karena itu, kehamilan remaja harus dicegah atau kenaikan berat badan
yang memadai harus dipastikan karena anak-anak yang lahir dengan
berat badan lahir rendah rentan terhadap pertumbuhan terhambat,
tantangan kognitif dan penyakit kronis di kemudian hari (Taiwo, 2014).
7. Penyakit Infeksi
Penyakit dan infeksi meningkatkan kebutuhan gizi tubuh,
sementara kekurangan gizi melemahkan kemampuan tubuh untuk
memetabolisme dan menyerap nutrisi, sehingga menciptakan lingkaran
setan infeksi dan kekurangan gizi, kesehatan memburuk, dan kadang-
kadang kematian (WHO, 2005). Remaja kurang rentan terhadap infeksi
daripada mereka yang berusia muda (bayi dan balita) (WHO, 2005).
Infeksi sebagai faktor malnutrisi mungkin relatif kurang penting
pada remaja dibandingkan balita (WHO, 2005). Isu-isu gizi utama infeksi
HIV adalah hubungan timbal balik antara status gizi dan perkembangan
penyakit. Malnutrisi dapat memiliki efek buruk pada morbiditas,
30
mortalitas dan kualitas hidup, terlepas dari disfungsi kekebalan tubuh
akibat infeksi HIV itu sendiri. Asupan gizi makro dari penderita
Tuberkulosis Paru masih sangat kurang yang akan berpengaruh pada
peningkatan kesembuhan dan status gizi penderita adanya peningkatan
asupan makanan pada penderita Tuberkulosis paru akan meningkatkan
status gizi (Hizira, 2008).
8. Aktivitas Fisik
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, aktivitas fisik
didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka
yang memerlukan pengeluaran energi. Bergerak/aktivitas fisik adalah
setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi
(pembakaran kalori). Aktivitas fisik pada remaja dapat mempunyai
hubungan dengan peningkatan rasa percaya diri, self-concept, dan rasa
cemas dan stress yang rendah (Brown, 2013).
Berdasarkan Riskedas 2013, diketahui proporsi aktivitas fisik
tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1%. DKI Jakarta termasuk
ke dalam provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif
berada di atas rata-rata Indonesia dan menduduki posisi lima tertinggi
dengan presentasi 44,2% (Riskesdas, 2013). Menurut Brown (2013),
aktivitas fisik sebaiknya dilakukan secara teratur sebanyak 3 kali atau
lebih dalam seminggu dengan tingkatan olahraga sedang sampai berat.
aktivitas fisik sebaiknya dilakukan minimal 30 menit setiap hari.
Menurut Djoko Pekik (2007) bahwa aktivitas fisik remaja atau
usia sekolah pada umumnya memiliki tingkatan aktivitas fisik sedang,
31
sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar. Remaja yang
kurang melakukan aktifitas fisik sehari–hari, menyebabkan tubuhnya
kurang mengeluarkan energi. Oleh karena itu jika asupan energi berlebih
tanpa diimbangi aktivitas fisik yang seimbang maka seseorang remaja
mudah mengalami kegemukan. Perubahan pada massa lemak tubuh dapat
dicegah dengan melakukan aktivitas fisik (Brown, 2013).
Berdasarkan penelitian Aini (2013), diketahui bahwa ada
hubungan antara aktivitas fisik dengan resiko kejadian status gizi lebih
pada remaja. Sama halnya dengan hasil penelitian Darmadi (2012) yang
menunjukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi, di
mana semakin rendah aktivitas fisik, maka semakin besar resiko kejadian
status gizi lebih.
E. Kerangka Teori
Kerangka teori ini menggunakan gabungan teori dan hasil penelitian yang
telah dijelaskan sebelumnya pada bab tinjauan pustaka. Menurut Moreno (2008),
status gizi dipengaruhi oleh pola makan, aktivitas fisik, penyakit infeksi. Menurut
WHO (2005), status gizi dipengaruhi oleh pola konsumsi. Menurut hasil
penelitian Darmadi (2012) status gizi dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Menurut
hasil penelitian Mendoca (2014) status gizi berhubungan dengan body
image.Menurut hasil penelitian Zarei (2014) status gizi dipengaruhi oleh jenis
kelamin, asupan makanan dan body image.
32
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Sumber: Adaptasi dari Moreno (2008), WHO (2005), Zarei (2014), Mendoca
(2014), (Naude, 2011), dan Darmadi (2013)
Jenis Kelamin
Pola Konsumsi
- Asupan energi,
- Asupan
karbohidrat,
- Asupan protein,
- Asupan lemak
Body Image
Status Merokok
Konsumsi Alkohol
Kehamilan Dini
Penyakit Infeksi
Aktivitas Fisik
Status Gizi
Penyakit Infeksi
33
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.Kerangka Konsep
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan body image,
pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63
Jakarta tahun 2015. Variabel dependen yang diteliti pada penelitian ini
adalah status gizi, dan variabel independen yang diteliti adalah body image,
pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dan aktivitas fisik.
Alasan meneliti variabel body image adalah dikarenakan adalah masalah
body image sering terjadi pada remaja, terutama kategori remaja
pertengahan (middle adolescence). Remaja yang mengalami distorsi tubuh
memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami status gizi kurus.
Variabel pola konsumsi diteliti karena pola konsumsi berpengaruh
terhadap status gizi seseorang dan remaja masih mengalami pertumbuhan
dan perkembangan, jika tidak diimbangi dengan masukan zat gizi yang
cukup maka tubuh akan mengalami masalah status gizi. Asupan gizi yang
berlebihan dapat menyebabkan status gizi lebih dan asupan yang kurang
dari kebutuhan menyebabkan status gizi kurang. Variabel aktivitas fisik
diteliti karena aktivitas fisik berhubungan dengan status gizi. Remaja yang
kurang melakukan aktifitas fisik sehari–hari, menyebabkan tubuhnya
kurang mengeluarkan energi. Jika aktivitas fisik yang dilakukan rendah,
maka risiko kejadian gizi lebih juga lebih tinggi.
34
Ada beberapa variabel independen yang berpengaruh terhadap
status gizi namun tidak diteliti dikarenakan adanya keterbatasan dalam
penelitian ini. Variabel-variabel tersebut antara lain variabel jenis kelamin,
merokok, konsumsi alkohol, kehamilan dini dan penyakit infeksi. Variabel
jenis kelamin tidak diteliti karena semua responden pada penelitian ini
adalah perempuan sehingga variabel jenis kelamin homogen, variabel
merokok, konsumsi alkohol, kehamilan dini dan penyakit infeksi tidak
diteliti karena merupakan kriteria sample eksklusi penelitian.
35
Variabel Independen Variabel Dependen
Bagan 3.1
Kerangka Teori
Body Image
Asupan Energi
Status Gizi Remaja Asupan Karbohidrat
Asupan Protein
Asupan Lemak
Aktivitas Fisik
36
3.2.Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No.
Nama
Variabel
Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen
1 Status Gizi Keadaan gizi saat
pengukuran dilakukan
berdasarkan indeks
antropometri (IMT/U)
yang dibagi ke dalam
beberapa kategori
Penimbangan
berat badan
dan
pengukuran
tinggi badan
Berat badan:
Timbangan
injak digital
Tinggi badan:
Microtoise
Pedoman NCHS
0. Status gizi
kurang
1. Status gizi
normal
2. Status gizi
lebih
Ordinal
Variabel Independen
1 Body Image Persepsi responden
mengenai gambaran
citra tubuhnya
Kuesioner Kuesioner Body
Shape
Questionnaire
(BSQ)
0. Body image
negatif
1. Body image
positif
(Di Pietro M,
2008)
Ordinal
2 Tingkat
asupan
energi
Asupan energi yang
didapatkan dari rata-rata
konsumsi energi dalam
makanan dan minuman
yang dikonsumsi
responden selama tiga
hari dibandingkan
dengan AKG
Wawancara Food recall
1x24 jam
nonconsecutive
selama 3 hari
(Gibson, 2005)
0. Kurang
(<70% AKG)
1. Cukup (≥70 %
AKG)
(Balitbangkes,
2010)
Ordinal
3 Tingkat
asupan
karbohidrat
Asupan karbohidrat
yang didapatkan dari
rata-rata konsumsi
karbohidrat dalam
makanan dan minuman
yang dikonsumsi.
Wawancara Food recall
1x24 jam
nonconsecutive
selama 3 hari
(Gibson, 2005)
0. Kurang dari
Anjuran
1. Lebih dari
Anjuran
2. Sesuai anjuran
(Almatsier, 2010)
Ordinal
37
No.
Nama
Variabel
Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
responden selama tiga
hari berdasarkan
anjuran kebutuhan
normal karbohidrat
4 Tingkat
asupan
protein
Asupan protein yang
didapatkan dari rata-rata
konsumsi protein dalam
makanan dan minuman
yang dikonsumsi
responden selama tiga
hari berdasarkan
anjuran kebutuhan
normal protein.
Wawancara Food recall
1x24 jam
nonconsecutive
selama 3 hari
(Gibson, 2005)
0. Kurang dari
Anjuran
1. Sesuai
anjuran
0. Lebih dari
Anjuran
(Almatsier,
2010)
Ordinal
5 Tingkat
asupan
lemak
Asupan lemak yang
didapatkan dari rata-rata
konsumsi lemak dalam
makanan dan minuman
yang dikonsumsi
responden selama tiga
hari berdasarkan
anjuran kebutuhan
normal lemak.
Wawancara Food recall
1x24 jam
nonconsecutive
selama 3 hari
(Gibson, 2005)
0. Kurang dari
Anjuran
1. Sesuai
anjuran
2. Lebih dari
Anjuran
(Almatsier,
2010)
Ordinal
6 Aktivitas
fisik
Setiap gerakan tubuh
yang dilakukan
responden selama
seminggu terakhir
berdasarkan
perhitungan MET
menit/minggu dan
dibagi ke dalam
kategori ringan, sedang
dan berat
Wawancara Kuesioner
International
Physical
Activity
Questionnaire
(IPAQ)
0. Aktivitas berat
(≥1500 METs-
min/minggu)
1. Aktivitas
ringan
(<600METs-
min/minggu)
2. Aktivitas
sedang (600 –
1500 METs-
min/minggu
(Patterson,
2011)
Ordinal
38
3.3.Hipotesis
1. Adanya hubungan antara body image dengan dengan status gizi siswi di
SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
2. Adanya hubungan antara pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan
lemak) dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
3. Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN
63 Jakarta Tahun 2015
39
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi epidemiologi dengan desain penelitian
cross sectional, yaitu data yang mengangkut variabel dependen dan variabel
independen dikumpulkan dan diamati dalam waktu yang bersamaan. Variabel
dependen yang diteliti adalah status gizi, sedangkan variabel independen yang
diteliti adalah body image, dan pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan
lemak) dan aktivitas fisik.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 63 Jakarta pada bulan Januari
2014 sampai bulan Juni 2015.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 63 Jakarta
yang berjumlah 370 siswi.
Kriteria inklusi dari penelitian yaitu:
a. Siswi yang masih terdaftar sebagai siswi aktif, hadir saat
pengambilan data dilaksanakan dan berada pada kelas X dan XI.
40
Kriteria eksklusi penelitian yaitu:
a. Siswi yang merokok.
b. Siswi yang dalam masa kehamilan pada saat penelitian dilaksanakan.
c. Siswi yang mengkonsumsi alkohol.
d. Siswi yang sakit saat penelitian dilaksanakan.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswi SMA Negeri 63 Jakarta yang
masih aktif kelas X dan XI tahun ajaran 2014/2015.
3. Perhitungan Sampel
Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini ditentukan menggunakan
uji hipotesis beda proporsi (Ariawan, 1998):
n = Jumlah sampel
Z1- α /2 = Derajat Kepercayaan pada α = 5% (Z score = 1,96)
Z1-β = Kekuatan uji yang akan diukur β = 10%
P1 = Proporsi responden mengalami gizi lebih dengan body
image positif
P2 = Proporsi responden mengalami gizi lebih dengan body
image negatif
221
22121111122/1
PP
PPPPZPPZn
41
Tabel 4.1
Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya
Variabel Independen P1 P2 ∑Sampel Sumber
Pola konsumsi 0,95 0,158 7 Restiani, 2012
Body image 0,462 0,097 37 Afini, 2013
Aktivitas fisik 0,496 0,092 30 Sada, 2012
Berdasarkan hasil perhitungan rumus di atas, didapatkan jumlah
sampel sebanyak 37 orang. Angka tersebut dilaklikan dua untuk mendapatkan
jumlah sampel pada dua proporsi sehingga minimal sampel yang dibutuhkan
adalah 74 orang. Peneliti menambahkan jumlah sampel sekitar 10% untuk
mengantisipasi kuesioner tidak dikembalikan atau responden drop out,
sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini menjadi 82 orang, kemudian
dibulatkan menjadi 85 orang.
4. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan probability sampling dengan teknik
simple random sampling dalam pengambilan sampel. Penggunaan simple
random sampling karena setiap subjek di lokasi penelitian memiliki
kesempatan yang sama untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel.
Apabila terdapat responden yang tidak memenuhi kriteria inklusi maka
peneliti akan mengganti dengan responden yang lainnya dipilih berdasarkan
absen selanjutnya.
Pertama peneliti mengurus perizinan ke sekolah terkait yang dipilih
sebagai tempat penelitian, kemudian peneliti menyusun frame sampling
42
berdasarkan absen sekolah yang telah diminta sebelumnya. Peneliti mengocok
secara acak berdasarkan jumlah sampel yang diperlukan, yaitu sebanyak 85
siswi. Nama-nama dari absen tersebut yang telah terpilih kemudian akan
dipanggil dan diminta kesediaannya untuk ikut serta dalam penelitian yang
akan dilakukan..
D. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara mengumpulkan data
primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengisian kuesioner
yang dilakukan oleh responden yang dipilih sebelumnya melalui perhitungan
sampel dan telah diminta kesediaannya dalam melakukan pengisian
kuesioner. Data primer terdiri dari beberapa hal terkait variabel-variabel
yang diteliti seperti variabel body image, pola konsumsi, aktivitas fisik.
Peneliti juga melakukan pengumpulan data dengan pengukuran
antropometri terkait variabel status gizi, yaitu penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan untuk mendapatkan data status gizi.
2. Metode Pengumpulan Data
a. Variabel Status Gizi
1. Instrumen: Data status gizi diperoleh dari pengukuran antropometri
terhadap responden. Berat badan diukur dengan timbangan digital
dengan ketelitian 0,1 kg dan pengukuran tinggi badan menggunakan
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.
43
2. Cara ukur: Responden melakukan penimbangan berat badan dengan
pekaian seminimal mungkin. Responden melepas alas kaki dan
melepas barang yang tergolong berat yang melekat pada tubuh. Posisi
responde tegak dengan pandangan lurus ke arah depan. Kedua tangan
bergantung di sisi tubuh. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan
melepas alas kaki dan berdiri tegak lurus. Kedua tangan tergantung
pada sisi tubuh dan pandangan lurus ke depan, sedangkan tumit
menyentuh sisi dinding. Antropometri responden berdasarkan IMT
menurut umur sesuai dengan standa Depkes RI tahun 2010.
Kemudian data IMT menurut umur akan diintrepretasikan ke dalam
bentuk standar deviasi (SD).
3. Hasil ukur: Status gizi kurang, status gizi normal, dan status gizi
lebih.
b. Variabel Pola Konsumsi
1. Instrumen: Pengukuran pola konsumsi dilakukan dengan lembar
food recall 1x24 jam berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun
2010. Untuk validitas dan reliabilitas lembar food recall ini telah
diuji oleh kementerian kesehatan sehingga dapat digunakan.
2. Cara ukur: Pengumpulan data pola konsumsi dilakukan selama tiga
hari, yakni hari weekday dan weekend. Peneliti menanyakan
makanan yang dimakan serta diminum responden dalam Ukuran
Rumah Tangga (URT). Peneliti menggunakan bantuan food model
dalam memperkirakan ukuran berat dan takaran makanan minuman
44
yang responden konsumsi. Data pola konsumsi berupa asupan
energi, karbohidrat, protein dan lemak diperoleh dari food recall
1x24 jam selama tiga hari. Hasilnya kemudian di rata-ratakan dan
dikonversi ke dalam bentuk satuan gizi. Pengonversian ini
dilakukan dengan software nutisoft.
Ada empat tahap dalam wawancara recall. Pada tahap pertama,
peneliti menanyakan daftar lengkap dari semua makanan dan
minuman yang dikonsumsi selama hari sebelumnya Pada tahap
kedua, peneliti merinci masing-masing makanan dan minuman yang
dikonsumsi, termasuk cara memasak dan merek makanan dan
minuman. Kemudian, peneliti menanyakan perkiraan jumlah setiap
item makanan dan minuman yang dikonsumsi dengan bantuan foto
dan food model sebagai alat bantu memori atau untuk membantu
responden dalam menilai ukuran porsi makanan yang dikonsumsi.
Pada tahap empat, recall ditinjau ulang untuk memastikan bahwa
semua item, termasuk penggunaan suplemen vitamin dan mineral,
telah dicatat dengan benar (Gibson, 2005)
3. Hasil ukur: energi kurang jika <70% AKG cukup ≥70 % AKG,
karbohidrat kurang dari anjuran jika <60%, karbohidrat sesuai
anjuran jika dalam rentang 60-75% dari total energi, dan
karbohidrat lebih dari anjuran >75% dari total energi; protein
kurang dari anjuran jika <10%, protein sesuai anjuran jika dalam
rentang 10-15% dari total energi, dan protein lebih dari anjuran
45
>15% dari total energi; lemak kurang dari anjuran jika <10%, lemak
sesuai anjuran jika dalam rentang 10-25% dari total energi, dan
lemak lebih dari anjuran >25% dari total energi.
c. Variabel Aktivitas Fisik
1. Instrumen: Data aktivitas fisik diperoleh melalui International
Physical Activity Questionnair (IPAQ) short form yang terdiri dari
7 butir pertanyaan. Pada tesis Hastuti (2013), IPAQ menunjukkan
validitas dan realibilitas yang baik dan memungkinkan merinci
kegiatan seperti berjalan, intensitas sedang dan aktivitas fisik
intensitas berat. Ini mendukung penggunaan IPAQ untuk mengukur
tingkat aktivitas fisik.
2. Cara ukur: Variabel aktivitas fisik diukur berdasarkan kegiatan
aktivitas fisik yang dilakukan responden selama seminggu terakhir.
Skor total nilai aktivitas fisik dilihat dalam MET-menit/minggu
berdasarkan penjumlahan dari aktivitas fisik berjalan, aktivitas
sedang, dan aktivitas berat dalam durasi (menit) dan frekuensi (hari).
MET merupakan hasil dari perkalian Basal Metabolic Rate dan
MET-menit merupakan hasil dari perhitungan dengan mengalikan
skor MET dengan kegiatan yang dilakukan dalam menit. Nilai MET
untuk berjalan adalah 3.3, aktivitas sedang adalah 4.0, dan aktivitas
berat adalah 8.0 (IPAQ, 2005).
46
Total MET-menit/minggu = aktivitas berjalan (METs x durasi x
frekuensi) + aktivitas sedang (METs x durasi x frekuensi) +
aktivitas berat (METs x durasi x frekuensi).
3. Hasil ukur: Hasil ukur variabel aktivitas fisik dikategorikan menjadi
aktivitas berat (>1500 METs-min/minggu), aktivitas sedang (600 –
1500 METs-min/minggu, dan aktivitas ringan (<600METs-
min/minggu).
d. Variabel Citra Tubuh
1. Instrumen: Data citra tubuh diperoleh dari kuesioner Body Shape
Questionnaire (BSQ) short version yang terdiri dari 16 butir
pertanyaan. Hasil tesis Hastuti (2013) mendukung bahwa intrumen
Body Shape Questionnaire (BSQ) valid dalam menilai menilai
persepsi tubuh pada orang dewasa Indonesia. Kuesioner BSQ
dengan 16 butir pertanyaan menunjukkan nilai realibilitas yang
tinggi (Hastuti, 2013). Sama halnya pada penelitian Conti (2009)
yang menyebutkan bahwa kuseioner BSQ memiliki hasil yang baik,
sehingga memberikan bukti validitas dan reliabilitasnya dan
dianjurkan untuk evaluasi sikap citra tubuh di kalangan remaja
2. Cara ukur: Variabel citra tubuh diukur berdasarkan persepsi
responden erhadap citra tubuhnya menggunakan kuesioner.
3. Hasil ukur: Variabel body image dikategorikan menjadi mengalami
body image positif (skor <38) dan body image negatif (skor ≥38) .
47
E. Manajemen Data
Manajemen atau pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
manual maupun dengan menggunakan bantuan komputer guna memudahkan
prosesnya. Tahapan pengolahan data terdiri dari:
1. Editing data
Editing dalam penelitian ini berupa menjumlahkan dan melakukan
koreksi. Penjumlahan dilakukan agar kuesioner yang di dapatkan sesuai
jumlah yang telah ditentukan, sedangkan koreksian berupa tindakan
membenarkan atau menyelesaikan hal-hal yang salah atau kurang jelas.
2. Coding data
Coding data dilakukan untuk membuat kelompok jawaban dan
memberi kode jawabannya sebelum di masukkan data ke dalam komputer.
Pengkodingan dilakukan sebelum dan sesudah pengumpulan data. Fungsi
coding data dalam penelitian ini adalah agar memudahkan pengolahan data
setelah data tersebut sudah masuk ke komputer.
3. Entry data
Dalam penelitian ini, peneliti memasukkan data ke dalam template
yang telah disediakan. Agar mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata
untuk disajikan dan dianalisis.
4. Cleaning data
Peneliti melakukan kegiatan pengecekkan kembali data yang telah di
entry untuk memastikan bahwa data tersebut tidak ada kesalahan baik dalam
pengcodingan maupun membaca kode sehingga jika ditemukan kesalahan
48
dapat langsung dilakukan perbaikan dan penyesuaian dengan data yang telah
dikumpulkan.
F. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat
dan analisis bivariat.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat menyajikan dan
mendeskripsikan karakteristik data variabel dependen dan independen.
Variabel dependen penelitian ini.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat kemungkinan adanya
hubungan yang bermakna antara variabel dependen dengan variabel
independen.
Analisa bivariat ini menggunakan uji chi square dengan rumus :
Keterangan :
X2 = Chi square
O = Nilai observasi
E = Nilai Ekspektasi
K = Jumlah kolom
Df = (b-1) (k-1) 𝑥 = Σ(O – E)2
E
49
b = Jumlah baris
Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antar dua
variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P ≤ 0,05 artinya terdapat
hubungan yang bermakna antara variabel dependen dan variabel independen.
Namun sebaliknya, bila nilai P > 0,05 berarti tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara variabel dependen dan variabel independen. Alternatif chi
square yang digunakan untuk tabel lebih dari 2 x 2 adalah uji Pearson Chi Square.
Namun pada tabel lebih dari 2 x 2 dengan sel yang mempunyai expected kurang
dari 5 atau lebih besar dari 20%, maka alternatif chi square yang digunakan
adalah uji Likelihood Ratio.
50
BAB V
HASIL
A. Analisis Univariat
1. Gambaran Status Gizi Responden
Status gizi dikategorikan berdasarkan nilai z-score dari IMT/U.
Berdasarkan Kemenkes RI (2011), status gizi remaja dikategorikan dalam
lima kategori, yaitu sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas.
Namun pada penelitian ini, status gizi dikategorikan menjadi tiga kategori,
status gizi sangat kurus dan kurus dikategorikan menjadi status gizi
kurang dan status gizi gemuk dan obesitas dikategorikan menjadi status
gizi lebih. Sehingga kategori status gizi pada penelitian ini yaitu status gizi
kurang, normal, dan gizi status lebih.
Distribusi responden berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel
5.1 berikut.
Tabel 5.1
Gambaran Status Gizi Responden
Status Gizi Frekuensi (n) Presentase (%)
Gizi kurang 15 17,6
Normal 50 58,8
Gizi lebih 20 23,5
Jumlah 85 100,0
51
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari sebagian besar siswi memiliki
status gizi normal, yaitu sebanyak 50 siswi (58,8%).
2. Gambaran Body Image Responden
Body image dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu body image
negatif dan body image positif. Distribusi responden berdasarkan body
image dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2
Gambaran Body Image Responden
Body Image Frekuensi (n) Presentase (%)
Body Image Negatif 45 52,9
Body Image Positif 40 47,1
Jumlah 85 100,0
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa lebih dari separuh siswi
memiliki body image negatif, yaitu sebanyak 45 siswi (52,9%).
3. Gambaran Asupan Energi Responden
Data asupan energi diperoleh dari hasil wawancara food recall 1 x 24
jam selama 3 hari. Distribusi responden berdasarkan asupan energi dapat
dilihat pada tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3
Gambaran Asupan Energi Responden
Asupan Energi Frekuensi (n) Presentase (%)
Kurang 31 36,5
Cukup 54 63,5
Jumlah 85 100,0
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa masih ada siswi yang memiliki
asupan energi kurang, yaitu sebanyak 31 siswi (36,5%).
52
4. Gambaran Asupan Karbohidrat Responden
Data asupan karbohidrat diperoleh dari hasil wawancara food recall 1
x 24 jam selama 3 hari. Kategori asupan karbohidrat dibagi dua, yaitu
tidak sesuai anjuran dan sesuai anjuran. Dimana anjuran kebutuhan
karbohidrat normal adalah (60-75%) (Almatsier, 2010). Distribusi
responden berdasarkan asupan karbohidrat dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4
Gambaran Asupan Karbohidrat Responden
Asupan Karbohidrat Frekuensi (n) Presentase (%)
Kurang dari Anjuran 14 16,5
Sesuai Anjuran 49 57,6
Lebih dari Anjuran 22 25,9
Jumlah 85 100,0
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa lebih dari separuh siswi
memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran, yaitu sebanyak 49 siswi
(57,6%).
5. Gambaran Asupan Protein Responden
Data asupan protein diperoleh dari hasil wawancara food recall 1 x 24
jam selama 3 hari. Kategori asupan protein dibagi dua, yaitu tidak sesuai
anjuran dan sesuai anjuran. Dimana anjuran kebutuhan protein normal
adalah (10-15%) (Almatsier, 2010). Distribusi responden berdasarkan
asupan protein dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut.
53
Tabel 5.5
Gambaran Asupan Protein Responden
Asupan Protein Frekuensi (n) Presentase (%)
Kurang dari Anjuran 13 15,3
Sesuai Anjuran 58 68,2
Lebih dari Anjuran 14 16,5
Jumlah 85 100,0
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebagian besar siswi memiliki
asupan protein sesuai anjuran, yaitu sebanyak 58 siswi (68,2%).
6. Gambaran Asupan Lemak Responden
Data asupan lemak diperoleh dari hasil wawancara food recall 1 x 24
jam selama 3 hari. Kategori asupan lemak dibagi dua, yaitu tidak sesuai
anjuran dan sesuai anjuran. Dimana anjuran kebutuhan lemak normal
adalah (10-25%) (Almatsier, 2010). Distribusi responden berdasarkan
sasupan lemak dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6
Gambaran Asupan Lemak Responden
Asupan Lemak Frekuensi (n) Presentase (%)
Kurang dari Anjuran 15 17,6
Sesuai Anjuran 51 60,0
Lebih dari Anjuran 19 22,4
Jumlah 85 100,0
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa lebih dari separuh siswi
memiliki asupan lemak sesuai anjuran, yaitu sebanyak 51 siswi (60,0%).
54
7. Gambaran Aktivitas Fisik Responden
Aktivitas fisik responden dalam seminggu diukur dengan
menggunakan total MET-menit minggu, yaitu dengan menjumlahkan
aktivitas berjalan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat.
Kemudian hasil yang diperoleh diklasifikasikan ke dalam aktivitas fisik
ringan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat berdasarkan IPAQ
(2005). Distribusi responden berdasarkan aktivitas fisik dapat dilihat pada
tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.7
Gambaran Aktivitas Fisik Responden
Aktivitas Fisik Frekuensi (n) Presentase (%)
Aktivitas Fisik Berat 19 22,4
Aktivitas Fisik Sedang 30 35,3
Aktivitas Fisik Ringan 36 42,4
Total 85 100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 85 siswi, hampir separuh
dari keseluruhan siswi memiliki aktivitas fisik ringan yaitu sebanyak 36
siswi (42,4%).
B. Hasil Analisis Bivariat
1. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden
Hasil analisis bivariat antara body image dengan status gizi siswi di
SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.8
55
Tabel 5.8
Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden
Body Image
Status Gizi Total
OR1* OR2*
P-
Value Kurang Normal Lebih
n % n % N % n %
Body Image
Negatif
9 20,0 21 46,7 5 12,5 40 100 0,500 0,241 0,037
Body Image
Positif
6 15,0 29 72,5 15 33,3 45 100
Total 15 17,6 20 23,5 50 58,8 85 100
*Ket :OR1: Odd Ratio Kurang-Lebih
OR2: Odd Ratio Normal-Lebih
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa status gizi kurang lebih
banyak dialami oleh siswi yang memiliki body image negatif (20,0%)
dibanding dengan siswi yang memiliki body image positif. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p value= 0,037, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan bermakna antara body image dengan status gizi. Berdasarkan
nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki body image negatif
memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 0,500 kali
lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki body image positif.
Sedangkan siswi yang memiliki body image negatif memiliki risiko untuk
mengalami status gizi normal sebesar 0,241 kali lebih besar dibandingkan
dengan siswi memiliki body image positif.
2. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden
Hasil analisis bivariat antara asupan energi dengan status gizi siswi
di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.9
56
Tabel 5.9
Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden
Asupan
Energi
Status Gizi Total
OR1* OR2* P-
Value Kurang Normal Lebih
n % n % n % N %
Kurang 12 38,7 14 45,2 5 16,1 31 100 12,000 1,167 0,001
Cukup 3 5,6 36 66,7 15 27,8 54 100
Total 15 17,6 50 58,8 20 23,5 85 100
*Ket :OR1: Odd Ratio Kurang-Lebih
OR2: Odd Ratio Normal-Lebih
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa status gizi kurang lebih
banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan energi kurang (38,7%)
dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan energi cukup (5,6%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,001, maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan bermakna antara asupan energi dengan status gizi.
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki
asupan energi kurang memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang
sebesar 12,000 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki
asupan energi cukup. Sedangkan siswi yang memiliki asupan energi kurang
memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 1,167 kali
lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan energi cukup.
3. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden
Hasil analisis bivariat antara asupan karbohidrat dengan status gizi
siswi di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 6.0
57
Tabel 6.0
Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden
Asupan
Karbohidrat
Status Gizi Total
OR1* OR2* OR3* OR4* P-
Value Kurang Normal Lebih
n % n % n % N %
Kurang dari
Anjuran
7 50,0 6 42,9 1 7,1 14 100 23,333 1,852 6,667 4,321 0,002
Sesuai
Anjuran
5 10,2 35 71,4 9 18,4 49 100
Lebih dari
Anjuran
3 13,6 9 40,9 10 45,5 22 100
Total 15 17,6 50 58,8 20 23,5 85 100
*Ket :OR1: Odd Ratio pada status gizi kurang-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran
OR2: Odd Ratio pada status gizi kurang- lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran
OR3: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran
OR4: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran
Berdasarkan tabel 6.0 diketahui bahwa status gizi kurang lebih
banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari
anjuran (50,0%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan
karbohidrat sesuai anjuran (10,2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p
value= 0,002, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna
antara asupan karbohidrat dengan status gizi.
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang
memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk
mengalami status gizi kurang sebesar 23,333 kali lebih besar dibandingkan
dengan siswi memiliki tingkat asupan karbohidrat sesuai anjuran. Siswi
yang memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran memiliki risiko untuk
mengalami status gizi kurang sebesar 1,852 kali lebih besar dibandingkan
dengan siswi memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran anjuran. Siswi
58
yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko
untuk mengalami status gizi normal sebesar 6,667 kali lebih besar
dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran.
Siswi yang memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran memiliki risiko
untuk mengalami status gizi normal sebesar 4,321 kali lebih besar
dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran.
4. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden
Hasil analisis bivariat antara asupan protein dengan status gizi siswi
di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 6.1
Tabel 6.1
Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden
Asupan
Protein
Status Gizi Total
OR1* OR2* OR3* OR4* P-
Value Kurang Normal Lebih
n % n % n % N %
Kurang dari
Anjuran
7 53,8 6 46,2 0 0 13 100 1,375 2,000 5,892 6,667 0,000
Sesuai
Anjuran
6 10,3 40 69,0 12 20,7 58 100
Lebih dari
Anjuran
2 14,3 4 28,6 8 57,1 14 100
Total 15 17,6 50 58,8 20 23,5 85 100
*Ket :OR1: Odd Ratio pada status gizi kurang-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran
OR2: Odd Ratio pada status gizi kurang- lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran
OR3: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran
OR4: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran
Berdasarkan tabel 6.1 diketahui bahwa status gizi kurang lebih
banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan protein kurang dari
anjuran (53,8%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan protein
sesuai anjuran (10,3%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,000,
59
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara asupan
protein dengan status gizi.
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang
memiliki asupan protein kurang dari anjuran memiliki risiko untuk
mengalami status gizi kurang sebesar 1,375 kali lebih besar dibandingkan
dengan siswi memiliki asupan protein sesuai anjuran. Siswi yang memiliki
asupan protein sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi
kurang sebesar 2,000 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki
asupan protein lebih dari anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein
kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal
sebesar 5,892 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan
protein sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran
memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 6,667 kali
lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein lebih dari
anjuran.
5. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden
Hasil analisis bivariat antara asupan lemak dengan status gizi siswi
di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 6.2.
60
Tabel 6.2
Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden
Asupan
Karbohidrat
Status Gizi Total
OR1* OR2* OR3* OR4* P-
Value Kurang Normal Lebih
n % n % n % n %
Kurang dari
Anjuran
7 46,7 8 53,3 0 0 15 100 1,216 3,667 4,633 7,333 0,000
Sesuai
Anjuran
6 11,8 36 70,6 9 17,6 51 100
Lebih dari
Anjuran
2 10,5 6 31,6 11 57,9 19 100
Total 15 17,6 20 23,5 50 58,8 85 100
*Ket :OR1: Odd Ratio pada status gizi kurang-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran
OR2: Odd Ratio pada status gizi kurang- lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran
OR3: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan kurang dari anjuran-sesuai anjuran
OR4: Odd Ratio pada status gizi normal-lebih dengan asupan sesuai anjuran-lebih dari anjuran
Berdasarkan tabel 6.2 diketahui bahwa status gizi kurang lebih
banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran
(46,7%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan lemak sesuai
anjuran (11,8%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,000, maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara asupan lemak
dengan status gizi.
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang
memiliki asupan lemak kurang dari anjuran memiliki risiko untuk
mengalami status gizi kurang sebesar 1,216 kali lebih besar dibandingkan
dengan siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran. Siswi yang memiliki
asupan lemak sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi
kurang sebesar 3,667 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki
asupan lemak lebih dari anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak kurang
dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar
61
4,663 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak
sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran memiliki
risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 7,333 kali lebih besar
dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak lebih dari anjuran.
6. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden
Hasil analisis bivariat antara aktivitas fisik dengan status gizi siswi
di SMAN 63 Jakarta dapat dilihat pada tabel 6.3
Tabel 6.3
Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden
Aktivitas
Fisik
Status Gizi Total
OR1* OR
2*
OR
3*
OR4* P-
Value Kurang Normal Lebih
n % n % n % n %
Aktivitas
Fisik Berat
5 26,3 5 26,3 9 47,4 19 100 1,400 0,875 0,525 0,620 0,677
Aktivitas
Fisik Sedang
5 16,7 8 26,7 17 56,7 30 100
Aktivitas
Fisik Ringan
5 13,9 7 19,4 24 66,7 36 100
Total 15 17,6 20 23,5 50 58,8 85 100
*Ket :OR1: Odd Ratio aktivitas fisik ringan- sedang pada status gizi kurang-lebih
OR2: Odd Ratio aktivitas fisik ringan- sedang pada status gizi normal-lebih
OR3: Odd Ratio aktivitas fisik sedang-berat pada status gizi kurang- lebih
OR4: Odd Ratio aktivitas fisik sedang-berat pada status gizi normal- lebih
Berdasarkan tabel 6.3 diketahui bahwa status gizi lebih lebih
banyak dialami oleh siswi yang memiliki aktivitas fisik sedang (26,7%)
dibandingkan dengan siswi yang memiliki aktivitas fisik berat (26,3%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,677, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan status
gizi.
62
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang
memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi
kurang sebesar 1,400 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki
tingkat aktivitas fisik sedang. Siswi yang memiliki aktivitas fisik sedang
memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 0,875 kali
lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik ringan.
Siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami
status gizi normal sebesar 0,525 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi
memiliki aktivitas fisik sedang. Siswi yang memiliki aktivitas fisik berat
memiliki risiko untuk mengalami status gizi lebih sebesar 0,620 kali lebih
besar dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik ringan.
63
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang menjadi
keterbatasan penelitian. Keterbatasan ini berasal dari peneliti sendiri maupan
keterbatasan instrumen yang ada. Berikut ini adalah keterbatasan yang ada
pada penelitian ini:
1. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross
sectional, yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti pada waktu
yang bersamaan sehingga tidak bisa menyimpulkan hubungan sebab
akibat karena pengukuran variabel dependen dengan variabel independen
dilakukan pada waktu yang bersamaan.
2. Adanya kemungkinan bias the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan
bagi responden yang berstatus gizi kurus melaporkan konsumsi makanan
yang berlebihan sedangkan responden yang berstatus gizi gemuk
cenderung melaporkan makanan yang lebih sedikit, sehingga data yang
dihasilkan kurang valid. Untuk mengantisipasi bias yang terjadi, peneliti
melakukan probing dalam wawancara recall mengenai makanan yang
dikonsumsi responden di hari sebelumnya.
64
B. Gambaran Status Gizi Responden
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status
keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk fungsi biologis, seperti pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya (Suyatno,
2009). Penilaian status gizi remaja didasarkan pada Indeks IMT/U (Kemenkes,
2011). IMT diperoleh dengan melakukan pengukuran antropometri berat
badan dan tinggi badan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 85 sampel siswi,
didapatkan bahwa sebagian besar siswi memiliki status gizi normal (58,8%),
namun masih banyak pula siswi yang mengalami permasalahan gizi (status
gizi kurang dan status gizi lebih). Presentase status gizi kurang dan gizi lebih
pada penelitian ini bila dibandingkan dengan data Riskesdas 2013, angka
tersebut telah melebihi prevalensi nasional kekurusan dan kegemukan, yaitu
9,4% untuk kekurusan dan 7,3% untuk kegemukan. Selain itu, presentase gizi
kurang dan gizi lebih juga lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi
kekurusan dan kegemukan DKI Jakarta.
Permasalahan gizi dapat menimbulkan beberapa dampak negatif
pada kesehatan. Malnutrisi (kekurangan gizi atau kelebihan gizi) yang
mengacu pada gangguan kesehatan baik dari kekurangan atau kelebihan atau
ketidakseimbangan nutrisi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
sangat penting di kalangan remaja di seluruh dunia. Masalah ini berdampak
65
pada pertumbuhan, perkembangan dan kebugaran fisik remaja
(Doustmohammadian, 2013).
Status gizi obesitas pada masa remaja menjadi masalah yang serius
karena dapat berlanjut hingga dewasa dan menjadi faktor risiko penyakit
degeneratif, seperti penyakit kardiovaskular, DM, artritis, penyakit kantong
empedu, penyakit kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai
gangguan kulit (Aritonang dkk, 2009). Sedangkan status gizi kurang akan
meningkatkan risiko terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi
(Sediaoetama, 2006).
Kekurangan gizi pada kelompok remaja perempuan merupakan
masalah kesehatan masyarakat utama, terutama di negara berkembang, yang
mengarah ke gangguan pertumbuhan dan anemia gizi (Kalhan dkk, 2009).
Apabila kebutuhan gizi remaja putri tidak terpenuhi, maka mereka akan
melahirkan anak-anak yang kekurangan gizi pula, hal ini mengakibatkan
masalah kurang gizi untuk generasi selanjutnya (Mulugeta, 2009). Remaja
putri yang gemuk memungkinkan untuk tetap gemuk saat dewasa dan
mengalami tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi (Singh AS dkk,
2008).
C. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden
Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan
ukuran tubuhnya sendiri, yang dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh
serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diiginkan. Apabila
harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktual maka akan
66
menimbulkan body image negatif (Tejoyuwono, 2007). Dalam penelitian
Cash dan Linda (2011) menyebutkan bahwa pada majalah fashion wanita,
kebanyakan wanita digambarkan dengan perawakan muda, tinggi, wanita
berkaki panjang, bermata besar, berpayudara besar, dan kebanyakan berkulit
putih. Karakteristik fisik yang paling menonjol dari model ini adalah mereka
sangat kurus. Paparan model majalah memiliki efek negatif pada body image
perempuan, dimana rata-rata ukuran tubuh model ini sangatlah kurus (Clay,
2005).
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa lebih banyak siswi
yang memiliki body image negatif, yaitu sebesar 52,9% dibandingkan dengan
siswi yang memiliki body image positif. Penelitian yang dilakukan di
Bukittinggi juga menunjukkan bahwa sebanyak 55,8% mengalami distorsi
body image (Santy, 2006). Hasil penelitian Dieny (2007) menunjukkan bahwa
masih banyak responden yang memiliki body image negatif (ketidakpuasan
pada bentuk/ukuran tubuhnya), yaitu sebanyak 51,5%. Penelitian Mendoca
(2014) menyebutkan bahwa sebesar 69,4% remaja memiliki body image
negatif dan merasa tidak puas dengan body image mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak siswi yang memiliki body image negatif.
Perkembangan citra tubuh pada remaja putri yang sangat memperhatikan
bentuk tubuhnya merupakan gambaran terjadinya masalah gizi pada remaja
putri (Rahayu, 2012).
Masalah yang sering timbul pada remaja putri akibat persepsi
mengenai bentuk tubuh adalah anoreksia nervosa dan bulimia. Upaya
67
mendapat bentuk tubuh ideal dengan cara yang tidak tepat mengakibatkan
banyak remaja putri yang menderita anoreksia nervosa dan bulimia
(Noorkasiani dkk, 2007).
Berdasarkan hasil bivariat diketahui bahwa status gizi kurang lebih
banyak dialami oleh siswi yang memiliki body image negatif (20,0%)
dibanding dengan siswi yang memiliki body image positif. Masih banyak
siswi dengan status gizi normal yang memiliki body image negatif, yaitu
sebesar 46,7%. Presentase tersebut memperlihatkan bahwa proporsi status gizi
normal lebih banyak pada siswi yang memiliki body image negatif. Walaupun
mereka telah memiliki status gizi normal, bahkan status gizi kurang, tetapi
mereka masih memiliki persepsi body image yang negatif. Hal ini didukung
oleh hasil uji statistik yang menunjukkan adanya hubungan antara body image
dengan status gizi dengan nilai p-value sebesar 0,037. Berdasarkan hasil
penelitian Rahayu (2012) ditemukan bahwa terdapat responden dengan status
gizi normal namun mempunyai body image negatif. Hasil penelitian juga
memperlihatkan bahwa meskipun responden telah mempunyai tubuh ideal,
tapi akan selalu menjaga bentuk badannya karena cenderung menilai ukuran
tubuhnya lebih besar dari ukuran sebenarnya.
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang
memiliki body image negatif memiliki risiko untuk mengalami status gizi
kurang sebesar 0,500 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki
body image positif. Sedangkan siswi yang memiliki body image negatif
memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 0,241 kali lebih
68
besar dibandingkan dengan siswi memiliki body image positif. Berdasarkan
hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki body image negatif
memiliki kecenderungan untuk memiliki status kurang dibandingkan status
gizi normal.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Widianti (2014), yakni adaya hubungan antara body image dengan status gizi
(p=0,001). Hal ini berarti semakin tinggi ketidakpuasan terhadap body image,
maka status gizinya semakin tidak normal. Ketidakpuasan body image pada
remaja putri terjadi karena ketidaksesuaian bentuk tubuhnya dengan bentuk
tubuh yang diinginkan. Ketidakpuasan terhadap body image rata-rata terjadi
pada subyek dengan status gizi overweight atau obesitas. Namun terdapat pula
subyek yang memiliki status gizi normal namun tidak puas terhadap bentuk
tubuhnya. Hasil penelitian Widianti (2014) menyatakan bahwa ada responden
yang memiliki status gizi normal namun tidak puas terhadap bentuk tubuhnya.
Ketidakpuasan ini dikarenakan responden merasa tubuhnya terlalu gemuk dan
terdapat beberapa bagian tubuh yang tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya,
sehingga terlihat tidak proporsional. Meskipun remaja putri telah mempunyai
tubuh ideal namun mereka cenderung menilai ukuran tubuhnya lebih besar
dari ukuran yang sebenarnya (Grogan, 2008).
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Serly (2015), yang menunjukkan adanya hubungan status gizi dengan body
image (p<0,001). Hasil penelitian Laus dkk (2009) juga menunjukkan ada
hubungan antara body image dengan status gizi (p < 0,01).
69
D. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden
Energi merupakan zat yang sangat esensial bagi manusia dalam
menjalankan metabolisme basal (proses tubuh yang vital), melakukan
aktivitas, pertumbuhan, dan pengaturan suhu (Hardinsyah, dkk, 2012). Pada
usia remaja (10-18 tahun), terjadi proses pertumbuhan jasmani yang pesat
serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh, selain aktivitas yang
tinggi (Brown, 2013). Kecepatan pertumbuhan fisik pada masa remaja
merupakan kedua tercepat setelah bayi, sehingga dibutuhkan asupan energi
yang cukup pada remaja (Khomsan, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswi memiliki
asupan energi cukup (63,5%), namun masih ada siswi yang memiliki asupan
energi kurang, yaitu sebesar 36,5%. Berdasarkan Riskesdas (2010), diketahui
bahwa sebanyak 54,5% konsumsi energi penduduk usia remaja (16-18 tahun)
di bawah kebutuhan minimal, sedangkan presentase nasional penduduk usia
remaja konsumsi energi di bawah kebutuhan minimal di DKI Jakarta
sebanyak 53,3%.
Berdasarkan Almatsier (2010), kekurangan energi akan
mengakibatkan berat badan kurang dari berat badan ideal. Gejala yang
ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang
bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi. Sedangkan
apabila kelebihan energi, maka akan mengakibatkan berat badan lebih atau
kegemukan. Kegemukan dapat disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal
karbohidrat, protein maupun lemak, namun juga karena kurang bergerak atau
70
aktivitas. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh,
yang merupakan risiko dari penyakit kronis, seperti Diabetes Melitus (DM),
penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit kanker, dan dapat
memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2010).
Hasil bivariat menunjukkan bahwa status gizi kurang lebih banyak
dialami oleh siswi yang memiliki asupan energi kurang (38,7%) dibandingkan
dengan siswi yang memiliki asupan energi cukup. Presentase tersebut
memperlihatkan bahwa proporsi status gizi kurang lebih banyak pada siswi
yang memiliki asupan energi kurang. Hal ini mungkin dikarenakan
berdasarkan hasil recall, siswi yang mengalami status gizi kurang tidak
membiasakan pola konsumsi yang beranekaragam dan tidak membiasakan
sarapan, sehingga nutrisi tidak dalam kesehariannya belum sesuai dengan
kebutuhan gizi siswi, yang pada akhirnya mengakibatkan status gizi kurang.
Hal ini didukung oleh uji statistik yang menunjukkan ada hubungan bermakna
antara asupan energi dengan status gizi dengan nilai p value 0,001.
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang
memiliki asupan energi kurang memiliki risiko untuk mengalami status gizi
kurang sebesar 12,000 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki
asupan energi cukup. Sedangkan siswi yang memiliki asupan energi kurang
memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 1,167 kali lebih
besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan energi lebih. Berdasarkan
hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki asupan gizi kurang
memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi kurang.
71
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dieny (2007) yang
menunjukkan adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi
(p=0,000), dimana semakin baik tingkat asupan energi maka status gizinya
semakin baik. Berdasarkan hasil penelitian Serly (2015) diketahui bahwa ada
hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan status gizi (p=0,000).
Hasil penelitian Muchlisa (2013) menunjukkan ada hubungan antara asupan
energi dengan status gizi (p=0,000), artinya jika asupan energi seseorang
rendah memiliki peluang yang lebih besar untuk berada pada kategori status
gizi kurang. Asupan energi dapat mempengaruhi status gizi seseorang.
Asupan energi yang kurang dapat menyebabkan seseorang menjadi
status gizi kurang, hal ini dikarenakan asupan gizi yang kurang menyebabkan
kebutuhan tubuh akan nutirisi tidk terpenuhi. Sedangkan asupan enegi yang
berlebih dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi gizi lebih (Serly,
2015). Kekurangan asupan energi apabila berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama maka akan mengakibatkan menurunnya berat badan dan
keadaan kekurangan zat gizi yang lain (Gibney, 2008). Konsumsi energi yang
melebihi kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan dan apabila
terus berlanjut maka akan menyebabkan kegemukan dan resiko penyakit
degeneratif (Soekirman, 2006).
E. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden
Karbohidrat merupakan zat gizi penting yang diperlukan tubuh
sebagai sumber energi utama. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal.
Sumber karbohidrat berasal dari padi-padian atau serealia, umbi-umbian,
72
kacang-kacangan kering, dan gula. Hasil olahannya seperti bihun, mie, roti,
tepung-tepungan, selai, sirup, dan sebagainya (Almatsier, 2009). Berdasarkan
Almatsier (2010), anjuran kebutuhan karbohidrat normal adalah (60-75%).
Selain sebagai sumber energi utama bagi tubuh, karbohidrat juga
berfungsi sebagai pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein,
pengatur metabolisme lemak, membantu pengeluaran feses. Sebagian
karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa
untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hari
dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak kemudian disimpan
sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak (Almatsier, 2009).
Hasil univariat menunjukkan bahwa sebagian besar siswi memiliki
asupan karbohidrat sesuai anjuran (57,6%), namun masih ada siswi yang
memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran (16,5%) dan iswi yang
memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran (25,9%). Anjuran normal
karbohidrat berada pada rentang 60-75%, namun pada penelitian asupan
karbohidrat paling rendah adalah sebesar 50%, sedangkan asupan karbohidrat
paling tinggi mencapai 90%. Berdasarkan hasil wawancara dari lembar food
recall 1x24 jam selama 3 hari penelitian, diketahui bahwa asupan karbohidrat
responden sebagian besar berasal dari konsumsi nasi. Selain itu asupan
karbohidrat responden juga diperoleh dari konsumsi makanan olahan lainnya
seperti roti, mie dan sebagainya.
Salah satu fungsi karbohidrat adalah sebagai penghemat protein,
yaitu bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan
73
digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh dengan mengalahkan
fungsi utamanya sebagai zat pembangun (Almatsier, 2009). Jadi jika asupan
karbohidrat tidak mencukupi, maka protein akan bekerja sebagai sumber
energi tubuh. Namun apabila seseorang mengkonsumsi karbohidrat dalam
jumlah berlebihan, maka akan menjadi gemuk (Almatsier, 2009).
Berdasarkan hasil bivariat, diketahui bahwa status gizi kurang lebih
banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari
anjuran (50,0%). Dapat dilihat pula bahwa 18,4% siswi mengalami status gizi
lebih, walaupun telah memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran. Hal ini
dapat diasumsikan bahwa siswi memiliki asupan lemak yang lebih dari
anjuran atau siswi memiliki tingkat aktivitas fisik ringan. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p value = 0,002. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna
antara asupan karbohidrat dengan status gizi.
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang
memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk
mengalami status gizi kurang sebesar 23,333 kali lebih besar dibandingkan
dengan siswi memiliki tingkat asupan karbohidrat sesuai anjuran. Siswi yang
memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami
status gizi kurang sebesar 1,852 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi
memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran anjuran. Siswi yang memiliki
asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami
status gizi normal sebesar 6,667 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi
memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan
74
karbohidrat sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi
normal sebesar 4,321 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki
asupan karbohidrat lebih dari anjuran. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat
bahwa siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki
risiko untuk mengalami status gizi kurang.
Hasil penelitian Oktaviani dkk (2012) dengan pendekatan cross
sectional menunjukkan ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status
gizi (p=0,001). Hasil penelitian Muchlisa (2013) menunjukkan ada hubungan
antara asupan karbohidrat dengan status gizi (p=0,000). Fungsi utama
karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam
sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian
disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah
menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam
jaringan lemak. Apabila seseorang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah
berlebihan, maka akan menjadi gemuk (Almatsier, 2009).
F. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden
Protein adalah mineral makro yang mempunyai berat molekul
antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang
asam amin, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida (Almatsier, 2009).
Selain sebagai sumber energi, protein juga berfungsi sebagai zat pembangun
tubuh dan zat pengatur di dalam tubuh (Muchtadi, 2009). Satu gram protein
menghasilkan 4 kkal. Sumber protein antara lain kacang-kacangan, daging,
75
unggas, susu, telur, ikan, kerang (Almatsier, 2009). Berdasarkan Almatsier
(2010), anjuran kebutuhan protein normal adalah (10-15%).
Berdasarkan Riskesdas (2010), diketahui bahwa persentase nasional
penduduk umur 16-18 tahun yang mengkonsumsi protein di bawah kebutuhan
minimal adalah 35,6%, sedangkan presentasi penduduk usia remaja konsumsi
protein di bawah kebutuhan minimal di DKI Jakarta sebanyak 32,5%. Hasil
univariat menunjukkan bahwa sebagian besar siwi memiliki asupan protein
sesuai anjuran (68,2%), namun masih ada siswi yang memiliki asupan kurang
dari anjuran (15,3%) dan siswi yang memiliki asupan lebih dari anjuran
(16,5%). Anjuran normal protein berada pada rentang 10-15%, namun pada
penelitian asupan protein paling rendah adalah sebesar 5%, sedangkan asupan
protein paling tinggi mencapai 30%.
Berdasarkan hasil wawancara dari lembar food recall 1x24 jam
selama 3 hari penelitian, diketahui bahwa asupan protein responden sebagian
besar berasal dari kacang-kacangan dan olahannya, seperti tahu dan tempe.
Asupan protein responden juga diperoleh dari konsumsi telur dan ikan, susu,
dan daging. Apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi untuk
kebutuhan energi tubuh, maka protein akan menggantikan fungsi karbohidrat
sebagai penghasil energi (Almatsier, 2009).
Kekurangan protein ini apabila berlangsung lama dapat
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan jaringan yang tidak normal,
kerusakan fisik dan mental pada anak, ibu hamil dapat mengalami keguguran,
melahirkan bayi prematur, dan anemia (Devi, 2010). Kelebihan protein dapat
76
merangsang pengeluaran kalsium. Kemudian kelebihan protein juga dapat
mengakibatkan kerja berat pada ginjal, serta hipertrofi (pembesaran) pada hati
dan ginjal. (Devi, 2010).
Berdasarkan hasil bivariat, diketahui bahwa status gizi kurang lebih
banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran
(53,8%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan protein sesuai
anjuran (10,3%). Diketahui berdasarkan hasil univariat asupan protein paling
rendah adalah sebesar 5%, kemudian hasil wawancara recall menunjukkan
konsumsi asupan protein siswi dengan status gizi kurang masih sedikit dan
tidak beranekaragam. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,000. Hal ini
menunjukkan ada hubungan bermakna antara asupan protein dengan status
gizi.
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang
memiliki asupan protein kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami
status gizi kurang sebesar 1,375 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi
memiliki asupan protein sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein
sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar
2,000 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein
lebih dari anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran
memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 5,892 kali lebih
besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein sesuai anjuran.
Siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran memiliki risiko untuk
mengalami status gizi normal sebesar 6,667 kali lebih besar dibandingkan
77
dengan siswi memiliki asupan protein lebih dari anjuran. Berdasarkan hasil
OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran
memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi normal.
Hasil penelitian penelitian sejalan dengan penelitian Amelia (2013),
yang menunjukkan adanya hubungan antara asupan protein dengan status gizi.
Konsumsi protein yang memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan
akan menghasilkan status gizi yang baik. Hasil penelitian Restiani (2012)
dengan desain studi cross sectional menunjukkan bahwa adan hubungan
antara asupan protein dengan status gizi (p=0,006).
Sama halnya dengan penelitian Dieny (2007) yang menunjukkan
adanya hubungan asupan protein dengan status gizi (p=0,000), artinya
semakin baik asupan protein maka status gizinya semakin baik. Orang yang
ingin mengurangi berat badan akan mengalami hambatan jika mengkonsumsi
banyak protein, karena makanan yang banyak mengandung protein biasanya
mengandung banyak lemak pula sehingga menyebabkan obesitas. Makanan
yang tinggi protein biasanya tinggi akan lemak, sehingga konsumsi protein
secara berlebihan dapat menyebabkan obesitas (Alamtsier, 2009). Kekurangan
protein akan berdampak terhadap pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan
tubuh menurun, lebih rentan terserang penyakit, serta daya kreativitas dan
daya kerja merosot (Irianto & Waluyo, 2004).
G. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden
Asupan lemak merupakan asam organik yang terdiri di atas rantai
hidrokarbon lurus pada satu ujung mempunyai gugus karboksil (COOH) dan
78
pada ujung lain gugus metil (CH3) (Almatsier, 2009). Sumber utama lemak
adalah minyak tumbuh-tumbuhan, mentega, margarin, dan lemak hewan
(Almatsier, 2009). Tubuh manusia membutuhkan lemak makanan dan asam
lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Brown,
2013). Lemak merupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9
kkal dalam tiap grammnya, yaitu menyediakan energi sekitar 2 ½ kali lebih
besar daripada yang diberikan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah
yang sama (Almatsier, 2009). Berdasarkan Almatsier (2010), anjuran
kebutuhan lemak normal adalah 10-25%.
Hasil univariat menunjukkan bahwa lebih dari separuh siswi
memiliki asupan lemak sesuai anjuran (60,0%), namun masih ada siswi yang
memiliki asupan kurang dari anjuran (17,6%) dan siswi yang memiliki asupan
lebih dari anjuran (22,4%). Anjuran normal lemak berada pada rentang 10-
25%, namun pada penelitian asupan lemak paling rendah adalah sebesar 5%,
sedangkan asupan lemak paling tinggi mencapai 40%. Berdasarkan hasil
wawancara dari lembar food recall 1x24 jam selama 3 hari penelitian,
diketahui bahwa asupan lemak responden sebagian besar berasal dari
makanan yang digoreng dengan lemak atau minyak, yaitu goreng-gorengan.
Selain itu asupan lemak responden juga berasal dari konsumsi daging, telur,
keju, susu dan kacang-kacangan.
Sama halnya seperti karbohidrat dan protein, lemak juga
mengandung kalori sebagai sumber energi. Kelebihan konsumsi lemak dapat
menyebabkan kegemukan atau obesitas, penyumbatan pembuluh darah karena
79
penumpukan lemak di dalam dinding pembuluh darah. Lemak yang
menumpuk tersebut bisa dalam bentuk kolesterol. Akibatnya, kolesterol akan
tinggi, menjai hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke. Lemak yang
tinggi juga mempunyai dampak kanker payudara, kolon, dan prostat (Devi,
2010).
Berdasarkan hasil bivariat diketahui bahwa status gizi kurang lebih
banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran
(46,7%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan lemak sesuai
anjuran (11,8%) dan asupan lemak lebih dari anjuran (10,5%). Diketahui pula
bahwa ada siswi yang mengalami status gizi lebih walaupun memiliki asupan
lemak sesuai anjuran (17,6%). Hal ini mungkin dikarenakan kelompok
responden memiliki aktivitas fisik ringan. Walaupun mereka telah memiliki
asupan lemak yang sesuai anjuran, namun kurangnya aktivitas fisik responden
menyebabkan menyebabkan kegemukan atau obesitas. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p value= 0,000. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna
antara asupan lemak dengan status gizi.
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang
memiliki asupan lemak kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami
status gizi kurang sebesar 1,216 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi
memiliki asupan lemak sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak
sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar
3,667 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak
lebih dari anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran
80
memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 4,663 kali lebih
besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran.
Siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran memiliki risiko untuk
mengalami status gizi normal sebesar 7,333 kali lebih besar dibandingkan
dengan siswi memiliki asupan lemak lebih dari anjuran. Berdasarkan hasil OR
dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran
memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi normal.
Hasil penelitian Muchlisa (2013) menunjukkan ada hubungan
antara asupan lemak dengan status gizi (p=0,002). Penelitian Restiani (2012)
menunjukkan adanya hubungan antara asupan lemak dengan status gizi
(p=0,000), dimana seorang remaja yang asupan lemaknya berlebih akan
beresiko mengalami gizi lebih dibanding dengan remaja yang asupannya tidak
lebih.
H. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden
Menurut WHO (2013), aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas
fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki tingkatan aktivitas
fisik sedang, sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar (Djoko
Pekik, 2007). Kurangnya aktivitas fisik diidentifikasi sebagai faktor risiko
utama untuk keempat kematian di dunia, yaitu sekitar 6% dari kematian di
dunia (WHO, 2010). Aktivitas fisik secara teratur mengurangi risiko penyakit
jantung koroner dan stroke, diabetes, hipertensi, kanker usus besar, kanker
payudara dan depresi (WHO, 2010).
81
Penelitian ini menggunakan instrumen IPAQ untuk mengukur
aktivitas fisik. IPAQ merupakan kuesioner internasional untuk mengukur
aktivitas fisik pada 7 hari sebelumnya. Jenis aktivitas fisik terbagi menjadi
aktivitas fisik ringan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat (IPAQ,
2005).
Hasil univariat menunjukkan bahwa dari 85 siswi, hampir separuh
dari keseluruhan siswi memiliki aktivitas fisik ringan yaitu sebanyak 36 siswi
(42,4%), kemudian diikuti aktivitas fisik sedang sebesar 35,3%. Berdasarkan
hasil wawancara diketahui bahwa siswi lebih banyak menghabiskan waktu
untuk melakukan jenis aktivitas ringan dan sedang dibandingkan dengan jenis
aktivitas fisik berat. Hal ini dikarenakan status mereka yang masih pelajar,
sehingga kegiatan utama yang biasa dilakukan dalam kesehariannya adalah
belajar di sekolah. Dalam kesehariannya sisiwi kurang lebih menghabiskan
waktu 8 jam di sekolah. Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa sebagian
besar siswi menggunakan kendaraan bermotor.
Berdasarkan Riskesdas (2013), diketahui bahwa proporsi aktivitas
fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1%. DKI Jakarta
termasuk ke dalam 5 provinsi tertinggi dengan penduduk aktivitas fisik
tergolong kurang aktif berada diatas rata-rata Indonesia 44,2%. Hal ini
menujukkan bahwa aktivitas fisik siswi SMAN 63 Jakarta masih rendah.
Berdasarkan hasil bivariat diketahui bahwa dari rata-rata siswi
dengan status gizi kurang memiliki tingkat aktivitas fisik berat (26,3%)
dibandingkan aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik ringan. Kemudian
82
66,7% siswi dengan siswi gizi lebih memiliki tingkat aktivitas fisik ringan.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value=0,677. Hal ini
menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan
status gizi.
Aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab yang mempengaruhi
dengan keadaan gizi seseorang, aktivitas fisik yang ringan dapat
menyebabkan status gizi seseorang menjadi obesitas, overweight atau menjadi
underweight. Biasanya aktivitas fisik yang ringan akan menyebabkan status
gizinya menjadi obesitas atau overweight hal ini dikarenakan banyaknya
energi yang tertumpuk di dalam tubuh dikarenakan tidak adanya pembakaran
kalori ditubuh karena aktivitasnya yang tidak cukup (Serly, 2015). Pada
penelitian ini ada beberapa responden yang memiliki aktivitas fisik berat
tetapi status gizinya lebih, hal ini dapat diasumsikan pola konsumsinya yang
tidak baik, sehingga walaupun aktivitas fisiknya berat tetapi status gizinya
tergolong lebih.
Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang
memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi
kurang sebesar 1,400 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki
tingkat aktivitas fisik sedang. Siswi yang memiliki aktivitas fisik sedang
memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 0,875 kali lebih
besar dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik ringan. Siswi yang
memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi
normal sebesar 0,525 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki
83
aktivitas fisik sedang. Siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki
risiko untuk mengalami status gizi lebih sebesar 0,620 kali lebih besar
dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik ringan. Berdasarkan hasil
OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat
memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi kurang dibandingkan
dengan status gizi normal. Pada lazimnya seseorang yang memiliki aktivitas
fisik berat biasanya status gizi menjadi underweight (Serly, 2015).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Afini (2013) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status
gizi (p=0,663), hasil penelitian Afini menunjukkan bahwa responden yang
memiliki aktivitas fisik rendah tetapi mengalami status gizi kurus. Sama
halnya denngan penelitian Mulia (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan
antara aktivitas fisik dengan status gizi. Namun hasil penelitian tidak sejalan
dengan hasil penelitian Serly (2015) yang menyatakan ada hubungan yang
bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi (p=0,000).
84
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan body
image, pola konsumsi, dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN
63 Jakarta tahun 2015, diperoleh kesimpulan sebagian berikut:
1. Berdasarkan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta, diketahui terdapat
17,6% status gizi kurang, 58,8% status gizi normal, dan 23,5% status
gizi lebih.
2. Berdasarkan body image, diketahui terdapat 52,9% body image negatif
dan 47,1% body image positif.
3. Berdasarkan pola konsumsi, diketahui diketahui bahwa asupan energi
terdapat 36,5% asupan kurang dan 63,5% asupan lebih. Berdasarkan
asupan karbohidrat, diketahui terdapat 16,5% asupan kurang dari
anjuran, 57,6% asupan sesuai anjuran, dan 25,9% asupan lebih dari
anjuran. Berdasarkan asupan protein, diketahui terdapat 15,3% asupan
kurang dari anjuran, 68,2% asupan sesuai anjuran, dan 16,5% asupan
lebih dari anjuran. Berdasarkan asupan lemak, diketahui terdapat
17,6% asupan kurang dari anjuran, 60,0% asupan sesuai anjuran, dan
22,4% asupan lebih dari anjuran .
85
4. Berdasarkan aktivitas fisik, diketahui terdapat 42,4% aktivitas fisik
ringan, 35,3% aktivitas fisik sedang, dan 22,4% aktivitas fisik berat.
5. Ada hubungan antara body image dengan status gizi siswi SMA 63
Jakarta tahun 2015.
6. Ada hubungan antara pola konsumsi (asupan energi, karbohidrat,
protein, dan lemak) dengan status gizi siswi SMA 63 Jakarta tahun
2015.
7. Tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dan dengan status gizi siswi
SMA 63 Jakarta tahun 2015.
B. Saran
1. Bagi Siswa
a. Bagi siswa yang berstatus gizi normal, diharapkan menjaga berat
badannya sehingga perlu dilakukan pemantauan status gizi secara
berkala.
b. Diharapkan siswa mulai memperhatikan asupan makanannya
sehingga status gizi yang dicapai optimal. Bagi siswi yang memiliki
asupan energi kurang, diharapkan mengkonsumsi makanan
beranekaragam dan membiasakan sarapan, sedangkan siswi yang
mengkonsumsi energi berlebihan, diharapkan pula memperbaiki
pola makan dalam kesehariannya dan diimbangi dengan aktivitas
fisik yang cukup. Diharapkan siswi membiasakan sarapan pagi dan
makan 3 kali sehari sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang (PGS)
2014, yakni anjuran konsumsi karbohidrat 3-4 porsi per orang
86
perhari, konsumsi protein sebanyak 2-4 porsi per orang perhari, dan
anjuran konsumsi lemak sekitar 67 gram atau 5 sendok makan per
orang perhari.
c. Membiasakan melakukan aktivitas fisik yang cukup. Aktivitas fisik
dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik atau
olah raga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam
seminggu.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan Dinas Kesehatan khususnya di bagian pendidikan
mengupayakan untuk dapat melakukan pendidikan kesehatan di
sekolah mengenai status gizi dan pentingnya masa remaja, serta
mengoptimalkan fungsi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), mengingat
begitu pentingnya ruang UKS di sekolah.
3. Bagi Sekolah (Guru Konseling, Guru Biologi dan Guru
Pendidikan Jasmani)
a. Diharapkan para guru bekerja sama dengan pihak sekolah untuk
mengadakan pengukuran status gizi siswa dan pemeriksaan
kesehatan sebagai tindakan pencegahan agar siswi tidak mengalami
dampak akibat masalah status gizi.
b. Diharapkan para guru bekerja sama dengan pihak Puskesmas untuk
mengadakan penyuluhan maupun penyebarluasan informasi
mengenai berat badan dan tinggi badan yang normal, sehingga siswi
87
tidak salah merepresentasikan status gizinya sendiri, sehingga tidak
memiliki persepsi body image yang salah.
c. Diharapkan para guru bekerja sama dengan pihak Puskesmas untuk
mengadakan penyuluhan dan edukasi gizi terkait makanan yang
baik untuk dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi pada usia
remaja.
4. Bagi Penliti Lain
Diharapkan adanya penelitian dengan menggunakan desain studi
yang berbeda, seperti cohort atau case control sehingga
menggambarkan hubungan kausalitas (sebab akibat) terkait masing-
masing variabel dengan status gizi.
88
DAFTAR PUSTAKA
Aeberli I, Molinari L, Spinas G, Lehmann R, l’Allemand D, Zimmermann MB.
Dietary intakes of fat and antioxidant vitamins are predictors of subclinical
inflammation in Nutrition in adolescence 297 overweight Swiss children.
American Journal of Clinical Nutrition 2006; 84: 748–55.
Afini, Nursetya. 2013. Hubungan Citra Tubuh, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik
dengan Status Gizi pada Siswi di SMPN 200 Jakarta Tahun 2013. Univeristas
Indonesia, Depok. Skripsi
Aini, Syarifatun Nur. 2013. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi
Lebih Pada Remaja Di Perkotaan. Unnes Journal of Public Health 2 (1) (2013)
Alatola P.I., Koivisto H.M., Hietala J.P., (2008). Effect of modedrate alcohol
consumption on liver enzymes increases with increasing body mass index. Am. J.
Clin. Nutr; 88: 1097-1103
Almatsier, Sunita. 2009.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Amelia, dkk. 2013. Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi Santri
Putri Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makasar Sulawesi Selatan Tahun
2013. Makasar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Makassar
Arisman. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
89
Aritonang, Iriyanton. 2009. Hubungan Intensitas Menonton Televisi dengan Asupan
Energi dan Status Gizi Remaja. Prosiging Temu Ilmiah Kongres XIV Persagi:
147-154
Badan Litbang Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas
Indonesia Tahun 2007. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Badan Litbang Kesehatan. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas
Indonesia Tahun 2010. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta
Badan Litbang Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas
Indonesia Tahun 2013. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta
BKKBN. 2009. Satu Dari Lima Orang Indonesia Adalah Remaja. BKKBN: Jakarta
BKKBN. 2013. Ayo Menjadi Remaja Berkarakter: Religius, Sehat, Cerdas, Produktif.
BKKBN: Jakarta
Brown, Judith E. Et.al. 2013. Nutrition Through the Life Cycle. Wadsworth: USA
Cash, Thomas F dan Linda Smolak. 2011. Body Image A Handbook of Science,
Practice and Prevention. The Guilford Press
Cheung, CH Patrick et al. 2007. A study on body weight perception and weight
control behaviours among adolescents in Hong Kong. Hong Kong Med J
2007;13:16-21
Chiolero, A dkk. 2008. Consequences of Smoking for Body Weight, Body Fat
Distribution, and Insulin Resistence. American Jornal of Clinical Nutrition 87,
801-9
90
Clay, Daniel. Et al. 2005. Body Image and Self-Esteem Among Adolescent Girls:
Testing the Influence of Sociocultural Factors. JOURNAL OF RESEARCH ON
ADOLESCENCE, 15(4), 451–477
Conti, Maria Aparecida. 2009. A study of the validity and reliability of the Brazilian
version of the Body Shape Questionnaire (BSQ) among adolescents. Rev. Bras.
Saude Mater. Infant. vol.9 no.3 Recife July./Sept. 2009
Darmadi, Riska Habriel Ruslie. 2012. Analisis Regresi Logistik Untuk Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Status Gizi Remaja. Medical Journal of the Andalas
University. Volume 36, Nomor 1, Jan - Jun 2012
Devi, Nirmala. 2010. Nutrition and food Gizi untuk Keluarga. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara
Dewi, Dewa Ayu Dian Krisna dan Dinar SM Lubis. 2012. Tingkat Pengetahuan Dan
Sikap Remaja Putri Tentang Kehamilan Usia Dini Di Kota Denpasar. Arc. Com.
Health • Juli 2012 Vol. 1 No.1: 63-68
Dieny, Fillah Fithra. 2007. Hubungan Body Image, Aktivitas Fisik, Asupan Energi
Dan Protein Dengan Status Gizi Pada Siswi Sma. Universitas Diponegoro
Djoko Pekik Irianto,2007, Panduan Giz Lengkap Keluarga dan Olahragawan, Andi.
Yogyakarta.
Doustmohammadian, Anza. 2013. Nutritional status and dietary intake among
adolescent girls. Journal of Paramedical Sc iences (JPS) Vol 4 (Winter 2013)
Supplement ISSN 2008-4978
Emilia, Esi. 2009. Pendidikan Gizi Sebagai Salah Satu Sarana Perubahan Perilaku
Gizi pada Remaja. Jurnal Tabularasa Pps Unimed Vol.6 No.2, Desember 2009
91
Germov J, Williams L. 2005. A Sociology of Food and Nutrition: The Social
Appetite. Victoria: Oxford University Press.
Gibney, Michael J. et al. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC: Jakarta
Gibson, R.S., 2005. Principle of Nutritional and Assessment. Oxford University
Press. Newyork
Grogan, S 2008, Body image: Understanding body dissatisfaction in men, women,
and children. East Sussex: Routledge.
Hardinsyah, Gustam dan Briawan. 2012. Faktor risiko dehidrasi pada remaja dan
dewasa Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan Vol 8.
Hastuti, Janatin. 2013. Anthropometry And Body Composition Of Indonesian Adults:
An Evaluation Of Body Image, Eating Behaviours, And Physical Activity.
Queensland University of Technology
Hizira, Saifuddin. 2008. Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Penderita TB
di Wilayah Kerja Puskesmas Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Tahun
2008. Universitas Hasanuddin.
Huq, A. K. Obidul. 2011. Studies on the Behavioral Changes Among Adolescent
Smokers and Their Nutritional Status. J. Environ. Sci. & Natural Resources, 4(2):
7-12, 2011
Ibe, S.N.O. 2010. Anthropometric Indices And Energy Intakes Of Alcoholic
Adolescent Students In Abia State University. Journal Of Agriculture And Social
Research (Jasr) Vol. 10, No. 2, 2010
IPAQ. 2005. Guidelines For Data Processing and Analysis of The International
Physical Activity Questionnaire (IPAQ)
92
Irianto, Kus. & Waluyo, Kusno. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV.
Yrama Widya.
Kakekshita, S, Idalina & Almeida, S, Sebastiao. 2008. The Relationship Between
Body Mass Index and Body Image in Brazilian Adults. Journal Psychology &
Neuroscience 2008; 1(2); 103
Kalhan dkk. 2009. Nutritional Status of adolescent girls of rural Haryana. The
Internet Journal of Epidemiology Volume 8 Number 1
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Bakti Husada
Kementrian Kesehatan. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Khomsan, Ali. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. PT Grasindo:
Jakarta
Kusumajaya, NAA, Wiardani, NK, & Juniarsana, IW., 2007. Persepsi Remaja
Terhadap Body Image (Citra Tubuh) Kaitannya Dengan Pola Konsumsi Makan
Dan Status Gizi. Jurnal Skala Husada 2008
LA Moreno dkk. 2008. Assessing, understanding and modifying nutritional status,
eating habits and physical activity in European adolescents: The HELENA
(Healthy Lifestyle in Europe by Nutrition in Adolescence) Study. Public Health
Nutrition: 11(3), 288–299
Laus, Maria Fernanda. 2013. Body image dissatisfaction, nutritional status, and
eating attitudes in adolescents. Acta Scientiarum. Health Sciences Maringá, v.
35, n. 2, p. 243-237, July-Dec., 2013
93
Marcos A, Nova E, Montero A. 2004. Changes in the immune system are conditioned
by nutrition. European Journal of Clinical Nutrition 2003; 57(Suppl. 1): S66–9.
Mardatillah. 2008. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Siap Saji Modern (Fast
Food), Aktifitas Fisik dan Faktor Lainnya dengan Kejadian Gizi Lebih pada
Remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur Tahun 2008. Skripsi.
Universitas Indonesia.
Masdrawati dan Hidayati S. 2012. Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi
Pada Mahasiswa FKM-UVRI Makassar Tahun 2009. Jurnal Ilmiah Vol. 1 No. 2.
Politeknik Kesehatan Makassar.
Mendonça, Karla L. 2014. Does nutritional status interfere with adolescents' body
image perception? Eating Behaviors 15 (2014) 509–512
Muchlisa, 2013, Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi pada Remaja Putri di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, Skripsi,
Jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makasar
Mulia, Dina Dwi. 2013. Hubungan konsumsi makanan dan aktivitas fisik serta citra
tubuh terhadap status gizi pada mahasiswa FKM UI tahun 2012. Skripsi.
Universitas Indonesia
Muliaty. 2009. Hubungan Pola Menstruasi dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Remaja
Siswi SMP Negeri I Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara. Indonesian Scientific
Journal Database Vol.4 No.1 Hal:85-97
Mulugeta A, Hagos F, Stoecker B, et al. Nutritional status of adolescent girls from
rural communities of Tigray, Northern Ethiopia. Ethiop J Health Dev.
2009;23:5–11.
94
Naude, Celeste E. 2011. Growth and weight status in treatment-naïve 12-16 year old
adolescents with Alcohol Use Disorders in Cape Town, South Africa. Nutrition
Journal 2011, 10:87
Noorkasiani, Heryati dan Ismail, R. 2007. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC
Oktaviani, Wiwied Dwi dkk. 2012. Hubungan kebiasaan konsumsi fast food, aktivitas
fisik, pola konsumsi, karakteristik remaja dan orang tua dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Sma Negeri 9 Semarang. Volume 1 Nomor 2 tahun 2012
Onis Md, Onyango AW, Borghi E, Siyam A, Nishida C, Siekmann J: Development of
a WHO growth reference for school-aged children and adolescents. Bulletin of
the World Health Organization 2007, 85:660-667.
Özünlü, Türkan dan Senay Cetinkaya. 2013. The relation between pregnant
adolescents’ attitude about nutrition and weight gain during pregnancy and
hemoglobin level . Journal of Obstetrics and Gynecology, 2013, 3, 172-179
Palmer, Amanda C. 2011. Nutritionally Mediated Programming of the Developing
Immune System. Adv Nutr September 2011 vol. 2: 377-395, 2011
Rahayu, Santi Dwi dan Fillah Fithra Dieny. 2012. Citra Tubuh, Pendidikan Ibu,
Pendapatan Keluarga, Pengetahuan Gizi, Perilaku Makan dan Asupan Zat Besi
pada Siswi SMA. Media Medika Indonesiana Volume 46, Volume 46, 184
Nomor 3, Tahun 2012
Restiani, Novita. 2012. Hubungan Citra Tubuh, Asupan Energi dan Zat Gizi Makro
sert Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebah pada Siswa SMP Muhammadiyah 31
Jakarta Timur Tahun 2012. Universitas Indonesia
95
Rochman, Iftita dan Merryana Adriani. 2013. Hubungan Gaya Hidup dengan Status
Gizi Remaja. Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari–Juni 2013: hlm. 36–41
Sada, Merinta, Veni Hadju dan Djunaedi M. Dachlan. 2012. Hubungan Body Image,
Pengetahuan Gizi Seimbang, dan Aktifitas Fisik Terhadap Status Gizi
Mahasiswa Politeknik Kesehatan Jayapura. Media Gizi Masyarakat Indonesia,
Vol.2, No.1, Agustus 2012 : 44-48
Samosir, Inge Arissa. 2008. Hubungan Antara Citra Tubuh, Pola KOnsumsi, dan
Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Remaja Putri SMP Kristoforus 2 Jakarta Barat.
Skripsi. Universitas Indonesia
Santrock, John W. 2007. Remaja. Edisi 11. Jakarta: Erlangga
Santy, Rini. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubuhngan Dengan IMT Remaja Putri Di
Kota Bukittinggi Tahun 2006. Universitas Indonesia, Depok. Tesis
Sediaoetama, A. Djaeni. 2006. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat:
Jakarta
Serly, Vicennia. 2015. Hubungan Body Image, Asupan Energi dan Aktivitas Fisik
dengan Status Gizi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Angkatan 2014. Jom FK Volume 2 No.2 Oktober 2015
Singh AS, Mulder C, Twisk JW, van Mechelen W, Chinapaw MJ. 2008. Tracking of
childhood overweight into adulthood: A systematic review of the literature.
Obesity Reviews. 2008; 9(5):474–488. [PubMed: 18331423]
Soekirman. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. PT.
Primamedia Pustaka: Jakarta
96
Sumardilah D, Masra F, dan Nugroho A. 2010. Hubungan Tingkat Konsumsi
Makanan Dengan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Di Bandar
Lampung Tahun 2009. Jurnal Kesehatan Vol. 1 No. 1 April 2010. Bandar
Lampung.
Suyatno. 2009. Survei Konsumsi Sebagai Indikator Status Gizi. Yogjakarta:
Universitas Diponegoro
Taiwo, Abimbola A, Morenike Oyewumi ogunkunle, Rasaki Adegoke SANUSI.
2014. Weight Gain and Pregnancy Outcome in Adolescent And Adult Mothers in
Ilorin, Nigeria. African Journal Of Biomedical Research Vol 17, No 3 (2014)
Tarwoto, Aryani R, Nuraeni A, Miradwiyana B, Nurbayani S, Aminah S. dkk. 2010.
Kesehatan remaja problem dan solusinya. Jakarta: Salemba Medika. 2010:25-8
Tejoyuwono T.A.A, dkk. Persepsi Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan
Terhadap Citra Tubuh Ahli Gizi. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2011; 8(1); 42-9.
WHO. 2005. Nutritional in adolescence - Issues and Challanges for Health Sector.
Geneva 2005.
____. 2006. Adolescent Nutiriton: A Review of the Situation in Selected South-East
Asian Countries. New Delhi
____. 2010. Global Reccomendations on Physical Activity for Health. Geneva
Widianti, Nur & Candra, Aryu (2012) Hubungan antara Body image dan Perilaku
Makan dengan Status Gizi Remaja Putri di SMA Theresiana Semarang.
Semarang: Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
97
Zarei, Maryam. 2014. Nutritional Status of Adolescents Attending the Iranian
Secondary School in Kuala Lumpur, Malaysia. Global Journal of Health Science;
Vol. 6, No. 6; 2014
98
LAMPIRAN
99
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi
Siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Perkenalkan nama saya Wulan Savitri, mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2011. Saya sedang melakukan
penelitian skripsi dengan judul “Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas
Fisik dengan Status Gizi Siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015”. Oleh karena itu, saya
meminta kesediaan Anda untuk menjadi responden dalam penelitian saya dan
mengisi semua pertanyaan di kuesioner ini dengan jujur. Kuesioner ini akan dijaga
kerahasiannya dan hanyak diktehhaui oleh peneliti. Bila teman-teman bersedia,
silahkan menandatangani lembar persetujuan di bawah ini. Terima kasih atas
kesedian waktu dan partisapasi dari teman-teman.
Pernyataan Persetujuan
Dengan ini saya bersedia menjadi responden pada ini dengan menjawab sebenar-
benarnya dan apabila ada kekurangan di kemudian hari, maka saya bersedia
dihubungi kembali untuk dimintai informasi lebih lanjut.
Menyetujui
(........................................................)
No. Responden
100
Petunjuk : Isilah dan beri lingkaran pada poin jawaban yang disediakan !
A. IDENTITAS RESPONDEN
A1. Nama Lengkap …………………………....
A2. Kelas …………………………....
A3. Tanggal Lahir Tanggal …………Bulan………..Tahun………….
A4. No HP …………………………...
B. STATUS GIZI (diisi oleh peneliti)
Pengukuran 1 2 3 Rata-Rata
B1. Berat Badan ...... kg ...... kg ...... kg ...... kg
B2 Tinggi Badan ...... cm ...... cm ...... cm ...... cm
101
C. KUESIONER AKTIVITAS FISIK
Saya ingin mengetahui berbagai aktivitas fisik yang Anda kerjakan sebagai bagian
kehidupan sehari-hari Anda. Pertanyaan-pertanyaan akan bertanya tentang waktu
yang Anda habiskan secara fisik aktif dalam 7 hari sterakhir. Jawablah setiap
pertanyaan meskipun Anda tidak menganggap diri Anda sebagai orang yang aktif.
Pikirkan aktivitas fisik yang Anda kerjakan minimal 10 menit sekali waktu.
Tidak ada jawaban benar atau salah, sehingga tolong jawab sesuai dengan
keseharian Anda.
Pertanyaan
Koding [Diisi
oleh Peneliti]
C1. Selama seminggu terakhir, apakah Anda melakukan aktivitas
fisik berat?
Misal: angkat berat, menggali, senam aerobik, atau bersepeda
cepat, berlari, olahraga sepakbola, voli, dan basket
1. Ya
2. Tidak
Loncat ke no C4
C2. Berapa hari yang Anda melakukan aktivitas fisik berat
tersebut?
_________ hari
C3. Berapa lama waktu yang biasanya Anda gunakan untuk
melakukan aktivitas berat tersebut?
_________ jam ________ menit/hari
C4. Selama seminggu terakhir, apakah yang Anda melakukan
aktivitas fisik sedang?
Misal: membawa beban ringan < 20kg, bersepeda dengan
102
kecepatan sedang, menari, berkebun, menyapu, mengepel
lantai, atau bermain badminton)? Tidak termasuk berjalan
1. Ya
2. Tidak
Loncat ke nomor C7
C5. Berapa hari yang Anda melakukan aktivitas fisik sedang
tersebut?
_________ hari
C6. Berapa lama waktu yang biasanya Anda habiskan untuk
melakukan aktivitas sedang tersebut?
_________ jam ________ menit/hari
C7. Selama seminggu terakhir, berapa hari Anda berjalan kaki
minimal 10 menit?
Misalnya, berjalan kaki di sekolah dan di rumah, berjalan kaki
dari satu tempat ke tempat lain, dan berjalan kaki untuk
rekreasi, berolahraga, bersenam, atau berjalan kaki pada waktu
senggang
_________ hari
C8. Berapa lama waktu yang biasanya Anda habiskan untuk
melakukan aktivitas berjalan?
_________ jam ________ menit/hari
C9. Selama seminggu terakhir, berapa banyak waktu yang Anda
habiskan untuk duduk dalam sehari?
Termasuk duduk di sekolah, di rumah, duduk pada waktu
belajar dan pada waktu senggang, mengunjungi teman-teman,
membaca, atau duduk atau berbaring sambil menonton televisi.
_________ jam ________ menit sehari
Sumber: IPAQ, 2005.
103
C. KUESIONER BODY IMAGE
Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
perasaan Anda mengenai penampilan Anda dalam jangka waktu EMPAT
MINGGU TERAKHIR. Tolong baca tiap pertanyaan dengan seksama dan
lingkari jawaban Anda. Tolong jawab semua pertanyaan. Terima kasih.
Keterangan:
1 : Tidak Pernah 3 : Kadang-Kadang 5 : Sangat Sering
2 : Jarang 4 : Sering 6 : Selalu
No Pertanyaan Skala Jawaban
Koding
[Diisi
Peneliti]
D1. Pernahkan merasa bosan yang membuat Anda
khawatir tentang bentuk tubuh) Anda 1 2 3 4 5 6
D2. Pernahkah Anda merasa bahwa paha, pinggul, atau
pantat Anda terasa terlalu besar untuk tubuh Anda? 1 2 3 4 5 6
D3. Pernahkah Anda merasa khawatir daging/otot Anda
tidak cukup kendur? 1 2 3 4 5 6
D4. Pernahkah Anda merasa sangat sedih tentang bentuk
tubuh Anda sehingga membuat Anda menangis? 1 2 3 4 5 6
D5. Pernahkah Anda menghindari lari-lari karena takut
otot Anda kelihatan kendur atau bergoyang-goyang? 1 2 3 4 5 6
D6. Pernahkah Anda merasa peka ketika berada bersama
orang yang langsing? 1 2 3 4 5 6
D7. Pernahkah Anda merasa cemas paha Anda mungkin
menggelambir sewaktu Anda duduk? 1 2 3 4 5 6
D8. Pernahkah Anda merasa gemuk meskipun Anda
hanya makan dalam jumlah sedikit? 1 2 3 4 5 6
104
No Pertanyaan Skala Jawaban
Koding
[Diisi
oleh
Peneliti]
D9. Pernahkah Anda menghindari memakai pakaian yang
membuat Anda menyadari bentuk tubuh Anda? 1 2 3 4 5 6
D10.
Pernahkah Anda merasa sewaktu makan kue,
manisan dan makanan berkalori tinggi lain yang
membuat Anda merasa gemuk?
1 2 3 4 5 6
D11. Pernahkan Anda merasa malu akan bentuk tubuh
Anda? 1 2 3 4 5 6
D12.
Apakah perasaan khawatir terhadap bentuk tubuh
Anda membuat Anda melakukan pengaturan pola
makan (diet)?
1 2 3 4 5 6
D13.
Apakah Anda merasa sangat senang tentang bentuk
tubuh Anda ketika perut sedang kosong (misalnya
dipagi hari)?
1 2 3 4 5 6
D14. Pernahkan Anda merasa tidak adil karena orang lain
lebih langsing dari Anda? 1 2 3 4 5 6
D15. Pernahkah Anda merasa khawatir bila badan menjadi
berlekuk-lekuk karena lipatan lemak? 1 2 3 4 5 6
D16.
Pernahkah Anda merasa khawatir dengan bentuk
tubuh, sehingga Anda merasa ingin melakukan
senam atau olah raga?
1 2 3 4 5 6
Sumber: Body Shape Questionnaire
Keterangan:
1 : Tidak Pernah 3 : Kadang-Kadang 5 : Sangat Sering
2 : Jarang 4 : Sering 6 : Selalu
105
E. Lembar Food Recall
Tanggal recall :
Waktu
Nama
Makanan
Bahan Makanan
Jumlah
(URT)
Berat (gr)
Pagi/jam
Selingan/jam
Siang/jam
Selingan/jam
Malam/jam
106
LAMPIRAN 2
A. Hasil Analisis Univariat
1. Variabel Status Gizi
Statistics
StatGizi
N Valid 85
Missing 0
StatusGizi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Gizi Kurang 15 17.6 17.6 17.6
Normal 50 58.8 58.8 76.5
Gizi Lebih 20 23.5 23.5 100.0
Total 85 100.0 100.0
2. Variabel Body Image
Statistics
Body Image Negatif
N Valid 85
Missing 0
Body Image Negatif
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BI Negatif 45 52.9 52.9 52.9
BI Positif 40 47.1 47.1 100.0
Total 85 100.0 100.0
3. Variabel Asupan Energi
Statistics
Energi_Kat
N Valid 85
Missing 0
107
Energi_Kat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang 31 36.5 36.5 36.5
Cukup 54 63.5 63.5 100.0
Total 85 100.0 100.0
4. Variabel Asupan Karbohidrat
Statistics
Karbo_Kat
N Valid 85
Missing 0
KarboKat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang dari Anjuran 14 16.5 16.5 16.5
Sesuai Anjuran 49 57.6 57.6 74.1
Lebih dari Anjuran 22 25.9 25.9 100.0
Total 85 100.0 100.0
5. Variabel Asupan Protein
Statistics
Protein_Kat
N Valid 85
Missing 0
ProtKat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang dari Anjuran 13 15.3 15.3 15.3
Sesuai Anjuran 58 68.2 68.2 83.5
Lebih dari Anjuran 14 16.5 16.5 100.0
Total 85 100.0 100.0
108
6. Variabel Asupan Lemak
Statistics
Lemak_Kat
N Valid 85
Missing 0
LemakKat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang dari Anjuran 15 17.6 17.6 17.6
Sesuai Anjuran 51 60.0 60.0 77.6
Lebih dari Anjuran 19 22.4 22.4 100.0
Total 85 100.0 100.0
7. Variabel Asupan Aktivitas Fisik
Statistics
Aktivitas Fisik Kategori
N Valid 85
Missing 0
AktFisKat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Aktivitas Fisik Berat 19 22.4 22.4 22.4
Aktivitas Fisik Sedang 30 35.3 35.3 57.6
Aktivitas Fisik Ringan 36 42.4 42.4 100.0
Total 85 100.0 100.0
109
B. Hasil Analisis Bivariat
1. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Body Image Negatif *
StatGizi 85 100.0% 0 .0% 85 100.0%
Body Image Negatif * StatusGizi Crosstabulation
StatusGizi
Total Gizi Kurang Normal Gizi Lebih
Body Image
Negatif
BI Negatif Count 9 21 15 45
% within Body Image Negatif 20.0% 46.7% 33.3% 100.0%
BI Positif Count 6 29 5 40
% within Body Image Negatif 15.0% 72.5% 12.5% 100.0%
Total Count 15 50 20 85
% within Body Image Negatif 17.6% 58.8% 23.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 6.609a 2 .037
Likelihood Ratio 6.828 2 .033
Linear-by-Linear Association 1.285 1 .257
N of Valid Cases 85
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 7,06.
110
Analisis Multinomial Logistic Regression
Parameter Estimates
StatusGizia B
Std.
Error Wald df Sig. Exp(B)
95% Confidence Interval for Exp(B)
Lower Bound Upper Bound
Gizi
Kurang
Intercept .182 .606 .091 1 .763
[BI_New=0] -.693 .738 .882 1 .348 .500 .118 2.123
[BI_New=1] 0b . . 0 . . . .
Normal Intercept 1.758 .484 13.178 1 .000
[BI_New=0] -
1.421 .591 5.793 1 .016 .241 .076 .768
[BI_New=1] 0b . . 0 . . . .
a. The reference category is: Gizi
Lebih.
b. This parameter is set to zero because it is
redundant.
2. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Energi_Kat * StatGizi 85 100.0% 0 .0% 85 100.0%
Energi_Kat * StatusGizi Crosstabulation
StatusGizi
Total Gizi Kurang Normal Gizi Lebih
Energi_Kat Kurang Count 12 14 5 31
% within Energi_Kat 38.7% 45.2% 16.1% 100.0%
Cukup Count 3 36 15 54
% within Energi_Kat 5.6% 66.7% 27.8% 100.0%
Total Count 15 50 20 85
% within Energi_Kat 17.6% 58.8% 23.5% 100.0%
111
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 14.951a 2 .001
Likelihood Ratio 14.732 2 .001
Linear-by-Linear Association 9.568 1 .002
N of Valid Cases 85
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 5,47.
Analisis Multinomial Logistic Regression
Parameter Estimates
StatusGizia B
Std.
Error Wald df Sig. Exp(B)
95% Confidence Interval for Exp(B)
Lower Bound Upper Bound
Gizi
Kurang
Intercept -1.609 .632 6.476 1 .011
[Energi_Kat=0] 2.485 .827 9.036 1 .003 12.000 2.374 60.648
[Energi_Kat=1] 0b . . 0 . . . .
Normal Intercept .875 .307 8.115 1 .004
[Energi_Kat=0] .154 .605 .065 1 .799 1.167 .357 3.818
[Energi_Kat=1] 0b . . 0 . . . .
a. The reference category is: Gizi Lebih.
b. This parameter is set to zero because it is redundant.
3. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Karbo_Kat * StatGizi 85 100.0% 0 .0% 85 100.0%
112
Crosstab
StatusGizi
Total Gizi Kurang Normal Gizi Lebih
KarboKat Kurang dari
Anjuran
Count 7 6 1 14
% within KarboKat 50.0% 42.9% 7.1% 100.0%
Sesuai Anjuran Count 5 35 9 49
% within KarboKat 10.2% 71.4% 18.4% 100.0%
Lebih dari
Anjuran
Count 3 9 10 22
% within KarboKat 13.6% 40.9% 45.5% 100.0%
Total Count 15 50 20 85
% within KarboKat 17.6% 58.8% 23.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 19.820a 4 .001
Likelihood Ratio 17.136 4 .002
Linear-by-Linear Association 10.780 1 .001
N of Valid Cases 85
a. 3 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 2,47.
Analisis Multinomial Logistic Regression
Parameter Estimates
StatusGizia B Std. Error Wald df Sig. Exp(B)
95% Confidence Interval for Exp(B)
Lower Bound Upper Bound
Gizi
Kurang
Intercept -1.204 .658 3.345 1 .067
[KarboKat=0] 3.150 1.255 6.295 1 .012 23.333 1.992 273.294
[KarboKat=1] .616 .863 .510 1 .475 1.852 .341 10.047
[KarboKat=2] 0b . . 0 . . . .
Normal Intercept -.105 .459 .053 1 .819
[KarboKat=0] 1.897 1.174 2.612 1 .106 6.667 .668 66.533
[KarboKat=1] 1.463 .592 6.106 1 .013 4.321 1.353 13.795
[KarboKat=2] 0b . . 0 . . . .
a. The reference category is: Gizi Lebih.
113
Parameter Estimates
StatusGizia B Std. Error Wald df Sig. Exp(B)
95% Confidence Interval for Exp(B)
Lower Bound Upper Bound
Gizi
Kurang
Intercept -1.204 .658 3.345 1 .067
[KarboKat=0] 3.150 1.255 6.295 1 .012 23.333 1.992 273.294
[KarboKat=1] .616 .863 .510 1 .475 1.852 .341 10.047
[KarboKat=2] 0b . . 0 . . . .
Normal Intercept -.105 .459 .053 1 .819
[KarboKat=0] 1.897 1.174 2.612 1 .106 6.667 .668 66.533
[KarboKat=1] 1.463 .592 6.106 1 .013 4.321 1.353 13.795
[KarboKat=2] 0b . . 0 . . . .
b. This parameter is set to zero because it is redundant.
4. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Protein_Kat * StatGizi 85 100.0% 0 .0% 85 100.0%
Crosstab
StatusGizi
Total Gizi Kurang Normal Gizi Lebih
ProtKat Kurang dari Anjuran Count 7 6 0 13
% within ProtKat 53.8% 46.2% .0% 100.0%
Sesuai Anjuran Count 6 40 12 58
% within ProtKat 10.3% 69.0% 20.7% 100.0%
Lebih dari Anjuran Count 2 4 8 14
% within ProtKat 14.3% 28.6% 57.1% 100.0%
Total Count 15 50 20 85
% within ProtKat 17.6% 58.8% 23.5% 100.0%
114
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 25.023a 4 .000
Likelihood Ratio 23.511 4 .000
Linear-by-Linear Association 15.019 1 .000
N of Valid Cases 85
a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2,29.
Analisis Multinomial Logistic Regression
Parameter Estimates
StatusGizia B Std. Error Wald df Sig. Exp(B)
95% Confidence Interval for Exp(B)
Lower Bound Upper Bound
Gizi
Kurang
Intercept -1.386 .791 3.075 1 .080
[ProtKat=0] 21.04
2 1.029
417.87
1 1 .000 1.375E9 1.828E8 1.034E10
[ProtKat=1] .693 .935 .549 1 .459 2.000 .320 12.510
[ProtKat=2] 0b . . 0 . . . .
Normal Intercept -.693 .612 1.281 1 .258
[ProtKat=0] 20.19
4 .000 . 1 . 5.892E8 5.892E8 5.892E8
[ProtKat=1] 1.897 .695 7.446 1 .006 6.667 1.707 26.042
[ProtKat=2] 0b . . 0 . . . .
a. The reference category is: Gizi Lebih.
b. This parameter is set to zero because it is
redundant.
115
5. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Lemak
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Lemak_Kat * StatGizi 85 100.0% 0 .0% 85 100.0%
Crosstab
StatusGizi
Total Gizi Kurang Normal Gizi Lebih
LemakKat Kurang dari Anjuran Count 7 8 0 15
% within LemakKat 46.7% 53.3% .0% 100.0%
Sesuai Anjuran Count 6 36 9 51
% within LemakKat 11.8% 70.6% 17.6% 100.0%
Lebih dari Anjuran Count 2 6 11 19
% within LemakKat 10.5% 31.6% 57.9% 100.0%
Total Count 15 50 20 85
% within LemakKat 17.6% 58.8% 23.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 26.194a 4 .000
Likelihood Ratio 25.407 4 .000
Linear-by-Linear Association 17.790 1 .000
N of Valid Cases 85
a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2,65.
Analisis Multinomial Logistic Regression
Parameter Estimates
StatusGizia B
Std.
Error Wald df Sig. Exp(B)
95% Confidence Interval for Exp(B)
Lower Bound Upper Bound
116
Gizi
Kurang
Intercept -1.705 .769 4.918 1 .027
[LemakKat=0] 20.919 .967 468.267 1 .000 1.216E9 1.829E8 8.089E9
[LemakKat=1] 1.299 .932 1.943 1 .163 3.667 .590 22.783
[LemakKat=2] 0b . . 0 . . . .
Normal Intercept -.606 .508 1.426 1 .232
[LemakKat=0] 19.954 .000 . 1 . 4.633E8 4.633E8 4.633E8
[LemakKat=1] 1.992 .630 10.013 1 .002 7.333 2.135 25.192
[LemakKat=2] 0b . . 0 . . . .
a. The reference category is: Gizi Lebih.
b. This parameter is set to zero because it is redundant.
6. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Aktivitas Fisik Kategori *
StatGizi 85 100.0% 0 .0% 85 100.0%
AktFisKat * StatusGizi Crosstabulation
StatusGizi
Total Gizi Kurang Normal Gizi Lebih
AktFisKat Aktivitas Fisik Berat Count 5 9 5 19
% within AktFisKat 26.3% 47.4% 26.3% 100.0%
Aktivitas Fisik Sedang Count 5 17 8 30
% within AktFisKat 16.7% 56.7% 26.7% 100.0%
Aktivitas Fisik Ringan Count 5 24 7 36
% within AktFisKat 13.9% 66.7% 19.4% 100.0%
Total Count 15 50 20 85
% within AktFisKat 17.6% 58.8% 23.5% 100.0%
117
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2.381a 4 .666
Likelihood Ratio 2.321 4 .677
Linear-by-Linear Association .047 1 .829
N of Valid Cases 85
a. 2 cells (22,2%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3,35.
Analisis Multinomial Logistic Regression
Parameter Estimates
StatusGizia B Std. Error Wald df Sig. Exp(B)
95% Confidence Interval for Exp(B)
Lower Bound Upper Bound
Gizi
Kurang
Intercept -.336 .586 .330 1 .566
[AktFisKat=0] .336 .862 .152 1 .696 1.400 .259 7.582
[AktFisKat=1] -.134 .817 .027 1 .870 .875 .176 4.341
[AktFisKat=2] 0b . . 0 . . . .
Normal Intercept 1.232 .430 8.228 1 .004
[AktFisKat=0] -.644 .704 .838 1 .360 .525 .132 2.086
[AktFisKat=1] -.478 .607 .621 1 .431 .620 .189 2.036
[AktFisKat=2] 0b . . 0 . . . .
a. The reference category is: Gizi Lebih.
b. This parameter is set to zero because it is redundant.