Post on 20-Jun-2015
description
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH VISIONER DALAM
MEWUJUDKAN SEKOLAH EFEKTIF
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah yang sangat serius dalam bidang pendidikan di tanah
air kita saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang
pendidikan. Banyak pihak berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan
merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia
yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi tuntutan
pembangunan bangsa di berbagai bidang. Rendahnya mutu pendidikan terkait
dengan skenario yang dipakai oleh pemerintah dalam membangun pendidikan,
yang selama ini lebih menekankan pada pendekatan input - output.
Dalam hal input, banyaknya guru yang belum memenuhi kualifikasi
mengajar menjadi permasalahan tersendiri. Hal ini dikemukakan oleh Suyanto
(2001) bahwa masih banyak guru/dosen yang belum memenuhi persyaratan
kualifikasi. Secara rinci Suyanto memaparkan bahwa Guru TK sebanyak 137.069,
yang sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi
pendidikannya baru 12.929 orang (9,43%). Guru SD sebanyak 1.234.927, yang
sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikannya
baru 625.710 orang (50,67%). Guru SMP sebanyak 466.748, yang sudah memiliki
kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikannya baru 299.105
orang (64,08%). Guru Sekolah Menengah sebanyak 377.673, yang sudah
memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikannya baru
238.028 orang (63,02%). Dosen Perguruan Tinggi sebanyak 210.210, yang sudah
memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikannya baru
101.875 orang (48,46%) (Suyanto, 2001: 2).
Di sisi output, tingginya angka putus sekolah menjadi hal yang sangat
memprihatinkan. Kondisi ini digambarkan Suyanto (2001) bahwa angka putus
sekolah (drop out) masih tinggi. Persentase angka putus sekolah untuk setiap
jenjang pendidikan adalah sebagai berikut: angka putus sekolah untuk SD 2,97%;
untuk SMP 2,42%; untuk SMA 3,06%; dan angka putus sekolah untuk Perguruan
Tinggi 5,9%; Secara relatif angka ini kelihatannya kecil, tetapi jika dilihat dari
jumlah penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan, maka jumlahnya
menjadi sangat tinggi.
Pendekatan input-output yang bersifat makro tersebut kurang
memperhatikan aspek yang bersifat mikro yaitu proses yang terjadi di sekolah.
Dengan kata lain, dalam membangun pendidikan, selain memakai pendekatan
makro juga perlu memperhatikan pendekatan mikro yaitu dengan memberi fokus
secara lebih luas pada institusi sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan
memfokuskan pada kondisi keseluruhan sekolah seperti iklim sekolah dan
individu-individu yang terlibat di sekolah, baik guru, siswa, dan kepala sekolah
serta peranannya masing-masing dan hubungan yang terjadi satu sama lain.
Berkenaan dengan desentralisasi pendidikan tersebut, di bidang
pendidikan dasar, Depdiknas telah menyiapkan konsep otonomi sekolah yaitu
manajemen berbasis sekolah. Dengan konsep ini, pemnerintah tidak hanya
berharap pada meningkatnya mutu pendidikan melainkan juga tercapainya
2
pemerataan, relevansi, dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya
otonomi sekolah, diharapkan sekolah dapat lebih leluasa mengelola sumber daya
pendidikan dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta
sekolah dapat lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat dan mampu
melibatkan masyarakat dalam membantu dan mengontrol pengelolaan, pendidikan
pada tingkat sekolah.
Bertitik tolak pada latar belakang tersebut di atas, maka penulisan yang
diuraikan pada tulisan ini membahas salah satu aspek yang berkaitan dengan
keefektifan sekolah yaitu kepemimpinan visioner kepala sekolah. Sesuai dengan
hal tersebut, makalah ini mengambil judul “KEPEMIMPINAN KEPALA
SEKOLAH VISIONER DALAM MEWUJUDKAN SEKOLAH EFEKTIF”.
B. Permasalahan
Mengacu pada latar belakang permasalahan, tulusan ini membahas
beberapa permasalahan. Adapun permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini
adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana konsepsi kepemimpinan visioner kepala
sekolah?; 2) Bagaimana konsepsi sekolah efektif?; dan 3) Bagaimana peranan
kepemimpinan visioner kepala sekolah dalam mewujudkan sekolah efektif?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini membahas hal-hal yang terkait dengan kepemimpinan
visioner kepala sekolah dan pengelolaan sekolah efektif. Berdasarkan hal tersebut,
maka tujuan dalam penulisan ini antara lain adalah untuk mengetahui: 1) konsepsi
kepemimpinan visioner kepala sekolah; 2) konsepsi sekolah efektif; dan 3)
peranan kepemimpinan visioner kepala sekolah dalam mewujudkan sekolah
efektif.
3
KONSEPSI TEORETIS DAN PEMBAHASAN
A. Konsepsi Teoretis
1. Sekolah Efektif
Sekolah merupakan suatu sistem yang kompleks (Komariah dan Cepi
Triatna, 2005:1). Hal ini ini disebabkan karena selain terdiri atas input-proses-
output, sekolah juga memiliki akuntabilitas terhadap konteks pendidikan dan
outcome. Terkait dengan sistem persekolahan, Chubberley (dalam Hanson, 1996:
21) bahkan menggambarkan sekolah sebagai suatu pabrik yang memproses bahan
baku untuk konsumsi sosial.
Our schools are, in a sense, factories in which the raw products (children) are to be shaped and fashioned into products to meet the various demands of life. The specifications for manufacturing come from the demands of twentieth-century civilization, and it is the business of the school to build its pupils according to the specifications laid down. This demands good tools, specialized machinery, continuous measurement of production to see if it is according to specifications, the elimination of waste in manufacture, and a large variety in the output.
Menurut Chubberley dikatakan bahwa dalam proses persekolahan, siswa
dibentuk menjadi suatu produk untuk dapat memenuhi berbagai tuntutan
kehidupan. Dalam prosesnya, agar dapat memenuhi spesifikasi yang menjadi
tuntutan, maka diperlukan sarana yang baik dan selalu dilakukan pengukuran agar
hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Slamet (2001: 3) dikatakan bahwa sekolah sebagai sistem,
secara universil memiliki komponen "input", "proses", dan "output". Sekolah
sebagai sistem, seharusnya menghasilkan output yang dapat dijamin kepastiannya.
Output sekolah, pada umumnya, diukur dari tingkat kinerjanya. Kinerja sekolah
adalah pencapaian atau prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses
4
persekolahan. Secara skematis, konsep sekolah yang ditawarkan oleh Slamet
digambarkan sebagai berikut.
Gambar Bagan Kinerja Sekolah (Sumber: Slamet, 2001: 2)
Terkait dengan efektivitas sekolah, Scheerens (2003: 5) menjelaskan
bahwa efektivitas sekolah mengacu pada kinerja unit organisasi sekolah. Kinerja
sekolah ditunjukkan melalui output sekolah tersebut, yang diukur berdasarkan
prestasi rata-rata siswa pada akhir masa pendidikan formal mereka di sekolah
tersebut.
Adapun ciri-ciri atau indikator sekolah efektif diidentifikasikan sebagai
sekolah yang dapat menyelenggarakan proses belajar yang efektif karena ciri khas
lembaga sekolah adalah terjadinya proses belajar-mengajar. Karakteristik sekolah
efektif menurut Sammons (dalam Komariah dan Cepi Triatna, 2005: 39)
mencakup aspek-aspek kepemimpinan, kesamaan visi dan sasaran, lingkungan
pembelajaran, pembelajaran, pengajaran bermakna, penguatan positif,
pemantauan perkembangan, hak dan kewajiban siswa, kemitraan sekolah-rumah,
dan organisasi pembelajaran.
5
2. Kepemimpinan Visioner
Konsep kepemimpinan mengandung banyak interpretasi dan makna yang
bersifat ambiguous. Menurut Hemphill & Coons (dalam Yukl, 1998: 2) dikatakan
bahwa kepemimpinan adalah “the behavior of an individual ... directing the
activities of a group toward a shared goal”. Sedangkan konsep kepemimpinan
menurut Schein (dalam Yukl, 1998: 2) dikatakan sebagai “leadership ... is the
ability to step outside the culture ... to start evolutionary change processes that
are more adaptive”. Kedua konsep tersebut mengandung pengertian bahwa
kepemimpinan merupakan perilaku suatu individu yang dapat mengarahkan suatu
kelompok ke arah tujuan bersama, atau suatu kemampuan untuk memulai proses
evolusioner yang bersifat lebih adaptif.
Kepemimpinan yang relevan dengan tuntutan school based management
dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan adalah kepemimpinan
yang memiliki visi (visionary leadership), yaitu kepemimpinan yang kerja
pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan.
Kemudian pada gilirannya pemimpin tersebut dapat menjadi agen perubahan yang
unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang memahami prioritas, menjadi
pelatih yang profesional, serta dapat membimbing personel lainnya ke arah
profesionalisme kerja yang diharapkan (Komariah dan Cepi Triatna, 2005: 81).
Terkait dengan kepemimpinan visioner, Adair (dalam Komariah dan
Cepi Triatna, 2005: 82), mengemukakan ciri-ciri pemimpin yang berkualitas,
yaitu: 1) memiliki intergritas pribadi; 2) memiliki antusiasme terhadap
perkembangan lembaga yang dipimpinnya; 3) mengembangkan kehangatan,
budaya, dan iklim organisasi; 4) memiliki ketenangan dalam manajemen
6
organisasi; dan 5) tegas dan adil dalam mengambil tindakan/kebijakan
kelembagaan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka konsep kepemimpinan visioner
salah satunya ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas
sehingga dari rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa yang hendak
dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam konteks
kepemimpinan pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan visi tersebut dikenal
dengan penentuan sasaran bidang hasil pokok.
B. Pembahasan
1. Konsepsi Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa konsep kepemimpinan
visioner salah satunya ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan
yang jelas sehingga dari rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa
yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Untuk itu
kepemimpinan visioner harus memahami konsep visi, harus memahami
karakteristik dan unsur visi, serta harus memahami tujuan visi.
Kepemimpinan visioner harus memahami konsep visi. Konsep visi dalam
manajemen pendidikan merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Hal ini
dikemukakan oleh Foreman (dalam Bush dan Coleman, 2006: 35) yang
mengemukakan bahwa “tanpa visi, maka organisasi dan orang-orang yang ada di
dalamnya tidak mempunyai arahan yang jelas. Visi merupakan ciri khas
kepemimpinan”.
7
Bennis dan Nanus (dalam Bush dan Coleman, 2006: 36) mendefinisikan
visi sebagai “something that articulates a view of a realistic, credible, attractive
future for the organization, a condition that is better in some important ways than
what now exist”. Secara umum dapat dikemukakan bahwa visi adalah suatu
gambaran mengenai masa depan yang diinginkan bersama. Definisi tersebut
senada dengan pendapat Gaffar, (dalam Komariah dan Cepi Triatna, 2005: 84)
yang menyatakan bahwa visi adalah daya pandang jauh ke depan, mendalam, dan
luas yang merupakan daya pikir abstrak yang memiliki kekuatan amat dahsyat dan
dapat menerobos segala batas-batas fisik, waktu, dan tempat.
Definisi lain mengenai visi dikemukakan oleh Sallis (1993: 96) yang
menjelaskan bahwa “pernyataan visi mengomunikasikan pokok-pokok tujuan
lembaga dan untuk apa lernbaga tersebut berdiri. Pernyataan pokok visi tersebut
harus lugas dan langsung menunjuk pada tujuan pokok lemnbaga.” Dengan
demikian, visi adalah wawasan ke depan yang merupakan statement of power
humaniora, dapat berupa daya imajinasi, daya ternbus, daya pandang, dan daya
rekayasa.
Visi atau wawasan adalah pandangan yang merupakan kristalisasi dan
intisari dari kemampuan (competency), kebolehan (ability), dan kebiasaan (self
efficacy) dalam melihat, menganalisis, dan menafsirkan. Di dalamnya
mengandung intisari dari arah dan tujuan, misi, norma, dan nilai yang merupakan
satu kesatuan yang utuh.
Dari beberapa definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa visi adalah
idealisasi pemikiran tentang masa depan mengenai organisasi yang merupakan
8
kekuatan kunci bagi perubahan organisasi. Kerangka pemikiran ini menciptakan
budaya dan perilaku organisasi yang maju dan antisipatif terhadap persaingan
global sebagai tantangan zaman. Visionary leadership adalah visi kepemimpinan
yang harus dimiliki berdasarkan rambu-rambu tersebut di atas untuk mewujudkan
sekolah yang bermutu.
Kepemimpinan visioner harus memahami karakteristik dan unsur visi.
Visi adalah gambaran masa datang yang lebih baik, mendekati harapan, atraktif,
dan realistis. Visi menunjukkan arah pergerakan organisasi dari posisinya
sekarang ke masa datang. Visi merupakan jembatan antara masa kini dan masa
datang sehingga perumusannya harus didasarkan pada karakteristik yang mapan.
(Nanus dalam Bush dan Coleman, 2006: 37).
Karakteristik visi sebagaimana dikemukakan Nanus, mengandung
beberapa pertanyaan yang harus dijelaskan. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang
harus dapat dijawab adalah sebagai berikut: 1) Sejauh manakah visi berorientasi
masa depan?; 2) Sejauh manakah visi merupakan impian, yakni apakah visi secara
jelas cenderung mengarahkan organisasi kepada masa depan yang lebih baik?; 3)
Sejauh manakah visi tepat bagi organisasi, yakni apakah visi tersebut cocok
dengan sejarah, budaya, dan nilai-nilai organisasi?; 4) Sejauh mana visi
menentukan standar keistimewaan dan mencerminkan citacita yang tinggi?; 5)
Sejauh mana visi mengklarifikasi maksud dan arah?; 6) Sejauh mana visi
menginspirasikan antusiasme dan merangsang konsensus?; 7) Sejauh mana visi
merefleksikan keunikan organisasi, kompetensinya yang istimewa, dan apa yang
diperjuangkannya?; dan 8) Apakah visi tersebut cukup ambisius.
9
Visi mengandung unsur basic values, mission, dan objectives (Komariah
dan Cepi Triatna, 2005: 85). Basic values adalah nilai-nilai dasar atau falsafah
yang dianut seseorang. Mission adalah operasional dari visi yang merupakan
pemikiran seseorang tentang organisasinya, meliputi pertanyaan, mau menjadi apa
organisasi ini dikemudian hari dan akan berperan sebagai apa? Sedangkan
objectives adalah tujuan-tujuan yang merupakan arah ke mana organisasi dibawa
yang meliputi pertanyaan, mau menghasilkan apa, untuk siapa, dan dengan mutu
yang bagaimana?
Melalui pemahaman terhadap karakter dan unsur-unsur visi tersebut,
maka kepala sekolah akan lebih mampu menjalankan fungsinya dalam
mengarahkan suatu kelompok ke arah tujuan bersama, atau suatu kemampuan
untuk memulai proses evolusioner yang bersifat lebih adaptif. Dalam konteks
pendidikan, tujuan yang hendak dicapai adalah sekolah yang efektif dan efisien.
Kepemimpinan visioner harus memahami tujuan visi. Dikaitkan dengan
proses perubahan, visi yang baik menurut Kotter sebagaimana dikutip oleh
Komariah dan Cepi Triatna (2005: 90), memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan
utama visi meliputi: 1) memperjelas arah perubahan kebijakan organisasi; 2)
memotivasi karyawan untuk bertindak sesuai arah yang benar; dan 3) membantu
proses mengkoordinasi tindakan-tindakan tertentu dari orang-orang yang berbeda-
beda.
Kepemimpinan visioner harus mampu memahami tujuan visi sejalan
dengan konsep kepemimpinan yang dikemukakan Schein (dalam Yukl, 1998: 2)
bahwa “leadership ... is the ability to step outside the culture ... to start
10
evolutionary change processes that are more adaptive”. Melalui kemampuan
untuk mengawali tindakan proses perubahan evolusioner yang dilakukan kepala
sekolah, maka sekolah akan lebih mampu menghadapi tuntutan jaman yang selalu
berubah.
2. Konsepsi Sekolah Efektif
Telah dikemukakan di atas bahwa sekolah sebagai sistem, secara
universil memiliki komponen "input", "proses", dan "output". Sebagai suatu
institusi, di dalam sekolah terdapat komponen guru, siswa dan staf administrasi
yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggungjawab tertentu dalam
melancarkan program.
Sebagai institusi pendidikan formal, sekolah dituntut menghasilkan
lulusan yang mempunyai kemampuan akademis tertentu, keterampilan, sikap dan
mental, serta kepribadian lainnya sehingga mereka dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja pada lapangan pekerjaan yang
membutuhkan keahlian dan keterampilannya. Keberhasilan sekolah merupakan
ukuran bersifat mikro yang didasarkan pada tujuan dan sasaran pendidikan pada
tingkat sekolah sejalan dengan tujuan pendidikan nasional serta sejauhmana
tujuan itu dapat dicapai pada periode tertentu sesuai dengan lamanya pendidikan
yang berlangsung di sekolah.
Scheerens (1992) menyatakan bahwa sekolah yang efektif mempunyai
lima ciri penting yaitu, (1) kepemimpinan yang kuat; (2) penekanan pada
pencapaian kemampuan dasar; 3) adanya lingkungan yang nyaman; 4) harapan
yang tinggi pada prestasi siswa; dan 5) penilaian secara rutin terhadap program
yang dibuat siswa. Bertitik tolak pada deskripsi tersebut, pengertian sekolah
11
efektif memandang sekolah sebagai suatu sistem yang mencakup aspek input,
proses, output, maupun outcome, serta tatanan yang ada dalam sekolah tersebut.
Karakteristik sekolah efektif menurut pendapat Sammons sebagaimana
dikutip oleh Komariah dan Cepi Triatna (2005: 39) meliputi aspek-aspek
kepemimpinan, kesamaan visi dan sasaran, lingkungan pembelajaran,
pembelajaran, pengajaran bermakna, penguatan positif, pemantauan
perkembangan, hak dan kewajiban siswa, kemitraan sekolah-rumah, dan
organisasi pembelajaran. Aspek dan indikator sekolah efektif menurut pendapat
Sammons dapat disajikan sebagai berikut.
Tabel 1 Karakteristik Sekolah efektif menurut Pam Sammons
Aspek IndikatorProfessional leadership 1) firm and purposeful; 2) a participate approach; 3) the leading
professionalShared vision and goals 1) unity of purpose; 2) consistency of practice; collegiality and
collaborationA learning environment 1) an orderly atmosphere; 2) an attractive working enviroment;
3) maximization of learning timeLearning 1) academic emphasis; 2) focus on achievementPurposeful teaching 1) high expectation all round; 2) communicating expectations; 3)
providing intellectual challengePositive reinforcement 1) clear and fair dicipline; 2) feedbackMonitoring progress 1) monitoring pupil;and 2) evaluating school performancesPupil right and responsibility
1) raising pupil self esteem; 2) position of responsibility; 3) control of work
Home/school Partnership Parental involvement in their children’s learningA learning organization School based staff development
Sumber: Morely & Rassool (1999: 121)
3. Peranan Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dalam Mewujudkan
Sekolah Efektif
Keahlian manajerial dengan kepemimpinan merupakan dua peran yang
berbeda. Seorang manajer yang baik adalah seseorang yang mampu menangani
kompleksitas organisasi, dia adalah ahli perencanaan strategik dan operasional
yang jujur, mampu mengorganisasikan aktivitas organisasi secara terkoordinasi,
12
dan mampu mengevaluasi secara reliable dan valid. Sedangkan seorang pemimpin
yang efektif mampu membangun motivasi staf, menentukan arah, menangani
perubahan secara benar, dan menjadi katalisator yang mampu mewarnai sikap dan
perilaku staf.
Berdasarkan dari pemikiran di atas, peranan kepemimpinan visioner
kepala sekolah dalam mewujudkan sekolah efektif harus mampu
mengimplementasikan visi dalam bentuk kinerja kepemimpinan. Kepemimpinan
visioner bekerja dalam empat pilar. Keempat pilar kinerja kepemimpinan visioner,
sebagaimana dikemukakan oleh Nanus (dalam Bush dan Coleman, 2006: 40)
mencakup: 1) peranan sebagai penentu arah; 2) peranan sebagai agen perubahan;
3) peranan sebagai juru bicara; dan 4) peranan sebagai pelatih.
a. Peranan sebagai Penentu Arah
Pemimpin yang memiliki visi berperan sebagai penentu arah organisasi. Di
saat organisasi sedang menemui kebingungan menghadapi berbagai perubahan-
perubahan dan struktur baru, visionary leadership tampil sebagai pelopor yang
menentukan arah yang dituju melalui pikiran-pikiran rasional dan cerdas
tentang sasaran-sasaran yang akan dituju dan mengarahkan perilaku-perilaku
bergerak maju ke arah yang diinginkan. Secara bersama-sama, visionary
leadership menganalisis kemungkinan-kemungkinan yang dapat ditempuh,
jalan-jalan atau teknik maupun metode serta sumber daya terpilih apa yang
dapat digunakan untuk meraih kemajuan di masa depan.
Pemimpin berperan sebagai penentu arah, yang berarti memberikan kejelasan
kepada pengikutnya cara-cara atau upaya yang mesti dilakukan, langkah-
langkah mana yang dapat diambil dan langkah-langkah mana yang harus
13
dihindari demi tercapainya tujuan secara efektif dan efisien. Peran
kepemimpinan visioner adalah untuk membimbing konstituen dalam
menetapkan arah yang harus dituju dalam mengimplementasikan visi sekolah.
Hal ini konsisten dengan konsep kepemimpinan yang dikemukakan oleh
Hemphill & Coons bahwa kepemimpinan merupakan perilaku individu yang
dapat “directing the activities of a group toward a shared goal”.
b. Peranan sebagai Agen Perubahan
Visionary leadership berperan sebagai agen perubahan. Pemimpin bertanggung
jawab untuk merangsang perubahan di fingkungan internal. Pemimpin akan
merasa tidak nyaman dengan situasi organisasi statis dan status quo, ia
memimpikan kesuksesan organisasi melalui cara-cara baru yang memicu
kinerja dan menerima tantangan-tantangan dengan menerjemahkannya ke
dalam agenda-agenda kerja yang jelas dan rasional. Visionary leadership tidak
puas dengan yang telah ada, ia ingin memiliki keunggulan dari yang ada seperti
berpikir bagaimana mengembangkan inovasi pembelajaran, manajemen
persekolahan, hubungan kerja sama dengan dunia usaha, dan sebagainya.
Tantangan yang dilontarkan para praktisi maupun akademisi pendidikan untuk
menjadi sekolah unggulan, dengan cepat direspons lalu menjadi kekuatan
terdepan dalam mencobakan dan melaksanakan gagasan keunggulan. Tentu
saja untuk menghasilkan inovasi-inovasi yang terpercaya dan practicable
pemimpin harus mampu mengantisipasi berbagai perkembangan dunia luar,
memperkirakan implikasinya terhadap organisasi, menciptakan sense of
urgency, dan prioritas bagi perubahan yang dipersyaratkan oleh visi
kepemimpinan.
14
Peran kepemnimpinan yang memiliki visi ialah menjadi pelopor inovasi dan
menjadi pemicu bagi berbagai perubahan yang terjadi ke arah lebih baik dalam
mengimplementasikan visi. Peranan ini sejalan dengan konsep kepemimpinan
yang dikemukakan Schein yang menyatakan “leadership ... is the ability to step
outside the culture ... to start evolutionary change processes that are more
adaptive”
c. Peranan sebagai Juru Bicara
Visionary leadership berperan sebagai juru bicara. Seorang pemimpin tidak
saja memiliki kemampuan meyakinkan orang dalam kelompok internal, tetapi
lebih jauhnya adalah bagaimana pemimpin dapat akses pada dunia luar,
memperkenalkan dan mensosialisasikan keunggulan-keunggulan dan visi
organisasinya yang akan berimplikasi pada kemajuan organisasi. Dari hasil
negosiasi-negosiasi diharapkan dapat berakhir dengan kerja sama mutualisme
yang menyenangkan secara moril maupun materiil.
Seorang visionary leadership adalah seorang negosiator utama dan ulung
dalam berhubungan dengan organisasi lain atau hierarki yang lebih tinggi,
namun bukan tipe penjilat atau mencari muka terhadap orang yang dianggap
berkuasa, akan tetapi justru ia dekat dengan pemberi amanat (stakeholders).
Kemampuan berbicaranya yang disertai dengan keyakinan akan logika-logika
rasional bahwa visi organisasi menarik, bermanfaat, dan menyenangkan
menjadikan ia seorang negosiator yang ulung.
Peran visionary leadership adalah menyampaikan pokok-pokok pikiran,
gagasan, dan tulisan sehingga mampu berkomunikasi secara empatik dalam
membangun komitmen dan penyampai berbagai kepentingan yang
15
berhubungan dengan implementasi visi. Peranan kepempimpinan sebagai juru
bicara sesuai dengan konsepsi kepemimpinan Drath & Paulus (dalam Yukl,
1996: 2) yang menyatakan bahwa “leadership is the process of making sense of
what people are doing together so that people will understand and be
committed”.
d. Peranan sebagai Pelatih
Visionary leadership berperan sebagai pelatih. Sebagai pelatih dituntut
kesabaran dan suri teladan (yang didasari kemampuan/keahlian dan akhlak
mulia). Agenda utama pendidikan adalah proses memanusiakan manusia
menjadi manusia. Proses itulah yang disebut dengan pemanusiaan, proses
membentuk manusia menjadi insan sejati. Dengan kata lain, sebagaimana
dikatakan oleh Danim (2006: 4) “pemanusiaan adalah proses memanusiakan
manusia oleh manusia, sebuah diskursus pendewasaan”. Lebih lanjut Danim
mengemukakan bahwa agenda proses pemanusiaan dipandang berhasil
manakala dengan itu lahir manusia dewasa sejati, manusia yang sarat dengan
tampilan nilai-nilai kemanusiaan.
Sebagai pelatih yang efektif harus mampu berkomunikasi, mensosialisasikan,
sekaligus bekerja sama dengan orang-orang untuk membangun,
mempertahankan dan mengembangkan visi yang dianutnya, basic
competencies yang dipersyaratkannya, budaya yang harus diciptakan, perilaku
yang harus ditampilkan organisasi, dan bagaimana cara-cara merealisasikan
visi ke dalam budaya dan perilaku organisasi. Ini semua menuntut pemimpin
sebagai pakar/ahli yang bertugas sebagai pelatih yang dapat menularkan
kemampuannya kepada orang lain.
16
Peran kepemimpinan visioner adalah untuk memberikan contoh atau cara kerja
strategis dalam mengimplementasikan visi. Peranan ini sesuai dengan konsep
kepemimpinan yang dikemukakan Richard & Engle (dalam Yukl, 1996: 2)
bahwa “leadership is about articulating visions, embodying values, and
creating the environment within which things can be accomplished”.
PENUTUP
Kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam organisasi. Sekolah
sebagai suatu organisasi yang kompleks, dimana didalamnya selain terdiri atas
input-proses-output, sekolah juga memiliki akuntabilitas terhadap konteks
pendidikan dan outcome. Sebagai institusi pendidikan formal, sekolah dituntut
menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademis tertentu,
keterampilan, sikap dan mental, serta kepribadian lainnya sehingga mereka dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja pada lapangan
pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan keterampilannya. Keberhasilan
sekolah merupakan ukuran bersifat mikro yang didasarkan pada tujuan dan
sasaran pendidikan pada tingkat sekolah sejalan dengan tujuan pendidikan
nasional serta sejauhmana tujuan itu dapat dicapai pada periode tertentu sesuai
dengan lamanya pendidikan yang berlangsung di sekolah.
Berdasarkan sudut pandang keberhasilan sekolah tersebut, kemudian
dikenal sekolah efektif dan sekolah tidak efektif yang mengacu pada sejauh mana
sekolah dapat mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang telah ditetapkan.
Dalam mewujudkan sekolah efektif yang memiliki karakteristik khusus,
diperlukan suatu kepemimpinan visioner yang mampu mengimplementasikan visi
dalam bentuk kinerja kepemimpinan.
17
Kepemimpinan visioner bekerja dalam empat pilar. Keempat pilar kinerja
kepemimpinan visioner, mencakup: 1) peranan sebagai penentu arah; 2) peranan
sebagai agen perubahan; 3) peranan sebagai juru bicara; dan 4) peranan sebagai
pelatih.
DAFTAR PUSTAKA
Bush, Tony and Marianne Coleman. 2006. Leadership and Strategic Management in Education. Terj. Fahrurozi. Yogyakarta: IRCiSoD.
Danim, Sudarwan. 2006. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Cetakan II Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hanson, Mark. 1996. Educational Administration and Organizational Behavior. Boston: Allyn and Bacon.
Komariah, Aan dan Cepi Triatna. 2005. Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Koster, Wayan. 2001. Analisis Komparatif Antara Sekolah Efektif dengan Sekolah Tidak Efektif. Jurnal Pendidikan. www.depdiknas.go.id diakses pada 12 Januari 2007.
Sallis, Edward E. 1993. Total Quality Management in Education. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Scheerens, Jaap. 1992. Improving School effectiveness. Terj. Abas Al-Jauhari. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Slamet, P.H., 2001. Karakteristik Kepala Sekolah Tangguh. Jurnal Pendidikan. www.depdiknas.go.id Diakses pada 12 januari 2007.
Suyanto. 2001. Permasalahan Pendidikan di Indonesia. Artikel. www.dikdasmen_depdiknas.go.id htm. Diakses pada 11 Januari 2007.
Yukl, Gary. 1998. Leadership in Organizations. New York: Prentice-Hall International, Inc.
18