Complexity Leadership

27
STUDI, TEORI DAN MODEL ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN KESEHATAN, BERDASARKAN KOMPLEKSITAS ILMU PENGETAHUAN Kompleksitas pemimpin terlibat satu sama lain dan bersama-sama menciptakan lingkungan yang menjunjung tinggi paradoks serta menghormati atas semua kontribusi yang ada. TUJUAN Mendiskusikan teori dan model penelitian organisasi berdasarkan ilmu kompleksitas. • Menerapkan teori dan model tertentu di dalam keperawatan dan dalam kepemimpinan di lingkungan kesehatan. • Menjelaskan peran paradoks dalam situasi kepemimpinan yang kompleks. • Mendiskusikan hubungan antara kerjasama yang efektif dengan hasil perawatan pasien yang positif. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang beberapa studi dan model yang dibuat oleh para profesional kesehatan. Studi ini memberikan bukti bahwa saat ini ilmu dan teori kompleksitas telah dimasukkan ke dalam praktek perawatan kesehatan profesional di seluruh negeri. Semua hal ini dilakukan sebagai upaya dalam melakukan penelitian dan model yang aktif, mengembangkan proyek yang memenuhi kebutuhan akan kepemimpinan kesehatan

description

terjemahan dari Complexity Leadership

Transcript of Complexity Leadership

Page 1: Complexity Leadership

STUDI, TEORI DAN MODEL ORGANISASI PELAYANAN

KESEHATAN KESEHATAN, BERDASARKAN KOMPLEKSITAS

ILMU PENGETAHUAN

Kompleksitas pemimpin terlibat satu sama lain dan bersama-sama menciptakan

lingkungan yang menjunjung tinggi paradoks serta menghormati atas semua

kontribusi yang ada.

■ TUJUAN

• Mendiskusikan teori dan model penelitian organisasi berdasarkan ilmu kompleksitas.

• Menerapkan teori dan model tertentu di dalam keperawatan dan dalam kepemimpinan di

lingkungan kesehatan.

• Menjelaskan peran paradoks dalam situasi kepemimpinan yang kompleks.

• Mendiskusikan hubungan antara kerjasama yang efektif dengan hasil perawatan pasien yang

positif.

PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang beberapa studi dan model yang dibuat oleh para profesional

kesehatan. Studi ini memberikan bukti bahwa saat ini ilmu dan teori kompleksitas telah

dimasukkan ke dalam praktek perawatan kesehatan profesional di seluruh negeri. Semua hal

ini dilakukan sebagai upaya dalam melakukan penelitian dan model yang aktif,

mengembangkan proyek yang memenuhi kebutuhan akan kepemimpinan kesehatan

kontemporer dan untuk mengintegrasikan ilmu kompleksitas dalam praktek kesehatan

sekarang ini. Joyce Clifford memperkenalkan konsep paradoks dalam administrasi

keperawatan di awal 1980-an. Beberapa generasi kemudian, Tregunno dan Zimmerman

menggambarkan hal ini dari perspektif kompleksitas. Patricia Ebright dan rekannya

kemudian mengubah cara kerja yang selama ini dilakukan oleh perawat, yakni dengan

menangani kompleksitas yang ada dan memulai mengembangkan metode untuk membantu

perawat dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan

pekerjaan yang kompleks di dalam profesi mereka. Ruth Anderson, yang bekerja pada

Page 2: Complexity Leadership

manajemen rumah jompo, dan terdapat kelompok Dartmouth, dengan model tandatangan

mikrosistemnya, yang dengan baik dapat menerapkan ilmu kompleksitas perawatan

kesehatan, dengan hasil perawatan pasien yang positif. Melalui persyaratan yang ada,

Program Penghargaan Rumah Sakit Magnet mencontohkan ekspektasi/ harapan atas

kompleksitas pemimpin.

Sebuah pekerjaan besar sedang berlangsung antar profesional kesehatan yakni

perawat, dokter, dan sarjana manajemen kesehatan yang berbasis pada ilmu kompleksitas.

Ketertarikan pada topik ini meningkat karena terdapat konsep kompleksitas ilmu pengetahuan

dan ditemukannya sistem adaptif kompleks yang memiliki aplikasi relevan dengan sistem

kesehatan. Sarjana perawat Martha Rogers, Margaret Newman, dan Jean Watson mereka

mengikuti kerja sebagai fisikawan kuantum sebelum ide-ide ini mulai mendapatkan perhatian

luas. Perawat holistik menemukan jawaban tentang ilmu tersebut yang sebelumnya hanya

merupakan penjelasan yang mistis/ kurang masuk akal, suatu hal yang berbau spiritual. Ilmu

ini pada akhirnya memberi penjelasan lebih lanjut, memberi bukti yang lebih kuat dalam

mempromosikan teori mereka.

Holland (Waldrop, 1992), berbicara tentang ekonomi di Institut Sante Fe; Capra

(1996, 2002), juga menelorkan ide-ide untuk pembaca umum yang tertarik; dan Wheatley

(1999), mengartikulasikan perspektif ilmu baru, memicu minat para sarjana kesehatan untuk

mencari jawaban yang baru. Mereka mulai menyelidiki nilai ilmu kompleksitas untuk

menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi hasil perawatan kesehatan dan juga

perawatan pasien. Adanya gagasan bahwa terdapat hubungan antara kualitas dalam tim

kesehatan yang akan mempengaruhi kualitas hasil layanan kesehatan mulai memegang

kendali sebagai suatu studi yang sah.

LINGKUNGAN YANG KOMPLEKS

Ebright dan rekan-rekannya (2003) berangkat untuk menyelidiki lingkungan kerja perawat

dalam menanggapi adanya kekurangan perawat. Mereka ingin mengidentifikasi isu-isu dan

mengembangkan strategi untuk membantu perawat dalam menjaga keselamatan, mendeteksi

adanya komplikasi pada pasien, dan melaksanakan perintah dokter di waktu yang tepat dan

bagaimana dapat bekerja sama dengan anggota tim yang lain. Dengan menggunakan

Kerangka Kinerja Manusia, di mana ujung yang tajam adalah sebagai titik layanan dan ujung

yang tumpul menunjukkan sebagai sumber daya yang memfasilitasi dengan baik atau yang

menghambat pekerjaan, pertanyaan penelitian biasanya adalah faktor lingkungan dan

Page 3: Complexity Leadership

manusia apa sajakah yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh para ahli perawatan

medis bedah akut.

Faktor kognitif dari ilmu pengetahuan, pola pikir, dan konflik tujuan yang

mempengaruhi perawat. Mereka juga dipengaruhi oleh kompleksitas di tempat kerja:

hambatan, bahaya, dan perilaku. Untuk mengelola kompleksitas, perawat harus mampu

beradaptasi, mengantisipasi, mengakomodasi, bereaksi, dan mengatasi. Melakukan observasi

dan wawancara semi-terstruktur juga digunakan untuk menemukan (1) isu-isu pada

lingkungan yang mempengaruhi perawat terdaftar (RNS) dalam lingkungan kerja, (2) faktor

kognitif tertentu yang mengendalikan kinerja dan pengambilan keputusan RN, dan (3)

strategi yang dilakukan RN berpengalaman dalam mengelola pekerjaan yang berhasil.

Kemudian ditemukan Tiga pola: kompleksitas pekerjaan, faktor kognitif yang mengendalikan

kinerja dan pengambilan keputusan, dan strategi yang digunakan untuk mengelola situasi

perawatan.

Tim mengidentifikasi adanya konsep kunci yang disebut penumpukan, yakni terdapat

beban kerja dalam menangani kompleksitas tugas. RN berpengalaman merupakan orang yang

paling terampil menghadapi perilaku ini. Seperti studi yang dilakukan secara terus menerus

oleh Ebright dan rekan-rekannya tentang masalah penumpukan ini, mereka telah

memasukkan konsep tentang rasa kesadaran dan keputusan. Definisi terbaru dari mereka,

yang disajikan di Maine Nursing Summit pada tanggal 8 April 2009 dan telah menggunakan

izin, yakni: "Penumpukan pada RN merupakan proses pengambilan keputusan secara dinamis

kognitif yang menghasilkan prioritas dalam memberikan perawatan, dan tergantung pada

kemampuan perawat untuk secara sadar dan menyatukan rasa yang akurat mengenai data

klinis dan alur kerja di tengah-tengah situasi yang tak terduga dan terus berubah.”

Tantangannya adalah menemukan cara untuk mengembangkan keterampilan para

lulusan baru ke titik dimana mereka mampu secara sadar/ sukarela dan akurat dalam

melakukan tugasnya. Kebutuhan akan perawat yang bekerja dengan pengetahuan, memiliki

sistem pemikir, dan manajer sistem adaptif kompleks telah diidentifikasi, dan dari hal

tersebut penulis menyimpulkan bahwa diperlukan desain ulang pada sistem fundamental

pendidikan keperawatan dan melakukan orientasi berdasarkan pemahaman tentang pekerjaan

yang sebenarnya diperlukan agar mendukung pekerjaan keperawatan pada sistem yang

kompleks.

Page 4: Complexity Leadership

STACEY MATRIX (BELOMAN)

Seorang ahli teori Organisasi yaitu Ralph Stacey (Lindberg, Zimmerman, dan Plsek, 2001)

menjelaskan tentang pendekatan kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Stacey

menyarankan bahwa kondisi dan situasi yang terlibat dapat membantu untuk menentukan

tindakan kepemimpinan yang diperlukan (Gbr. 4-1).

Ada kalanya terdapat kesepakatan yang jelas antara orang-orang yang terlibat di

dalam sebuah tindakan. Peserta sangat yakin tentang hasil dari tindakan dan mereka memiliki

kesepakatan yang penuh. Mekanistik, pendekatan linier, seperti perencanaan, pengaturan,

pengendalian, dan metode langsung, yang dapat melayani dengan baik situasi seperti itu.

Kepastian akan hadir ketika ada penyebab-dan juga-efek hubungan yang kuat yang terjadi di

masa lalu dimana terdapat suatu pengalaman yang positif. Pada akhir spektrum, kekacauan

dapat mendominasi karena hilangnya semua kesepakatan dan kepastian. Hal ini juga bisa

memberikan waktu lebih bagi kepemimpinan direktif untuk menertibkan beberapa hal untuk

mengatasi situasi yang kacau.

Namun, setelah situasi mulai bergeser dari memiliki kepastian dan kesepakatan yang

tinggi menjadi kearah kurang memiliki kepastian dan kesepakatan, maka disinilah mulai

memasuki zona kompleksitas. Sebuah perspektif tentang kompleksitas akan membantu para

pemimpin untuk melihat bahwa hasilnya akan menjadi tidak pasti, tidak dapat dikontrol,

sehingga pendekatan mekanistik mungkin tidak akan berhasil. Dalam situasi tersebut

membutuhkan tindakan kepemimpinan yang dapat menciptakan sebuah lingkungan yang

memungkinkan banyak/ beragam agen di dalam sistem untuk saling terhubung dan mengatur

dirinya sendiri sehingga ide-ide baru dapat muncul.

Ada kecenderungan bagi para pemimpin untuk membalikkan intervensi ini dan

memegang kontrol disaat keragaman dan keterbukaan terjadi yang akan memberikan

pengaturan lebih baik untuk menciptakan hubungan dan solusi yang kreatif. Atau justru

mereka akan membiarkan terlalu banyak ketidakjelasan dan kurangnya arah ketika kebijakan

atau solusi yang jelas dan sederhana akan di lakukan karena situasi tertentu dan semua telah

menyetujuinya.

MODEL ORGANISASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Kinnaman dan Bleich (2004) membangun di atas matriks Stacey dengan Model Organisasi

Pengambilan Keputusan (Gambar. 4-2). Model ini membedakan perilaku interdisipliner di

dalam organisasi perawatan kesehatan dan terutama ditujukan pada tantangan kemitraan

layanan-akademik. Model ini mengasumsikan bahwa tidak semua keputusan organisasi

Page 5: Complexity Leadership

memiliki perhatian yang sama atau akan selalu membutuhkan sumber daya yang sama.

Empat konsep yang tertanam dalam diagram adalah toleransi, koordinasi, kerjasama, dan

kolaborasi. Masing-masing dipertimbangkan untuk digunakan dan menciptakan efektivitas

yang tepat berdasarkan kompleksitas pada kejadian awal, tingkat kesepakatan dan kepastian

dalam konteks di mana kondisi ini muncul.

• Toleransi terjadi dengan adanya perilaku rutin yang biasa dilakukan, ketika dalam keadaan

yang diharapkan orang akan melakukan peran mereka tanpa usaha, keterlibatan, atau

interaksi yang disengaja.

• Koordinasi adalah ketika dua orang atau lebih memberikan layanan dan bekerja secara

paralel, dengan memberikan informasi melalui dokumentasi, kebijakan, dan prosedur yang

ada.

• Kerjasama terjadi ketika orang bekerja untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu

hubungan dengan peran yang unik dan mempertimbangkan perspektif setiap orang

dipertimbangkan dalam konteks situasi tejadi.

• Kolaborasi, aksi perkembangan yang tertinggi, akan muncul, sebuah proses yang saling

berfokus pada keterampilan pengetahuan dan kemampuan masing-masing anggota yang

saling melengkapi, di luar disiplin ilmu tertentu yang mereka miliki. Dengan fokus pada

pencapaian hasil yang terbaik, terdapat pendistribusian kekuatan yang bahkan mungkin

melampaui batas-batas organisasi.

Model ini merupakan framework/ kerangka kerja untuk menentukan perilaku yang

tepat dan berharga dalam menggambarkan perilaku kelompok yang akan efektif dalam

menghadapi sistem adaptif yang kompleks. Dalam zona kompleksitas, kolaborasi dapat

menyebabkan hubungan di mana suatu kepemimpinan kompleksitas muncul. Misalnya,

kebutuhan sekolah keperawatan dan organisasi kesehatan untuk memberikan kesuksesan

dalam hal pengalaman di klinik pada siswa merupakan tantangan yang berkelanjutan. Jika

semua pihak dapat menangguhkan asumsi mereka sebelumnya tentang bagaimana sistem

belajar siswa yang terbaik, apa yang telah dilakukan di masa lalu, dan orang yang seharusnya

memiliki kewenangan, seharusnya mereka dapat mengembangkan pengalaman belajar siswa

yang lebih baru dan lebih kreatif yang akan bermanfaat bagi semua orang. Model-model baru

karena adanya rotasi klinis telah muncul dari jenis kolaborasi tersebut, seperti unit pengajaran

yang berdedikasi dan adanya penjadwalan pusat untuk rumah sakit dan sekolah-sekolah di

daerah.

Page 6: Complexity Leadership

KEPERAWATAN DI RUMAH SEBAGAI SISTEM ADAPTIF KOMPLEKS

Anderson, Issel, dan McDaniel (2003) menunjukkan bahwa panti jompo termasuk sistem

adaptif kompleks, lebih jauh lagi, bahwa hubungan tersebut merupakan faktor penentu yang

tinggi dalam kualitas, perawatan jangka panjang. Mereka memiliki fondasi model teoritis

seperti pada parameter sistem kontrol Stacey, yang dibahas dalam Bab 3. Dalam sistem yang

efektif, manajer memfasilitasi organisasi yang didorong oleh (1) laju arus informasi di

seluruh sistem, (2) sifat dari hubungan antar manusia, dan (3) keragaman skema kognitif

(mental model). Praktek manajemen yang digunakan dapat mengubah sistem parameter dan

dengan demikian akan berhubungan dengan hasil yang lebih baik pada pasien, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 4-3.

Praktek manajemen yang diamati dan diukur adalah komunikasi yang terbuka,

partisipasi dalam pengambilan keputusan, kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan,

dan formalisasi. Komunikasi yang terbuka adalah sebuah proses peningkatan dan akan

meningkatkan arus informasi di antara orang-orang dalam suatu organisasi. Hipotesis

pertama adalah bahwa dengan ditingkatkan komunikasi yang terbuka akan menghasilkan

prevalensi yang lebih rendah atas masalah perilaku penduduk, seperti penggunaan sabuk

pengaman, komplikasi imobilitas, dan patah tulang. Partisipasi dalam pengambilan keputusan

akan meningkatkan jumlah koneksi/ hubungan pada organisasi.

Partisipasi yang tinggi akan meningkatkan tingkat arus informasi serta jumlah dan

intensitas hubungan dan komunikasi antara orang-orang. Dengan lebih banyak orang yang

memiliki beragam perspektif dan partisipasi, keputusan yang dibuat akan memberikan hasil

yang lebih baik; Oleh karena itu, hipotesis kedua ini mengusulkan bahwa partisipasi RN yang

lebih besar dalam pengambilan keputusan akan berhubungan dengan prevalensi yang lebih

rendah atas masalah perilaku penduduk, penggunaan sabuk pengaman, komplikasi imobilitas,

dan patah tulang. Kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan akan mendorong

interkoneksi dan akan meningkatkan arus informasi, yang akan mempengaruhi efektifitas

organisasi. Hipotesis ketiga ini menyatakan bahwa nilai kepemimpinan orientasi pada

hubungan yang lebih tinggi akan berhubungan dengan prevalensi yang lebih rendah pada

masalah perilaku penduduk, penggunaan sabuk pengaman, komplikasi imobilitas, dan patah

tulang. Formalisasi yaitu terdapat jumlah kontrol, aturan, dan peraturan yang biasa digunakan

di rumah-rumah jompo. Karena tingginya tingkat regulasi yang melekat dalam sistem,

formalisasi dapat memiliki efek menekan organisasi itu sendiri, karena kurangnya

keragaman, koneksi, dan arus informasi. Yang mengarah ke hipotesis keempat, bahwa

formalisasi yang rendah akan berhubungan dengan hasil perawatan pasien yang lebih baik.

Page 7: Complexity Leadership

Perilaku manajemen diamati dan hasil pasien diukur pada 164 panti jompo. Keseluruhan

praktek empat manajemen dan hasilnya pada penduduk diukur dan didukung dengan adanya

pengaruh praktek manajemen untuk setidaknya satu dari empat penduduk, yang menunjukkan

bahwa praktek manajemen yang mampu memfasilitasi diri organisasi akan menyebabkan

hasil pasien yang lebih baik.

Pentingnya model ini adalah kemampuan untuk melayani sebagai kerangka kerja

untuk membahas pengaruh positif dalam pengelolaan praktek yang terbaik pada hubungan

staf dan, pada gilirannya, pada baik bagi perawatan pasien. Budaya panti jompo pada

umumnya lebih otoriter dan dibatasi adanya aturan-aturan dan regulasi, dan Anderson

menunjukkan bahwa kita harus bergerak dari pendekatan otoriter menjadi kurang otoriter

mungkin akan mengurangi formalisasi, tetapi akan mendorong hasil yang lebih baik di panti

jompo.

Praktek Model Manajemen Keperawatan ini didasarkan pada konsep ilmu

kompleksitas yang memunculkan kualitas melalui interaksi lokal. Praktek manajemen

keperawatan yang memfasilitasi aliran informasi baru, koneksi, dan keragaman kognitif yang

paling efektif.

Pentingnya pekerjaan Anderson adalah bahwa hal itu dapat diterapkan di semua

fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini menggambarkan bagaimana pemahaman seorang

pemimpin tentang konsep sistem adaptif kompleks yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kepemimpinan dan juga lingkungan kerja melalui praktek pengelolaan terbaik.

Model ini berisi aspek yang lebih padat, juga terukur ke dalam abstrak ilmu pengetahuan, dan

berfungsi sebagai suatu alat yang berharga bagi para pemimpin keperawatan di semua tingkat

dan spesialisasi perawatan kesehatan.

SISTEM MIKRO

Berbasis di Dartmouth-Hitchcock Medical Center, Nelson dan rekan (2002) menggunakan

teori ilmu kompleksitas untuk mempelajari peningkatan kualitas dalam unit klinis dengan

kinerja tinggi. Dua puluh unit perawatan klinis dipelajari untuk menemukan ide-ide mengenai

praktek terbaik dan karakteristik di dalam unit-unit yang berkaitan dengan kinerja tinggi.

Kebutuhan untuk studi tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa pengalaman pada setiap

pasien bervariasi. Anggota staf dapat bekerja sama atau tidak; unit mungkin dalam situasi

kusut atau sedang berjalan lancar; Informasi mungkin ada atau tidak tersedia dan mengalir

secara tepat waktu atau tidak tepat waktu; unit dapat membantu atau kurang membantu dalam

hal birokrasi; berbagai unit dapat dihubungkan bersama-sama atau terputus-putus; dan pasien

Page 8: Complexity Leadership

mungkin akan mendapatkan perawatan yang berkualitas tinggi, sensitif, dan efisien atau

malah perawatan yang berbahaya, mahal, boros, dan mungkin mematikan. Penelitian ini

dihasilkan sebagai bagian dari penulisan Institute of Medicine yang diterbitkan Crossing the

Quality Chasm (2001).

Tiga asumsi tentang sistem perawatan kesehatan adalah:

• Sistem yang lebih besar adalah makrosistem, yang terdiri dari sistem yang lebih kecil,

yaitu Mikrosistem.

• Sistem yang lebih kecil merupakan produsen garis depan dari kualitas, keamanan, dan

biaya.

• Makrosistem tidak lebih baik dari Mikrosistems. Setiap unit kecil tertanam dalam unit

yang lebih besar seperti pada konfigurasi fraktal, setiap unit komponen yang lebih kecil

merupakan bagian dari sistem yang lebih besar.

Sebuah Mikrosistem didefinisikan sebagai "Sekelompok kecil orang yang bekerja

bersama-sama secara teratur untuk memberikan perawatan kepada sub-populasi pasien.

Memiliki tujuan dan bisnis klinis, proses yang saling terkait dan lingkungan informasi

bersama, serta menghasilkan hasil kinerja. Mikrosistem berkembang dari waktu ke waktu dan

sering tertanam didalam organisasi yang lebih besar. Mereka adalah sistem adaptif yang

kompleks dan dengan demikian mereka memenuhi kebutuhan staf internal dan

mempertahankan diri mereka dari waktu ke waktu sebagai unit klinis" (IOM, 2001, hal. 474).

Mikrosistem kesehatan adalah lingkungan lokal di mana pasien, penyedia, staf

pendukung, dan proses informasi datang bersama-sama untuk memberikan perawatan.

Mikrosistem dapat terhubung dengan erat atau longgar, mulus atau bahkan terputus-putus.

Beberapa hambatan yang mempengaruhi kinerja dan koneksi dengan Makrosistem adalah

kompartementalisasi, departementalisasi, dan perbedaan disiplin profesional yang

menghambat alih-alih memfasilitasi pekerjaan sehari-hari. Mikrosistem dengan berbagai

kegiatan dan melekatnya dengan sistem lain dipengaruhi oleh peraturan baik itu dari segi

lingkungan budaya, sosial, dan politik. Ini adalah sebuah sistem adaptif kompleks yang

berkembang dari waktu ke waktu.

Penelitian untuk studi Nelson termasuk wawancara, observasi langsung, survei, dan

juga adanya review dari catatan. Ditemukan satu set umum yakni sembilan karakteristik

keberhasilan: kepemimpinan, budaya, dukungan makroorganisasi, fokus pasien, fokus staf,

saling ketergantungan dari tim asuhan, informasi dan teknologi informasi, perbaikan proses,

dan pola kinerja. Gambar 4-4 menunjukkan Model Mikrosistem, dan Tabel 4-1 mengulas

Page 9: Complexity Leadership

karakteristik keberhasilan dan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Lihat Kasus untuk

Kompleksitas pada halaman 62.

Nelson dan rekan menyarankan lima tindakan pemimpin yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kapasitas Mikrosistem untuk melakukan perbaikan:

• Mencapai hasil Mikrosistem yang unggul dengan fokus pada pencapaian hasil yang

terpenting, kemudian menghubungkan ke Mikrosistem lain untuk memenuhi kebutuhan pada

pasien, masyarakat, dan kebutuhan bisnis.

• Gunakan aturan sederhana dengan metrik terkait untuk mengevaluasi keberhasilan dan

memberikan umpan balik secara teratur untuk mengukur kinerja.

• Mengintegrasikan informasi dengan merancang lingkungan dengan adanya informasi yang

mendukung pekerjaan masing-masing Mikrosistem untuk menyimpan biaya yang efektif,

perawatan yang berkualitas tinggi dan membuat interoperabilitas dengan Mikrosistem.

• Berkomunikasi tentang misi secara jelas dan menarik tujuan serta struktur organisasi untuk

mempromosikan dan mengenali kinerja yang handal, keterkaitan antara masing-masing

Mikrosistem, serta memperkuat inovasi dan kinerja yang handal.

• Desentralisasi akuntabilitas antara Mikrosistem dan orang-orang yang memiliki kapasitas

pengambilan keputusan untuk melakukan proses perawatan pasien, juga memberikan

dukungan pusat untuk Mikrosistem di seluruh organisasi (Nelson, Batalden, Huber, et al.,

2002).

KASUS UNTUK KOMPLEKSITAS

Dalam periode 18 bulan, tiga tim interdisipliner Sistem Kesehatan Elliot di Manchester, New

Hampshire, berpartisipasi dalam sesi pelatihan bulanan untuk Mikrosistem klinis: pusat rasa

sakit, unit endoskopi, dan tim pencegahan luka ulkus. Tim termasuk orthopaedi, RNS, asisten

perawat, terapis fisik, staf sekretariat, dan analis data. Satu MD dan satu RN menjabat

sebagai pemimpin utama.

Sebuah Mikrosistem klinis yaitu "sekelompok kecil orang-orang yang bekerja

bersama-sama secara teratur untuk memberikan perawatan kepada sub-populasi pasien."

Pendekatan Mikrosistem klinis bekerja pada dua tingkatan. Pertama, untuk tingkat lapangan

yang berperan pada disiplin ilmu, yang menyediakan tim struktur untuk bagaimana bekerja

bersama-sama, seperti:

• Sebuah format khusus untuk pertemuan

• Proses perbaikan yang diawali dengan penilaian tujuan, pasien, profesional, proses, dan

pola dari Mikrosistem

Page 10: Complexity Leadership

• Template untuk menyatakan tujuan global yang terukur dan spesifik

Kedua, mengajarkan keterampilan perbaikan dalam tim untuk menilai dan mengubah

praktek klinis mereka, misalnya, pemetaan aliran nilai, diagram tulang ikan, diagram alur,

rencana aksi. Tim ini bukanlah komite yang terfokus pada masalah. Mereka adalah tim

praktek kolaboratif yang bertemu setiap minggu untuk mengevaluasi, merenungkan, dan

meningkatkan praktek mereka sebagai satu unit.

Studi kasus ini menyangkut pada pusat rasa sakit, yang mendesain ulang program

manajemen nyeri interdisipliner (IPMP) untuk keperluan akreditasi. Pusat tidak memiliki

hasil untuk efektivitas program karena tidak memasukkan definisikan. Ia tidak memiliki

standar untuk mengukur status pasien sebelum masuk. IPMP juga tidak memiliki struktur

yang jelas yang merubah status rawat pasien. Tujuan pertama adalah untuk mengidentifikasi

kriteria berbasis bukti untuk melihat bahwa pasien telah sesuai dengan program dan proses

standar yang masuk sejak waktu rujukan awal sehingga tim review mendapatkan kesesuaian

pasien baru/ cocok dengan program tersebut. Pusat nyeri dikembangkan sebagai berikut:

1. Meningkatkan 90% jumlah kontak baru yang akan dihubungi untuk menjadwalkan janji

dalam waktu 24-48 jam setelah menerima rujukan; harus diselesaikan pada tanggal 1 Juni

2009.

2. Meningkatkan 90% jumlah janji yang dijadwalkan dalam waktu 10 hari kerja dari kontak

dengan pasien awal; harus diselesaikan pada tanggal 1 Juni 2009.

3. Melakukan desain proses yang jelas, dengan kriteria yang jelas, untuk membuktikan 100%

pasien telah sesuai dengan IPMP; harus diselesaikan oleh 1 Juli 2009.

Mikrosistem pelatihan klinis telah berhasil. Tim telah berusaha untuk mendesain

ulang IPMP selama 2 tahun sebelum pelatihan; dengan pelatihan, tim mampu mencapainya

dalam 9 bulan. Tim mulai menggunakan proses dan kriteria yang baru dalam

mengaplikasikannya pada pasien. Hal ini melibatkan perubahan proses mulai dari front office

dan pada kunjungan awal serta mengembangkan struktur serta proses dari tim review klinis

yang baru. Anggota tim bertemu setiap minggu untuk meninjau setiap grafik, menghabiskan

3 menit per bagan untuk membuat keputusan yang masuk. Tim akan terus bertemu selama

IPMP terjadi. Tujuan baru adalah merancang proses untuk mengelola perkembangan pasien

melalui IPMP dan mengidentifikasi kriteria debit. Hal ini akan melibatkan pengembangan

sistem komunikasi antar dokter dari berbagai disiplin ilmu yang melihat pasien di lokasi yang

berbeda. Salah satu anggota tim mengatakan, "keterampilan dan kekuatan kami sebagai

sebuah tim telah berkembang pesat sepanjang perjalanan ini."

Kathleen M. Thies, PhD, RN; Gerard Hevern, MD; Jill St. Jean, RN

Page 11: Complexity Leadership

Dua pimpinan perawat dari generasi yang berbeda mengakui dan menulis tentang paradoks

yang ada di dalam kepemimpinan keperawatan, salah satu konsep sulit untuk dipahami atau

dilakukan di dalam kepemimpinan. Clifford dan Tregunno mengartikulasikan fenomena

tersebut dengan baik.

The Paradox dari Kontrol/ Pengendalian Manajerial dan Otonomi Profesi

Sementara wakil presiden keperawatan Rumah sakit Beth Israel di Boston, Joyce Clifford

(1981) memperkenalkan paradoks konflik dan akuntabilitas di dalam birokrasi profesi.

Clifford menjelaskan secara klise ketika memakai dua topi sebagai dilema nyata yang biasa

dihadapi oleh perawat sehari-hari, yaitu: akuntabilitas manajer dan akuntabilitas profesi. Ia

percaya bahwa para pimpinan perawat dapat menghargai baik itu mempertahankan identitas

sebagai perawat profesional, memonitoring dan melakukan evaluasi praktek terhadap

orientasi rekan-kelompok satu profesi, menanggapi kebutuhan pasien, dan memberikan

kesempatan bagi perawat untuk berlatih secara profesional (bukan hanya menahan mereka

untuk menyelesaikan tugas-tugas yang ada).

Clifford melihat pelaksanaan keperawatan primer sebagai cara untuk

memprofesionalkan keperawatan, mendistribusikan kepemimpinan, dan masih memenuhi

tanggung jawab manajemen klasik. Dia membayangkan hasil positif akan menjadi tanggung

jawab bersama, adanya rasa menghargai, dan tercipta rasa kepercayaan di kalangan profesi.

Hal ini sangat penting untuk melihat bagaimana pemikiran dan pendekatan Clifford tentang

kepemimpinan akan menunjukkan citra diri dan pemahaman organisasi tentang bagaimana

organisasi dan departemen keperawatan yang sebenarnya begitu rumit, sistem adaptif.

Clifford menggunakan kepemimpinan kompleksitas untuk mengimplementasikan

keperawatan yang profesional.

Paradoks dalam Akuntabilitas Manajer Perawat

Paradox merupakan bagian dari sistem adaptif kompleks yang merupakan sifat dari sistem itu

sendiri. Jika hal-hal baru dan variasi tak ada habisnya muncul karena adanya turbulensi, maka

akan muncul paradoks dua kondisi di saat yang sama; misalnya, stabilitas dan instabilitas.

Dengan paradoks, dua kondisi ini suatu hal yang benar, bukan sebuah kontradiksi atau hal

yang berlawanan. Tregunno dan Zimmerman (2008) mengidentifikasi tiga paradoks

akuntabilitas yang dihadapi oleh manajer perawat. Mereka mengusulkan bahwa diperlukan

pendekatan baru untuk mengevaluasi akuntabilitas manajer perawat yang diperlukan dalam

Page 12: Complexity Leadership

ilmu kompleksitas. Manajer keperawatan menghadapi tiga bidang ketegangan (paradoks) di

dalam melakukan peran mereka, yaitu: (1) efisiensi dan efektivitas, (2) tugas dan hubungan,

(3) stabilitas dan perubahan.

Efisiensi dan Efektivitas

Manajer Perawat bekerja setiap hari yang banyak berhubungan dengan input dan output

sumber daya klinis. Terdapat tekanan untuk melakukan lebih banyak dengan keadaan yang

kurang mendukung. Perawat bertanggung jawab untuk memanipulasi tingkatan staf,

menggabungkan keterampilan, dan proses perawatan pasien untuk menciptakan efisiensi,

sementara di saat yang sama harus mampu memberikan asuhan keperawatan berbasis bukti

yang efektif dan sesuai dengan berbagai standar, peraturan profesi, dan juga ruang lingkup

praktek keperawatan.

Tugas dan Hubungan

Manajer Perawat hidup dalam ketegangan untuk melakukan dan menjadi seseorang yang

akuntabel dalam memenuhi kedua tugasnya (dalam hal pengetahuan dan kompetensi) serta

dalam aspek relasional asuhan keperawatan dan juga kepemimpinan. Sementara di bidang

kesehatan pengaturan tersebut dapat dilihat sebagai dua akuntabilitas yang terpisah, dimana

keduanya dibutuhkan sebagai keseimbangan agar peran manajemen tercapai.

Stabilitas dan Perubahan

Hal ini merupakan paradoks dimana manajer perawat harus mampu berinovasi dan

beradaptasi namun tetap menjaga semua hal tetap dalam jalurnya dan dapat diprediksi.

Perubahan dan kontinuitas saling melengkapi. Energi yang mendorong perubahan harus

terkandung dalam pedoman yang aman untuk dilakukan. Tantangan yang dihasilkan dengan

adanya paradoks akuntabilitas ini adalah bagaimana cara mengevaluasi bahwa akuntabilitas

ini telah terpenuhi. Tregunno dan Zimmerman mengusulkan bahwa diperlukan dua jenis

evaluasi yang disesuaikan dengan sisi spesifik dari setiap paradoks. Evaluasi sumatif rasional,

linear, dan mengatur-tujuan, dengan hubungan yang linear antara proses input dan output,

dan didasarkan pada protokol serta pengumpulan data yang hati-hati/ teliti. Evaluasi sumatif

merupakan hal yang efektif untuk melihat paradoks akuntabilitas manajer dari segi efisiensi,

tugas, dan stabilitas. Evaluasi sumatif membutuhkan kejelasan, yang tidak akan

memunculkan adanya deskripsi, kejutan, maupun kemampuan dalam merespon sesuatu yang

Page 13: Complexity Leadership

tidak terduga. Teknik kuantitatif tradisional menilai keberhasilan yang ada berdasarkan

tujuan konkrit sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dan disetujui.

Untuk sisi lain dari paradoks ini, yaitu (efektivitas, hubungan, dan perubahan),

evaluasi perkembangan kerangka kerja/ framework dapat menangkap akuntabilitas dengan

lebih baik. Evaluasi perkembangan sesuai dengan paradigma kompleksitas karena adanya

fokus dalam jangka pendek, hasil yang diinginkan serta peluang jangka panjang yang

mungkin muncul. Terdapat perhatian pada pola-pola yang muncul, dan adanya hasil yang tak

terduga. Koneksi dan hubungan penting agar orang dapat belajar untuk bersikap terbuka dan

menerima bahwa mereka tidak memiliki kontrol penuh terhadap hasil yang akan didapat.

Pendekatan evaluasi perkembangan memperhitungkan inovasi, peristiwa tak terduga,

keterbukaan terhadap kemungkinan muncul, dan belajar dari umpan balik yang ada sehingga

akan memengaruhi dan menginformasikan tindakan yang sesuai di masa depan. Tabel 4-2

secara kontras mengevaluasi perkembangan sumatif beserta dengan contoh-contohnya.

MODEL MAGNET

Meskipun awalnya tidak dikembangkan sebagai model kompleksitas, ANCC Model Program

Magnet Recognition (Gambar. 4-5) dapat digambarkan termasuk sebagai ilmu kompleksitas.

Ketika rumah sakit dan departemen keperawatan tiba di akhir perjalanan Magnet, jika

berhasil (atau bahkan jika tidak sepenuhnya berhasil), maka mereka akan melihat bahwa telah

mencapai tujuan dengan tindakan dan kegiatan yang berbasis kompleksitas atau tidak.

Dengan status Magnet, mereka telah menjadi organisasi yang sesuai dengan organisasi dan

matriks kepemimpinan (dijelaskan dalam Bab 3) untuk kuadran 4: kepemimpinan

kompleksitas yang kongruen di dalam organisasi kompleksitas.

Model Magnet memiliki hasil empiris di tengahnya. Keempat komponen-

transformasional lainnya yaitu kepemimpinan; pemberdayaan yang terstruktur; praktek

profesional yang teladan; dan pengetahuan baru, inovasi, dan semua perbaikan dapat dicapai

dengan kegiatan yang berdasarkan karakteristik ilmu kompleksitas.

The Magnet Chief Nursing Officer/ Kepala Perawatan Petugas Magnet (CNO) adalah

seorang pemimpin transformasional yang jelas terlihat dan dapat diakses oleh siapa saja serta

menggunakan hubungan yang ada untuk mengadvokasi perawat dalam organisasi pada semua

tingkatan dan pada semua disiplin ilmu. CNO ini mengembangkan struktur, proses, dan

harapan terhadap masukan dan keterlibatan dari para staf perawat. Perawat di semua tingkat

organisasi harus melihat dan menyadari bahwa suara mereka didengar, masukan juga

dihargai, dan prakteknya didukung. Terdapat kebebasan atas informasi dan hubungan yang

Page 14: Complexity Leadership

berbasis komunikasi merupakan bagian dari Magnet dan kualitas kepemimpinan

kompleksitas.

Komponen pemberdayaan terstruktur meneunjukkan model paradigma yang

kompleks. Hal ini merupakan panggilan untuk lingkungan Magnet yang umumnya datar,

fleksibel, dan ter desentralisasi. Perawat dihargai dalam pengambilan keputusan pada struktur

pemerintahan sendiri.

Komponen praktek profesi yang berteladan didorong dengan adanya kolaborasi

interdisipliner. Praktek profesi memastikan bahwa perawat memiliki otonomi dan kontrol

atas diri mereka sendiri di dalam melakukan praktek, staffing, dan penjadwalan.

Pengetahuan yang baru, inovasi, dan komponen peningkatan mengakui bahwa

organisasi tidak bisa hanya diam saja tetapi harus terus menerus mencharge praktek ke

tingkat yang lebih tinggi. "Menetapkan cara-cara baru untuk mencapai kualitas perawatan

yang tinggi, efektif juga efisien adalah hasil dari kepemimpinan transformasional,

pemberdayaan struktur serta adanya proses dan praktek profesi yang berteladan dalam

keperawatan" (ANCC, 2008, hal. 50).

Organisasi Magnet adalah suatu lingkungan yang diciptakan untuk organisasi itu

sendiri, dimana kepemimpinan didistribusikan, terdapat arus informasi yang bebas, dan

koneksi di semua tingkatan, serta tindakan otonom pada titik lokal di tingkat pelayanan.

Seorang CNO harusnya merenungkan untuk memulai perjalanan Magnet sehingga dapat

melayami dengan baik dengan berusaha untuk memenuhi peran sebagai pemimpin

kompleksitas.

RINGKASAN

Semua hal ini menyimpulkan tentang Unit Satu, yang memperkenalkan dan menjelaskan

tentang Model Kepemimpinan Kompleksitas sebagai framework untuk teks/ buku ini. Model

komponen pertama, yaitu pengetahuan tentang sistem adaptif kompleks, yang disajikan

sebagai landasan teoritis yang diperlukan untuk pembelajaran tentang organisasi dan untuk

mengembangkan perspektif kompleksitas. Bab 2 berisi beberapa latar belakang sejarah dan

konsep mengenai ilmu kompleksitas. Bab 3 untuk penerapannya dalam organisasi, dan Bab 4

menjelaskan aplikasi kontemporer dasar tentang kompleksitas.

Unit Dua fokus pada kepemimpinan, komponen kedua dari Model Kepemimpinan

Kompleksitas. Bab 5 berkaitan dengan sejarah dan teori tentang kepemimpinan. Bab 6

bergerak ke model kepemimpinan kontemporer yang memberikan perspektif mengenai

Page 15: Complexity Leadership

kompleksitas kepemimpinan. Bab 6 dan 7 didedikasikan untuk pengetahuan dan intervensi

yang mendukung pemimpin kompleksitas.

PERTANYAAN UNTUK REFLEKSI DIRI

1. Apakah Anda tahu bagaimana mengenali situasi dimana tidak memerlukan diskusi

kelompok yang luas?

2. Ketika merakit sebuah kelompok kerja atau gugus tugas, apakah Anda memilih orang-

orang yang berpikir dan bertindak seperti Anda, atau apakah Anda mencari suatu keragaman?

Manakah yang lebih nyaman?

3. Apakah Anda cenderung menjadi sangat direktif/ menuntut ketika terdapat jawaban atas

masalah yang tidak jelas atau ketika terjadi ketidaksepakatan?

4. Identifikasi satu paradoks di dalam pekerjaan Anda. Jelaskan paradoks ini dan bagaimana

Anda menerima dan bekerja dengan hal tersebut.

4-1 LATIHAN BERPIKIR KRITIS

Asumsi dalam pemikiran kepemimpinan kompleksitas adalah ketika kualitas hubungan

mempengaruhi kualitas hasil perawatan pada pasien. Hal ini sulit untuk mencari pembenaran

sampai keperawatan yang ada saat ini dan juga adanya profesi kesehatan yang melakukan

penelitian. Pilihlah model yang disajikan dalam bab ini, dan tulislah sebuah contoh yang

mengaplikasikan praktek model kepemimpinan ke dalam situasi kepemimpinan di organisasi

kesehatan, dan tunjukkan bagaimana meningkatkan perawatan pada pasien.

4-2 PEMIKIRAN KRITIS DALAM KASUS KOMPLEKSITAS

Di sebuah rumah sakit umum, seorang ahli bedah ortopedi meminta manset tekanan darah

sekali pakai untuk setiap jumlah sendi pada setiap saat pasien masuk, menghindari resiko

tertular infeksi nosokomial. Bukti infeksi yang disebabkan oleh transmisi dari peralatan yang

terkontaminasi sangat minim, meskipun literatur mengenai munculnya infeksi sangat banyak.

Key players (intisari/ kunci) diidentifikasi dan dilakukan pada sesi brainstorming. Peserta

terdiri dari perwakilan pengendalian infeksi, manajemen resiko, jasa lingkungan, manajemen

material, dan juga bagian keperawatan. Dokter bedah memilih untuk tidak hadir tapi tetap

diberitahu tentang hasil pertemuan kelompok tersebut.

Pada pertemuan awal, permintaan dokter bedah telah disampaikan kepada kelompok.

Meskipun semua orang setuju dengan konsep yang diajukan, tidak ada yang sepakat bahwa

menggunakan manset tekanan darah adalah solusi terbaik. Apa yang akan memenuhi

Page 16: Complexity Leadership

kebutuhan dari ahli bedah dan, yang paling penting, keselamatan pasien? Beberapa ide yang

disajikan termasuk dengan menangani semua peralatan medis bersama, menegakkan

kebijakan dan prosedur 68 tentang bagaimana membersihkan peralatan, menggunakan manset

yang dapat digunakan kembali, atau membeli manset sekali pakai. Setelah banyak

perdebatan, termasuk biaya dan dampak lingkungan dari pemakaian manset tekanan darah,

maka dilakukan konsensus dengan menguji populasi kecil pasien dengan manset yang dapat

digunakan kembali. Semua pasien bedah diberi manset yang dapat digunakan kembali dengan

ukuran yang tepat juga telah ditandai dengan inisial departemennya. Manset ini digunakan

oleh pasien selama perioperatif. Bila tidak digunakan, disimpan pada bedrail untuk

memudahkan akses pasien. Setelah pasien dipulangkan, manset ditempatkan dalam sebuah

wadah dan diambil oleh anggota staf dari departemen pusat steril. Manset dibersihkan dengan

larutan antiseptik dan kembali ke departemen yang tepat.

Hasilnya positif dan, setelah 6 bulan, unit keperawatan yang tersisa juga menerapkan

proses ini. Setiap departemen membeli manset sendiri dan menempatkan nama departemen

pada manset tersebut. Jika seorang pasien dipindahkan ke unit lain, manset akan tetap

mengikuti pasien. Setelah pasien dipulangkan, manset dibersihkan secara manual dan

kembali ke lokasi semula.

Pasien menyatakan kepuasan mereka dengan menerima sendiri manset tekanan darah

mereka. Ahli bedah juga merasa senang bahwa kebutuhan pasien terpenuhi. Staf juga puas.

Mereka senang bahwa setiap pasien memiliki ukuran manset yang tepat tersedia bila

diperlukan. Inisiatif perbaikan proses secara keseluruhan berhasil.

Denise Timberlake, RN, BSN, CNOR, perioperatif Perawat Manajer 4-3

4-3 PERTANYAAN BERPIKIR KRITIS

Lihat Matrix Stacey. Jelaskan bagaimana kasus di atas mencontohkan teori di balik matriks

serta konsep kompleksitas lainnya.