Post on 09-Jul-2016
description
TUGAS KEPANITRAAN KLINIK
OLEH:NURALISA SAFITRI
18122006
PEMBIMBING: drg. Billy Sujatmiko, Sp.KG
BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRI
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN2015
1. Apa yang dimaksud Lesi D1-D6?
Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan
larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email
dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari
substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya
terjadi kavitas.
Lesi D1-D6 merupakan klasifikasi dari karies gigi. Adapun beberapa
klasifikasi Karies Menurut ICDAS:
a. D1, merupakan suatu lesi dini yang terlihat adanya lesi putih pada
permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan kering.
b. D2, merupakan suatu lesi yang terlihat adanya lesi putih pada permukaan
gigi pada saat gigi dalam keadaan basah.
c. D3, terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi.
d. D4, lesi email lebih dalam dengan tampaknya bayangan gelap dentin atau
lesi sudah menyerang bagian Dentino Enamel Junction (DEJ).
e. D5, lesi telah menyerang dentin.
f. D6, lesi sudah mencapai pulpa.
2. Jelaskan proses terjadinya karies dari mulai gigi sehat hingga gigi dicabut!
Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi, substrat,
mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan
glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam (H+) sehingga
pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 3-5 menit. Penurunan pH yang
berulang-ulang dalam waktu tertentu mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi
(Kidd, 2012).
Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak
terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa sel
jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula-mula
terbentuk, agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat, tempat bertumbuhnya bakteri
(Suryawati, 2010).
Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa (gula) dari
sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi
asam (H+) laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan
menyebabkan demineralisasi email yang berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-
lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum
sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam
proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi
sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang
makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai, yang terlihat hanya
lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan
membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima
(lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin
merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi,
bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat
lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin
partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Suryawati, 2010).
Patofisiologi karies gigi menurut Miller, Black dan William adalah awalnya
asam (H+) terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan bakteri dalam plak (kokus). Gula
(sukrosa) akan mengalami fermentasi oleh bakteri dalam plak hingga akan terbentuk
asam (H+) dan dextran. Desxtran akan melekatkan asam (H+) yang terbentuk pada
permukaan email gigi. Apabila hanya satu kali makan gula (sukrosa), maka asam (H+)
yang terbentuk hanya sedikit. Tapi bila konsumsi gula (sukrosa) dilakukan berkali-kali
atau sering maka akan terbentuk asam (H+) hingga pH mulut menjadi ±5 (Chemiawan,
2004).
Asam (H+) dengan pH ±5 ini dapat masuk ke dalam email melalui ekor enamel
port (port d’entre). Tapi permukaan email lebih banyak mengandung kristal fluorapatit
yang lebih tahan terhadap serangan asam (H+) sehingga asam (H+) hanya dapat melewati
permukaan email dan akan masuk ke bagian bawah permukaan email. Asam (H+) yang
masuk ke bagian bawah permukaan email akan melarutkan kristal hidroksiapatit yang
ada.
Apabila asam (H+) yang masuk kebawah permukaan email sudah banyak, maka
reaksi akan terjadi berulang kali. Maka jumlah Ca yang lepas bertambah banyak dan
lama kelamaan Ca akan keluar dari email. Proses ini disebut dekalsifikasi, karena proses
ini terjadi pada bagian bawah email maka biasa disebut dekalsifikasi bagian bawah
permukaan.
Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna putih
mengkilat pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Apabila karies terus
berlanjut, maka white spot akan berubah menjadi kavitas pada email. Jika proses karies
terus berlanjut, kavitas akan semakin dalam mencapai dentin bahkan pulpa. Pulpa vital
yang terekspos akibat karies akan menimbulkan rasa sakit semalaman dan lama
kelamaan dapat menyebabkan nekrosis pulpa jika gigi tidak dirawat. Sebelum karies
mencapai pulpa, gigi sebaiknya direstorasi tetapi jika karies telah mencapai pulpa
dilakukan perawatan saluran akar (PSA). Apabila pulpa sudah nekrose dan gigi tidak
memiliki cukup jaringan keras (sisa akar) untuk di restorasi, langkah terakhir adalah
pencabutan (ekstraksi) gigi.
3. Jelaskan perjalanan impuls saraf dari gigi ke otak, hafalakan!
Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus cranial ke-V
atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah orofacial,
selain saraf trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf cranial ke-VII, ke-XI,
ke-XII.
NERVUS MAKSILA
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila,
palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan
bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini
kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior,
nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus
alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris
superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian medial,
nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal
serta molar II dan molar III.
NERVUS MANDIBULA
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus
alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi
molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan
sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang
membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan
mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini
juga memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal
di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini memanjang dari
caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan
memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus
mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot
mylohyoid dan memasuki mandibula melalui foramen kecila pada kedua sisi midline.
Pada beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral
dan ligament periodontal.
Secara ringkas :
Serabut saraf yang terapat pada gigi baik rahang atas dan rahang bawah juga pada mata
terhubung melalui saraf trigeminus ( nervus V/ganglion gasseri).
N.V1 Cabang Opthalmicus
N.V2 Cabang Maxillaris
N.V3 Cabang Mandibula
Cabang maxillaris (rahang atas) dan mandibularis (rahang bawah) penting pada
kedokteran gigi.
• Cabang maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan
gingiva.
• Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah, dan
gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke
soket di mana gigi tersebut berasal.
Nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang
maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal
dari cabang mandibularis nervus trigeminus.
CABANG MAXILLARIS MEMPERSARAFI :
PALATUM
Membentuk atap mulut dan lantai cavum nasi.
Terdiri dari :
o PALATUM DURUM
Terdapat tiga foramen:
– foramen incisivum pada bidang median ke arah anterior
– foramina palatina major di bagian posterior dan
– foramina palatina minor ke arah posterior
Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum),
mempersarafi gigi anterior rahang atas. Bagian belakang palatum: N. Palatinus
Majus (keluar dari foramen palatina mayor), mempersarafi gigi premolar dan
molar rahang atas.
o PALATUM MOLAE
N. Palatinus Minus (keluardari foramen palatina minus), mempersarafi seluruh
palatina mole.
PERSARAFAN DENTIS DAN GINGIVA RAHANG ATAS
o Permukaan labia dan buccal :
N. alveolaris superior posterior, medius dan anterior
Nervus alveolaris superior anterior, mempersarfi gingiva dan gigi anterior
Nervus alveolaris superior media, mempersarafi gingiva dan gigi premolar
dan molar I bagian mesial
Nervus alveolaris superior posterior, mempersarafi gingiva dan gigi molar I
bagian distal, molar II dan molar III
o Permukaan palatal : N. palatinus major dan nasopalatinus
o Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum),
mempersarafi gingiva dan gigi anterior rahang atas
o Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen palatina
mayor), mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar rahang atas.
CABANG MANDIBULARIS :
PERSARAFAN DENTIS
Dipersyarafi oleh Nervus Alveolaris Inferior, mempersarafi gigi anterior dan
posterior gigi rahang bawah
PERSARAFAN GINGIVA
Permukaan labia dan buccal :
• N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah
• N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari foramen Mentale
Permukaan lingual :
• N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi anterior dan
posterior rahang bawah
4. Jelaskan mengenai :
a. White spot/ lesi putih: Proses awal terjadinya lubang gigi yang timbul akibat
pelepasan ion kalsium dan fosfat dari email gigi yang disebut dengan
demineralisasi namun pada fase ini permukaan gigi masih utuh. Bercak putih
(White spot) timbul akibat pelepasan ion kalsium dan fosfat dari email gigi
yang disebut dengan demineralisasi.
b. Iritasi pulpa: Iritasi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan enamel gigi
mengalami kerusakan sampai batas dentino enamel junction.
c. Karies email: Karies email merupakan karies yang terjadi pada permukaan
email gigi (lapisan terluar dan terkaras dari gigi), dan belum terasa sakit
hanya ada pewarnaan hitam atau cokelat pada email. Apabila keseimbangan
antara laju proses demineralisasi dengan remineralisasi berlanjut maka
permukaan lesi awal akan runtuh akibat dari pelarutan apatie yang sudah
melemah sehingga menghasilkan kavitas.
d. Karies dentin: Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang
gigi) atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi
biasanya terasa sakit bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan
manis.
e. Hiperemi pulpa: Hiperemi pulpa merupakan lanjutan dari iritasi pulpa.
Hyperemi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan dentin mengalami
kerusakan , terjadi sirkulasi darah bertambah karena terjadi pelebaran
pembuluh darah halus di dalam pulpa. Pulpa terdiri dari saluran pembuluh
darah halus, urat-urat syaraf,dan saluran lympe.
f. Pulpitis reversible: Inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dilenyapkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal.
Stimulus ringan atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau
atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodonsium yang
dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan pulpitis reversibel.
g. Pulpitis Irreversibel: Inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih walaupun
penyebabnya dihilangkan dan lambat atau cepat pulpa akan menjadi
nekrosis. Pulpa irreversible ini seringkali merupakan akibat atau
perkembangan dari pulpa reversible. Dapat pula disebabkan oleh kerusakan
pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur
operatif, trauma atau pergerakan gigi dalam perawatan ortodontic yang
menyebabkan terganggunya aliran darah pulpa.
h. Nekrosis Pulpa: Suatu perubahan morfologis yang menunjukkan kematian
sel pada jaringan pulpa.
i. Periodontitis: Peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi (=
jaringan periodontium). Yang termasuk jaringan penyangga gigi adalah gusi,
tulang yang membentuk kantong tempat gigi berada, dan ligamen
periodontal (selapis tipis jaringan ikat yang memegang gigi dalam
kantongnya dan juga berfungsi sebagai media peredam antara gigi dan
tulang)
5. Jelaskan kiretria diagnosisnya berdasarkan ICD 10!
Diagnosis
Pulpa
Keluhan
Utama
Riwayat
Gigi
Temuan
Radiografi
Tes
Elektrik Termal Perkusi Palpasi
Pulpa Normal
Pulpitis
Reversibel
Pulpitis
Irreversibel
Nekrosis Pulpa
Tidak ada
Sensitif
terhadap
dingin dan
panas
Sensitif yang
lama terhadap
dingin dan
panas
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri
Spontan
Variasi
Normal
Normal
Normal /
RLP
Normal /
RLP
R
R
TR
TR
RS
RSB
RLB
TR
TR
TR
TR
R
TR
TR
TR
TR
Kneterangan : RLP : radiolusen pada periapikal; R: ada respon; TR: tidak ada respon;
RS: respon singkat; RSB: respon singkat dan berlebihan; RLB: respon lama dan
berlebihan
Sumber : Goodell GG, Tordik PA, Moss HD. Pulpal and periradicular diagnosis. Nav
Dent School J; 2005: 27(9): 15-8.
6. Jelaskan mengenasi trepanasi!
Trepanasi merupakan bentuk tindakan bedah sebagai terapi abses periodontal
untuk mengeluarkan nanah dan gas gangren yang terbentuk. Tujuan trepanasi adalah
menciptakan drainase melalui saluran akar atau melalui tulang untuk mengalirkan secret
luka serta untuk mnegurangi rasa sakit. Jika timbul abses alveolar akut berarti infeksi
telah meluas dari saluran akar melalui periodontal apikalis sampai ke dalam tulang
periapeks. Perasaan sangat nyeri terutama bila ditekan pada keadaan ini untuk
menghilangkannya perlu segera dilakukan drainase atau trepanasi.
7. Jelaskan tentang oemberian analgetik dan antibiotik untuk pasien pada TM
1,2,3 dan periode laktasi 1,2!
Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat
atau farmakoterapi. Tujuan setiap terapi obat yang diresepkan selama kehamilan adalah
untuk menghindari reaksi obat yang merugikan baik pada ibu maupun janin.
Telah diketahui bahwa tidak satupun obat yang digunakan untuk merawat rasa
nyeri atau infeksi sepenuhnya tanpa risiko. Namun akibat yang ditimbulkan dari tidak
dirawatnya infeksi selama kehamilan melebihi risiko yang mungkin ditimbulkan oleh
sebagian besar obat-obatan yang dibutuhkan untuk perawatan gigi.
Pada masa kehamilan, obat-obatan sangat mudah diabsorbsi, oleh karena itu
dokter gigi harus sangat berhati-hati dalam memberi resep obat-obatan kepada pasien
hamil. Reaksi toksik , alergi atau hipersensitivitas yang terjadi pada wanita hamil dapat
mempengaruhi kesehatannya dan membatasi kemampuannya untuk menjalani
kehamilan. Efek obat yang merugikan secara spesifik terhadap kesehatan janin adalah
mencakup cacat kongenital, keguguran, komplikasi kelahiran, berat badan rendah dan
ketergantungan obat pasca lahir.
Food and Drug Administration atau FDA Amerika telah menetapkan lima
kategori untuk mengklasifikasikan obat berdasarkan risiko terhadap wanita hamil dan
janinnya. Kelima kategori ini memberikan pedoman untuk keamanan relatif obat yang
diresepkan bagi wanita hamil. Berikut ini kategori obat-obatan berdasarkan FDA.
1. Kategori A : Kategori ini meliputi obat-obatan dan bahan yang telah diuji melalui
penelitian terkontrol pada wanita. Penelitian tersebut menunjukkan tidak ada resiko
terhadap fetus selama semester pertama kehamilan dan kemungkinan bahaya
terhadap janin kecil.
2. Kategori B : Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa bahan ini tidak
beresiko terhadap janin, tetapi belum ada penelitian terkontrol yang telah dilakukan
pada manusia untuk memastikan kemungkinan efek samping terhadap janin.
Kategori ini juga meliputi obat-obatan yang telah menunjukkan efek samping pada
janin hewan, tetapi penelitian terkontrol pada manusia tidak diungkapkan adanya
resiko terhadap janin.
3. Kategori C : Penelitian pada hewan telah memperlihatkan bahwa obat ini mungkin
memiliki efek teratogenik dan/atau toksik terhadap embrio, tetapi belum dilakukan
penelitian terkontrol pada wanita. Suatu obat juga masuk ke dalam kategori ini bila
tidak ada penelitian terkontrol yang dilakukan pada manusia maupun hewan
4. Kategori D : Terdapat bukti risiko terhadap janin manusia, tetapi manfaatnya dalam
situasi tertentu, misalnya penyakit yang serius atau keadaan yang membahayakan
nyawa tanpa tersedia terapi alternatif lainnya, dapat membenarkan pemakaian obat-
obatan ini semasa kehamilan.
5. Kategori X : Penelitian pada hewan atau manusia telah memperlihatkan bahwa obat
ini menyebabkan perubahan pada janin atau telah menunjukkan bukti-bukti
peningkatan resiko terhadap janin, berdasarkan eksperimen pada hewan dan
manusia. Risiko terhadap janin melebihi segala manfaatnya.
Obat-obatan dalam kategori A dan B umumnya dianggap tepat untuk digunakan
selama kehamilan. Obat-obatan kategori C harus digunakan dengan peringatan, dan
obat-obatan kategori D dan X harus dihindari atau merupakan kontraindikasi. Obat-
obatan yang digunakan di kedokteran gigi seperti anestestikum lokal, analgesik,
antibiotik, antifungi dan obat-obatan lainnya biasanya memiliki waktu paruh metabolik
pendek yang diberikan untuk periode terbatas, oleh karena itu cenderung kurang
menyebabkan komplikasi selama kehamilan.
Berikut ini tabel anestetikum lokal yang aman dan tidak aman digunakan pada
masa kehamilan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan anestetikum lokal selama kehamilan
antara lain:
1. Penggunaan yang aman adalah anestetikum lokal dengan kadar rendah atau
tanpa epinefrin, sebab pada masa kehamilan biasanya terdapat komplikasi
kehamilan berupa peningkatan tekanan darah.
2. Untuk kategori anestetikum lokal yang aman (Tabel 1), maksimum penggunaan
adalah 2 karpul.
3. Hindari pemberian epinefrin pada pasien wanita hamil yang menderita
hipertensi. Gunakan 4% prilokain tanpa epinefrin (Citanest Plain) setelah
konsultasi dan mendapat keterangan dari obstetrisian pasien.
Pada kasus penanganan nyeri orofasial, kasus-kasus emergensi yang disertai rasa
nyeri ataupun terdapat potensi nyeri setelah dilakukannya perawatan, maka analgesik
diberikan untuk meredakan rasa nyeri tersebut. Idealnya, analgesik haruslah aman, tidak
memiliki efek samping, tidak invasif, penggunaannya sederhana dan onset serta offset
yang cepat.34 Analgesik yang paling sering digunakan pada masa kehamilan yaitu
asetaminofen (kategori B) dapat diberikan pada setiap trimester kehamilan.
Analgesik golongan opium tertentu seperti oksikodon, morfin, kodein atau
propoksifen digunakan secara hati-hati dan hanya jika diindikasikan. Penggunaan
analgesik opium yang berkelanjutan dan dosis yang tinggi akan berakibat retardasi
pertumbuhan dan perkembangan, risiko janin menderita cacat kongenital mutipel seperti
cacat jantung dan celah bibir atau palatum serta ketergantungan fisik.
Pada sebagian analgesik golongan opium kategori B pada akhir trimester ketiga
kehamilan menjadi kategori C/D, seperti kodein, hidrokodon dan oksikodon
dikontraindikasikan pada trimester ketiga karena dapat menyebabkan neonatal
respiratory depression dan ketergantungan opium. Meperidin (Demerol) dianjurkan
penggunaannya pada rasa nyeri yang sangat parah.
Aspirin (kategori C) harus dihindari pemakaiannya karena dapat menyebabkan
komplikasi persalinan dan perdarahan pasca melahirkan pada ibu. Anti-inflamasi
nonsteroid (AINS) hanya diberikan pada masa kehamilan jika diindikasikan. AINS
diberikan secara intermiten dengan dosis efektif yang paling rendah pada masa
kehamilan. Pada minggu ke-6 hingga minggu ke-8 prepartum, penggunaan AINS sudah
harus dihentikan. Aspirin dan AINS mempunyai mekanisme lazim menghambat sintesa
prostaglandin yang dapat menyebabkan konstriksi duktus arteriosus pada janin yang
mengakibatkan hipertensi pulmoner pada janin.
Berikut ini analgesik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa
kehamilan berdasarkan FDA.
Berikut ini antibiotik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa
kehamilan.
Obat-obatan lain seperti klorheksidin kumur, antifungi nistatin (kategori B) dan
klotrimazol (kategori C) aman diresepkan pada masa kehamilan. Klotrimazol,
ketoconazol, fluconazol (kategori C) sebaiknya dihindari pemakaiannya. Kortikosteroid
tergolong dalam FDA kategori C. Umumnya digunakan untuk mengobati berbagai
kondisi oral yang terinflamasi, untuk pasien wanita hamil biasanya diresepkan
kortikosteroid topikal misalnya obat kumur.