Post on 03-Feb-2018
TEKNOLOGI PENGOLAHAN BAHAN BAKAR
NABATI BERBASIS SELULOSA DAN
HEMISELULOSA (BIO-OIL)
1. Santiyo Wibowo, S.TP., M.Si 2. Djeni Hendra, M.SI 3. Rossi Margareth Tampubolon, S.si
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BOGOR, DESEMBER 2014
ii
TEKNOLOGI PENGOLAHAN BAHAN BAKAR NABATI BERBASIS SELULOSA DAN
HEMISELULOSA (BIO-OIL)
Bogor, Desember 2014
Mengetahui Ketua Kelti,
Djeni Hendra, M.Si.
NIP 19550108 198503 1 001
Ketua Tim Pelaksana
Santiyo Wibowo, STP, M.Si NIP 19730824 199903 1 003
Menyetujui
Koordinator,
Ir. Totok K. Waluyo, M.Si. NIP 19600506 198703 1 004
Mengesahkan Kepala Pusat,
Dr. Ir. Rufi’ie, MSc. NIP 19601207 198703 1 005
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
Abstrak ............................................................................................................... 1
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 2
A. Latar Belakang ................................................................................... 2
B Tujuan dan Sasaran ........................................................................... 3
C. Luaran ................................................................................................. 3
D. Hasil yang Telah Dicapai .................................................................... 3
E. Rumusan Masalah ............................................................................... 4
F. Ruang Lingkup ................................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
A. Bio-oil ................................................................................................. 6
B. Teknologi Pengolahan Bio-oil ............................................................. 7
C. Rumput Gelagah ................................................................................ 8
BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 9
A. Lokasi Penelitian ................................................................................. 9
B. Bahan dan Peralatan .......................................................................... 9
C. Prosedur Kerja ................................................................................... 9
D. Analisis Data ...................................................................................... 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 16
A. Analisa Proksimat Rumput Gelagah .................................................. 16
B. Penelitian Utama ............................................................................... 17
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
LAMPIRAN ........................................................................................................ 33
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sifat fisiko kimia rumput gelagah .......................................................... 16
Tabel 2. Rendemen produk free fall pirolisis rumput gelagah ........................... 20
Tabel 3. Karakteristik bio-oil rumput gelagah .................................................... 22
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Batang, daun dan bunga rumput gelagah ...................................... 17
Gambar 2. Rendemen liquid pirolisis rumput gelagah suhu 550-600oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh ...................................................... 20
Gambar 3. Kadar fenol bio-oil rumput gelagah suhu 550-600oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh ........................................................................ 21
v
Gambar 4. pH bio-oil rumput gelagah suhu 550 – 600oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh ........................................................................ 23 Gambar 5. Bobot jenis bio-oil gelagah suhu 550 – 600oC dengan ukuran
20, 40 dan 60 mesh ........................................................................ 24
Gambar 6. Uji daya nyala bio-oil ....................................................................... 25
Gambar 7. Rumput gelagah .............................................................................. 48
Gambar 8. Pengambilan rumput gelagah ....................................................... 48
Gambar 9. Proses pencacahan rumput gelagah ............................................... 49
Gambar 10. Proses penjemuran rumput gelagah l .............................................. 49
Gambar 11. Proses pengecilan ukuran rumput gelagah ..................................... 50
Gambar 12. Proses pengayakan serbuk rumput gelagah ................................ 50
Gambar 13. Proses pencacahan rumput gelagah ............................................... 51
Gambar 14. Crude bio-oil/pyrolysis oil ............................................................. 51
Gambar 15. Sampel Crude bio-oil untuk analisa ................................................ 52
Gambar 16. Sampel Crude bio-oil untuk analisa nilai kalor ................................. 52
TEKNOLOGI PENGOLAHAN BAHAN BAKAR NABATI BERBASIS SELULOSA DAN HEMISELULOSA (BIO-OIL)
Oleh
Santiyo Wibowo, Djeni Hendra dan Rossi Margaretha Tampubolon
Abstrak
Dengan semakin menurun potensi minyak bumi sedang konsumsinya terus menerus meningkat, banyak negara di dunia mulai mengembangkan berbagai alternatif bahan bakar nabati (BBN) seperti bioetanol, biodiesel dan bio-oil. Bio-oil adalah sejenis minyak bakar yang memiliki berat jenis tinggi namun minyak ini dibuat dari bahan nabati khususnya dari bahan berligno-selulosa seperti limbah kehutanan dan industri hasil hutan. Penggunaan bio-oil umumnya di dalam industri khususnya sebagai bahan bakar untuk boiler atau bahan bakar langsung untuk tujuan pengeringan seperti halnya minyak residu. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi teknik pembuatan bio-oil dengan bahan baku rumput gelagah (Saccharum spontaneum). Dari proses tersebut akan keluar 3 produk yaitu bio-oil, arang dan gas. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu pirolisis dan ukuran bahan. Sasaran dari kegiatan penelitian ini adalah tersedianya informasi pembuatan bio-oil dari rumput gelagah dan sifat fisiko kimianya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen liquid tertinggi diperoleh dari rumput gelagah pada ukuran 40 mesh dengan suhu 550 oC yang menghasilkan liquid lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, dengan karakteristik sebagai berikut; rendemen liquid 30,88%, kadar fenol 7,58%, pH 2,62, bobot jenis 1,1108 g/cm3, nilai kalor 25,29 MJ/kg dan daya nyala lambat. Bio-oil yang dihasilkan didominasi oleh asam asetat, fenol dan 1-hydroxy 2-propanone.
Kata kunci : Bio-oil, lignoselulosa, rumput gelagah, free fall pyrolysis, BBN.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan bahan bakar minyak Indonesia dari tahun ke tahun terus
naik, pada tahun 1995 : 15,84 juta kilo liter (ton), tahun 2000 : 21,39 juta kilo
litter, tahun 2005 : 27,05 juta kilo liter dan pada tahun 2011 sebesar 39,23 juta
kiloliter (BPPT, 2011). Pada tahun 2001, impor solar 34% dari kebutuhan
nasional dan pada tahun 2020 mendatang, diperkirakan Indonesia akan
menjadi negara importir bahan bakar minyak (BBM) secara besar-besaran,
(Reksowardoyo, 2005). Dari kilang minyak lama, Indonesia pada waktu ini
masih mampu memproduksi BBM sebesar 8,7 triliun kubik per hari dan akan
terus menurun produksinya. Pada tahun 2000, produksi BBM khususnya solar
adalah 15,99 juta kilo liter dan kebutuhan domestik adalah 21,455 juta kilo liter,
sehingga terdapat kekurangan suplai solar sebesar 6,25 juta kilo liter yang
pengadaannya diperoleh dari impor. Kebijakan pengadaan solar dalam negeri
dengan mengandalkan impor adalah keliru karena akan mengurangi devisa
negara, terlebih lagi penjualan solar kepada masyarakat ataupun industri masih
ditunjang oleh subsidi (Samiarso, 2001). Permasalahan lainnya adalah
kenaikan harga minya bumi, harga minyak mentah yang pada tahun 2009
adalah US$ 90, akan naik secara linear menjadi US$ 200 pada tahun 2030
(BPPT, 2011). Hal ini akan semakin memberatkan APBN apabila tidak segera
diatasi.
Sampai saat ini energy mix nasional masih didominasi minyak bumi.
Pada tahun 2009, pasokan energi terbesar didominasi oleh minyak bumi
sebesar 39,8%, kemudian diproyeksikan menurun menjadi 34,1% tahun 2014
dan 27,6% pada tahun 2030. Sementara itu porsi biofuel pada 2030 mencapai
5,9% (BPPT, 2011).
Permasalahan pemakaian BBM minyak bumi adalah karena sifatnya
yang tidak dapat dipulihkan (non renewable), oleh karena itu perlu disubstitusi
oleh bahan bakar yang dapat dipulihkan antara lain yang berasal dari tanaman
pertanian atau kehutanan. Program nasional diversifikasi energi adalah
3
pengkayaan produksi jenis-jenis bahan energi baru yang dapat dipulihkan, di
antaranya bahan bakar pengganti solar dari minyak nabati (Krause, 2001). Bio-
oil atau dikenal juga sebagai pyrolysis oil adalah BBM sejenis solar yang
memiliki berat jenis tinggi sebagai penggunaannya disesuaikan yaitu sebagai
bahan bakar boiler atau dibakar langsung untuk keperluan pengeringan.
B. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
Tujuan penelitian adalah mendapatkan teknik pengolahan bio-oil dengan
bahan baku rumput gelagah.
. 2. Sasaran
Sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya informasi teknik
pengolahan bio-oil rumput gelagah dan informasi sifat fisiko kimianya.
C. Luaran 1. LHP yang berisi informasi teknologi pengolahan bio-oil dengan proses
pirolisis sistem free fall reactor serta sifat fisiko kimia bio-oil.
2. Draf karya tulis ilmiah.
D. Hasil yang Telah Dicapai
Pembuatan bio-oil dari serbuk kayu jati dan acacia sudah dilaksanakan
tahun 2011 menggunakan alat hydrotermal liquifaction di Laboratorium Tekmira
(Teknologi Minyak dan Batubara) Bandung. Rendemen minyak bio-oil yang
diperoleh berkisar antara 67,26 – 71,60%, dan rendemen fraksi destilat berkisar
antara 54,06 – 60,32%.
Pembuatan bio-oil dari serbuk kayu sengon sudah dilaksanakan tahun
2012 menggunakan proses pyrolisis lambat (slow pyrolysis) di Laboratorium
Kimia Pustekolah (Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan
dan Pengolahan Hasil Hutan) Bogor, dengan suhu 350 – 500 oC, waktu 30 dan
4
60 menit, diperoleh rendemen bio-oil yang masih rendah berkisar antara 5,29 –
7,99%, kadar fenol 3,71 – 3,82%, pH 2,83 – 3,11, berat jenis 1,16 – 1,17 g/cm3,
nilai kalor 19,51 – 22,42 MJ/kg, dan daya nyala termasuk dalam katagori lambat
– sedang. Bio-oil yang dihasilkan didominasi oleh asam asetat, fenol, dan
furfural serta terdapat beberapa komponen yang mudah terbakar yaitu 2-
propanon (CAS) aseton, benzene, 1,2,4 trimethylbenzene, dan 2-
Furanmethanol (furfuril alkohol). Perlakuan yang menghasilkan bio-oil yang
optimum adalah suhu 500 oC selama 30 menit, yang mempunyai karakteristik;
rendemen liquid 43,75%, rendemen bio-oil sebesar 7,95%, kadar fenol 3,80%,
pH 2,84, bobot jenis 1,116 g/cm3, nilai kalor 22,42 MJ/kg dan daya nyala
sedang.
Pembuatan bio-oil tahun 2013 menggunakan limbah industri kehutanan
dengan alat reaktor pirolisis cepat (free fall reactor). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rendemen liquid tertinggi diperoleh dari serbuk kayu
mahoni pada suhu 550 oC yang menghasilkan liquid lebih tinggi dibandingkan
dengan kulit kayu mahoni dan sludge kertas, dengan karakteristik; rendemen
liquid 25% dengan rendemen bio-oil sebesar 5%, kadar fenol 3,66, pH 2,98,
bobot jenis 1,092 g/cm3, nilai kalor 9,28 MJ/kg dan daya nyala lambat. Bio-oil
yang dihasilkan didominasi oleh asam asetat dan fenol. Hasil tersebut,
rendemen dan mutu biooil yang dihasilkan, masih rendah. Sehingga
disarankan perlu dilakukan perbaikan dan modifikasi alat free fall reactor dan
selanjutnya diujicoba pada bahan baku limbah biomassa.
E. Rumusan Masalah
Usaha mengatasi krisis energi adalah dengan mencari energi alternatif
pengganti bahan bakar minyak yang diantaranya adalah biofuel. Saat ini sudah
dikembangkan biodiesel dan bioetanol berbahan dasar pangan atau dikenal
dengan istilah biofuel generasi I. Untuk itu perlu terus dilakukan penelitian dan
pengembangan biofuel generasi II yang berbahan dasar non pangan seperti
non-edible seeds atau lignocelulosa dari limbah baik pertanian maupun
kehutanan. Biofuel generasi II menghasilkan biodiesel, bioetanol dan bio-oil.
Limbah kehutanan banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa sangat
5
potensial untuk diolah menjadi biooil. Limbah tersebut adalah serbuk gergajian
kayu berasal dari industri perkayuan yang jumlahnya cukup besar mencapai 1,4
juta m3 pertahun. Selain limbah industi kehutanan terdapat bahan baku lain
yang berpotensi sebagai bahan pembuatan bio-oil yaitu rumput gelagah.
Rumput gelagah (Saccharum spontaneum) merupakan tumbuhan yang
termasuk dalam golongan rerumputan yang tumbuh di kawasan hutan.
Pemanfaatan rumput gelagah masih terbatas sebagai tanaman pencegah erosi
dan bunganya sebagai bahan pembuatan sapu, padahal potensinya sebagai
sumber energi berbasis biomasa cukup besar. Penelitian mengenai
pembuatan bio-oil berbahan baku rumput swichtgrass (Panicum virgantum)
telah dilakukan oleh Imam dan Capareda (2012), selain itu limbah daun
teh(Camelia sinensis) juga sudah dilaksanakan oleh Uzun et al. (2010). Hal ini
menunjukkan bahwa bio-oil dapat dibuat dari berbagai jenis biomasa meskipun
karakteristik yang diperoleh akan berbeda. Rumput gelagah sebagai salah
satu sumber biomasa perlu diteliti potensi dan karakteristiknya sebagai bahan
baku bio-oil.
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan bio-oil
menggunakan teknik pyrolisis cepat, namum belum memberikan hasil yang
optimal. Untuk itu perlu dilakukan beberapa penyempurnaan alat free fall
reactor.
F. Ruang Lingkup
Penelitian tahun 2014 berfokus pada kegiatan pembuatan bio-oil dari
rumput gelagah serta pengujian sifat fisiko-kimia bio-oil yaitu : rendemen,
berat jenis, kadar fenol, pH, nilai kalor, daya nyala dan sifat kimia (GCMS)
dengan teknik pirolisis cepat dengan sistem free fall design. Selain itu
dilakukan juga analisa kadar air, ekstraktif, holoselulosa, selulosa dan lignin
rumput gelagah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bio-oil
Bio-oil merupakan bahan bakar cair berwarna kehitaman yang berasal
dari biomassa seperti kayu, kulit kayu dan biomassa lainnya melalui teknologi
pirolisis cepat (fast pyrolysis) yaitu teknologi degradasi termal pembuatan arang
(karbonisasi), tanpa kehadiran udara (oksigen) dalam proses pembuatannya,
berlangsung pada suhu 400- 600oC dengan waktu yang relatif singkat dan
proses pemadaman dilakukan secara cepat agar diperoleh produk dengan
berat molekul tinggi. Selain bio-oil, dihasilkan juga arang dan gas. Dalam
produksi bio-oil tidak dihasilkan limbah (zero waste). Seratus persen bahan
baku dikonversi menjadi bio-oil dan arang, sementara gas yang tidak dapat
dikondensasai dikembalikan ke dalam proses sebagai sumber energi (Hambali
et al. 2007).
Komponen organik terbesar dalam bio-oil adalah lignin, alkohol, asam
organik dan kerbonil. Karakteristik tersebut menjadikan bio-oil sebagai bahan
bakar yang ramah lingkungan. Bio-oil dapat menjadi alternatif pengganti bahan
bakar hidrokarbon untuk industri seperti untuk mesin pembakaran, boiler, mesin
diesel statis dan gas turbin dan efektif digunakan sebagai pensubstitusi diesel,
heavy fuel oil. ligth fuel oil dan natural gas untuk berbagai macam boiler
(Hambali, et al., 2007).
Bio-oil terbuat dari berbagai senyawa oksigenat organik yang berbeda-
beda dan tidak bercampur dengan bahan bakar minyak. Hal ini karena
tingginya kadar air sekitar 15 - 20% yang berfungsi juga sebagai pengikat
ratusan molekul yang berbeda yang disebut sebagai emulsi mikro. Crude bio-oil
dapat digunakan pemanas rumah tangga dan bila dimurnikan akan menjadi
bahan bakar yang lebih murni dan tinggi kalorinya yang bisa digunakan untuk
berbagai kebutuhan dalam industri kimia, seperti halnya petroleum fuel. Bio-oil
dapat dimurnikan (refined oil) untuk bahan bakar dan bila diolah lanjut dapat
digunakan sebagai bahan kimia (oleo-kimia). Bio-oil merupakan sumber
energi alternatif yang menarik untuk sejumlah alasan tertentu. Khususnya
bahan bakar ini merupakan energi terbarukan dan diproduksi dari bahan baku
7
yang dikategorikan sebagai limbah. Penggunaan sederhana crude bio-oil
adalah untuk bahan bakar di rumah tangga (pawon) atau untuk industri kecil
yaitu boiler dengan sedikit modifikasi. Penggunaan lebih lanjut dari bio-oil untuk
berbagai aplikasi terbuka lebar. Sebagai contoh, bio-oil dapat diolah lanjut
melalui proses hidrogenasi yaitu untuk memecah ikatan senyawa karbon
menjadi bahan bakar yang lebih berkualitas (Sudradjat dan Hendra, 2011).
B. Teknologi Pengolahan Bio-oil
Bio-oil atau dikenal dengan pyrolysis oil dapat dihasilkan melalui proses
pirolisis. Pirolisis lambat dengan suhu rendah telah dilakukan selama berabad-
abad dan dikenal pada proses pembuatan arang. Pada pirolisis lambat produk
utama yang dihasilkan adalah arang, selain itu dihasilkan destilat yang
mengandung bio-oil. Perkembangan selanjutnya adalah pirolisis cepat (fast
pyrolysis), yaitu suatu proses dimana bahan organik atau biomasa dipanaskan
secara cepat (waktu tinggal biomasa di dalam reaktor harus secepat mungkin
sekitar 1-2 detik) pada suhu 850-1000oF atau sekitar 450 – 600oC tanpa
keberadaan oksigen. Produk utama pirolisis cepat adalah bio-oil sekitar 60-
70%, arang 12-15% dan gas 13-25%. Kelebihan fast pyrolysis adalah dapat
dioprasikan pada suhu moderat yaitu 450oC dengan tekanan atmospir,
sedangakan kekurangannya adalah kandungan oksigen dan airnya cukup tinggi
dan tempat penyimpanannya harus dari bahan tahan karat. Beberapa jenis
teknologi fast pyrolysis antara lain bubling fluidized bed, circulating fluidized
beds/trasport reactor, rotating cone pyroyzer, ablative pyrolysis, vacum
pyrolysis, auger reactor (Brown dan Holmgren, 2012). Selain itu mulai
dikembangkan juga free fall reactor dimana bahan baku dimasukkan dari
bagian atas menuju reaktor yang sudah dipanaskan, selain diperoleh bio-oil
akan dihasilkan juga arang dan gas (Onay dan Kockar, 2006).
8
C. Rumput Gelagah
Rumput Gelagah (Saccharum spontaneum) adalah jenis tanaman yang
tumbuh secara liar di hutan. Tumbuhan yang hidup tumbuh bergerombol/koloni
ini memiliki akar yang sangat kuat sehingga bisa di manfaatkan untuk
mencegah terjadinya erosi. Rumput gelegah tumbuh di dataran tinggi dan tinggi
batang mencapai 2-3 m. Tanaman ini tumbuh sepanjang tahun, dan biasanya
musim bunga rumput gelagah antara bulan Juli-Agustus. Meskipun selain bulan
tersebut dapat juga ditemukan namun tidak sebanyak pada saat musim bunga.
Sekilas nampak rumput ini tidak bermanfaat karena hanya mengganggu
tanaman masyarakat, sehingga petani selalu membabatnya ketika melakukan
pembersihan lahan agar tidak mengganggu tanaman yang ada. Saat ini
pemanfaatan rumput gelagah adalah sebagai pakan ternak dan bahan baku
sapu (Melung, 2013).
9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitan
Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Pengolahan Kimia dan Energi
Hasil Hutan, P3KKPHH Bogor, analisa sifat fisiko-kimia yang tidak dimiliki
P3KKPHH dilakukan di UPI Bandung. Pengambilan bahan baku akan dilakukan
di daerah Jawa Barat (Sukabumi dan Bandung).
B. Bahan dan Peralatan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput gelagah.
Bahan kimia yang digunakan antara lain metanol, etanol, asam klorida, air
suling, asam asetat, natrium tio sulfat, kalium yodida, natrium hidroksida, kalium
hidroksida, penolphtallin (PP) dan lain-lain.
Peralatan yang digunakan antara lain mesin pembuat serbuk kayu,
saringan, reaktor pirolisis bio-oil free fall reactor, penampung larutan bio-oil,
penampung partikulat, alat distilasi, pengaduk (stirer), desikator, pH meter,
piknometer, erlenmeyer asah, neraca, oven dan lain-lain.
C. Prosedur Penelitian
1. Persiapan bahan
a. Rumput gelagah diambil dari lapangan, selanjutnya dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 80oC sampai kering, lalu dihaluskan.
b. Serbuk rumput gelagah diseragamkan ukurannya yaitu 20, 40 dan 60
mesh (lolos ayakan 20 tertampung di 40, lolos ayakan 40 tertampung di
60 dan lolos ayakan 60 tertampung di 80)
2. Pembuatan bio-oil
a. Penelitian pembuatan bio-oil menggunakan alat free fall reactor pada
suhu reaksi 550 dan 600oC dengan ukuran serbuk 20, 40 dan 60 mesh.
10
b. Pemurnian bio-oil.
Bio-oil yang ada dalam penampungan masih kotor, oleh karena itu masih
harus dimurnikan dengan menggunakan kertas saring.
3. Pengujian Kualitas
Pengujian dilakukan terhadap sifat fisiko-kimia yaitu : rendemen (arang,
cairan/liquid, bio-oil, dan gas), berat jenis, pH, kadar fenol, nilai kalor, daya
nyala dan sifat kimia menggunakan GCMS.
a. Rendemen
1. Rendemen arang
Rendemen arang ditetapkan dengan menghitung perbandingan berat arang
terhadap berat bahan baku awal.
Rendemen (%) = Berat arang x 100 Berat bahan baku 2. Rendemen cairan/liquid
Botol berwarna gelap yang bersih ditimbang dengan teliti, lalu diisi dengan
cairan/liquid. Lalu botol ditimbang lagi. Selanjutnya ditentukan
rendemennya dengan formula berikut:
Rendemen (% b/b) = bobot cairan (botol isi–botol kosong) x 100
bobot bahan baku
3. Rendemen bio-oil
Botol berwarna gelap yang bersih ditimbang dengan teliti, lalu diisi dengan
bio oil. Lalu botol ditimbang lagi. Selanjutnya ditentukan rendemennya
dengan formula berikut:
Rendemen (% b/b) = bobot bio-oil (botol isi–botol kosong) x 100
bobot bahan baku
4. Rendemen gas
Gas dihitung dengan rumus : Gas = 100% - (Rendemen arang + cairan)
11
b. Bobot jenis
Bj = Bc – Bp
Ba – Bp
Bc = Berat piknometer + contoh (gram)
Bp = Berat piknometer kosong (gram)
Ba = Berat piknometer + aquades (gram)
c. pH
Pengujian pH bio-oil dilakukan menggunakan pH meter. Prinsip cara uji
derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter adalah sebuah
metode pengukuran pH berdasarkan pengukuran aktifitas ion hidrogen
secara potensiometri/elektrometri dengan menggunakan pH meter.
Sebelum digunakan dilakukan kalibrasi alat pH-meter dengan larutan
penyangga sesuai instruksi kerja alat setiap kali akan melakukan
pengukuran. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Keringkan dengan kertas tisu selanjutnya bilas elektroda dengan air
suling.
2. Bilas elektroda dengan contoh uji.
3. Celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter
menunjukkan pembacaan yang tetap.
4. Catat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH meter.
d. Kadar fenol
Sebanyak 0,5 g bio-oil ditambah 5 ml NaOH 2 N, kemudian diencerkan
sampai 250 ml. Sebanyak 25 ml larutan tersebut ditambah 10 ml larutan
bromida kromat, 5 ml HCl pekat dan 50 ml aquades, kemudian dikocok
selama 1 menit dan didiamkan selama 5-30 menit. Sebanyak 5 ml larutan
KI 15% ditambahkan ke dalam larutan, lalu dikocok 1 menit, kemudian
dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap
blanko.
12
Kadar fenol total = (b-a) x N x BM x fp x 100%
1000 x S
b = ml Na2S2O3 untuk blangko
a = ml Na2S2O3 untuk contoh
BM = bobt molekul fenol
N = Normalisasi Na2S2O3
S = bobot sampel
fp = faktor pengenceran
e. Nilai Kalor Pembakaran
Nilai kalor pembakaran menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam
tiap satuan massa bahan bakar. Nilai kalor dapat diukur dengan bomb
calorimeter Parr 6200 calorimeter bomb. Sejumlah 1 – 2 ml sampel
ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah pembakar, lalu dimasukkan ke
dalam tabung 1108 oxigen bomb, dipasangkan sumbu pembakar dan
tabung ditutup. Selanjutnya tabung divakum dan dimasukkan ke dalam
kalorimeter dan alat dihidupkan. Hasil analisis akan keluar secara otomatis
pada layar monitor yang terdapat di bagian atas alat calorimeter bomb.
f. Daya nyala
Daya nyala adalah kemampuan bahan bakar cair untuk menyala ketika
diberi sumber api. Pengukuran daya dilakukan dengan cara; disiapkan
sejumlah kawat dengan panjang ±10 cm, pada bagian ujung kawat dililitkan
kapas secukupnya dan dicelupkan ke dalam bio-oil sampai ± ¾ bagian
kapas. Selanjutnya ujung kapas dinyalakan dengan cara mendekatkan
ujung kapas tersebut pada nyala dari sebuah lilin sambil dihitung pada detik
keberapakah kapas tersebut terbakar dan dicatat juga karakteristik nyala
yang timbul. Untuk mengetahui daya nyala bio-oil dibuat skoring sebagai
berikut: cepat : 0 – 2 detik, sedang : 3 – 5 detik, lambat > 6 - 10 detik, bila
di atas 11 detikndikatagorikan tidak menyala.
13
g. Analisa GCMS
Bio-oil dianalisis kandungan senyawa kimianya menggunakan GCMS
Shimadzu QP 5050 A. Kondisi alat memakai suhu kolom 60oC, suhu
detector 300oC, suhu injector 280oC dan waktu analisa 35 menit. Bio-oil
disaring dengan kertas saring, kemudian diinjeksikan ke dalam GC
sejumlah 0,2 μL sehingga terkromatografi dengan komponen yang
terpisah. Selanjutnya spektrum puncak kromatogram dari sampel akan
dicocokkan oleh spektrum yang ada dalam Library GCMS yang menyimpan
berbagai jenis senyawa.
4. Analisa proksimat bahan baku
a. Kadar ekstraktif
Sebanyak 2 g sampel serbuk rumput gelagah dimasukkan ke dalam
cawan saring. Selanjutnya cawan saring dimasukkan ke dalam Soxhlet
sedemikian sehingga ujung cawan saring lebih tinggi dari ujung sifon dan
sampel didalamnya lebih rendah. Ekstraksi dilakukan dengan 200 ml
alkohol - benzena (1 : 2) selama 4-6 jam. Setelah selesai, cawan
dikeluarkan dan dihisap dengan pompa vakum, lalu dicuci dengan alkohol
untuk menghilangkan benzena dan dihisap lagi dengan pompa vakum.
Selanjutnya cawan saring dan isinya dikeringkan dalam tanur pada suhu
100-105 oC dan ditimbang sampai beratnya konstan.
% kadar ekstraktif = berat awal-berat kering tanur x 100% berat kering tanur
b. Penentuan holoselulosa
Sampel bebas ekstraktif ekuivalen 2 g berat kering ditempatkan dalam
erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 100 ml air destilat, 1g sodium klorit dan 1
ml asam asetat glasial. Panaskan dengan water bath pada suhu 80oC.
Jaga agar permukaan air dalam water bath lebih tinggi dari permukaan
larutan dalam erlenmeyer. Tambahkan 1 g sodium klorit dan 0,2 ml asam
asetat setiap interval pemanasan selama 1 jam, dan penambahan
dilakukan sebanyak 4 kali. Saring sampel dengan menggunakan glass
14
filter, cuci dengan menggunakan air panas. Tambahkan 25 ml asetat 10 %,
lalu dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Sampel dioven pada
suhu 105 ± 3oC hingga beratnya konstan, dinginkan dan timbang.
Holoselulosa, % = berat holoselulosa x 100% berat serbuk bebas ekstraktif
c. Lignin Sebanyak 1,0 ± 0,1 g serbuk bebas ekstraktif dimasukkan ke dalam
gelas piala. Tambahkan larutan asam sulfat 72 % sebanyak 15 ml.
Penambahan asam dilakukan secara perlahan dan bertahap sambil diaduk
dengan suhu dijaga pada ± 1oC. Setelah tercampur sempurna, simpan
gelas piala pada suhu 20 ± 1oC selama 2 jam sambil diaduk sesekali.
Tambahkan sekitar 300 – 400 ml air ke dalam erlenmeyer 1000 ml dan
pindahkan sampel dari gelas piala ke dalam erlenmeyer. Bilas dan
encerkan larutan dengan air hingga dicapai konsentrasi asam sulfat 3%,
yaitu hingga total volume 575 ml. Didihkan larutan selama 4 jam dan jaga
agar volume larutan konstan dengan menambahkan air panas. Saring
lignin dengan gelas filter dan cuci dengan air panas hingga bebas asam.
Keringkan sampel lignin dalam oven pada suhu 105 ± 3oC hingga beratnya
konstan, dinginkan dan timbang.
Lignin, % = berat lignin x 100%
berat serbuk bebas ekstraktif
d. Selulosa
Ke dalam erlenmeyer 300 ml yang berisi g serbuk bebas ekstraktif
ditambahkan 125 ml HNO3 3,5%. Kemudian diekstrak pada waterbath
dengan suhu 80 oC selama 12 jam. Setelah itu serbuk disaring dengan
cawan saring dan dikeringudarakan. Cawan saring dimasukkan ke dalam
gelas piala 200 ml dan ditambahkan 125 ml larutan NaOH + Na2SO3 (20:20
g dalam 1 liter). Selanjutnya diekstrak pada suhu 50 oC selama 2 jam.
Setelah itu serbuk kayu dikeluarkan dari gelas piala, disaring dan
ditambahkan NaClO2 10% sampai berwarna putih. Lalu ditambahkan 100
15
ml CH3COOH 10% dan dicuci sampai bebas asam. Terakhir ditambahkan
50 ml etanol. Kemudian cawan dikeringkan pada suhu 100-105 oC dan
ditimbang sampai beratnya konstan.
% kadar selulosa = berat selulosa x 100%
berat serbuk bebas ekstraktif
5. Ujicoba upgrading bio-oil
Ujicoba upgrading bio-oil dilakukan pada perlakuan yang memberikan
hasil optimum. Proses upgrading dilakukan dengan cara cracking non
catalytic (tanpa katalis) tanpa penambahan hidrogen dan berlangsung pada
kondisi tekanan 1 atmosfir. Proses cracking adalah pemecahan senyawa
organik rantai panjang menjadi dua atau lebih senyawa organik rantai lebih
pendek. Hasil upgrading dianalisa daya nyala dan kandungan senyawa
kimia menggunakan GCMS.
C. Analisis Data
Analisis data pada penelitian pendahuluan dilakukan secara deskriptif
dan tabulasi. Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian utama terdiri dari 2
faktor yaitu : Faktor ukuran serbuk (A) dengan 3 jenis ukuran yaitu 20 mesh
(A1), 40 mesh (A2), dan 60 mesh (A3) dan faktor suhu dengan 2 level yaitu 550
oC (A1) dan 600 oC (A2). Pengujian statistik menggunakan rancangan
percobaan acak lengkap faktorial, 3 kali ulangan. Jumlah total kombinasi
perlakuan adalah 3 x 2 x3 = 18.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Proksimat Rumput Gelagah
Hasil analisis kimia rumput gelagah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisiko kimia rumput gelagah
Parameter
Kadar (%)
Kadar Air 8,12
Kadar ekstraktif 6,59
Kadar holoselulosa 51,32
Kadar alpha selulosa 33,22
Kadar hemiselulosa 18,10
Kadar Lignin 23,78
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rumput gelagah yang digunakan
dalam penelitian ini cukup kering dengan kadar air 8,12%. Kadar holoselulosa
adalah 51,32%, hasil ini lebih kecil dari polisakarida kayu pada umumnya yang
berkisar antara 65-75% dan tempurung nyamplung sebesar 87,64% (Fengel
dan Wegener 1995; Wibowo, 2009). Holoselulosa merupakan karbohidrat
dalam kayu yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan pektin. Meskipun
kadar holoselulosa lebih rendah dari bahan kayu dan tempurung, rumput
gelagah masih dapat dikonversi menjadi produk pirolisis berupa pyrolitic oil, dan
arang/arang aktif, dan sebagai sumber energi wood pellet. Menurut Asano et
al. (1999), bahan yang mengandung karbon baik organik maupun anorganik
dapat dijadikan bahan baku pembuatan arang dan turunannya.
Alpha selulosa rumput gelagah adalah sebesar 33,22% dan kadar
hemiselulosa yang ditentukan sebagai pentosan sebesar 18,10%. Selulosa α
digunakan sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida yang tersusun dari 5 jenis gula
yaitu 3 heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa) dan 2 pentosa (xilosa dan
arabinosa) (Ahmadi 1990).
17
Kadar ekstraktif rumput gelagah yang larut dalam alkohol benzena
adalah 6,59%. Zat ekstraktif terdiri dari berbagai jenis komponen senyawa
organik seperti minyak atsiri, terpenoid, steroid, lemak, lilin, fenol (stilben,
lignan, tanin terhidrolisis, tanin kondensasi, flavonoid) (Sjostrom 1998).
Kadar lignin dalam rumput gelagah adalah 23,78 %. Kadar lignin
tersebut masuk dalam rentang kadar lignin kayu pada umumnya yang berkisar
antara 20 – 25%. Lignin merupakan zat organik polimer yang penting dan
banyak terdapat dalam tumbuhan tingkat tinggi. Terdapat dalam lamela tengah
dan dinding sel primer. Lignin dapat meningkatkan sifat kekuatan mekanik
pada tumbuhan untuk berdiri kokoh (Fengel dan Wagener 1995).
Gambar 1. Batang, daun dan bunga rumput gajah
B. Penelitian Utama
1. Rendemen
Hasil rendemen produk dari pirolisis serbuk rumput gelagah pada ukuran
20-40, 40-60 dan 60-80 mesh (selanjutnya disebut 20, 40 dan 60 mesh) dan
temperatur 550 dan 600oC menggunakan free fall pyrolisis dapat dilihat pada
Tabel 2 dan Gambar 3. Dari hasil penelitian diperoleh liquid atau cairan
18
berkisar antara 23,81-30,88% , atau dari 1 kg serbuk rumput gelagah akan
diperoleh sekitar 238,1 - 308,8 g liquid. Liquid atau cairan hasil pirolisis
merupakan gabungan antara produk cair (terdiri dari asam pyrolignic atau cuka
kayu) dan fase minyak (tar kayu atau pyrolitic oil) (Sensoz, 2003). Rendemen
terbesar diperoleh dari serbuk rumput gelagah pada perlakuan suhu 550oC
dengan ukuran 40 mesh yaitu sebesar 30,88% dan yang terkecil dihasilkan dari
sampel rumput gelagah pada ukuran 60 mesh dengan suhu 600oC. Terdapat
penurunan rendemen pada suhu di atas 550oC. Rendemen cairan rumput
gelagah pada ukuran 20 mesh lebih rendah dari 40 mesh pada suhu 550 dan
600oC. Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran partikel yang besar yang
menyebabkan pembakaran belum sempurna, hal ini dibuktikan dengan masih
adanya serbuk gelagah yang tidak terbakar sempurna dan warna arang yang
tidak seluruhnya berwarna hitam pekat. Sementara itu pada ukuran yang lebih
halus 60 mesh rendemen pyrolytic oil lebih rendah dibandingkan ukuran 40
mesh dan 20 mesh. Hal ini disebabkan oleh menempelnya sejumlah serbuk
dengan ukuran yang lebih halus pada dinding pipa reaktor bagian atas tempat
keluarnya serbuk dari screw feeder menuju reaktor pemanas. Berbeda pada
penelitian sebelumnya (Wibowo dan Hendra, 2013) dengan menggunakan
ukuran 60 mesh, serbuk kayu mahoni tidak terjadi sumbatan atau bahan baku
yang menempel di reaktor. Hal ini diduga disebabkan perbedaan karakteristik
bahan baku. Karakteristik rumput gelagah berbeda dengan serbuk kayu pada
umumnya, dimana rumput gelagah (Saccharum spontaneum) merupakan jenis
rumputan yang umumnya memiliki berat jenis yang rendah dibandingkan kayu,
contohnya rumput switchgrass yang memiliki berat jenis antara 0,22-0,24 (Lam
et al, 2008) sedangkan kayu mahoni 0,52-0,72 (Mulyono, 2013). Berat jenis
yang ringan dan partikel serbuk yang lebih halus dapat menyebabkan serbuk
mudah menempel bahkan menggumpal pada saat memasuki pipa dengan suhu
tinggi. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor suhu dan ukuran
baku berpengaruh nyata terhadap rendemen bio-oil.
Hasil rendemen liquid bio-oil menggunakan free fall reactor bervariasi
tergantung model dan peralatan pendukung lainnya. Penelitian yang dilakukan
oleh Zanzi et al. (1996) dan Yu et al. (1997) dalam Ellens, (2009) menghasilkan
19
rendemen bio-oil maksimum 5 dan 8% menggunakan suhu 750 dan 700oC.
Tetapi terdapat juga teknik free fall reactor yang menghasilkan rendemen
mencapai 50-73% ( Xu et al, 2003; Li et al, 2004; Zhang et al, 2007), hal ini
dapat terjadi karena adanya penggunaan alat tambahan yaitu Electrostatic
Presipitor (ESP) dan cooled ice box atau dry ice cooled condenser untuk unit
kondenser pendingin. Penggunaan ESP akan meningkatkan jumlah rendemen
liquid yang dihasilkan dengan cara menangkap asap yang tidak dapat
didinginkan dalam unit kondenser. Prinsip kerja ESP yaitu dengan memberi
muatan negatif kepada asap tersebut melalui beberapa elektroda (biasa
disebut discharge electrode). Jika asap tersebut dilewatkan lebih lanjut ke
dalam sebuah kolom yang terbuat dari plat yang memiliki muatan lebih positif
(biasa disebut collecting electrode), maka secara alami asap tersebut akan
tertarik oleh plat-plat tersebut, dan keluar dari kolom dalam bentuk cairan bila
bahan utamanya asap atau berbentuk butiran abu halus bila bahan utamanya
abu. Sementara penggunaan cooled ice box atau dry ice cooled condenser
dapat mempercepat proses pendinginan uap yang mengalir dalam tabung
kondenser.
Rendemen arang berkisar antara 21,78-31,87%, dengan rendemen
terbesar berasal dari sampel 20 mesh suhu 550oC dan terkecil pada ukuran 60
mesh 600oC dan rendemen gas berkisar antara 40,98-54,4% dengan rendemen
terbesar diperoleh pada dari ukuran 60 mesh dan suhu 600oC dan terkecil
diperoleh dari sampel 20 mesh dan suhu 550oC. Sebagai hasi samping
pengolahan bio-oil, arang masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi
dan merupakan produk yang sudah dimanfaatkan masyarakat dan mempunyai
nilai ekonomi. Sementara itu hasil samping gas dapat dimanfaatkan sebagai
energi alternatif untuk memasak, tetapi masih memerlukan tahapan proses
penyaringan dan pemurnian gas agar dapat terbakar sempurna. Selain itu
terdapat kendala dalam penyimpanan gas, karena gas yang dihasilkan dari
proses pengolahan bio-oil bukan gas bertekanan tinggi, tetapi bertekanan
rendah yang sulit dimasukkan ke dalam tabung penyimpanan.
20
Tabel 2. Rendemen produk free fall pirolisis rumput gelagah
Produk (%) Ukuran serbuk
Temperatur (oC)
550 600
Arang 20 31,87 27,47
40 23.28 22,37
60 22,57 21,78
Liquid 20 27,15 25,47
40 30,88 26,15
60 24,63 23,81
Bio-oil 20 5,43 5,09
40 6,18 5,23
60 4,93 4,76
Gas 20 40,98 46,46
40 45,84 51,48
60 52,8 54,4
Gambar 2. Rendemen liquid produk pirolisis serbuk gelagah suhu 550 – 600oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh
0
5
10
15
20
25
30
35
550 600
Re
nd
em
en
, %
Suhu
20 mesh
40 mesh
60 mesh
21
2. Kadar fenol
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fenol bio-oil rumput gelagah
adalah 4,96-8,11% (Tabel 3). Fenol terendah diperoleh pada sampel rumput
gelagah ukuran 20 mesh dengan suhu 550oC yaitu 4,96% dan kadar fenol
tertinggi diperoleh pada sampel serbuk kayu dengan ukuran 60 mesh suhu
600oC. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu, ukuran bahan baku dan
interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar fenol (Lampiran 2).
Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi suhu pirolisis kadar fenol
semakin bertambah besar. Hasil ini lebih besar dari bio-oil serbuk kayu mahoni
yang berkisar antara 3,58-3,66% (Wibowo dan Hendra, 2013) pada suhu 400-
550oC. Menurut Girard (1992) kandungan fenol dalam cairan hasil pirolisis
dipengaruhi oleh kandungan lignin bahan dan suhu pirolisis. Lignin pada
dasarnya adalah suatu fenol yang sangat stabil dan sukar dipisahkan dan
mempunyai bentuk yang bermacam-macam, sehingga baru akan terurai pada
suhu tinggi seperti pada proses pirolisis suhu 300 – 500oC (Djatmiko et al.
1985; Maga, 1987; Haygreen dan Bowyer, 1996).
Gambar 3. Kadar fenol bio-oil rumput gelagah suhu 550 – 600oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
550 600
Fen
ol,
%
Suhu, oC
20
40
60
22
Tabel 3. Karakteristik bio-oil rumput gelagah
Suhu (oC)
Ukuran bahan baku
Parameter
Fenol (%)
pH
Bobot jenis g/cm3
Nilai kalor MJ/kg
Daya nyala
550 20 4,96 2,69 1,0988 23,88 lambat 40 7,58 2,62 1,1108 25,29 lambat 60 7,65 2,5 1,1166 20,83 lambat
600 20 6,73 2,58 1,0989 22,24 lambat 40 7,96 2,51 1,1107 23,04 lambat 60 8,11 2,49 1,1163 20,66 lambat
3. pH bio-oil
Tabel 3 dan Gambar 6 menunjukkan bio-oil rumput gelagah mempunyai
kadar pH antara 2,49 - 2,69. pH terendah diperoleh pada suhu 600oC dengan
ukuran serbuk sebesar 60 mesh yaitu sebesar 2,49 dan pH tertinggi diperoleh
pada sampel dengan ukuran 20 pada suhu 550oC yaitu sebesar 2,69. Hasil
sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan ukuran bahan baku serta interaksi
keduanya berpengaruh nyata terhadap pH bio-oil (Lampiran 3).
Keasaman yang tinggi disebabkan adanya asam asetat dan asam
lainnya akibat proses pirolisis yang memecah selulosa dan lignin serta zat
ekstraktif yang bersifat asam. Hal ini sesuai pendapat Easterly (2002) bahwa
keasaman bio-oil cukup tinggi yaitu antara 2,5 sampai 3,0 sehingga
mensyaratkan penanganan penyimpanan bio-oil menggunakan bahan yang
tahan karat, seperti stainless steel, gelas kaca, plastik, dan fiberglass.
23
Gambar 4. pH bio-oil rumput gelagah suhu 550 – 600oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh
4. Bobot jenis
Hasil pengujian bobot jenis atau densitas bio-oil yang diperoleh dari
sampel serbuk rumput gelagah pada ukuran 20,40 dan 60 dan suhu 550 -
600oC berkisar antara 1,0988-1,1166 g/cm3 (Tabel 3). Berdasarkan analisis
sidik ragam menunjukkan bahwa faktor suhu, ukuran bahan baku dan interaksi
keduanya berpengaruh nyata. Hasil ini lebih rendah dari penelitian Sensoz
(2003) yang menghasilkan densitas bio-oil kulit kayu Pinus brutia Ten sebesar
1,2 g/cm3. Tingginya bobot jenis bio-oil disebabkan oleh senyawa kimia yang
terkandung di dalam bio-oil banyak yang mempunyai berat molekul yang tinggi.
Menurut Otomotif (2008), semakin banyak presentasi zat dengan berat molekul
tinggi, maka berat jenis larutan bahan bakar tersebut akan semakin tinggi.
Berbeda dengan bahan bakar minyak bumi yang mempunyai presentase zat
bermolekul berat yang rendah, sehingga densitasnya cenderung lebih ringan.
Bila bahan bakar mengandung banyak senyawa dengan berat molekul tinggi
akan menyulitkan proses penguapan dalam ruang bakar mesin, dan cenderung
menjadi jelagah yang tidak terbakar sempurna.
2,35
2,4
2,45
2,5
2,55
2,6
2,65
2,7
2,75
550 600
pH
Suhu
20 mesh
40 mesh
60 mesh
24
Gambar 5. Bobot jenis bio-oil rumput gelagah pada suhu 550-600oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh 5. Nilai kalor
Nilai kalor pembakaran menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam
tiap satuan massa bahan bakar. Tabel 3 menunjukkan nilai kalor bio-oil dari
serbuk rumput gelagah yang diukur dengan alat calorimeter bomb yaitu 20,66
dan 25,29 MJ/kg. Nilai kalor tertinggi diperoleh pada sampel 40 mesh 550oC
dan terendah pada sampel 60 mesh 600oC. Nilai kalor ini lebih tinggi jika
dibandingkan bio-oil sengon dengan proses pirolisis lambat menghasilkan nilai
kalor 22,42 MJ/kg (Wibowo dan Hendra, 2012), tetapi masih lebih rendah jika
dibandingkan penelitian (Onay dan Kockar, 2006) yang menghasilkan bio-oil
dari biji rapeseed dengan nilai kalor sebesar 37,9 MJ/kg Hal ini dapat
disebabkan oleh perbedaan bahan baku dan alat pirolisis yang digunakan. Biji
rapeseed merupakan sumber minyak nabati yang dikenal sebagai minyak
rapeseed atau rapa yang diperoleh dari tumbuhan bermarga Brassica. Adanya
kandungan minyak nabati dalam bahan baku bio-oil akan meningkatkan nilai
kalor dari bio-oil yang dihasilkan.
1,085
1,09
1,095
1,1
1,105
1,11
1,115
1,12
550 600
bj
Suhu
20 mesh
40 mesh
60 mesh
25
6. Daya nyala
Pengujian daya nyala dilakukan untuk mengetahui kemampuan bio-oil
untuk menyala bila diberi sumber api. Daya nyala bio-oil rumput gelagah
menggunakan free fall pyrolisis dapat dilihat pada Tabel 3. Semua sampel
mempunyai katagori lambat. Hal ini disebabkan masih dominannya senyawa
asam asetat dan fenol di dalam liquid hasil pirolisis free fall. Biooil atau pirolitic
oil tidak sama dengan bahan bakar minyak pada umumnya yang mempunyai
kemampuan daya nyala yang cepat terbakar. Hal ini disebabkan oleh
tingginya kandungan air (cuka kayu) yang terdapat di dalam sampel bio-oil
tersebut. Untuk dapat memperbaiki daya nyala bio-oil dapat dilakukan dengan
mencampurkan bahan aditiv polar seperti etanol. Stamatov, et al. (2005) telah
melakukan ujicoba mengenai daya bakar biooil yang sudah dipisahkan bagian
airnya dengan mencampurkan etanol lalu diujicoba menggunakan combuster,
hasil ujicoba memberikan hasil nyala bio-oil lebih pendek, lebih lebar dan lebih
terang dibandingkan dengan nyala bahan bakar diesel dengan kondisi yang
sama. Adanya penambahan polar aditive seperti etanol tersebut menurut
Stamatov, et al. (2005) dapat memperbaiki atomisasi yang lemah dan nilai
kalor yang rendah dari bio-oil. Kemampuan nyala bio-oil rumput gelagah lebih
baik dibandingkan biooil dari sludge kertas yang masuk katagori tidak terbakar
(Wibowo dan Hendra, 2013). Hal ini dapat terjadi karena perbedaan
karakteristik bahan baku yang digunakan.
Gambar 6. Uji daya nyala bio-oil
26
7. Hasil GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry)
Hasil pengujian GCMS menunjukkan bahwa komponen kimia bio-oil
serbuk rumput gelagah ukuran 20 mesh pada suhu 550oC terdeteksi 20
komponen (Lampiran 5), yang didominasi oleh asam asetat, 1-hydroxy 2-
propanone, golongan phenol, dan 3-furaldehyd. Sedangkan untuk ukuran 20
mesh pada suhu 600oC (Lampiran 8), terdeteksi 34 komponen kimia dan
didominasi oleh asam asetat, golongan phenol, 1-hydroxy 2-propanone, atau
aceton, dan 2-furancarboxaldehyde. Suhu yang tinggi menyebabkan
komponen kimia terpecah menjadi komponen lainnya sehingga jumlah
komponen bertambah.
Komponen kimia bio-oil serbuk rumput gelagah ukuran 40 mesh pada
suhu 550oC terdapat 38 komponen (Lampiran 6), yang juga didominasi oleh
asam asetat, golongan phenol, 1-hydroxy 2-propanone atau aseton, butanedial
dan furfural. Sementara pada suhu 600oC (Lampiran 9) juga terdeteksi
sebanyak 38 komponen dan didominasi oleh asam asetat, golongan phenol,
1-hydroxy 2-propanone atau aseton, butanedial dan benzenmethanol.
Komponen kimia bio-oil serbuk rumput gelagah ukuran 60 mesh pada
suhu 550oC terdapat 33 komponen (Lampiran 7), didominasi oleh asam
asetat, golongan phenol, golongan 1-hydroxy 2-propanone atau aseton,
butanedial dan toluen. Sementara pada suhu 600oC (Lampiran 10) juga
terdeteksi sebanyak 45 komponen dan didominasi oleh asam asetat, golongan
phenol, 1-hydroxy 2-propanone atau aseton, butanedian, dan propanal.
Dari hasil analisis GCMS dapat dilihat bahwa ukuran bahan baku dan
suhu dapat mempengaruhi komponen kimia bio-oil yang dihasilkan. Pada
ukuran 60 mesh atau halus, lebih banyak komponen kimia sampel yang terurai
pada suhu tinggi dibandingkan sampel berukuran lebih besar. Jumlah
komponen kimia sampel 60 mesh 600oC lebih banyak diduga karena ukuran
sampel yang halus memudahkan pecahnya sampel menjadi komponen-
komponen kimia lainnya.
27
Bio-oil serbuk rumput gelagah pada ukuran 20, 40 dan 60 dengan suhu
550oC dan 600oC didominasi asam asetat dan fenol. Ini tidak berbeda dengan
bio-oil yang dihasilkan dari serbuk kayu sengon (Wibowo dan Hendra, 2012).
Asam asetat berperan penting dalam produksi etanol di mana dua pertiga
energi di dalam etanol berasal dari asam asetat, dan sepertiganya berasal dari
penambahan hidrogen (Kanellos, 2009). Tidak terdapat komponen
hidrokarbon alkana di dalam crude liquid pirolisis, meskipun demikian terdapat
komponen yang termasuk bahan bakar mudah terbakar yaitu aseton, benzene,
dan toluen.
Hasil ujicoba upgrading pada bio-oil yang dihasilkan dari serbuk rumput
gelagah 40 mesh dengan suhu 550oC, diperoleh 2 fraksi cairan yaitu asap cair
55-60% dan liquid (sejenis minyak) yang berada di lapisan atas asap cair dan
sisa bio-oil yang sangat kental sekitar 39-44%. Liquid yang berada di lapisan
atas asap cair dipisahkan dan diperoleh rendemen berkisar antar 0,8 - 1% v/v
dengan rendemen rata-rata 0,87%. Rendemen yang dihasilkan masih rendah,
hal ini diduga disebabkan upgrading yang dilakukan tanpa menggunakan
katalis, sehingga proses cracking belum berjalan optimal memecah senyawa
organik rantai panjang menjadi rantai yang lebih pendek.
Hasil uji daya nyala menunjukkan liquid tersebut masuk dalam katagori
cepat (0-2 detik) sama seperti daya nyala bahan bakar minyak bumi; bensin
atau solar (0-2 detik). Hasil uji GCMS terdapat senyawa benzenmethanol, dan
teridentifikasi adanya senyawa alkena yaitu 3-hexadecene (C16H32) dan
cyclotetradecene (C14H28), selain itu terdapat juga n-heptacosane (C27H56), n-
triacontane (C30H62) dan n-tetratriacontane (C34H70) yang merupakan turunan
hidrokarbon alkana (CnH2n+2) dengan rantai yang masih panjang atau sering
disebut higher alkanes karena mempunyai rantai karbon yang panjang
(Lampiran 11). Senyawa alkena merupakan senyawa hidrokarbon yang
mengandung ikatan rangkap karbon-karbon/ikatan rangkap dua atau disebut
ikatan tidak jenuh, mempunyai rumus CnH2n. Sementara itu senyawa yang
banyak terdapat dalam minyak bumi adalah alkana CnH2n+2 yang tidak memiliki
ikatan rangkap atau disebut ikatan jenuh (Fessenden dan Fesenden, 1992).
Untuk dapat dihasilkan senyawa turunan hidrokarbon alkana adalah dengan
28
cara upgrading (peningkatan kualitas) bio-oil melalui proses cracking dengan
penambahan katalis (Catalitic cracking) dan hidrogen pada proses pengolahan
bio-oil. Adanya proses hidrogenasi pada senyawa alkena dapat merubah
alkena menjadi alkana dan memecah rantai panjang menjadi rantai yang lebih
pendek (Fessenden dan Fesenden, 1992).
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pembuatan bio-oil dari rumput gelagah dilakukan dengan teknik pirolisis free
fall pyrolysis pada suhu 550 dan 600 oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh,
diperoleh sifat fisiko kimia yaitu rendemen liquid berkisar antara 23,81–
30,88%, kadar fenol 4,96.–8,11%, pH 2,49–2,69, bobot jenis 1,0988–1,1166
g/cm3, daya nyala di atas 6 detik, dan nilai kalor 20,66-25,29 MJ/kg. Bio-oil
yang dihasilkan didominasi oleh asam-asam terutama asam asetat, dan fenol
serta terdapat beberapa komponen zat yang mudah terbakar yaitu aseton,
benzene, dan toluen.
2. Biomassa rumput gelagah dengan ukuran lolos ayakan 40 mesh
menghasilkan liquid lebih baik pada suhu 550oC dengan karakteristik;
rendemen liquid 30,88%, kadar fenol 7,58%, pH 2,62, bobot jenis 1,1108
g/cm3, nilai kalor 25,29 MJ/kg dan daya nyala di atas 6 detik.
B. Saran
Hasil samping pengolahan bio-oil adalah arang dengan rendemen
berkisar antara 21,78-31,87%, dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif
arang briket dan pellet serta arang aktif yang perpotensi meningkatkan nilai
tambah. Sedangkan hasil samping gas dengan rendemen antara 40,98- 54,4%
masih belum dimanfaatkan. Untuk meningkatkan mutu bio-oil sebagai bahan
bakar mesin perlu dilakukan penelitian upgrading bio-oil melalui teknik cracking
yaitu pemecahan senyawa organik rantai panjang menjadi dua atau lebih
senyawa organik rantai lebih pendek.
30
DAFTAR PUSTAKA
BPPT. 2011. Energi masa depan di sektor transportasi dan kelistrikan. Pusat
Teknologi Pengembangan Sumber Daya dan Energi. BBPT. BPPY-Press. Jakarta.
Brown, R.C dan J. Holmgren. 2012. Fast Pyrolisis and bio-oil upgrading. http://www.ascension-publishing.com/BIZ/HD50.pdf. Diakses 27 Februari 2012.
Djatmiko B, Ketaren S, Setyahartini S. 1985. Pengolahan Arang dan
Kegunaannya. Bogor. Agro Industri Press. Easterly J.L. 2002. Assessment of bio-oil as a replacement for heating oil.
CONEG Policy Research Center, Inc. Fessenden, R. J., Fessenden, J. S. (1992), Kimia Organik, Jilid 2, Edisi ketiga,
Penerbit Erlangga, Jakarta. Girard JP Morton. 1992. Smoking In: Teknologi of meat and meat products,
Girard JP and Morton I (Ed). Ellis Horwood Limited, New York. Hambali E, Mujdalifah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R. 2007.
Teknologi Bioenergi. Agro Media Pustaka. Jakarta. Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar.
Hadikusomo SA, Penerjemah; Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and wood science, an introduction.
Imam, T dan Capareda, S. 2012. Characterization of bio-oil, syn-gas and bio-
char from switchgrass pyrolysis at various temperatures. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis. Volume 93. Januari 2012. 170-177
Kanellos M. 2009. Fuel from Vinegar? Zeachem Gets $34M to Try it Out.
http://www.greentechmedia.com/articles/read/fuel-from-vinegar-
zeachem-gets-34m-to-try-it-out-5472/. Diakses tanggal 3 Desember
2012.
Krause, R. 2001. Bio and alternative fuels for mobility. In enhancing biodiesel development and use. Proceedings of the International Biodiesel Workshop, Tiara Convention Center, Medan. 24 Oktober 2001. Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.
31
Lam, P.S., S. Sokhansanj, X.Bi., C.J. Lim, L.J. Naimi, M.Hoque, S.Mani, A.R. Womac, X.P. Ye, dan S. Narayan. 2008. Bulk density of wet and dry wheat straw and switchgrass particles. Applied Engineering inAgriculture. Vol.24(3): 351-358. Amerika.
Li, S., S. Xu, S. Liu, C. Yang, Q. Lu. 2004. Fast pyrolysis of biomass in free-fall
reactor for hydrogen-rich gas. Fuel Processing Technology, 2004. 85: p. 1201-1211.
Maga, JA. 1987. Smoke in Food Processing. CRC Pres. Inc. Boca Raton.
Florida. Melung. 2013. Rumput gelagah yang belum termanfaatkan.
http://melung.desa.id/2012/10/30/rumput-gelagah-yang-belum-termanfaatkan/. Diakses 1 Desember 2013.
Mulyono, A. 2013. 6 Jenis kayu untuk membuat mebel yang telah diuji oleh
Balai Penelitian Kayu. http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/ index.php/menuutama/departemen-bangunan-30/542-6-jenis-kayu-untuk-membuat-mebel-yang-telah-diuji-oleh-balai-penelitian-kayu. Diakses 17 November 2014.
Onay, dan O.M. Kockar. Pyrolysis of rapeseed in a free fall reactor for
production of bio-oil. Fuel 85 (2006) 1921–1928. Otomotif. 2008. Pengaruh berat jenis pada pembakaran. http://otomotif-
inovatif.blogspot.com/2008/07/pengaruh-berat-jenis-pada-pembakaran.html. Diakses 28 November. 2014.
Reksowardoyo, R. P. 2005. Melaju kendaraan berkat biji-bijian. Trubus, XXXVI /
November 2005. Jakarta.
Samiarso, L. 2001. Indonesian policy on renewable energy development dalam enhancing biodiesel development and use. Proceedings of the International Biodiesel Workshop, Tiara Convention Center, Medan. 24 Oktober 2001. Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Sensoz, S. 2003. Slow pyrolisis of wood bark from Pinus bruti Ten. end product compositions. Jurnal Bioresource Technology 89 pp. 307-311. Stamatov, V., D. Honnery, J.Soria. 2005. Combustion properties of slow
pyrolysis bio-oil produced from indegenous Austalian species. Renewable Energy 31 (2006) 2108-2121.
Sudradjat, R dan Hendra, D . 2011. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati
berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil). Laporan Hasil Penelitian. Pustekolah. Bogor. (Tidak diterbitkan).
32
Uzun, B.B., E.P. Varol, F.Ates, N. Ozbay dan A.E. Putun . 2010. Synthetic fuel
production from tea waste: Characterisation of bio-oil and bio-char. Fuel Volume 89, Issue 1. 176–184.
Wibowo, S. 2009. Karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung (Calophyllum inophyllum linn) dan aplikasinya sebagai adsorben minyak nyamplung. Bogor. Tesis. (Tidak diterbitkan).
Wibowo, S dan Hendra, D. 2012. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil). Laporan Hasil Penelitian. Pustekolah. Bogor. (Tidak diterbitkan).
Wibowo, S dan Hendra, D. 2013. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati
berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil). Laporan Hasil Penelitian. Pustekolah. Bogor. (Tidak diterbitkan).
Xu, W.C., K.Matsuoka, H.Akiho, M.Kumagai, A.Tomita. 2003. High pressure
hydropyrolysis of coals by using a continuous free-fall reactor. Fuel, 2003. 82: p. 677-685.
Zhang, L., S. Xu, W.Zhao, S.Liu. 2007. Co-pyrolysis of biomass and coal in a
free fall reactor. Fuel, 2007. 86: p. 353-359.
33
Lampiran1: Rekapitulasi analisa keragaman hasil pengamatan pengaruh suhu dan ukuran bahan baku terhadap rendemen bio-oil rumput gelagah
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 93.970a 5 18.794 31.901 .000
Intercept 12496.856 1 12496.856 21212.224 .000
suhu 26.021 1 26.021 44.168 .000
bahan 55.303 2 27.652 46.936 .000
suhu * bahan 12.646 2 6.323 10.733 .002
Error 7.070 12 .589
Total 12597.896 18
Corrected Total 101.040 17
a. R Squared = ,930 (Adjusted R Squared = ,901)
34
Lampiran 2 : Rekapitulasi analisa keragaman hasil pengamatan pengaruh suhu dan ukuran bahan baku terhadap fenol bio-oil rumput
gelagah.
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 20.887a 5 4.177 2892.089 .000
Intercept 924.213 1 924.213 639840.015 .000
suhu 3.415 1 3.415 2364.062 .000
bahan 15.651 2 7.825 5417.612 .000
suhu * bahan 1.822 2 .911 630.581 .000
Error .017 12 .001
Total 945.118 18
Corrected Total 20.905 17
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999)
35
Lampiran 3 : Rekapitulasi analisa keragaman hasil pengamatan pengaruh suhu dan ukuran bahan baku terhadap pH bio-oil rumput gelagah.
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .098a 5 .020 70.500 .000
Intercept 118.426 1 118.426 426333.780 .000
suhu .028 1 .028 100.820 .000
bahan .060 2 .030 108.420 .000
suhu * bahan .010 2 .005 17.420 .000
Error .003 12 .000
Total 118.527 18
Corrected Total .101 17
a. R Squared = ,967 (Adjusted R Squared = ,953)
36
Lampiran 4 : Rekapitulasi analisa keragaman hasil pengamatan pengaruh suhu dan ukuran bahan baku terhadap bj atau density bio-oil serbuk rumput gelagah
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .001a 5 .000 3533.829 .000
Intercept 22.125 1 22.125 4.064E8 .000
suhu 5.556E-8 1 5.556E-8 1.020 .332
bahan .001 2 .000 8833.133 .000
suhu * bahan 1.011E-7 2 5.056E-8 .929 .422
Error 6.533E-7 12 5.444E-8
Total 22.126 18
Corrected Total .001 17
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999)
37
Lampiran 5. GCMS bio-oil rumput gelagah 20 mesh suhu 550oC
38
Lampiran 6. GCMS bio-oil rumput gelagah 40 mesh suhu 550oC
39
40
Lampiran 7. GCMS bio-oil rumput gelagah 60 mesh suhu 550oC
41
Lampiran 8. GCMS bio-oil rumput gelagah 20 mesh suhu 600oC
42
Lampiran 9. GCMS bio-oil rumput gelagah 40 mesh suhu 600oC
43
44
Lampiran 10. GCMS bio-oil rumput gelagah 60 mesh suhu 600oC
45
46
Lampiran 11. Hasil GCMS upgrading bio-oil
47
48
Lampiran 12. Foto Kegiatan Penelitian
Gambar 7. Rumput gelagah (Saccharum spontaneum)
Gambar 8. Pengambilan rumput gelagah
49
. Gambar 9. Proses pencacahan rumput
Gambar 10. Proses penjemuran rumput gelagah
50
Gambar 11. Proses pengecilan ukuran
Gambar 12. Proses pengayakan serbuk rumput gelagah
51
Gambar 13. Proses pembuatan bio-oil pada suhu 550oC
Gambar 14. Crude bo-oil/pyrolysis oil
52
Gambar 15. Sampel crude bio-oil untuk analisa
Gambar 16. Sampel bio-oil untuk analisa nilai kalor