TEKNIK PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN JERNANG …database.forda-mof.org/uploads/jernang_2014.pdf ·...

29
TEKNIK PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN JERNANG (DRAGON’S BLOOD) UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH 1. Ir. Totok K Waluyo, M.Si. 2. Gunawan Pasaribu, S.Hut, M.Si. 3. Dr. Muhammad Nasir. PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BOGOR, DESEMBER 2014 LEMBAR PENGESAHAN

Transcript of TEKNIK PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN JERNANG …database.forda-mof.org/uploads/jernang_2014.pdf ·...

TEKNIK PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN JERNANG (DRAGON’S BLOOD) UNTUK PENINGKATAN

NILAI TAMBAH

1. Ir. Totok K Waluyo, M.Si. 2. Gunawan Pasaribu, S.Hut, M.Si. 3. Dr. Muhammad Nasir.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN

DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BOGOR, DESEMBER 2014

LEMBAR PENGESAHAN

TEKNIK PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN JERNANG (DRAGON’S BLOOD) UNTUK

PENINGKATAN NILAI TAMBAH

Bogor,

Mengetahui Ketua Kelti,

Gunawan Pasaribu, S.Hut. M.Si NIP. 19770527 200212 1 003

Ketua Tim Pelaksana,

Ir, Totok K. Waluyo, M.Si

NIP. 19600506 198703 1 004

Menyetujui

Koordinator,

Ir. Totok K. Waluyo, M.Si

NIP. 19600506 198703 1 004

Mengesahkan Kepala Pusat,

Dr. Ir. Rufi’ie, MSc.

NIP. 19601207 198703 1 005

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………….………………….…...…………….......... i

LEMBAR PENGESAHAN .….…….………….………….……………..…….... ii

DAFTAR ISI …………………..…………..……………………………….…….. iii

DAFTAR TABEL ……………………………..………………………………..… iv

DAFTAR GAMBAR …………………………..………………………………..… v

Abstrak ….……………………….…….…………………………………….. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................... B. Tujuan dan Sasaran ............................................................................. C. Luaran ................................................................................................ D. Hasil Yang Telah Dicapai ................................................................... E. Ruang Lingkup .............................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Jernang ............................................................................ B. Ekstraksi Jernang ......................................................................... C. Komponen Kimia Jernang .............................................................. D. Sifat dan Kegunaan Jernang ..................................................... E. Penyembuh Luka (Wound healing) ................................................. F. Standardisasi Jernang ................................................................... G. Ekstraksi Komponen Kimia ......................................................... H. Dracorhodin .................................................................................... BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ........................................................................... B. Bahan dan Alat ............................................................................ C. Prosedur .................................................................................... D. Analisa Data ............................................................................... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Matriks Nanoserat ................................................ B. Uji Toksisitas Ekstrak Jernang ..................................................... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ....................................................................................... B. Saran ........................................................................................ DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

1

2 3 3 4 7

8 8

10 10 11 12 12 13

14 14 14 16

18 21

22 22 23

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis-jenis rotan jernang hasil eksplorasi .................................... 4

Tabel 2. Rata-rata rendemen ekstraksi jernang ........................................ 4

Tabel 3. Sifat fisiko-kimia 5 jenis jernang .................................................. 5

Tabel 4. Uji fitokimia ekstrak jernang ....................................................... 5

Tabel 5. Hasil uji aktifitas antioksidan ........................................................ 6

Tabel 6. Kriteria dan mutu jernang ..................................................... 12

Tabel 7. Unsur-unsur yang terdapat pada matriks nanoserat ......... 19

Tabel 8. Toksisitas LC50 ekstrak jernang ............................................... 21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alat ekstraksi jernang (A); cara ekstraksi jernang (B) ………….. 9

Gambar 2. Buah rotan jernang ......................................................... 9

Gambar 3. Struktur dracohordin .............................................................. 13

Gambar 4. Diagram alir uji toksisitas larva udang ..................................... 17

Gambar 5. SEM matriks nanoserat (500X) .................................................. 19

Gambar 6. Difraktogram matriks nanoserat ............................................. 20

Gambar 7. Spektrum FTIR matriks tanpa ekstrak jernang ........................ 21

Gambar 8. Spektrum FTIR matriks dengan 5% ekstrak jernang ................. 21

Gambar 9 Spektrum FTIR matriks dengan 10% ekstrak jernang 21

TEKNIK PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN JERNANG (DRAGON”S BLOOD) UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH

Oleh

Totok Kartono Waluyo; Gunawan Pasaribu; M. Nasir

Abstrak

Jernang (dragon’s blood) adalah resin hasil sekresi buah rotan jernang. Kegunaan jernang antara lain sebagai bahan pewarna alami, obat-obatan, dan lain-lain. Ekstrak jernang diaplikasikan pada matriks

serat nano sebagai penyembuh luka. Untuk mengetahui kompatibel tidaknya matriks tersebut maka perlu dilakukan uji sifat-sifatnya. Warna merah pada jernang karena adanya dracohordin yang merupakan senyawa turunan senyawa flavonoid antosianin. Senyawa golongan antosianin cenderung memiliki aktifitas antikanker, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memastikan kemungkinan jernang berpotensi sebagai anti kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pembuatan matriks nanoserat dan karakteristiknya sebagai media untuk pemanfaatan ekstrak jernang sebagai penyembuh luka dan mendapatkan informasi potensi ekstrak jernang sebagai antikanker melalui uji sitotoksik/toksisitas. Metode uji untuk mengetahui karakteristik matriks menggunakan alat SEM-EDS, FTIR, X-Ray. Sedangkan untuk uji sitotoksik ekstrak jernang menggunakan metode Brine Shrimb Lethality Test (BSLT). Hasil penelitian menunjukkan matriks nanoserat PVDF (Polyvinylidene Fluoride) berubah sifat-sifatnya dengan penambahan ekstrak jernang. Terdapat perubahan persentase unsur yang terkandung didalam nanoserat. Persentase unsur carbon (C), oksigen (O) meningkat dan unsur fluorine (F) menurun. Disamping itu juga terjadi penurunan kristalinitas nanoserat. Ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol 2 jenis jernang (rambai dan kalamuai ) berpotensi sebagai obat antikanker.

Kata kunci : jernang, ekstraksi, matriks, toksisitas, antikanker.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jernang (Dragon’s blood) adalah resin alami hasil sekresi buah

rotan jernang. Resin tersebut menempel dan menutupi bagian luar buah

rotan. Masyarakat sekitar hutan memanen jernang dari hutan alam,

dengan cara berburu secara berkelompok maupun perorangan. Musim

berburu jernang dilakukan pada bulan September–Desember (Elvidayanty

dan Erwin, 2006).

Untuk mendapatkan resin jernang dilakukan ekstraksi buah rotan

jernang. Ekstraksi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat di dalam dan

sekitar hutan seperti suku Anak Dalam, Melayu Jambi, Talang Mamak

dan Melayu Tua di Propinsi Jambi. Pada mulanya jernang digunakan

untuk keperluan mereka sendiri, tetapi akhir-akhir ini banyak

diperjualbelikan di pasaran dengan harga cukup mahal yaitu Rp. 700.000,-

sampai Rp. 1.000.000,-/kg. (Waluyo, 2008).

Jernang terdapat di Asia Tenggara khususnya Indonesia dan

dikenal di pasaran internasional berasal dari jenis rotan Daemonorops

draco Bl. termasuk famili Palmae (Aracaceae). Di Srilangka, jernang

berasal dari famili Euphorbiaceae yang dikenal dengan nama Croton. Di

kepulauan Kanari, India dan Zanzibar berasal dari jenis Dracaena

cinnabari. Satu sama lain jernang tersebut berbeda baik dalam hal bentuk

dan kemurnian. Hal ini dimungkinkan karena berasal dari jenis yang

berbeda dan semuanya dikenal dragon’s blood (Pearson dan

Prendergast, 2001).

Kegunaan jernang adalah sebagai bahan pewarna alami, obat-

obatan, dan lain-lain (Sumadiwangsa, 1973). Salah satu kegunaan

jernang sebagai obat adalah sebagai antikoagulasi darah. Hal ini

dinyatakan oleh Yi, et al. (2011) yaitu dengan menguji secara in vitro

antikoagulasi 2 obat herbal jernang (dragon’s blood) yang berasal dari

China. Selanjutnya Xin, et al. (2011) juga menyatakan ekstrak jernang

(Dracaena cochinensis) berfungsi sebagai antikoagulasi darah. Disamping

sebagai antikoagulasi, ternyata jernang dapat juga berfungsi sebagai

prokoagulasi darah. Sifat prokoagulasi jernang tersebut dibuktikan oleh

suku anak dalam yaitu dengan menaburkan serbuk jernang pada luka

agar luka cepat sembuh/kering. Hasil penelitian Waluyo, dkk (2012)

menyebutkan bahwa ekstrak etil asetat jernang bersifat prokoagulasi.

Jernang sebagai bahan pewarna alami dikarenakan warna

jernang merah terang. Warna merah tersebut adalah dracorhodin yang

merupakan komponen jernang utama dan merupakan turunan senyawa

flavonoid antosianin (Shi, et.al.,2009). Amin dan Mousa (2007)

mengemukakan bahwa senyawa golongan antosianin cenderung memiliki

aktivitas antikanker.

Berkaitan dengan tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian

toksisitas ekstrak jernang yang selanjutnya dikaitkan dengan aktifitas

antikanker dari ekstrak tersebut dan karakteristik serat nano sebagai

matriks obat penyembuh luka.

B. Tujuan dan Sasaran

1. Tujuan

a. Mendapatkan informasi pembuatan matriks serat nano dan

karakteristiknya sebagai media ekstrak jernang untuk penyembuh

luka.

b. Mendapatkan informasi potensi ekstrak jernang sebagai antikanker

melalui uji sitotoksik.

2. Sasaran

Tersedianya data dan informasi sifat-sifat matriks serat nano sebagai

media ekstrak jernang untuk penyembuh luka dan daya sitotoksik

ekstrak jernang.

C. Luaran

1. Laporan hasil penelitian yang berisi informasi kesesuaian matriks

serat nano sebagai media ekstrak jernang untuk penyembuh luka dan

potensi ekstrak jernang sebagai anti kanker.

2. Contoh produk matriks serat nano sebagai media ekstrak jernang

untuk penyembuhan luka.

3. Draft karya tulis ilmiah

D. Hasil yang Telah Dicapai

1. Eksplorasi jenis rotan jernang

Hasil eksplorasi ditemukan 5 jenis rotan jernang seperti pada

Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis rotan jernang hasil eksplorasi

No Nama lokal Nama botani Family

1. 2. 3. 4. 5.

Jernang burung Jernang umbut Jernang kalamuai Jernang rambai Jernang kepala puyuh

Daemonorops didymophylla Becc. Daemonorops melanochaetes Blume. Daemonorops longipes Mart. Daemonorops draco BL. Daemonorops sp.

Arecaceae Arecaceae Arecaceae Arecaceae Arecaceae

2. Ekstraksi jernang

Hasil ekstraksi jernang dengan cara kering dan basah

menggunakan pelarut metanol tercantum pada Tabel 2.

3. Sifat fisiko-kimia jernang

Hasil analisis sifat fisiko-kimia yaitu kadar air, kadar abu, kadar

kotoran dan titik leleh masing-masing jernang tercantum pada Tabel 3.

Tabel 2. Rata-rata rendemen ekstraksi jernang

Jenis rotan jernang

Rata-rata rendemen ekstraksi (%)

Kering Basah (Metanol)

Daemonoros didymophylla Daemonorops melonochaetes Daemonorops longipes Daemonorops draco Daemonorops sp.

1,20 12,15 11,24 11,48 12,03

4,01 24,82 21,08 23,56 23,73

Tabel 3. Sifat fisiko-kimia 5 jenis jernang

No. Sifat fisiko-kimia Jenis jernang SNI 01-1671-1989

DDd DM DL DDr Dsp Mutu I Mutu II

1. 2. 3. 4.

Kadar air (%) Kadar kotoran (%) Kadar abu (%) Titik leleh (0C)

4,3 5,1 0,8 85

3,5 4,4 1,3 105

3,7 4,7 1,6 105

3,5 5,6 1,9 95

4,0 4,8 1,2 95

Maks. 3 Maks. 14 Maks.8 80-120

Maks..6 Maks. 39 Maks.20 80-120

Keterangan : DDd : Daemonorops didymophylla DM : Daemonorops melanochaetes DL : Daemonorops longipes

DDr : Daemonorops draco Dsp : Daemonorops sp.

4. Fitokimia jernang

Analisis fitokimia merupakan analisis awal suatu bahan tumbuhan

untuk mengetahui golongan-golongan senyawa yang dikandungnya

sehingga dapat dengan mudah memperkirakan pemanfaatannya

(Harborne, 1987). Tumbuhan banyak mengandung bahan hasil

metabolisme sekunder yang berguna untuk bahan-bahan obat seperti

golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan lain-lain (Tiwari, et.al. 2011).

Tabel 4. Uji fitokimia ekstrak jernang

Senyawa Kimia

Jernang kalamuai Jernang rambai Jernang umbut

Ekstrak Metanol

Ekstrak etil

asetat

Ekstrak Heksana

Ekstrak metanol

Ekstrak etil

asetat

Ekstrak heksana

Ekstrak Metanol

Ekstrak etil

asetat

Ekstrak heksana

Alkaloid - - - - - - - - -

Steroid - - - - - - - - -

Flavonoid + + - + + - + + -

Tanin - - - - - - - + -

Saponin - - - - - - - - -

Triterpenoid + + - + + - + + -

Keterangan : + ada; - tidak ada

Ekstrak jernang terdeteksi mengandung senyawa golongan

flavonoid dan triterpen (Tabel 4). Adanya senyawa golongan flavonoid ini

berarti ada kemungkinan jernang dapat bersifat antioksidan. Nariya, et.al.

(2012), menyebutkan bahwa bahan dapat bersifat antioksidan disebabkan

adanya senyawa-senyawa flavon, isoflavon, flavonoid, antosianin,

coumarin, lignan, catechin dan isocatechin. Hasil uji fitokimia ekstrak

jernang tercantum pada Tabel 4.

5. Aktivitas antikoagulasi

Blouis (1958), menyebutkan bahwa suatu bahan dapat berpotensi

sebagai aktivitas antioksidan yang kuat jika memiliki nilai IC50 kurang dari

200 mgL-1. Semakin kecil nilai IC50-nya maka semakin besar aktifitas

antioksidannya (Molyneux, 2004). Berdasarkan hal itu maka hasil uji

aktifitas antioksidan secara umum ketiga resin jernang yang diteliti bersifat

antioksidan.

Secara rinci dapat dijelaskan bahwa jernang akan bersifat

antioksidan bila jernang kalamuai diekstrak menggunakan pelarut metanol

dan etil asetat, jernang rambai dan umbut diekstrak dengan metanol.

(Tabel 5).

Tabel 5. Hasil uji aktifitas antioksidan

Jernang Pelarut ekstrak IC50 (mgL-1

)

Kalamuai Metanol Etil asetat Heksana

76,59 + 3,84 71,89 + 3,89

5635 + 273,88

Rambai Metanol Etil asetat Heksana

117,63 + 3,02 260,64 + 1,70

1851,8 + 32,21

Umbut Metanol Etil asetat Heksana

103,20 + 6,98 218,38 + 2,73

7131 + 231,41

6. Uji aktifitas antikoagulasi secara in vitro pada darah kelinci

Ekstrak jernang duji aktifitas antikoagulasi darah. Hasil uji

menunjukkan bahwa ekstrak jernang tidak bersifat antikoabulasi bahkan

cenderung sebagai prokoagulasi. Pemberian ekstrak jernang justru

mempercepat darah menjadi beku. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak

maka semakin cepat darah membeku.

Pemberian ekstrak jernang kalamuai konsentrasi 10% pada darah

kelinci menghasilkan waktu yang diperlukan darah menjadi beku sangat

singkat yaitu 9,75 detik dibanding perlakuan lainnya.

7. Uji aktifitas anti jamur dan antimikroba ekstrak jernang

Ekstrak n-heksana jernang rambai dan kalamuai bersifat

antimikroba (antijamur dan antibakteri) terhadap species Basillus subtilis,

Staphylococcus aureus dan Candida albicans, sedangkan ekstrak metanol

jernang rambai resisten terhadap Basillus subtilis.

Ekstrak etil asetat dan metanol jernang rambai dan kalamuai

resisten terhadap Candida albicans dan Aspergilus flavus.

8. Ekstrak jernang sebagai prokoagulasi

Hasil uji secara in vitro menggunakan kelinci, formulasi substansi

prokoagulasi yang paling efektif adalah formula ekstrak jernang dengan

konsentrasi 5% dengan filler etil asetat yaitu 0,05 gr ekstrak jernang + 100

mL filler etil asetat

E. Ruang Lingkup

Kegiatan meliputi pembuatan matriks serat nano yang

mengandung/berisi ekstrak jernang sebagai penyembuh luka, uji

karakteristik matriks sebelum dan setelah diisi ekstrak jernang

menggunakan SEM-EDS, X-Ray dan FTIR. Kegiatan uji

sitotoksik/toksisitas jernang terhadap larva udang diawali dengan

ekstraksi jernang dengan pelarut etil asetat dan metanol. Ekstrak jernang

bersifat toksik bila dengan konsentrasi 50% (LC50) dapat mematikan larva

udang. Sifat toksik tersebut dapat bersifat antikanker bila nilai LC50 di

bawah 1000 ppm.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jenis Jernang

Jernang (Dragon’s blood) di Asia Tenggara khususnya Indonesia

dan dikenal di pasaran internasional berasal dari jenis rotan

Daemonorops draco Bl. termasuk famili Palmae. Di Srilangka berasal dari

famili Euphorbiaceae yang dikenal dengan nama Croton. Di kepulauan

Kanari, India dan Zanzibar berasal dari jenis Dracaena cinnabari. Satu

sama lain jernang tersebut berbeda baik dalam hal bentuk dan

kemurnian. Hal ini dimungkinkan karena berasal dari jenis yang berbeda

dan semuanya dikenal dragon’s blood (Pearson dan Prendergast, 2001).

Lebih lanjut Edwards.et.al.(2004) menyatakan bahwa selain adanya

perbedaan seperti tersebut di atas, ada perbedaan warna dan kandungan

bahan aktif.

Di Indonesia, ada beberapa jenis rotan yang berpotensi

menghasilkan jernang selain D. draco yaitu D. draconcellus BECC.; D.

mattanensis BECC.; D. micrantus BECC.; D. motleyi BECC.; D.

propinquess BECC.; D. rubber BL.; D. sabut BECC.; D. micracanthus

BECC. dan lain-lain (Heyne, 1987; Dransfield and Manokaran, 1994;

Januminro, 2000). Selama ini dikenal jernang yang berasal dari Indonesia

di pasar internasional adalah jenis rotan jernang (Daemonorops draco).

B. Ekstraksi Jernang

Jernang adalah resin hasil sekresi buah rotan jernang

(Daemonorops draco BL.). Resin tersebut menempel dan menutupi

bagian luar buah rotan, di mana untuk mendapatkannya diperlukan proses

ekstraksi buah. Ada 2 cara ekstraksi resin jernang yaitu ekstraksi kering

dan basah (Januminro, 2000).

1. Ekstraksi kering

Peralatan yang digunakan untuk mengekstraksi buah rotan

jernang adalah ambung (Gambar 1) yaitu keranjang yang terbuat dari

rotan, kayu penumbuk dan lembaran plastik untuk menampung jernang

hasil ekstraksi.

Tahapan-tahapan ekstraksi sebagai berikut:

1) Buah rotan jernang dilepas dari tandan

2) Buah rotan jernang dimasukkan ke dalam keranjang rotan yang

dinamakan “ambung”

3) Buah rotan jernang di dalam ambung ditumbuk secara perlahan-lahan

4) Jernang keluar melalui celah-celah ambung dan tertampung di plastik

Teknik ekstraksi dilakukan dengan menumbuk buah rotan

dengan hati-hati guna menghindari kulit buah terkelupas dan buah rotan

pecah/hancur. Teknik ekstraksi ini tergolong ekstraksi kering karena

tanpa menggunakan media air atau pelarut. Jernang yang dihasilkan

dengan cara ini sedikit tercampur dengan sisik kulit buah rotan. Serbuk

jernang hasil ekstraksi dimasukkan dalam wadah plastik dan dalam waktu

± 30 menit akan menggumpal/mengeras. Rendemen ekstraksi dengan

cara ini sebesar 7,42% (Waluyo, 2008)

(A) (B)

Gambar 1. Alat ekstraksi jernang (A); cara ekstraksi jernang (B).

2. Ekstraksi basah

Cara ekstraksi basah ini menggunakan media air untuk

mendapatkan resin jernang. Buah rotan jernang dimasukkan ke suatu

wadah yang berisi air, selanjutnya ditumbuk dan di aduk-aduk. Resin

jernang akan lepas dari buah rotan dan mengendap. Endapan tersebut

dipisahkan dan selanjutnya disaring dengan menggunakan kain.

Cara ekstraksi basah menggunakan pelarut organik (metanol,

hexana, dll). Cara ini dilakukan dengan memasukkan buah rotan jernang

ke dalam wadah yang berisi pelarut organik hingga resin yang menempel

pada buah rotan bersih. Selanjutnya larutan diuapkan dengan soklet atau

penyulingan sehingga tersisa jernang dalam wadah tersebut. Rendemen

rata-rata ekstraksi basah dengan menggunakan pelarut metanol 9,41%

(Waluyo, 2008)

Gambar 2. Buah rotan jernang

A = buah sebelum diekstraksi B = buah setelah diekstraksi

C. Komponen Kimia Jernang

Komponen kimia utama pada resin yang dihasilkan buah jernang

adalah resin ester dan dracoresino tannol (57-82%). Selain itu resin

berwarna merah tersebut juga mengandung senyawa-senyawa seperti

dracoresene (14%), dracoalban (hingga 2,5%), resin tak larut (0,3%),

residu (18,4%), asam benzoat, asam benzoilasetat, dracohodin dan

beberapa pigmen terutama nordracorhodin dan nordracorubin ( Chu, 2006

dalam Risna, 2006).

D. Sifat dan Kegunaan Jernang

Jernang termasuk kedalam kelompok resin keras yaitu padatan

yang mengkilat, bening, atau kusam, rapuh, meleleh bila dipanaskan dan

mudah terbakar dengan mengeluarkan asap dan bau yang khas

(Sumadiwangsa, 2000). Sumadiwangsa (1973) dan Coppen (1995) juga

memasukkan jernang ke dalam kelompok resin keras, berwarna merah,

berbentuk amorf, berat jenis (BJ) 1,18-1,20; bilangan asam rendah,

bilangan ester sekitar 140, titik cair sekitar 120C, larut dalam alhohol,

eter, minyak lemak dan minyak atsiri, sebagian larut dalam kloroform, etil

asetat, petroleum spiritus dan karbon disulfide serta tidak larut dalam air.

Kegunaan jernang sebagai bahan pewarna vernis, keramik,

marmer, alat dari batu, kayu, rotan, bambu, kertas, cat dan sebagainya.

Selain itu juga digunakan sebagai bahan obat-obatan seperti obat diare,

A B

disentri, obat luka, serbuk untuk gigi, asma, sipilis, berkhasiat aphrodisiak

(meningkatkan libido) serta banyak kegunaan lainnya (Anonim, 2006;

Grieve, 2006). Ekstrak jernang berfungsi juga sebagai antikoagulan darah

(Xin, et all. 2011).

E. Penyembuh Luka (Wound healing)

Masyarakat suku Anak Dalam di Jambi menggunakan serbuk

jernang untuk penyembuh luka (wound healing). Luka diartikan adalah

luka fisik yang mengakibatkan terbukanya kulit. Penyembuhan luka

penting agar kelangsungan anatomi kulit tidak terganggu (Umachigi, et.al.

2007)

Menurut Rawat, et.al (2012), luka diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Luka terbuka (Open wounds)

Luka yang mengeluarkan darah terlihat dengan jelas. Luka ini

lebih lanjut diklasifikasikan sebagai luka gores, luka sobek, lecet, luka

tusukan dan luka yang dalam atau luka tembak.

2. Luka tertutup (Closed wounds)

Luka yang mengakibatkan darah keluar dari sistem peredaran

darah dan darah mengalir tidak terlihat. Luka tersebut dinamakan luka

memar atau lebam, adanya tumor darah, dan lain-lain.

3. Luka akut (Acute wounds)

Luka akut biasanya disebabkan oleh sayatan bedah dan

memerlukan penyembuhan cukup lama.

4. Luka kronis (Chronic wounds)

Luka kronis adalah luka yang memerlukan penyembuhan cukup

lama bahkan sulit disembuhkan. Kalaupun sembuh suatu saat akan

kambuh lagi, hal ini disebabkan penderita mengidap diabetes melitus,

malnutrisi dan lain-lain.

Beberapa ekstrak tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai

penyembuh luka antara lain ekstrak kulit, daun, buah dan bunga jabon

(Anthocepalus cadamba), ekstrak buah Cupresus, dan lain-lain (Umachigi,

et.al. 2007; Desu, et.al. 2011).

F. Standardisasi Jernang

Mutu jernang berdasarkan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI

1671: 2010) dibagi 3 mutu yaitu mutu super, mutu A dan mutu B. Kriteria

untuk menentukan mutu jernang tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Kriteria mutu jernang

No

Jenis Uji

Satuan

SNI 1671 : 2010

Mutu Super Mutu A Mutu B

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kadar resin (b/b) Kadar air (b/b) Kadar kotoran (b/b) Kadar abu (b/b) Titik lele Warna

% % % % 0C --

Min. 80 Maks. 6

Maks. 14 Maks. 4 Min. 80

Merah tua

Min. 60 Maks. 8 Maks. 39 Maks. 8 Min. 80 Merah muda

Min. 25 Maks. 10 Maks. 50 Maks. 20

-- Merah pudar

G. Ekstraksi Komponen Kimia

Ekstraksi adalah suatu istilah yang digunakan dimana komponen-

komponen pembentuk bahan berpindah ke dalam cairan lain (pelarut).

Heath (1987) menyatakan bahwa secara umum proses ekstraksi dapat

dibedakan menjadi 3, yaitu maserasi, digestion dan perkolasi. Kondisi

proses ekstraksi yang berpengaruh adalah lama ekstraksi, suhu dan jenis

pelarut yang digunakan. Pemilihan pelarut merupakan faktor yang sangat

penting dalam proses ekstraksi. Pelarut yang dipilih harus mampu

melarutkan komponen yang diinginkan dan memiliki viskositas rendah

untuk memudahkan sirkulasi.

Menurut Achmadi (1992), pertimbangan yang perlu diperhatikan

dalam pemilihan pelarut adalah (1) pelarut polar akan melarutkan

senyawa polar, demikian sebaliknya pelarut non polar akan melarutkan

senyawa non polar; (2) pelarut organik cenderung melarutkan senyawa

organik; (3) pelarut air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan

garam dari asam maupun basa organik; (4) asam-asam organik dapat

diekstraksi ke dalam larutan air dengan menggunakan basa.

Suksmanto, et.al. (2007), mengekstraksi beberapa bagian

tanaman mahkota dewa dengan menggunakan 3 pelarut yaitu pelarut

polar (metanol), semi polar (etil asetat) dan non polar (heksana).

H. Dracorhodin

Resin jernang mengandung senyawa dracohordin, senyawa

dracorhodin merupakan senyawa penciri dari resin jernang (Toriq, 2013).

Menurut Shi, et.al., (2009), dracorhodin merupakan komponen utama

resin jernang yang memberikan warna merah mencolok dan merupakan

turunan senyawa flavonoid antosianin. Senyawa golongan antosianin

cenderung memiliki sifat aktifitas antikanker (Amin dan Moussa, 2007).

Gambar 3. Struktur dracorhodin (5-metoksi-6-metil-2-fenil-7H-1-benzopiran-7-on)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Kegiatan pengumpulan bahan penelitian berupa jernang di Jambi

dan Aceh. Ekstraksi dan partisi jernang dilakukan di laboratorium HHBK

Pustekolah, Bogor. Selanjutnya kegiatan pembuatan matriks nano serat di

Puslitbang Kimia LIPI, Bandung.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah 2 jenis resin jernang (jernang

rambai/Daemonorops draco dan jernang kalamuai/Daemonorops

melanochaetes), larva udang (Artemia salina Leach), etil asetat, metanol,

n-heksana, aseton, khloroform, DMSO (Dimetil sulfoksida), polimer PVDF

(Polyvinylidene Fluoride), N.N. Dimetyl acetamide, dan lain-lain. Alat yang

digunakan adalah mikropipet, neraca analitik, oven, penguap putar, GC-

MS, spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR),

electrospinning, magnetic stirrer, SEM-EDX, X-Ray, dan lain-lain.

C. Prosedur Kerja

1. Karakteristik Matriks nano serat (Nanofibers)

a. Pembuatan larutan matriks

Pembuatan matriks serat nano yaitu dengan melarutkan bahan

polimer PVDF (Polyvinylidene Fluoride) sebanyak 4 g dalam pelarut

N.N. Dimetyl acetamide sebanyak 20 mL atau dengan nisbah 1 :5

(b/v). Bahan dilarutkan dengan menggunakan bantuan magnetic

stirrer hingga larut sempurna.

b. Pembuatan matriks

Larutan matriks dimasukkan ke alat electrospinning dan alat ini

berfungsi sebagai penyemprot larutan matriks di atas lembaran

polyester sehingga membentuk matriks/membran di permukaan

polyester tersebut.

c. Pembuatan matriks yang mengandung ekstrak jernang

Untuk memasukkan ekstrak jernang ke dalam matrik, ekstrak

jernang dilarutkan dalam etil asetat dan disuntikkan ke matriks.

Ekstrak jernang dimasukkan ke matriks dengan cara mencelupkan

matriks ke larutan ekstrak dengan konsentrasi 5% dan 10%.

d. Pengujian karakteristik matriks

Karakteristik matriks sebelum dan setelah diisi ekstrak jernang

diamati dan dianalis dengan menggunakan SEM-EDS, X-Ray dan

FTIR.

2. Uji Toksisitas Ekstrak Jernang dengan Metode Brine Shrimb Lethality

Test (BSLT)

a. Ekstraksi jernang

Sebanyak ± 100 g serbuk jernang dimaserasi dalam campuran

metanol-etil asetat 1:1 selama 3x24 jam. Nisbah sampel jernang

dengan pelarut 1:3 (b/v). Ekstrak yang diperoleh disaring dengan

kertas saring, selanjutnya dipekatkan dengan alat penguap putar

(Rotary evaporation).

b. Partisi Ekstrak Jernang

Ekstrak pekat jernang dilarutkan dalam 100 mL air lalu dipartisi

dengan 300 mL etil asetat dengan nisbah 1:3 sehingga diperoleh

lapisan air (1) dan lapisan etil asetat. Setelah dipekatkan dengan

alat penguap putar, lapisan etil asetat dipartisi dengan campuran

1:1 metanol 50% dan n-heksana. Lapisan n-heksana dipekatkan

dengan alat penguap putar, sedangkan lapisan metanol 50%

dipartisi kembali dengan campuran 1:3 air dan etil asetat. Lapisan

etil asetat dipekatkan dengan alat penguat putar, sementara lapisan

air (2) yang baru saja diperoleh digabungkan dengan lapisan air (1)

dan dipekatkan. Masing-masing tahapan partisi dilakukan 3 kali

ulangan. Ekstrak air pekat dimaserasi dengan metanol dan

selanjutnya dipekatkan dengan alat penguap putar.

c. Penetasan Telur Artemia salina Lech

Telur A. salina yang sudah siap ditetaskan ditimbang sebanyak 0,5

g, kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi air laut yang sudah

disaring dan diaerasi. Telur dibiarkan selama 48 jam di bawah

cahaya lampu agar menetas sempurna. Telur yang telah menetas

menjadi larva digunakan untuk uji toksisitas.

d. Uji Toksisitas terhadap A. salina

Ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat dibuat dalam konsentrasi

5000 ppm, kemudian diencerkan dengan air menjadi 10, 50, 100

dan 500 ppm. Apabila ekstrak tidak larut, ditambahkan DMSO. Ke

dalam multiwell dimasukkan 400 mL air laut, 10 ekor larva udang

dalam 600 µL air laut dan 1 mL ekstrak jernang. Multiwell ditutup

dengan kertas aluminium dan diinkubasi selama 24 jam. Masing-

masing konsentrasi ekstrak dihitung rata-rata persen kematian larva

udang. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

D. Analisa Data

1. Toksisitas terhadap A. salina Lech

Nilai konsentrasi mematikan ekstrak jernang 50% (LC50) ditentukan

dari kurva hubungan antara konsentrasi ekstrak (sumbu x) dan rata-

rata persen kematian larva udang (sumbu y). Selanjutnya, toksisitas

ekstrak/bahan dapat dikaitkan dengan sifat anti kanker, apabila nilai

LC50 nya di bawah 1000 ppm.

2. Karakteristik matriks nanoserat

Hasil pengamatan dan pengujian matriks sebelum dan setelah diisi

ekstrak dengan menggunakan SEM-EDS, FTIR dan X-Ray dianalisis

deskriptif.

Maserasi dengan metanol-etil asetat (1:1)

Partisi dengan H2O-etil asetat (1:3)

Lapisan etil asetat Lapisan air (1)

Ekstrak kasar

Jernang (2 jenis)

Partisi metanol 50%- n heksana (1:1)

Partisi H2O-etil asetat (1:3)

Dipekatkan

Maserasi dengan

metanol

Gambar 4. Diagram alir uji toksisitas larva udang

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Matriks Nanoserat

1. SEM-EDX (Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray)

Hasil pengamatan matriks nanoserat tanpa ekstrak jernang, diisi

ekstrak etil asetat jernang 5% dan 10% seperti pada Gambar 5.

Lapisan metanol

Lapisan air (2)

Uji Toksisitas Larva Udang

Ekstrak heksana

Ekstrak metanol

Ekstrak etil asetat

0% ekstrak 5% ekstrak 10% ekstrak

Gambar 5. SEM matriks nanoserat (500X)

Matriks nanoserat tanpa penambahan ekstrak jernang tampak

jelas serat-serat pembentuk matriks, sedangkan matriks yang

ditambahkan/diberi larutan ekstrak jernang 5% serat-serat tidak tampak

jelas hanya berupa lekukan-lekukan permukaan serat. Ekstrak jernang

mengisi celah-celah diantara serat. Matriks dengan penambahan larutan

ekstrak jernang 10% serat-serat sudah tertutup sepenuhnya oleh ekstrak.

Berdasarkan analisa EDX, terdapat unsur-unsur yang terdapat

pada ke tiga matriks tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Matriks tanpa

penambahan ekstrak jernang terdapat 3 unsur (Carbon/C, Fluorine/F dan

Gold/Au). Unsur C dan F merupakan unsur yang terdapat pada polimer

sebagai bahan pembuatan nanoserat, sedangkan unsur tersebut

merupakan unsur Au (emas) merupakan bahan coating pada preparat

nanoserat sebelum di uji dengan EDX. Matriks dengan penambahan

ekstrak jernang 5% dan 10% mengakibatkan meningkatnya persentase

unsur C dan O. Hal ini disebabkan salah satu kandungan ekstrak jernang

adalah dracorhodin (Shi, et.al.,2009; Toriq, 2013). Dracorhodin terdiri dari

kedua unsur tersebut seperti pada Gambar 3.

Tabel 7. Unsur-unsur yang terdapat pada matriks nanoserat

No. Matriks Unsur

1.

2.

Matriks + 0% larutan ekstrak jernang Matriks + 5% larutan ekstrak jernang

Carbon (C) 29,21%, Fluorine (F) 62,52%, Gold (Au) 8,27% Carbon (C) 47,71%, Fluorine (F) 25,80%,

3.

Matriks + 0% larutan ekstrak jernang

Oxygen (O) 10,38% ,Gold (Au) 16,11% Carbon (C) 62,33%, Fluorine (F) 4,17%, Oxygen (O) 15,97%, Gold (Au) 17,52%

2. X-Ray

Hasil analisis difraktogram sinar-x matriks nanoserat,

penambahan ekstrak jernang menunjukkan adanya perubahan puncak,

hal ini menunjukkan adanya perubahan struktur pada matriks (Gambar 6).

Masuknya ekstrak jernang 5% dan 10% pada matriks menyebabkan

terjadi sedikit penurunan derajat kristalinitas dari 53,71% menjadi 41,22%

dan 38,16%.

Gambar 6. Difraktogram matriks nanoserat

3. FTIR (Fourier Transform Infrared)

Hasil analisis FTIR muncul spektrum baru dibilangan 1086 cm-1

dengan adanya penambahan ekstrak jernang pada matriks nanoserat

(Gambar 7, 8 dan 9). Puncak tersebut menunjukkan adanya ikatan C-O

dari ekstrak jernang.

0%

5% 10%

Gambar 7. Spektrum FTIR matriks tanpa ekstrak jernang

Gambar 8. Spektrum FTIR matriks dengan 5% ekstrak jernang

Gambar 9. Spektrum FTIR matriks dengan 10% ekstrak jernang

B. Uji Toksisitas Ekstrak Jernang

Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimb Lethality Test (BSLT)

digunakan untuk mencari senyawa bioaktif baru dari bahan alam (Mukhtar,

et al.,2007). Bioaktif yang digunakan adalah berasal dari resin jernang.

Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT ekstrak jernang rambai dan

kalamuai seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Toksisitas LC50 ekstrak jernang

No.

Jenis jernang

Toksisitas LC50 (ppm)

Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol

1.

2.

Jernang rambai

Jernang kalamuai

570

593

70

594

Berdasarkan hasil uji toksisitas (Tabel 8), nilai LC50 terkecil

tersebut mempunyai sifat toksik tertinggi dibanding ekstrak lainnya.

Menurut Colgate dan Molyneux (2008), suatu ekstrak dikatakan memiliki

potensi antikanker apabila nilai LC50 di bawah 1000 ppm. Dengan

demikian, ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat kedua jenis jernang

dapat dikategorikan memiliki potetensi antikanker. Sifat toksik yang tinggi

dari suatu bahan diperkirakan akan mampu menghambat pertumbuhan

bahkan mungkin dapat membunuh sel-sel kanker (Mukhtar, et al., 2007)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Matriks nanoserat PVDF (Polyvinylidene Fluoride) berubah sifat-

sifatnya dengan penambahan ekstrak jernang. Terdapat perubahan

persentase unsur yang terkandung didalam nanoserat. Persentase

unsur carbon (C), oksigen (O) meningkat dan unsur fluorine (F)

menurun. Disamping itu juga terjadi penurunan kristalinitas nanoserat.

2. Toksisitas ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol jernang rambai LC50

570 ppm dan LC50 70 ppm, sedangkan jernang kalamuai LC50 593

ppm dan LC50 594 ppm. Semua ekstrak 2 jenis jernang tersebut

berpotensi sebagai obat antikanker

B. Saran

Perlu dilakukan uji lanjut ekstrak jernang dengan uji secara in vitro

dengan menggunakan sel kanker.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, S.S. 1992. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Bogor. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.

Amin, A. and M. Mousa. 2007. Merits of anticancer plants from the Arabian Gulf Region. Cancer Ther. 5,55-66

Badan Standardisasi Nasional. 2010. SNI 1671 : 2010. Getah Jernang. Jakarta.

Blouis, M.S. 1958. Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. Nature 181,1199-1200.

Colgate, S.M. and R.J. Molyneux. 2008. Bioactive Natural Products: Detection, Isolation, and Structural Determination. California (US): CRC Pr.

Coppen, J.J.W. 1995. Gum, resins, and latexes of plant origin. FAO Roma: Non Wood Forest Products. No.6.

Desu, B.S.R.; B. Suresh; K. Elango; M. Ramanathan; K.M.N. Satish; S.A. Dhanraj and P. Vijaya. 2011. Antibacterial, antfungal and infected wound healing activity of Cupresus glauca LINN. Pharmanest 2(1),24-27

Dransfield, J. and N. Manokaran. 1994. Plants Resource of South-East Asia. No. 6. Rattans. PROSEA. Bogor.

Edwards, H.G.M.; L.F.C. de Oliviera and H.D.V. Prendergast. 2004. Raman Spectroscopic Analysis of Dragon’s blood Resins – Basis for distinguishing between Dracaena, Daemonorops and Croton. Analyst, The Royal Society of Chemestry. www.rsc.org/analyst.

Elvidayanti dan D. Erwin. 2006. Berburu jernang: dari masyarakat desa sampai suku pedalaman. Gita Buana. Edisi 2, 22-23.

Grieve, M. 2006.Dragon’s Blood. Website :http://www.botanical.com/botanical/mgmh/d/dragon20.html. Diakses tanggal 21 Maret 2007

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan oleh J.B. Harborne, terbitan ke-2, diterjemahkan oleh Kosasih Padwawinata dan Iwang Soediro. ITB-Bandung.

Heath, H.B. and G. Reineccius. 1987. Flavour Chemistry and Tecnology. Wesport Connecticut. Art Publ. Co.Inc.,

Heyne., K. 1987. Tumbuhan Berguna III (Terjemahan). Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.

Januminro, C.F.M. 2000. Rotan Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Mukhtar, M.H.; A.Z. Adnan and M.W. Pitra. 2007. Uji Sitotoksisitas Minyak Atsiri Daun Kamanggi dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test Bioassay. J Sains Tek Farm 12,1-4

Molyneux P. 2004. The use of stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimazing antioxidant activity. Songklanakarin J Sci Technol 2,211-219

Nariya, P. B.; V. J. Shuka and R. N. Acharya. 2012. Phytochemical screening and in vitro evaluation of free radical scavenging

activity of Cordia macleodii bark. (HOOK.F. & THOMSON). Free Rad. Antiox. 2(3),36-40

Pearson and Prendergast. 2001. Economic Botany. Bronx, NY 10458-5126. USA: The New York Botanical Garden Press.

Rawat, S.; R. Singh; P. Thakur; S. Kaur and A. Semwal. 2012. Wound healing agents from medicinal plants; A Review. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine S1910-S1917.

Risna, R. A. 2006. Dragon’s blood (Daemonorops draco Bl.) tumbuhan obat yang menjanjikan dari Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Warta Kebun Raya, Pusat Konservasi tumbuhan Kebun Raya Bogor – LIPI. Vol. 6.No. 1, 45 – 49

Shi, J.; R. Hu; Y. Lu; C. Sun and T. Wu. 2009. Single-step purification of dracohordin from dragon’s blood resin of Daemonorops draco using high-speed counter-current chromatography combined with pH modulation. J.Sep Sci 32,4040-4047

Suksmanto, A.; Y. Hapsari dan P. Simanjuntak. 2007. Kandungan Antioksidan pada Beberapa Bagian Tanaman Mahkota Dewa, Phakeria macrocarpa [Scheff] Boerl. (Thymelaceae). Biodiversitas 8(2),92-95

Sumadiwangsa, S. 1973. Klasifikasi dan Sifat Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu. Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian. Bogor. Laporan No. 28.

_____________ . 2000. Usulan Kerja Peneliti (UKP). Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor. Tidak diterbitkan.

Tiwari, P.; B. Kumar; M. Kaur; G. Kaur and H. Kaur. 2011. Phytochemical screening and Extraction : A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia 1(1),98-106

Toriq, U. 2013. Senyawa Kimia Penciri Jernang untuk Pembaruan Parameter Standar Nasional Indonesia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. (Skripsi)

Umachigi, S.P.; G.S. Kumar; K.N. Jayaveera; D.V.K. Kumar; C.A.K. Kumar and R. Dhanapal. 2007. Antimicrobial, wound healing and antioxidant of Anthocephalus cadamba. Afr.J.Trad. CAM 4(4),481-487

Waluyo, T. K. 2008. Teknik Ekstraksi Tradisional Dan Analisis Sifat-sifat Jernang Asal Jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 26 (1), 30-40

Yi, T.; H.B. Chen; Z.Z. Zhao; Z.L. Yu and Z.H. Jiang. 2011. Comparison of the chemical profile and anti-platelet aggregation effects of two “Dragon’s blood” drugs used in traditional Chinese medicine. Journal of Ethnopharcology 133 (2011), 796-802

Xin, N.; Y.J. Li; Y. Li; R. J. Dai; W.W. Meng; Y. Chen; M. Schlappi and Y.L. Deng. 2011. Dragon’s Blood extract has antithrombotic properties, affecting platelet aggregation functions and anticoagulation activities. Journal of Ethnopharmacology 135, 510-515