TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK LAMINA - database.forda...

39
TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK LAMINA OLEH: 1. Ir. Nurwati Hadjib, MS 2. Abdurachman, ST 3. Ir. Efrida Basri, MSc 4. Drs. D. Martono PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BOGOR, 2014

Transcript of TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK LAMINA - database.forda...

TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK LAMINA

OLEH:

1. Ir. Nurwati Hadjib, MS 2. Abdurachman, ST 3. Ir. Efrida Basri, MSc 4. Drs. D. Martono

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BOGOR, 2014

i

TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK LAMINA

Mengetahui Ketua Kelti,

Ir. Efrida Basri, MSc NIP. ..............................

Ketua Tim Pelaksana

Ir. Nurwati Hadjib, MS NIP. 19501212 197903 2 002

Menyetujui Koordinator,

Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si NIP. 19580705 198903 1 007

Mengesahkan Kepala Pusat,

Dr. Ir. Rufi’ie, MSc. NIP. 19590502 198603 1 001

ii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................................. 1

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7

BAB III. METODOLOGI .................................................................................. 14

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 20

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

LAMPIRAN ......................................................................................................... 26

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penggunaan glulam lengkung pada struktur bangunan besar .... 11

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pembentukan pola lengkung pada kayu solid ........................... 10

Gambar 2. Glulam lengkung glulam sejenis dan campuran ....................... 17

Gambar 3. Histogram rata-rata kerapatan glulam yang dibuat ................. 21

Gambar 4 . Histogram nilai rata-rata modulus elastisitas glulam yang

diteliti ............................................................................................................ 22

Gambar 5. Histogram nilai rata-rata springback glulam yang diteliti ......... 23

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ANOVA ........................................................................................... 26

Lampiran 2. Foto-foto ........................................................................................ 28

Foto 1. Tegakan ketapang di Ujung Genteng ......................................... 28

Foto 2. Dolok jabon siap digergaji ............................................................ 28

Foto 3. Papan kayu mahoni ....................................................................... 29

Foto 4. Proses pengeringan kayu kombinasi tenaga surya dan

tungku .................................................................................................... 29

Foto 5. Pengeringan papan setelah diawetkan ..................................... 30

Foto 6. Pengepresan glulam lurus (kiri) dan lengkung (kanan) .......... 30

Foto 7. Glulam lurus (kiri) dan lengkung (kanan) ................................... 31

Foto 8. Pengukuran nilai E dengan Panter ............................................. 31

Foto 9. Pengujian kekuatan lentur statis skala besar ............................ 32

Foto 10. Glulam lengkung untuk kusen pintu ....................................... 32

Foto 11. Glulam lengkung untuk kuda-kuda ........................................... 33

1

ABSTRAK

Kayu mahoni dan jabon saat ini telah banyak dikembangkan dan hanya dimanfaatkan sebagai bahan furnitur dan konstruksi yang tidak memikul beban struktur berat, demikian pula kayu ketapang yang belum dimanfaatkan secara luas. Melalui teknologi kayu laminasi ketiga jenis kayu tersebut dibuat balok laminasi yang dapat digunakan sebagai bahan struktur rangka atap berupa balok lurus maupun lengkung. Efisensi pembuatan balok dari ketiga jenis kayu tersebut dengan melihat kekuatannya yang diuji dengan menggunakan mesin UTM.

Hasil penelitian menunjukkan Glulam mahoni-ketapang mempunyai nilai MOE yang tidak berbeda nyata dengan mahoni-mahoni, sehingga posisi mahoni pada lapisan bagian dalam dapat digantikan oleh ketapang, sehingga memungkinkan untuk menurunkan harga glulamnya. Nilai springback glulam berkisar antara 2,979-14,468% dengan rata-rata 10,343%. Glulam jabon yang diawetkan mempunyai nilai rata-rata springback yang terendah.

Kata kunci : Peningkatan teknologi pemanfaatan, glulam, sifat fisis, mekanis, kayu struktural

2

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan kayu untuk industri dan bangunan sebagian besar

masih dipenuhi dari hutan alam. Akan tetapi karena kecepatan

pemanenan yang tidak seimbang dengan kecepatan penanaman, maka

tekanan terhadap hutan alam semakin besar dan kayu-kayu yang berasal

dari hutan alam semakin menurun ketersediaannya, baik dari segi mutu

maupun volumenya. Kebutuhan kayu di Indonesia baik untuk perumahan

atau penggunaan lainnya terus meningkat seiring dengan pertambahan

penduduk. Dewasa ini telah makin terasa kekurangan berbagai jenis kayu

untuk bahan baku berbagai industri perkayuan seperti industri kerajinan,

sampai pada industri berskala besar. Oleh sebab itu, kayu dari hutan

tanaman diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kayu untuk berbagai

keperluan tersebut. Mulai Pelita IV Departemen Kehutanan membangun

Hutan Tanaman Industri (HTI) yang pada tahun 2015 diharapkan

pembangunannya mencapai 6,2 juta hektar dan akan menghasilkan kayu

bulat sebesar 90 juta meter kubik setiap tahun. Perubahan pasokan dari

hutan alam ke hutan tanaman, dari kayu berdiameter besar ke kayu

berdiameter kecil, dan dari kayu yang sudah lazim digunakan ke kayu

yang kurang dikenal, memaksa industri untuk memperhatikan sifat-sifat

kayu yang akan digunakan guna meningkatkan teknik pengolahan agar

tidak terjadi masalah di kemudian hari.

Rendahnya karakteristik sifat fisik dan mekanik pada kayu yang

diperoleh dari hutan tanaman akan menjadi masalah serius dalam

pengolahan dan penggunaan produk bagi industri kayu. Di samping

masalah penurunan sifat fisik dan mekanik, kayu dari hutan tanaman

umumnya memiliki sifat keawetan dan stabilitas dimensi yang lebih rendah

dibandingkan dengan kayu sejenis dari hutan alam (Martawijaya, 1990).

3

Karakteristik ini merupakan masalah serius dalam penggunaan kayu baik

untuk bangunan atau untuk keperluan lainnya.

Penyempurnaan karakteristik inferior pada kayu dari hutan

tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pembuatan balok

komposit meliputi glulam, kayu lapis, cross laminated timber/CLT dan

balok girder) atau membuat produk kayu buatan (reconstituted wood).

Perlakuan ini mampu memodifikasi kayu, yang diikuti dengan perbaikan

karakteristik sifat fisik, mekanik dan efisiensi pemanfaatan kayu.

Mengingat masih terbatasnya ketersediaan data dan informasi

mengenai pemanfaatan serta peningkatan kualitas jenis kayu hutan

tanaman untuk produk kayu pertukangan terutama produk kayu rekatan

untuk bahan bangunan, maka penelitian tentang peningkatan

pemanfaatan jenis kayu hutan tanaman berupa produk kayu komposit

untuk pertukangan dan bangunan perlu dilakukan. Kegiatan penelitian

tahun 2014 ini adalah pembuatan glulam berstruktur lengkung

menggunakan jenis kayu dari hutan tanaman dan hutan rakyat.

B. Tujuan dan Sasaran

1. Tujuan

Mendapatkan teknologi pembuatan produk kayu lamina berupa

balok dari mahoni dan jabon yang dapat digunakan untuk kayu

pertukangan khususnya komponen bangunan berupa kuda-kuda

lengkung.

2. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya data dan informasi

sifat fisis, mekanis, produk kayu lamina mahoni, ketapang dan jabon

untuk komponen kayu bangunan.

4

C. Luaran

1) Laporan Hasil Penelitian yang berisi informasi ilmiah teknologi

pembuatan glulam jenis mahoni dan jabon untuk komponen

bangunan.

2) Draft karya tulis ilmiah.

3) Produk model kuda-kuda dan kusen berbentuk lengkung.

D. Hasil Yang Telah Dicapai.

1. Hasil penelitian tahun 2011 adalah sebagai berikut :

a. Nilai rata-rata modulus elastisitas (MOE) glulam berukuran 6/12 yang

dibuat dari gmelina, karet dan jabon berkisar antara 8612.91-37425.98

kg/cm2 dengan rata-rata 23.716 kg/cm2. MOE terendah.pada glulam

jabon, karet dan gmelina ukuran 5/6, dan kombinasi gmelina-jabon dan

karet-jabon ukuran 5/6. Nilai MOE glulam yang diteliti setara dengan

hasil penelitian Ma et al (2008) yang membuat glulam struktural dari

kayu dengan kerapatan rendah (Chinese fir). MOE glulam yang

didapat berkisar antara 73150-79110 kg/cm2. Nilai rata-rata MOR

tertinggi terdapat pada glulam campuran karet dan jabon ukuran 5/10.

Merujuk kepada nilai MOR dan MOE pada JAS 234:2003, maka

semua jenis glulam yang dibuat memenuhi standar untuk kayu

struktural kecuali jenis glulam Jabon (ukuran 5/6), gmelina-jabon dan

karet-jabon (ukuran 5/6). Nilai S/W glulam yang diteliti berkisar antara

330 (Gmelina 5/6) sampai 971 (Glulam karet ukuran 5/6).

b. Berdasarkan nilai rata-rata keteguhan rekat antara lapisan kayu

penyusun glulam, maka hanya glulam karet dan gmelina yang

memenuhi standar Jepang (JAS, 2003)

c. MOE balok-I yang dibuat berkisar antara 99,768 – 143,471 kg/cm2

dan MOR rata-ratanya berkisar antara 183.18-211.37 kg/cm2. Nilai

5

S/W berkisar antara 543.56-644.42. Nilai ini sesuai standar Jepang

untuk kayu struktural.

d. Bahan baku dolok kayu untuk pembuatan produk broti lamina yang

berasal dari hutan tanaman Industri (HTI) menghasilkan papan broti

yang lebih baik dibanding broti dari kayu tanaman rakyat, karena

banyaknya cacat kayu.

2. Hasil penelitian tahun 2012

a. Pembuatan glulam dari jati (J), mangium (A) dan trembesi (T) yang

diawetkan dan tidak diawetkan menunjukkan bahwa berat glulam

yang dibuat tergolong sedang, kerapatan glulam berkisar antara

0,557-0,821 gram/cm3 dengan rata-rata 0,658 gram/cm3. Nilai rata-

rata kadar air glulam berkisar antara 13-16,8% dengan rata-rata

14,6%

b. Nilai rata-rata modulus elastisitas glulam yang diuji berkisar antara

37016 – 120446 kg/cm2 dengan rata-rata 75251 kg/cm2 sedangkan

keteguhan patahnya (MOR) berkisar antara 145-750 kg/cm2 dengan

rata-rata 494 kg/cm2. Secara umum glulam yang dibuat memenuhi

standard mutu glulam struktural (Anonim, 2007) dan dapat digunakan

untuk kayu konstruksi dan tergolong mutu E65-F225 sampai E95-

F270.

c. Nilai rata-rata keteguhan geser blok glulam yang diteliti berkisar

antara 22,0 - 64,2 kg/cm2 dengan rata-rata 38,4 kg/cm2. Semua

glulam baik yang dibuat sejenis maupun dari campuran jenis jati,

mangium dan termbesi memenuhi standard JAS (2007).

d. Nilai MOE balok I berdiri lebih tinggi dibandingkan posisi tidur.

Dibandingkan MOE glulam, maka MOE balok I umumnya lebih tinggi.

e. Pengawetan kayu jati, trembesi dan mangium tidak mempengaruhi

sifat balok glulam yang dibuat.

f. Berdasarkan kelas kuat dan rasio S/W glulam, semua glulam yang

dibuat dapat dimanfaatkan untuk konstruksi kecuali glulam jati-

6

trembesi (diawet/JT maupun tidak/JTD) dan trembesi-trembesi tidak

diawet (TTD). Ke tiga jenis glulam tersebut dapat dimanfaatkan untuk

konstruksi yang tidak mensyaratkan kekuatan.

3. Hasil penelitian tahun 2013

Pembuatan glulam dari mahoni, jabon serta campuran mahoni dan

jabon untuk kuda-kuda sederhana dengan hasil-hasil sebagai berikut :

a. Glulam yang dibuat dari mahoni serta campuran mahoni dan jabon

tidak berbeda nyata dan memenuhi standar untuk bahan kayu

bangunan.

b. Kekakuan lentur (MOE) balok laminasi mahoni-jabon hampir

menyamai glulam mahoni-mahoni.

c. Kekuatan lentur maksimum (MOR) tertinggi dicapai oleh glulam

mahoni-jabon (MJ) sebesar 617,20 kg/cm2.

d. Lenturan maksimum pada struktur kuda-kuda yang dibuat terjadi di

tengah bentang pada glulam mahoni-jabon (MJ) sebesar 0,68 cm

pada beban 867 kg, dan nilai ini memenuhi persyaratan lenturan

maksimum menurut peraturan konstruksi kayu Indonesia.

7

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Penggunaan kayu untuk bahan konstruksi

Beberapa alasan sederhana mengapa kayu masih digunakan untuk

bahan konstruksi selama ribuan tahun, yaitu belum adanya bahan

pengganti yang mempunyai karakteristik seperti kayu. Dilaporkan kayu

mempunyai kelebihan dibandingkan bahan substitutnya antara lain sifat

peredam, pengerjaannya tidak memerlukan keahlian khusus dan bersifat

dekoratif. Kayu digunakan sebagai bahan struktural dalam berbagai

variasi, konstruksi ringan yang digunakan untuk rumah tinggal sederhana

dan bertingkat, sedangkan ukuran besar digunakan untuk bangunan

industri, olah raga dan pertokoan/pasar (Firmanti, 2004). Pemakaian kayu

untuk bahan konstruksi sampai saat ini masih terbatas pada kayu olahan

(gergajian/glondongan) yang berukuran kecil, maksimum sebatas ukuran

(penampang dan panjang) pohonnya, terlebih lagi pohon yang berasal

dari hutan tanaman. Kayu dari hutan tanaman selain berdiameter kecil

pada umumnya mempunyai sifat inferior, sehingga untuk bentang yang

dihasilkan juga terbatas pada bangunan ringan dengan bentang kecil.

Pengolahan kayu menjadi kayu majemuk yang berdimensi lebih

besar akan menjawab persoalan di atas. Penggunaan kayu solid di masa

mendatang semakin menurun, hal ini disebabkan karena ukuran pohon

yang semakin kecil, sehingga untuk kayu pertukangan yang memerlukan

dimensi (ukuran besar), semakin sulit. Dengan pembuatan produk kayu

komposit, maka pemanfaatan kayu dengan mutu dan ukuran yang lebih

besar dapat dicapai (Siddiq, 1989).

Di dalam perkembangan perencanaan struktur, perencana mempunyai

inovasi dan daya kreatif tinggi. Perencana struktur cenderung mencari

kemungkinan perencanaan yang sesuai dengan kegunaan dan memenuhi

syarat kekuatan serta ekonomis. Jenis material, bentuk dan metoda struktur

8

merupakan hal yang perlu mendapat pertimbangan didalam suatu

perencanaan. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa sebuah balok kayu utuh,

sebagai material alamiah mungkin belum merupakan produk yang efisien

untuk komponen struktural.

2. Kualitas kayu

Pemanfaatan kayu tanaman untuk tujuan industri kayu pertukangan

harus memenuhi persyaratan kualitas sesuai peruntukannya. Meskipun

konsep kualitas kayu mungkin sukar untuk diterangkan secara tepat,

namun beberapa faktor mempengaruhi kecocokan kayu untuk berbagai

tujuan. Beberapa variabel yang mempengaruhi kecocokan kayu untuk

tujuan tertentu adalah kerapatan dan variasi kerapatan, lingkaran tumbuh

(lebar, variasi dan jumlahnya), serat (panjang dan kelurusannya), mata

kayu (ukuran, tipe dan sebarannya), proporsi kayu teras, persen

pembuluh, kayu juvenil serta kayu reaksi (Haygreen dan Bowyer, 1982).

Secara lebih rinci, Tang (2005) mengemukakan variabel-variabel kriteria

mutu kayu untuk penggunaan tertentu, yaitu tidak ada atau sangat sedikit

mata kayu besar, BJ/kerapatan sedang atau lebih tinggi dengan minimum

50% kayu akhir (latewood) dalam lingkaran tumbuh, lapisan dinding

sekunder S2 lebih tebal dengan sudut mikrofibril kecil, tidak ada kayu

reaksi, tidak ada atau sangat sedikit porsi kayu juvenilnya, tidak ada

shakes dan compression failures, tidak ada kantung damar (pitch-pocket)

tidak terdapat serat terangkat (no fusiform-rust cankers), serta bebas

cacat pengeringan.

3. Produk kayu majemuk

Pemanfaatan kayu secara efisien dapat dicapai dengan

memanfaatkan kayu semaksimal mungkin. Rendemen kayu gergajian

adalah 50% dapat ditingkatkan menjadi 50-60% (Anonim, 2006), bila

limbah penggergajian dimanfaatkan untuk pembuatan produk lainnya

9

seperti papan partikel, papan semen, dan papan sambung untuk

keperluan konstruksi ringan.

Produk kayu lamina merupakan salah satu pilihan yang tepat.

Glulam (Glued Laminated timber) adalah susunan beberapa lapis kayu

direkatkan satu sama lain secara sempurna menjadi satu kesatuan tanpa

terjadi diskontinuitas perpindahan tempat (Anonim, 2010). Arah serat seluruh

lapisan paralel terhadap panjang balok. Sesuai kegunaan dan

fungsinya, glulam terbagi menjadi glulam struktural dan non

struktural, glulam horizontal dan vertikal serta glulam lurus dan

glulam lengkung. Dua prinsip desain laminasi adalah memaksimalkan

dimensi dengan meminimalkan material. Apabila prinsip tersebut

dapat dilakukan secara simultan, maka tujuan penggunaan laminasi

dapat dicapai secara maksimal, sehingga laminasi merupakan desain

ekonomis dengan tetap memenuhi prinsip struktural (Bodig dan Jayne 1982).

4. Glulam struktur lengkung

Glulam struktur lengkung adalah glulam yang berbentuk lengkung ke

arah memanjang terbuat dari kayu yang relatif mudah dilengkungkan

dengan cara kempa dingin atau kempa panas dan digunakan sebagai

komponen struktur bangunan dengan bentang lebih dari 6 m. Glulam

lengkung biasanya digunakan sebagai struktur bagian atas bangunan

gudang, hanggar, aula, gedung pertunjukan yang berbentang besar dan

mengandung unsur arsitektur tinggi.

Pada industri kecil, kayu berbentuk lengkung untuk komponen mebel

dan komponen bukan struktur pada bangunan seperti kusen pintu dan

jendela biasanya dibuat dengan cara menggergaji balok atau papan solid

sesuai pola yang diinginkan. Hal ini mengakibatkan pemborosan bahan

baku kayu, karena banyak kayu yang terbuang seperti pada Gambar 1.

Untuk penggunaan pada struktur yang memikul beban berat, kayu

lengkung harus dibuat dalam bentuk glulam yang terdiri dari papan

berukuran tebal 5 sampai 20 mm kemudian direkat dengan perekat tipe

10

eksterior. Proses pelengkungan dapat dilakukan sebelum perekatan atau

secara bersamaan dengan proses perekatan.

Sumber : Abdurachman, 2010

Gambar 1. Pembentukan pola lengkung pada kayu solid

Proses pembuatan glulam lengkung tidak berbeda dengan

pembuatan glulam lurus, namun peralatan yang diperlukan jauh lebih

kompleks dan mahal. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,

Jerman, Jepang dan Australia pembuatan glulam berbentuk lengkung

telah menggunakan peralatan dengan teknologi tinggi, sehingga

kecepatan produksinya dapat mengimbangi kebutuhan glulam tersebut.

Untuk mempermudah pelengkungan kayu diperlukan cara dan

metode yang tepat atau dengan perlakuan tertentu seperti perendaman

dengan air dingin dalam waktu yang lama, perendaman dengan air panas,

pengukusan dan lain-lain, karena tidak semua jenis kayu dapat

dilengkungkan dengan mudah.

Penggunaan glulam struktur lengkung sesuai degan fungsi dan

besarnya bentang sebagai struktur utama bangunan dapat berbentuk

glulam lengkung Tudor, ghotic dan lingkar bulat. Glulam tersebut berfungsi

sebagai komponen struktur yang mendukung beban kombinasi aksial dan

momen, banyak digunakan pada bangunan gedung seperti dijelaskan

pada Tabel berikut :

Kayu solid berbentuk lengkung

Bagian kayu yang terbuang Garis pola lengkung

11

Tabel 1. Penggunaan glulam lengkung pada struktur bangunan besar

No. Fungsi bangunan gedung Tipe glulam

yang dipakai *)

Aspek yang lebih

diperhatikan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Ruang sidang, serbaguna,

auditorium

Ruang pameran

R. olah raga, gimnasium

R. ibadah, misalnya “dome”

R. Test hall, Lab. Konstruksi

R. Worshop, bengkel kerja

R. Hanggar

R. Planetorium

Restoran

B, G, P, T

B, G, P, T

B ,-, P, T

B ,-, P, T

B, -, P, T, -

B ,-, P, T

B ,-, P

B ,- ,- ,-

B, G, -,T

Arsitektur

10.

11.

12.

Poliklinik

R. kelas, R. Kuliah

Rumah dan Perumahan

Lu, T

Lu, T

Lu, T

Arsitektur dan

Utilitas

Sumber : Siddiq, 1989 Keterangan : *) B = Lengkung bundar, G = Lengkung Gothic, P = Lengkung

Parabola, T = Lengkung Tudor, Lu = Lurus

5. Keterangan singkat bahan kayu untuk penelitian

a. Mahoni (Swietenia macrophylla King)

Mahoni termasuk salah satu jenis dari famili Meliaceae yang sudah

banyak ditanam di Indonesia. Tinggi pohon dapat mencapai 35 m,

diameter sampai 125 cm, bentuk silindris, tidak berbanir, tajuk agak lebat,

jenis bayangan, gugur daun, tetapi tidak lama. Disebutkan bahwa mahoni

pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1872 melalui India, berasal

dario Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Paramaribo). Di Indonesia

daerah persebarannya di seluruh Jawa sampai ketinggian 1000 m dpl.

Perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan dengan secara generatif

(biji) dan vegetatif (stump atau stek). Riap diameter rata-rata mahoni

dilaporkan sebesar 0,99 cm/th. Faktor yang mempengaruhi laju

12

pertumbuhan diameter rata-rata pada posisi dan bentuk tajuk pohon

adalah diameter awal.

Kayu teras mahoni berwarna coklat muda kemerah-merahan atau

kekuning-kuningan sampai coklat tua kemerah-merahan, lambat laun

menjadi lebih tua. Tekstur kayu agak halus, arah serat berpadu, kadang-

kadang bergelombang, permukaan kayu agak licin dan mengkilap.

Kerapatankayu mahoni berkisar 0,53-0,67 gram/cm3 dengan rata-rata

0,61 gram/cm3, mudah dikerjakan, mudah dikeringkan dengan hasil baik,

tergolong kelas kuat II-III dan secara umum tergolong kelas awet III. Kayu

ini sukar untuk diawetkan.

b. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)

Menurut Martawijaya et al. (2005), jabon termasuk jenis kayu cepat

tumbuh dari famili Rubiaceae. Persebaran tanaman jabon meliputi

seluruh Sumatrea, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Seluruh

Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Irian. Pohon jabon dapat mencapai

ketinggian 45 m, panjang batang bebas cabang 30m, dengan diameter

sampai 160cm. Batang lurus dan silindris, bertajuk tinggi dengan cabang

mendatar. Kulit luar berwarna kelabu- coklat sampai coklat.

Kayu teras jabon secara umum berwarna putih semu kuning muda,

lambat laun menjadi semu gading. Kayu gubal tidak dapat dibedakan dari

kayu terasnya. Tekstur kayu agak halus sampai agak kasar, arah serat

lurus kadang-kadang agak berpadu.Permukaan kayu licin-agak licin dan

mengkilap-agak mengkilap.

Kayu jabon tergolong kayu ringan (Kerapatan antara 0,29 – 0,56

gram/cm3), kelas kuat III-IV, kelas awet V dan agak mudah diawetkan.

c. Ketapang (Terminalia catappa L.)

Ketapang (Terminalia catappa L.) tergolong kedalam famili

Combretaceae, merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara, tersebar hampir

13

di seluruh daerah di Asia Tenggara termasuk di Indonesia kecuali

Sumatra dan Kalimantan. Tumbuhan ini juga biasa ditanam di Australia,

India, Madagaskar hingga Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Heyne,

1987).

Habitat yang disukai oleh pohon ketapang adalah daerah dataran

rendah termasuk daerah pantai hingga ketinggian 500 meter dpl. Pohon

ini menggugurkan daunnya hingga dua kali dalam setahun sehingga

tanaman ini mampu bertahan menghadapi bulan-bulan yang kering.

Menurut Valkenburg et al. (1991), kayu terasnya berwarna merah bata

pucat hingga kecoklat-coklatan, ringan sampai sedang, berat jenisnya

berkisar antara 0,465-0,675, cukup keras dan ulet namun tidak begitu

awet. Dalam perdagangan kayu ini dikenal sebagai red-brown terminalia,

dan digunakan sebagai penutup lantai atau venir. Di Indonesia kayu ini

digunakan dalam pembuatan perahu dan untuk komponen rumah.

14

BAB III.

METODOLOGI

A. Lokasi penelitian

Pengumpulan kayu mahoni, jabon dan ketapang dilakukan di daerah

Jawa Barat dan Banten. Sedangkan pengumpulan data sekunder

dilakukan di Bandung. Pertemuan ilmiah dilakukan di Medan, Sumatra

Utara.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu

gergajian mahoni (Swietenia macrophylla King), jabon (Antho-

cephalus cadamba Miq.) dan ketapang (Terminalia catappa L.).

2. Bahan kimia yang diperlukan antara lain perekat isocyanat (Water

Based Isocyanate Polymer, WBIP) dengan hardenernya serta bahan

pengawet CCB (Copper Chrome Boron). Bahan gelas yang

diperlukan antara lain gelas piala dengan pengaduknya, desikator

dan sebagainya. Bahan penunjang yang diperlukan ampelas rol,

bilah gergaji pita, masker, dan meteran.

3. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gegaji belah,

gergaji potong, mesin serut, moulder, mesin pembuat sambungan

jari, alat pres, tangki pengawet, tungku pengeringan, timbangan,

oven, deflektometer, kaliper, alat ukur panjang dan alat uji mekanis

(universal testing machine=UTM)

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja penelitian diawali dengan pengumpulan bahan kayu,

penggergajian dan pembuatan balok lamina, pelengkungan serta

pembuatan produk.

1. Pengumpulan bahan

15

Kegiatan penelitian ini diawali dengan pengumpulan bahan kayu.

Jenis kayu dan ukuran yang diperlukan diambil dari pasar dan

tananam/hutan rakyat di daerah sekitar Jawa Barat dan Banten.

2. Penggergajian dan Pengerjaan

Untuk memperoleh ukuran akhir tebal papan/sortimen 2 cm, diperlukan

papan gergajian ukuran 2,3 cm. Sedangkan untuk lebar 6 cm,

diperlukan papan gergajian ukuran 6,3 cm. Hal ini dilakukan karena

faktor penyusutan dan penyerutan. Proses ini dilakukan untuk

menyesuaikan ukuran kayu yang diambil dari pasar dengan ukuran

yang dibutuhkan.

3. Pengeringan

Pengeringan kayu bertujuan untuk mendapatkan kadar air yang

dikehendaki dan seragam. Hal ini perlu dilakukan mengingat kayu

gergajian dari pemasok umumnya masih dalam keadaan basah.

Papan dikeringkan dalam dapur pengering kombinasi tenaga surya

dan tungku limbah penggergajian. Kegiatan pengeringan dilakukan

sampai kadar air kayu mencapai kadar air kering udara (14%), dengan

cacat pengeringan sekecil mungkin, sesuai persyaratan perekatan

kayu.

4. Pengawetan

Papan kayu yang telah kering udara diawetkan dengan bahan

pengawet CCB dengan menggunakan metode vakum tekan.

Konsentrasi dan metode pengawetan mengacu pada standar

pengawetan kayu SNI No 01-7207-2006 (Anonim, 2006).

5. Pembuatan kayu lamina/glulam lengkung

a. Kayu gergajian masing-masing jenis dengan ukuran ketebalan 1 dan 2

cm, yang telah dikeringkan dan diawetkan, dibuat produk kayu

komposit untuk bahan bangunan. Glulam lengkung dibuat dari papan

16

yang tidak dan sudah diawetkan dengan bahan pengawet CKB, direkat

dengan perekat isosianat dengan pengaturan lapisan berdasarkan nilai

kekakuannya. Produk yang akan dibuat berupa balok lamina 6 lapis

campuran jenis kayu mahoni-jabon (MJ), mahoni-ketapang (MK) serta

tidak campuran (sejenis) mahoni-mahoni (MM), jabon-jabon (JJ) dan

ketapang-ketapang (KK) dengan penempatan 2 lapisan mahoni pada

bagian terluar atas dan bawah, sedangkan jabon dan ketapang 2

lapisan pada bagian dalam (Gambar 2).

b. Sebelum direkat menjadi glulam, terlebih papan lamina diseleksi

menurut kekakuannya (E). Kemudian disusun berdasarkan urutan nilai

kekakuan pada masing-masing jenis kayu. Di samping itu penyusunan

lamina juga didasarkan atas mutu bilah sambung yaitu bercacat dan

bebas cacat.

c. Setelah papan lamina tersusun, dilaburi perekat PRF dengan berat

labur 200 g/m2, kemudian direkat dan dikempa secara bersamaan pada

mesin kempa dingin selama 24 jam di atas alat Curved-Press ( Gambar

2) pada tekanan yang tergantung pada jenis dan jumlah lapis glulam

yang akan dibuat. Balok lamina lengkung yang dibuat terdiri dari 3 lapis

bilah sambung sehingga membentuk balok lengkung berpenampang 6

x 12 cm seperti Gambar 2.

17

a. Sebelum dilaburi perekat b. Proses pengempaan

Gambar 2. Glulam lengkung glulam sejenis dan campuran

d. Glulam lengkung yang sudah dibuka dari mesin kempa dibiarkan

(conditioning) di bawah naungan selama 1 minggu untuk pematangan

perekat.

6. Pengujian

Pengujian sifat kekuatan dan kekakuan lentur dilakukan dengan 2

tahap yaitu pengujian tidak merusak memakai mesin pemilah kayu

Panter dan pengujian dengan cara merusak menggunakan mesin uji

Penampang glulam campuran

Radius lengkung

18

UTM. Pengujian dengan mesin pemilah kayu (Panter) dilakukan pada

posisi baring (flat wise). Pada uji tidak merusak dengan mesin pemilah

Panter, parameter yang diamati adalah modulus elastisitas (MOE),

sedangkan pengujian secara merusak berparameter MOE, MOR dan

keteguhan tekan sejajar serat.

Pengujian produk kayu lamina berupa balok berbentuk lengkung

dilakukan setelah pengkondisian selama seminggu sejak selesai

perekatan dan pengempaan. Pengujian kekuatan balok lengkung

dilakukan berdasar loading test satu titik beban (center point loading)

dengan cara memberikan beban statis di tengah bentang dan diukur

defleksinya setiap minggu. Defleksi dan beban penyebabnya dicatat

setiap 7 hari. Parameter yang diamati untuk glulam struktur lengkung

adalah keteguhan lentur statis, keteguhan tekan sejajar serat dan

keteguhan geser sejajar serat.

Selain itu dilakukan pula pengujian sifat fisis seperti kerapatan,

kembang susut dan keteguhan geser rekat dari tiap komponen

penyusun kayu komposit tersebut.

C. Analisis Data

Data sifat fisis dan mekanis produk kayu yang dihasilkan ditabulasi dan

dihitung rata-rata, simpangan baku dan efisiensinya serta dianalisis

secara statistik. Nilai hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan

standar mutu produk yang ada (JAS, MAFF, Notification No.1152).

Efisiensi pembuatan produk kayu lamina merupakan perbandingan sifat

produk kayu terhadap kayu solidnya.

Rancangan percobaan yang akan dilakukan adalah rancangan acak

lengkap (RAL) dalam faktorial, dengan faktor sebagai berikut :

A : Jenis produk, 3 tingkat (glulam lurus, lengkung dan solid)

B : Jenis kayu, 3 tingkat (mahoni, jabon dan ketapang)

Setiap perlakuan dilakukan ulangan 3 kali.

19

Model umum dari rancangan ini adalah

Yijk = μijk + Ai + Bj + AB ij + ᵋijkl

Dimana :

Yijk : Respon yang diamati

μijk : Nilai rata-rata perlakuan

Ai: Pengaruh perlakuan A ke-i (i=1,2,3)

Bj : Pengaruh perlakuan B ke-j (j=1,2,3)

ᵋijkl : Galat

Perbandingan nilai tengah dilakukan apabila sidik ragam pengaruh

perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata.

20

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Retensi

Pengawetan kayu merupakan kegiatan penambahan bahan kimia

tertentu untuk memberikan proteksi terhadap organisme perusak kayu

Banyaknya bahan pengawet yang dapat diserap oleh suatu jenis kayu

pada ukuran tertentu disebut renetsi yang ditentukan berdasarkan

satuan berat bahan pengawet per volume kayu. Jenis kayu, sifat

anatomi dan sifat fisis kayu serta metode pengawetan yang digunakan

menentukan retensi bahan pengawet (Anonim, 2006).

Retensi yang didapat dengan rumus : A = R x Vol / K (konsentrasi)

A = banyaknya larutan yang masuk ke kayu. ; R = retensi yang dituju

; Vol kayu ; K = konsentrasi larutan bahan pengawet .

Dalam kegiatan ini telah diawetkan sebanyak 200 lembar papan dari

mahoni, jabon dan ketapang berukuran 300 x 8,5 x 2 cm. Diperlukan

612 liter CKB dengan konsentrasi 10%.

Hasil retensi : 612 = R x 0,12 / 0,1 jadi R = 6,12 / 0,12 = 5,1 kg /

m3.untuk semua papan contoh kayu laminasi.

Berdasarkan Anonim (2006), nilai ini cukup untuk pengawetan bahan

bangunan yang tidak terpapar kelembaban tinggi.

2. Sifat fisis

Nilai rata-rata kerapatan glulam yang dibuat dapat dilihat pada

histogram (Gambar 3).

21

Gambar 3. Histogram rata-rata kerapatan glulam yang dibuat

Pada Gambar di atas terlihat bahwa jabon solid merupakan kayu

dengan kerapatan terendah dibanding kayu lainnya, baik solid

maupun glulam. Kayu mahoni solid merupakan kayu dengan

kerapatan tertinggi.

Kayu mahoni, jabon dan ketapang tergolong kayu yang kurang

awet. Hasil pengawetan menggunakan CKB 10%, diharapkan umur

pakainya meningkat. Kerapatan kayu yang diawetkan meningkat,

walaupun secara statistik (Tabel lampiran), pengawetan tidak

mempengaruhi sifat kayunya. Kenaikan ini kemungkinan karena

penambahan bahan pengawet hanya masuk ke dalam lumen kayu,

tidak mempengaruhi struktur bahan penyusun dinding sel, sehingga

tidak mempengaruhi sifat kayu tersebut. Hasil perbandingan nilai

tengah perlakuan juga menunjukkan bahwa pembuatan glulam

campuran tidak mempengaruhi kerapatan glulam sejenis, sehingga

dapat disarankan penggantian kayu mahoni dengan dengan jenis lain

yang mempunyai kerapatan lebih rendah pada bagian tengahnya

glulam.

22

3. Sifat mekanis

Nilai rata-rata modulus elastisitas glulam yang diteliti disajikan pada

Gambar 4

Gambar 4 . Histogram nilai rata-rata modulus elastisitas glulam yang diteliti

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai MOE (non destructive

test) kayu pada posisi berdiri lebih tinggi dibandingkan pada posisi tidur.

Perlakuan pengawetan menurunkan nilai MOE, walaupun secara statistik

penurunan tersebut tidak nyata. Hal ini disebabkan karena bahan

pengawet hanya mengisi rongga sel, sehingga tidak mempengaruhi

kekuatan kayu.

Glulam mahoni-ketapang mempunyai nilai MOE yang tidak berbeda

nyata dengan mahoni-mahoni, sehingga posisi mahoni pada lapisan

bagian dalam dapat digantikan oleh ketapang, sehingga memungkinkan

untuk menurunkan harga glulamnya.

23

4. Springback

Nilai rata-rata Springback glulam yang dilengkungkan disajikan pada

Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Histogram nilai rata-rata springback glulam yang diteliti

Nilai springback glulam berkisar antara 2,979-14,468% dengan

rata-rata 10,343%. Glulam jabon yang diawetkan ternyata mempunyai

nilai rata-rata springback yang terendah, hal ini karena disamping jabon

mempunyai kerapatan terendah, dengan dinding sel yang lebih tipis,

pemasukan bahan pengawet pada rongga antar sel dan isi sel kayu jabon,

terjadi fixasi, yang meningkatkan stabilisasi kayu. Keadaan ini didukung

dengan sidik ragam pengaruh jenis kayu penyusun glulam dan perlakuan

pengawetan, yang menunjukkan bahwa jenis kayu menunjukkan

perbedaan yang nyata, dan berdasarkan perbandingan nilai tengah hanya

hanya glulam jabon yang berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya.

24

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Retensi bahan pengawet CKB pada kayu pelapis glulam 5,1%. Hasil

pengawetan tidak mempengaruhi sifat kayu.

b. Hasil perbandingan nilai tengah perlakuan juga menunjukkan bahwa

pembuatan glulam campuran tidak mempengaruhi kerapatan glulam

sejenis.

c. Glulam mahoni-ketapang mempunyai nilai MOE yang tidak berbeda

nyata dengan mahoni-mahoni, sehingga posisi mahoni pada lapisan

bagian dalam dapat digantikan oleh ketapang, sehingga

memungkinkan untuk menurunkan harga glulamnya.

d. Nilai springback glulam berkisar antara 2,979-14,468% dengan rata-

rata 10,343%. Glulam jabon yang diawetkan ternyata mempunyai nilai

rata-rata springback yang terendah.

2. Saran

a. Kayu jabon dan ketapang dapat digunakan sebagai pencampur

pembuatan glulam dari mahoni untuk kayu struktural.

b. Untuk pelengkungan glulam dengan radius 2,70 m, penggunaan kayu

jabon lebih diutamakan karena mempunyai nilai springback yang lebih

rendah dibandingkan ketapang maupun mahoni.

25

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1991. SNI 03-2449-1991. Spesifikasi kuda-kuda kayu balok paku tipe 15/6. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta

_______. 2006. SNI No 01-7207-2006. Pengujian ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Indonesia.

_______. 2008. ISO/FDIS 12578 Timber structures-Glued laminated timber- Component performance and production requirements. International Organization for Standardization. Geneva.

_______. 2008. ISO/FDIS 8375 Timber structures- Glued laminated timber- Determination of physical and mechanical properties. International Organization for Standardization. Geneva.

_______. 2010. Wood Handbook. Wood as An Engineering Material. Madison : Forest Products Laboratory.

Japanese Agricultural Standard, 2007. Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber.Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries/MAFF, Notification No. 1152.

Ma, L. Y. Zhang, Yu, Y.M., Qian, J., Fu. S.Y, Jin, YM, 2008. A Study on the MOE of Chinese Fir Structural Glulam Lumber. Proceedings International Symposium on Wood Science and Technology. IAWPS 2008. Harbin, PR China. September 27-29, 2008. p. 59-60.

Martawijaya, A. 1990. Sifat dasar beberapa jenis kayu yang berasal dari hutan tanaman dan hutan alam. Proceedings Diskusi Hutan Tanaman Industri. Badan Litbang Kehutanan. Dephut. Jakarta (268-298)

Siddiq, 1989. Penggunaan Glulam Untuk Komponen Struktur Bangunan Gedung dan Perumahan. Paper disajikan pada Seminar Glued Laminated Timber. Departemen Kehutanan. Jakarta 15 Juni 1989.

Supriadi, A. dan O.Rachman.1998. Penerapan program simulasi komputer pada penggergajian empat jenis kayu hutan tanaman industri. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor. 16 (1) 1998:36-48.

Valkenburg, J.L.C.H. & Waluyo, 1991. Terminalia catappa L. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia.

26

LAMPIRAN

Lampiran 1 ANOVA

Nested ANOVA: Kerapatan versus Jenis; Awet; Lengkung Two-way ANOVA: Kerapatan versus Jenis; Awet Source DF SS MS F P

Jenis 3 0,035679 0,0118930 5,82 0,002

Awet 1 0,003300 0,0033001 1,62 0,211

Interaction 3 0,004022 0,0013406 0,66 0,584

Error 40 0,081695 0,0020424

Total 47 0,124696

S = 0,04519 R-Sq = 34,48% R-Sq(adj) = 23,02%

Individual 95% CIs For Mean Based on

Pooled StDev

Jenis Mean -+---------+---------+---------+--------

KK 0,474750 (--------*--------)

MJ 0,478333 (-------*--------)

MK 0,535583 (--------*-------)

MM 0,525500 (--------*--------)

-+---------+---------+---------+--------

0,450 0,480 0,510 0,540

Individual 95% CIs For Mean Based on

Pooled StDev

Awet Mean --+---------+---------+---------+-------

1 0,495250 (-----------*------------)

2 0,511833 (-----------*------------)

--+---------+---------+---------+-------

0,480 0,495 0,510 0,525

Two-way ANOVA: SB,% versus Jenis; Awet Source DF SS MS F P

Jenis 4 118,838 29,7094 9,47 0,000

Awet 1 3,145 3,1454 1,00 0,329

Interaction 4 55,084 13,7711 4,39 0,010

Error 20 62,773 3,1386

Total 29 239,840

S = 1,772 R-Sq = 73,83% R-Sq(adj) = 62,05%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Jenis Mean +---------+---------+---------+---------

JB 6,5248 (-----*-----)

KK 11,7728 (-----*-----)

MJ 10,7800 (-----*-----)

MK 10,5793 (-----*-----)

MM 12,0567 (-----*-----)

+---------+---------+---------+---------

5,0 7,5 10,0 12,5

27

Individual 95% CIs For Mean Based on

Pooled StDev

Awet Mean -+---------+---------+---------+--------

1 10,6665 (------------*-------------)

2 10,0189 (-------------*-------------)

-+---------+---------+---------+--------

9,10 9,80 10,50 11,20

28

Lampiran 2. Foto-foto

Foto 1. Tegakan ketapang di Ujung Genteng

Foto 2. Dolok jabon siap digergaji

29

Foto 3. Papan kayu mahoni

Foto 4. Proses pengeringan kayu kombinasi tenaga surya dan tungku

30

Foto 5. Pengeringan papan setelah diawetkan

Foto 6. Pengepresan glulam lurus (kiri) dan lengkung (kanan)

31

Foto 7. Glulam lurus (kiri) dan lengkung (kanan)

Foto 8. Pengukuran nilai E dengan Panter

32

Foto 9. Pengujian kekuatan lentur statis skala besar

Foto 10. Glulam lengkung untuk kusen pintu

33

Foto 11. Glulam lengkung untuk kuda-kuda