Post on 15-Dec-2015
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN
DEPARTEMEN MATA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
I. IDENTITAS
Nama : Ny.S
Umur : 64 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : JL. Mas Suharto 42 KK Yogyakarta
Tanggal Pemeriksaan : 18 Juli 2006
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal : 18 Juli 2006
Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata kabur sejak 5 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Mata merah, nyeri, sakit kepala, mual muntah.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejal lima hari yang lalu penglihatan kedua mata pasien berkurang terasa kabur,
didahului oleh mata kanan kemudian mata kiri, pasien merasa sakit kepala, nyeri hebat, mual
muntah kemudian pasien berobat ke mantra dan diberi obat minum berupa pil, kemudian pasien
merasa keluhan muntahnya berkurang, tetapi pandangan kedua mata tidak berubah, mta tetap
kabur, merah , lalu pasien mencoba membilas kedua matanya dengan air sirih tetapi tidak ada
perbaikan, pasien memiliki riwayat darah tinggi tetapi tidak berobat secara teratur, keesokan
harinya pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat Captopril, Cendocetamid, Pehavrel,
namun pasien tetap tidak mengalami perbaikan terhadap gejalanya itu, kemudian pasien atas
inisiatif sendiri berobat ke Rs mata “Dr. YAP “
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat darah tinggi, pasien tidak memiliki riwayat astma, kencing manis.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang sakit seperti ini.
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda vital : Tensi: 150/80 mmHg, Nadi : 80X/menit,
RR : 25X/menit, suhu : 37◦C
Kepala : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
THT : Dalam batas normal
Thorax, jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
STATUS OPHTHALMOLOGIS
Visus OD OS
1. Visual actuity 1/300 1/300
2. Koreksi - -
3. Addisi - -
4.Distansia Pupil 7cm 7cm
5. Kacamata lama - -
Kedudukan bola Mata OD OS
1. Eksoftalmus - -
2. Enoftalmus - -
3. Deviasi
4. Gerakan Bola Mata
-
baik
-
Baik
Supersilia OD OS
1. Warna hitam Hitam
2. Simetris simetris Simetris
Palpebra superior dan inferior OD OS
1. Edema - -
2. Nyeri Tekan - -
3. Ektropion - -
4. Entropion - -
5. Blefarospasme - -
6. Trikiasis - -
7. Punctum Lakrimal Dalam batas normal Dalam batas normal
8. Fissura Palpebra Dalam batas normal Dalam batas normal
9. Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Konjungtiva Tarsalis Superior
dan Inferior
OD OS
1. Hiperemis - +
2. Folikel - -
3. Papil - -
4. Sikatriks - -
5. Hordeolum - -
6. Kalazion - -
Konjungtiva Bulbi OD OS
1. Sekret - -
2. Injeksi konjungtiva
3. Injeksi Siliar
+
+
+
+
4.Perdarahan Subkonjungtiva - -
5. Pterigium - -
6, Pinguekula - -
7. Nevus Pigmentosus - -
8. Kista Dermoid - -
Sklera OD OS
1. Warna Merah Merah
2. Ikterik - -
3. Nyeri Tekan - -
Kornea OD OS
1. Kejernihan Jernih Tampak bercak putih
2. Permukaan Rata, licin Tidak rata
3. Ukuran 12 mm 12 mm
4. Sensibilitas + +
5. Infiltrat - +
6. Keratik Presipitat - -
7. Sikatriks - -
8. Ulkus - -
9. Perforasi - -
10. Arkus senilis + +
11. Edema + +
12. Tes Plasido +( bergelombang) +(bergelombang)
Bilik Mata Depan OD OS
1. Kedalaman Dalam Dalam
2. Kejernihan Jernih Jernih
3. Hifema - -
4. Hipopion - -
5. Efek Tyndall - -
Iris OD OS
1. Warna Coklat Coklat
2. Kripte Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Bentuk Bulat Bulat
4. Sinekia - -
5. Koloboma - -
Pupil OD OS
1. Letak Di tengah Di tengah
2. Bentuk Bulat Bulat
3. Ukuran 6 mm 5 mm
4.Refleks Cahaya Langsung - -
5.Refleks Cahaya Tidak langsung. - -
Lensa OD OS
1. Kejernihan Jernih Jernih
2. Letak di sentral di sentral
3. Tes Shadow - -
Badan Kaca OD OS
1. Kejernihan Jernih Jernih
Refleks fundus occuli suram Suram
Palpasi OD OS
1. Nyeri Tekan - -
2. Massa Tumor - -
3. Tensi Occulli N+++ N+++
4. Tonometri Schlotz
Kampus Visi OD OS
1. Tes Konfrontasi menyempit Menyempit
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gonioskopi
Tonometri
Perimetri
V. RESUME
Telah diperiksa seorang wanita berusia 63 tahun datang dengan keluhan penglihatan kedua
matanya berkurang sejak lima hari yang lalu, selain itu pasien juga merasa mual,muntah, sakit
kepala, mata merah, nyeri, pasien sudah berobat dan minum obat tetapi tidak ada perbaikan
gejala, pasien mempunyai riwayat darah tinggi yang tidak terkontrol.
Status Generalis
Tensi : 150/80 mmHg, Nadi : 80X/menit, RR : 25X/menit, suhu : 37◦C
Pemeriksaan ophthalmologis
OD OS
Visus 1/300 1/300
Injeksi siliar + +
Injeksi konjungtiva + +
Kornea berkabut berkabut
Oedem oedem
COA dangkal dangkal
Pupil D:6 mm D:5mm
RC:- RC:-
Lensa keruh (abu-abu) keruh(abu-abu)
VI. DIAGNOSIS KERJA
Glaukoma primer akut ODS
VII. DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis akut
Iritis akut
VII. PENATALAKSANAAN
1. Pasien dirawat
2. Medikamentosa:
IVFD Manitol 200 cc
Timolol 0,5 % 2 X ODS
Carpin 2% 2XODS
Diamox 3X500 mg
Aspar k 1 X 1
Pre OP Trabekulektomi
IX PEMBAHASAN
GLAUKOMA
Glaukoma adalah suatu penyakit di mana gambaran klinik yang lengkap ditandai oleh
peninggian tekanan intraokular, penggaungan dan degenerasi papil saraf optik serta defek
lapang pandang yang khas.
Diagnosis pasti glaukoma baru dapat dibuat bila peninggian tekanan intraokular telah
memberikan kerusakan pada papil saraf optik. Salah satu atau semua tanda-tanda klinis dapat
ditemukan pada pemeriksaan.
Tekanan Intraokular
Tingginya tekanan intraokular tergantrung pada besarnya produksi aquos humor melalui
sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan
trabekulum, keadaan kanal schlemm dan keadaan tekanan vena episklera.
Klasifikasi Glaukoma
1. Glaukoma primer : - Sudut terbuka
- Sudut tertutup
2. Glaukoma sekunder
3. Glaukoma kongenital
GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP AKUT PRIMER
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan
sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran akueus humor dan
tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan
penglihatan kabur. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami
penyempitan anatomik sudut kamera anterior, serangan akut biasanya terjadi pada pasien
berusia lanjut seiring dengan pembesaran lensa kristalina yang berkaitan dengan proses
penuaan. Pada glaukoma sudut tertutup, pupil berdilatasi sedang, disertai sumbatan pupil.
Gambaran klinik :
Gejala subjektif
Pada mata tampak gejala bendungan akut bola mata, penglihatan kabur, adanya halo, rasa
sakit didaerah yang dipersarafi oleh saraf trigeminus, dan disertai muntah.
Gejala objektif
Pada pemeriksaan oftalmoskop ditemukan:
Peningkatan tekanan intraokular
Mata merah, edem palpebra
Edem kornea
Injeksi siliar
Bilik mata dangkal
Midriasis
Papiledema
Faktor pencetus dapat berupa keadaan emosi yang terlalu gembira, berada dalam ruang
gelap, atau minum terlalu banyak. Faktor pencetus lainnya adalah tekanan yang relatif tinggi
pada bilik mata belakang akibat penempelan iris yang luas pada permukaan lensa sehingga
menimbulkan hambatan pupil yang relatif, dan menimbulkan sinekia anterior pada sudut bilik
mata depan dan yang dapat menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan.
Pemeriksaan penunjang untuk glaukoma adalah mengukur tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer schiotz yang merupakan tonometer portabel dan mengukur indentasi
kornea yang ditimbulkan oleh beban tertentu, dengan rentang tekanan intraokular normal adalah
10-24 mmHg. Pemeriksaan gonioskopi yang merupakan suatu tindakan untuk memeriksa sudut
bilik mata depan, dengan gonioskop dapat dilihat apakah sudut bilik mataterbuka, tertutup, atau
terdapat perlengketan pangkal iris pada sudut bilik mata. Pada gonioskopi pasien diperiksa
berbaring bila memakai lensa gonioskop langsung dan duduk pada yang tidak langsung.
Diteteskan anestesi lokal kemudian ditempelkan lensa dengan memberikan metilselulosa.
Dengan mengatur penerangan sehingga kaki sinar berbentuk V dengan kaki depan terletak pada
kornea sedang kaki belakang merupakan sinar pada iris maka pemeriksaan atau penilaian sudut
dapat dilakukan. Dengan gonioskopi dapat ditentukan: Besar terbukanya sudut, kemungkinan
dapatnya suatu sudut menjadi tertutup, derajat pigmentasi anyaman trabekulum.
Bila sudah terdiagnosis glaukoma dimana tekanan mata diatas 21 mmHg dan terdapat
kelainan lapang pandang dan papil maka diberikan pilokarpin 2 % 3 kali sehari, timolol 0,25 % 1-
2 dd, asetazolamid 3 kali 250 mg , bila pengobatan tidak berhasil maka dilakukan pembedahan
trabekulektomi.
IRITIS AKUT
Biasanya iritis disertai dengan siklitis yang disebut uveitis anterior, merupakan penyakit yang
mendadak berjalan selama 6-8 minggu, dan pada dini biasanya sembuh hanya dengan tetes
mata saja. Dibedakan dalam bentuk granulomatosa dan non granulomatosa.
Penyebab uveitis anterior akut nongranulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit
Reiter, Herpes simpleks, sindrom Becher, pasca bedah, infeksi adenovirus, parotitis, influenza,
dan klamidia. Non granulomatosa uveitis anterior kronis disebabkan oleh artritis reumatoid dan
Fuchs heterokromik iridosiklitis.
Iritis akut biasanya terjadi mendadak atau akut berupa mata merah dan sakit, dengan
penglihatan turun perlahan-lahan, mata berair. Pada proses akut dapat terjadi miopisasi akibat
rangsangan badan siliar dan edem lensa, fotofobia.
Perjalanan penyakit iritis adalah sangat khas hanya antara 2-4 minggu, kadang-kadang
memperlihatkan gejala-gejala kekambuhan atau menjadi menahun.
Pengobatan pada uveitis anterior adalah dengan steroid yang diberikan pada siang hari
bentuk tetes dan malam hari bentuk salep. Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis
tunggal seling sehari yang tinggi kemudian diturunkan sampai dosis efektif. Pengobatan dengan
sikloplegik untuk mengurangi rasa sakit, melepas sinekia yang terjadi, memberi istirahat pada iris
yang meradang.
KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis, konjungtivitis
dapat disebabkan oleh bakteri seperti konjungtivitis gonokokus,virus,klamidia,alergi, toksik, dan
moluscum contagiosum.
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi
(injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis
akibat kelopak membengkak, kimosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran,
granulasi, flikten, mata seperti ada benda asing, dan adenopati preaurikular.
Konjungtivitis bakteri akut
Konjungtivitis bakteri akut disebabkan oleh infeksi kuman Streptokokus, Corynebacterium
dipherica, Pseudomonas, Neisseria, dan Haemophillus.
Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis purulen. Perjalanan
penyakit akut yang dapat berjalan kronis. Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak,
papil dengan kornea yang jernih.
Pengobatan biasanya diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan antibiotik
tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenikol, polimiksin, tobramisin,
eritromisin, dan sulfa. Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari
maka pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.
Pencegahan konjungtivitis yaitu dengan mencuci tangan yang bersih sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat karena konjungtivitis mudah menular. Usahakan untuk
tidak menyentuh mata sehat sesudah menangani mata yang sakit. Jangan menggunakan handuk
atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya. Gunakan lensa kontak sesuai dengan
petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
Konjungtivitis bakteri kronis dan blefaritis
Konjungtivitis bakteri kronis paling sering disebabkan oleh spesies Staphylococcus walaupun
dapat juga disebabkan oleh infeksi bakteri lain.
Konjungtivitis jenis ini biasanya berkembang bersamaan dengan blefaritis (inflamasi yang
terjadi karena kolonisasi bakteri di tepi kelopak mata).
Gejalanya berupa; eritema dan teraba hangat sepanjang tepi kelopak, bulu mata rontok,
injeksi konjungtiva, kadang-kadang terdapat abses berulang dan kalazion di tepi kelopak. Kuman
penyebab diketahui dari hasil kultur.
Pengobatan yaitu dengan pemberian antibiotik topikal, membersihkan tepi kelopak mata,
kompres hangat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2003 : 87-8
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005 :
159-161
3. Hollwich.F. Ophthalmology. Georg Thieme Verlag,1992: 90-2
4. medicastore.com
5. www.pikiranrakyat.com
6. www.kompas.com
LAPORAN KASUS
KATARAK MATUR
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mengikuti Ujian OSCE
Program Pendidikan Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Di RS MATA Dr. YAP
Pembimbing :
Dr. Enni Cahyani P., Sp.M.,M.Kes.
Disusun oleh :
Bobby Singh
11 – 2005 – 025
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT MATA Dr. YAP
YOGYAKARTA, 2006
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. K.
Umur : 61 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Sleman
Tanggal Pemeriksaan : 20 Juli 2006
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal : 18 September 2006
Keluhan Utama : Mata kanan kabur sejak 15 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
3 minggu SMRS pasien mengeluh mata kanan tidak nyaman dan pasien memberi tetes mata
insto pada mata kanannya namun tidak membaik.
15 hari SMRS karena merasa mata kanan yang tidak nyaman tersebut masih ada, secara
tidak sengaja pasien menutup mata kirinya dan mendapatkan penglihatan mata kanannya kabur
dan tidak dapat mengenali wajah dari jarak dekat. Pasien mengaku telah memakai kacamata
sejak 35 tahun silam dan tidak tahu ukuran kacamata yang dipakai sekarang. Kacamata tersebut
untuk membaca dan melihat jauh.
Pasien menyangkal matanya sakit, pasien lupa pernah terbentur atau trauma pada mata,
mata belekan dan berair, menderita kencing manis.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal mempunyai penyakit kencing manis, namun pasien menderita penyakit
darah tinggi dan asam urat.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada orang tua pasien yang sakit seperti ini.
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik.
Tanda vital : Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 80 X/menit
RR : 20 X/menit
Suhu : 36 ◦C
Kepala : Dalam batas normal
Mulut : Tidak ada keluhan.
THT : Dalam batas normal
Thorax, jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
STATUS OPHTHALMOLOGIS
Visus OD OS
1. Visual actuity 1/~ 6/18
2. Koreksi +3 +2,5
3. Addisi - -
4.Distansia Pupil 8 mm 8 mm
5. Kacamata lama + +
Kedudukan bola Mata OD OS
1. Eksoftalmus - -
2. Enoftalmus - -
3. Deviasi
4. Gerakan Bola Mata
-
Baik
-
Baik
Supersilia OD OS
1. Warna Hitam, putih Hitam, putih
2. Simetris simetris Simetris
Palpebra superior dan inferior OD OS
1. Edema - -
2. Nyeri Tekan - -
3. Ektropion - -
4. Entropion - -
5. Blefarospasme - -
6. Trikiasis - -
7. Punctum Lakrimal Dalam batas normal Dalam batas normal
8. Fissura Palpebra Normal Normal
9. Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Konjungtiva Tarsalis Superior
dan Inferior
OD OS
1. Hiperemis - -
2. Folikel - -
3. Papil - -
4. Sikatriks - -
5. Hordeolum - -
6. Kalazion - -
Konjungtiva Bulbi OD OS
1. Sekret - -
2. Injeksi konjungtiva
3. Injeksi Siliar
-
-
-
-
4.Perdarahan Subkonjungtiva - -
5. Pterigium - -
6, Pinguekula - -
7. Nevus Pigmentosus - -
8. Kista Dermoid - -
Sklera OD OS
1. Warna Putih Putih
2. Ikterik - -
3. Nyeri Tekan - -
Kornea OD OS
1. Kejernihan Jernih Jernih
2. Permukaan Rata, licin Rata, licin
3. Ukuran 12 mm 12 mm
4. Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. Infiltrat - -
6. Keratik Presipitat - -
7. Sikatriks - -
8. Ulkus - -
9. Perforasi - -
10. Arkus senilis - -
11. Edema - -
12. Tes Plasido reguler reguler
Bilik Mata Depan OD OS
1. Kedalaman Dalam Dalam
2. Kejernihan Jernih Jernih
3. Hifema - -
4. Hipopion - -
5. Efek Tyndall - -
Iris OD OS
1. Warna Coklat Coklat
2. Kripte Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Bentuk Bulat Bulat
4. Sinekia - -
5. Koloboma - -
Pupil OD OS
1. Letak Di tengah Di tengah
2. Bentuk Bulat Bulat
3. Ukuran 3 mm 3 mm
4.Refleks Cahaya Langsung + +
5.Refleks Cahaya Tidak Langsung
6. Uji Ishihara (buta warna)
7. Persepsi sinar
+
_
+
+
+
+
Lensa OD OS
1. Kejernihan Keruh warna putih padat Keruh sebagian warna putih
2. Letak Normal Normal
3. Tes Shadow - +
Badan Kaca OD OS
1. Kejernihan Jernih Jernih
Refleks fundus oculli : cemerlang
Palpasi OD OS
1. Nyeri Tekan - -
2. Massa Tumor - -
3. Tensi Occulli N N
4. Tonometri Schlotz - -
Kampus Visi OD OS
1. Tes Konfrontasi Sulit dinilai Normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gonioskop
Tonometri Non-kontak
USG
Biometri : Keratometer dan Refraktometer
Retinometer
Anal test
V. RESUME
Telah diperiksa seorang pria berusia 75 tahun datang dengan keluhan penglihatan mata kanan
kabur sejak 15 hari SMRS, paien telah memakai kacamata sejak 40 tahun yang lalu untuk
membaca dekat dan jauh. Pasien menyangkal matanya sakit, pasien lupa pernah terbentur atau
trauma pada mata, mata belekan dan berair, menderita kencing manis.
Status Generalis
Tensi : 110/70 mmHg, Nadi : 80X/menit, RR : 20X/menit, suhu : 36◦C
Pemeriksaan ophthalmologis
Kelainan pada kedua mata yang didapat :
Visus mata kanan 1/~ dan mata kiri 6/18, koreksi kacamata tidak diketahui.. Lensa berwarna
putih keruh penuh pada mata kanan dan sebagian pada mata kiri, dengan shadow tes negatif
pada mata kanan dan positif pada mata kiri.
VI. DIAGNOSIS KERJA
OD Katarak senilis matur
OS Katarak senilis imatur
VII. DIAGNOSIS BANDING
OD Katarak senilis hipermatur
OD Katarak traumatika
VIII. PENATALAKSANAAN o Causa : Ganti lensa dengan IOL
o Simptom : Midriatil
o Obyektif : OD Phacoemulsifikasi, dengan persiapan prabedah :
Medikamentosa :
Topikal : Ulcori 4 X ODS
Midriatik OD
Sistemik : Quindex 2 X 500 mg (peroral)
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Dubia ad bonam Bonam
Ad Fungsionam Dubia ad bonam Dubia ad malam
Ad Sanasionam Bonam Dubia ad malam
KLASIFIKASI KATARAK
Berdasarkan usia, katarak dapat dibedakan dalam :
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
3. Katarak senile, katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun.
KATARAK SENIL
Katarak senile adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu diatas 50
tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.
Perubahan lensa pada usia lanjut :
1. Kapsul : o Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)
o Mulai presbiopia
o Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
o Terlihat bahan granular
2. Epitel semakin tipis o Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat.
o Pembengkakan dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.
3. Serat lensa : o Lebih ireguler
o Pada korteks jelas terlihat kerusakan serat sel
o Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein
nukleus lensa (histidin, triptofan, metionin, sistein, dan tirosin), sedang warna coklat
protein lensa mengandung sedikit histidin dan triptofan dibanding normal. o Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi
fotooksidasi dan sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senile sebaiknya disingkirkan penyakit mata
lokal dan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus yang dapat menimbulkan katarak
komplikata.
Katarak senile secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, intumesen, matur,
hipermatur dan Morgagni.
Perbedaan stadium katarak senile:
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang (air +
(air masuk) masa lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + glaukoma
Katarak insipiens. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut : kekeruhan mulai dari tepi
ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak
subkortikal posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk
antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak
insipiens.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia
lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan
daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat
vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
Katarak imatur. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur
akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pada pupil,
sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Katarak matur. Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini
bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa akan kembali pada ukuran yang
normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris
pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
Katarak hipermatur. Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut ,
dapat menjadi keras atau lembek atau mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari
kapsul lensa sehingga menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat
bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan terus disertai dengan
kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks
akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di
dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.
Tidak diketahui kenapa katarak senile pada orang tertentu berbentuk korteks anterior dengan
celah air, nukleus dan korteks subkapsular posterior. Mungkin terdapat faktor penentu lainnya.
Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama
pada nukleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan miopia tinggi.
Sering tajam penglihatan lebih baik daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada
orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila tajam
penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga menganggu pekerjaan sehari-hari atau
bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis.
KATARAK KOMPLIKATA
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang dan proses
degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intraokular, iskemia
intraokular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata.
Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes mellitus,
hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intravena,
steroids lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septik dan miotika antikolinesterase). Katarak
komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul
atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear. Dapat berbentuk rosete,
retikulum dan biasanya terlihat vakuol.
Dikenal 2 bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior mata dan
akibat kelainan pada polus anterior bola mata.
Katarak pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi
retina, kontusio retina dan miopia tinggi yang mengakibatkan kelainan pada badan kaca.
Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat di dalam nukleus,
sehingga sering telihat nukleus lensa tetap jernih. Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina
memberikan gambaran agak berlainan.
Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan kornea berat,
iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada iridosiklitis akan mengakibatkan katarak
subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaucoma akan terlihat katarak disiminata pungtata
subkapsular anterior (katarak Vogt).
Katarak komplikata selamanya mulai di daerah korteks atau dibawah kapsul yang menuju ke
daerah sentral.
Katarak komplikata akibat hipokalsemia berkaitan dengan tetani infantile, hipoparatiroidisme
dan kretinisme.
Pada lensa terlihat kekeruhan titik subkapsular yang sewaktu-waktu menjadi katarak lamellar.
Pada pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S., Mailangkay, H.H.B., Taim, H, Saman, R.R., Simarmata, M., Widodo, P.S :
Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi kedua,
Jakarta, C. V. Sagung Seto, 2002.
2. Ilyas, Sidarta : Ilmu Penyakit Mata, edisi kedua, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2002.
3. Vaughan, Daniel. G., Asbury T., Eva R. P. : Oftalmologi Umum, edisi keempat belas,
Jakarta, Widya Medika, 2005.
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN
DEPARTEMEN MATA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
I. IDENTITAS
Nama : Nn. Annisa Arifiani
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : JL. Mas Suharto 42 KK Yogyakarta
Tanggal Pemeriksaan : 13 Juli 2006
No RM :
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal : 13 Juli 2006
Keluhan Utama : Penglihatan mata kiri kabur sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Mata kiri merah, gatal, sakit dan tampak bercak putih.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Empat hari SMRS mata kiri pasien kemasukan benda asing (kelilipan) saat pasien pulang
dari masjid. Mata pasien menjadi merah dan berair, oleh pasien matanya dicuci dengan air, mata
pasien tetap merah dan berair. Tiga hari SMRS pada mata kiri pasien tampak bercak berwarna
putih kecil, pasien hanya memberi obat tetes mata insto.
Dua hari SMRS bercak putih tersebut semakin membesar dan penglihatan pasien menjadi
kabur, mata masih merah dan selain itu mata kiri pasien terasa gatal dan sedikit sakit. Pasien
belum pernah berobat dan mata pasien hanya diberi tetes mata insto saja, namun tidak ada
perubahan. Karena takut edua orang tua pasien membawa pasien untuk berobat ke RS Mata
“DR.YAP”.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal mempunyai penyakit alergi dan ashma.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang sakit seperti ini.
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak baik
Tanda vital : Tensi: 120/80 mmHg, Nadi : 80X/menit, RR : 20X/menit, suhu : 36◦C
Kepala : Dalam batas normal
Mulut : Gigi karies -
THT : Dalam batas normal
Thorax, jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
STATUS OPHTHALMOLOGIS
Visus OD OS
1. Visual actuity 6/6 6/18
2. Koreksi Tidak dikoreksi Tidak dikoreksi
3. Addisi - -
4.Distansia Pupil 9 cm 9 cm
5. Kacamata lama - -
Kedudukan bola Mata OD OS
1. Eksoftalmus - -
2. Enoftalmus - -
3. Deviasi
4. Gerakan Bola Mata
-
baik
-
baik
Supersilia OD OS
1. Warna hitam Hitam
2. Simetris simetris Simetris
Palpebra superior dan inferior OD OS
1. Edema - -
2. Nyeri Tekan - -
3. Ektropion - -
4. Entropion - -
5. Blefarospasme - -
6. Trikiasis - -
7. Punctum Lakrimal Dalam batas normal Dalam batas normal
8. Fissura Palpebra
9. Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Konjungtiva Tarsalis Superior
dan Inferior
OD OS
1. Hiperemis - +
2. Folikel - -
3. Papil - -
4. Sikatriks - -
5. Hordeolum - -
6. Kalazion - -
Konjungtiva Bulbi OD OS
1. Sekret - -
2. Injeksi konjungtiva
3. Injeksi Siliar
-
-
-
+
4.Perdarahan Subkonjungtiva - -
5. Pterigium - -
6, Pinguekula - -
7. Nevus Pigmentosus - -
8. Kista Dermoid - -
Sklera OD OS
1. Warna putih Putih
2. Ikterik - -
3. Nyeri Tekan - -
Kornea OD OS
1. Kejernihan Jernih Tampak bercak putih
2. Permukaan Rata, licin Tidak rata
3. Ukuran 12 mm 12 mm
4. Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. Infiltrat - +
6. Keratik Presipitat - -
7. Sikatriks - -
8. Ulkus - +
9. Perforasi - -
10. Arkus senilis - -
11. Edema - -
12. Tes Plasido - Terputus pada jam 6
Bilik Mata Depan OD OS
1. Kedalaman Dalam Dalam
2. Kejernihan Jernih Jernih
3. Hifema - -
4. Hipopion - -
5. Efek Tyndall - -
Iris OD OS
1. Warna Coklat Coklat
2. Kripte Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Bentuk Bulat Bulat
4. Sinekia - -
5. Koloboma - -
Pupil OD OS
1. Letak Di tengah Di tengah
2. Bentuk Bulat Bulat
3. Ukuran 3 mm 3 mm
4.Refleks Cahaya Langsung + +
5.Refleks Cahaya Tidak Langsung + +
Lensa OD OS
1. Kejernihan Jernih Jernih
2. Letak Normal Normal
3. Tes Shadow - -
Badan Kaca OD OS
1. Kejernihan Jernih Jernih
Refleks fundus oculli : cemerlang
Palpasi OD OS
1. Nyeri Tekan - -
2. Massa Tumor - -
3. Tensi Occulli N N
4. Tonometri Schlotz 19 mmHg 15 mmHg
Kampus Visi OD OS
1. Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes fluoresein
Swap ulkus, kultur dan tes resistensi
V. RESUME
Telah diperiksa seorang wanita berusia 13 tahun datang dengan keluhan penglihatan mata
kirinya abur sejak dua hari SMRS, empat hari sebelumnya mata kiri pasien kelilipan. Mata kiri
merah, gatal, sedikit sakit dan tampak bercak berwarna putih.
Status Generalis
Tensi : 120/80 mmHg, Nadi : 80X/menit, RR : 20X/menit, suhu : 36◦C
Pemeriksaan ophthalmologis
OD OS
Visus 6/6 6/18
Konjungtiva tarsal hiperemis (-) (+)
Konjungtiva bulbi injeksi silier (-) (+)
Kornea jernih tampak bercak putih
Rata, Licin tidak rata
Infiltrat (-) (+)
Ulkus (-) (+)
Tes plasido (-) (+)
VI. DIAGNOSIS KERJA
Ulkus kornea OS
VII. DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis
Glaukoma akut
PEMBAHASAN
ULKUS KORNEA
Ulkus Kornea adalah luka terbuka pada lapisan kornea yang paling luar yang merupakan
keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea
yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan
timbulnya komplikasi seperti desmetokel, perforasi, endaftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea
yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomer
dua di Indonesia.
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral dan marginal atau perifer. Ulkus kornea
perifer dapat disebabkan oleh reaksi alergi, toksik, autoimun dan infeksi. Infeksi pada kornea
perifer biasanya oleh kuman Stafilokokus aureus, Haemofilus influenza dan M. Lacunata.
Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar dan virulensi inokulan.
Umumnya ulkus kornea yang disebabkan bakteri adalah ulkus kornea sentral, sedangkan ulkus
kornea yang marginal disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas. Ulkus kornea akibat bakteri
merupakan bentuk infeksi yang penting pada segmen anterior mata. Gejala yang menyatakan
adanya infeksi bakteri adalah terdapatnya edema konjungtiva yang berat disertai infiltrasi
kedalam stroma kornea. Untuk mengetahui sebab ulkus dengan pasti hanyalah dengan
pemeriksaan bakteriologik dan mikroskopik yang bahan pemeriksaannya diambil dari daerah
nekrotik atau abses. Pasien dengan ulkus kornea sebaiknya di rawat di rumah sakit.
PENYEBAB
Suatu tukak kornea yang khas biasanya terjadi pada orang dewasa yang bekerja di bidang
konstruksi, industri atau pertanian yang memungkinkan terjadinya cedera mata. Frekuensi
kejadian yang paling besar adalah pada bulan-bulan di musim panas. Penyebab awal bisa
karena mata kelilipan atau tertusuk benda asing. Terjadinya tukak biasanya karena benda asing
yang masuk ke mata atau karena erosi epitel. Dengan adanya defek epitel, biasa terjadi tukak
kornea yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang terdapat pada konjungtiva atau di
kantung lakrimal. Ulkus Kornea terkadang terjadi di seluruh permukaan kornea sampai ke bagian
dalam dan belakang kornea. Pada tukak kornea yang disebabkan jamur dan bakteri akan
terdapat defek epitel yang dikelilingi leukosit polimorfonuklear. Bila infeksi disebabkan virus, akan
terlihat reaksi hipersensitivitas disekitarnya. Ulkus biasanya terbentuk akibat:
Infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus, pseudomonas atau pneumokokus), jamur,
virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba
Mata kering (karena kelopak mata tidak menutup secara sempurna, Kekurangan vitamin
A atau protein dan melembabkan kornea).
Faktor resiko terbentuknya ulkus: Cedera mata, Ada benda asing di mata dan Iritasi akibat lensa
kontak.
GEJALA
Ulkus kornea menyebabkan nyeri, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan peningkatan
pembentukan air mata, yang kesemuanya bisa bersifat ringan. Pada kornea akan tampak bintik
nanah yang berwarna kuning keputihan. Kadang ulkus terbentuk di seluruh permukaan kornea
dan menembus ke dalam. Pus juga bisa terbentuk di belakang kornea. Semakin dalam ulkus
yang terbentuk, maka gejala dan komplikasinya semakin berat
Ulkus kornea merupakan tukak stroma disertai pernanahan di dalam bilik mata depan
(hipopion). Mula-mula tukak ini kecil saja berujud substansi kornea yang hilang infeksius dan
infiltratif. Hipopion terdiri atas timbunan kemotaktik leukosit-leukosit steril, yamg mencapai bilik
mata depan melalui pembuluh-pembuluh darah iris yang meradang kemudian menetap di dalam
bilik mata depan dengan permukaannya datar .
Gejala lainnya adalah:
- gangguan penglihatan
- mata merah
- mata terasa gatal
- kotoran mata.
Dengan pengobatan, ulkus kornea dapat sembuh tetapi mungkin akan meninggalkan serat-serat
keruh yang menyebabkan pembentukan jaringan parut dan menganggu fungsi penglihatan.
Komplikasi lainnya adalah infeksi di bagian kornea yang lebih dalam, perforasi kornea
(pembentukan lubang), kelainan letak iris dan kerusakan mata.
Bila tukak disebabkan jamur maka infiltrat akan berwarna abu-abu dikelilingi infiltrate halus di
sekitarnya (fenomena satelit). Bila tukak disebabkan pseudomonas maka tukak akan terlihat
melebar dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan
tukak.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan adalah:
- Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
- Keratometri (pengukuran kornea)
Respon refleks pupil
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
Kausa/penyebab ulkus kornea ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dan kultur.
PENGOBATAN
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar
tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Tergantung kepada penyebabnya, diberikan
obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti-virus atau anti-jamur.
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea, menekan reaksi
peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan
defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki tajam penglihatan. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji
sensitivitas mikro organisme penyebab. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat
keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikro organisme penyebabnya,
dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskuler. Penyembuhan yang lama
mungkin juga mempengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotik maka dapat menimbulkan masalah baru,
yaitu resistensi.
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan untuk menghalangi hidupnya bakteri dengan
antibiotika. Secara umum ulkus kornea diobati sebagai berikut :
Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
incubator.
Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari
Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaucoma sekunder
Debridement sangat membantu penyembuhan
Diberi antibiotika yang sesuai dengan kuman penyebab. Biasanya diberikan lokal kecuali
bila berat
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang kecuali bila
penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan tambahan 1-2 minggu.
Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :
Dengan pengobatan tidak sembuh
Terjadi jaringan parut yang mengganggua penglihatan
KONJUNGTIVITIS
KONJUNGTIVITIS atau disebut juga penyakit mata merah adalah peradangan pada selaput luar
dan selaput dalam kelopak mata. Penyebab penyakit ini bermacam-macam, di antaranya oleh:
1. Bakteri Streptokokus, Pseudomonas, Corynobacterium difteri, Neisseria, Hemophilus. Ini
disebut konjungtivitis bakterial.
2. Virus (disebut konjungtivitis virus).
3. Jamur (disebut konjungtivitis clamidia).
4. Reaksi alergi (disebut konjungtivitis allergica)
Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis.
Gejalanya bervariasi tergantung dari penyebabnya, dimulai dengan rasa tidak enak pada
mata, perasaan mengganjal, panas, pedih, banyak keluar air mata, dan mata menjadi merah.
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi
(injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih nyata pada pagi hari,
pseudopetosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran,
pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adenopati
preaurikular.
Infeksi pada mata biasanya disebabkan oleh bakteri dan virus. Infeksi bakteria seperti
stafilokokus atau streptokokus akan menyebabkan mata merah disertai pengeluaran sekret yang
cukup banyak. Apabila terjadi infeksi akut/mendadak maka pengeluaran sekret biasanya terjadi
secara berlebihan. Pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri, setelah mata menjadi merah
disertai dengan banyak keluar kotoran. Oleh masyarakat kita biasa disebut belekan. infeksi
bakteri kronis ditandai dengan pengeluaran sekret minimal atau bahkan tanpa adanya secret.
Gejalanya hanya berupa sedikit kerak yang menyebabkan pengerasan di bulu mata pada waktu
bangun tidur di pagi hari.
Virus juga merupakan penyebab konjungtivitis yang umum. Konjungtivitis yang disebabkan
oleh virus diikuti oleh sakit tenggorokan dan hidung ingusan seperti terkena flu. Virus
konjungtivitis biasanya ditandai oleh adanya sekret yang cair dan berlangsung sekitar satu
sampai dua minggu.
Konjungtivitis, baik yang disebabkan oleh bakteri atau virus dapat menular. Hindari kontak
dengan air mata pasien melalui saputangan dan handuk bekas. Mencuci tangan setelah
bersentuhan dengan pasien membantu mencegah penyebaran infeksi. Infeksi ini dapat juga
disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening di bawah daun telinga tanpa disertai
gangguan penglihatan. Pada keadaan infeksi yang berat, mata menjadi bengkak sehingga
penderita terkadang sulit untuk membuka mata.
GLAUKOMA
Glaukoma adalah penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf mata dengan
neuropati (kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang) yang khas. Faktor
utamanya adalah tekanan bola mata yang tinggi. Mengingat fatalnya akibat penyakit glaukoma
terhadap penglihatan, deteksi dini glaukoma untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut
menjadi sangat penting.
Pembagian glaukoma
Ada empat jenis glaukoma, yaitu glaukoma primer sudut terbuka, biasa disebut glaukoma
kronis atau pencuri penglihatan, karena pasien sering tidak menyadarinya. Pada umumnya mulai
terjadi pada usia di atas 40 tahun.
Yang kedua adalah glaukoma primer sudut tertutup, yang banyak terjadi pada ras Asia,
termasuk Indonesia. Glaukoma ini terbagi atas akut dan kronis. Pada keadaan akut, sudut bilik
mata depan akan tertutup secara mendadak, seperti selapis kertas yang menutup saluran keluar.
Akibatnya, tekanan bola mata naik tinggi tiba-tiba (akut). Gejala klinisnya, seperti tajam
penglihatan menurun mendadak, tampak pelangi bila melihat lampu, sakit di sekitar mata, sakit
kepala, rasa mual sampai muntah. Bila tidak segera diobati menyebabkan kebutaan. Untuk tipe
kronis gejalanya mirip glaukoma sudut terbuka, bedanya adalah sudut bilik ma- ta depannya
tertutup. Namun, ini hanya dapat diketahui setelah pemeriksaan oleh dokter mata.
Jenis ketiga adalah glaukoma sekunder, yang dapat terjadi akibat kecelakaan atau trauma,
obat tertentu (steroid), tumor, reaksi peradangan, dan pembuluh darah yang tidak normal (sering
karena diabetes melitus).
Terakhir adalah glaukoma kongenital. Jenis glaukoma ini jarang terjadi, di mana sudut bilik
mata depan terbentuk secara tidak normal sejak lahir. Orangtua akan melihat bayinya sebagai
berikut: bola mata tampak lebih besar dari normal, kornea tidak jernih, takut melihat cahaya, dan
keluar air mata bila kena cahaya. Orangtua perlu segera membawa anak dengan kelainan ini ke
dokter.
Penyebab glaukoma
Penyebab tersering adalah tekanan bola mata di atas 21 mmHg (normal 10-20 mmHg).
Tekanan di atas normal ini akibat cairan dalam bola mata yang berada di bilik mata depan tidak
lancar mengalir keluar. Tekanan bola mata tersebut secara mekanik akan menekan serabut saraf
mata sehingga terjepit.
Selain itu juga akan terjadi proses iskemia (jaringan kekurangan nutrisi dan oksigen) karena
darah tidak mengalir dengan baik di daerah saraf mata. Terjadilah kematian sel-sel saraf mata.
Faktor risiko yang ikut memicu glaukoma selain perubahan tekanan bola mata adalah usia di
atas 40 tahun, mempunyai keluarga yang menderita glaukoma, miopia, atau mempunyai penyakit
sistemik seperti diabetes dan kardiovaskular.
Semua jenis glaukoma harus dikontrol secara teratur ke dokter mata selama hidupnya. Hal
tersebut dikarenakan tajam penglihatan dapat menghilang secara perlahan tanpa diketahui
penderitanya. Obat-obatan yang dipakai perlu dikontrol oleh dokter spesialis mata agar
disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Satu hal yang perlu ditekankan adalah, bahwa saraf mata yang sudah mati tidak dapat
diperbaiki lagi. Obat-obatan seperti obat tetes mata, obat makan, dan tindakan seperti laser dan
bedah hanya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari saraf mata tersebut.
Pengobatan glaukoma
Pengobatan pertama penderita glaukoma adalah dengan pemberian obat tetes mata,
kemudian pemberian tablet. Obat- obatan tersebut dapat menurunkan produksi atau
meningkatkan pengeluaran cairan bola mata yang berada di dalam bola mata sehingga
didapatkan tekanan bola mata sesuai yang diinginkan. Untuk mendapat- kan hasil terapi yang
efektif, maka obat-obatan harus digunakan secara teratur dan terus-menerus.
Pengobatan dengan laser cukup berguna untuk beberapa jenis glaukoma. Pada glaukoma
primer sudut terbuka, pengobatan dengan laser trabekuloplasti cukup efektif untuk jangka waktu
tertentu. Pada glaukoma primer sudut tertutup, iridektomi perifer dapat dilakukan dengan laser,
yaitu membuat saluran dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Tindakan ini sangat efektif
untuk menurunkan tekanan bola mata. Apabila dibutuhkan, maka tindakan operasi dapat
dilakukan. Operasi ini disebut sebagai trabekulektomi, yaitu suatu tindakan yang membuat
saluran kecil dari bilik mata depan ke konjungtiva, untuk menurunkan tekanan di dalam bola
mata.
Deteksi dini
Pemeriksaan mata oleh dokter mata dengan teratur adalah jalan terbaik untuk mendeteksi
glaukoma secara dini, terutama pada usia 40 tahun. Pemeriksaan mata yang dilakukan adalah
mengukur tekanan bola mata dengan tonometer, melihat saraf mata dengan oftalmoskop, dan
memeriksa lapang pandang/titik buta dengan perimetri.
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Pasien dirawat
2. Medikamentosa :
Gravit tiap jam
Solnazole
Genta Z 4x OS
SA 1% 1x OS
Amoxcicillin 3x 500mg
Lamefor 2-1-0
IX. PROGNOSIS
` OD OS
Ad Vitam bonam Dubia ad bonam
Ad Fungsionam bonam Dubia ad bonam
Ad Sanasionam bonam Dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2003 : 87-8
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005 :
159-161
3. Hollwich.F. Ophthalmology. Georg Thieme Verlag,1992: 90-2
4. medicastore.com
5. www.pikiranrakyat.com
6. www.kompas.com
REFERAT
ULKUS KORNEA BAKTERI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mengikuti Ujian OSCE
Program Pendidikan Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Di RS MATA Dr. YAP
Pembimbing :
dr. P. Tepo Utomo, SpM
Disusun oleh :
Novpi Susanto
11 – 2000 – 003
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT MATA Dr. YAP
YOGYAKARTA, 2006
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi jamur pada kornea atau keratomikosis merupakan masalah tersendiri secara
oftalmologik, karena sulit menegakkan diagnosis keratomikosis ini, padahal keratomikosis cukup
tinggi kemungkinan kejadiannya sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia yang agraris
dan iklim kita yang tropis dengan kelembaban tinggi.
Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi jamur yang serius pada kornea dan berdasarkan
sejumlah laporan, jamur telah ditemukan menyebabkan 6%-53% kasus keratitis ulseratif. Lebih
dari 70 spesies jamur telah dilaporkan menyebabkan keratitis jamur.
Masalah keratitis jamur menyebabkan kekhawatiran dokter-dokter mata. Penting untuk selalu
siap akan kemungkinan infeksi ini dan menganjurkan pemeriksaan laboratorium yang memadai
untuk membuat diagnosis dan terapi yang tepat. Morbiditas infeksi jamur cenderung mengingkat
daripada keratitis bakteri karena diagnosis yang tertunda.
Keratitis jamur lebih berprevalensi di Amerika Serikat bagian selatan dan barat daya.
Kenyataaan bahwa ada peningkatan jumlah kasus di Amerika Serikat sejak tahun 1960 yang
diperkirakan adanya peningkatan insidens dan mungkin juga pengenalan keratitis jamur yang
baik. Beberapa kejadian diperkirakan karena penggunaan kortikosteroid yang berlebih mungkin
memberi kontribusi pada peningkatan insidens. Insidens musiman keratitis jamur, biasanya
disebabkan karena jamur berfilamen, sebagian karena faktor lingkungan.
Setelah diagnosis ditegakkan, masalah pengobatan juga merupakan kendala, karena jenis
obat anti jamur yang masih sedikit tersedia secara komersial di Indonesia serta perjalanan
penyakitnya yang sering menjadi kronis.
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
DEFINISI
Keratitis adalah reaksi inflamasi kornea. Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi jamur
yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan
menyebabkan 6%-53% kasus keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan
menyebabkan keratitis jamur.
INSIDENSI
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh Leber, tetapi
baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan dilaporkan, terutama di
bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-laporan dari Eropa dan Asia
termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan
dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat immunosupresif dan
lensa kontak, di samping juga bertambah baiknya kemampuan diagnostik klinik dan laboratorik,
seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika Serikat. Singapura melaporkan (selama 2,5 tahun) dari
112 kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur, sedang di RS Mata Cicendo Bandung (selama 6
bulan) didapat 3 kasus dari 50 ulkus kornea, Taiwan (selama 10 tahun) 94 dari 563 ulkus, bahkan
baru-baru ini Bangladesh melaporkan 46 dari 80 ulkus (kern ungkinan keratitis virus sudah
disingkirkan).
ETIOLOGI
Secara ringkas dapat dibedakan :
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.
a. Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium sp,
Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.
b. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
2. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida
albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
3. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix
sp.
Tampaknya di Asia Selatan dan Asia Tenggara tidak begitu berbeda penyebabnya, yaitu
Aspergillus sp dan Fusarium sp, sedangkan di Asia Timur Aspergillus sp.
PATOLOGI
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea. Mungkin ada nekrosis
koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi
inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis bakterialis. Abses cincin steril mungkin
ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa
berpotensi masuk ke membrane Descement yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.
Di banyak kasus, jamur dapat tidak ditemukan dari permukaan dan stroma superfisial pada
spesimen histopatologi, yang menjelaskan kegagalan pengambilan sampel untuk menemukan
organisme pada ulkus pada tahap yang lanjut.
MANIFESTASI KLINIK
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam bentuk
mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat
menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon antigenik dengan formasi
cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.
Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-abu
sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi
keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan mikroabses
stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi
utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai
tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan
kamera okuli anterior dapat cukup parah.
Sebenarnya gambaran yang khas pada ulkus kornea tidak ada. Infeksi awal dapat sama
seperti infiltrasi stafilokokus, khususnya dekat limbus. Ulkus yang besar dapat sama dengan
keratitis bakteri.
Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :
1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.
2. Lesi satelit.
3. Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di
bawah endotel utuh.
4. Plak endotel.
5. Hypopyon, kadang-kadang rekuren.
6. Formasi cincin sekeliling ulkus.
7. Lesi kornea yang indolen.
DIAGNOSIS LABORATORIK
Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan diagnosis
keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan
spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan
pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-
masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea
dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya yang
besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential interference contrast microscope untuk
melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski) yang dilaporkan cukup
memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
OBAT-OBAT ANTI JAMUR
Pengamatan klinik dan laboratorium memperlihatkan bahwa jamur berbeda sensibilitasnya
terhadap anti jamur, tergantung spesiesnya; hal ini sering dilupakan, ditambah lagi jenis obat anti
jamur yang terbatas tersedia secara komersial di Indonesia. Secara ideal langkah-langkah yang
ditempuh sama dengan pengobatan terhadap keratitis/ulkus bakterialis :
1. Diagnosis kerja atau diagnosis klinik.
2. Pemeriksaan laboratorik :
a. Kerokan kornea, diwarnai dengan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India.
b. Kultur dengan agar Sabouraud atau ekstrak Maltosa.
3. Pemberian antijamur topikal berspektrum luas.
4. Penggantian obat bila tidak terdapat respon.
Obat yang ideal mempunyai sifat berikut :
1. Berspektrum luas.
2. Tidak menimbulkan resistensi.
3. Larut dalam air atau pelarut organik.
4. Stabil dalam larutan air.
5. Berdaya penetrasi pada kornea setelah pemberian secara topikal, subkonjungtival atau
sistemik.
6. Tidak toksik.
7. Tersedia sebagai obat topikal atau sistemik.
Jenis obat anti jamur adalah sebagai berikut :
1. Antibiotik polyene :
a. Tetraene: Nystatin, Natamycin (Pimaricin)
b. Heptaene: Amphotericin B, Trichomycin, Hamyein, Candicidin.
2. Golongan Imidazoles: Clotrimazole, Miconazole, Ketoconazole.
3. Golongan Benzimidazole: Thiabendazoles.
4. Halogens: Yodium.
5. Antibiotik lain: Cyloheximide, Saramycetin, Griseofulvin.
6. Pyrimidine: Flucytosine.
7. Lain-lain: Thimerosal, Tolnaftate, Cu-sulfat, Gentian Violet.
Antibiotik polyene :
Berdaya anti fungi karena mengganggu permeabilitas membran jamur sehingga terjadi
ketidakseimbangan intraseluler. Polyene dengan molekul kecil seperti Natamycin menyebabkan
lisis permanen membran dibanding perubahan reversibel oleh yang bermolekul besar seperti
Nystatin, Amphotericin B. Tidak larut dalam air dan tidak stabil pada oksigen, cahaya, air, panas.
Golongan ini mempunyai daya antifungi spektrum luas tapi tidak efektif terhadap Actinomyces
dan Nocardia. Nystatin semula tersedia secara komersial di Indonesia, tetapi sekarang sedang
tidak diproduksi. Mungkin bisa dibuat dari tablet Mycostatin® (500.000 unit/tablet) dengan
konsentrasi 100.000 unit/ml, walaupun vehikulum talknya iritatif terhadap kornea dan konjungtiva.
Amphotericin B 0,1% tersedia secara komersial dan bila diragukan kestabilannya, bisa dibuat
dari preparat perenteral dengan mengencerkannya dengan akuades. Prepanat Amphotericin B
iritatif terhadap kornea dan konjungtiva. Obat ini efektif terhadap Aspergillus, Fusanium dan
Candida. Pengobatan intravena tidak dianjurkan karena toksik terhadap ginjal dan penetrasi ke
kornea minimal.
Natamycin (piramycin) berspektrum luas seperti polyene lain, tetapi dilaporkan lebih efektif
terhadap Fusanium. Di Amerika Serikat lanutan 5% sering dipakai dengan berhasil dan di Eropa
tersedia dalam bentuk salep 1% dan larutan 2,5%. Walaupun dalam vademikum salah satu
industri farmasi tercantum, tetapi secara komersial agaknya tidak tersedia.
Griseofulvin tersedia luas secara komersial moral, sayang preparat ini sulit mencapai cairan
tubuh atau janingan dalam konsentrasi tinggi sehingga kurang bermanfaat secara oftalmologik.
Golongan Imidazol, dan ketokonazol dilaporkan efektif terhadap Aspergillus, Fusarium, Candida.
Tersedia secara komersial dalam bentuk tablet.
Halogen
Larutan 0,025% dilaporkan berhasil mengobati infeksi Candida albicans, tetapi cepat
dinonaktifkan oleh air mata dan berdaya penetrasi lemah pada kornea. Diberikan secara
kauterisasi, dapat dengan kapas lidi steril.
Thimerosal (Merthiolat)
In vitro dilaporkan baik untuk Candida, Aspergillus dan Fusarium, tapi diduga zat Hg ini cepat
diinhibisi oleh radikal sullihidril di jaringan okule Obat ini ada di Vademikum salah satu pabrik
farmasi tetapi secara komersial tidak ada.
TERAPI
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang
tersedia, tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat, yang utama
dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis keratomikosis yang dihadapi; bisa dibagi:
1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.
2. Jamur berfilamen.
3. Ragi (yeast).
4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.
Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10 mg/ml), Natamycin >
10 mg/ml, golongan Imidazole.
Untuk golongan II : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat terpilih), Imidazole
(obat terpilih).
Untuk golongan III : Amphoterisin B, Natamycin, Imidazole.
Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik.
Pemberian Amphotericin B subkonjungtival hanya untuk usaha terakhir. Steroid topikal adalah
kontra indikasi, terutama pada saat terapi awal. Diberikan juga obat sikloplegik (atropin) guna
mencegah sinekia posterior untuk mengurangi uveitis anterior. Terapi bedah dilakukan guna
membantu medikamentosa yaitu :
1. Debridement
2. Flap konjungtiva, partial atau total
3. Keratoplasti tembus
Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan antara lain
adalah adanya penumpulan (blunting atau rounding-up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi ulkus,
menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga daerah sekitar
tepi ulkus. Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus. Adanya defek epitel
yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwaterapi tidak berhasil, bahkan kadang-kadang
terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada terapi keratomikosis diperlukan kesabaran,
ketekunan dan ketelitian dari kita semua.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan:
1. Keratitis jamur dapat 6%-53% kasus keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah
dilaporkan menyebabkan keratitis jamur.
2. Morbiditas infeksi jamur cenderung meningkat daripada keratitis bakteri.
3. Penggunaan kortikosteroid yang berlebih, penggunaan obat immunosupresif dan lensa
kontak mungkin memberi kontribusi pada peningkatan insidens keratitis jamur.
4. Di Asia Selatan dan Asia Tenggara penyebabnya, yaitu Aspergillus sp dan Fusarium sp,
sedangkan di Asia Timur Aspergillus sp.
5. Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman : Riwayat trauma terutama
tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama; lesi satelit; tepi ulkus sedikit menonjol dan
kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh, plak endotel;
hypopyon, kadang-kadang rekuren; formasi cincin sekeliling ulkus; lesi kornea yang
indolen.
6. Pemeriksaan laboratorik berupa : kerokan kornea, diwarnai dengan KOH, Gram, Giemsa
atau KOH + Tinta India dan kultur dengan agar Sabouraud atau ekstrak Maltosa.
7. Obat yang ideal untuk keratitis jamurmempunyai sifat berikut : berspektrum luas, tidak
menimbulkan resistensi, larut dalam air atau pelarut organik, stabil dalam larutan air,
berdaya penetrasi pada kornea setelah pemberian secara topikal, subkonjungtival atau
sistemik, tidak toksik, tersedia sebagai obat topikal atau sistemik.
8. Terapi medikamentosa yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis
keratomikosis yang dihadapi; bisa dibagi: belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya,
jamur berfilamen, ragi (yeast) dan golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur
sejati.
9. Untuk golongan I (jamur berfilamen) : Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal
(10 mg/ml), Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole.
10. Untuk golongan II (ragi/yeast) : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat
terpilih), Imidazole (obat terpilih).
11. Untuk golongan III (Actinomyces) : Amphoterisin B, Natamycin, Imidazole.
12. Untuk golongan IV (bukan jamur sejati) : Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik.
13. Diberikan juga obat sikloplegik (atropin) guna mencegah sinekia posterior untuk
mengurangi uveitis anterior.
14. Terapi bedah dilakukan guna membantu medikamentosa yaitu : Debridement, flap
konjungtiva, partial atau total dan keratoplasti tembus.
15. kriteria penyembuhan antara lain adalah adanya penumpulan (blunting atau rounding-up)
dari lesi-lesi ireguler pada tepi ulkus, menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya
infiltrasi di stroma di sentral dan juga daerah sekitar tepi ulkus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Duane, D Thomas : Clinical Ophthalmology, Volume 4, Philadelphia, Harper & Row
Publisher, 1987.
2. Grayson, Merrill : Diseases of The Cornea, Second Edition, London, The C. V. Mosby
Company, 1983.
3. Ilyas, S., Mailangkay, H.H.B., Taim, H, Saman, R.R., Simarmata, M., Widodo, P.S :
Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi kedua,
Jakarta, C. V. Sagung Seto, 2002.
4. Ilyas, Sidarta : Ilmu Penyakit Mata, edisi kedua, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2002.
5. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/11InfeksiJamur087.pdf/11InfeksiJamur087.html .
6. http://www.usmicro-solutions.com/fungi.html
BAB I
PENDAHULUAN
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan
predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak,
dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.1 Diagnosis dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan kausanya/penyebabnya ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dan kultur.
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan
penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun
hanya bila diagnosis penyebab ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
Suatu tukak kornea yang khas biasanya terjadi pada orang dewasa yang bekerja di bidang
konstruksi, industri atau pertanian yang memungkinkan terjadinya cedera mata. Frekuensi
kejadian yang paling besar adalah pada bulan-bulan di musim panas. Penyebab awal bisa
karena mata kelilipan atau tertusuk benda asing. Terjadinya tukak biasanya karena benda asing
yang masuk ke mata atau karena erosi epitel. Dengan adanya defek epitel, biasa terjadi tukak
kornea yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang terdapat pada konjungtiva atau di
kantung lakrimal. Ulkus Kornea terkadang terjadi di seluruh permukaan kornea sampai ke bagian
dalam dan belakang kornea. Ulkus Kornea yang memburuk dapat menyebabkan komplikasi
infeksi di bagian kornea yang lebih dalam, perforasi kornea (terjadi lubang), kelainan letak iris
(selaput pelangi) dan kerusakan mata.
Ulkus kornea merupakan tukak stroma disertai pernanahan di dalam bilik mata depan
(hipopion). Mula-mula tukak ini kecil saja berujud substansi kornea yang hilang infeksius dan
infiltratif. Hipopion terdiri atas timbunan kemotaktik leukosit-leukosit steril, yamg mencapai bilik
mata depan melalui pembuluh-pembuluh darah iris yang meradang kemudian menetap di dalam
bilik mata depan dengan permukaannya datar
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea. Terbentuknya ulkus kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang
dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral
dan marginal atau perifer. Ulkus kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi alergi, toksik,
autoimun dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh kuman Stafilokokus aureus,
Haemofilus influenza dan M. Lacunata. Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik
pasien, besar dan virulensi inokulan. Selain radang dan infeksi, penyebab lain ulkus kornea
adalah defisiensi vitamin A, lagoftalmus akibat parese saraf ke VIII, lesi saraf ke III atau
neurotrofik dan ulkus mooren.
Umumnya ulkus kornea yang disebabkan bakteri adalah ulkus kornea sentral, sedangkan
ulkus kornea yang marginal disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas. Ulkus kornea akibat bakteri
merupakan bentuk infeksi yang penting pada segmen anterior mata. Gejala yang menyatakan
adanya infeksi bakteri adalah terdapatnya edema konjungtiva yang berat disertai infiltrasi
kedalam stroma kornea. Untuk mengetahui sebab ulkus dengan pasti hanyalah dengan
pemeriksaan bakteriologik dan mikroskopik yang bahan pemeriksaannya diambil dari daerah
nekrotik atau abses. Pasien dengan ulkus kornea sebaiknya di rawat di rumah sakit.
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea, menekan reaksi
peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan
defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki tajam penglihatan. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji
sensitivitas mikro organisme penyebab. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat
keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikro organisme penyebabnya,
dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskuler. Penyembuhan yang lama
mungkin juga mempengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotik maka dapat menimbulkan masalah baru,
yaitu resistensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ulkus kornea bakteri adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea yang disebabkan oleh bakteri.
B. Etiologi
Penyebab infeksi bakteri pada kornea sering dipengaruhi oileh keadaan kornea sebelumnya
( yaitu penyakit yang mendahuluinya atau trauma dan faktor-faktor penyebab lainya).
Kebanyakan hasil kultur pada infeksi kornea ditemukan kuman dengan spesies yang sama yang
biasanya ditemukan di lipatan mata, kulit sekitar mata, sakus konjungtiva atau pada saluran
hidung.
Faktor resiko terbentuknya ulkus:
- Cedera mata
- Ada benda asing di mata
- Iritasi akibat lensa kontak
Flora normal kornea yang ditemukan pada hasil kultur ulkus kornea yang dilakukan di USA :
1. Pseudomonas aeruginosa
2. Streptococcus pneumoniae
3. Moraxella sp.
4. β- hemolytic Streptococcus
5. Klebsiella pneumonia
Namun flora normal tersebut dapat menimbulkan infeksi bila keadaan umum turun (infeksi
opportunistik). Penyebab tersering ulkus kornea adalah :
1. Staphylococcus aureus
2. Staphylococcus epidermidis
3. α- hemolytic Streptococcus
4. β- hemolytic Streptococcus
5. Pseudomonas sp.
6. Proteus sp.
Selain bakteri-bakteri tersebut ada kondisi lain yang mendasari terjadinya ulkus kornea yaitu :
Gangguan pada kelopak mata dan air mata
1. Trikiasis
2. Obstruksi lakrimal
3. Sikatriks konjungtiva
4. Keratokonjungtivitis sicca
Faktor eksternal
1. Pemakaian kontaks lens
2. Trauma okuler
3. Luka bakar yang luas
Kornea yang abnormal
1. Bullous keratopathy (chronic corneal edema)
2. Exposure keratopathy
3. Neuroparalytic keratopathy
4. Keratomalasia
5. Viral keratitis
Kelainan sistemik
1. Penyakit-penyakit kronis
2. Malnutrisi
3. Alkoholisme
4. Usia lanjut
5. Diabetes
6. Kecanduan obat
7. Steven-Jhonson syndrome
8. AIDS
Obat-obatan yang dapat menurunkan mekanisme imunitas
1. Kortikosteroid
2. Idoxuridine
3. Anestesi topikal
4. Terapi immunosupresan
Pengetahuan mengenai karakteristik dan patogenesis dari bakteri tersebut sangat membantu
untuk tindakan pengobatan.
ULKUS KORNEA PENEUMOKOKUS
S pneumoniae masih tetap merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak bagian dunia.
Sebelum tindakan dakriosistorhinostomi populer, ulkus pneumokokus sering terdapat pada
pasien dengan sumbatan duktus lakrimalis.
Ulkus kornea peneumokokus biasnya muncul 24-28 jam setelah inokulasi pada kornea yang
lecet. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus yang cendrung menyebar secara tidak
teratur dari tempat infeksi ke sentral kornea. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan
infiltrasi sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh ( efek merambat ini menimbulka istilah
“ulkus serpiginosa akut”). Apisan superfisial kornea adalah yang pertama terlibat, kemudian
parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus sering bening. Biasanya terdapat hipopion.
Kerokan dari tepian depan ulkus kornea peneumokokus mengandung diplokokus berbentuk
lancet gram positif. Dakriosistitis yang timbul bersamaan harus diobati pula.
ULKUS KORNEA PSEUDOMONAS
Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di tempat epitel kornea
yang retak. Nyeri yang sangat biasanya menyertainya. Lesi ini cendrung cepat menyebar ke
segala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan organisme ini. Meskipun pada
awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya terdapat hipopion besar
yang cendrung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna
hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan oleh organisme ini dan patognomonik untuk
infeksi P aeruginosa.
Pseudomonas adalah penyebab utama ulkus kornea bakteri. Kasus ulkus kornea Pseudomonas
dapat terjadi pada abrasi kornea minor atau penggunaan lensa kontak linak terutama yang
dipakai agak lama. Ulkus kornea yang disebabkan organisme ini bervariasi dari yang sangat jinak
sampai yang menghancurkan. Organisme itu ditemukan melekat pada permukaan lensa kontak
lunak. Beberapa kasus dilaporkan setelah penggunaan larutan fluorescein atau obat tetes mata
yang terkontaminasi. Dokter diharuskan memaki obat-obat yang steril dan teknik steril bisa
menangani pasien cedera kornea.
Kerokan dari ulkus mengandumg batang-batang gram negatif halus panjang yang sering tidak
banyak.
ULKUS KORNEA MOREXELLA LIQUEFACIENS
M liquefaciens (diplobacillus dari petit) menimbulkan ulkus lonjong indolen yang umumnya
mengenai kornea bagian bawah dan meluas kebagian dalam stroma selang beberapa hari.
Biasanya tidak ada hipopion dan bila ada, hanya sedikit dan kornea sekitarnya umumnya bening.
Ulkus M liquefaciens hampir selalu terjadi pada pasien peminum alkohol, diabetes, atau dengan
penyakit immunosupresan lainnya. Kerokan menampilkan diplobasil gram negatif besar-besar
dengan ujung persegi. Pengobtan dapat berlangsung lama dan sulit.
ULKUS KORNEA STREPTOKOKUS GROUP A
Ulkus kornea sentral yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus tidak memiliki ciri
khas. Stroma kornea disekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab, dan biasanya
terdapat hipopion berukuran sedang. Kerokan menampakkan kokus gram positif dalam bentuk
rantai.
ULKUS KORNEA STAPHYLOCOCCUS AUREUS, STAPHYLOCOCCUS EPIDERMIDIS DAN
STREPTOCOCCUS ALFA HEMOLYTICUS
Ulkus kornea sentral yang disebabkan organisme-organisme ini kini lebih sering dijumpai
daripada sebelumnya. banyak diantaranya pada kornea yang telah bias terkena kortikosteroid
topikal. Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai dengan hipopion dan sedikit infiltrat pada
kornea sekitar. Ulkus ini sering superfisial dan dasar ulkus teraba pada saat dilakukan kerokan.
Kerokan mengandung kokus gram positif satu-satu, berpasangan atau dalam bentuk rantai.
Keratopati kristalina infeksiosa (kornea tampaknya mirip kristal) telah ditemukan pada pasien
yang mendaptkan pengobatan steroid topikal jangka panjang. Penyebab umumnya adalah
Streptococcus alfa hemolyticus.
ULKUS KORNEA MYCOBACTERIUM FORTUITUM-CHELONEI DAN NOCARDIA
Ulkus yang ditimbulkan M fortuitum-chelonei dan Nocardia jarang dijumpai. Ulkus ini sering timbul
setelah ada trauma dan sering menyertai kontak dengan tanah. Ulkusnya indolen, dan dasar
ulkusnya sering menampakkan garis-garis radier, sehingga tampak sebagai kaca yang retak.
Hipopion mungkin ada, mungkin tidak. Kerokan dapat mengandung batang-batang tahan asam
langsing (M fortuitum-chelonei) atau organisme gram positif berfilamen yang sering bercabang
(Nocardia).
C. Patogenesis
Adanya sejumlah mikroorganisme pada tepi kelopak dan sakus konjungtiva yang normal
merupakan sumber potensial bakteri di kornea, tetapi kuman pada bagian luar mata dan
sekeliling jaringan okuler jarang menginfeksi kornea. Ketahanan kornea terhadap infeksi bakteri
bergantung pada permukaan epitel yang intak dan aliran air mata yang normal. Bila terjadi
gangguan integritas dari bakteri alami tersebut maka mikroorganisme atau kuman akan masuk ke
kornea dan menyebabkan ulserasi.
Pada beberapa kasus, kuman dapat langsung mencapai epitel kornea yang intak (N. gonococus,
Listeria dan Corynebacterium, H. influenzae) pada kasus ini, bakteri menepel di epitel atau
stroma sebelum menginfeksi. Adanya adesi biologik yang menyebabkan terjadinya difusi toxin
dan bakteri.
Permukaan kornea yang licin merupakan proteksi terhadap infeksi melalui kombinasi aksi air
mata dan kedipan untuk membersihkan bakteri secara mekanis. Enzim lisosim, B lizim dan
antibodi alami yang terkandung di dalam air mata menghasilkan aksi antibakterial.
Banyak kasus keratitis bakterial yang berasal dari kerusakan epitel kornea dan banyak faktor
pencetus yang dapat mempengaruhi integritas epitel kornea dan lapisan air mata dan mengarah
ke infeksi sekunder. Dan hal ini hendaknya menjadi perhatian para dokter.
Bila bakteri menginvasi stroma maka akan timbul respon host yaitu melalui pembentukan PMN,
yang akan memfagositosit bakteri dan lisosim intrasel menghancurkan mikroorganisme yang juga
memproduksi metabolit O2 yang juga dapat menyebabkan destruksi kornea progresif.
D. Gambaran Klinis
Gejala dari ulkus kornea bakteri dapat berupa injeksi konjungtiva berwana merah tua, ada area
berbentuk cakram abu-abu di tengah-tengah kornea. Cakram ini dikelilingi area berwarna agak
abu-abu muda (infiltrasi bentuk cincin). Lesi diskiform ini terangkat pinggirnya pada satu sisi,
menggangsir (undermining) stroma kornea (pinggiran yang melanjutkan diri = cincin yang terdiri
dari leukosit-leukosit berbentuk bulan sabit).
Selalu ada injeksi siliar yang nyata, kemosis dan edema kelopak mata ringan (pseudoptosis).
Keluhan fotofobia, nrocos, blefarospasme yang nyeri, penglihatan kabur.
Ulkus kornea akan memberikan kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang
bila diberi pewarna fluorosein akan berwarna hijau di tengahnya. Iris sukar dilihat karena
keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radng pada korne.
Gejala yang dapat menyertai adalah terdapatnya penipisan kornea, lipatan descment, reaksi
jaringan uvea (akibat gangguan vaskulerisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema dan sinekia
posterior.
Kokus gram positif, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoni akan memberikan
gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada tukak
yang supuratif. Daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat
infiltrasi sel radang.
Ulkus yang disebabkan oleh Pseudomonas, ulkus akan melebar dengan cepat, bahan purulen
berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan ulkus.
E. Diagnosis
Diagnosis dapat ditentukan dengan adanya infiltrat kornea diskiform, yang letaknya di tengah-
tengah kornea, pinggirnya progresif, hipopion dan mikroorganisme penyebabnya ditemukan di
dalam apusan dan tumbuh dalam pembiakan.
F. Penyulit
Stroma kornea yang hilang dan hanya tinggal membran Descemet bisa menyebabkan
penonjolan membran Descemet (desmatokel).
Perforasi kornea sempurna bisa mengakibatkan bilik mata depan kempis dan bisa terjadi
penonjolan iris melalui defek kornea. Mungkin terjadi glaukoma sekunder karena tersumbatnya
bilik mata oleh timbunan leukosit di dalam bilik mata depan
G. Pengobatan
Tindakan segera : pupil dilebrkan (tetes mata atropin 1% atau skopolamin 0,25%), tetes mata
antibiotik yang sesuai. Diberikan antibiotik yang sesuai secara subkonjungtiva setiap hari.
Pemberian antibiotik dosis tinggi harus sesuai dengan organisme penyebabnya dan uji
sensitivitas. Pada kasus pneumokok yang sangat berat, dilakukan termokauterisasi pada tepi
tukak yang progresif. Jika diduga akan terjadi perforasi, mungkin di perlukan cangkok kornea.
Jika ada dakriostenosis dan kantong lakrimal melebar sehingga menjadi tandon mikroorganisme
harus dilakukan dakriokistorinostomi sejak awal. Dakriokistektomi merupakan indikasi untuk
penderita lanjut usia. Jika terjadi glaukoma sekunder, harus diberikan penghambat anhidrase
karbonik (carbonic anhydrase inhibitors) atau agensia hiperosmotik.
Pengobatan ulkus bakteri
Organisme Rute obat Pilihan Pertama Pilihan Kedua Pilihan ketiga
Kokus gram positif
bentuk-lancet
dengan simpai = S.
pneumoniae
topikal
H. Prognosis
Harus selalu waspada. Jika tidak diobati, mata bisa rusak sama sekali. Ini adalah salah satu
infeksi mata yang paling berbahaya dan dapat menyebabkan kebutaan.Perforasi hanya bisa
dicegah dengan pengobatan yang segera.