Post on 23-Oct-2015
description
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Batasan Lanjut Usia
Usia lanjut merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut pengertian
gerontologi, lansia adalah suatu tahap dalam hidup manusia mulai dari bayi, anak-anak,
remaja, tua, dan lanjut usia. Lansia bukanlah penyakit melainkan suatu proses alami
yang tidak bisa dihindarkan.11 Boedhi-Darmojo memaparkan proses menua secara sehat
(healthy aging) yang menjadi harapan setiap orang. Proses menua secara sehat tersebut
dipengaruhi oleh faktor endogenik seperti genetik, proses penuaan; dan eksogenik yang
terdiri dari faktor lingkungan dan gaya hidup seperti yang ditunjukkan skema di bawah
ini (gambar 1).5
Gambar 1. Model healthy aging dengan faktor-faktornya
(Sumber : Boedhi-Darmojo, 2008)
Dalam mendefinisikan batasan penduduk usia lanjut menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial.12
a. Secara biologis penduduk lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan
secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
5
Healthy Aging(Menua Sehat)
Cellullar
Exogenic Factors
Life - StyleEnvironment
OrganTissue
Anatomical
Endogenic Aging
Healthy Aging(Menua Sehat)
Cellullar
Exogenic Factors
Life - StyleEnvironment
OrganTissue
Anatomical
Endogenic Aging
Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta
sistem organ.
b. Secara ekonomi, penduduk lansia lebih dipandang sebagai beban daripada sebagai
sumber daya, bahkan ada mengidentikan kehidupan masa tua sebagai beban keluarga
dan masyarakat.
c. Dari aspek sosial, penduduk lansia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di
Eropa, penduduk lansia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Akan tetapi,
penduduk lansia di Indonesia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus
dihormati oleh warga muda.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 3
yaitu: lanjut usia (elderly) 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun, dan usia
sangat tua (very old) di atas 90 tahun.2 Dalam penelitian ini digunakan batasan umur
menurut Depkes (2009) dalam Anggraini (2008), di mana batasan lansia yang dipakai
meliputi beberapa kelompok yaitu: kelompok usia virilitas / pra senilis 45 – 59 tahun,
kelompok usia lanjut 60 – 69 tahun, dan kelompok usia lanjut resiko tinggi yaitu usia
lebih dari 70 tahun.11,13
2.2 Permasalahan Kesehatan Pada Lanjut Usia
Seiring dengan terjadinya proses menua, manusia secara progresif akan
kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan semakin banyak terjadi abnormalitas
metabolik dan struktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti hipertensi,
aterosklerosis, diabetes melitus dan kanker.11,12 Parameter yang pasti dalam proses
penuaan ini sukar didapat. Parameter masa usia kadang-kadang tidak sesuai dengan
parameter biologis.5,11,14 Problema fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada usia
lanjut adalah:
1. Mudah lelah, hal ini dapat disebabkan oleh
a. Faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan, depresi)
b. Gangguan organis
2. Kekacauan pikiran, dapat disebabkan oleh alkohol, penyakit metabolik, dehidrasi atau
gangguan fungsi otak dan hati
3. Nyeri dada, dapat disebabkan oleh:
Penyakit jantung koroner yang menyebabkan iskemia jantung
6
Aneurisma aorta
Perikarditis (radang selaput jantung)
Gangguan pada sistem alat pernapasan
4. Sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik, dapat disebabkan karena:
Kelemahan jantung
Gangguan sistem saluran nafas
Lain-lain, misalnya: keadaan badan yang lemah, anemia, faktor psikologis
5. Berdebar-debar, dapat disebabkan oleh:
Gangguan irama jantung, penyakit kronis, faktor psikologis
6. Pembengkakan pada kaki bagian bawah, dapat disebabkan karena:
Gagal jantung
Kekurangan vitamin B1
Gangguan penyakit hati
Penyakit ginjal
7. Nyeri pinggang atau punggung, dapat disebabkan oleh karena
Gangguan sendi pada tulang belakang (osteoporosis, osteomalasi)
Gangguan pankreas
Gangguan ginjal, bisa berupa batu ginjal
8. Nyeri pada sendi pinggul, biasanya disebabkan karena
Gangguan sendi pinggul (radang atau keropos)
Kelainan tulang sendi (patah tulang, dislokasi)
Kelainan saraf punggung bagian bawah yang terjepit
9. Berat badan menurun, dapat disebabkan karena
Nafsu makan menurun karena kurang gairah hidup
Penyakit kronis tertentu
Gangguan pada saluran pencernaan
Faktor ekonomis (pensiunan)
10. Sering ngompol, hal ini dapat disebabkan oleh:
Obat diuretika dan obat penenang
Radang kantung kemih dan saluran kemih
Faktor psikologis
11. Gangguan pada ketajaman penglihatan, dapat disebabkan karena:
7
Presbiopia (rabun jauh)
Katarak (kekeruhan lensa)
Glaukoma (tekanan dalam bola mata yang tinggi)
12. Gangguan pada pendengaran, dapat disebabkan karena:
Kelainan degeneratif (otosklerosis), dimana ketulian pada usia lanjut sering
menyebabkan mental confusion.
13. Gangguan tidur, dapat disebabkan karena:
Faktor ekstrinsik: lingkungan yang kurang tenang
Faktor intrinsik: dapat organik atau psikogenik
14. Keluhan pusing atau sakit kepala, dapat disebabkan karena:
Gangguan lokal: migraine, glaukoma, sinusitis, sakit gigi dll
Penyakit sistemis seperti hipoglikemia atau uremia
Psikologis : kecemasan, masalah kehidupan, dll.
Ciri-ciri khas gangguan penyakit pada usia lanjut pada umumnya bersifat ganda
(multiple), kumulatif, tanpa gejala, progresif, berlangsung lama dan tumpang tindih
(overlapping).5,14 Pada orang-orang sakit dengan lanjut usia sering kali harus
dipertimbangkan kemungkinan adanya penyakit keganasan pada organ tertentu yang
mudah menyebar pada organ tubuh lainnnya.
2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan Lansia
2.3.1 Jenis Kelamin
Laki – laki memiliki risiko status kesehatan rendah yang lebih besar dibandingka
perempuan. Hal ini dikarenakan laki – laki lebih rentan terhadap paparan faktor – faktor
eksogen dibandingkan perempuan. Selain itu, hal ini juga didukung oleh usia harapan
hidup perempuan yang terbukti lebih lama daripada laki-laki. Peningkatan usia harapan
hidup pada perempuan lebih mendominasi yakni 52% dibandingkan usila laki-laki
sebanyak 48%.4,14
Menurut jenis kelamin dapat dilihat bahwa angka penduduk lansia perempuan
dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan penduduk usila laki-laki (43,99%
berbanding 18,76%).14Secara genetis kromosom perempuan yang terdiri dari kromosom
x dianggap lebih kuat dibandingkan kromosom x dan y yang dimiliki pria, sehingga
perempuan dianggap lebih tahan terhadap serangan penyakit, namun banyak pula
8
penyakit endogen seperti kanker yang menyerang kaum perempuan seperti kanker
payudara dan leher rahim.15 Karenanya banyak penelitian tentang kesehatan selalu
membandingkan antar jenis kelamin laki – laki dan perempuan.
2.3.2 Status Pernikahan
Status pernikahan lansia akan mempengaruhi pola perilaku kehidupan yang
dijalaninya. Kebanyakan penduduk lansia bergantung pada pasangannya sehingga cara
pandang dalam menjalani hidup akan berbeda antara yang tidak mempunyai pasangan
dengan yang masih mempunyai pasangan.11
Menurut penelitian Rimbawan (2007), menunjukkan bahwa status perkawinan
lansia baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun pedesaan polanya relatif sama.
Lebih dari 65% lansia masih berstatus kawin, kemudian proporsi besar kedua yaitu
sekitar 27% berstatus cerai mati, kemudian disusul oleh yang belum kawin (sedikit di
atas 4%), dan cerai hidup (hampir 2%). Padahal secara umum dalam satu rumah tangga
yang bertindak sebagai kepala keluarga dan sekaligus juga sebagai penopang ekonomi
keluarga adalah pihak suami. Kondisi seperti ini dapat mempercepat munculnya
masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa khususnya bagi lansia
perempuan cerai mati.15 Karena usia harapan hidup perempuan yang lebih panjang
dibandingkan laki-laki, maka lebih banyak usila perempuan yang ditinggal meninggal
lebih dulu oleh suaminya, dan karena perbedaan gender menyebabkan perempuan
terbiasa mengurus dirinya sendiri, sehingga lebih siap untuk tinggal sendiri. Sedangkan
usila laki-laki lebih banyak berstatus kawin.6,16
2.3.3 Status Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan
keterampilan manusia sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari
kualitas pendidikan. Pendidikan yang memadai mempunyai andil besar terhadap
kemajuan sosial ekonomi seseorang. Pendidikan yang makin tinggi dapat menghasilkan
keadaan sosial ekonomi yang makin baik dan kemandirian yang makin mantap.16
Pendidikan yang telah dijalani penduduk lansia akan berpengaruh terhadap
pengetahuan, wawasan, dan pandangan hidupnya. Hal ini akan berpengaruh pula
terhadap pola perilaku kehidupan dan aktivitas sehari-hari, termasuk pola makan, cara
9
pandang terhadap hidup sehat, dan akses mereka terhadap pelayanan kesehatan.
Pendidikan dapat mempengaruhi kesehatan melalui berbagai cara. Penduduk lansia
yang semakin terdidik lebih mampu memilih fasilitas pelayanan kesehatan atau dokter
yang lebih berkualitas, lebih tahu resiko pola hidup tidak sehat (seperti merokok atau
minum alkohol), dan lebih mampu dalam mencegah gejala serangan penyakit secara
tiba-tiba.17
Kondisi pendidikan lansia di Indonesia masih sangat memprihatinkan karena
diperkirakan sekitar 60% dari penduduk lansia tidak pernah memperoleh pendidikan
formal. Hal ini sejalan dengan penelitian Boedhi-Darmojo di Jawa Tengah pada tahun
1991 di mana sebagian besar para usila mempunyai pekerjaan sebagai tenaga kerja tidak
terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai tenaga profesional. Penelitian di
Semarang juga disebutkan bahwa tingkat pendidikan seorang lansia berbanding positif
langsung dengan tingkat kesehatan mereka.5,17
2.3.4 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh individu atau masyarakat yang dapat
mencerminkan hasil keseimbangan antara konsumsi gizi dengan kebutuhan tubuh akan
zat gizi. Sedangkan penilaian status gizi merupakan proses pengumpulan informasi dan
membuat interpretasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan. Menilai status gizi pada
lansia memerlukan metode pengukuran yang sesuai dengan perubahan yang terjadi pada
struktur tubuh, komposisi tubuh, serta penurunan fungsi-fungsi organ tubuh. Metode
yang bisa digunakan antara lain pengukuran antropometri, pemeriksaan klinis, biokimia,
dan evaluasi konsumsi makanan.16
Masalah gizi yang umum terjadi pada usila selain kekurangan gizi juga
kelebihan gizi yang merupakan faktor resiko beberapa penyakit degeneratif.18 Dalam
proses menua, berbagai perubahan gaya hidup dan fisiologis terjadi, seperti
berkurangnya asupan makanan, berkurangnya olahraga, dan kehilangan massa otot. Gizi
yang kurang bagi usila merupakan faktor resiko berbagai masalah kesehatan dan
berkaitan dengan menurunnya otonomi, meningkatnya risiko penyakit infeksi, dan
meningkatnya angka mortalitas.19 Bagi usila, pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan
dengan baik dapat membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang dialaminya. Selain itu, hal ini dapat menjaga kelangsungan
10
pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia. Pola makan yang teratur 3
kali sehari disarankan pada kelompok ini. Kebutuhan kalori pada usila berkurang karena
berkurangnya kalori dasar dari kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya: untuk
jantung, usus, pernafasan, dan ginjal.5
Antropometri adalah cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan
di masyarakat. Salah satu metodenya adalah pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)
yang merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa (usia 18 tahun
ke atas), khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Pengukuran IMT menggunakan rumus BB (kg) / TB2 (m), di mana ambang normal IMT
untuk orang Indonesia adalah 18,6 – 25,0 kg/m2 .4,16
2.3.5 Penyakit pada Usila
Meningkatnya jumlah lansia akan menimbulkan berbagai permasalahan yang
kompleks bagi lansia itu sendiri maupun bagi keluarga dan masyarakat. Secara alami
proses menjadi tua mengakibatkan para lansia mengalami perubahan fisik dan mental,
yang mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosialnya. Transisi demografi ke arah menua
akan diikuti oleh transisi epidemiologi ke arah penyakit degeneratif seperti rematik,
diabetes, hipertensi, jantung koroner, dan neoplasma.4,11 Angka kesakitan penduduk
lansia tahun 2009 sebesar 30,46% artinya bahwa setiap 100 orang usila, sekitar 30 orang
di antaranya mengalami sakit. Angka kesakitan penduduk usila perkotaan 27,20% lebih
rendah dibandingkan usila pedesaan 32,96%. Hal ini menunjukkan bahwa derajat
kesehatan usila daerah pedesaan lebih rendah. Bila dilihat perkembangannya, derajat
kesehatan penduduk usila relatif tidak berbeda. Angka kesakitan penduduk usila pada
tahun 2005 sebesar 29,98% dan tahun 2009 sebesar 30,46 %.
Kebiasaan berobat serta cara berobat yang dilakukan seseorang, merupakan
salah satu faktor yang digunakan untuk mengidentifikasi apakah orang yang
bersangkutan telah memiliki perilaku hidup sehat. Berdasarkan Profil Penduduk Lanjut
Usia 2010, ternyata 32,24% lanjut usia mencari pengobatan di puskesmas, namun masih
ada yang mengobati sendiri dengan menggunakan obat modern 60,47%, dan obat
tradisional 10,87%.4
11
Salah satu penyakit yang banyak diderita lansia adalah hipertensi. Hipertensi
pada lansia mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia di atas 65 tahun didapatkan
antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga tinggi, keduanya
merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi amat
penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.
Penanggulangan hipertensi pada lansia amat bermanfaat dan telah terbukti dapat
mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Sesuai Konsensus Penanggulangan
Hipertensi yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Hipertensi Indonesia, pengobatan
dimulai bila tekanan darah sistolik > 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik,
atau tekanan darah sistolik > 140 bila disertai diabetes melitus atau merokok atau
disertai faktor resiko lainnya.20
Menurut Setiati dkk (2009), gangguan yang sering menjadi masalah terhadap
kemandirian lanjut usia dikenal dengan istilah “14 i”, yaitu immobilisasi (berkurangnya
kemampuan gerak), instabilitas postural (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah
jatuh), intellectual impairment (gangguan intelektual), isolation (depresi), insomnia
(susah tidur), inkontinensia urine (mengompol), impotence (impotensi), immune
deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), infection (infeksi), inanition (kurang gizi),
irritable colon (gangguan saluran cerna), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-
obatan), impaction (konstipasi), impairment of vision, hearing, taste, smell,
communication, convalenscence, and skin integrity (gangguan panca indera,
komunikasi, penyembuhan, dan kulit), serta impecunity (berkurangnya kemampuan
keuangan).5,21 Kemunduran fungsi tubuh dan kemunduran peran akan sangat
berpengaruh pada kemandirian lansia. Oleh karena itu, untuk mengetahui healthy life
expectancy atau perkiraan masa hidup sehat, dimana lansia dapat beraktivitas tanpa
memerlukan bantuan dapat dievaluasi dari tingkat kemandirian lansia menggunakan
kuisioner ADL Barthel (Activity Daily Living).18,21
2.3.6 Kebiasaan Merokok
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan
sehari-hari. Gaya hidup ini menarik sebagai suatu masalah kesehatan, minimal dianggap
sebagai faktor resiko dari berbagai penyakit. Lebih dari 57% setiap rumah tangga pada
masyarakat Indonesia mempunyai sedikitnya seorang perokok dalam rumahnya, dan
12
91,8% perokok tersebut merokok di rumah. Karenanya diperkirakan sekitar 43 juta
anak-anak dan ibu rumah tangga yang terkena paparan asap rokok secara terbuka
sebagai perokok pasif yang bahayanya lebih besar diderita oleh mereka yang bukan
perokok. Dari gambaran di atas maka pada saatnya akan timbul berbagai penyakit
seperti penyakit pembuluh darah jantung dan otak, diabetes, penyakit paru-paru, kanker,
dan lain-lain.17
Merokok merupakan faktor resiko terpenting untuk terjadinya penyakit tidak
menular, karena dapat menyebabkan arteriosklerosis dini, penyakit jantung koroner,
penyakit paru obstruktif kronis, serta kanker paru, laring, rongga mulut, pankreas, dan
esofagus, selain itu, juga dapat meningkatkan tekanan darah dan kadar lemak dalam
darah sebagai faktor resiko terjadinya stroke, penyakit jantung, dan pembuluh darah.21,22
Setiati dkk (2009) membuktikan bahwa merokok menurunkan kadar
kolesterol HDL. Penurunan HDL pada laki-laki rata-rata 4,5 mg/dl dan pada perempuan
6,5 mg/dl. Perokok dikategorikan sebagai21:
a. Perokok ringan : < 10 batang/hari
b. Perokok sedang : 10 – 20 batang/hari
c. Perokok berat : >20 batang/hari
2.3.7 Olahraga
Olahraga adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran
tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik, mental, dan
kualitas hidup yang sehat dan bugar.4 Perubahan gaya hidup “sedentary” merupakan
gaya hidup di mana gerak fisik yang dilakukan minimal sedang beban kerja mental
maksimal. Keadaan ini besar pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan termasuk keadaan
gizi seseorang dan selanjutnya berakibat sebagai penyebab dari berbagai penyakit.11
Pola hidup juga bisa mempengaruhi kerentanan fisik terutama kurangnya
aktivitas fisik. Akibatnya, timbul penyakit yang sering diderita antara lain diabetes
melitus, penyakit jantung, hipertensi, keganasan, dan lain-lain. Gaya hidup pada zaman
modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti jarang bergerak
karena segala sesuatu atau pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya
teknologi yang modern seperti mencuci dengan mesin cuci. Gaya hidup seperti itu tidak
13
baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita menjadi manja, karena kurang
bergerak, sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit.15
Olah raga apapun baik untuk kesehatan seperti senam, berenang, jalan kaki,
yoga, taichi, dan lain-lain. Berolah raga bersama orang lain lebih menguntungkan,
karena dapat bersosialisasi, berjumpa dengan teman-teman, mendapat kenalan baru,
serta mengadakan kegiatan lainnya, seperti berwisata dan makan bersama. Kebanyakan
olah raga dilakukan pada pagi hari setelah subuh, di mana udara masih bersih. Berolah
raga dapat menurunkan kecemasan dan mengurangi perasaan depresi dan rendah diri.
Selain fisik sehat, jiwa juga terisi, membuat kita merasa muda dan sehat di usia tua.23
Usia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun. Penurunan kemampuan
akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat usila kemampuan akan turun
antara 30 – 50%. Oleh karena itu, bila usila ingin berolahraga harus memilih sesuai
dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit. Olah raga usila
perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu
relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalitenik, tidak kompetitif, atau bertanding.15
Beberapa tahun terakhir ini banyak dilakukan penelitian mengenai proses
menua. Dari penelitian tadi disimpulkan, usaha-usaha untuk menanggulangi proses
menua, sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Latihan-latihan olahraga merupakan cara
yang sangat baik untuk menanggulangi proses menua. Jantung, otak, dan fungsi-fungsi
pengatur badan akan mendapatkan keuntungan dari berolahraga.4,22
2.3.8 Pola Tidur
Istirahat yang cukup diperlukan agar tubuh kembali ke kondisi normal setelah
digunakan untuk beraktifitas. Istirahat terbaik adalah tidur. Tidur 6 – 8 jam sehari sudah
lebih dari cukup. Tidur terlalu lama, akan cenderung mengganggu kesehatan. Saat tidur
pun tubuh butuh nutrisi. Bila tidur terlalu lama, tubuh akan mengalami katabolik.
Akibatnya, akan semakin merasa malas, tidak bertenaga, dan memboroskan waktu.11
Kurang tidur dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk mengingat
informasi yang kompleks. Umumnya manusia bisa tidur dalam 6 – 8 jam sehari. Tapi
terkadang ada orang yang bisa tidur di bawah 6 jam. Kurang tidur berdampak negatif
bagi tubuh kita seperti kurang konsentrasi, cepat marah, lesu, dan lelah. Setiap tahun
14
diperkirakan sekitar 20 – 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan
sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada
usila cukup tinggi yaitu sekitar 67%. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus
yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter.21 Hasil riset
terbaru para ahli dari University of Chicago membuktikan, tiga hari mengalami kurang
tidur, kemampuan tubuh dalam memproses glukosa akan menurun secara drastis,
sehingga dapat meningkatkan resiko mengidap diabetes.24
2.3.9 Pekerjaan atau Pendapatan
Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu.
Bekerja sering dikaitkan dengan pendapatan dan pendapatan sering dikaitkan dengan
kebutuhan manusia.16 Untuk itu agar dapat tetap hidup manusia harus bekerja. Dengan
bekerja orang akan dapat memberi makan dirinya dan keluarganya, dapat membeli
sesuatu, dan dapat memenuhi kebutuhannya yang lain. Saat ini ternyata di antara
kelompok lansia banyak yang tidak bekerja atau tidak memiliki pendapatan sendiri.
Tingkat pengangguran usila relatif tinggi di daerah perkotaan, yaitu 2,2%. Dengan
makin sempitnya kesempatan kerja maka kecenderungan pengangguran kelompok
lansia akan semakin banyak. Partisipasi angkatan kerja makin tinggi di pedesaan
daripada di kota.
Lansia yang masih bekerja sebagian besar terserap dalam bidang pertanian dan
perdagangan.4 Lansia lebih banyak yang bekerja di sektor perdagangan yaitu 38,4%
sedangkan yang bekerja di sektor pertanian 27,0%, sisanya berada di sektor jasa 17,3%,
industri 9,3%, angkutan 3,3%, bangunan 2,8%, dan sektor lainnya relatif kecil 1%.4
Seringkali mereka menemukan kenyataan bahwa sangat sedikit kesempatan kerja yang
tersedia bagi mereka, walaupun mereka ingin bekerja dan sanggup untuk melakukan
pekerjaan tersebut. Hal ini dikarenakan pendidikan yang dimiliki lansia tidak lagi
terarah pada pasar tenaga kerja dan tidak dimasukkan dalam kebijakan–kebijakan
pendidikan yang berkelanjutan.
Pembinaan ketrampilan dan pelatihan yang dilakukan terus-menerus hanya
berlaku bagi orang-orang muda. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya lansia bersaing
di pasaran kerja, sehingga banyak lansia yang tidak bekerja meskipun tenaganya masih
15
kuat dan mereka masih berkeinginan untuk bekerja. Ada beberapa kondisi yang
membatasi kesempatan kerja bagi usila24:
a. Wajib pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan mewajibkan
pekerja pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak mau lagi merekrut pekerja
yang mendekati usia wajib pensiun, karena waktu, tenaga, dan biaya untuk melatih
mereka sebelum bekerja relatif mahal.
b. Jika personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para lansia sulit
mendapatkan pekerjaan.
c. Sikap sosial, kepercayaan bahwa pekerja yang sudah tua mudah kena kecelakaan,
karena kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan teknik-teknik modern
merupakan penghalang utama bagi perusahaan untuk mempekerjakan lansia.
d. Fluktuasi dalam daur usaha, jika kondisi usaha suram maka kelompok lansia yang
pertama kali harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang yang lebih muda
apabila kondisi usaha sudah membaik.
Sebagaimana dengan manusia lainnya, penduduk lansia mempunyai kebutuhan-
kebutuhan untuk melanjutkan hidupnya. Karena itu, penduduk lansia perlu memiliki
sumber pendapatan mandiri yang memadai untuk memenuhi kebutuhannya agar
kehidupannya sejahtera.4
2.3.10 Lingkungan Tempat Tinggal
Secara umum lansia cenderung tinggal bersama anaknya yang telah menikah25.
Tingginya kelompok usila yang tinggal dengan anaknya menunjukkan masih kuatnya
norma bahwa kehidupan orang tua merupakan tanggung jawab anak-anaknya. Survei
yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
terhadap 400 penduduk usia 60 – 69 tahun, yang terdiri dari 329 pria dan 71 wanita,
menunjukkan bahwa hanya sedikit penduduk lanjut usia yang tinggal sendiri (1,5%),
diikuti oleh yang tinggal dengan anak (3,3%), tinggal dengan menantu (5,0%), tinggal
dengan suami/istri dan anak (29,8%), tinggal dengan suami,istri dan menantu (19,5%),
dan penduduk lanjut usia yang tinggal dengan pasangannya (18,8%).25
Penduduk lansia yang hidup sendiri secara umum memiliki tingkat kesejahteraan
yang lebih rendah dibanding dengan lansia yang tinggal dengan keluarganya.21,24,25
Penelitian oleh Haris (2011) menunjukkan bahwa lansia yang tinggal di Panti Sosial
16
Tresna Wredha lebih banyak mengalami depresi dibandingkan dengan lansia yang
diasuh oleh keluarganya.26 Hidup bersama dengan keluarga lebih memberikan rasa
aman dan menghilangkan rasa kesepian bagi penduduk lansia. Kebutuhan psikososial
dari penduduk lansia lebih dapat terpenuhi jika mereka hidup bersama keluarga/anak
mereka. Kondisi psikososial yang lebih baik akan dapat menopang status kesehatan dan
berdampak positif bagi kondisi kesehatan lansia.5,18,23
2.3.11 Kesehatan Psikologis / Depresi Pada Lansia
Depresi adalah salah satu gejala psikiatri yang paling sering ditemui pada lansia.
Depresi juga merupakan salah satu faktor resiko tersering terjadinya kasus bunuh diri
dan penurunan status kesehatan pada lansia akibat penelantaran diri. Faktor resiko pada
populasi yang cenderung melakukan bunuh diri dan penelantaran diri yaitu: Laki-laki,
usia lanjut, individu yang terisolasi.7
Menurut teori Erikson, kepribadian terus berkembang dan terus tumbuh dengan
perjalanan kehidupan. Perkembangan ini melalui beberapa tahapan psikososial seperti
melalui konflik-konflik yang terselesaikan oleh individu tersebut yang dipengaruhi oleh
maturitas kepribadian pada fase perkembangan sebelumnya, dukungan lingkungan
terdekatnya dan tekanan hidup yang dihadapinya.15,22 Erikson menyebutkan adanya
krisis integrity versus despair yaitu individu yang sukses melampaui tahapan tadi akan
beradaptasi dengan baik, menerima segala perubahan yang terjadi dengan tulus dan
memandang kehidupan dengan rasa damai dan bijaksana. Contoh resolusi yang kurang
berhasil akan dicirikan dengan perasaan bahwa hidup ini terlalu pendek, dengan
perasaan tidak memiliki, pemberontakan, rasa marah, dan putus asa. Kondisi ini akan
menyebabkan lansia rentan terhadap depresi.15
Depresi juga termasuk salah satu faktor yang menyebabkan penurunan nafsu
makan dan berat badan pada lansia, defisit sosial akibat isolasi diri, serta munculnya
keluhan – keluhan somatis pada orang lanjut usia. Keluhan – keluhan kesehatan fisik
yang diungkapkan para lansia dapat bertumpang tindih dengan keadaan depresi/ mental
yang menyertainya.11 Oleh karena itu, depresi dapat menjadi penyebab menurunnya
kesehatan lansia dan dapat pula sebagai dampak dari menurunnya status kesehatan fisik
lansia akibat menderita penyakit degeneratif yang tidak kunjung sembuh dan
memerlukan kontrol yang berkelanjutan.5,15
17