Post on 27-Jun-2015
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR FISIK DENGAN KELELAHAN KERJA
KARYAWAN PRODUKSI BAGIAN SELEKTOR DI PT. SINAR
SOSRO UNGARAN SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata I
Untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
Nama : Atik Muftia
NIM : 6450401078
Jurusan : Ilmu Kesehatan Masyarakat S1
Fakultas : Ilmu Keolahragaan
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
ii
SARI
Atik Muftia. 2005. “Hubungan Antara Faktor Fisik Dengan Kelelahan Kerja
Karyawan Produksi Bagian Selektor Di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang”.
Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang.
Faktor fisik seperti kebisingan, penerangan, dan iklim kerja dapat
mempengaruhi kinerja manusia. Adanya keseimbangan antar faktor fisik dapat
membuat pekerja nyaman dan aman, sebaliknya apabila tidak ada keseimbangan
antar faktor fisik akan menyebabkan konsentrasi, kemampuan, dan efektivitas
menurun. Hal tersebut merupakan sebagian dari tanda-tanda kelelahan.
Penelitiaan ini bertujuan ingin mengetahui hubungan antara Faktor fisik yang
meliputi kebisingan, penerangan dan iklim kerja dengan kelelahan kerja karyawan
produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel diambil
secara purposive sampling, dengan kriteria tertentu yang telah ditentukan,
sehingga diperoleh 21 sampel. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
metode survei. Pengambilan data dengan pengukuran parameter intensitas
kebisingan, penerangan, iklim kerja dan kelelahan kerja. Data yang diperoleh
diolah dengan menggunakan teknik analisis kendall’s tau-b.
Dari uji kendall’s tau-b diperoleh koefisiien korelasi kebisingan 0,798
dengan nilai asymp sig 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti ada hubungan
antara kebisingan dengan kelelahan. Nilai koefisiien korelasi penerangan 0,510
dengan nilai asymp sig 0,001 lebih kecil dari 0,05 yang berarti ada hubungan
antara penerangan dengan kelelahan. Nilai koefisiien korelasi iklim kerja 0,596
dengan nilai asymp sig 0,002 lebih kecil dari 0,05 yang berarti ada hubungan
antara iklim kerja dengan kelelahan, begitu juga dengan Nilai koefisiien korelasi
faktor fisik 0,482 dengan nilai asymp sig 0,032 lebih kecil dari 0,05 yang berarti
ada hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan ada korelasi yang
signifikan antara Kebisingan dengan kelelahan dan penerangan dengan kelelahan,
iklim kerja dengan kelelahan serta ada hubungan antara faktor fisik dengan
kelelahan. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan kerja itu sendiri disamping faktor-
faktor yang lain. Oleh karena itu saran yang dapat diberikan adalah memberikan
alat peredam suara pada mesin, pengaturan waktu kerja, serta Pemantauan secara
intensif terhadap potensi bahaya.
iii
PENGESAHAN
Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
Pada hari : Kamis
Tanggal : 20 Oktober 2005
Panitia Ujian
Ketua Panitia, Sekretaris,
Drs. Sutardji, M.S Drs. Herry Koesyanto, M.S
NIP. 130 523 506 NIP. 131 571 549
Dewan Penguji,
1. Eram Tunggul P, SKM. M.Kes (Ketua)……………………………
NIP. 132 303 538
2. Dra. ER. Rustiana, M.Si (Anggota)…………………………………
NIP. 131 571 549
3. Drs. Said Junaidi, M. Kes (Anggota)………………………………..
NIP. 132 086 678
iv
MOTO
� Bertarunglah satu ronde lagi, karena orang yang selalu bertarung satu ronde
lagi tidak pernah dikalahkan
� Dan jangan pernah berhenti ataupun menyerah kalah pada satu langkah,
karena kita tidak pernah tahu bahwa sukses itu ada pada satu langkah
berikutnya
� Untuk itu bertindaklah sebagai orang yang selalu berfikir, dan brfikirlah
sebagai orang yang selalu bertindak.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan Kepada:
� Abah dan Ibu tercinta, mas Tri, dik Udin
dan dik Nasik, serta keluargaku tercinta
� teman-temanku IKM angkatan 2001 dan
Almamater FIK UNNES
v
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, atas segala
karunia dan kemurahan-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul
“Hubungan Antara Faktor Fisik Dengan Kelelahan Kerja Karyawan Produksi
Bagian Selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang” dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah
satu syarat tugas akhir untuk mencapi gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini juga atas bimbingan, bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang, yang telah memberi kesempatan
kepada penulis untuk menempuh studi di Fakultas Ilmu Keolahragaan,
Universitas Negeri Semarang.
2. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, yang
telah memberikan izin penelitian serta waktu dan kesempatan kepada saya
untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FIK UNNES, yang telah
mengarahkan dan memberikan motivasi dalam penelitian ini.
4. Ibu Dra. ER. Rustiana, M.Si selaku dosen Pembimbing Utama dan Bapak
Drs.Said Junaidi, M.Kes selaku Pembimbing Kedua, yang telah memberi
motivasi, petunjuk, saran dan bimbingan, sehingga dapat terwujud skripsi
ini.
vi
5. PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang, yang telah memberikan izin, bantuan
dan kerjasamanya dalam penelitian ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang, yang telah memberikan ilmu dan dorongan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Staf dan karyawan FIK-UNNES yang telah membantu penulis selama
melakukan kuliah dan penyusunan skripsi.
8. Abah, Ibu dan saudaraku tercinta yang memberikan bantuan material dan
spiritual selama penulis menempuh kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.
9. Mas Tri, Krissa, Titin, Endah, Yuli, Dian A, Wiwik, Wildan, Arif W, Sari,
Pak Trubus, Wati, Deni, Tina, dan teman-temanku sealmamater FIK
UNNES serta teman-temanku Nusa Indah yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga amal baik dari semua pihak, mendapatkan imbalan yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Amin.
Semarang, Juli 2005
Penyusun
vii
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................... i
SARI ...................................................................................................... ii
PENGESAHAN .................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................ iv
KATA PENGANTAR............................................................................ v
DAFTAR ISI .......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul...................................................................... 1
1.2 Permasalahan ..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.4 Penegasan Istilah................................................................................ 6
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Fakor fisik.......................................................................................... 9
2.1.1Kebisingan....................................................................................... 9
2.1.1.1 Pengertian Kebisingan ........................................................... 9
2.1.1.2 Jenis kebisingan..................................................................... 10
2.1.1.3 Pengaruh Kebisingan…………………………………………. 10
2.1.1.4 Pengukuran kebisingan……………………………………….. 12
2.1.2 Penerangan...................................................................................... 12
2.1.2.1 Pengertian penerangan ........................................................... 12
2.1.2.2 Jenis penerangan.................................................................... 14
2.1.2.3 Pengaruh penerangan……………………………………………. 15
2.1.2.4 Pengukuran penerangan ......................................................... 15
2.1.3 Iklim kerja....................................................................................... 16
viii
2.1.3.1 Pengertian iklim kerja ............................................................ .. 16
2.1.3.2 Macam iklim kerja……………………………………………… 16
2.1.3.3 Pengukuran iklim kerja………………………………………….. 19
2.2 Kelelahan.......................................................................................... … 19
2.2.1 Pengertian kelelahan ................................................................. … 20
2.2.2 Mekanisme kelelahan……………………………………………… 25
2.2.3 Penybab kelelahan………………………………………………… 27
2.2.5 Akibat kelelahan…………………………………………………… 32
2.2.6 Pengukuran kelelahan…………………………………………….. 33
2.3 Waktu reaksi…………………………………………………………….. 33
2.4 Kerangka Teori .................................................................................. .. 35
2.5 Kerangka Konseptual ......................................................................... .. 36
2.6 Hipotesis............................................................................................ … 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi ............................................................................................. 37
3.2 Sampel............................................................................................... 37
3.3 Variabel ............................................................................................. 38
3.4 Rancangan Penelitian ......................................................................... 38
3.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 38
3.6 Prosedur Penelitian ............................................................................ 40
3.7 Instrumen........................................................................................... 41
3.8 Analisis Data...................................................................................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian ................................................................................. 48
4.1.1 Karakteristik esponden penelitian…………………………….. . 48
4.1.2 Deskripsi data Kebisingan......................................................... 50
4.1.3 Deskripsi data Penerangan ........................................................ 52
4.1.4 Deskripsi data Iklim Kerja ........................................................ 54
4.1.5 Deskripsi data Faktor fisik……………………………………………56
ix
4.1.6 Deskripsi data Kelelahan .......................................................... 58
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 59
4.3 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 64
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ........................................................................................... 65
5.2 Saran.................................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 67
LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................... 69
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Lama Paparan Kebisingan……………………………………………. . 10
2. Intensitas Penerangan........................................................................... 13
3. Distribusi umur responden ………………………………………….. 48
4. Distribusi masa kerja responden ……………………………………… 49
5.Tabulasi silang kebisingan dan kelelahan kerja responden..................... 51
6. Analisis kendall’s tau-b dan odds ratio kebisingan…………………….. 52
7.Tabulasi silang Penerangan dan kelelahan kerja responden ................... 53
8 Analisis kendall’s tau-b dan odds ratio penerangan…………………… 54
9. Tabulasi silang Iklim kerja dan kelelahan kerja responden ................... 55
10. Analisis kendall’s tau-b dan odds ratio iklim kerja…………………….. 56
11. Tabulasi silang faktor fisik dan kelelahan kerja responden……………. 57
12. Analisis kendall’s tau-b dan odds ratio faktor fisik…………………….. 57
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Derajat Kelelahan Pada Suatu Jenis Kelelahan .................................... 21
2. Menurunnya kekuatan Max. Pada pekerjaan dengan Pembebanan Statis 21
3. Neraca Statis Keseimbangan Aktivitas dan Inhibitas Kelelahan ........... 26
4. Kerangka Teori ................................................................................... 35
5. Kerangka konsep ................................................................................. 36
6. Grafik Distribusi Umur Responden……………………………………. 49
7. Grafik Distribusi Masa kerja Responden……………………………….. 50
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Responden.................................................................................... 69
2. Hasil Pengujian kebisingan, penerangan, iklim kerja ruangan ............ 70
3. Hasil Pengukuran Kelelahan ............................................................ 71
4. Hasil Pengukuran kebisingan,penerangan, iklim kerja responden…... 72
5. Metode Peralatan yang Digunakan………………………………… .. 73
6. Hasil Analisis Data………… ............................................................ 74
7. Hasil Kuesioner……………. ............................................................ 78
8. Persentase jawaban Responden………………………………………. 79
9. Kuesioner…………………. ............................................................ 80
10. Surat Keputusan Dosen pembimbing ................................................ 83
11. Surat Keputusan Penguji …………………………………………….. 84
12. Surat keterangan Kalibrasi Reaktion Timer………………………… . 85
xiii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Telah disetujui untuk diajukan dalam sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Menyetujui
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dra. ER. Rustiana, M.Si Drs. Said Junaidi,M.Kes
NIP.131 472 346 NIP. 132 086 678
Mengetahui,
Ketua Jurusan IKM
Dr. Oktia Woro KH, M.Kes
NIP. 131 695 159
xiv
“HUBUNGAN ANTARA FAKTOR FISIK DENGAN KELELAHAN KERJA
KARYAWAN”
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Perkembangan teknologi yang semakin meningkat saat ini terasa sangat
kompleks dampaknya. Disatu pihak perkembangan itu memberikan manfaat-
manfaat dan kemudahan-kemudahan pada tenaga manusia, tetapi dilain pihak
menimbulkan masalah-masalah yang membutuhkan perhatian khusus. Hal
tersebut mendorong manusia mengerahkan segenap potensi untuk
mengembangkan diri dan memanfaatkan fasilitas serta sumber daya yang ada.
Dengan demikian manusia bisa mencukupi kebutuhan hidup baik secara fisik
maupun secara psikis.
Bekerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan
itu bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan sering kali tidak disadari
oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang ingin dicapai dan
orang berharap aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawakan suatu
keadaan yang lebih memuaskan dari sebelumnya (Pandji Anoraga, 2001: 11).
Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia
mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang
ditunjang dengan teknologi maju dan modern. Salah satu konsekuensi dari
perkembangan industri yang sangat pesat dan persaingan yang ketat antar
perusahaan di Indonesia sekarang ini adalah tertantangnya proses produksi kerja
dalam perusahaan supaya terus menerus berproduksi selama 24 jam. Dengan
demikian diharapkan ada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi untuk
mencapai keuntungan yang maksimal (Budi Imansyah, 2004: 1).
Pada dasarnya tujuan utama dari perindustrian adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan manusia dengan lebih memperhatikan subyek-subyek
yang terlibat didalamnya, terutama dalam hal perlindungan terhadap manusia dan
lingkungan kerja. Peranan manusia dalam industri tidak dapat diabaikan karena
sampai saat ini dalam proses produksi masih terdapat adanya ketergantungan
antara alat-alat kerja atau mesin dengan manusia, atau dengan kata lain adanya
interaksi antara manusia, alat dan bahan serta lingkungan kerja (Sutaryono, 2002:
6).
Interaksi antara manusia, alat dan bahan, serta lingkungan kerja
menimbulkan beberapa pengaruh terhadap tenaga kerja. Pengaruh atau dampak
negatif sebagai hasil samping proses industri merupakan beban tambahan dari
tenaga kerja, yang bisa menimbulkan kelelahan. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan adanya beban tambahan lingkungan kerja yaitu:
1. Faktor fisik, meliputi penerangan, kebisingan, vibrasi mekanis, iklim
kerja dan radiasi
1
xvi
2. Faktor kimia, meliputi gas, uap, debu, kabut fume, asap, awan,
cairan dan benda padat
3. Faktor biologis, meliputi tumbuhan dan hewan
4. Faktor fisiologis, meliputi konstruksi mesin, sikap dan cara kerja
5. Faktor psikologis, meliputi suasana kerja, hubungan antara pekerja
atau dengan atasan (Depnaker, 2004: 9).
Faktor fisik tersebut akan merugikan tenaga kerja apabila terjadi
ketidakseimbangan dan ketidaknyamanan pada saat bekerja. Hal ini biasanya
terjadi pada lingkungan kerja yang panas sehingga tenaga kerja yang terpapar
panas suhu tubuhnya akan meningkat. Ini terjadi karena adanya aliran panas dari
lingkungan kerja yang suhunya lebih tinggi ke tubuh tenaga kerja yang suhunya
lebih rendah sampai dalam keadaan seimbang. Kondisi lingkungan kerja yang
mempunyai kebisingaan melebihi 85 dBA dapat mengganggu kesehatan pekerja
seperti ketulian progesif. Disamping itu penerangan yang tidak baik akan
menyebabkan kerusakan pada alat penglihatan, dan semua itu akan menyebabkan
menurunnya konsentrasi dan kelelahan mental bagi para tenaga kerja (Depnaker,
2004: 10).
Kelelahan (fatigue) merupakan salah satu resiko terjadinya penurunan
derajat kesehatan tenaga kerja. AM. Sugeng.Budiono (2003: 87) menyatakan
kelelahan kerja ditandai dengan melemahnya tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaan atau kegiatan, sehingga akan meningkatkan kesalahan dalam melakukan
pekerjaan dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja. Dari laporan
survei di negara maju diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan
akibat kerja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya prevalensi kelelahan
sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan (Santosa,1982: 5). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sutaryono (2002) di PT. Aneka Adhi Logam
Karya Ceper Klaten, ditemukan hubungan antara faktor-faktor fisik dengan
tingkat kelelahan kerja terutama kebisingan, penerangan dan tekanan panas.
PT. Sinar Sosro Ungaran terletak di Jalan Raya Semarang Bawen KM 28
Bergas Kabupaten Semarang, memperkerjakan ratusan tenaga kerja.Dalam proses
produksi tenaga kerja dibagi dalam beberapa bagian sesuai tugas dan tanggung
jawab yang berbeda. Salah satunya adalah selektor. Selektor di PT. Sinar Sosro
Ungaran dibagi menjadi tiga pos, yaitu selektor pada pos 1 bertugas memilih dan
memilah botol kosong yang layak digunakan, sedangkan selektor pada pos 2
memilih dan memilah botol yang layak diisi teh dan pos 3 mengamati botol yang
berisi teh agar layak jual, dengan keadaan lingkungan yang bising dan panas.
Pekerjaan tersebut dilakukan secara berulang ulang dan memerlukan ketelitian.
Oleh karena itu selektor dituntut untuk selalu bekerja dalam konsentrasi tinggi
xvii
untuk menghindari terlewatnya botol-botol yang layak digunakan ulang maupun
produksi jadi yang layak jual.
Setelah dilakukan wawancara awal terhadap 40 responden didapatkan
bahwa banyak tenaga kerja bagian produksi yang mengalami keluhan setelah
mereka bekerja, seperti penurunan konsentrasi (12%), gangguan pada mata
(32,5%) dan ketidaknyamanan pada bahu (19,5%) dan punggung (36%). Hal
tersebut merupakan sebagian dari tanda - tanda kelelahan.
Hasil pengukuran kelelahan kerja yang dilakukan oleh mahasiswa
magang UNNES (Februari 2005) pada tenaga kerja di PT. Sinar Sosro Ungaran
(40 sampel) menunjukkan 12,5% responden mengalami kelelahan kerja yang
masih dalam batas normal, 52,5% responden yang mengalami kelelahan kerja
ringan, 25% responden mengalami Kelelahan kerja sedang dan 10% Kelelahan
kerja berat.
Berdasarkan kenyataan diatas dan lingkungan kerja dengan kondisi tidak
baik tersebut maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian mengenai
hubungan antara faktor fisik (kebisingan, penerangaan, iklim kerja) dengan
tingkat kelelahan karyawan produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran
Semarang.
I.2 PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.2.1 Adakah hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja karyawan
produksi bagian selektor di PT Sinar Sosro?
1.2.2 Adakah hubungan antara penerangan dengan kelelahan kerja karyawan
produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro?
1.2.3 Adakah hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja karyawan
produksi bagian selektor di PT Sinar Sosro Ungaran Semarang?
1.3.4 Adakah hubungan antara faktor fisik dengan kelelahan kerja karyawan
poduksi bagian selektor di PT Sinar Sosro Ungaran Semarang?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1 Untuk mengetahui hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro
1.3.2 Untuk mengetahui hubungan antara penerangan dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro
xviii
1.3.3 Untuk mengetahui hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang.
1.3.4 Untuk mengetahui hubungan antara faktor fisik dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang.
1.4 PENEGASAN ISTILAH
Guna memahami apa yang terkandung dalam suatu tulisan penelitian, maka
terlebih dahulu harus dijelaskan secara pasti judul penelitian tersebut, sehingga
tidak akan timbul salah penafsiran tentang judul penelitian. Oleh karena itu
peneliti menjelaskan istilah-istilah dalam judul sebagai berikut:
1.4.1 Faktor Fisik
Faktor fisik merupakan komponen yang terdapat dilingkungan kerja
seperti kebisingan, penerangan, iklim kerja, getaran dan radiasi, yang biasanya
mempengaruhi tenaga kerja (Dep.Naker, 2004: 9). Faktor fisik yang diteliti dalam
penelitian ini adalah kebisingan, penerangan dan iklim kerja.
1.4.1.1 Kebisingan
Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu atau membahayakan kesehatan (KepDirJen PPM&PLP, 1999: 35).
1.4.1.2 Penerangan
Penerangan adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda
di tempat kerja (AM. Sugeng Budiono, 2003: 31).
1.4.1.3 Iklim Kerja
Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan
gerak udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari dalam tubuh
tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya (Suma’mur PK PK, 1996).
1.4.2 Kelelahan
Dalam penelitian ini yang diteliti adalah kelelahan secara umum.Kelelahan
merupakan suatu perasaan yang bersifat subyektif yang biasanya disertai
penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja (Rizeddin Rasjid,dkk, 1989: 42).
xix
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:
1.5.1 Bagi Peneliti
Memperdalam dan mengembangkan pengetahuan dibidang kesehatan dan
keselamatan kerja, khususnya mengenai faktor fisik dan kelelahan kerja bagi
karyawan.
1.5.2 Bagi Perusahaan
1.5.2.1 Dapat mengetahui seberapa besar tingkat kelelahan yang dialami tenaga
kerja selektor, serta sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi
adanya keluhan tenaga kerja dan mencari alternatif pemecahan.
1.5.2.2 Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan serta penerapan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk meningkatkan derajat
kesehatan kerja karyawan produksi bagian selektor.
1.5.3 Bagi Pihak Lain
1.5.3.1 Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
1.5.3.2 Diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut mengenai masalah yang
berkaitan dengan kelelahan kerja.
xx
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Faktor Fisik
Faktor fisik merupakan komponen yang terdapat dilingkungan kerja
seperti kebisingan, penerangan, iklim kerja, getaran dan radiasi, yang biasanya
mempengaruhi tenaga kerja (Dep.Naker, 2004: 9). Faktor fisik yang diteliti dalam
penelitian ini adalah kebisingan, penerangan dan iklim kerja.
2.1.1 Kebisingan
2.1.1.1 Pengertian Kebisingan
Bising adalah suara/bunyi yang tidak dikehendaki bagi manusia (Emil
Salim, 2002:246). Sedangkan bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan
pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis. Terdapat dua hal yang
yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya.
Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang
sederhana dari beraneka frekuensi. Telinga manusia mampu mendengar frekuensi
antara 16 – 20.000 Hz (Suma’mur PK, 1996: 58). Sedangkan intensitas kebisingan
xxi
yang dianjurkan bedasarkan Kep. Men. No. 55 tahun 1999 adalah 85 dBA untuk 8
jam kerja. Adapun tingkat paparan kebisingan maksimal selama satu hari pada
ruang proses produksi yang dapat dilihat pada tabel 1:
Tabel 1.
Tingkat paparan kebisingan
NO TINGKAT KEBISINGAN (dBA) PEMAPARAN HARIAN
1. 85 8 JAM
2. 88 4 JAM
3. 91 2 JAM
4. 94 1 JAM
5. 97 30 MENIT
6. 100 15 MENIT
Sumber: KepMenKes RI No 261/MenKes/SK/II/1998
2.1.1.2 Jenis – jenis kebisingan
Menurut Suma’mur PK (1996:58) jenis–jenis kebisingan yang sering
ditemukan adalah:
1) Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi luas, seperti mesin-
mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain
2) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit, misalnya gergaji
sirkuler, katup gas dan lain-lain
3) Kebisingan terputus-putus (intermittent) seperti lalulintas, suara kapal terbang
dilapangan udara
4) Kebisingan impulsif, misalnya pukulan tukul, tembakan bedil, ledakan
9
xxii
5) Kebisingan impulsif berulang seperti mesin tempa di perusahaan
2.1.1.3 Pengaruh Kebisingan
Setiap tenaga kerja memiliki kepekaan sendiri-sendiri terhadap kebisingan,
terutama nada yang tinggi, karena dimungkinkan adanya reaksi psikologis seperti
stres, kelelahan, hilang efisiensi dan ketidaktenangan (Sutaryono, 2002: 17).
Lebih dari itu Mike Wardhani,dkk (2004: 445), menyatakan pengaruh utama dari
kebisingan kepada kesehatan (efek fisiologis) adalah kerusakan pada indra
pendengar yang menyebabkan ketulian.
Disamping itu sumber kebisingan yang tinggi memiliki pengaruh terhadap
tenaga kerja, yaitu :
1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja
2) Mengganggu komunikasi atau percakapan antar pekerja
3) Mengurangi konsentrasi
4) Menurunkan daya dengar, baik yang bersifat sementara maupun permanen
5) Tuli akibat kebisingan (AM Sugeng Budiono, 2003: 33).
Pernyataan diatas diperkuat dengan penelitian Laird yang dikutip oleh
Rizeddin.Rasjid,dkk (1989:17), ditemukan adanya pengaruh kebisingan terhadap
penurunan prestasi kerja pada tingkat kebisingan 50 – 60 dB.A.
Rizeddin.Rasjid,dkk (1989: 16) juga menyatakan ada berbagai faktor
yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas seseorang yang bekerja ditempat
kerja yang bising, faktor-faktor tersebut adalah:
xxiii
1) Frekuensi kebisingan, nada tinggi adalah lebih mengganggu daripada nada
rendah.
2) Jenis kebisingan, kebisingan terputus-putus lebih mengganggu daripada
kebisingan kontinyu.
3) Sifat pekerjaan, pada pekerjaan yang rumit atau kompleks lebih banyak
terganggu daripada pekerjaan yang sederhana.
4) Variasi kebisingan, makin sedikit variasinya maka makin sedikit pula
gangguannya.
5) Sikap individu, karyawan yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD), yaitu ear plugh/ear muff akan lebih banyak terganggu daripada yang
menggunakan APD.
2.1.1.4 Pengukuran Kebisingan
Pengukuran kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan memperoleh
data kebisingan di perusahaan atau dimana saja sehingga dapat dianalisis dan
dicari pengendaliannya.
Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah dengan
menggunakan sound level meter dengan satuan intensitas kebisingan sebagai hasil
pengukuran adalah desibel (dBA). Alat ini mampu mengukur kebisingan diantara
30 -130 dBA dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Alat kebisingan yang lain adalah
yang dilengkapi dengan octave band analyzer dan noise dose meter (Depnaker,
2004: 112).
xxiv
2.1.2 penerangan
2.1.2.1 Pengertian penerangan
Menurut peraturan pemerintah (1999), penerangan ditempat kerja adalah
jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksakan
kegiatan secara efektif. Penerangan dapat berasal dai cahaya alami dan buatan.
Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam
lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikaan mengenai hubungan antara
produktivitas dengan penerangan telah memperlihatkan, bahwa penerangan yang
cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan dapat menghasilkan produksi
maksimal dan penekanan biaya (Sutaryono, 2002: 19).
Berdasarkan peraturan pemerintah (1999) tentang persyarataan kesehatan
lingkungan kerja, yang dimaksudkan dengan intensitas penerangan ditempat kerja
dapat dilihat pada tabel 2:
Tabel 2
Intensitas penerangan
Jenis Kegiatan Intensitas
Penerangan
(Lux)
Keterangan
Pekerjaan kasar & tidak terus
menerus
100 Ruang penyimpanan dan
ruang peralatan yang
memerlukan pekerjaan
yang kontinyu
Pekerjaan kasar & terus
menerus
200 Pekerjaan dengan mesin
dan perakitan kasar
Pekerjaan rutin 500 Pekerjaan
kantor/administrasi,
ruang kontrol, pekerjaan
mesin dan perakitan
Pekerjaan halus 1000 Pembuatan gambar atau
bekerja dengan mesin
kantor, pekerja
pemeriksan
xxv
Pekerjaan amat halus 1500 tidak
menimbulkan
bayangan
Mengukir dengan tangan,
pemeriksaan pekerjaan
mesin dan perakitan yang
halus
Pekerjaan detail 3000 tidak
menimbulkan
bayangan
Pemeriksaan pekerjaan,
perakitan yang sangat
halus
Sumber: KepMenKes RI No 261/MenKes/SK/II/1998
2.1.2.2 Jenis Penerangan
Penerangan diklasifikasikan berdasarkan cara pendistribusiannya
(Rizddin.Rasjid,dkk, 1989: 13) menjadi:
1) Penerangan langsung (direct lighting), hampir semua cahaya
didistribusikan ke bawah (90-100%), paling efisien digunakan karena
banyaknya cahaya yang mencapai permukaan kerja adalah maksimum,
namun sering menimbulkan bayangan dan kesilauan (bila cahaya terlalu
kuat).
2) Penerangan semi langsung (semi-direct lighting), distribusi cahaya
diarahkan kebawah (60-90%)
3) 3) General difuse, kurang lebih 40-60% cahaya diarahkan kebawah dan
40-60% diarahkan keatas.
4) Semi-indirect lighting, 60-90% cahaya didistribusikan kearah atas dan 10-
40% kearah bawah, untuk itu nilai pantulan dari langit-langit harus tinggi
agar cahaya lebih banyak yang dipantulkan kebawah.
5) Indirect lighting, distribusi cahaya katas 90-100%, tidak menimbulkan
bayangan dan kesilauan, tetapi mengurangi efisiensi cahaya.
Adapun tipe penerangan yang dapat digunakan di perusahaan adalah:
xxvi
1) Penerangan umum (general lighting)
2) Penerangan lokal (localized general ligting)
2.1.2.3 Pengaruh Penerangan
Penerangan yang baik dapat memberikan keuntungan pada tenaga kerja,
yaitu peningkatan produksi dan menekan biaya, memperbesar kesempatan
dengan hasil kualitas yang meningkat, menurunkan tingkat kecelakaan,
memudahkan pengamatan dan pengawasan, mengurangi ketegangan mata,
mengurangi terjadinya kerusakan barang-barang yang dikerjakan.
Penerangan yang buruk dapat berakibat kelelahan mata, memperpanjang
waktu kerja, keluhan pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata,
kerusakan indra mata, kelelahan mental dan menimbulkan terjadinya kecelakaan
(Mieke Wardhani. dkk, 2004: 447).
2.1.2.4 Pengukuran penerangan
Pengukuran intensitas penerangan dilakukan dengan menggunakan alat
Luxmeter atau lighmeter. Alat ini bekerja berdasarkan pengubahan energi cahaya
menjadi energi listrik oleh photo electric cell.
Intensitas penerangan diukur dengan dua cara, yaitu:
1) Penerangan umum, diukur setiap meter persegi luas lantai, dengan tinggi
pengukuran kurang lebih 85 cm dari lantai
xxvii
2) penerangan lokal, diukur ditempat atau meja kerja pada obyek yang dilihat
oleh tenaga kerja.
Intensitas penerangan dinyatakan dalam Lux (AM.Sugeng Budiono, 2003: 31).
2.1.3 Iklim Kerja
2.1.3.1 Pengertian Iklim kerja
Menurut Suma’mur PK (1996: 84) iklim kerja adalah kombinasi dari suhu
udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi
keempat faktor tersebut bila dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh dapat
disebut dengan tekanan panas. Indeks tekanan panas disuatu lingkungan kerja
adalah perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara,
dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas seseorang.
Suhu tubuh manusia dapat dipertahankan secara menetap oleh suatu sistem
pengatur suhu (Thermoregulatory system). Suhu menetap ini adalah akibat
keseimbangan diantara panas yang dihasilkan didalam tubuh sebagai akibat
metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan sekitar.
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivias kerja manusia
akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24 derajat
Celsius sampai 27 derajat Celsius (Sritomo Wigjosoebrata, 2003).
2.1.3.2 Macam Iklim Kerja
xxviii
Kemajuan teknologi dan proses produksi didalam industri telah
menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca tertentu,
yang dapat berupa iklim keja panas dan iklim kerja dingin.
1) Iklim Kerja Panas
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang
dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan
sinar matahari (AM.Sugeng Budiono, 2003: 37).
Panas sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara
terus menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme dan
panas tubuh yang dikeluarkan kelingkungan sekitar. Agar tetap seimbang antara
pengeluaran dan pembentukan panas maka tubuh mengadakan usaha pertukaran
panas dari tubuh kelingkungan sekitar melalui kulit dengan cara konduksi,
konveksi, radiasi dan evaporasi (Suma’mur PK, 1996: 82).
(1) Konduksi, merupakan pertukaran diantara tubuh dan benda-benda sekitar
dengan melalui sentuhan atau kontak. Konduksi akan menghilangkan panas
dari tubuh apabila benda-benda sekitar lebih dingin suhunya, dan akan
menambah panas kepada tubuh apabila benda-benda sekitar lebih panas dari
tubuh manusia.
xxix
(2) Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui
kontak udara dengan tubuh. Pada proses ini pembuangan panas terbawa oleh
udara sekitar tubuh.
(3) Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang lebih panjang dari sinar matahari.
(4) Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit akan cepat menguap
bila udara diluar badan kering dan terdapat aliran angin sehingga terjadi
pelepasan panas dipermukan kulit, maka cepat terjadi penguapan yang
akhirnya suhu badan bisa menurun.
Terhadap paparan cuaca kerja panas, secara fisiologis tubuh akan berusaha
menghadapinya dengan maksimal, dan bila usaha tersebut tidak berhasil akan
timbul efek yang membahayakan. Karena kegagalan tubuh dalam menyesuaikan
dengan lingkungan panas maka timbul keluhan-keluhan sepert kelelahan, heat
Cramps, Heat exhaustion, dan Heat stroke.
1. Kelelahan
Orang bekerja maksimal 40 jam/minggu atau 8 jam sehari. Setelah 4 jam
kerja seseorang harus istirahat, karena terjadi penurunan kadar gula dalam darah.
Tenaga kerja akan merasa cepat lelah karena pengaruh lingkungan kerja yang
tidak nyaman akibat tekanan panas.
2. Heat cramps, dapat terjadi sebagai akibat bertambahnya keringat yang
menyebabkan hilangnya garam natrium dari dalam tubuh, sehingga bisa
menyebabkan kejang otot, lemah dan pingsan
xxx
3. Heat exhaustion, biasanya terjadi karena cuaca yang sangat panas terutama
bagi mereka yang belum beradaptasi tehadap udara panas. Penderita biasanya
keluar keringat banyak tetapi suhu badan normal atau subnormal, tekanan darah
menurun, denyut nadi lebih cepat.
4. Heat stroke, terjadi karena pengaruh suhu panas yang sangat hebat,
sehingga suhu badan naik, kulit kering dan panas (AM Sugeng Budiono, 2003:
37).
2) Iklim Kerja Dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan
kaku atau kurangnya koordinasi otot. Kondisi semacam ini dapat meningkatkan
tingkat kelelahan seseorang.
2.1.3.3 Pengukuran Iklim Kerja
Untuk mengetahui iklim kerja disuatu tempat kerja dilakukan pengukuran
besarnya tekanan panas salah satunya dengan mengukur ISBB atau Indeks Suhu
Basah dan Bola (Tim Hiperkes, 2004), macamnya adalah:
1. Untuk pekerjaan diluar gedung
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering
2. Untuk pekerjaan didalam gedung
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi
Alat yang dapat digunakan adalah Arsmann psychrometer untuk mengukur
suhu basah, temometer kata untuk menguku kecepatan udara dan termometer bola
xxxi
untuk mengukur suhu radiasi. Selain itu pengukuran iklim kerja dapat
mengunakan questemt digital. Adapun standar Nilai Ambang Batas (NAB) iklim
kerja adalah 280C (Kep.Men no.51/Men/1999).
2.2 Kelelahan
Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Lelah bagi
setiap orang akan mempunyai arti tersendiri dan bersifat subyektif. Lelah
merupakan suatu perasaan.
2.2.1 Pengertian Kelelahan
Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan
ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh :
1) Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual)
2) Kelelahan fisik umum
3) Kelelahan syaraf
4) Kelelahan oleh lingkungan yang monoton
5) Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara
menetap
(Suma’mur PK, 1999: 67)
Menurut Eko Nurmianto (2003: 264), kelelahan kerja akan menurunkan
kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja
akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.
Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain
xxxii
Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis
pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).
Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin
lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery)
adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup, seperti pada gambar
berikut:
Gambar 1
Derajat kelelahan pada suatu jenis pekerjaan
(Eko Nurmianto, 2003: 264)
xxxiii
Gambar 2
Menurunnya kekuatan maksimum pada pekerjaan dengan pembebanan statis
(Eko Nurmianto, 2003: 264)
Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan adalah suatu
faktor dari kelelahan (Suma’mur PK, 1999: 68). Menurut Tarwaka, dkk (2004:
107) kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari
kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah
istirahat.Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan
adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam
bekerja (AM.Sugeng Budiono, 2003: 82). Jadi dapat disimpulkan bahwa
kelelahan kerja bisa menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada
peningkatan kesalahan kerja dan kecelakaan kerja.
2.2.2 Jenis Kelelahan
Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan
proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.
2.2.2.1 Berdasarkan proses, meliputi:
1) Kelelahan otot (muscular fatigue)
Kelelahan otot menurut Suma’mur PK (1999: 190) adalah tremor pada
otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Hasil percobaan yang dilakukan
para peneliti pada otot mamalia, menunjukkan kinerja otot berkurang dengan
meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon
tertentu. Manusiapun menunjukkan respon yang sama dengan proses yang terjadi
xxxiv
pada percobaan diatas. Irama kontraksi otot akan terjadi setelah melalui suatu
periode aktivitas secara terus menerus.
Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui
fisik untuk suatu waktu tertentu disebut kelelahan otot secara fisiologis, dan gejala
yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada
makin rendahnya gerakan (AM.Sugeng Budiono, 2003: 87).
2) Kelelahan Umum
Pendapat Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004: 107),
biasanya kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja,
yang sebabnya adalah pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik,
keadaan lingkungan, Sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.
Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai
perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir
jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. Pengaruh-
pengaruh ini seperti berkumpul didalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah
(Suma’mur PK, 1996:190).
Menurut AM. Sugeng Budiono (2003: 83), gejala umum kelelahan adalah
suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi
terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak
adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa
berat dan merasa mengantuk.
xxxv
2.2.2.2 Berdasar waktu terjadi kelelahan, meliputi:
1) Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ
tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.
2) Kelelahan kronis merupakan kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam
jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum melakukan
pekerjaan, seperti perasaan “kebencian” yang bersumber dari terganggunya
emosi. Selain itu timbulnya keluhan psikosomatis seperti meningkatnya
ketidakstabilan jiwa, kelesuan umum, meningkatnya sejumlah penyakit fisik
seperti sakit kepala, perasaan pusing, sulit tidur, masalah pencernaan, detak
jantung yang tidak normal, dan lain-lain (AM.Sugeng Budiono, 2003: 89).
2.2.2.3 Berdasar penyebab kelelahan, meliputi:
1) Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan karena adanya
faktor lingkungaan fisik, seperti penerangan, kebisingan, panas dan suhu.
2) Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar diri yang
berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun
dengan atasan (Depnaker, 2004:55).
Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih seperti haus, lapar
dan perasaan lainnya yang sejenis merupakan alat pelindung alami sebagai
indikator bahwa keadaan fisik dan psikis seseorang menurun.
Beberapa jenis kelelahan umum menurut AM.Sugeng Budiono (2003) adalah:
1) Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya mata.
xxxvi
2) Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau besarnya beban fisik bagi
seluruh organ tubuh.
3) Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental
dan intelektual.
4) Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah satu bagian dari
sistem psikomotorik.
5) Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada
jangka waktu yang panjang.
6) Kelelahan Siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup siang dan malam serta
petukaran periode tidur.
2.2.3 Mekanisme Kelelahan
Konsep kelelahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu
cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem penghambat (inhibisi dan sistem
penggerak/aktivasi)
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot, yaitu teori
kimia dan teori syaraf pusat (Tarwaka. dkk, 2004: 107).
1) Teori kimia
Secara teori kimia bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya
cadangan energi dan meningkatnya sistem metabolisme sebagai penyebab
hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf
adalah penyebab sekunder.
2) Teori syaraf pusat
xxxvii
Bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses, yang mengakibatkan
dihantarkannya rangsangan syaraf oleh syaraf sensosrik ke otak yang disadari
sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak
dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial gerakan pada sel
syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi ini akan menurunkan
kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan
menjadi lambat.
Kondisi dinamis dari pekerjaan akan meningkatkan sirkulasi darah yang
juga mengirimkan zat-zat makanan bagi otot dan mengusir asam laktat.
Karena suasana kerja dengan otot statis aliran darah akan menurun, maka
asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan kelelahan otot lokal.
Disamping itu juga dikarenakan beban otot yang tidak merata pada jaringan
tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja (performance) seseorang
(Eko Nurmianto, 2003: 265).
Kelelahan diatur oleh sentral dari otak. Pada susunan syaraf pusat, terdapat
sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-
kadang salah satu daripadanya lebih dominan sesuai dengan kebutuhan. Sistem
aktivasi bersifat simpatis, sedang inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja
berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut berada pada
kondisi yang memberikaan stabilitas pada tubuh (Suma’mur PK, 1999: 68), yang
dapat ditunjukkan seperti gambar 3 dibawah ini:
xxxviii
Gambar 3
Neraca keseimbangan aktivitas dan inhibisi kelelahan
Sumber: Suma’mur PK, 1999: 68.
2.2.4 Penyebab Kelelahan
Sebagaimana kita ketahui, bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kelelahan
mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban tambahan
dan faktor individu.
2.2.4.1 Beban Kerja
Merupakan volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja baik
fisik maupun mental dan tanggung jawab (Depkes, 1991: 146). Beban kerja yang
melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan kerja.
2.2.4.2 Beban Tambahan
Menurut Depkes RI (1991:146) beban tambahan merupakan beban diluar
beban kerja yang harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal
dari lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja.
Lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kelelahan adalah:
1) Iklim Kerja
Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh
xxxix
tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya (Kepmenaker, No: Kep-51/MEN/1999)..
Suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan keluhan kaku dan kurangnya
koordinasi sistem tubuh, sedangkan suhu terlalu tinggi akan menyebabkan
kelelahan dengan akibat menurunnya efisiensi kerja, denyut jantung dan tekanan
darah meningkat, aktivitas organ-organ pencernaan menurun, suhu tubuh
meningkat, dan produksi keringat meningkat (Rizeddin Rasjid, dkk. 1989: 14).
2) Kebisingan
Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki karena
pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan gangguan, terutama
merusak alat pendengaran. Kebisingan akan mempengaruhi faal tubuh seperti
gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme,
bertambahnya tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan (Heru Setiarto,
2002: 14).
3) Penerangan
Penerangan ditempat kerja merupakan salah satu sumber cahaya yang
menerangi benda-benda ditempat kerja. Penerangan yang baik adalah penerangan
yang memungkinkan tenaga kerja melihat pekerjaan dengan teliti, cepat dan tanpa
upaya yang tidak perlu serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang
nikmat dan menyenangkan. Penerangan tempat kerja yang tidak adekuat dapat
menyebabkan kelelahan mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat
menyebabkan kesilauan (Rizeddin.Rasjid,dkk. 1989: 3).
xl
Selain penyebab diatas, ada faktor individu yang mempengaruhi tingkat
kelelahan. Faktor individu meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, kondisi
kesehatan, kondisi psikologi dan sikap kerja.
1) Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat menentukan tingkat kelelahan kerja. Biasanya wanita
lebih mudah lelah dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh dan
kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria, secara biologis
wanita mengalami siklus haid, kehamilan dan menopouse, dan secara sosial
kultural, yaitu akibat kedudukan sebagai ibu dalam umah tangga dan tradisi-
tradisi sebagai pencerminan kebudayaan (Suma’mur PK, 1996: 270).
2) Umur
Umur dapat mempengaruhi kelelahan pekerja. Semakin tua umur
seseorang semakin besar tingkat kelelahan. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah
karena faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang.
3) Status Gizi
Gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak dapat digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ
serta menghasilkan energi. Menurut Emil Salim (2002: 232), gizi kerja adalah gizi
yang diterapkan pada kayawan untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan
jenis dan tempat kerja dengan tujuan dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas yang setinggi-tingginya.
xli
Status gizi merupakan ekspresi keadaan seimbang dari variabel tertentu,
atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (I Dewa N, dkk,
1999:18). Maka dapat disimpulkan bahwa status gizi seseorang menunjukkan
kekurangaan atau kelebihan gizi seseorang, yang dapat menimbulkan resiko
penyakit tertentu dan mempengaruhi produktivitas kerja (I Dewa N, dkk, 1999:
59). Lebih dari itu status gizi dapat mempengaruhi kelelahan, yaitu jika seseorang
mengalami status gizi buruk atau < normal maka akan mempercepat kelelahan
kerja.
Untuk mengetahui status gizi dapat dihitung dengan Indeks Masa Tubuh
(IMT) atau Body Mass Index (BMI), yaitu:
IMT = )()(
)(
manxTinggibadmnTinggibada
kgBeratbadan
4) Lama tidur
Lama tidur berpengaruh pada daya tahan tubuh dalam melakukan
pekerjaan. Dalam rangka menghindari efek kelelahan kumulatif diperlukan
istirahat tidur sekitar 7 jam sehari. Selama tidur tubuh diberi kesempatan untuk
membersihkan pengaruh-pengaruh atau zat-zat yang kurang baik dari dalam
tubuh.
5) Kondisi kesehatan
Status kesehatan dapat mempengaruhi kelelahan kerja yang dapat dilihat
dari riwayat penyakit yang diderita. Beberapa penyakit yang mempengaruhi
kelelahan, yaitu:
a. Jantung, terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dengan
penyediaan aliran darah meningkat. Pada keadaan kurang oksigen (O2),
xlii
karbondioksida (Co2) dan ion H+ dilepaskan. Untuk memenuhi kekurangan
Oksigen (O2) tersebut, tubuh mengadakan proses anaerob, dan proses ini
menghasilkaan asam laktat yang bisa menyebabkaan kelelahan (Arthur
C.Gyton dan John E hall,1999: 143).
b. Gangguan ginjal merupakan sistem pengeluaran sisa metabolisme terganggu
sehingga tertimbun dalam darah. Penimbunan metabolisme ini menyebabkan
kelelahan.
c. Asma merupakan proses transportasi oksigen (O2) dan karbondioksida (Co2)
terganggu sehingga terjadi akumulasi carbondioksida dalam tubuh.
Teganggunya proses tersebut karena adanya agen-agen sensitisasi dan iritan
dalam saluran pernafasan (Carolin Wijaya, 1995: 37).
d. Tekanan darah rendah, terjadi apabila kerja jantung untuk memompa darah ke
seluruh tubuh kurang maksimal dan lambat sehingga kebutuhan oksigen (O2)
terhambat.
e. Tekanan darah tinggi menyebabkan kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga
jantung membesar dan tidak lagi mampu memompa darah untuk diedarkan
keseluruh tubuh. Selanjutnya terjadi sesak nafas akibat pertukaran oksigen
(O2) terhambat yang akhirnya memicu terjadinya kelelahan.
f. Pada penyakit paru, oksigen (O2) dan carbondioksida (CO2) terganggu sehingga
banyak yang tertimbun yang akhinya akan menyebabkan seseorang cepat
mengalami kelelahan.
6) Kondisi Psikologi
xliii
Tenaga kerja yang sehat adalah tenaga kerja yang produktif, sehingga
kesehatan psikis perlu diperhatikan untuk mencapai produktivitas yang tinggi.
Lingkungan kerja mekanis dan lingkungan kerja fisik yang buruk akan
menimbulkan perasaan tidak nyaman, menjemukan, mengganggu konsentrasi dan
emosi tenaga kerja (Depnaker, 2004: 65). Menurut Suma’mur.PK (1996:210)
faktor psikologis memainkan peranan besar dalam menimbulkan kelelahan,
dimana penyebabnya bisa dari luar tempat kerja maupun dari pekerjaannya
sendiri.
7) Sikap kerja
Sikap tubuh dalam bekerja adalah sikap yang ergonomi sehingga dicapai
efisiensi kerja dan produktivitas yang optimal dengan memberikan rasa nyaman
dalam bekerja. Apabila sikap tubuh salah dalam melakukan pekerjaan maka akan
mempengaruhi kelelahan kerja (Suma’mur PK, 1999: 110).
2.2.5 Akibat Kelelahan
Kelelahan kerja merupakan komponen fisik dan psikis. Kerja fisik yang
melibatkan kecepatan tangan dan fungsi mata serta memerlukan konsentrasi terus
menerus dapat menyebabkan kelelahan fisiologis dan disertai penurunan
keinginan untuk bekerja yang disebabkan faktor psikis sehingga menyebabkan
timbulnya perasaan lelah (Heru Setiarto, 2002: 15).
Kelelahan kerja dapat mengakibatkan penurunan kewaspadaan,
konsentrasi dan ketelitian sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan
(Suma’mur PK, 1999: 70). Menurut AM. Sugeng Budiono (2003: 90), kelelahan
xliv
kerja dapat mengakibatkan penurunan produktivitas. Jadi kelelahan kerja dapat
berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan
sukar berfikir, penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, menurunnya
efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan mental yang pada akhirnya menyebabkan
kecelakan kerja dan terjadi penurunan poduktivitas kerja.
2.2.6 Pengukuran Kelelahan
Menurut Tarwaka,dkk (2004: 110), pengukuran kelelahan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu:
1) Kualitas dan kuantitas hasil kerja
Kuantitas kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang dinyatakan dalam
banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan kualitas kerja didapat
dengan menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan,
kerusakan material, dan lain-lain.
2) Pencatatan perasaan subyektif kelelahan kerja, yaitu dengan cara Kuesioner
Alat Ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPKK).
3) Pengukuran gelombang listrik pada otak dengan Electroenchepalography
(EEG).
4) Uji psiko-motor (psychomotor test), dapat dilakukan dengan cara melibatkan
fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor dengan menggunakan alat digital
reaction timer.
xlv
5) Uji mental, pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang
dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan dalam menyelesaikan
pekerjaan. Bourdon Wiersman test merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi.
Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
alat waktu reaksi (reaction timer) dan kuesioner alat ukur perasaan kelelahan
kerja.
2.3 Waktu Reaksi (reaction timer)
Waktu reaksi yang diukur dapat merupakan reaksi sederhana atas rangsang
tunggal atau reaksi-reaksi yang memerlukan koordinasi. Biasanya waktu reaksi
adalah jangka waktu dari pembuatan rangsang sampai kepada suatu saat
kesadaran atau dilaksanakannya kegiatan tertentu (Suma’mur PK, 1999: 71).
Menurut Sanders & Mc Cormick (1987) yang dikutip oleh Tarwaka,dkk
(2004: 111), waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang
spesifik saat satu stimuli terjadi. Sedangkan menurut laporan Setyawati L (1996)
yang dikutip oleh Tarwaka,dkk (2004: 111), dalam uji waktu reaksi ternyata
stimuli terhadap cahaya lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli suara.
Menurut Grandjean (1985) yang dikutip oleh Heru Setiarto (2002: 17),
proses penerimaan rangsangan terjadi karena setiap rangsang yang datang dari
luar tubuh akan melewati sistem aktivitas, yang kemudian secara aktif
menyiagakan korteks bereaksi. Dalam hal ini sistem aktivasi retrikulasi befungsi
sebagai distributor dan amplifier sinyal-sinyal tersebut. Pada keadaan lelah secara
xlvi
neurofisiologis, korteks cerebri mengalami penurunan aktivasi, terjadi perubahan
pengarahan sehingga tubuh tidak secara cepat menjawab sinyal-sinyal dari luar .
Kelelahan dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang atau range waktu
reaksi sebagai berikut :
1. Normal : waktu reaksi 150,0 – 240,0 mili detik
2. Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi >240,0 - <410,0 mili detik
3. Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi >410,0 – <580,0 mili detik
4. Kelelahan Kerja Berat KKB) : waktu reaksi ≥ 580,0 mili detik
(Tim Hiperkes, 2004: 12).
2.4 Kerangka Teori
Hubungan antara faktor fisik yang dengan kelelahan kerja pada karyawan
bagian selektor dapat digambarkan dengan kerangka teori sebagai berikut:
Faktor individu :
- Umur
- Status gizi
- Kondisi kesehatan
- Sikap kerja
- Psikologis
- Lama tidur
Faktor luar :
1. Beban kerja
- Fisik
- Mental
2. Beban tambahan
- Kebisingan
- Penerangan
- Iklim kerja
Kelelahan
xlvii
Gambar 4
Kerangka Teori
2.5 KERANGKA KONSEPTUAL
Variabel bebas Variabel terikat
Variabel pengganggu
Gambar 5
kerangka konseptual
2.6 HIPOTESIS
Berdasarkan masalah-masalah yang diajukan dan teori-teori yang diuraikan maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
2.7.1 Ada hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor
Faktor fisik:
Kebisingan,
Penerangan dan
iklim kerja panas
Tingkat kelelahan
Umur, masa kerja, status gizi, kondisi
kesehatan.
xlviii
2.7.2 Ada hubungan antara penerangan dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor
2.7.3 Ada hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran
semarang.
2.7.4 Ada hubungan antara faktor fisik dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor di PT. Sianar Sosro Ungaran
Semarang.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan produksi bagian
selektor di PT. Sinar Sosro Semarang sebesar 42 orang.
3.2 Sampel penelitian
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cara sampling
bertujuan atau purposif (purposive sampling) yaitu pengambilan sampel menurut
ciri-ciri atau kriteria yang ada pada populasi (Suharsimi A, 2002: 117).
Adapun kriteria yang akan diambil atau diteliti adalah :
xlix
1. Umur 20 tahun-45 tahun, karena merupakan usia produktif dan kesiagapan
dalam menerima suatu aktivitas.
2. Masa kerja minimal 2 tahun, karena dianggap sudah lama terpapar.
3. Status Gizi normal, karena pada orang dengan status gizi buruk akan cepat
mengalami kelelahan dalam bekerja.
4. Kondisi kesehatan baik atau sehat dan tidak dalam keadaan sakit, serta tidak
menderita penyakit tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah, jantung,
gangguan ginjal dan asma, dan paru karena dapat mempercepat kelelahan.
Dalam penelitian ini sampel yang
diambil dan sesuai dengan kriteria
adalah sebanyak 21 orang.
3.3 Variabel penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Iklim kerja, kebisingan dan
penerangan.
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kelelahan.
3. Variabel pengganggu
Variabel pengganggu yang dapat dikendalikan adalah:
a. Umur
b. Masa kerja
c. Kondisi kesehatan
d. Status gizi
337
l
3.4 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatorial).
Metode yang digunakan adalah metode survei, yaitu jenis survei yang bersifat
analitik karena penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi
(Soekidjo Notoatmojo, 2002: 26). Atau penelitian ini bersifat penjelasan, dengan
pendekatan seksional silang (Crossectional).
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dan pengolahan data dalam penelitian ini dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
3.5.1 Observasi
Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematik tentang fenomena
sosial dan gejala – gejala fisik dengan jalan mengamati dan mencatat (Soekidjo
Notoatmojo, 2002: 93). Pada penelitian ini peneliti melihat dan mengamati
permasalahaan kesehatan dan kelelahan akibat kerja serta lingkungan kerja di PT.
Sinar Sosro Ungaran Semarang.
3.5.2 Wawancara
li
Wawancara dalam penelitian ini melibatkan responden dengan tujuan
untuk mengetahui hubungan antara faktor fisik dengan tingkat kelelahan kerja
bagian selektor.
3.5.3 Pengukuran
Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar tingkat kebisingan, penerangan, iklim kerja dan kelelahan sehingga
dapat diketahui seberapa besar hubungan antara faktor-faktor penyebab dengan
tingkat kelelahan.
3.5.4 Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa
transkrip, surat kabar, majalah, prasasti dan sebagainya, yang bukan benda hidup
tetapi benda mati (Suharsimi Arikunto, 1998:206).
Dalam penelitian ini menggunakan data-data dari perusahan seperti jumlah
tenaga kerja, umur, pendidikan, riwayat penyakit dan masa kerja.
3.6 Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menemukan dan memilih masalah
2) Identifikasi, merumuskan dan mengadakan pembatasan masalah, kemudian
berdasarkan masalah tersebut diadakan studi pendahuluan untuk menghimpun
informasi dan teori sebagai dasar penyusun kerangka konsep penelitian.
3) Merumuskan hipotesis penelitian
lii
4) Menentukan populasi dan sampel. Populasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah seluruh tenaga kerja produksi, sedangkan sampel yang diambil
adalah tenaga kerja bagian selektor yang telah memenuhi kriteria yang telah
ditentukan.
5) Menentukan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, Dokumentasi
dan pengukuran kebisingan, penerangan, iklim kerja dan kelelahan.
6) Menentukan alat pengumpulan data yang akan digunakan. Dalam penelitian
digunakan alat pengukur kelelahan (reaction timer), kebisingan (sound level
meter), penerangan (light meter) dan alat pengukur iklim kerja (questemt),
selain itu alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner alat ukur
perasaan kelelahan.
7) Melakukan uji coba kuesioner dengan tujuan untuk menghindari pertanyaan
yang sulit dimengerti atau kekurangan dari materi kuesioner itu sendiri.
8) Melaksanakan penelitian dengan melakukan pengukuran kebisingan,
penerangan, iklim kerja dan kelelahan serta kuesioner alat ukur perasaan
kelelahan kerja.
3.7 Instrumen penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.7.1 Sound level meter seri 407750
Merupakan alat untuk mengukur intensitas kebisingan. Adapun cara
melakukannya adalah:
liii
1. Pilih selektor pada posisi fast untuk jenis kebisingan kontinyu dan slow untuk
jenis kebisingan impulsif
2. Pilih selektor range intensitas kebisingan
3. Setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan selama 1-2 menit, dengan
kurang lebih 6 kali pembacaan. Hasil pengukuran adalah angka yang
ditunjukkan pada monitor
4. Catat hasil pengukuran dan hitung rata-rata kebisingan sesaat dengan rumus
Lek : 10 log n
1 ( 10
LI/10 + 10
L2/10 + 10
L3/10 + .........)
5. Hasil yang sudah didapat dibandingkan dengan standar kebisingan yaitu 85
dB.A
3.7.2 Digital Ligh meter seri LT. Lutron LX-103
Merupakan alat untuk mengukur intensitas penerangan, dapat dilakukan
dengan cara:
1. Tekan tombol power
2. Bagi ruang kerja menjadi beberapa titik pengukuran dengan jarak antar titik
sekitar 1 meter
3. Lakukan pengukuran dengan tinggi ligh meter kurang lebih 85 cm diatas
lantai, dan posisi photo cell horisontal dengan lantai
4. Catat hasil pengukuran lalu bandingkan dengan standar penerangan yaitu 200
lux
3.7.3 Questemt 10 seri JX 30202007
liv
Merupakan alat untuk mengukur iklim kerja, adapun cara yang dapat
dilakukan adalah:
1) Tekan tombol power
2) Tekan tombol oC/
oF untuk menentukan suhu yang digunakan
3) Tekan tombol globe untuk menentukan suhu bola
4) Tekan tombol dryBulb untuk mendapat suhu bola kering
5) Tekan tombol wetBulb unuk mendapat suhu bola basah
6) Tekan tombol WetBulb Globle Termometer (WBGT) untuk mendapatkan
Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
7) Catat hasil yang dibaca pada display
8) Tekan tombol power untuk mematikan
9) Diamkan 10 menit setiap selesai menekan salah satu tombol untuk waktu
adaptasi
10) Hasil pengukuran dibandingkan dengan standar iklim kerja yaitu 280C.
3.7.4 Reaction timer seri L77
Merupakan alat untuk mengukur tingkat kelelahan berdasarkan kecepatan
waktu reaksi terhadap rangsang cahaya. Prinsip kerja dari alat ini adalah
memberikan rangsang tunggal berupa signal cahaya atau suara yang kemudian
direspon secepatnya oleh tenaga kerja, kemudian dapat dihitung waktu reaksi
tenaga kerja yang mencatat waktu yaang dibutuhkan untuk merespon signal
tersebut. Adapun cara mengukur adalah sebagai berikut:
1) Hidupkan alat dengan sumber tenaga (listrik/baterai)
2) Hidupkan alat dengan menekan tombol on/off pada on(hidup)
lv
3) Eset angka penampilan sehingga menunjukkan angka “0,000” dengan
menekan tombol “0”
4) Pilih rangsang cahaya dengan menekan tombol “cahaya”
5) Subyek yang akan diperiksa dimina menekan tombol subyek (kabel hitam)
dan diminta secepanya menekan tombol setelah melihat cahaya dari sumber
rangsang
6) Untuk memberikan rangsang, pemeriksa menekan tombol pemeriksa (kabel
biru)
7) Setelah diberi rangsang, subyek menekan tombol maka pada layar kecil akan
menunjukkan angka waktu reaksi dengan satuan “mili detik”.
8) Pemeriksan diulangi sampai 20 kali
9) Data yang dianalisa (diambil rata-ata) yaitu skor hasil 10 kali pengukuran
ditengah (5 kali pengukuran diawal dan diakhir dibuang)
10) Setelah selesai pemeriksaan matikan alat dengan menekan tombol on/off pada
off dan lepaskan dari sumber tenaga.
11) Hasil pengukuran dibandingkan dengan standar pengukuran kelelahan yaitu
1. Normal : waktu reaksi 150,0 – 240,0 mili
detik
2. Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi >240,0 - <410,0 mili
detik
3. Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi >410,0– <580,0 mili
detik
4. Kelelahan Kerja Berat KKB) : waktu reaksi ≥ 580,0 mili detik.
3.7.5 Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)
lvi
Merupakan kuesioner untuk mengetahui perasaan lelah yang merupakan
gejala subyktif yang dialami tenaga kerja. KAUPK2 yang dipakai berdasarkan
beberapa penelitian yang telah dimodifikasikan untuk mempermudah pengukuran
kelelahan. Untuk item dengan kriteria ya sering, jarang, dan tidak pernah.Masing-
masing mempunyai skor 2, 1, dan 0. Makin tinggi skor makin tinggi tingkat
kelelahan kerja. Adapun klasifikasinya adalah:
0 - 7 = Normal
8 - 15 = Kelelahan kerja ringan
16 - 23 = Kelelahan kerja sedang
> 23 = Kelelahan kerja berat.
(Setyawati L, 1994:40)
3.8 Analisis Data
Untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti, maka analisis
data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian. Data yang sudah
terkumpul tidak berarti apa-apa bila tidak diolah, oleh karena itu perlu analisis
data. Yang dimaksud metode analisis data adalah cara mengolah data yang telah
terkumpul untuk dapat disimpulkan. Data diolah sesuai dengan tujuan dan
kerangka konsep penelitian. Setelah semua data terkumpul kemudian dilakukan
pengolahan data.
Pengolahan data dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1) Editing
Dilakukan setelah mendapatkan data yang dikumpulkan dengan tujuan untuk
mengoreksi data bila terjadi kesalahan atau kekurangan data dapat diteliti
lvii
2) Koding
Pemberian kode pada data sehingga memudahkan pengelompokan
3) Entry
Memasukkan data yang telah dilakukan koding kedalam program SPSS
4) Tabulasi
Mengelompokkan data sesuai dengan variabel
Data diolah dan dianalisis dengan teknik analisis kuantitatif. Untuk
pengolahan data kuantitatif dapat dilakukan dengan manual atau melalui proses
komputerisasi.
Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tenik
sebagai berikut:
1) Uji Univariat
Dilakukan pada masing-masing variabel yaitu mendiskripsikan tentang
pengukuran kelelahan, pengukuran kebisingan, pengukuran penerangan dan
kusioner Alat Ukur Perasan Kelelahan juga hasil angket/ kuesioner yang disajikan
dalam bentuk data. Analisis yang digunakan meliputi analisis persentase.
2) Uji Bivariat
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat dapat dilakukan dengan uji kendall’s tau_b, karena merupakan uji
untuk data ordinal. Taraf signifikan yang digunakan adalah 95% dengan nilai
kemaknaan 5%. Kriteria hubungan berdasarkan nilai p Value (probabilitas) yang
lviii
dihasilkan dibandingkan dengan nilai kemaknaan yang dipilih, dengan kriteria
sebagai berikut:
1) Jika p value > 0,05 maka Ho diterima
2) Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak (Sugiyono, 1999: 82).
Untuk mengukur keeratan hubungan dapat dilihat berdasarkan besaran
angka, yaitu:
1) 0,00 - 0,199 : Tingkat hubungan sangat rendah
2) 0,20 - 0,3999 : Tingkat hubungan rendah
3) 0,40 - 0,599 : Tingkat hubungan sedang
4) 0,60 - 0,799 : Tingkat hubungan kuat
5) 0,80 - 1,00 : Tingkat hubungan sangat kuat (Sugiyono, 1999: 216).
Dengan uji kendall’s tau b dapat diketahui arah hubungannya. Tanda
negatif (-) menunjukkan adanya arah hubungan yang berlawanan, yang berarti
semakin buruk faktor fisik semakin sedikit orang yang mengalami kelelahan,
sedangkan tanda positif menunjukkan arah hubungan yang sama, artinya semakin
buruk faktor fisik semakin banyak responden yang mengalami kelelahan.
Untuk mengetahui faktor resiko yang ditimbulkan maka dapat diperoleh
dari Odds Ratio, yang artinya orang yang berada pada daerah faktor fisik buruk
berisiko mengalami kelelahan seberapa kali daripada orang yang berada pada
daerah faktor fisik baik, dan sebaliknya orang yang berada pada daerah faktor
fisik baik tidak berisiko mengalami kelelahan kerja dibanding orang yang berada
pada daerah faktor fisik buruk.
lix
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian
Karakteristik responden penelitian
1. Umur Responden
Dari hasil wawancara dengan 21 responden diketahui distribusi umur
responden yang dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Umur Responden
UMUR FREKUENSI PERSENTASE
20-25 2 9,5
26-30 5 23,8
31-35 10 47,6
lx
36-40 4 19,1
Tabel diatas menunjukkan bahwa karyawan bagian selektor kebanyakan
berumur 31-35 tahun sebanyak 10 orang atau 47,6%. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 6.
Gambar 6
Grafik Distribusi Umur Responden
2. Masa Kerja
Dari 21 responden memiliki distibusi masa kerja yang dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden
MASA KERJA FREKUENSI PERSENTASE
5 tahun - 10 tahun 10 47,6
11 tahun - 15 tahun 11 52,4
48
lxi
Tabel diatas menunjukkan masa kerja responden antara 5-10 tahun
sebanyak 10 orang dengan persentase 47,6% dan masa kerja antara 11-15 tahun
sebanyak 11 responden dengan persentase 52,4%. Adapun grafik dari distribusi
pendidikan responden pada gambar 7.
Gambar 7
Grafik Distribusi Masa Kerja Responden
Jadi masa kerja responden diatas 5 tahun dari dengan rata-rata masa kerja
diatas 10 tahun yaitu berada pada kelompok masa kerja 11-15 tahun sebanyak 11
orang dengan persentase 52,4%.
Hasil pengukuran yang dilakukan di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang
adalah sebagai berikut:
4.1.2 Deskripsi Data Kebisingan
Pengukuran kebisingan dilakukan pada daerah selektor dengan membagi
menjadi 5 bagian atau 5 titik. Pada setiap titik/bagian terdapat responden yang
terpapar bising dengan hasil yang diperoleh adalah pada bagian sortir botol 1
menunjukan intensitas kebisingan 83,2 dB.A yang berarti dibawah Nilai Ambang
lxii
Batas (NAB) yaitu 85 dB.A, pada bagian pencuci botol dengan nilai intensitas
kebisingan sebesar 86,8 dB.A dengan kategori telah melebihi Nilai Ambang Batas
(NAB), sedangkan bagian sortir botol 2 menunjukkan intensitas kebisingan 90,8
dB.A yang telah melebihi NAB 85 dB.A, untuk bagian pengisian dengan
intensitas kebisingan sebesar 91,2 dB.A berarti telah melebihi Nilai Ambang
Batas, bagian crater juga menunjukkan intensitas kebisingan yang melebihi NAB
sebesar 87,5 dB.A.Jadi setiap bagian dalam satu ruangan memiliki intensitas
kebisingan yang berbeda. Intensitas kebisingan yang tertinggi terdapat pada
bagian pengisian yaitu sebesar 91,2 dB dengan kategori melebihi Nilai Ambang
Batas. Sedangkan bagian sotir botol I tidak melebihi ambang batas yaitu 83,2 dB.
Ada tidaknya hubungan antara intensitas kebisingan dengan
kelelahan kerja responden dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5
Tabulasi silang Kebisingan dan Tingkat Kelelahan Kerja Responden
Kelelahan
KKR KKS
Total Kebisingan
N % N % N %
≤ Normal 7 33,3 1 4,8 8 38,1
> Normal 1 4,8 12 57,1 13 61,9
Total 8 38,1 13 61,9 21 100
Keterangan tabel 5:
KKR : Kelelahan Kerja ringan
KKS : Kelelahan Kerja Sedang
≤ normal : intensitas kebisingan dibawah Nilai Ambang Batas ≤ 85 dB.A
> normal : intensitas kebisingan diatas Nilai Ambang Batas > 85 dB.A
Hasil tabulasi silang diatas menunjukkan bahwa responden
yang berada pada daerah bising ≤ normal mengalami Kelelahan
lxiii
Kerja Ringan (KKR) sebesar 33,3% dan KKS sebesar 4,8% dan
responden yang berada pada daerah bising yang melebihi
normal/NAB mengalami KKR sebesar 4,8% dan KKS 57,1%.
Secara statistik adanya hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja
tersebut dibuktikan dai hasil uji Kendall’s tau-b dan Odds Ratio yang terangkum
pada tabel 6:
Tabel 6.
Analisis Kendall’s tau-b kebisingan dengan kelelahan
Interval
variabel Value Odds Ratio
Lower Upper
Kebisingan
Kelelahan
0,798
84,000
4,511
1564,257
Dengan uji kendall’s tau-b menunjukkan ada hubungan yang kuat antara
kebisingan dengan kelelahan. Tanda positif dari hasil uji menunjukkan bahwa
semakin besar kebisingan melebihi normal, maka semakin banyak orang yang
mengalami kelelahan kerja. Hasil Odds Ratio sebesar 84,000, ini berarti karyawan
yang berada pada daerah kebisingan lebih dari normal memiliki resiko mengalami
kelelahan kerja sebanyak 84,000 kali dari pada karyawan yang berada pada daerah
tidak bising.
4.1.3 Deskripsi Data Penerangan
Pengukuran penerangan umum maupun lokal dilakukan dengan
menggunakan light meter. Untuk penerangan umum dengan hasil pada bagian
sortir botol 1 memiliki intensitas penerangan kurang dari Nilai Ambang Batas
lxiv
(NAB) yaitu sebesar 108,5 lux, sortir Botol 2 sebesar 163,8 lux yang berarti
kurang dari NAB yang telah ditetapkan yaitu 200 lux, pencucian botol juga
intensitas penerangan yang kurang dari NAB sebesar 101,5 lux, pengisian dengan
intensitas penerangan 233,0 lux yang berarti melebihi normal atau NAB dan
bagian crater intensitas penerangan 122,5 lux yang berarti kurang dari NAB.
Adapun penerangan lokal terdapat pada lampiran 3.
Ada tidaknya hubungan antara intensitas penerangan
dengan kelelahan kerja responden dapat dilihat pada tabel 7
dibawah ini:
Tabel 7
Tabulasi silang Penerangan dan Tingkat Kelelahan Kerja Responden
Kelelahan
KKR KKS
Total Penerangan
N % N % N %
< Normal 2 9,5 10 47,6 12 57,1
≥ Normal 6 28,6 3 14,3 9 42,9
Total 8 38,1 13 61,9 21 100
Keterangan tabel 7 :
KKR : Kelelahan Kerja ringan
KKS : Kelelahan Kerja Sedang
< normal : intensitas penerangan dibawah Nilai Ambang Batas < 200 lux
≥ normal : intensitas penerangan diatas Nilai Ambang Batas ≥ 200 lux
Dari hasil tabulasi silang diatas menunjukkan bahwa
responden yang berada pada daerah dengan penerangan buruk atau
≤ normal mengalami Kelelahan Kerja Ringan (KKR) sebesar
9,5% dan responden yang mengalami Kelelahan Kelelahan Kerja
Sedang (KKS) 47,6%. Sedangkan responden yang berada pada
lxv
daerah dengan penerangan ≥ normal mengalami KKR sebesar
28,6% dan KKS sebesar 14,3%.
Secara statistik adanya hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja
tersebut dibuktikan dai hasil uji Kendall’s tau-b dan Odds Ratio yang terangkum
pada tabel 7:
Tabel 8
Analisis Kendall’s tau-b Penerangan dengan kelelahan
Interval
Variabel Value Odds Ratio
Lower Upper
Penerangan
Kelelahan
0,510
10,000
1,280
78,117
Dengan uji Kendall’s tau-b menunjukkan ada hubungan dengan kategori
sedang antara penerangan dengan kelelahan. Tanda positiff pada hasil uji
menunjukkan adanya hubungan yang searah, yaitu semakin besar responden yang
berda pada penerangan yang kurang dari normal semakin banyak yang mengalami
kelelahan kerja. Hasil odds ratio sebesar 10,000, ini berarti karyawan yang berada
pada daerah penerangan kurang normal berisiko mengalami kelelahan kerja
sebanyak 10,000 kali daripada karyawan yang berada pada daerah penerangan
lebih sama dengan normal.
4.1.4 Deskripsi Data Iklim Kerja
Untuk iklim kerja pengukurannya sama dengan kebisingan, yaitu dengan
membagi lima titik/bagian. Adapun hasil pengukuran iklim kerja adalah: pada
bagian sortir botol 1 ISBB (Indek Suhu Bola Basah) sebesar 270C adalah
lxvi
kurang dari Nilai Ambang Batas (NAB), untuk bagian pencucian botol dengan
ISBB 28,11o
C yang berarti lebih dari NAB, bagian sortir botol 2 sebesar 28,290
C
juga melebihi standar yang telah ditentukan, begitu juga dengan bagian pengisian
untuk iklim kerja melebihi ambang batas yaitu sebesar 28,59o
C dan bagian crater
iklim kerjanya sebesar 27,77o
C sehingga tidak melebihi Nilai Ambang Batas
(NAB).
Jadi iklim kerja pada bagian selektor memiliki 2 titik bagian yang tidak
melebihi Nilai Ambang Batas (NAB), sedangkan 3 titik bagian yang lain memiliki
iklim kerja yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dengan suhu tertinggi
sebesar 28,59o
C pada bagian pengisian.
Ada tidaknya hubungan antara intensitas kebisingan dengan
kelelahan kerja responden dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini:
Tabel 9
Tabulasi silang iklim kerja dan Tingkat Kelelahan Kerja Responden
Kelelahan
KKR KKS
Total Iklim Kerja
N % N % N %
≤ Normal 6 28,6 2 9,5 8 38,1
> Normal 2 9,5 11 52,4 13 61,9
Total 8 38,1 13 61,9 21 100
Keterangan tabel 9:
KKR : Kelelahan Kerja ringan
KKS : Kelelahan Kerja Sedang
≤ normal : intensitas Iklim kerja dibawah Nilai Ambang Batas, yaitu ≤ 28oC
> normal : intensitas Iklim kerja diatas Nilai Ambang Batas, yaitu >28oC
Dari hasil tabulasi silang diatas menunjukkan bahwa
responden yang berada pada daerah dengan Iklim kerja / tekanan
lxvii
panas ≤ normal mengalami Kelelahan Kerja Ringan (KKR)
sebesar 28,6% dan responden yang mengalami dan Kelelahan
Kerja Sedang (KKS) 9,5%. Sedangkan responden yang berada
pada daerah iklim kerja/ tekanan panas > normal mengalami KKR
sebesar 9,5%, dan KKS sebesar 52,4%.
Secara statistik adanya hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja
tersebut dibuktikan dai hasil uji Kendall’s tau-b dan Odds Ratio yang terangkum
pada tabel 10:
Tabel 10
Analisi Kendall’s tau-b iklim kerja dengan kelelahan
Interval
Variabel Value Odds Ratio
Lower Upper
Kebisingan
Kelelahan
0,596
16,500
1,832
148,606
Tabel diatas menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara iklim
kerja dengan kelelahan. Tanda positif dari hasil uji menunjukkan bahwa semakin
besar orang yang berda pada iklim kerja lebih dari normal akan semakin banyak
yang mengalami kelelahan kerja. Perhitungan odds ratio diperoleh angka sebesar
16,500, ini berarti bahwa orang yang tinggal pada iklim kerja yang > normal
berisiko untuk mengalami kelelahan 16,500 kali daripada responden yang berada
pada daerah iklim kerja ≤ normal.
4.1.5 Deskripsi Data Faktor Fisik (kebisingan, penerangan dan iklim kerja)
lxviii
Keempat parameter menggambarkan masing-masing responden, dan
apabila kondisi tersebut digabungkan dan dihubungkan dengan kelelahan, maka
hubungan antara faktor fsik dengan kelelahan dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11
Tabulasi silang faktor fisik dan kelelahan Kerja Responden
Kelelahan
KKR KKS
Total Faktor
Fisik
N % N % N %
Baik 4 19,0 1 4,8 5 23,8
Buruk 4 19,0 12 57,1 16 76,2
Total 8 38 13 61,9 21 100
Keterangan tabel 11:
KKR : Kelelahan Kerja ringan
KKS : Kelelahan Kerja Sedang
Baik : standar normal untuk faktor fisik, yaitu ≤ 3
Buruk : standar melebihi normal, yaitu > 3
Dari hasil tabulasi silang diatas menunjukkan bahwa
responden yang berada pada daerah faktor fisik baik mengalami
Kelelahan Kerja Ringan (KKR) sebesar 19,0% dan Kelelahan
Kerja Sedang (KKS) 4,8%. Sedangkan responden yang berada
pada daerah faktor fisik buruk mengalami KKR sebesar 19,0%,
dan KKS 57,1%.
Secara statistik adanya hubungan antara faktor fisik dengan kelelahan
kerja tersebut dibuktikan dai hasil uji Kendall’s tau-b dan Odds Ratio yang
terangkum pada tabel 12:
Tabel 12
Analisis Kendall’s tau-b faktor fisik dengan kelelahan
variabel Value Odds Ratio
Interval
lxix
Lower Upper
Kebisingan 0,482
12,000 1,019 141,336
Dengan uji Kendall’s tau-b menunjukkan ada hubungan sedang antara
faktor fisik dengan kelelahan. Tanda positif pada hasil uji menunjukkan adanya
hubungan yang searah yang berarti semakin besar responden yang berada pada
faktor fisik buruk semakin banyak yang mengalami kelelahan. Perhitungan odds
ratio diperoleh angka sebesar 12,000 berarti bahwa orang yang tinggal pada
faktor fisik yang buruk mempunyai resiko untuk mengalami kelelahan sebesar
12,000 kali dari pada orang yang berada pada faktor fisik baik.
4.1.6 Deskripsi Data Kelelahan
Pengukuran kelelahan dengan reacion timer dilakukan 4 jam sesudah
bekerja. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut: respoden yang mengalami
Kelelahan Kerja Ringan (KKR) sebesar 10 orang dengan persentase 47,6%,
sedangkan yang mengalami Kelelahan Kerja Sedang (KKS) sebanyak 11 orang
dengan persentase 52,4%, untuk responden yang mengalami Kelelahan Kerja
Berat tidak ada.
Jadi dari 21 responden semuanya mengalami kelelahan kerja, yaitu
Kelelahan Kerja Ringan (KKR) sebesar 10 orang atau 47,6% dan Kelelahan Kerja
Sedang (KKS) sebesar 52,4%. Data tersebut diperkuat dengan data hasil
Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPKK), bahwa 9,5%
karyawan mengalami Kelelahan Kerja Ringan (KKR), 66,7% mengalami
lxx
Kelelahan Kerja sedang (KKS) dan 23,8% karyawan mengalami Kelelahan Kerja
Berat (KKB).
Pembahasan
Faktor-faktor fisik lingkungan kerja bisa mengganggu 'daya kerja' seorang
pekerja, misalnya; penerangan yang kurang cukup intensitasnya biasanya akan
berpengaruh pada kelelahan mata Kemudian kegaduhan dan kebisingan
berpengaruh pula pada daya mengingat, termasuk konsentrasi pikiran. Akibatnya
terjadi kelelahan psikologis, bahkan dapat menyebabkan ketulian (Budi Imansyah,
2004).
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara faktor fisik dengan
kelelahan. Hal ini berarti faktor fisik memiliki peranan yang besar terhadap tenaga
kerja dan lingkungan. Apabila antara faktor fisik berada dalam keadaan tidak
seimbang (buruk) maka dapat mengganggu efektivitas kerja, dan sebaliknya
apabila faktor fisik (kebisingan, penerangan, iklim kerja) dalam keadaan baik
maka akan meningkatkan kenyamanan dan mengurangi potensi bahaya yang
ditimbulkan seperti penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja.
Di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang menunjukkan adanya faktor fisik
yang buruk terutama di bagian selektor, hal ini dikarenakan adanya tingkat
kebisingan yang melebihi nilai ambang batas, penerangan yang kurang dan suhu
lxxi
yang panas, sehungga dapat menyebabkan kelelahan kerja. Selain itu kelelahan
kerja dipengaruhi adanya faktor individu seperti umur, masa kerja, status gizi dan
kondisi kesehatan.
4.2.1 Kebisingan
Hasil pengukuran Kebisingan di daerah selektor menunjukkan adannya
intensitas kebisingan pada 4 lokasi yang semuanya melebihi Nilai Ambang Batas
(NAB) yang telah ditetapkan dan hanya 1 bagian yang dibawah NAB. Tingginya
intensitas kebisingan pada hampir bagian produksi disebabkan karena keadaan
mesin yang menghasilkan kebisingan yang tinggi dan tidak dilengkapi peredam
suara pada ruang kerja.
Pemaparan terhadap bising yang berlebihan dapat menimbulkan stres, dan
lebih lanjut lagi menyebabkan gangguan fisik dan psikologis (Budi Imansyah,
2004). Hal tersebut diperkuat dari hasil kuesioner menunjukkan 61,9% karyawan
mengalami gangguan pada pendengaran. Dilain pihak umur responden yang
kebanyakan masih dalam usia podukti, begitu juga masa kerja responden yang
kebanyakan sudah lama bekerja (11-15 tahun), hal tersebut menunjukkan bahwa
responden benar-benar mengalami kelelahan dari dirinya sendiri bukan pengaruh
pada saat pengisian kuesioner.
Kebisingan diatas 85 dB.A bersifat mengganggu kenyamanan kerja,
berpengaruh buruk terhadap komunikasi dan tidak menguntungkan terhadap
lxxii
efisiensi. Disamping itu kebisingan dapat mengganggu perhatian sehingga
konsentrasi dan kesigapan mental menurun.
Efek yang ditimbulkan bising juga mengganggu persarafan otonom, yaitu
meningkatnya tekanan darah, percepatan denyut jantung, pengerutan pembuluh
darah kulit, bertambah cepatnya metabolisme, menurunnya aktifitas pencernaan,
dan bertambahnya tegangan otot, sehingga dapat mempercepat kelelahan kerja
Suma’mur PK, 1999: 99).
4.2.2 Penerangan
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek
pekerjaan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Selain itu
penerangan dengan intensitas memadai memberikan kesan pemandangan yang
lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan.
Dalam ruang lingkup pekerjaan, faktor ynag menentukan adalah ukuran
obyek, derajat kontras diantara obyek dan sekelingnya, luminensi dari lapangan
penglihatan, yang tergantung dari penerangan dan pemantulan pada arah si
pengamat serta lamanya melihat. Faktor-faktor tersebut harus saling melengkapi
atau harus seimbang (Suma’mur PK, 1996: 93).
Hasil pengukuran penerangan menunjukkan adanya penerangan yang
kurang baik pada 4 bagian dan satu bagian melebihi normal. Sedangkan hasil dari
uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara penerangan
dengan kelelahan kerja, sehingga penerangan yang ada dibagian selektor dapat
mengganggu pekerjaan yang dilakukan.
lxxiii
Dibagian selektor merupakan jenis pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian, sehingga faktor pencahayaan sangat mempengaruhi kesehatan dan
produktivitas kerja karyawan. Penerangan dengan intensitas kurang dapat
menyebabkan kelelahan mata (Diana Oktaviana, dkk, 2004:392). Sistem
pencahayaan di ruang selektor menggunakan lampu neon TL yang dipasang pada
setiap bagian/ pos-pos.
Sesuai dengan jenis pekerjaan yang ada di PT. Sinar Sosro adalah jenis
pekerjaan sedang maka intensitas penerangan sesuai dengan Kep.Men.Kes RI no
261 tahun 1998 adalah 200 lux.
Menurut hasil kuesioner dengan responden, bahwa 61,9% karyawan
mengalami keluhan pada mata terutama pada saat bekerja dimalam hari. Ini
dikarenakan intensitas pencahayaan yang kurang dan masa kerja yang lama.
Intensitas penerangan yang kurang baik yaitu dibawah standar menyebabkan
kelainan pada indra penglihatan, sedangkan intensitas penerangan yang melebihi
Nilai Ambang Batas dapat menyebabkan kesilauan sehingga mengarah pada
kecelakaan akibat kerja (John.S Nimpoeno, dkk.1989 :28).
Menurut Suma’mur PK (1996:95), kelelahan pada mata akibat penerangan
yang buruk dapat menjadi sebab kelelahan mental. Gejala-gejalanya meliputi sakit
kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya konsentrasi dan kecepatan
berfikir. Selain itu apabila pekerja mencoba mendekatkan matanya terhadap objek
untuk memperbesar ukuran benda maka akomodasi lebih dipaksa, dan mungkin
terjadi penglihatan rangkap atau kabur, dan kejadian akhir disertai perasaan sakit
kepala di daerah atas mata.
lxxiv
4.2.3 Iklim Kerja
Menurut Grandjean (1986) yang dikutip oleh Diana Oktaviana,dkk
(2004:388), faktor iklim dalam ruangan atau indoor climate merupakan kondisi
fisik sekeliling yang meliputi temperatur udara, temperatur permukaan sekeliling,
kelembaban udara dan aliran perpindahan udara.
Dari hasil Kuesioner, 81,0% responden mengeluh karena ruangan yang
panas sehingga mereka cepat mudah haus dan berkeringat/gerah. Sedangkan hasil
pengukuran iklim kerja menunjukkan 2 bagian < normal dan 3 bagian lebih dari
normal.
Standar NAB untuk iklim kerja berdasar kep.menaker no 51 tahun 1999
adalah 28oC untuk jenis pekerjaan sedang (75% kerja dan 25% istirahat).
Tingginya tekanan panas yang ada ditempat ini karena proses produksi dan
pengaruh dari mesin dan sebagian panas dari lampu. Pada suhu yang melebihi
Nilai Ambang Batas (NAB) akan menyebabkan aktivitas mental dan daya tanggap
menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan sehingga
akan menimbulkan kelelahan fisik (Mike Wardhani, dkk, 2004: 449).
lxxv
Menurut Diana Oktaviana, dkk (2004:388), ketidaknyamanan yang
disebabkan karena iklim ruangan dapat menjadi sebuah gangguan dan dapat
menimbulkan efek psikologis ataupun nyeri fisiologis, sehingga dapat
menyebabkan perubahan fungsional pada organ yang bersesuaian pada tubuh.
Selain itu kondisi panas sekeliling yang berlebihan akan menyebabkan rasa letih
dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatnya jumlah kesalahan kerja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suma’mur PK (1968),
tekanan panas yang tinggi dapat menyebabkan berat badan menurun. Hal itu
disebabkan karena kehilangan cairan dari dalam tubuh oleh penguapan keringat
sebagai akibat suhu panas dan lembab.
Gangguan-gangguan pada kesehatan dan daya kerja akibat berbagai faktor
dalam pekerjaan bisa dihindari. Asal saja pekerja dan pihak pengelola perusahaan
ada kemauan dalam me-ngantisipasi terjadinya kecelakaan kerja. Tentunya
perundangan tidak akan ada faedahnya, apalagi pemimpin perusahaan atau
industri tidak melaksanakan ketetapan-ketetapan perundangan itu.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1) Adanya keterbatasan waktu dan biaya sehingga tidak memungkinkan
melakukan pemeriksaan secara klinis.
2) Pada penelitian ini hanya meneliti hubungan antara faktor fisik dengan
tingkat kelelahan kerja yang ditinjau dari kebisingan, penerangan dan iklim
kerja saja tanpa meneliti dari segi faktor fisik yang lain seperti getaran dan
lxxvi
radiasi. Sehingga pengukuran hanya terbatas pada tiga parameter faktor fisik
saja.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1) Ada hubungan yang signifikan antara kebisingan dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran.
2) Ada hubungan yang yang signifikan antara penerangan dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran.
3) Ada Hubungan yang signifikan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang.
4) Ada Hubungan yang signifikan antara faktor fisik kerja dengan kelelahan kerja
karyawan produksi bagian selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat diberikan saran sebagai berikut:
1) Memberikan peredam suara pada mesin untuk mengurangi kebisingan,
menambah ventilasi sehingga pencahayaan bertambah, serta adanya sirkulasi
udara lebih bebas sehingga suhu ruangan tidak telalu panas, selain itu menjaga
lxxvii
kebersihan dinding dan langit-langit agar menambah kenyamanan dalam
bekerja terutama memberi kesan lebih baik terhadap penerangan .
2) Untuk menghindari adanya tingkat kelelahan diperlukan mengatur waktu kerja,
rotasi kerja, dan pemberian ekstra makanan seperti vitamin, susu atau kopi.
3) Pemantauan secara intensif terhadap potensi bahaya dengan cara pengukuran
dan pemeriksaan kesehatan secara berkala dan periodik serta pemakaian Alat
Pelindung Diri (APD) terutama alat pelindung telinga seperti ear plugh dan
ear mufft di bagian produksi.
4) Diperlukan penelitian lebih lanjut agar dapat menjawab seluruh permasalahan
kelelahan dengan pengambilan sampel yang lebih banyak agar kekuatan tes
lebih baik.
65
lxxviii
DAFTAR PUSTAKA
AM Sugeng Budiono. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan
penerbit UNDIP
Arthur Gyton dan John E. Hall. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (alih
Bahasa: Irawati Setiawan. Jakarta: ECG
Budi Imansyah S. 2005. K3 Modal Utama Kesejahteraan Buruh. Available:
http://www .Pikiran Rakyat.Com/cetak/index htm.
Carolin Wijaya. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja (alih bahasa: Joko
Suyono). Jakarta: ECG-WHO
Depkes RI. 1991. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal Di Indonesia.Jakarta:
Depkes RI
Depkes RI. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan dan Keputusan Direktur Jendral
PPM&PLP Tentag Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta:
Depkes RI
Depnaker. 2004. Training Material Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bidang
Keselamatan Kerja. Jakarta: Depnaker
Diana Oktaviana, Ika Tisnawati, Arif Rahman, Editor Wahyu Purwanto. 2004.
Ergonomi dan Perencanaan Sistem Kerja Analisis Pengaruh Faktor Fisik
Terhadap Kondisi Kerja.Proceding Seminar Ergonomi 2. Yogyakarta
Eko Nurmianto. 2003. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Surabaya: Guna
Widya
Emil Salim. 2002. Green Company Pedoman Pengelolaan Lingkungan,
Keselamatan & Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Astra Internasional TBK
Heru Setiarto. 2002. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada
pengemudi bus jurusan Grabag – borobudur,Skripsi. Semarang : UNDIP
I Dewa N. 1999. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
lxxix
John.S Nimpoeno, Alex papilaya, Suma’mur PK, RP.Sidabutar. 1989. Penyakit-
penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Grafindo Utama
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2004. Pedoman Penyusunan Skipsi
Mahasiswa Program Strata 1. Semarang
Mike Wardhani, Suci Mahanani, Widhi Eviyanti. Editor Wahyu Purwanto.2004.
Evaluasi Kebisingan, Temperatur dan Pencahayaan.Proceding Seminar
Nasional Ergonomi 2. Yogyakarta
Pandji Anoraga. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Rizeddin Rasjid, Haryati, Siswanto. 1989. Ergonomi dan Bahaan Kimia.
Surabaya: Balai Hiperkes & KK Jawa Timur
Setyowati L. 1994. Kecelakaan Kerja Kronis, Kajian terhadap Tenaga Kerja,
Penyusunan Alat Ukur serta Hubungan Alat ukur dan Produktivitas. Tesis
Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta: UGM
Soekidjo Notoatmodjo.2002. Metodologi Penelitian Kesehaatan.Jakata Rineka
Cipta
Singgih Santoso.2001. SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara
Provesional. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo
Sritomo Wignjosoebrata.2003. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Surabaya:
Guna Widya
Sugiyono. 1999. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta
Suharsimi Arikunto.2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Suma’mur PK. PK. 1996. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung
Suma’mur PK. PK. 1999. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakata: CV Haji
Masagung
Sutaryono. 2002. Hubungan antara tekanan panas, kebisingan dan penerangan
dengan kelelahan pada tenaga kerja di PT. Aneka Adho Logam Karya
Ceper klaten, Skripsi. Semarang : UNDIP
Tarwaka, Solichul, Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan
Kerja Dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Pers
67
lxxx
Tim Hiperkes.2004. Peraturan Perundang-undangan Hiperkes dan Keselamatan
Kerja. Semarang: Balai Hiperkes Jawa Tengah
Tim Hiperkes. 2004. Panduan Praktikum Laboratorium Hiperkes & Keselamatan
Kerja. Semarang: Balai Hiperkes Jawa Tengah
lxxxi