BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang Masalah
Memasuki kerjasama ekonomi Negara-negara Asia Tenggara melalui
Kawasan Perdagangan Bebas Asean (Asean Free Trade Area/AFTA) sejak
tahun 2003 dan pasar bebas dunia tahun 2020 akan menimbulkan persaingan
ketat baik barang jadi/komoditas maupun jasa. Perkembangan bisnis dan
persaingan pasar dewasa ini bergerak dengan sangat cepat dan dinamis. Ini
berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing baik mutu hasil produksi
maupun jasa. Peningkatan daya saing ini dimulai dari penyiapan Sumber Daya
Manusia (SDM) berkualitas yang merupakan faktor keunggulan menghadapi
persaingan. Kondisi ini juga menutut setiap perusahaan untuk bersikap lebih
tanggap dan proaktif dalam melakukan perekrutan untuk mencari calon atau
kandidat pegawai, karyawan, buruh, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi
kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) oraganisasi atau perusahaan.
Mengingat kebutuhan perusahaan akan SDM yang lebih berkompeten
dibidangnya dan ketatnya persaingan diantara para tenaga kerja di dunia kerja
maka perlu dilakukan upaya untuk dapat menciptakan tenaga kerja yang
berkompeten yang siap memenuhi kebutuhan SDM suatu perusahaan. Hal ini
tercantung dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2000 tersebut antara lain
diprogramkan upaya meningkatkan kualitas dan produktifitas tenaga kerja yang
bertujuan untuk mendorong, memasyarakatkan dan meningkatkan kegiatan
pelatihan kerja dan aspek-aspek yang mempengaruhi peningkatan produktifitas
tenaga kerja. Sedangkan sasaran program ini adalah ketersediaannya tenaga
2
kerja yang berkualitas, produktifitas dan berdaya saing tinggi, baik dipasar kerja
dalam negari maupun luar negari. Oleh karena, SDM dimaksud perlu
dipersiapkan baik oleh pemerintah melalui DEPDIKNAS, DEPNAKER, dan/atau
Departemen Perdagangan maupun oleh swasta melalui KADIN serta oleh
masyarakat pengguna jasa.
Persiapan pengembangan SDM yang berkualitas antara lain,
berpendidikan, memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta sikap
dan perilaku kerja, terutama bagi tenaga kerja dalam jumlah yang memadai,
maka Indonesia tidak akan menjadi korban perdagangan bebas. Pengembangan
SDM dimaksudkan dapat meningkatkan kemampuan setiap tenaga kerja, yang
berdampak pada terpenuhinya kebutuhan SDM perusahaan sehingga
pertumbuhan hasil kerja sesuai dengan yang diharapkan.
Pengembangan SDM yang berkelanjutan melalui pelatihan-pelatihan
yang didesain sedemikian rupa, sesuai dengan kebutuhan perusahaan baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Pelatihan atau pelatihan adalah salah
satu sarana agar seseorang dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada
dalam dirinya. Pelatihan itu sendiri merupakan suatu bagian pendidikan yang
menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di
luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan
dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori (Moekijat
1993:3). Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa suatu training memerlukan banyak
komponen, baik bersifat materiil maupun non materiil. Dari segi materiil, dapat
diketahui bahwa training memerlukan biaya yang cukup besar sedangkan dari
aspek non materill, kegiatan tersebut waktu dan tenaga tersendiri.
3
Sehubungan dengan usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dalam menghadapi ketatnya persaingan dalam dunia kerja, maka terbentuklah
Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar yang didirikan atas kerja sama
antara pemerintah republik Indonesia dan pemerintahan jepang yang masing-
masing diwakili oleh Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi
Republic Indonesia dan Japan International Cooperation Egency (JICA) pada
tahun 1973. Kemudian BLKI Makassar menjadi salah satu unit pelaksana teknis
pusat (UPTP) berdasarkan SK Mennakertrans No. Per.06/MEN/III/2006 tanggal
15 maret 2006, secara operational administratif bertanggung jawab langsung
kepada Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas dan secara operational
teknis dibawah Direktorat Instruktur dan Tenaga Pelatihan (INTALA).
Mengingat kenyataan bahwa masih banyaknya jumlah angkatan kerja
yang menganggur sampai saat ini yang ditandai dengan tambahan
pengangguran terjadi karena peningkatan angkatan kerja lebih besar daripada
ketersediaan lapangan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan
belum dapat menampung seluruh pencari kerja. Oleh karena itu pemerintah juga
menargetkan penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi jumlah tingkat
pengangguran. Selain itu perlu ada reformasi dalam sistem pendidikan yang
mampu menghasilkan sumber daya manusia berkompeten dan siap kerja. Jika
tidak, maka pendidikan hanya menghasilkan pengangguran baru yang tidak
terserap di lapangan kerja
Berkaitan dengan hal tersebut dalam Balai Latihan Lerja Industri (BLKI)
Makassar terdapat beberapa jenis program pelatihan. Salah satu dari program
tersebut yaitu program APBN (regular) dimana program pelatihan ini merupakan
program dari pemerintah yang dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan Belanja
4
Negara (APBN) / Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA). Program APBN
(regular) ini ditujukan untuk para pencari kerja khususnya masyarakat yang
kurang mampu dan juga untuk yang telah putus sekolah .
Pelatihan ini dilaksanakan didalam atau diluar BLKI sesuai dengan
program dan kurikulum pelatihan (waktu pelatihan disesuaikan dengan dana
APBN/DIPA). Dengan adanya program pelatihan reguler yang di selenggarakan
oleh Balai Latihan Kerja Industri Makassar, diharapkan dapat menyiapkan tenaga
kerja yang berkompeten dan memiliki daya saing sesuai dengan kebutuhan
industri atau dunia usaha.
Namun pada kenyataannya belum diketahui dengan jelas apakah
penyelenggaraan program pelatihan reguler ini telah berjalan baik sehingga
mencapai, tujuan dan sasaran program sesuai dengan yang target yang
diharapkan. Hal ini akan sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan
penyelenggaraan program pelatihan reguler jika ditinjau dari hasil (outcomes)
yang ditimbulkannya.
Permasalahan ini perlu mendapat perhatian agar diketahui apakah hasil
dari penyelenggaraan program pelatihan reguler sesuai dengan tujuan dan
sasaran penyelenggaraan program pelatihan regular, yakni mengembangkan
kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat diusia kerja serta menbantu para
pencari kerja khususnya masyarakat yang kurang mampu dan juga untuk yang
telah putus sekolah sehingga terwujudlah tenaga kerja yang berkompeten dan
memiliki daya saing. Berkaitan dengan itu salah satu dari fungsi pokok dari
manajemen Sumber Daya manusia adalah fungsi evaluasi. Program pelatihan
reguler sebagai salah satu strategi pengembangan SDM memerlukan fungsi
5
evaluasi untuk mengetahui hasil dari penyelenggaraan program pelatihan
reguler.
Berdasarkan permasalahan diatas maka, penulis tertarik untuk meneliti
dan mengkaji lebih dalam permasalahan tersebut diatas dengan melakukan
penelitian dengan judul : “ Evaluasi penyelenggaraan Program Pelatihan
Reguler Di UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar Periode 2010“
I. 2. Rumusan masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan
diatas, maka dapat dikemukakan pokok permasalahan dalam pembahasan
skripsi ini adalah:
“Bagaimanakah hasil dari penyelenggaran program pelatihan reguler terhadap
peserta pelatihan di UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar Periode 2010?”
I. 3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui dan menilai sejauh mana hasil dari
penyelenggaraan program pelatihan regular di UPTP Balai Latihan Kerja Industri
Makassar Periode 2010.
I. 4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian , maka manfaat penelitian ditekakankan pada
tiga aspek yaitu:
6
a. Manfaat akademik
Dengan mengetahui dan menilai penyelenggaraan program penelitian
regular pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar Periode 2010, maka
diharapkan dapat menberikontribusi dan memperkaya pengetahuan tentang
proses pengevaluasian suatu gejalah atau kegiatan khususnya tentang program
pelatihan regular.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan data sekaligus
rekomendasi kepada Balai Latihan Kerja Industri Makassar untuk menunjang
penyelenggaraan program pelatihan regular sehingga dapat mencapai tujuan
dan sasaran penyelenggaraan dengan tepat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Konsep Evaluasi.
Pengertian dari evaluasi mengundang banyak perdebatan di kalangan
para ahli. Banyak yang berpendapat bahwa fungsi menajemen terakhir adalah
pengawasan, namun ada yang berpendapat banwa fungsi manajemen belum
lengkap tampah dimasukkanya evaluasi sebagai sebagai fungsi organic
administrasi.
Berbagai pendangan mengenai evaluasi, salah satu yang mempertahan
kan konsep evaluasi sebagai fungsi organic manajemen dan administrasi adalah
Siagian (1985:141) yang mengemukakan bahwah:
Evaluasi atau penilaian adalah fungsi organik administrasi dan manajemen yang terakhir. Definisinya ialah proses pengukuran dan perbandingan dari pada hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.
Berdasarkan dari pengertian tersebut, lebih lanjut diuraikan bahwa
beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Evaluasi merupakan fungsi organik karena pelaksanaan fungsi
tersebut turut menentukan matinya suatu organisasi.
b. Evaliasi adalah suatu proses yang berarti bahwa penilaian merupakan
kegiatan yang terus menerus dilakukan oleh administrasi dan
manajemen.
8
c. Evaluasi menunjukkan jurang pemisah antara hasil pelaksanaan yang
sesunggunya dicapai dengan hasil yang seharusnya dicapai oleh
administrasi dan manajemen.
Medukung pengertian-pengertian seperti yang telah diutarakan tersebut di
atas, Adi Nugroho (1996:73) mengemukakan tentang evaluasi adalah sebagai
berikut:
Evaluasi atau pengawasan merupakan suatu proses menjamin bahwa tujuan manajemen telah tercpai atau belum, tercapai. Dengan demikian suatu evaluasi dilakukan untuk mengetahui kerberhasilan suatu rencana kerja yang dilakukan sebelumnya. Tampah adanya proses evaluasi, maka suatu pekerjaan akan berakhir tampah ada hasil yang berarti.
Berdasarkan pengertian evaluasi diatas, dapat dipahami bahwa evaluasi
adalah kegiatan yang saling berkaitan yang dimulai dari proses perencanaan
sampai dengan akhir pelaksanaan suatu kegiatan. Sering sekali pula, evaluasi
diartikan secar sempit dan kurang pas.
Menurut Umar (2002:1), evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan
informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaiman
perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui
apakah ada selisi diantara keduanya, serta bagaiman manfaat yang telah
dikerjakan itu apabila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin
diperoleh.
Dunn (dalam kajian Kadji, 2008:30) mengemukakan bahwa istilah
evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), penbarian angkah
(rating) dan penilaian. Evaluasi mempunyai fungsi memberi informasi yang valid
dan dapat dipercaya mengenai kenerja kebijakan atau program, dalam hal ini
mengungkap sebarapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dapat
dicapai.
9
Dengan demikian evaluasi membandingkan antara apa yang
direncanakan dengan hasil yang dicapai. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa
evaluasi merupakan upaya untuk mengetahui apakah kaitan atau hubungan
antara rancangan program dengan hasil yang dicapai.
Sugiono (1998:5) menyebutkan ada dua tipe evaluasi yaitu:
1. Summative evaluation, adalah penilaian dampak dari suatu
program,disebut juga dengan evaluasi dampak.( outcomes evaluation).
2. Formatif evaluation, adalah penilaian terhadap proses dari program,
disebut juga evaliasi proses.
Adapun prosedur evaluasi menurut Umar (2002:34), bahwa proses suatu
evaluasi pada umumnya memiliki tahapan-tahapannya sendiri, walaupun tidak
selalu sama tetapi yang lebih penting adalah bahwa prosesnya sejalan dengan
fungsi evaluasi itu sendiri. Adapun proses evaluasi meliputi: (1) menemukan apa
yang akan dievaluasi, (2) merancang desain kegiatan evaluasi, (3) pengumpulan
data (4) pengelolahan dan analisis data, (5) laporan hasil evaluasi.
Evaluasi adalah suatu pemeriksaan (penyelidikan) yang sistematis
tentang manfaat atau kegunaan dari sesuatu berdasarkan standar tertentu.
Definisi ini dekembangkan oleh sebuah komisi evaluasi dibagian California.
Dengan demikian, kegiatan evaluasi merupakan upaya untuk
mengembangkan nilai-nilai standar yang telah ditetapkan pada saat perencaan
dengan nilai pelaksanaan kegiatan yang pada akhirnya akan membentuk nilai
akhir dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
10
Selain itu Aji dan Sirat (1990:30), mengemukakan defenisi evaluasi
sebagai berikut:
Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan dan berusaha untuk mempertanyakan efektivitas dan afisiensi pelaksanaan dari suatu rencana sehingga mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil dari pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuranyang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung maupun yang tidak memdukung suatu rencana.
Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa evaluasi adalah kegiatan
yang saling terkait secara rumit dari suatu prosese perencanaan sanpai pada
akhir pelaksanaan suatu kegiatan.
Kegiatan dalam evaluasi merupakan upaya-upaya untuk
mengembangkan nilai-nilai standar yang telah ditetapkan pada saat perencanaan
nilai akhir dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Banyak peneliti evaluasi yang
dilaksanakannya hanya menekankan pada aspek dari hasil program tanpa
memcoba menenyakan proses sebelum tercapai hasil tesebut.
Ada empat jenis evaluasi, yaitu antara lain:
1. Single proram after-only, informasi diperoleh berdasarkan keadaan
kelompok sasaran sesudah program dijalankan.
2. Single program before-after, informasi yang diperoleh berdasarkan
perubahan keadaan kelompok sasaran sebelum dan sesudah program
dijalankan.
3. Comparatife after-only, informasi yang deperoleh berdasarkan keadaan
sasaran dan bukan sasaran program dijalankan.
4. Comparative before-after, informasi yang diperoleh berdasarkan efek
program terhadap kelompok sasaran sebelum dan sesudah program
dijalankan.
11
Adapun indicator atau kriteria evaluasi yang dikembangkan oleh Dunn
antara lain : 1. Efektifitas, yaitu apakah hasil yang diinginkan telah tercapai, 2.
Kecukupan, yaitu seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan
masalah, 3. Penerataan, apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata
kepada kelompok masyarakat yang berbeda, 4. Responsibilitas, apakah hasil
kebijakan memuat preferensi/nilai kelompok dan dapat memuaskan merekah,
dan 5. Ketepatan, yaitu apakah hasil yang dicapai bermanfaat.
Menurut Hawe (1995 : 205) mendefinisikan evaluasi sebagai program
pengamatan dan ukuran dari hasil-hasil pengukuran tersebut dibandingkan
terhadap kriteria atau standar yang telah ditetapkan.
Pietrzak, dkk (1995 : 13-15), mengemukakan bahwa evaluasi dibedakan
menjadi tiga yaitu :
1. Evaluasi masukkan (input)
2. Evaluasi proses (process)
3. Evaluasi hasil (outcomes)
Evaluasi masukan (input) berfokus pada beberapa bagian dan masukan program
yang dapat mempengaruhi atau memperbaiki kinerja program, sehingga hasil
yang diharapkan akan lebih baik. Sedangkan evaluasi proses (process) adalah
pengukuran cara lembaga dalam melaksanakan program dan melakukan
pengkajian terhadap komponen-komponen program serta merancangkan
kembali suatu program. Adapun evaluasi hasil (outcome) adalah evaluasi yang
menekankan pada dampak program secara keseluruhan pada sasaran dan
tujuan suatu program.
Sejalan dengan itu Notoadmadjo (1992 : 35), evaluasi hasil (outcome)
pendididkan dan pelatihan mencakup evaluasi sejauh mana materi yang telah
12
diberikan itu dapat dikuasai atau diserap oleh peserta pendididkan dan pelatihan.
lebih jauh lagi apakah ada peningkatan, kemampuan dan keterampilan,
pengetahuan, dan sikap dari para peserta pendididkan dan pelatihan.
Sejalan dengan itu, Bigman (dalam Suchman, 1967 : 30) berpendapat bahwa
terdapat eman tujuan evaluasi yaitu :
1. Menemukan apa dan bagaimana tujuan dapat dicapai secara
keseluruhan
2. Menentukan alasan keberhasilan dan kegagalan terjadi
3. Menemukan prinsip-prinsip yang mendasari keberhasilan program
4. Melakukan uji coba dengan menggunakan teknik-teknik yang diketahui
untuk meningkatkan keefektipan
5. Meletakkan dasar bagi penelitian dengan member alasan keberhasilan
relative dengan menggunakan alternative teknik yang ada.
6. Memdefinisikan kembali makna yang digunakan untuk mencapai tujuan
dan sub tujuan untuk memperjelas penemuannya.
Evaluasi hasil tersebut dapat dibedahkan menjadi tiga tingkatan yaitu 1).
Immediate Outcomes, 2). Intermediate Outcomes, 3). Long Term Outcomes.
Evaluasi Immediate Outcomes adalah hasil perubahan terjadi pada diri peserta
pelatihan dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap yang segera diketahui
setelah program pendididkan dan pelatihan dilaksanakan. Sedangkan evaluasi
Intermediate Outcomes adalah, perubahan yang diperoleh dari peserta pelatihan
setelah melaksanakan tugas yang sebenarnya ini dapat dilakukan melalui
pengamatan dan pemantauan kinerja (observasi). Adapun evaluasi Long Term
Outcomes adalah : perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi/ instansi
13
peserta dalam hal ini dapat dilakukan melalui perhitungan waktu yang makin
efisien atau biaya yang semakin menurun.
Berkaitan dengan penelitian mengenai evaluasi, tidak banyak ahli yang
memberikan tuntunan yang ideal dalam pendekatan suatu penelitian yang
berhubungan dengan evaluasi suatu program. Banyak penelitian evaluasi yang
dilaksanakan hanya menekankan pada aspek dari hasil program tampah
memcoba menanyakan proses sebelum tercapainya hasil tersebut. Dalam hal ini
Patton (1986:60) mengemukakan bahwah suatu proses evaluasi lebih
menekakankan pada bagaiman suatu hasil atau outcome diperoleh dibandingkan
melihat hasil itu sendiri. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan
bahwa evaluasi penyelanggaraan suatu program dilakukan dengan
memfokuskan diri pada hasil dari program tersebut.
Searah dengan konteks tersebut, Irwin Langbein (1980:6)
mengemukakan bahwa ketika semua penelitian evaluasi memperhatikan
keberhasilan program, beberapa studi memdefenisikan keberhasilan dalam
bentuk hasil/akibat program, ketika studi lain berfokus pada proses dengan mana
program dilaksanakan. Selain itu menurut Langbeing, tahap evaluasi yang
merupakan tahap penilaian terhadap program yang dilaksanakan. Langbein
mengatakan bahwah tipe penelitian evaluasi dibedakan menjadi dua, yaitu
deskriptif dan kausal.
14
Tabel 1 Tipe Penelitian Evaluasi
DEFINISI KEBERHASILAN
Metode Proses Hasil
Deskriftip
Kasual
Apakah program
dilaksanakan sesuai
dengan petunjuk ?
Fasilitas sumber daya
apa yang digunakan
oleh program ?
Bagaimana mereka
dipergunakan ?
Siapa yang berpartisipasi
dalam program ?
Apakah program
menyentuh pihak-pihak
yang berkepentingan ?
Apakah hasil program
diharapkan (atau tidak
diharapkan) ? dengan
cara apa pelaksanaan
program diberikan hasil
yang terbaik ?
Sumber : Langbein (1980)
Tampah evaluasi, kita tidak dapat mengetahui sebarapa jauh hasil yang
dicapai dari sebuah program. Evaluasi merupakan tahap dimana suatu program
dapat diketahui apakah telah berhasil sesuai dengan tujuan program yang
sebenarnya atau tidak. Evaluasi juga menghasilkan feedback (umpan balik) yang
merupakan acuan bagi para perencana program untuk menyusun program baru
ataupun untuk meneruskan program yang ada, sehingga kecenderungan yang
mengerahan pada kegagalan dapat diminimalisir.
15
Berdasarkan uraian diatas, ternyata terdapat berbagai jenis evaluasi.
Namun, penelitian ini yang mengevaluasi penyelenggaraan program pelatihan
reguler, hanya dibatasi pada evaluasi sumatif saja dan lebih menfokuskan lagi
pada evaluasi hasil outcomes program pelatihan reguler yang lebih mengarah
pada Evaluasi Immediate Outcomes.
II. 2. Konsep Sumber Daya Manusia
Secara etimologi pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia dapat
dilihat dari pengertian masing-masing kata di dalamnya.
Terry,G.R, (dalam Winardi), (1986:4), menyatakan bahwa:
Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dan tindakan –tindakan perencanaan, pengrganisasian, penggerak dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lain.
Sumber daya manusia pada dasarnya adalah merupakan salah satu
faktor yang sangat penting di dalam organisasi baik orgnisasi pemerintah
maupun swasta, karena manusia yang merencanakan sampai mengawasi
pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. Dimana sumber daya manusia yang
dimaksud haruslah cukup jumlahnya sesuai kebutuhan, serta memiliki
keterampilan yang memadai sesuai tuntutan tugas-tugas dalam organisasi.
Secara terminology bahwa Sumber Daya Manusia atau human resources
adalah penduduk yang siap, mau dan mampu memeberikan sumbangan
terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi (Ndraha 1997:7). Dalam buku
tersebut jelas pula dinyatakan bahwa SDM bersisi dua: sisi SD dan sisi M.
dimensi pokok sisi SD ialah kontribisinya terhadap organisasi, sedangkan
16
demensi pokok M adalah perlakuan organisasi terhadapnya, yang pada
gilirannya menemtukan kualitas dan kapasitas hidupnya.
Adapun pengertian sumaber daya manusia yang dikemukakan oleh Hani
Handoko (1984: 233) “Sumber Daya Manusia adalah orang-orang yang
menberikan tenaga, bakat, kreativitas dan usahanya kepada kegiatan
organisasi”.
Menurut Soedjadi,(1995:2) mengemukakan Sumber Daya Manusia
adalah merupakan tenaga kerja yaitu: “ Mereka yang memenuhi syarat usia kerja
dan mampu bekerja secara positif”.
Selanjutnya Husain Umar (1999:6) mengemukakan bahwa: “Sumber
Daya Manusia adalah manusia perlu di desain sedemikian rupa agar diperoleh
tenaga kerja yang sesuai dengan pekerjaanya dan dengan sendirinya
meningkatkan motivasi, dedikasi dan produktivitas bagi kepentingan organisasi”.
Adapun pengertian Sumber Daya Manusia sebagai suatu pengertian
yang utuh antara lain dinyatakan oleh Tunggal (1993:250) sebagai berikut:
“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah fungsi manajemen yang
berhubungan dengan rekrutmen, penenpatan, palatian, dan pengembangan
anggota-anggota organisasi”. Selanjutnya dinyatakan bahwa Manajemen
Sumber Daya Manusia terdiri dari 7 (tujuh) aktivitas pokok, yaitu:
a. Perencanaan sumber daya manusia
b. Rekrutmen
c. Seleksi
d. sosialisasi
17
e. Pelatihan dan pengembanga
f. Penilaian performa
g. Promosi, transfer,demosi, dan pemisahan
Berdasarkan pengertian diatas, nampaknya bahwa program pelatihan
reguler merupakan salah satu kegiatan dalam manajemen sumber daya
manusia.
II. 2.1 Perencanaan Sumber Daya Manusia
Menurut Ike Kusdyah Rahmawati (2008:55) mengemukakan bahwah
perencanaan sumber daya manusia adalah “suatu proses sitematis yang
digunakan untuk memprediksi permintaan dan penyediaan sumber daya manusia
dimasa datang”. Denganprogram perencanaan sumber daya manusia yang
sistematis dapat diperkirakan jumlah dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan
pada setiap periode tertentu.
Dalam buku yang sama Ike Kusdyah Rahmawati (2008:57) mengutip
pedapat Robert L. Mathis dan John H. Jakson tentang pengertian sumber daya
manusia sebagai berikut: “Perencanaan sumber daya manusia adalah :proses
analisis dan identifikasi tersedianya dan kebutuhan akan sumber daya manusia
sehingga organisasi tersebut dapat mencapai tujuan”. Masih dalam buku yang
sama William B. Werther dan Keith Davis (Dalam Ike K.R 2008:57) mengatakan
bahwa perencanaan sumber daya manusia adalah:
Perencanaan yang sistematis untuk meramalkan kebutuhan pegawai (demand) dan ketersediaan (supply) pada masa yang akan datang, baik jumlah maupun jenisnya sehingga departemen sumber daya manusia dapat merencanakan pelaksanaan rekrutmen, seleksi, pelatihan dan aktivitas lain dengan baik.
18
Perencanaan sumber daya manusia memberikan petunjuk masa depan
menentukan dimana tenaga kerja dapat diperoleh, kapan tenaga kerja akan
dibutuhkan dan pelatihan dan pengembangan jenis apa yang harus dimiliki
tenaga kerja. Selain itu, jenjang karir yang tepat bagi tenaga kerja dan
manajemen serta system kompensasi harus sesuai dengan sistem penyesuaian
kinerja, diman harus sesuai pula dengan keputusan pengembangan sumber
daya manusia.
Komponen strategi dalam perencanaan sumber daya manusia ada enam,
antara lain : 1) perencanaan tenagakerjaan, 2) proyeksi ketenagakerjaan, 3)
proyeksi ketenagakerjaan dalam kaitanya dengan perencanaan pendidikan, 4)
proyeksi dan struktur kesempatan kerja menurut klasifikasi jabatan, 5) peritungan
produktifitas tenaga kerja menurut lapangan usaha dan 6) perencanaan
kebutuhan pokok.
Adapun tujuan dari perencanaan sumber daya manusia menurut Drs.
Melayu S.P Hasibuan (2006:250) adalah sebagai berikut:
a. Untuk menentukan kualitas dan kuantitas karyawan yang akan mengisi
sema jabatan dalam perusahaan.
b. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini maupun masa
depan, sehingga setiap pekerjaan ada yang mengerjakannya.
c. Untuk menghindari terjadinya mismenajemen dan timpang tindih dalam
pelaksana tugas.
d. Untuk mempermudah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi (KIS)
sehingga produktivitas kerja meningkat.
e. Untuk menghindari kekurangan dan kelebihan karyawan
19
f. Untuk menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan, seleksi,
pengembangan,kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan,
kedisiplinan dan pemberhentian karyawan.
g. Menjadi pedoman dalam pelaksanaan mutisi(vertical atau horizontal)
dan pension karyawan.
h. Menjadi dasar dalam penilaian karyawan.
II. 3. Konsep Program
Suatu rencana strategis yang telah disusun memuat program-program
pembangunan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kemampuan sumber daya
yang ada. Program-program tersebut merupakan sarana pemerintah dalam
meningkatkan harkat dan kehidupan rakyat.
Joan L.Herman dan Cs, yang dikutip oleh DR. Farida Yusuf Tayibnapis,
M.Pd. (2000:9) mengemukakan definisi program sebagai berikut: “Program ialah
segala sesuatu yang dicoba lakukan oleh seseorang dengan harapan akan
mendatangkan hasil atau pengaruh”.
Menurut Prof. bintoro Tjokroanidjojo (1995:95), definisi program adalah:
”Program sebagai cara untuk memilih data menghubung-hubungkan dalam
merumuskan tindakan yang kita anggap perlu untuk mencapai hasil yang
diinginkan”.
Selanjutnya Sutomo Kartono (1982:162) memberikan pengertian lain
mengenai program antara lain sebagai berikut: “Program adalah suatu rangkaian
kegiatan (aktivitas) yang mempuyai suatu pemula yang harus dilaksanakan serta
diselesaikan untuk mendapat suatu tujuan”.
20
Dilaksanakanya suatu program tidak hanya menyiratkan rencana yang
konkrit, akan tetapi diimbangi dengan budget/anggaran program tersebut.
Selanjutnya dapat dilihat dalam pengertian program yang dikemukakan oleh Arif
Jamaluddin (1979:48) bahwa: “Program adalah jenis rencana yang pada
dasarnya sudah menggambarkan rencana yang kongkrit. Hal ini dapat dilihat
bahwa program tidak saja tercantung tujuan kebijakan serta tindakan, porsedur
atau aturan-aturan, akan tetapi disertai pula dengan atau anggaran”.
Seperti halnya definisi tersebut, Malayu Hasibuan (2003:72)
mengungkapkan bahwa definisi program adalah sebagai berikut: “Program
adalah suatu jenis rencana yang konkret karena didalamnya sudah tercantung
sasaran,kebijaksanaan, prosedur, anggaran, dan waktu pelaksanaan”.
Selain itu, adapun definisi program yang termuat dalam Undang-Undang
RI Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunana
Nasional, menyatakan bahwa: “Program adalah instrument kebijakan yang berisi
satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga
untuk memcapai sasaran dan tujuan serta serta memperoleh alokasi anggaran
atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi masyarakat”.
Dari bebrapa definisi diatas, program merupakan pedoman (rumusan
tidakan dan rencana) dalam melaksanakan rangkaian-rangkaian kegiatan yang
didukung oleh ketersediaan anggaran, sehingga tujuan program dapat tercapai
meskipun setiapa implementasi program memiliki model yang berangan.
Dalam proses pelaksanaan suatu pelaksanaan suatu program dalam
kenyataan sesunggunya, dapat berhasil, kurang berhasil, ataupun gagal sama
sekali apabila ditinjau dari wujud hasil yang dicapai atau outcomes, karena dalam
proses tersebut turut bermain dan terlihat berbagai unsur yang pengaruhnya
21
bersifat mendukung maupun menghambat pencapaian sasaran suatu program
(Syukur Abdullah (1987:399))
Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa didalam proses pelaksanaan
suatu program sekurang-kurangnya terdapat tia unsure yang penting dan mutlak
ada menurut Syukur Abdullah (1987:399), antara lain sebagai berikut:
a. Adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan;
b. Target group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan
diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut dalam
bentuk perubahan dan peningkatan;
c. Unsur pelaksanaan (implementer) baik organisasi maupun
perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan,
pelaksanaan, dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
II. 4. Konsep Pendidikan dan Pelatihan
Pada hakekatnya pelatihan dan pendidikan mempunyai tujuan yang
sama, dengan tujuan pengembangan sumber daya manusia untuk dapat
memperoleh tiga hal, seperti jika seseorang dilatih , maka selama pendidikan,
orang tersebut diberitahu atau diberikan pengetahuan mengenal tentang
bagaimana cara-cara baik dalam melakukan suatu pekerjaan, jadi latihan
sebenarnya diadakan untuk mengisi kesenjangan antara ilmu pengetahuan,
keahlian, sikap, dan pemikiran yang dimiliki seseorang sesuai dengan tuntutan
pekerjaan atau tugasnya.
Jika cara-cara tebaik dalam pekerjaan itu sudah benar-benar dapat
dikuasai oleh seseorang yang akan mengerjakannya maka kesenjangan yang
22
akan terjadi semakin kecil, dan pekerjaan pun menjadi lebih efektif dibandingkan
sebelum ia dididik dan dilatih.
Selain itu Jan Bella mengemukakan bahwa pendidikan dan latihan sama dengan
pengembangan, yaitu:
Perubahan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berotiantasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama, dan biasanya menjawab why. Latihan beroriantasi pada praktek, dilakukan dilapangan, berlangsung singkat, dan biasnya menjawab how. Pengertian yang lebih mendasar tentang latihan ini, dikemukakan oleh
beberap ahli administrasi, misalnya data buku Drs. A. S. Moenir (2001:142)
dikemukakan bahwa:
Latihan:
a) Praktek
b) Lebih banjaak dilakukan terhadap kecakapan, kecekatan
danketeranpilan menggunakan anggota badan atau alat kerja.
Selain itu Richaid W. Beatty dan Scneinar (1994) dalam bukunya “
Personal Administration” menyatakan :”Latihan adalah proses belajar dalam
organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan
maupun mengubah perilaku”.
Defenisi diatas, makin memperjelaskan bahwa latihan itu sebenarnya
adalah penunanggan konsep-kon pendidikan dengan cara praktek yang nyata
dalam kehidupan bekerja. Jadi yang diutamakan adalah aspek pelaksanaan
dalam pengembangan kebiasaan berfikir dan bertindak. Hal ini sangat
bermanfaat bagi seseorang yang akan menduduki suatu jabatan tertentu.
23
Menurut Idwin B. Flippo yang dikutip oleh Hasibuan (2006:36), pengertian
latihan adalah:
Training is the act increasing the knowledge and skill of an employee for
doing a pertikular job.
(Latihan adalah merupakan suatu usaha meningkatkan pengetahuan dan
keahlian seseorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu)
Berdasarkan rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan yang
dilaksanakan pada dasarnya dimaksudkan untuk membenahi kelemahan-
kelamahan yang sering menghambat dalam penyelesaian tugas. Upaya ini untuk
meningkatkan mutu, keahlian, dan keterampilan seseorang yang mengikuti
kegiaan pelatihan. Disamping itu juga akan mengembangkan metode kerja dan
memciptakan pengembangan sumber daya manusia kearah yang lebih baik.
Menurut Bernardin & Russell (dalam Gomes, 2000:197) pelatihan adalah
“setiap usaha untuk memperbaiki performan pekerja pada pekerjaan tertentu
yang sedang menjadi tanggung jawab , atau satu pekerjaannya”. Pelatihan lebih
berkaiatan dengan peningkatan keterampilan seseorang, baik yang sudah
menduduki suatau pekerjaan atau tugas tertentu maupun yang baru akan
melangkah ke dunia kerja, sehingga lebih menekankan pada keteranpilan (skill).
Pelatihan merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja
actual, dengan menekankan pada pengembangan skill, knowledge dan ability.
Menurut Umar Hamalik (2001:35-36) dan Gomes (2002:206-208), pelatihan
meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
24
a) Peserta
Penetapan peserta erat kaitannya dengan keberhasilan suatu pelatihan,
oleh kerena itu perlu seleksi yang teliti untuk menentukan peserta untuk
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan seperti persyaratan
akademik (jejang pendidikan), jabatan ( telah menempati jabatan tertentu
atau akan memnempati pekerjaan tertentu), pengalaman kerja, motivasi
dan minat tingkat intelektualitas yang diketahui melalui tes seleksi.
b) Pelatih/instruktur
Pelatih atau widyaswara sebagai penyampai materi adalah orang-orang
yang terpilih dengan criteria tertentu minimal kemampuannya berada
diatas peserta pelatihan , memiliki pendidikan yang linear dan kompetensi
sesuai dengan pelatihan yang akan disampaikan.
c) Lamanya pelatihan
Lamanya pelatihan berdasarkan pertimbangan berikut:
1) Jumlah dan mutu kemampuan yang hendak dipelejari dalam pelatihan
tersebut lebih banyak dan lebih tinggi bermutu, kemampuan yang
ingin diperoleh mengakibatkan lebih lama diperlukan latihan.
2) Kemampuan belajar para peserta dalam mengikuti kegiatan pelatihan.
kelompok peserta yang ter nyata kurang mampu balajar tentu
memerlukan waktu latihan yang lebih lama.iatan pelat
3) Media pengajaran yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih.
Media pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan
pelatihan dan dapat mengurangi lamanya pelatihan tersebut.
25
d) Media (bahan latihan)
Materi peletihan disusun berdasarkan tujuan pelatihan, peserta,
harapan lembaga penyelenggara, dan lamanya latihan.
e) Metode pelatihan
Dalam usaha untuk mengubah perilaku peserta, pelatih tidak lepas dari
metode dan alat bantu pendidikan dengan menggunakan mrtode
pelatihan yang tepet tergantung dari tujuan dan sasaran yang berbeda
akan berakibat pada metode yang berbedah pula (gomes 2002:207).
Kaitan antara tujuan dan metode pelatihan akan dilihat pada tabel
berikut:
Tabel. 2 Kaitan Tujuan dan Metode Pelatihan
Tujuan pelatihan Metode pelatihan yang sesuai
Orientasi kerja Kuliah, film, selebaran
Keterampilan pekerja Demostrasi
Keterampilam manusia Diskusi kelompok, permainan peran
Keterampilan manajemen Diskusi kelompok,studi kasus
Pendidikan umum Kiliah,kerja,buku-buku
Sumber : Gomes (2002:207)
Untuk mengatasi kekurangan kekurangan yang ada serta untuk mencapai
efektivitas pelatihan yang tinggi, maka sering digunakan teknik campur.
Formulasi teknik campur ini berbeda-beda tergantung dari kebutuhan
pelatihan. untuk menentukan teknik campurran dalam penelitian, training
director harus mempelajari tujuan dari jenis pelatihan apa yang
dibutuhkan.
26
f) Media
Hamalik (2001:67) menyatakan bahwa media pelatihan adalah salah satu
komponen yang berfungsi sebagai unsure penunjang proses pelatihan,
menggugah gairah motivasi belajar. Pemilihan dan penggunaan media ini
mempertimbangkan tujuan dan meteri pelatihan, ketersediaan media itu
sendiri serta kemampuan pelatih untuk menggunakannnya.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dari penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan antara lain:
a. Tujuan pelatihan; dalam merencanakan pendidikan dan latihan hal
pertama yang harus diperhatikan adalah penentuan tujuan. Adanya
tujuan pendidikan dan pelatihan membuat kegiatannya dapat terarah,
apakah pendidikan dan pelatihan tersebut bertujuan peningkatan
pengetahuan, keteranpilan atau ada tujuan lain.
b. Mamfaat pelatihan;tiap pelaksanaan kegiatan diharapkan dapat
membawa manfaat, baik untuk individu maupun organisasi. Adanya
mamfaat bagi individu menjadikan orang termotivasi untuk selalu
meningkatkan kualitas sumber dayanya.
c. Isi/materi pelatihan; materi yang diberikan kepada peserta pendidikan
dan pelatihan harus disesuaikan dengan tujuan. Apabila tujuannya
adalah peningkatan keterampilan, mesti materi yang diberikan akan
lebih banyak bersifat praktek.
d. Waktu dan tempet pelatihan tempat dilaksanaakna; pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan harus memperhitungkan waktu karena,
adanya pengaturan waktu tepat maka tidak ada jam efektif yang
terbuang.
27
e. Pelatih dan karyawan (peserta) yang akan dilatih; pelatih dan peserta
merupakan faktor utama diselenggarakannya pendidikan dan
pelatihan.
f. Biaya yang dibutuhkan dalam pelatihan; kegiatan tampah adanya
biaya, maka akan menghasilakan yang maksimal karena semua
aktivitas selalu membutuhkan dana.
g. Metode pelatihan yang dipakai; pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan harus menggunakan metode yang tepat, hal ini disebabkan
ketetapan metode yang akan sangat berpengaruh tehadap hasil
pendididkan dan latihan yang dijalankan.
h. Fasilitas yang diperlukan dalam pelatihan; fasilitas yang mendukung
kegiatan, misalnya fasilitas penginapan, makam dan sebagainya.
II. 4.1 Tahap-Tahap Program Pelatihan
Menurut Bernardin & Russell Program(Gomes 2000:199) pelatihan
mempunyai tiga tahap aktivitas yang mencakup :
1) Penilaian kebutuhan pelatihan (need Assesment) yang tujuannya
adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan dibutuhkan
atau tidaknya program pelatihan.
2) Pengenbangan program pelatihan (development), bertujuan untuk
merancang lingkungan pelatihan dan metode-meotde pelatihan
yang dibutuhkan guna mencapai tujuan pelatihan.
3) Evaluasi program pelatihan (evaluation) yang mempunyai tujuan
untuk menguji dan menilai apakah program-program pelatihan
28
yang telah dijalani, secara efektif mampu mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Penilaian kebutuhan merupakan proses penentuan kebutuhan pelatihan
yang dilakukan secara sisitematis dan obyektif dengan melakukan tiga tipe
analisis seperti dikatakan oleh Benardin & Russell (Gomes 2000:203) yaitu 1)
Analisis organisasional, 2) Analisis kepengawaian, 3) Analisis person/individu.
Analisis organisasional memcoba menjawab permasalahan mengenai
penekanan pelatihan yang seharusnya dilakukan dan faktor-faktor yang
seharusnya dilakukan dan faktor-faktor yang menpengaruhi. Analisis
kepengawaian mencobah memecahakan permasalahan mengenai apa yang
seharusnya dipelajari dalam pelatihan sehingga para peserta pelatihan dat
menjalankan tugas dengan memuaskan. Analisis individu berusaha menjawab
mengenai siapa yang menbutuhkan pelatihan dan tipe-tipe khusus pelatihan
yang dibutuhkan.
Setelah ditetapkan perlunya pelatihan, tahap berikutnya adalah
pengembangan program pelatihan. Dalam tahap ini tidak bias dilapaskan dengan
upaya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pelatihan dan
pengembangan metode-metode pelatihan. Bernadin & Russell (Gomes 2000:
189) menklasifikasikan metode pelatihan atas 2 kategori: 1) informational
methods, metode yang menggunaka pendekatan satu arah, diman informasi
disampaikan kepada pserta pelatihan oleh para pelatih. Metode ini cocok
digunakan untuk mengajarkan materi factual, keterampilan dan sikap; 2)
Experimental Methods, metode yang mengutamakan komunikasi yang
luwes,fleksibel, lebih dinamis baik dengan instruktur maupun sesama peserta
29
dan langsunga menggunakan alat-alat yang tersedia. Metode ini digunakan untuk
mengajar kemampuan kognitif dan phisikal serta kecakapan.
Tahap terakhir adalah evaluasi, yang bertujuan untuk menguji efektivitas
penyelenggaraan pelatihan. untuk menilai afektivitas pelatihan dapat dievaluasi
dengan menggunakan indikator:
1) Reaksi, seberapa baik peserta menyenagi pelatihan.
2) Balajar (learning), seberapa jauh para peserta mempelajari fakta-
fakta, prinsip-prinsip dan pendekata-pendekatan dalam sebuah
latihan.
3) Hasil-hasil (organizational), seberapa jauh perilaku para pegawai
berubah karena pelatihan.
4) Hasil-hasil. Apa ada kenaikan produktivitas atau penurunan yang
telah dicapai.
5) Efektivitas biaya, untuk mengetahui besarnya biaya yang
dihabiskan untuk program pelatihan dan apakah besarnya biaya
pelatihan sebanding dengan tujuan program pelatihan.
Adapun menurut T. Hani Handoko dalam bukunya yang berjudul
“Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia” (2000:199-120) secara
ringkas evaluasi pelatihan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Kriteria evaluasi
b. Tes pendahuluan (pre test)
c. Para pengawai dilatih atau dikembangkan
d. Test purna (post tets)
30
e. Transfer atau promosi
f. Tindak lanjut
Menurut Siswanto dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Tenaga
kerja Indonesia” (2003:220-221), evaluasi dalam kegiatan pendidikan dan
pelatihan memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh
peserta penndidikan dan pelatihan dalam periode belajar
mengajar tertentu.
2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan peserta kelompoknya.
3. Untuk mengetahui tingkat usaha yang telah dilakukan para
peserta dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan
4. Untuk mengetahui efisiensi metode pendidikan dan pendidikan
yang digunakan.
Keefektifan pelatihan akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya
manusia yang dihasilkan. Sehingga efektif tidaknya pelatihan dilihat dari dampak
pelatihan bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.
II. 4.2 Tujuan Pelatihan
Tujuan yang mencakup esessial dalam penyelanggaraan pengembangan
dan pelatihan yaitu mempunyai andil yang besar dalam menentukan efektivitas
dan efesiansi organisasi. Berbagai manfaat dapat rasakan antara lain adalah
meningkatkan kualitas dan produktivitas, menciptakan sikap, loyalitas, dan kerja
sama yang lebih menguntungkan, memenuhi kebutuhan perencanaan SDM, dll.
Sasaran pelatihan pada umumnya adalah meningkatkan kemampuan
dalam hal kemampuan keahlian/teknis (skill Competency) dan kemampuan
31
pengembangan diri (Softskill Competency). Kedua sasaran tersebut akan sangat
bermanfaat dalam meningkatkan kualitas kinerja, jika saja penelitian yang
diselenggarakan dapat sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Hal ini dapat
diindentifikasi jika pasca pelatihan terjadi perubahan-perubahan positif yang
dapat menunjang kinerja secara lebih baik. Disamping memberikan jaminan atas
kualitas kinerja terukur individu maupun organisasi melalui sertifikat pelatihan
yang diberikan. Hal ini tentulah menjadi sesuatu hal yang sangat dibutuhkan
oleh individu, untuk memberikan keyakinan akam kompetensi yang dimilikinya.
Keberhasilan pelatihan harus diukur dengan menggunakan tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pendidikan dan pelatihan
perumusannya dapat dilihat dari beberapa segi, ialah :
1) Pengembangan kualitas SDM
Dalam hal ini tujuan pelatihan bersumber dari kualitas manusia
seperti yang diharapkan antara lain terdiri dari aspek-aspek
sebagai berikut :
a) Peningkatan semangat kerja
b) Pembinaan budi pekerti
c) Peningkatan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa
d) Meningkatkan tarap hidup
e) Meningkatkan kecerdasan
f) Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan
g) Menciptakan lapangan kerja
h) Memeratakan pembangunan dan pendapatan
32
2) Tujuan Pendidikan
Tujuan penelitian juga dapat dirumuskan berdasarkan tujuan
pandidikan nasional, yang juga terkait dengan upaya
meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,
berdisiplin, beretos kerja, professional, bertanggung jawab dan
produktif serta sehat jasmani dan rohani. Unsur-unsur kualitas
tersebut perlu dimiliki oleh setiap tenaga kerja manusia Indonesia
seutuhnya.
3) Kelembagaan Pendidikan dan Pelatihan
Setiap lembaga pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan sendiri-
sendiri sesuai dengan fungsi dan tugas pokok lembaga tersebut
diklat. Jika bertujuan mempersiapkan tenaga yang berkualitas
yang mampu mendukung pelaksanaan program departemen dan
non departemen bersangkutan.
4) Jenis Pekerjaan dan Jenis Latihan
Berdasarkan jenis pekerjaan dapat ditentukan jenis latihan, dan
masing-masing memiliki tujuan tertentu. Setiap organisasi terdapat
berbagai jenis pekerjaan, seperti : pemimpin/pengelolah,
pengawas, pelaksana, penyuluh dan sebagainya. Misalnya pelatih
kepenyuluhan sudah tentu dititikberatkan pada upaya
pengembangan dilapangan.
II. 4. 3 Metode-Metode Pelatihan
.Metode pendidikan dan pelatihan merupakan suatu cara sistematis yang
dapat mengkondisikan penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan untuk
33
mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Siswanto,2003:214).
Metode pendidikan dan pelatihan merupakan pendekatan terhadap pelaksanaan
dan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan.
Metode latihan harus didasarkan kepada kebutuhan pekerjaan tergantung
pada berbagai faktor, yaitu: waktu, biaya, jumlah peserta, tingkat pendidikan
dasar peserta, latas belakang peserta, dan lain-lain. Menurut Andrew F.Sikula
yang dikutip oleh Drs H. Melayu S.P Hasibuan (2006:77) dalam bukunya
“Sumsber Daya Manusia” , metode latihan ada enam yaitu:
1. On the Job
Para peserta latihan langsung bekerja ditempat untuk belajar dan meniru
suatu pekerjaan dibawah bimbingan seorang pengawas. Metode latihan
dibedakan menjadi 2 cara :
1) Cara informal yaitu pelatih menyuruh peserta latihan untuk
memperhatikan orang lain yang sedang melakukan pekerjaan,
kemudian ia diperintahkan untuk mempraktekkannya.
2) Cara formal yaitu suvervisor menunjuk seorng karywan senior untuk
melakukan pekerjaan tersebut, selanjutnya pera pesert latihan
melakukan pekerjaan sesuai dengan cara-cara yang dilakukan
karyawan senior.
On the Job training dapat pula latihan dilakukan dengan menggunakan
bangan, gambar, pedoman, contoh sederhan, demonstrasi dan lain-lain.
Kebaikan cara On The Job Training ini ialah para peserta belajar langsung
kepada kenyataan pekerjaan dan peralatan. Adapun keburukannya adalah
pelaksanaan sering tidak teratur (tidak sistematis) dan kurang efektif jika
pengawas kurang berpengalaman.
34
2. Vestibule
Vestibule adlah metode latihan yang dilakukan dalam kelas atau bengkel
yang biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan industry untuk h
mereka mengerjakan memperkenalkan pekerjaaan kepada karyawan baru dan
melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut. Melalui percobaan dibuat suatu
duplikat dari bahan, alat-alat dan kondisi yang akan mereka temui dalam situasi
kerja yang sebenarnya.
3. Demonstration and Example
Demonstration and Example dalah metode latihan yang dilakukan dengan
cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara mengerjakan sesuatu
pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan yang didemonstrasikan.
Demonstrasi merupakan metode latihan yang sangat efektif karena
peserta melihat sendiri teknik mengerjakannya dan diberikan penjelasan-
penjelasan bahkan jika perlu boleh dicoba mempraktekkannnya.
Dalam banyak hal, dengan menunjukkan bagaiman seseorang harus
mengerjakan tugasnya adalah lebih mudah dari pada menceritakan atau
menyuruhnya mempelajari langkah-langkah pekerjaannya. Biasanya demonstrasi
diilengkapi dengan gambar, teks, diskusi, video dan lain-lain.
4. Simulasi
Simulasi merupakan situai keajaiban atau kejadian yang ditampilkan
semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tetapi hanya merupakan tiruan
saja. Simulasi merupakan suatu teknik untuk mencontoh semirip mungkin
terhadap konsep sebenarnya dari pekerjaan yang akan dijumpainya.
35
5. Apprenticeship
Metode ini adalah suatu cara untuk mengembangkan keahlian
pertukangan sehingga para karyawan yang bersangkutan dapat memprlajari
segala aspek dari pekerjaannya.
6. Classroom Methods
Metode penemuan dalam kelas meliputi lecture (pengajaran), conference
(rapat), programmed instruction, metode studi kasus, lore playing, metode diskusi
dan metode seminar.
II. 5. Konsep Kompetensi
Pelatihan bagi calon tenaga kerja dilakukan dengan tujuan untuk
mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten dan memiliki daya saing di dunia
kerja. Adapun menurut Hutapea yang mengutip pendapat McClellend (2008:26)
mendefinisikan kompetensi (competency) sebagai berikut :
karakteristik dasar yang diniliki seseorang yang berpengaruh terhadap, atau dapat memdefinisikan kinerja yang sangat baik. Dengan kata lain, kompetensi adah apa yang outstanding performers lakukan lebih sering. Pada lebih banyak situasi, dengan hasil yang lebih baik dari pada apayang dilakukan penilaian kebijakan Kompetesi adalah suatu kemampuan untuk melakasanakan atau
melakukan suatu pekerjaajn atau tugas yang dilandasi atas keterampilan,
pengetahuan serta didukung oleh sukap kerja yang dituntut oleh pekerjaan
tersebut. Kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk mengahasilkan
sesuatu pada tingkata memuaskan ditempat kerja, juga menunjukkan
karakteristispengetahuan dan keterampilan yang dimilikiatau dibutuhkan oleh
setiap individu yang memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggung
36
jawab mereka secara efektif dan meningkatkan standar kualitas professional
dalam pekerjaan. Hutapea dan Thoha (2008 : 28) mengutip pendapat Spenser
dan Spencer (1994) bahwa ada tiga komponen utama pembentuk kompetensi
yaitu pengetahuan yang dimiliki, keteranpilan dan perilaku individu (attitude),
dimana ketiga komponen itu dipengeruhi oleh konsep diri, sifat bawaan diri dan
motif.
Karakteristik masing-masing kompetensi dapat dijelaskan sebagai berikut :
II. 5.1 Pengetahuan (kwonledge)
Dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma mengenai sumber daya
yang mampu mengantar organisasi menjadi unggul. Organisasi yang unggul
tidak lagi harus semata-mata bertumpuh pada sumber daya financial, bangunan,
tanah, teknologi, posisis pasar, dan asset-aset yang bersifat tangible lainnya,
tetapi justru lebih bertumpuh pada pengetahuan.
Hutapea dan Thoha (2008 : 28) menyetakan bahwa:
Pengetahuan merupakan informasi yang dimiliki oleh seseorang dan merupakan komponen utama kompetensi yang paling mudah diindentifikasi. Seseorang yang mengetahui banyak hal belum tentu orang tersebut dapat melakukan apa yang dia ketahun.
Pengetahuan seorang karyawan turut menentukan berhasil tidaknya
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Seorang karyawan yang
berkerja pada suatu perusahaan/ organisasi, yang mempunyai pengetahuan
yang cukup akan meningkatkan efisiansi organisasi tersebut. Namun sebaliknya
pada pengawai yang belum mempunyai pengetahuan yang cukup, maka akan
berkerja tersendat-sendat. Pemborosan bahan, waktu dan tenaga serta faktor
produksi yang lainnya akan diperbuata oleh pengawai berpengetahuan kuarang.
37
Penborosan ini akan mempertinggi biaya dalam pencapaian tujuan organisasi
tersebut.
Pada saat berubah, pekerjaaan juga berubah. Dalam kondisi seperti ini
pengetahuan dari seorang pengawai atupun tenaga kerja hendaknya juga
disesuaikan. Teknologi cenderung memerlukan ornga-orang yang lebih
professional sesuai dengan bidangnya dalam mengoperasikan sisitem. Dengan
pengetahuan yang telah sesuai dengan perkembangan tekonoligi dan sesuai
dengan kualifikasi yang disyaratkan, maka seseorang pengewai dalam
mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya akan membutukan
waktu yang relative singkat, sehingga akan mengurangi pula waktu dalam
penyelesaian pekerjaannya.
Martopo (2004:187) menyatakan bahwa dalam meningkatkan kompetensi
individu sumber daya manusia, pengetahuan sangat berperan penting dalam
mempengaruhi tingkat kemampuan penerimaan inovasi, adopsi dan inisiatif
dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam suatu organisasi kerja.
Menandahkan bahwa pengetahuan yang sasuai dengan system pendidikan
nasional merupakan salah satu pertimbangan yang perlu mendapatkan perhatian
dalam melakukan suatu perekrutan individu sumber daya manusia yang
berkualiatas. Penigkatan kompetensi sumber daya manusia sangat ditentukan
oleh pengetahuan yang dimiliki, pengetahuan menjadi syarat mudlak untuk
diperhatikan, karena juga menjadi tolak ukur dalam peningkatan sumber daya
manusia.
Pengetahuan merupakan syarat mudlak dalam membangun bangsa.
Pengembangan sumber daya manusia yang berpengetahuan dalam menghadapi
persaingan global, dituntut adanya sumber daya manusia yang memiliki
38
kompetensi handal, sesuai dengan jenjang pendidikan yang diamati, wawasan
yang dimiliki sesuai dengan latar belakang pendidikan, percaya diri dalam
mesosialisasikan disiplin pendidikan yang ditekuninya sebagai suatu
implementasi peningkatan pengembangan sumber daya manusia karena itu
kompetensi sumber daya manusia yang berpengetahuan sangat ditentukan oleh
jenjang pendidikan yang diamati, latar belakang pendidikan dan disiplin ilmu
pendidikan yang ditekuni.
Menurut Spencer dan Spenser (dalam Sutoto 2004), cluster pengetahuan
meliputi kompetensi analytical thinking (AT), conteptual thinking (CT),
Technical/professional/Managerial axpertice (EXP).
a. Analytical Thinking (AT) adalah kemampuan memahami sutuasi dengan
merincikan menjadi bagian-bagian kecil, atau melihat implikasi sebuah
situasi secara rinci. Pada intinya, kompetensi ini memingkinkan
seseorang berfikir secara analitis atau sisitematis terhadap sesuatu yang
kompleks.
b. Conteptual Thinking (CT) adalah memahami sebuah situasi atau masalah
dengan menempatkan setiap bagian menjadi satu kesatuan untuk
mendapatkan gambar yang lebih kasar. Termasuk kemampuan
mengindentifikasi pola atau hubungan antar situasi yang tidak secara
jelas tekait, mengindentifikasika isu mendasar atau kunci dalam situasi
yang kompleks. CT bersifat kreatif, konseptional atau indukaitf.
c. Expertise (EXP) termasuk pengetahuan terkait pada pekerjaan (bisa
teknikal, professional atau manajerial) dan juga motifasi untuk
memperluas, memanfaatkan dan mengindentifikasikan pengetahuan
tersebut.
39
II. 5.2 Keterampilan (skill)
Hutapea dan Thoha (2008 : 28) menyatakan bahwa keterampilan
merupakan kemanpun seseorang untuk melakukan suatu aktifitas atau
pekerjaan. Keterampilan lebih sukar dimiliki disbanding pengetahuan. Namun
seseorang yang memiliki keterampilan dengan sendirinya sudah memiliki
pengetahuan atas pekerjaan yang mereka lakukan.
Kebutuhan modernisasi akan ketrampilan merupakan keharusan bagi
tenaga kerja terdidik. Dengan tingkat keterampilan tinggi telah memperbesar
tuntutan adanya pengawai multifungsional. Pengawai multifungsional adalah
orang-orang yang terlatih dalam dua atau lebih bidang keahlian atau disiplin ilmu,
sehingga diharapkan mereka mampu melaksanakan berbagai pekerjaaan yang
diperlukan oleh system kerja modern. Pekerjaaan yang sangat berangam
dipandang oleh pengawai lebih menantang kerena memcakup beberapa jenis
keterampilan. Pekerjaan seperti ini juga menghilangkan kemonotonan yang
timbul dari setiap aktivitas yang berulang. Apabila pekerjaan itu bersifat fisik,
diperlukan kekuatan otot, kesehatan badan dan sebagainya. Keragaman
menimbulkan perasaan kompeten yang lebih besar dari para pengawai, kerena
mereka dapat melakukan jenis pekerjaan yang berlainnan dengan cara berbeda.
Menurut Pradiansyah (1999:59) menyatakan bahwa keterampilan adalah
suatu kemampuan yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas
pokoknya sesuai dengan bidang kerja yang ditekuni. Keterampilan seorang
didasari oleh bakat, minat, kebiasaan dan kepentingan yang ingin dicapai. Hal ini
membentuk keterampilan seseorang yang handal dalam pengembangan aktivitas
kerja, cakap dalam keterampilan yang dimiliki dan ahli pada bidang yang
ditekuni.
40
Keterampilan atau keahlian adalah suatu aktivitas kerja yang dilakukan
secara mudah karena diketahui dan dikuasai menurut tingkat kehandalan,
kecakapan, dan keahlian dalam menyelesaikan aktivitas tersebut, sehingga
individu sumber daya manusia mampu menerapakannya dalam bekerja.
Pengewai yang mempunyai kemampuan kerja yang baik, maka akan
mempercepat pencapaian tujuan organisasi, sebaliknya pengawai yang tidak
terampil akan memperlambat pencapaian tujuan organisasi.
Adapun menurut Adnan (1999:30) menyatakan bahwa yang dmaksud
dengan keterampilan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu
sumber daya manusia ditunjukkana dalam bentuk penguasaan keterampilan
yang dimilikinya. Adpun unsure-unsur yang memperkuat keterampilan untuk
dikuasai atau dimiliki oleh seseorang, itu dikarenakan:
1). Handal dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas sesuai dengan
dinamika kerja.
2). Cakap dalam menyelesaikan aktivitas kerja berdasarkan prosedur yang
diembankan.
3). Ahli dalam bidang penguasaan dan penyajian berdasarkan kriteria
kemajuan tugas kerja.
Ketiga uraian diatas sangat diperlukan oleh individu sumber daya
manusia dalam mengembangan keterampilan yang dimilikinya. Keterampilan
sangat diperlukan dalam menunjukkan keberhasilan dari seseorang untuk
dikatakan berkualitas dan terampil.
Menurut Spencer dan Spencer (dalam Sutoto 2004), cluster keterampilan
meliputi kompetensi concern for order (CO), initiative (INT), impact and influence
(IMP) dan informational seeking (INFO).
41
a. Concern for Order (CO) merupakan dorongan dalan diri seseorang untuk
mengurangi ketidakpastian dilingkungan sekitarnya, khususnya berkaitan
dengan pengaturan kerja, instruksi, informasi dan data.
b. Initiative (INT) merupakan dorongan bertindak untuk melebihi yang
dibutuhkan atau dituntutdari pekerjaan, melakukan sesuatu tampah
menunggu perintah lebih dulu. Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki
dan meningkatkan hasil pekerjaan atau menghindari timbulnya masalah
atai menciptakan peluang baru.
c. Impact and Influence (IMP) merupakan tindakan membujuk,
menyekinkan, mempengaruhi atau mengesankan sehingga orang lain
mau mendukung agendanya.
d. Informational Seeking (INFO) merupakan besarnya usaha tambahan
yang dikeluarkan untuk mengumpulkan informasi lebih banyak.
II. 5.3 Sikap (attitude)
.Hutapea dan Thoha (2008 : 30) menyatakan bahwa konsep diri (self-
concerpt) merupakan sikap atau nilai individu. Nilai individu mempunyai sifat
relative yang dapat memprediksi apa yang akan dilakukan oleh seseorang dalam
waktu singkat. Konsep diri dipengeruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki oleh
seseorang yang diperolahnya sejak kecil sampai saat tertentu. Konsep diri
menunjukan bagaimana seseornag melihat dirinya sendiri atau sesuatu. Konsep
ini memperngaruhi etika, cara pandang atau pengetian seseorang tentang
sesuatu.
Konsep diri dan niali-nilai merujuk pada sikap. Sikap (attitude) adalah
kesiapan mental, yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman dan
42
mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain,
objel dan situasi yang berhubungan dengannya. Berdasarkan pengertian
tersebut, maka jelas sikap adalah pernyataan evaluative baik menguntungkan
maupun tidak. Hal ini menyangkut objek, orang banyak, orang atau peristiwa
dimana sikap mencerminkan bagaimana merasakan mengenai sesuatu.
Sikap adalah bagian hakiki dari kepribadian seseorang namun
sejumlahteori mencoba memperhitungkan pembentukan dan perubahan sikap.
Salah satu teori yang menyatakan bahwa orang mencari kesesuaian antara
keyakinan bahwa orang “mencari kesesuaian antara keyakinannya dengan
perasaanya terhadap objek” dan mengemukakan bahwa perubahan sikap
tergantung pada perubahan perasaan atau keyakinan. Selanjutnya teori itu
mengasumsikan bahwa orang mempunyai sikap berstruktur yang tersusun dari
berbagai komponen efektif dan kognitif.
Rivai (2004:247), mengemukakan bahwa perilaku pada dasarnya
beorientasipada tujuan (goal-oriented) dan pada umumnya dimotivasi oleh
keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Sikap dan perilaku, yang dapat terlihat
berdasakan:
1) Kesopanan, yaitu penilaian difokuskan pada sikap keseharian
masing-masing (tingkah laku, cara bicara, kerapian) dan sikap
yang tidak ditunjukkan pada atasan, rekan kerja, bawahan atau
customer.
2) Komunikasi, yaitu penilaian difokuskan pada kemampuan
berkomunikasi dan berhubungan interpersonal kepada atasan,
rekan kerja, bawahan atau costumer. Disamping itu menunjukkan
sikap dan terbuka terhadap problem atau kendala dalm bekerja.
43
3) Respon, yaitu penilaian difokuskan pada sikap yang difokuskan
pada sikap yang ditunjukkan terhadap permasalahan dan mau
menerima saran/kritik/masukan dari orang lain.
Dari pendapat diatas mengenai sikap dan perilaku sangat terkait dengan baik
atau buruknya tugas yang dilaksanakan pegawai, tanpa sikap dan perilaku yang
baik dari individu tidak dapat menghasilkan suatu hasil pekerjaan yang efektif
dan efisien.
Disamping pengetahuan dan keterampilan, hal yang perlu diperhatikan
oleh seorang pengawai maupun tenaga kerja adalah sikap atau perilaku kerja.
Apabilah seorang pengawai mempunyai sifat yang mendukung jtercapainya
tujuan organisasi, maka secara otomatis segala tugas yang dibebankan
kepadanya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Menurut Spenser dan Spencer (dalam Sutoto 2004), cluster ini memcakup
developing other (DEV), directiveness assertiveness and use of positional power
(DIR), teamwork an cooperation (TW), team leadership (TL), interpersonal
understanding (IU), dan customer service orientation (CSO).
a. Developing other (DEV) adalah versi khusus dari impact and influence,
berupa kemauan untuk mengembangkan orang lain. Esensidari
kompetensi ini terletak pada kemauan serius untuk mengembangkan
orang lain dan dampak dari pada sebuah peran formal. Bisa dengan
mengirim orang keprogram training secara rutin untuk memenuhi
kebutuhan pekerjaan dan perusahaan. Caralain adalh bekerja untuk
mengembangkan para kolega, klien bahkan atasan.
b. directiveness assertiveness and use of positional power (DIR)
mencerminkan kemauan untuk membuat orang lain selaras dengan
44
keinginannya. Disini sang pemimpin menceritakan apa yang harus
dilakukan.
c. Teamwork and cooperation (TW) berarti kemauan sunggu-sunggu untuk
bekerja secara kooperatif dengan pihak lain, menjadi bagian sebuah tim,
dan bekerja sam sehinggan menjadi lebih kooperatif.
d. Team leadership (TL) adalah kemampuan untuk berperan sebagai
pemimpin tim atau kelompok lain. Jadi berkaitan untuk berperan sebagai
pemimpin tim atau kelompok lain. Jadi terkaitan dengan keinginan untuk
memimpin orang lain. TL Lazimnya terlihat dalam kondisi otoritas formal.
e. Interpersonal understanding (IU) merupakan kemampuan untuk
memahami dan mendenagrakan hal-hal yang tidak diungkapkan dengan
perkataan, bisa berupa pemahaman atau perasaan, keinginan atau
pemikiran lain.
f. Customer service orientation (CSO) merupakan keinginan untuk
menolong atau melayani pelanggan atau orang lain. Pelanggan adalah
pelanggan actual atau pelanggan akhir dari organisasi yang sama.
Sikap adalah suatu bentuk aktifitas akal dan fikiran yang tertujukan pada
obyek tertentu dan menghasilkan suatu pilihan atau ketetapan hati terhadap
objek tersebut (Moenir, 2001 ; 142). Sikap mencerminkan bagaiman seseorang
merasakan sesuatu seperti senang, tidak senang, menerima, menolak, ragu-
ragu, masa bodoh, curiga dan sebagainya. Lebih lanjut Robbins (1996 : 197)
menyatakan bahwah “sikap merupakan gabungan komponen yang meputi afeksi
(emosi dan perasaan), kognisi (persepsi dan pendapat) serta kecenderungan
seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu”. Sedangkan Gibson dalam
Sedamayanti (1996 : 144) menyatakan bahwa “sifat adalah perasaan positif atau
45
negative atau keadaan mental yang selalu dipersiapkan, dipelajari dan diatur
melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon
seseorang”..
Palan (2007 : 6) mengemukakan pendapat Spencer-Spencer bahwa
kompetensi menunjuk pada karakteristik yang memdasari perilaku yang
menggambarkan motif, karakteritik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai,
pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berprestasi kerja
unggul (superior performance) ditempat kerja.
Selain itu terdapat pula lima karakteristik yang membentuk kompetensi
yakni :
1. Pengetahuan , merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran
2. Keterampilan, merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan
suatu kegiatan
3. Konsep diri dan nilai-nilai, merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri
seseorang, seperti kepercayaan seseorang bahwa dia bisa berhasil
daln suatu situasi
4. Karakteristik pribadi, merujuk pada karakteristik fisik kompetensi
tanggan terhadap situasi atau informasi, seperti pengembangan diri
dan kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan
5. Motif, merujuk pada emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau ,
dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan.
Dari uraian diatas maka pelatihan diharapkan mampu meningkatkan skill
serta pengetahuan dan kemampuan, serta siakap/perilaku akan tetapi hal
tersebut kadang-kadang mengalami kegagalan. Kegagalan dapat disebabkan
46
oleh Human error, seperti palatih/penatar, metode yang digunakan, keterbatasan
fasilitas utama, maupun situasi
II. 6. Program Pelatihan Reguler pada Kantor UPTP Balai Latihan Kerja
Industri Makassar
Salah satu program pelatihan yang terdapat pada UPTP Balai Latihan
Kerja Industri adalah program pelatihan reguler. Program pelatihan reguler ini
adalah program pelatihan yang diselenggarakan dengan pembiayaan dari
pemerintah. Adapun sumber pembiayaannya itu berasal Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) / Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA). Program
APBN (regular) ini ditujukan untuk para pencari kerja khususnya masyarakat
yang kurang mampu dan juga untuk yang telah putus sekolah . pelatihan ini
dilaksanakan didalam atau diluar BLKI sesuai dengan program dan kurikulum
pelatihan (waktu pelatihan disesuaikan dengan dana APBN/DIPA). Oleh sebab
itu bagi peserta pelatihan reguler tidaklah dikenakan biaya apapun atau dengan
kata lain program pelatihan reguler ini GRATIS.
Penyelenggaraan program pelatihan reguler ini bertujuan untuk calon
tenaga kerja (SDM) siap pakai, khususnya yang berasal dari keluarga
berekonomi lemah dan yang telah putus sekolah. pelatihan ini dilaksanakan
didalam atau diluar BLKI sesuai dengan program dan kurikulum pelatihan,
dimana waktu pelatihan disesuaikan dengan dana APBN/DIPA.
Program pelatihan reguler ini bertujuan, sesuai dengan visi dari Balai
Latihan kerja Industri Makassar yaitu untuk mewujudkan tenaga kerja yang
berkompetensi di bidangnya dan berdaya saing. Dimana komponen penbentuk
47
dari kompetensi adalah: pengetahuan, keterampilan dan perilaku/sikap yang
dimiliki seseorang.
II. 7. Evaluasi Program Pelatihan Reguler
Berdasarkan pengertian evaluasi dan penjelasan tentang Program
Pelatihan Reguler yang telah dikemukakan diatas, maka dalam penbahasan ini
yang dimaksud dengan evaluasi penyelenggaraan program pelatihan reguler
adalah: kegiatan yang merupakan suatu proses pengukuran yang bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana hasil-hasil kerja yang nyatanya telah dicapai,
dalam hal ini program pelatihan reguler. Namun karena kerterbatasan yang
dimiliki oleh peneliti maka evaluasi hasil dilakukan hanya pada kejurunan
teknologi mekanik sub kejuruan Las listrik. Dengan demikian evaluasi yang
dimaksudkan adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil dari penyelenggaraan
program pelatihan reguler kejuruan teknologi mekanik subkejuruan Las listrik.
Evaluasi penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler, dititik beratkan
pada hasil yang ditimbulkan atau apa yang telah dihasilkan dari penyelenggaraan
program pelatihan reguler. Dengan demikian maka dapat pula diukur sejauh
mana tingkat keberhasilan penyelenggaraan program pelatihan reguler melalui
evaluasi terhadap hasil atau dampak dari program pelatihan reguler. Hal ini
bertitik tolak dari pandangan Patton dan Langbein, yang mengemukakan bahwah
evalusi suatu program dapat berkaitan dengan segi pelaksanaan maupun segi
hasil dari program tersebut.
48
II. 8. Kerangkah Konseptual
Evaluasi merupakan tahap untuk mengukur dan memberikan nilai secara
objektif terhadap tingkat keberhasilan suatu program yang telah dilaksanakan.
Dengan bertitik tolak pada pandangan patton dan Irwin Langbein, dapat
disimpulkan bahwa evaluasi suatu program berkaitan dengan segi proses
pelaksanaan program maupun dengan segi dari hasil program tersebut.
Penyelenggaraan program pelatihan reguler , memerlukan tahap evaluasi
yang merupakan tahap penilaian terhadap program yang telah deselanggarakan.
Apakah hasil yang telah dicapai sesuai dengan sasaran yang diinginkan atau
tidak? Apakah manfaat yang diperoleh dari adanya program tersebut? Hal ini
sesuai dengan definisi Irwin Langbein mengenai keberhasilan program dengan
melihat pelaksanan program pelatihan dan hasil dari pelaksanaan program
pelatihan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, kerangkah konseptual yang akan menjadi
acuan dalam penelitian ini adalah:
49
Gambar. 1 (Kerangkah Konseptual)
Evaluasi Hasil
Hasil penyelenggaraan program
pelatihan reguler di BLKI Makassar
periode 2010
Tujuan program pelatihan reguler
yaitu mewujudkan tenaga kerja yang
berkompeten, meliputi unsur :
1. Pengetahuan (knowledge)
2. Keterampilan (skill)
3. Sikap/perilaku kerja (attitude)
50
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Ini berbarti untuk mendapatkan data yang
valid dalam penelitian haruslah berlandaskan keilmuan yaitu rasional, empiris
dan sistematis. Untuk memperoleh semuanya itu maka dalam bab ini akan
dijabarkan metode yang digunakan untuk memperoleh data penelitian yang valid.
III. 1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dimana
penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yaitu metode penelitian yang dalam
prosedur penelitiannya menggunakan data hasil wawancara yang mendalam
sesuai tingkat kemampuan peneliti di dalam melakukan pengungkapan dan
pembahasan tetang berbagai fenomena atau hubungan yang berkaitan dengan
persepsi dari orang-oarang atau narasumber yang telah telibat dalam
penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler pada Kantor Balai Latihan Kerja
Industri Makassar.
Pendekatan penelitian kualitatif menurut Bogelan dan Taylor, metode
kualitataf adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sejalan
dengan itu, Krik dan Miller mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung
pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.
51
III. 2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Balai Latihan Kerja Industri (BLKI)
Makassar. Lokasi penelitian ini dipilih karena pada Kantor tersebut berfungsi
untuk menyelenggarakan bergabagai macam program pelatihan, dimana salah
satu program pelatihan yang tersedia adalah program pelatihan reguler.
III. 3. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah program, yaitu: penyelenggaraan
program pelatihan reguler periode 2010. Penentuan unit analisis ini didasarkan
karena yang menjadi focus penelitian ini adalah persepsi dari orang-orang yang
telah mengikuti pelatihan tentang hasil atau dampak dari penyelenggaraan
program pelatihan reguler program pelatihan reguler pada Balai Latihan Kerja
Industri Makassar periode 2010.
III. 4. Informan Penelitian
Informan adalah orang-orang yang berpotensi untuk memberikan
informasi tentang penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler di BLKI
Makassar periode 2010, yang meliputi :
1. Kepala Seksi Penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler
2. Kepalah Seksi Program dan Evaluasi
3. Peserta yang telah mengikuti program pelatihan reguler
4. Orang-orang dalam lingkungan kerja para alunmi yang dinilai
berkompeten dalam memberikan informasi tentang lulusan BLKI
Makassar yang bekerja dalam perusahaa tersebut.
52
III. 5. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada sumber data
yaitu dari informan yang bersangkutan dengan cara wawancara pada informan
untuk mendapatkan jawaban yang berkaitan dengan panyelenggaraan program
Pelatihan Reguler yang dilihat dari persepsi narasumber atau informat yang
dianggap sangat berkompeten dalam memberikan informasi yang relevan dan
sebenarnya dilapangan.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang berasal dari buku-buku, literature-literatur,
dokumen-dokumen, laporan-laporan maupun arsip-arsip resmi yang dpat
mendukung kelengkapan data primer yang berkaitan dengan evaluasi
penyelenggaraan program pelatihan reguler dan persepsi informat yang
dianggap sangat berkompeten dalam memberikan informasi yang relevan dan
sebenarnya dilapangan.
III. 6. Fokus Penelitian
Focus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data. Untuk
memepermudah dan memperjelas pemahaman terhadap konsep-konsep
penting yang digunakan dalam penelitian, maka focus penelitian sebagai
berikut:
1. Pengertian evaluasi
Evaluasi mempunyai arti penilaian, yakni penilaian atai penentuan
manfaat dari pada sebuah kegiatan. Maka evaluasi merupakan suatu usaha
53
untuk mengukur dan menberikan nilai secara objektif pencapaian hasil-hasil dari
suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya.
Evaluasi pada suatu program pelatihan bertujuan untuk menilai
keberhasilan suatu program pelatihan melalui dampak yang telah
ditimbulkannya, maka hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah
bagaimana kita memperhatikan aspek evaluasi dari training itu sendiri. Dengan
adanya evaluasi pelatihan, membuat kita menjadi lebih sadar terhadap
bagaimana impact terhadap peserta pelatihan (learner) sebelum pelatihan dan
sesudah pelatihan.
2. Tujuan dari penyelenggaraan program pelatihan reguler.
Penyelenggraan program pelatihan reguler diharapkan dapat mencapai
tujuan dan sasaran sesuai dengan target, yakni outcome yang merupakan
akibat-akibat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dari
penyelenggaraan program pelatihan tersebut. Dalam hal ini yang dimaksud
adalah menghasilkan tenaga kerja yang berkompeten, meliputi unsur-unsur
pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku kerja. Tercapai atau tidaknya
tujuan dari program pelatihan reguler ini dapat dilihat dari lulusan BLKI Makassar
(outcome).
3. hasil penyelenggaraan program pelatihan reguler.
Keberhasilan penyelenggaraan program pelatihan reguler dapat dilihat
dari hasil yang ditimbulkannya, Dimana suatu pelatihan dikatakan berhasil atau
efektif bila para peserta dapat menerima dan mengalami peningkatan
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), maupun perilaku (attitude) yang
tepat dan diberikan oleh instruktur yang tepat pula, sehingga tercapailah tujuan
54
program pelatihan reguler yakni mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten
dan berdaya saing.
Oleh sebab itu penilaian terhadap tingkat keberhasilan suatu program
pelatihan dapat dilihat dari hasil yang ditimbulkan setelah pelatihan tersebut telah
terselesaikan. Hal ini sesuai dengan hal yang dikemukakan Irwin Langbein
mengenai keberhasilan suatu program, dapat dilihat dari proses pelaksanaan
program maupun hasil dari pelaksanaan program tersebut.
III.7 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari orang-orang
yang berkompeten dalam menberikan informasi baik dari kantor UPTP BLKI
Makassar maupun dari perusahaan tempat para lulusan BLKI Makassar bekerja
serta para lulusan BLKI Makassar itu sendiri. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari UPTP BLKI Makassar dan data-data pendunkung lainnya yang
didapatkan melalui bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan
penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini.
Untuk mengumpulkan data primer dn data sekunder peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:
1. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara adalah panduan dalam melakukan wawancara dengan
informan penalitian yang berkaitan dengan evaluasi yaitu terhadap
penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler pada Balai Latihan Kerja Industri
Makassar. Menurut Miles dan Huberman, wawancara (interview) adalah kegiatan
yang dilakukan pada saat konteks yang dianggap tepat guna dalam
55
mendapatkan data yang mempunyai kedalaman dan dapat dilakukan berkali-kali
secara frekuentatif sesuai dengan keperluan peneliti tentang kejelasan masalah
penelitian yang difokuskannya.
2. Observasi
Observasi yaitu suatu pedoman yang digunakan untuk melakukan pengamatan
secara langsung pada obyek yang diteliti. Selanjutnya penilis memehami dan
menganalisis berbagai gejala yang berkaitan dengan obyek penelitian melalui
berbagai situasi dan kondisi nyata yang terjadi baik secara formal mupun non
formal.
3. Telaah Dokumen
Pengumpulan data dan telaah pustaka, diman dokumen-dokumen yang dianggap
menunjang dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa
buku-buku, literature, laporan kegiatan, jurnal, modul, majalah dan sumber terkait
penelitian, dikaji dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh data
guna memberikan informasi berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan.
III. 8. Teknik Analisis Data
Prosedur pengelolahan data dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan
klsifikasi jenis dan sumber data yaitu data primer dan data sekunder yang
diuraikan sebagai berikut:
a. Pengelolahan Data Primer
Pengelolaan data primer dilakukan dengan data-data yang bersumber dari hasil
wawancara (catatan hasil interview) yang telah ditranskip dan juga observasi
langsung kelapangan, selanjutnya dilakukan pengkodean untuk
56
mengidentifikasi tema atau klasifikasi yang nantinya akan mengarahkan
penelitian pada temuan atau bahkan pengumpulan data tambahan, serta data-
data pendukung lainnya.
b. Pengolahan Data Sekunder
Pengolahan data sekunder melalui analisis teoritis atau perpustakaan yang
bersumber dari buku-buku, laporan-laporan, jurnal atau tulisan ilmiah dan hasil
observasi di lapangan serta dokumen laninya yang berhubungan dengan obyek
penelitian.
Selanjutnya dilakukan proses pengolahan melalui 3 tahapan yaitu :
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Yang dimaksud dengan
reduksi data adalah : suatu proses untuk menajamkan, mengolongkan,
mengarahkan, menyederhanakan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikannya. Sedangkan penyajian data adalah proses penyusunan
dan penyajian informasi yang diperoleh dari sumber-sumber informai, tahap
selanjutnya menarik kesimpulan atas hasil penelitian yang telah diperoleh.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yang bersifat deskriptif dan metode
yang digunakan adalah kualitatif maka menyajikan data primer secara naratif
yang didukung oleh data sekunder.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
deskriptif yaitu menganilisis data dengan memdeskripsikan dan mengambarkan
data yang telah terkumpul.
57
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
IV. 1. Sejarah Singkat Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar
Balai Latihan Kerja Industri Makassar berlikasi di Jalan Taman Makam
Pahlawan no. 4 Makassar, Kecamatan Panakkukang, 6.5 km dari pusat kota
dan 20 km dari Bandara sultan Hasanuddin.
Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar pada awal berdirinya disebur
pusat Latihan kejuruan Industri (PLKI). PLKI didirikan atas kerja sama
Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintahan Jepang yang masing-
masing diwakili oleh Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi
Repoblik Indonesia Japan Internasional Woperation Agency (JICA) pada Tahun
1973.
Pada tanggal 16 Oktober 1972 awal catatan sejarah perjalanan ini
dilakukan survey misi Pemerintahan Jepang untuk mempelajari rincian rencana
bantuan teknik oleh Oversesas Technical Woperation Agency (OCTA). Survey
kedua pada tanggal 28 Mey 1973 Perintahan Jepang Langsung dilapangan
untuk penbuatan rencana dasar proyek OCTA yang diketahui Mr. Hojime
Hosomi.
Pada tanggal 12 juni 1973 penandatangan perjajian kerja sama proyek
penbangunan PLKI Ujung Pandang antara Pemerintah RI dengan Pemeritah
Jepang yang masing-masing diwakili oleh Ir. Drs. Dadang D. Joedonegoro
direktur pengembangan latihan dan manajemen dengan Mr. Hajime Hosomi.
58
Peletakan batu pertama batu pembangunan proyek PLKI Ujung Pandang
pada tanggal 12 januari 1974 oleh Drs, H. Andi Maula Nyompa Kepala Kantor
Daerah Tenaga Kerja Sulawesi Selatan dan Tenggara. Pada tanggal 22 Maret
1974, Team Leader And Laision Office (JICA) mulai bertugas di proyek ini dan
disusul EXPECT JICA. Selanjutnya tanggal 01 November 1975 di selenggarakan
latihan yang pertama kalinya. Pada saat itu kepala PLKI yang pertama adalah
Bapak Ali Sakti Harahap.
Pada tanggal 30 Maret 1977, diresmikan PLKI ujung pandang oleh
presiden RI Bapak Soeharto. Perubahan nama Pusat Latihan Kejuruan Industri
(PLKI) pada tanggal 01 November 1978 menjadi Balai Latihan Kerja Industri
(BLKI).
Akhir masa tugas EXPERT JICA tanggal 02 Oktober 1979 dan sekaligus
penyerahan bantuan peratan/mesin kepada BLKI Ujung Pandang. Pelatihan dan
serah terima jabatan kepala BLKI tanggal 01 Juli 1981 dari Bapak Ali Sakti
Harahap (1975-1981) kepada Bapak BPIT serta serah terima proyek
pembangunan PLKI dari Direktur Bina Lianru kepada Kepala Pusat Bina Kerja.
Kunjungan Menteri Tenaga Kerja Bapak Sudomo pada tanggal 05 September
1983 setelah nama Balai Latihan Kerja Industri (BLKI).
Beberapa kali terjadi penggantian kepala BLKI Ujung Pandang yaitu
tanggal 13 April 1984, pelatikan dan serah terima jabatan kepala BLKI Ujung
Pandang dari Bapak Soedarsono BPA (1981-1984) kepada Bapak Baidowi.
Balai Latihan Kerja Industri Makassar menjadi salah satu Unit Pelaksana
Teknis Pusat (UPTP) berdasarkan SK Menakertrans No. Per.06/MEN/III/2006
tanggal 15 Mret 2006, secara operasional administrative bertanggung jawab
59
langsung kepada Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas dan secara
operasional teknis dibawah Direktorat dan Tenaga Kerja Pelatihan (INTALA).
Tanggal 14 Januari 1987, serah terima jabatan kepala BLK Ujung Pandang dari
Bapak Baidowi (1984-1986) Kepada Bapak Letnan Kolenel Marinir Soetriano
(1986-1990). Setelah itu berturut-turut terjadi pergantian Kepala Balai kepada
Bapak Ir. Hasan Mukhlis (1990-1994). Drs. Ipin Supendi (1994-1996). Pada era
pergantian nama dari BLK Ujung Pandang menjadi BLKI Makassar, yang
menjadi kepala bali adalah Drs. Darsinom, Bsc (1996-1999), Drs. H. A. Munir H
D, MM (1999-2002), dan Ir. Supiyan, M.Si (2002-2004), Ir. Syahruddim Rauf. MM
(2000-2007), Drs. Lahiya, MM (2007), Drs. Eko Widayanto,MM (2008-Sekarang).
IV. 2. Visi dan Misi
Visi Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar adalah : “ Terwujudnya tenaga
kerja kompeten yang berdaya saing melalui pelatihan berbasis kompetensi dan
sertifikasi”
Misi Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar adalah :
1. Menyelenggarakan dan mengembakan program pelatihan sesuai
keputusan pasar kerja.
2. Penguatan institute bidang pelatihan dan pengembangan tempat uji
kompetensi
3. Menyelenggarakan dan mengembangkan system, metode pelatihan dan
sertifikasi kompetensi.
4. Membengun jejaring dan stakehorder bidang ketenagakerjaan
60
Dalam mengantisipasi Globalisasi BLKI Makassar melaksanakan program
pelatihan dengan priorita utama adalah menyiapkan tenaga kerja professional
yang kompeten mengacu kepada kebutuhan pasar kerja, melaksanakan sertifikat
kompetensi tenaga kerja disektor industry dan melaksanakan pelatihan bagi
instrukutr dan tenaga pelatihan.
IV. 3. Motto
Motto Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar adalah : “ Bersatu kita maju”
IV. 4. Progam Pelatihan Di BLKI Makassar
Pada kantor Balai Latihan Kerja Industri Makassar terdapat beberapa program
pelatihan diantaranya :
a. Program Pelatihan Reguler
Program pelatihan ini ditujukan untuk pencari kerja dan putus sekolah yang
dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara/ Daftar Isian Pengguna
Anggaran. Pelatihan yang dilaksanakan didalam atau diluar BLKI sesuai dengan
program dan kurikulum pelatihan (waktu pelatihan disesuaikan dengan dan
APBN/DIPA.
b. Program pelatihan SWADANA
Program pelatihan yang diadakan melalui kerja sama individu (klasikal)
dan perorangan/privat serta kelompok (pihak ke-3 perusahaan/instansi/lembaga
swadaya masyarakat). Dalam pelatihan ini siswa membayar kepada bendahara
penerima. Adapun jam pelatihan (JP) disesuaikan dengan permintaan peserta
pelatihan (160JP, 240JP, 320 JP, dan 480JP) @45 menit.
61
c. Program Up Grading Instruktur
Program pelatihan ini untuk meningkatkan pengetahuan dan keteranpilan
instruktur dari BLK, KLK, atau LPK swasta se Sulawesi dan Indonesia Timur.
Pelatihan ini dilaksanakan 240JP.
d. Tempat Uji Kompetensi
Ditujukan untuk peserta lulusan pelatihan dan perusahaan/industry baik
perorangan maupun kolektif untuk mendapatkan sertifikat profesi atelah
membuke uji kompetensi (UJK), antara lain : kejuruan otomotif, listrik
(refrigenerasi), teknologi mekanik dan garmen.
IV. 5. Kejuruan- kejuruan Di BLKI Makassar
Pelatihan yang diselenggarakan oleh BLKI Makassar meliputi kejuruan, antara
lain:
a. Automotif, meliputi sub kejuruan : motor mesin, ketok dico, motor
diesel, motor temple.
b. Mesin perkakas, melaputi sub kejuruan : kerja mesin bubut, kerja
mesin frais dan skrap, kerja CNC dan Cadcam.
c. Teknologi mekanik meliputi sub kejuruan : las listrik, mesin CNC, sheet
metal dab fifa fitter.
d. Listrik, meliputi sub kejuruan : instalasi penerbangan, intalasi
daya/tenaga, teknik pendingin, PLC (Programme Logic Controle).
e. Elekrinika, meliputi sub kejuruan : radio tepe amplifier, alat komunikasi,
mikrokomputer, televise, peralatan audio.
62
f. Bangunan, meliputi sub kejuruan : bengunan kayu, meubelair
(perabotan), juru gambar, bangunan batu, konstruksi beton, juru ukur
tanah.
g. Tata niaga, meliputi sub kejuruan : sekretaris, computer, perhotelan,
pembukuan/administrasi, bahasa inggris, mengetik, bahasa jepang,
bahasa korea.
h. Aneka kejuruan, meliputi sub kejuruan : menjahit, tat arias, membordir
i. Pertanian, meliputi sub kejuruan : holtikultura dan pertamanan.
IV. 5.1 Sub Kejuruan Las Listrik
Salah satu sub kejuruan yang termasuk dalam kejuruan Teknologi
Mekanik adalah sub kejuruan Las Listrik. Adapun tujuan pelatihan pada sub
kejuruan Las Listrik, yaitu diharapkan setelah mengikuti pelatihan ini peserta
mampu :
a. Menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta
perlindungan lingkungan
b. Dapat membaca, memahami, menyiapkan dan menggunakan
dokumen teknik
c. Mengoperasikan peralatan, mesin untuk proses fabrikasi dalam
rangka pembuatan produk/komponen fabrikasi sesuai dengan
spesifikasi
Adapun unit kompetensi yang meliputi unsur pengetahuan, keterampilan
dan sikap kerja, yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pelatihan Las Liatrik ini
adalah:
63
a. Mengidentifikasi prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja
(JIP.SM01.002.01)
b. Mengukur dengan alat ukur mekanik dasar (JIP.SM02.001.01)
c. Menggunakan peralatan tangan dan mesin-mesin ringan
(JIP.SM02.003.01)
d. Membaca gambar teknik dan simbol las. (JIP.SM02.007.01)
e. Melaksanakan pemotongan dengan gas. (JIP.SM02.005.01)
f. Melaksanakan rutinitas (dasar) pengelasan dengan proses las
busur manual (JIP.SM02.008.01)
g. Mengelas pelat posisi dibawah tangan / flat dengan proses las
busur manual (JIP.SM02.009.01)
h. Mengelas pelat posisi mendatar atau horizontal dengan proses las
busur manual (JIP.SM02.010.01)
i. Mengelas pelat posisi tegak/ vertical dengan proses las busur
manual (JIP.SM02.011.01)
j. Mengelas pelat posisi di atas kepala/ overhead dengan proses las
akan busur manual (JIP.SM02.012.01)
k. Mengelas pipa posisi sumbu mendatar dapat diputar dengan
proses las busur manual (JIP.SM02.013.01)
l. Mengelas pipa posisi sumbu tegak dapat diputar dengan proses
las busur manual (JIP.SM02.014.01)
Peserta pada sub kejuruan las listrik yang akan mengikuti pelatihan
hendaknya sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Adapu syarat-
syarat yang harus dipenuhi oleh setian paserta pelatihan las listrik adalah
sebagai berikut:
64
a. Pendidikan : Minimal SMP sederajat
b. Umur/Usia : Minimal 17 Tahun.
c. Kesehatan : Sehat jasmani rohani
d. Jenis kelamin : Laki-laki/wanita
e. Test Kemampuan : Lulus seleksi
IV. 6. Tugas Pokok dan Fungsi BLKI Makassar
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
NOMOR : PER.02/MEN-SJ/VIII/2008 tentang tugas pokok, fungsi dan uraian
tugas Balai Latihan Kerja Industri Makassar sebagai unit pelaksana teknis di
Lingkungan Direktorat Jenderal Penbinaan Palatihan dan Produktivitas.
Tugas Pokok Balai Latihan Kerja Industri yaitu:
a. Melaksanakan program tenaga kerja
b. Melaksanakan uji kompetensi
c. Melaksanakan uji coba program pelatihan
d. Melaksanakan uji kompetensi
e. Pemberdayaan Lembaga Pelatihan di Bidang Industri
Dalam melaksanakan tugas-tugas sebagimana yang dimaksud diatas maka
Balai Latihan Kerja Industri berfungsi untuk:
a. Penyusunan rencana, program dan anggaran evaluasi dan pelaporan
b. Pelaksanaan pelatihan tenaga kerja tingkat menengah, instriktur dan
tenaga pelatihan
c. Pengembangan program,system dan metode, saran dan prasarana
pelatihan
d. Pengembangan program, system metode produktivitas.
65
e. Pelaksanaan uji coba program pelatihan kerja, dan uji kompetensi
f. Pemasaran program, fasilitas, jasa, hasil produksi dan hasil penelitian.
g. Member layanan informasi.
h. Penyusunan evaluasi program pelatihan kerja, kerja sama kelembagaan
dan penyusunan laporan
i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
IV. 7. Tugas dan Fungsi Jabatan BLKI Makassar
1. Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan
kepegawaian dan keuangan, surat-menyurat, kearsipan, perlengkapan dan
rumah tangga serta pemeliharaan sarana dan prasarana pelatihan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210,
Subbagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi :
a. Pelaksanaan urusan kepegawaian dan keuangan;
b. Pelaksanaan urusan surat-menyurat, kearsipan, perlengkapan serta
rumah tangga; dan
c. Pelaksanaan urusan pemeliharaan sarana dan prasarana pelatihan.
Uraian tugas Subbagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
210, antara lain sebagai berikut :
a. Merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan urusan administrasi
kepegawaian, yang meliputi mutasi, perencanaan dan pengembangan
pegawai;
66
b. Menyiapkan bahan penyusunan/pengembangan tatalaksana dan
organisasi;
c. Melaksanakan pengelolaan keuangan berdasarkan DIPA, penerbitan
SPM, pengurusan gaji beserta tunjangan, laporan keuangan dan Sistem
Akuntansi Keuangan (SAK);
d. Melaksanakan pengelolaan perlengkapan dan rumah tangga, yang
meliputi perlengkapan kantor, laporan Sistem Akuntansi Barang Milik
Negara (SABMN), pembukuan peralatan kantor, pembukuan alat latihan,
Daftar Inventarisasi Ruangan (DIR) dan nomor inventaris, keamanan,
kebersihan lingkungan, serta protokoler;
e. Melaksanakan pemeliharaan sarana dan prasarana, yang meliputi
pemeliharaan gedung kantor dan lingkungan, workshop, asrama, alat
kantor, alat transportasi, alat komunikasi dan penerangan;
f. Melaksanakan urusan ketatausahaan, kearsipan dan perpustakaan; dan
g. Menyusun laporan pelaksanaan tugas.
2. Seksi Program dan Evaluasi
Seksi Program dan Evaluasi mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana, program dan anggaran, pengelolaan penyajian data dan
informasi, evaluasi dan penyusunan laporan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213,
Seksi Program dan Evaluasi menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan penyusunan rencana, program dan anggaran;
b. Penyiapan pengelolaan, penyajian data, serta informasi; dan
c. Pemantauan, evaluasi program dan penyusunan laporan.
67
Uraian tugas Seksi Program dan Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
213, antara lain sebagai berikut :
a. Menyusun rencan kerja, program, dan anggaran Balai Latihan Kerja
Industri;
b. Melakukan koordinasi penyusunan program dan anggaran pelatihan;
c. Menyusun piranti lunak pelatihan kerja (kurikulum, modul pelatihan/bahan
ajar, pedoman dan satuan biaya pelatihan);
d. Melakukan evaluasi program serta penyelenggaraan pelatihan kerja;
e. Melaksanakan pengelolaan data dan informasi serta penyajian laporan;
f. Menyusun bahan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP);
g. Menyusun laporan pelaksanaan tugas.
3. Seksi Kerjasama Antar Lembaga
Seksi Kerjasama Antar Lembaga mempunyai tugas melakukan
pelaksanaan kerjasama pelatihan kerja industri dan lembaga lain.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216, Seksi
Kerjasama Antar Lembaga menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan penyusunan kerjasama antar lembaga;
b. Penyiapan bahan penyelenggaraan kerjasama antar lembaga; dan
c. Penyiapan bahan administrasi pelatihan dalam rangka kerjasama antar
lembaga.
Uraian tugas Seksi Kerjasama Antar Lembaga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 216, antara lain sebagai berikut :
68
a. Menyusun bahan rencana kerja kegiatan dan anggaran kerjasama antar
lembaga;
b. Menyusun rencana/jadwal kunjungan ke lembaga/instansi mitra kerja;
c. Menyiapkan bahan pedoman kerjasama antar lembaga;
d. Menyusun bahan dasar perjanjian kerjasama (MOU) antar lembaga; dan
e. Menyusun bahan evaluasi kerjasama antar lembaga; dan
f. Menyusun laporan pelaksanaan tugas.
4. Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran
Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran mempunyai tugas melakukan
pelaksanaan program pelatihan tenaga kerja, bimbingan teknis, kosultasi dan uji
kompetensi serta pelaksanaan promosi, publikasi, komunikasi, dan informasi
pelaksanaan program pelatihan kerja industri.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219,
Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan penyelenggaraan pelatihan dan pemasaran program
pelatihan;
b. Penyiapan bahan administrasi pelatihan dan pemasaran program;
c. Penyiapan pelaksanaan koordinasi, konsultasi dan pemasaran program;
dan
d. Penyiapan penyelenggaraan program pelatihan, dan mempersiapkan
pelaksanaan uji kompetensi, dan sertifikasi.
Uraian tugas Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 219, antara lain sebagai berikut :
69
a. Menyiapkan bahan penyelenggaraan pelatihan, dan pemasaran program
pelatihan;
b. Menyiapkan bahan administrasi pelatihan, dan pemasaran program;
c. Menyiapkan pedoman koordinasi, konsultasi, dan pemasaran program;
d. Menyiapkan pelaksanaan koordinasi, konsultasi, dan pemasaran
program;
e. Menyiapkan penyelenggaraan program pelatihan, dan mempersiapkan
pelaksanaan uji kompetensi, dan sertifikasi;
f. Menyiapkan bahan pelaksanaan bimbingan teknis CBT bagi
LLS/UPTD/UPTP, penyusunan program pelatihan berbasis kompetensi,
dan penyusunan modul dan pelatihan berbasis kompetensi;
g. Menyiapkan pelaksanaan uji kompetensi;
h. Menyiapkan bahan pemasaran program pelatihan, lulusan pelatihan dan
fasilitas;
i. Menyiapkan bahan evaluasi penyelenggaraan dan pemasaran; dan
j. Menyusun laporan pelaksanaan tugas.
5. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional pada Balai Besar Pengembangan Latihan
Ketransmigrasian, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negri, Balai
Besar Pengembangan Latihan Kerja Industri,Balai Besar Ketransmigrasian,Balai
Latihan Kerja Industri, dan Balai Latihan Transmigrasi terdiri dari jabatan
fungsional Instruktur, Penggerak Swadaya Masyarakat dan sejumlah jabatan
fungsional lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
70
(1) Kelompok jabatan fungsional Instruktur mempunyai tugas melaksanakan
kegiatan pelatihan dan pembelajaran sesuai dengan biidang keahliannya.
(2) Dalam menjalankan tugas sebagai mana dimaksud dalam ayat (1), kelompok
jabatan fungsional Instruktur pada Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja
Dalam Negri,Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Luar Negri, Balai
Besar Latihan Kerja Indistri, dan Balai Latihan Kerja Industri
menyelenggarakaan fungsi:
a. pelaksanaan pengembangan kompetensi instruktur melalui
pendidikan dan pelatihan;
b. pelaksanaan pelatihan;
c. pelaksanaan pengembangan pelatihan;
d. pelaksanaan pengembangan profesi instruktur; dan
e. pelaksanaan kegiatan pendukung pelatihan.
Kelompok jabatan Fungsional lainnya mempunyai tugas melakukan
kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(1) Masing-masing kelompok jabatan fungsional dikoordinasikan oleh
seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh kepala Balai
Besar dan Balai.
(2) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beba kerja.
71
(3) Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Adapun susunan jumlah pengawai pada kantor Balai Latihan Kerja Industri
Makassar sesuai dengan bagiannya adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Klasifikasi Kerja Pada UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar
NO KLASIFIKASI KERJA JUMLAH
1 Kepala BLKI 1
2 Sub Bagian Tata Usaha 18
3 Seksi Program dan Evaluasi 5
4 Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran 6
5 Seksi Kerjasama Antar Lembaga 7
6 Widyaswara / Instruktur 70
JUMLAH 107
Sumber : Balai Latihan Kerja Industri Makassar
72
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Evaluasi Penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler di UPTP Balai
Latihan Kerja Industri Makassar periode 2010.
Evaluasi yang dilihat dari persepsi para alunmi program pelatihan reguler.
Persepsi adalah pandangan atau penilaian dari para alunmi program pelatihan
reguler terhadap penyelenggaraan program pelatihan reguler di UPTP Balai
Latihan Kerja Industri Makassar.
Dalam pelaksanaan suatu pelatihan meliputi unsur-unsur seperti peserta,
pelatih/instruktur, lamanya latihan, materi (bahan latihan), metode pelatihan,
media pelatihan. Untuk mengetahui persepsi para alunmi tentang unsur-unsur
pelatihan maka peneliti melakukan wawancara sebagai berikut:
V.1 .1 Peserta
Peserta merupakan suatu subyek sekaligus obyek pelatihan.
keberhasilan suatu pelatihan sangat ditentukan oleh peserta pelatihan, oleh
karena itu peserta dituntut untuk memiliki motivasi dan keseriusan yang tinggi
dalam mengikuti pelatiahan.
Mengingat pentingnya kedudukan peserta dalam proses belajar, oleh
karenanya setiap penyelenggaraan pelatihan harus diawali dengan proses
seleksi peserta baik secara akademik Maupun secara administrasi. Hal ini
dimaksudkan agar peserta program pelatihan reguler benar-benar orang yang
73
tepat, sesuai dengan yang seharusnya. Hal tersebut diungkapkan pula oleh
Bapak EP selaku instruktur pelatihan, bahwa :
“calon peserta program pelatihan reguler harus melalui beberapa tahap seperti pendaftaran kemudia ujian tertulis sampai pada wawancara atau seleksi langsung pengetahuan umum, seleksi ini untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan berpotensi dibidang apa”.(Wawancara pada tanggal 6 April 2011)
Pernyataan tersebut diperkuat oleh, hal yang di ungkapkan oleh A, salah
seorang alumni program pelatihan reguler, yang menyatakan bahwa:
“ya, sebelum kami dinyatakan sebagai peserta pelatihan terlebih dahulu kami melalui seleksi yang tediri dari seleks ujian tertulis dan wawancara langsung dengan calon peserta, kemudian setelah dinyatakan layak maka dapat diluluskan menjadi peserta pelatihan” (Wawancara pada tanggal 15 April 2011)
Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa sebelum pelatihan peserta
pelatihan harus melalui beberapa tahap misalnya tahap pendaftaran dan juga
seleksi yang tediri dari seleksi tertulis pengetahuan umum sampai pada
wawancara atau seleksi langsung tentang kemampuan dasar. Adapun seleksi ini
dilakukan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan potensi
yang dimiliki oleh calon peserta sehingga penbagian kejuruan dapat disesuaikan
dengan potensi dan penyusunan materi atau bahan pelajaran dapat disesuaikan
dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta.
Selain itu juga terdapat pula syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam
menentukan peserta pelatihan seperti:
a) Pendidikan : Minimal SMP sederajat
b) Umur/Usia : Minimal 18-35 Tahun.
c) Kesehatan : Sehat jasmani rohani
74
d) Jenis kelamin : Laki-laki/wanita
e) Test Kemampuan : Lulus seleksi
Peserta pelatihan reguler subkejuruan las listrik periode 2010 sebanyak 32
orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah:
Tabel 4 Daftar Peserta Pelatihan dan Pendidikan Terakhir
NO NAMA PESERTA PENDIDIKAN TERAKHIR
1 SULFIKAR SMK
2 HAMILUDDIN SMK
3 ALFIANSYAH AMIR SLTA
4 SUHARDI SMK
5 LISMAN SLTA
6 MUH. YUNUS SYAFITRA SLTA
7 TAKDIR SMK
8 SYAMSYURI AZIS SMK
9 SUDARMAN SMK
10 SUKRI SMK
11 BASRI WAJO SLTA
12 SYAMSURYADI SMK
13 SYAMSUL SLTA
14 SUGIARTO YUNUS SLTA
15 AHMAD SLTA
16 IBNU NANDAR SLTA
17 SUPRIYATNA SLTA
18 SALMAN BAHRAN SLTA
19 MUH. DARWIS SMK
20 YOKTA RURU SMK
21 NUR FAJAR SLTA
22 AFNER MELDY PARURA SMK
23 PATRA NIPI SLTA
24 MUH. CAHAYA SLTA
25 FIRMAN SLTA
26 MUHAMMAD IRSAN SLTA
27 RAHADIAN PRAMUDIAN SLTA
28 YOSEFAT RANTESALU SMK
29 RADINAL SLTA
30 MURSADI SLTA
31 ARIWIJAYA SLTA
32 YANSEN URBANUS SANNE SLTA
Sumber:UPTP BLKI Makassar
75
Pada tabel diatas terlihat bahwa peserta program peltihan reguler periode
subkejuruan las listrik berjumlah 32 orang yang tediri dari dua kelas yang
masing-masing kelas terdiri dari 16 peserta.
Menurut Kepala Seksi Penyelenggaraan Bapak JP, bahwa:
“Adapun penbagian kelas dan banyaknya peserta dalam pelatihan ini disesuaikan dengan dana APBN yang disediakan untuk program pelatihan reguler tiap tahunnya”.(Wawancara pada tanggal 6 April 2011)
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa banyaknya peserta yang diterima
untuk mengikuti program pelatihan reguler disesuaikan dengan dana APBN yang
disalurkan pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar pada setiap tahunnya.
Penetuan peserta dalam penyelenggaraan pelatihan sangatlah penting
dilakukan sebelum proses pelatihan tersebut dilaksanakan, karena penentuan
peserta juga mempengaruhi kebutuhan pelatihan. Seperti halnya penentuan
peserta yang dilakukan sebelum program pelatihan reguler dilaksanakan, maka
dapat disimpulkan bahwa pihak penyelenggara sudah baik dalam penentuan
paserta karena melalui seleksi penentuan peserta sebelum pelatihan dimulai,
kebutuhannya dapat dianalisis pada saat dan waktu yang tepat.
V.1.2 Pelatih atau Instruktur
Pelatih atau instruktur sebagai penyampai materi adalah orang-orang
yang dipilih dengan kriteria tertentu yang minimal kemampuannya berada diatas
peserta pelatihan, memiliki pendidikan linear dan kompetensi yang sesuai
dengan pelatihan yang akan disampaikan. Seseorang spesialis pengajaran
(widyaswara) harus mempunyai tiga kemampuan pokok yaitu mengajar/melatih,
mengembangkan metode-metode pelatihan.
76
Adapun tentang instruktur di BLKI Makassar skejuruan Teknologi
mekanik, sub kejuruan Las listrik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel.5 Instruktur Di BLKI Makassar
NO NAMA INSTRUKTUR PENDIDIKAN TERAKHIR
MATA PELAJARAN
1 Drs. Mathius RS S1 5S
2 Murtono A. A.Md D3 5S
3 Ita Kamila, S.Pd S1 Penguruan
4 H. Jamaluddin, ST. MT S2 Peralatan Tangan
5 Petrus Atta, S.Pd S1 Pelaratan Tangan
6 Sudarsono, SE S1 FMD
7 Epafroditus P. A.Md D3 K3, Peralatan Tangan,
Gambar Teknik
8 Harif Hadi, ST S1 Peralatan Tangan
9 Muh Natsir, ST S1 Peralatan Tangan
10 Syarill A, S.Pd S1 Perguruan
11 Drs. Sukiyo MM.Pd S2 Motifasi kerja
Sumber: UPTP BLKI Makassar
Dari tabel diatas maka dapat bahwa instruktur pelatihan pada program
pelatihan reguler subkejuruan las listrik periode 2010 berjumlah 11 orang.
Dengan masing-masing mata pelajaran yang mereka berikan dalam pelatihan
sesuai dengan keahlian dan juga pendidikan terakhir mereka.
Pemilihan pelatih benar-benar perlu diperhatikan . Seperti yang
dikemukakan oleh Bapak MA, sebagai salah satu pelatih pada kejuruan teknogi
melanik, subkejuruan Las listrik, bahwa:
“Pemilihan instruktur pelatihan dimulai dari perekrutan CPNS jurusan tertentu kemudian mereka yang telah dinyatakan lulus diharuskan mengikuti diklat dasar instruktur selama 2 sampai 6 bulan sesuai dengan jurusannya, setelah itu seorang calon pelatih juga mengikuti UP Grading (peningkatan kemampuan dibidangnya) ” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
77
Pernyataan diatas menyimpulkan bahwa pemilihan para
pelatih/widyaswara di Balai Latihan Kerja Makassar dimulai dari perekrutan
CPNS Jurusan tertentu kemudian mengikuti beberapa pendidikan yang dapat
meningkatkan kemampuan sesuai dengan bidangnya sehingga layak untuk
menjadi seorang pelatih/widyaswara.
Kualitas pelatihan sangat bergantung pada kemampuan pelatih untuk
merencanakan, mengorganisasikan, menyelenggaraakan dan mengevaluasi
program pelatihan. untuk mengetahui bagaimana persepsi para alunmi program
pelatihan reguler terhadap pelatih/widyaswara, berikut wawancara penulis
dengan MY, salah satu alunmi program pelatihan reguler di BLKI Makassar
periode 2010 yang menyatakan bahwa :
“menurut saya para pelatih di BLKI Makassar telah baik dalam menyampaikan materi-materi pelatihan terhadap para peserta pelatihan dan juga telah menguasai sebagian besar dari materi-materi yang mereka sampaikan saat pelatihan berlangsung” (Wawancara pada tanggal 11 April 2011)
Hal serupa juga dinyatakan saat wawancara penulis dengan IN yang juga
alunmi program pelatihan reguler, yang menyatakan bahwa:
“menurut saya kemampuan para intruktur pelatihan di BLKI Makassar baik dalam menyampaikan materi pelatihan maupun dalam melakukan praktek dalam setiap pelatihan sudah baik” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
Kemudian hal lain dikemukakan oleh H tang menyatakan bahwa:
“cara penyampaian materi dari instruktur sudah baik namun sering kali saat pelatihan berlangsung para pelatih meninggalkan tempat pelatihan sehingga peserta yang kurang mengerti tidak tahu mau bertanya kepada siapa”
Berdasarkan hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa
pelatih/widyaswara pada sub kejuruan Las listrik program pelatihan reguler BLKI
Makassar telah cukup menguasai materi pelatihan dan telah baik dalam hal
78
menyampaikan materi-materi pelatihan terhadap para peserta pelatihan. Namun
peserta sering merasa kesulitan untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak di
mengerti kepada instruktur karena instruktur sering sekali meninggalkan tempat
pelatihan saat pelatihan sedang berlangsung.
Pelatih/widyaswara sebagai penyampai materi adalah orang yang dipilih
dan mempunyai kemampuan mengajar/ melatih, mengembangkan kurikulum dan
mengembangkan metode-metode pelatihan. dan apabila dikaitkan dengan
penyelenggaraan program pelatihan reguler di BLKI Makassar periode 2010
dimana para pelatih telah mnguasai materi pelatihan dan dapat menyampaikan
materi dengan baik. Maka penulis menyimpulkan bahwa pelatih/widyaswara
dalam program pelatihan reguler di BLKI Makassar periode 2010 belum sesuai
dengan yang di harapkan, meskipun dalam hal cara penyampaian materi telah
baik namun kesadaran para intruktur untuk tidak meninggalkan tempat pelatihan
saat pelatihan berlangsung masih perlu ditingkatkan.
V.1.3 Lamanya Pelatihan
Lamanya pelatihan dalam program pelatihan reguler ditentukan
berdasarkan dana APBN/DIPA (Anggaran Pendapatan Belanja Negara/ Daftar
Isian Penggunaan Anggaran) sebagai sumber dana dari program pelatihan
reguler tiap tahunnya.
79
Adapun jenis dn lamanya pelatihan dapat dilihat pada tabel sebagaui berikut:
Tabel. 6 Unit Kompatensi dan Durasi Pembelajaran
NO UNIT KOMPETENSI DURASI PENBELAJARAN
1 Mengindentifikasi prinsip-prinsip
keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
18 jam pelajaran @45 menit
2 Mengukur dengan alat ukur mekanik
dasar
17 jam pelajaran @45 menit
3 Menggunakan peralatan tangan 67 jam pelajaran @45 menit
4 Melakasanakan pemotongan dengan gas. 13 jam pelajaran @45 menit
5 Menbaca ganbar dan symbol las 27 jam pelajaran @45 menit
6 Melakasanakan rutinitas (dasar)
pengelasan dengan las busur manual
88 jam pelajaran @45 menit
7 Mengelas pelat posisi bawah tangan/flat
dengan proses las busur manual
43 jam pelajaran @45 menit
8 Mengelas pelat posisi mendatar atau
horizontal dengan proses las busur
manual
53 jam pelajaran @45 menit
9 Mengelas pelat posisi vertical dengan
proses las busur manual
49 jam pelajaran @45 menit
10 Mengelas pipa posisi sumbuh mendatar
dapat diputar proses las busurmanual
49 jam pelajaran @45 menit
11
Mengelas pipa posisi sumbuh mendatar
dapat diputar dengan proses las busur
manual
49 jam pelajaran @45 menit
Sumber: UPTP BLKI Makassar
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwah lamanya
penyelenggaraan program pelatihan reguler pada subkejuruan Las listrik adalah
480 jam pelajaran. Berikut wawancara penulis dengan SB salah satu alunmi
program pelatihan sub kejuruan Las listrik, yang menyatakan bahwa:
“menurut saya lamanya waktu pelatihan sudah sesuai dengan kebutuhan para peserta latihan untuk melakukan pelatihan khususnya subkejuruan las listrik” (Wawancara pada tanggal 11 April 2011)
80
Hal serupa juga diutarakan oleh MI seorang alunmi yang juga pernah
mengikuti proram pelatihan reguler subkejuruan las listrik, menyatakan bahwa:
“saya manila bahwa waktu pelajaran yang disediakan di BLKI telah cukup lama dan menurut saya itu sudah cukup untuk melakukan pelatihan" (Wawancara pada tanggal 18 April 2011)
Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
penentuan lamanya waktu penyelenggaraan program pelatihan reguler sub
kejuruan las listrik periode 2010 sudah sesuai dengan kebutuhan pelatihan
dengan mempertimbangkan jumlah dan mutu kemampuan kompatensi yang
ingin dicapai dalam pelatihan ini.
V.1.4 Materi (bahan latihan)
Materi disusun berdasarkan tujuan pelatihan, peserta, hal yang ingin
dicapai dan lamanya pelatihan. Materi yang diberikan kepada peserta pelatihan
harus disesuikan dengan tujuan. Dari tujuan pelatihan yang telah dirumuskan
maka akan diketahui kemampuan apa yang harus diberikan dalam diklat dan
selanjutnya identifikasi materi-materi atau bahan-bahan pelajaran yang akan
diberikan dalam pelajaran.
Adapun materi atau bahan-bahan pelajaran yang diberikan dalam
penyelenggaran program pelatihan reguler sub kejuruan las listrik di BLKI
Makassar, antara lain:
a) Mengindentifikasi prinsip-prinsip keselamatan kerja.
b) Mengukur dengan alat ukur mekanik dasar
c) Menggunakan paralatan tangan dan mesin-mesin ringan
d) Malaksanakan pemotongan dengan gas.
81
e) Melaksanakan rutinitas (dasar) pengelasan denga proses las
busur manual.
f) Pengelasan pelat posisi dibawah tangan/flat dengan proses las
busur manual
g) Mengelas pelat posisi mendatar atau horizontal dengan proses las
busur manual.
h) Mengelas pelat posisi tegak/ vertical dengan proses las busur
manual
i) Mengelas pelat posisi di atas kepala/ overhead dengan proses las
busur manual
j) Mengelas pipa posisi sumbu mendatar dapat diputar dengan
proses las busur manual
k) Mengelas pipa posisi sumbu tegak dapat diputar dengan proses
las busur manual.
Berikut wawancara dengan IN, seorang alunmi program pelatihan reguler
subkejuruan las listrik, yang menyatakan bahwah :
“menurut saya materi-materi yang diberikan dalam pelatihan khususnya di subkejuruan las listrik telah sesuai dengan yang dibutuhkan tenaga kerja dilingkungan kerja seperti saat ini” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
Hal serupa kembali diungkapkan oleh YR yang juga merupakan alumni
program pelatihan reguler subkejuruan las listrik, menyatakan bahwa:
“menurut saya penyejian materi sudah cukup baik karena materi-materi yang diberikan dalam pelatihan selama saya mengikuti pelatihan telah disesuaikan dengan tuntutan atau perubahan perubahan yang terjadi dilapanganss kerja saat ini” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
82
Berdasarkan hasil wawancara diatas, penulis dapat menyimpulkan
bahwah materi atau bahan pelatihan yang diberikan dalam pelatihan sudah baik.
Hal ini karena materi atau bahan paletihan telah sesuai dengan kebutuhan para
tenaga kerja dilingkungan kerja saat ini. Selain itu materi yang disajikan juga
telah disesuaikan dengan perubahan-perubahan atau tuntuntan perkembangan
yang terjadi untuk memenuhi kebutuhan dilingkungan kerja saat ini.
V.I.5 Metode Pelatihan
Didalam penyelenggaraan pelatihan tidak terlepas dari metode yang
digunakan. Metode pelalatihan yang tepat tergantung dari tujuan pelatihan
karena tujuan dan sasaran yang berbedaha akan berakibata pada metode yang
berbeda pula.
Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada serta untuk mencapai
keefektivitas pelatihan yang tinggi, maka seringdigunakan teknik campuran.
Formulasi teknik campuran ini berbedah-beda tergantung dari kebutuhan
pelatihan. Untuk lebih jelasnya tentang metode yang digunakan dalam program
pelatihan reguler subkejuruan las listrik, maka penulis melakukan wawancara
dengan Bapak PA salah seorang instruktur atau widayaswara di BLKI Makassar,
yang menyatakan bahwa:
“pelatihan diarahkan pada penerapan praktek keterampilan, pengetahuan dasar, sikap mental dan disiplin dengan penekanan utama 20% teori dan 80% praktek. Selain itu, menggunakan metode ceramah,Tanya jawab, demonstrasi,praktek dan on the job training (OTJ) di perusahaan” (Wawancara pada tanggal 6 April 2011)
Metode-metode pelatihan yang digunakan disesuaikan dengan tujuan dan
materi pelatihan. Adapun metode yang digunakan dalam penyelenggaraan
pelatihan reguler sub kejuruan las listrik di BLKI Makassar terdiri dari 20% teori
83
dan 80 % praktek seperti metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, praktek
dan On The Job Training (OJT) di perusahaan.
Berikut wawancara yang penulis tentang penyelenggaraan program
pelatihan reguler subkejuruan las listrik dan metode-metode yang digunakan
kepada SB salah satu alumni , yang menyatakan bahwa:
“metode yang digunakan sudah bagus, kerena menurut saya lewat metode-metode yang digunakan tersebut saya dapat dengan mudah mengerti tentang apa yang disampaikan oleh para pelatih saat pelatihan berlangsung” (Wawancara pada tanggal 11 April 2011)
Selanjutnya IN yang juga alumni menyatakan hal serupa, bahwa:
“menurut saya metode pelatihan yang digunakan pada subkejuruan las listrik sudah baik karena disesuai dengan kebutuhan dan bahan pelatihan yang dibawakan” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
Berdasarkan beberapa hasil wawancara tersebut diatas, penulis
menyimpulkan bahwa metode pelatihan yang digunakan pada program pelatihan
reguler subkejuruan las listrik di BLKI Makassar sudah baik karena disesuaikan
dengan kebutuhan dari materi pelatihan serta kemampuan peserta pelatihan.
V.I.6 Media
Media pelatihan merupakan suatu komponen yang berfungsi sebagai
unsur penunjang proses pelatihan yang dapat menggugah gairah dan motivasi
belajar. Pemilihan dan penggunaan media dalam pelatihan jyga
mempertimbangkan tujuan dan materipelatihan, ketersediaan media itu sendiri
serta kemampuan pelatihan untuk menggunakannya.
Adapun media yang digunakan dalam penyelenggaraan program
pelatihan reguler adalah labtop, LCD, papan tulis, OHP dan peralatan praktek
yang dibutuhkan seperti mesin-mesin praktek.
84
Unutuk mengetahui lebih jelasnya tentang media pelatihan yang
digunakan dalam pelatihan, berikut wawancara dengan A seorang alunmi
program pelatihan reguler, yang menyatakan bahwa:
“media-media yang digunakan seperti LCD, Labtop, papan tulis serta mesin-mesin untuk praktek sudah digunakan dengan baik dan sangat menbantu dalam proses berlangsungnya pelatihan, namun secara khusus untuk mesin-mesin Las sebaiknya di perbanyak lagi agar tidak menghambat jalannya proses pelatihan” (Wawancara pada tanggal 15 April 2011)
Selanjutnya NF yang juga alunmi yang sempat penulis wawancarai, yang
menyatakan bahwa:
“media yang biasanya digunakan oleh para widyaswara dalam pelatihan untuk menyajikan meteri antara lain menggunakan LCD,Labtop dan papan tulis, dan menurut saya itu sudah bagus dan sangat membantu untuk proses berlangsungnya pelatihan” (Wawancara pada tanggal 14 April 2011)
Berdasarkan beberapa pernyataan diatas maka penulis menyimpulkan
bahwa media pelatihan yang digunakan dalam proses pembelajaran atau
penyajian meteri adalah labtop, LCD, OHP dan papan tulis. Media pembelajaran
tersebut tertentu sangat membantu dalam proses pelatihan dan dinilai sudah baik
oleh peserta. Namun seperti yang diungkapkan oleh salah satu alunmi bahwa
peralatan praktek seperti mesin-mesin las masih kurang sehingga perlu
diperbanyak agar tidak menghambat jalannya proses pelatihan.
Dari beberapa pendapat para informan tentang unsur- unsur pelatihan
seperti peserta, pelatih/instruktur, lamanya latihan, materi (bahan latihan),
metode pelatihan, dan media pelatihan telah sesuai dengan yang dibutuhkan
oleh para peserta, maka penyelenggaraan program pelatihan reguler telah
berjalan dengan baik.
85
V. 2 Evaluasi Hasil Penyelenggaraan Program Pelatihantihan Kerja Reguler
Di Balai Latihan Kerja Industri Makassar
Patton (1986:60) mengemukakan bahwah suatu proses evaluasi lebih
menekakankan pada bagaimana suatu hasil atau outcome diperoleh
dibandingkan melihat hasil itu sendiri. Irwin Langbein (1980:6) mengemukakan
bahwa ketika semua penelitian evaluasi memperhatikan keberhasilan program,
beberapa studi memdefenisikan keberhasilan dalam bentuk hasil/akibat program,
ketika studi lain berfokus pada proses dengan mana program dilaksanakan.
Evaluasi penyelenggaraan program pelatihan reguler, akan
membandingkan antara tujuan yang menjadi target dari penyelenggaraan
program pelatihan dengan apa yang telah dihasilkan oleh penyelenggaraan
program pelatihan, yang dalam hal ini adalah lulusan BLKI Makassar. Dari
perbandingan ini maka nantinya dapat kita tarik kesimpulan tentang seberapa
jauh hasil yang telah dicapai dari penyelenggaraan program pelatihan di BLKI
Makassar.
Program pelatihan reguler merupakan salah satu dari beberapa program
pelatihan yang terdapat di BLKI Makassar. Adapun menurut Kepala Seksi
Program dan Evaluasi pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar Bapak JP
menyatakan bahwa :
“penyelenggaraan program pelatihan reguler di BLKI Makassar ditujukan bagi masyarakat khususnya para pencari kerja dan yang telah putus sekolah minimal SMP dan tentunya sesuai dengan syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh setiap calon peserta, dimana program pelatihan reguler dilaksanakan tampah memungut biaya dari peserta karena program pelatihan reguler itu sendiri dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Daftar Isian Penggunaan Anggaran dan waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan dan dana APBN” (Wawancara pada tanggal 4 April 2011)
86
Hal ini menjelaskan bahwa program pelatihan reguler dibiayai dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Oleh sebab itu dilaksanakan tampah
memugut biaya dari para pesertanya dan yang menjadi sasaran dari program
pelatihan reguler ini adalah masyarakat usia kerja dan putus sekolah.
Program pelatihan reguler ini diharapkan dapat memberikan kesempatan
pada masyarakat khususnya masyarakat usia kerja untuk mengembangkan
kemampuannya dalan bidang industri. Hal yang serupa juga diampaikan oleh
Kepala Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran pada Balai Latihan Kerja Industri
Makassar Bapak AB menyatakan bahwa :
“sesuai dengan visi dari BLKI Makassar, maka program pelatihan reguler diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang nantinya menjadi tenaga kerja yang professional dan berkompeten dibidangnya serta mampu bersaing di dunia kerja dengan terlebih dahulu mengikuti UJK (uji kompetensi) yang meliputi UJK teori dan UJK Praktek, kemudian setelah dinyatakan lulus kan direkomendasikan ke LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk mendapatkan sertifikat ” (Wawancara tanggal 6 April 2011)
Pernyataan diatas sesuai dengan visi dari BLKI Makassar yaitu
mewujutkan tenagakerja yang berkompeten dan berdaya saing maka, tujuan dari
penyelenggaraan pelatihan reguler dapat dilihat dari segi pengembangan
kualitas sumber daya manusia yang dalam hal ini mewujudkan tenaga kerja yang
berkompeten.
Ada tiga komponen utama dalam membentuk kompetensi yang
dikemukakakan oleh Hutapea dan Thoha (2008 : 28), yaitu : pengetahuan yang
dimiliki individu, keterampilan dan perilaku individu. Sesuai dengan visi dari BLKI
Makassar yaitu menwujudkan tenaga kerja yang berkompetensi dan berdaya
saing. Maka ketiga komponen tersebut akan dijadikan sebagai tolak ukur dari
evaluasi penyelenggaraan pelatihan reguler, yang dalam penelitian ini evaluasi
dikususkan pada hasil (outcome) program pelatihan reguler.
87
Berdasarkan uraian tersebut diatas , maka berikut hasil temuan penelitian
mengenai evaluasi penyelenggaraan program pelatihan Di BLKI Makassar yang
dikhususkan pada evaluasi hasil (outcome) dilihat berdasarkan komponen yang
menbentuk kompetensi seperti pengetahuan, keterampilan dan perilaku (sikap).
V. 2.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu komponen dari terbentuknya
kompetensi bagi tenaga kerja. Pengetahuan terhadap lingkungan dunia kerja
yang saat ini telah memasuki era modern sangatlah penting dimiliki oleh tenaga
kerja unutk dapat menjadi bekal mereka dalam menghadapi ketatnya persaingan
didunia kerja seperti saat ini. Hal ini dimulai dari pengetahuan terhadap alat-alat
kerja yang pada saat ini telah semakin modern seiring dengan perkembangan
teknologi yang semakin canggi, secara khusus pada kejuruan teknologi
makanikal sampai pada pengetahuan keselamatan kerja. Oleh sebab itu sangat
diharapkan lulusan/alumni dari program pelatihan reguler di BLKI Makassar
memiliki pengetahuan yang luas sesuai dengan kejuruan mereka masing-
masing. Sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa informan, MI sebagai
lulusan BLKI Makassar, menyatakan bahwa :
“banyak sekali pengetahuan yang saya dapatkan setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, diantaranya pengetahuan tentang alat-alat kerja sesuai dengan kejuruan saja, pengetahuan cara mengoperasikannya sampai pada pengetahuan bagaimana menjaga keselamatan kerja saat bekerja dan pentingnya perilaku kerja seperti sikap disiplin dalam mengerjakan pekerjaan” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
Senada dengan pernyataan diatas, informan yang lain juga A menyatakan
bahwa:
88
“disana kami diberikan pengetahuan tentang bekerja dengan menggunakan alat-alat seperti mesin-mesin seperti mesin pengelasan listrik DC, mesin pemotong otomatis dan lain-lain, juga pengetahuan tentang menjaga keselamatan kerja dan disiplin kerja melalui FMD” (Wawancara pada tanggal 15 April 2011)
Dari beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa setelah mengikuti
program pelatihan reguler di BLKI Makassar, para alumni mendapatkan banyak
pengetahuan diantaranya pengetahuan akan alat-alat kerja seperti, berbagai
macam mesin yang sering dipergunakan dalam suatu perusahaan tertentu, cara
menggunakannya. Selain itu melalui FMD para alimni mengakuh mendapatkan
pengetahuan tentang keselamatan kerja dan pentingnya perilaku kerja seperti
penerapan sikap disiplin dalam bekerja.
Peserta suatu program pelatihan diharapkan dapat menambah
pengetahuan selama mengikuti proses pelatihan sehingga nantinya saat mereka
telah dinyatakan lulus dari program pelatihan tersebut, mereka telah memiliki
pengetahuan yang cukup sesuai dengan kejuruan mereka masing-masing saat
mengikuti pelatihan. Berkaitan dengan hal ini penulis kemudian mencari
informasi dari beberapa alumni BLKI Makassar tentang peningkatan
pengetahuan setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar,
seperti berikut ini :
IN selaku alunmi BLKI Makassar menyatakan bahwa:
“setelah saya mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, pengetahuan saya tentang alat-alat kerja yang saat ini lebih modern menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena saat pelatihan berlangsung kita dapat dengan langsung berhadapan dengan alat-alat kerja dalam praktek” (Wanwancara tanggal 12 April 2011)
Searah dengan pendapat diatas,SB yang juga seorang lulusan program
pelatihan reguler di BLKI Makassar lainnya juga menyatakan bahwa :
89
“pengetahuan saya tentunya sangat bertambah karena selama belajar di BLKI Makassar saya kemudian bisa mengetahui lebih jelas tentang berbagai peralatan-pelatan atau mesin-mesin yang dipergunakan untuk berkerja dalam bidang saya” (Wawancara tanggal 11 april 2011)
Berdasar beberapa pernyataan diatas maka dapat dikatakan bahwa
tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh lulusan mengalami peningkatan
khususnya dalam hal pengetahuan tentang alat-alat kerja yang berhubungan
dengan dibidangnya. Selain itu para lulusan juga menjadi lebih tahu tentang
perkembangan alat-alat kerja yang lebih modern mengikuti perkembangan
teknologi.
Kemudian seorang lulusan BLKI Makassar YR juga ikut berpendapat
bahwa:
“banyak sekali pengetahuan yang saya dapatkan setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar diantaranya pengetahuan cara-cara bekerja dengan menggunakan alat-alat dengan baik sehingga nantinya pekerjaan akan berjalan dengan baik pula” (Wawancara tanggal 7 April 2011)
Pengetahuan tentang alat-alat kerja merupakan hal yang utama dalam
dunia industri karena sebagian besar dari perusahaan yang bergerak dalanm
bidang industri membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai pengetahuan
tentang alat-alat kerja dan cara pengunaanya. Dengan pengetahuan terhadap
alat-alat kerja, diharapkan kelak dapat membantu para lulusan BLKI Makassar
dalam melakukan tugas dan pekerjaannya pada suatu perusahaan yang
mempekerjakannya.
Selanjutnya pendapat dari MY, salah seorang alumni yang ditemui
ditempat kerjanya, menyatakan bahwa :
90
“pengetahuan saya dapat dikatakan bertambah setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, selain pengetahuan dalam mengenali dan mengoperasikan alat-alat kerja dengan baik, tapi juga pengetahuan lain seperti bagaimana menjaga keselamatan saat bekerja sehingga dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan saat bekerja” (Wawancara tanggal 12 April 2011)
Selain pengetahuan tentang pengunaan alat-alat kerja, pengetahuan
yang tidak kala pentingnya seperti pengetahuan tentang keselamatan kerja.
Pentingnya pengetahuan tentang keselamatan kerja adalah untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan memahami ancaman bahaya yang ada di tempat
kerja. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah pengambilan
tindakan yang tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja
memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya
kecelakaan.
Seorang tenaga kerja yang hanya mampu dan tahu cara dalam
mengerjakan pekerjaanya tampah mengetahui bagaimana cara menjaga
keselamatannya sendiri saat melakukan suatu pekerjaan tidak dapat dikatan
berkualitas, sebab selain merugikan bagi dirinya sendiri juga akan memrugikan
perusahaan yang mempekerjakannya.
Pendapat lain dari NF yang juga seseorang lulusan dari BLKI Makassar
kembali menuturkan bahwa :
“Setelah mengikuti pelatihan di BLKI Makassar saya dapat mengetahui berbagai hal yang dulunya saya kurang tahu menjadi tahu, misalnya pengetahuan tentang berbagai alat-alat kerja, cara-cara mengoperasikannya, baik dari teori maupun prakteknya, hal ini saya rasa sangat penting diketahui sehingga mempermudah kita dalam mengerjakan tugas yang dibebankan ditempat kerja” (Wawancara tanggal 18 April 2011)
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa setelah mengikuti program
pelatihan reguler seorang lulusan BLKI Makassar telah mengalami peningkatan
pengetahuan tidak hanya dari teorinya saja tapi juga dari prakteknya dilapangan.
91
Dengan pengetahuan baik dari teori maupun prakteknya akan sangat bermanfaat
saat berkerja dengan menggunakan alat-alat kerja. Berkaiatan dengan
keselamatan kerja maka penguasaan terhadap teori dan praktek suatu alat kerja
juga akan memperkecil terjadinya suatu kecelakaan kerja.
Dari hasil wawancara diatas pengetahuan para lulusan BLKI Makassar
pada periode 2010 dapat dikatakan mengalami peningkatan setelah mengikuti
program pelatihan reguler. Seperti yang dikatakan oleh beberapa alumni dari
BLKI Makassar periode 2010 bahwa setelah mereka mengikuti pelatihan di BLKI
Makassar, mereka mengalami peningkatan pengetahuan baik pengetahuan
tentang alat-alat kerja yang lebih canggi mengikuti perkembangan teknologi
sampai pada cara-cara penggunaannya, serta juga pengetahuan tentang
menjaga keselamatan saat berkerja.
Dengan adanya pengetahuan yang cukup dimiliki oleh para lulusan dari
BLKI Makassar, diharapkan dapat menjadi bekal yang nantinya sangat
bermanfaat saat para lulusan akan mamasuki dunia kerja. Khususnya
pengetahuan tentang alat-alat kerja yang dari waktu kewaktu berkembang
mengikuti perkembangan teknologi, hal ini akan menjadi keunggulan tersendiri
dari para lulusan BLKI Makassar.
V. 2.2 Keterampilan
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa salah satu dari komponen
yang membentuk kompetensi adalah keterampilan. Keterampilan merupakan
kemampuan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan.
Keterampilan sangat penting untuk dapat dimiliki oleh tenaga kerja khususnya
dalam dunia industri. Seorang tenaga kerja yang terdidik hendaknya memiliki
92
keterampilan seiring dengan kebutuhan modernisasi. Dengan memiliki
keterampilan yang cukup akan membawa seorang tenaga kerja menjadi tenaga
kerja yang professional dibidangnya.
Di BLKI Makassar sendiri khususnya kejuruan teknologi mekanik
menberikan pelatihan berbagai keterampilan kepada para peserta pelatihan agar
setelah mengikuti program pelatihan reguler kejuruan teknologi mekanik di BLKI
Makassar mereka dapat memiliki keterampilan yang cukup untuk bersaing
didunia kerja, karena pada saat ini keterampilan sangatlah penting dimiliki oleh
seorang karyawan khususnya di bidang industry.
Untuk mengetahui bagaimana keterampilan para lulusan BLKI Makassar
setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, penulis kemudian
mencari tahu dengan mewawancarai beberapa lulusan BLKI Makassar kujuruan
teknologi mekanik periode 2010. Berikut informasi yang penulis dapatkan dari
beberapa informan. Menurut YR, salah seorang lulusan BLKI Makassar yang
telah mengukuti pelatihan pada tahun 2010, menyatakan bahwa :
“keterampilan saya pastinya mengalami peningkatan seperti kemampuan dalam mengoperasikan atau menggunakan alat-alat kerja atau mesin-mesin, itu semua saya dapatkan setelah saya mengikuti program pelatihan reguler kejuruan teknologi makanik” (Wawancara tanggal 12 April 2011)
Hal yang senada juga diungkapkan oleh IN seorang yang juga telah
mengikuti program pelatihan reguler, yang menyatakan bahwa :
“setelah mengikuti pelatihan pastinya keterampilan saya meningkat dari sebelumnya khususnya dalam menggunakan alat-alat kerja dengan baik, karena di BLKI Makassar lebih banyak waktu prakteknya dari pada teori” (Wawancara tanggal 12 April 2011)
Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa setelah mengikuti program
pelatihan reguler para lulusan BLKI Makassar mengalami peningkatan
93
keterampilan seperti mengoperasikan mesin-mesin yang biasa digunakan
khususnya dalam dunia industri. Selain itu SB, seorang lulusan BLKI Makassar
kejuruan teknologi mekanik juga menyatakan bahwa:
“ ya, saat ini saya menjadi jauh lebih terampil dalam bekerja dan dapat dikatakan keterampilan yang saya dapatkan selama mengikuti program pelatihan reguler, sesuai yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan industry saat ini. Hal ini dapat saya buktikan pada diri saya sendiri yang telah bekerja di suatu perusahaan” (Wawancara tanggal 11 April 2011)
Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa para peserta menjadi lebih
terampil dalam mengerjakan pekerjaan sesuai dengan bidangnya setelah
mengikuti program pelatihan. Selain itu keterampilan yang mereka dapatkan
selama mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar telah sesuai
dengan kebutuhan perusahaan industry saat ini.
Dengan keterampilan yang dimiliki oleh setiap tenaga kerja khususnya
dibidang industry maka mereka dapat dengan mudah mengerjakan setiap
pekerjaan yang dibebankan kepada mereka. Untuk mengetahui pengaruh
keterampilan yang diperoleh oleh para lulusan BLKI terhadap pekerjaan mereka,
penulis kemudian mencari tahu dengan mewawancarai beberapa lulusan BLKI
Makassar yang telah bekerja.
Menurut MY, seorang lulusan BLKI Makassar yang telah bekerja pada
suatu perusahaan, menyatakan bahwa :
“ ya, dengan keterampilan yang saya dapatkan sewaktu saya mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, saya bisa dengan mudah mengerjakan pekerjaan yang dibebankan kepada saya karena sebelumnya saya memang sudah tahu cara mengerjakannya”(Wawancara pada tanggal 11 April 2011)
Kemudian NF yang juga lulusan BLKI Makassar juga menyatakan hal
yang senada bahwa :
94
“ ya, dengan keterampilan yang saya miliki saat ini, saya dapat mengerjakan pekerjaan yang dibebankan kepada saya dengan cepat tampah rasa ragu karena saya telah memiliki keterampilan dalam bidang itu” (Wawancara pada tanggal 18 April 2011)
Pernyataan dari lulusan BLKI Makassar yang telah bekerja pada suatu
perusahaan diatas menunjukkan bahwa keterampilan yang para lulusan BLKI
Makassar dapatkan saat mengikuti program pelatihan reguler sangat membantu
dan mempermudah mereka dalam mengerjakan pekerjaan yang salama ini
dibebankan oleh perusahaan tempat mereka bekerja.
Setelah menggikuti program pelatihan reguler, keterampilan mereka
mengalami peningkatan khususnya kemampuan dalam mengoperasikan alat-alat
atau mesin-mesin dengan baik sesuai dengan petunjuk penggunaannya.
Keterampilan yang dimiliki oleh seseorang akan sangat mempengaruhi pekerjaan
yang dibebankan padanya. Dengan mengetahui dan menguasai sesuatu yang
akan dikerjakan maka seseorang dapat mengerjakan pekerjaanya dengan
mudah sehingga dapat menghemat waktu dan menguragi terjadinya kesalahan.
V. 2.3 Sikap dan Perilaku Kerja
Sikap (attitude) merupakan kesiapan mental, yang dipelajari dan
diorganisasi malalui pengalamam dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara
tanggap seseorang terhadap orang lain, objek dan situasi yang berhubungan
dengannya. Disamping pengetahuan dan keterampilan seorang tenaga kerja
dapat dikatakan kompeten apabila memiliki sikap dan perilaku yang baik. Maka
selain peningkatan pengetahuan dan keterampilan pelatihan juga harusnya
mengarah pada pembentukan sikap mental pembangunan, sikap dan watak
positif sebagai manusia yang berinisiatif, kreatif, berani.
95
Seorang tenaga kerja yang memiliki sifat dan perilaku yang baik akan
mempunyai nilai tersendiri dibanding dengan seorang tenaga kerja yang
sekalipun professional dalam bidangnya namun memiliki sifat dan perilaku yang
kurang baik atau buruk. Oleh karena itu setiap lulusan dari BLKI Makassar
diharapkan dapat memiliki dan mampu menerapkan sikap kerja denagan baik
dalam lingkungan kerjanya nanti. Sehubungan dengan hal itu, penulis pun
mencari informasi yang berhubungan dengan sikap dan perilaku kerja dari
beberapa informan yaitu mereka yang pernah mengikuti program pelatihan
reguler sebagai berikut :
MI, menyatakan bahwa:
“disana selain berlatih untuk menambah pengatahuan dan keterampilan, juga ada kegiatan FMD (fisik mental dan disiplin), disitu diperkenalkan sikap dan perilaku kerja yang juga sangat penting dimiliki oleh seorang tenaga kerja seperti penerapan sikap disiplin saat bekerja, sikap rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, bekerja keras dan bersungguh-sungguh dalam bekerja”(Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
Senada dengan pernyataan diatas, YR yang juga alumni BLKI Makassar
menyatakan bahwah:
“yang berhubungan dengan sikap dan perilaku kerja didapatkan melalui kegiatan FMD (fisik mental dan disiplin), disitu dapat kita tahu penting sikap disiplin dalam bekerja dan bertanggung jawab pada setiap pekerjaan yang dikerjakan” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa dalam penyelenggaraan program
pelatihan reguler di BLKI Makassar juga terdapat kegiatan FMD (fisik mental dan
disiplin), dimana dalam kegiatan ini diperkenalkan pentingnya sikap dan perilaku
kerja dimiliki oleh setiap tenaga kerja yang berkompeten. Dari kegiatan ini para
peserta program pelatihan reguler diharapkan dapat meningkatkan dan mampu
menerapkan sikap dan perilaku kerja dalam lingkungan kerjanya nanti. Kemudian
96
penulis kembali melakukan wawacara dengan IN yang pernah mengikuti
program pelatihan reguler, menyatakan bahwa:
“selain peningkatan pengetahuan dan keterampilan saya juga mengalami peningkatan dalam hal sifat dan perilaku kerja seperti sikap disiplin yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja guna meningkatkan etos kerja yang baik sehingga kita dapat melakukan pekerjaan dengan baik pula” (Wawancara tanggal 12 April 2011)
Selanjutnya SB yang juga merupakan alunmi dari BLKI Makassar juga
menyatakan bahwa :
“saya tentunya mengalami peningkatan dalam hal sikap dan perilaku kerja, kerena setelah mengikuti pelatihan di BLKI Makassar saya banyak mengetahui sikap-sikap dan perilaku kerja seperti disiplin dan memiliki rasa bertanggung jawab yang tinggi dalam mengerjakan pekerjaan yang diberikan pada saya” (Wawancara tanggal 11 April 2011)
Dari pernyataan diatas maka dapat dikatakan bahwa mereka yang pernah
mengikuti program pelatihan reguler mengalami peningkatan dalam hal sifat dan
perilaku kerja dimana setelah mereka mengikuti program pelatihan reguler,
mereka dapat lebih disiplin dalam melakukan pekerjaan yang dibebankan kepada
mereka. Selain itu dengan sikap disiplin dan rasa tanggung jawab yang tinggi,
akan membantu mereka dalam meningkatkan etos kerja dalam melakukan suatu
pekerjaan.
Seperti yang telah dikemukakan pada wawancara sebelumnya, NF yang
juga telah mengikuti program pelatihan reguler, memberikan pernyataan bahwa :
“penerapan sikap dan perilaku kerja sangatlah penting dilingkungan tempat kerja dan ada kegiatan selama tiga hari pertama pada saat saya mengikuti program pelatihan reguler, saya dan peserta lainnya mengikuti FMD (fisik, mental dan disiplin) dan saya rasa kegiatan FMD ini telah menbantu saya dalam meningkatkan serta mampu menerapkan sikap dan perilaku kerja dengan sebaik-baiknya” (Wawancara 19 April 2011)
97
Penerapan sikap dan perilaku kerja sangatlah penting, maka di BLKI
Makassar terdapat suatu unit kegiatan FMD (fisik, mental dan disiplin) yang
masuk dalm kelompok unit kompetensi umum merupakan kegiatan yang wajib
diikuti oleh setiap peserta pelatihan. Dalam kegitan FMD(fisik, mental dan
disiplin) peserta dapat memperoleh pengetahuan yang menyangkut sikap dan
perilaku kerja. Penbentukan sifat dan perilaku kerja dalam kegitan FMD (fisik,
mental dan disiplin) meliputi disiplin kerja, ketapatan waktu dan efisiensi.
Dengan adanya kegiatan FMD (fisik, mental dan disiplin) dalam
penyelenggaraan program pelatihan reguler ini maka diharapkan para peserta
mendapatkan pengetahuan tentang sipat dan perilaku serta mampu menerapkan
dalam dinia kerja nanti.
Sementara itu pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh A yang
diketahui sebagai alumni BLKI Makassar yang menyempatkan waktunya untuk
melakukan wawancara dengan penulis, menyatakan bahwa :
“sikap dan perilaku kerja saya meningkat kerena di BLKI Makassar terdapat unit pelatihan FMD(fisik mental dan disiplin) yang didalamnya memberikan berbagai pengetahuan tentang bagaimana pembentukan sifat dan perilaku seperti dalam hal mendisiplinkan diri dalam bekerja serta meningkatkan etos kerja” (Wawancara tanggal 15 April 2011)
Selain disiplin kerja, pengembangan etos kerja juga tidak kalah
pentingnya. Peningkatan produktifitas melalui etos kerja, dapat dilakukan lewat
pendidikan yang terarah. Keberhasilan suatu pengembangan perilaku setelah
mengikuti suatu program pelatihan akan memcerminkan etos kerja yang baik.
Karena etos kerja sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dalam
menjalani tugas atau pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan budaya kerja
dalam suatu organisasi atau perusahaan.
98
Keberhasilan dari suatu kegiatan pelatihan tercermin dari lulusan atau
peserta yang telah mengikuti program pelatihan yang telah mengalami
tranformasi berupa peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sifat (attitut)
sehingga dapat dikatakan berkompeten.
Penyelenggaraan program pelatihan reguler diharapkan dapat
mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten dibidangnya sehingga dapat
menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dibebankan padanya saat mereka
berkerja pada suatu perusahaan nanti.
Selain melakukan wawancara kepada beberapa alumni dari BLKI
Makassar. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai lulusan BLKI Makassar yang
telah bekerja suatu perusahaan maka, penulis juga menyempatkan untuk
mewawancarai beberapa informan yang berpotensi menberikan informasi dari
perusahaan yang mempekerjakan lulusan dari BLKI Makassar sebagai berikut.
menyatakan bahwa :
“saya melihat bahwa lulusan BLKI Makassar yang bekerja pada
perusahaan ini memang terbilang cukup berkompeten dalam bidangnya
karena mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup
tentang apa yang mereka kerjakan sehingga sejauh ini mereka dapat
melaksanakan pekerjaan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan”
(Wawancara tanggal 21 April 2011)
Selain itu seorang supervisor dari perusahaan Y yang mempekerjakan
karyawan yang tercatat sebagai alumni BLKI Makassar menuturkan bahwa :
“Menurut pengamatan saya selama ini, bahwa karyawan yang tercatat
sebagai lulusan dari BLKI Makassar memang dikenal lebih terampil
dalam melakukan pekerjaan, seperti telah memiliki pengalaman jauh
sebelum bekerja disini oleh karena itu mereka tidak lagi terlihat kaku
dalam mengerjakan pekerjaannya.” (Wawancara tanggal 19 April 2011)
Dari informasi yang penulis dapatkan diatas, dapat dikatakan bahwa
lulusan dari BLKI Makassar yang telah berkerja pada suatu perusahaan, mampu
99
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang dipercayakan kepadanya dengan baik
serta mendukung pencapaian tujuan perusahaan tersebut. Hal ini terjadi tidak
lepas dari pengetahuan dan keterampilan serta didukung oleh sikap dan perilaku
kerja yang baik, yang dimiliki oleh lulusan dari BLKI Makassar melalui program
pelatihan reguler yang telah diikuti sebelumnya.
Dari sekian pernyataan diatas, yang menyangkut peningkatan
pengetahuan, ketarampilan dan juga sikap menunjukkan bahwa lulusan dari
BLKI Makassar dapat dikatakan telah berkompeten karena sejauh ini para
lulusan merasakan dampak yang baik setelah mengukuti pelatihan seperti
mengalami peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap atau perilaku
kerja. Selain itu lulusan dari BLKI Makassar juga telah manpu mkungan
menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku kerja yang mereka
dapatkan selama mengikuti pelatihan di BLKI Makassar dalam lingkungan kerja
mereka masing-masing.
Sehubungan dengan judul penelitian yang mengangkat tentang study
evaluasi penyelenggaraan program pelatihan reguler seperti yang telah
disebutkan sebelumnya bahwa tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan
program pelatihan reguler ini adalah untuk mewujudkan tenaga kerja yang
berkompeten dibidangnya dan memiliki daya saing. maka sesuai dengan hasil
penelitian yang merupakan studi evaluasi penyelenggaraan program pelatihan
reguler dimana, dalam penelitian ini peneliti melihat sejauh mana hasil dari
penyelenggaraan program pelatihan reguler dengan melihat sejauh mana
pencapaian tujuan dari penyelenggaraan program pelatihan reguler dengan
memfokuskan penelitian terhadap hasilnya yaitu kualitas para lulusan dari BLKI.
Maka disimpulkan bahwa penyelenggaraan program pelatihan reguler dapat
100
dikatakan berhasil karena telah mencapai tujuan, dimana sesuai dengan hasil
penelitian yang menyimpulkan bahwa para lulusan BLKI Makassar telah
memenuhi unsur-unsur penbentuk kompetensi sehingga Lulusan BLKI Makassar
dapat dikatakan telah berkompeten dibidangnya.
V.3. Manfaat Dari Program Pelatihan Reguler Sub Kejuruan Las Listrik
Penyelengggaraan suatu program akan memberikan dampak berupa
manfaat bagi yang bersangkutan dalam program tersebut seperti halnya
penyelenggaraan program pelatihan reguler pada sub kejuruan Las Listrik di
BLKI Makassar periode 2010 memiliki manfaat khususnya bagi para peserta
setelah mengikuti program pelatihan pada sub kejuruan Las Listrik. Berikut
beberapa hasil wawancara penulis dengan beberapa alunmi tentang manfaat
yang mereka peroleh setelah mengikuti program pelatihan reguler pada sub
kejuruan Las Listrik di BLKI Makassar:
Menurut SA, salah satu alunmi menyatakan bahwa:
“manfaat yang saya peroleh setelah mengikuti program pelatihan di sub kejuruan las Listrik seperti halnya pengetahuan serta keterampilan saya dalam hal mengelas jauh lebih baik dari sebelumnya” (Wawncara Tanggal 3 Agustus 2011)
Kemudian menurut L yang menyatakan bahwa:
“manfaat dari mengikuti pelatihan ini yaitu memudahkan saya dalam mendapatkan pekerjaan karena saya telah memiliki sertifikat di sertai dengan pengalaman pengalaman saya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan kejuruan yang saya tekuni” (Wawncara Tanggal 2 Agustus 2011) Selain itu pendapat lain juga dikemukakan oleh A yang menyatakan
bahwa:
101
“selain memudahkan dalam mendapatkan pekerjaan manfaat lainnya seperti jika kita telah memiliki modal sendiri maka kita dapat membuka usaha pengelasan sendiri karena kita sendiri telah professional dalm bidang pengelasan” (Wawncara Tanggal 2 Agustus 2011) Dari pendapat beberapa informan yang merupakan alunmi dari program
pelatihan reguler sub kejuruan Las Listrik periode 2010, maka dapat disimpulkan
bahwa ada beberapa manfaat yang peserta peroleh setelah mengikuti program
pelatihan reguler pada sub kejuruan Las Listrik di BLKI Makassar. Adapun
manfaat tersebut sebagai berikut:
a) Setelah mengikuti pelatihhan para peserta telah memiliki bekal
pengetahuan dan keterampilan berupa pengalaman dalam menggunakan
peralatan/mesin-mesin Las.
b) Mempermudah para peserta untuk terserap dilapangan kerja karena telah
dibekali pengalaman sesuai dengan bidangnya.
c) Jika memiliki modal peserta dapat membuka usaha sendiri seperti
bengkel las karena telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang
teknik-teknik dalm melakukan pengelasan.
102
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
IV. I. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian tentang evaluasi penyelenggaraan program
pelatihan reguler di Balai Latihan Kerja Industri Makassar periode 2010, maka
dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam suatu pelatihan
seperti peserta, pelatih/instruktur, lamanya latihan, materi (bahan latihan),
metode pelatihan, media pelatihan sebagian masih belum sesuai dengan yang
dibutukan oleh para peserta program pelatihan reguler khususnya yang berkaitan
dengan instruktur pelatihan dan media pelatihan yang digunakan. Dan evalusi
penyelenggaraan program pelatihan reguler di Balai Latihan Kerja Industri
Makassar periode 2010 yang difokuskan pada hasil dari penyelenggaraan
program pelatihan reguler , maka dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan
program pelatihan reguler telah berhasil karena telah mencapai tujuannya.
Dimana, para lulusan BLKI Makassar telah memenuhi unsur-unsur pembentuk
kompetensi yang diperlukan dan sebagian besar telah terserap pada dunia kerja.
Hal ini dipahami karena selama pelatihan yang bersangkutan telah ditempa
pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku kerja sesuai yang dibutuhkan
oleh perusahaan saat ini, sehingga lulusan BLKI Makassar telah berkompeten
dan memiliki daya saing di dunia kerja khususnya perindistrian.
103
IV. II. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik, maka dapat disarankan
sebagai berikut :
1. Mengingat hasil penelitian yang menyatakan bahwa setelah mengikuti
program pelatihan reguler lulusan BLKI Makassar telah mengalami
perubahan seperti peningkatan pengetahuan, keterampilan dan
sikap/perilaku kerja , maka diharapkan program pelatihan reguler yang
dilaksanakan di UPTP BLKI Makassar ini perlu lebih ditingkatkan lagi
sehingga tetap dapat mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten dan
berdaya saing.
2. Untuk lebih meningkatkan mutu,kualitas dan produktifitas para lulusan
program pelatihan reguler di BLKI Makassar, maka disarankan agar unsur-
unsur pelatihan seperti peserta, pelatih/instruktur, lamanya latihan, materi
(bahan latihan), metode pelatihan, media pelatihan perlu diperhatikan lagi
dans disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan program pelatihan
reguler.
104
DAFTAR PUSTAKA
Adair, Michael. 1995. Kualitas dan Keterampilan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Penerbit Jaya Pustaka
Aji F.B. dan Siraid S.M. 1990. Perencanaan dan Evaluasi, Jakarta: Bina Aksara.
Flippo, B Edwin. 1984. Manajemen Personalia (Terjamahan). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Gomes, Faustimo Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogryakarta: ANDI.
Hamalik, Oemar. 2001. Pengembangan Sumber Daya Manusia-Manajeman
Pelatihan ketenagakerjaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Handoko T. Hani .2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia
Cetakan 14. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Hasibuan Melayu S.P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia edisi revisi. PT.
Bumi Aksara: Jakarta.
Hariwijaya,M, DR & Triton P.B, S.Si. M.Si. 2008. Pedonam Penulisan Ilmiah
Profosal dan Skripsi. Yogyakarta: Tugu Publisher.
Hutapea, Parulian. MBA & Dr. Nurianna Thoha, MBA. 2008. Kompetensi.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Langbein, Laura Irwin. 1980. Discovering Whether Programs Work: A Guide To
Statistical Methods For Program Evaluation. California : Goodyear
Publishing Company.
Lynton, Rolf P & Undai Pareek.1984. Pelatihan dan Pengembangan Tenaga
Kerja. Jakarta: PT Pustaka Binanam Pressindo.
Mitrani, Alain. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi
(Terjamahan). Jakarta :PT Intermasia.
105
Moekijat,Drs.1991. Latihan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung: Mandar Maju.
Moekijat, Drs.1991. Perencenaan Tenaga Kerja. Bandung: Pionir Jaya.
Moenir.1992. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Balai Pustaka.
Notoatmodjo, Soekidjo .2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Palan, R. 2007. Competency Managemant. Teknik Implementasikan Manajemen
Sumber Daya Manusia Berbasis Kompatensi Untuk Meningkatkan Daya
Saing Organisasi. Jakarta: Penerbit Bina Ilmu.
Pradiansyah, Arvan.2004. You Are a Leader!. Jakarta: Gramedia.
Prasetyo, Bambang .2005. Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Quinn Patton dan Michael/Hill Warely .1978. Otilizater Fokus Evaluation. London:
Sube Publication
Rachmawati, Ike Kusdyah, SE. MM. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: ANDY OFFSET.
Rimsky, K Judisseno. 2008. Jadilah Pribadi Yang Berkompeten Ditempat Kerja.
Jakarta: Gramedia
Rivai, Veithzal. 2004. Manajeman Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Robbins, P Steph.2007. Perilaku Organisasi Ediso 10 (Terjamahan). Jakarta:
PT. Macanan Jaya Cemerlang
Sastro, Dr.B.Siswanto. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara..
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produtivitas Kerja. Bandung:
Mandar Maju.
106
Siagian, P Sondang. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Buni
Aksara.
Siregar Arifin M, DR. 1982. Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja
Pembangunan Ekonomi. Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi.
Universitas Indonesia.
Soedjadi,F.X. 1999. O&M (Organisasi dan Methods) Penunjang Keberhasilan
Manajemen. Jakarta: Haji Nasagung
Soedjadi, F.X.1997. Analisis Manajemen Modern. Jakarta: PT Gunung Agung.
Spencer and Spencer.1993. Competence At Work, Models For Superior
Performance, Jhon Willy and Sons,Inc. New York USA.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta.
Suid, dan Almasdi. 1996. Aspek Sikap Mental Dalam Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Swasono, Yudo & Endang Sulistya Ningsih. 1983. Metode Rencana Tenaga
Kerja. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Tayibnapis Farida Yusuf, DR. M.Pd. 2008. Evaluasi program dan Instrumen
Evaluasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Terry, George. R. 2008. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1995. Manajemen Pembangunan. Jakarta: Gunung
Agung.
Umar, Husein. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia
Puataka Utama.
107