Post on 01-Jan-2016
description
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang memiliki perairan yang luas
sehingga berpotensi bagi pengembangan usaha perikanan, baik dari
segi bahan baku maupun dari segi produk pangan. Produk hasil laut
yang lebih banyak dikenal adalah ikan, salah satu diantaranya adalah
ikan barakuda (Sphyreaena qenie). Ikan barakuda (Sphyreaena qenie)
merupakan salah satu jenis ikan yang terdapat perairan Indonesia yang
pada umumnya kaya akan kandungan protein , ikan ini memiliki tekstur
daging yang baik dan berdaging putih. Ikan seperti halnya produk lain
mudah mengalami kerusakan. Proses pengolahan dan pengawetan
ikan merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri
perikanan.
Salah satu bentuk diversifikasi produk hasil perikanan yaitu
mengolahnya menjadi surimi dan produk olahan berbasisi surimi. Hal ini
disebabkan ikan barakuda mempunyai daging yang tebal dan
memungkinkan penyediaan bahan baku yang masih segar. Surimi
adalah istilah jepang bagi produk setengah jadi, berupa daging lumat
yang dibersihkan dan mengalami pencucian berulang-ulang agar
sebagian besar bau, darah, lemak, pigmen serta protein larut air hilang
sehingga konsentrasi protein miofibril dari daging ikan meningkat
(Okada,1985). Surimi dapat diolah lebih lanjut menjadi beberapa
produk, salah satu diantaranya adalah otak-otak. Pada umumnya
2
pengolahan otak-otak menggunakan bahan baku ikan tenggiri karena
ikan ini memiliki tekstur yang kenyal dan padat serta memiliki warna
yang putih namun memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga perlu
dilakukan modifikasi dengan mengganti ikan tersebut dengan jenis ikan
yang relatif murah namun memiliki sifat daging yang sama dengan ikan
tenggiri salah satunya adalah ikan barakuda (Sphyreaena
qenie).Kondisi ikan yang masih segar akan menghasilkan surimi
dengan kemampuan membentuk gel yang baik. Kekuatan gel
merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu
surimi.Umumnya penyimpanan surimi dilakukan dalam keadaan beku
namun pembekuan dapat menyebabkan perubahan sifat fungsional dari
protein ikan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan
membentuk gel sehingga akan berpengaruh pada produk olahan
selanjutnya.Untuk mengatasi masalah tersebut maka ke dalam surimi
perlu ditambahkan bahan pembentuk gel sehingga dapat meningkatkan
konsistensi gel surimi.
Karagenan sebagai salah satu jenis hidrokoloid penting
memiliki aplikasi yang luas dalam industri pangan dan non-pangan,
diantaranya berfungsi sebagai bahan penstabil, pengental, pembentuk
gel, pengemulsi dan pembentuk tekstur. Dari uraian diatas maka
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
karagenan dalam pembuatan surimi ikan barakuda (Sphyreaena qenie)
dan aplikasinya pada pengolahan otak-otak.
3
B. Rumusan Masalah
Gel merupakan faktor yang sangat menentukan mutu surimi
karena akan berpengaruh terhadap tekstur produk olahan selanjutnya.
Pembekuan dapat menyebabkan perubahan sifat fungsional dari
protein ikan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan
membentuk gel. Karagenan dapat berfungsi sebagai pembentuk gel,
namun belum diketahui karakteristik fisik (gel) dan kimia surimi yang
dihasilkan dengan penambahan karagenan.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui karakteristik fisik (gel) dan kimia surimi yang
dihasilkan dengan penambahan karagenan.
2. Untuk mengetahui mutu organoleptik otak-otak dari surimi ikan
barakuda dengan penambahan karagenan.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi bagi
masyarakat, produsen dan instansi terkait tentang kegunaan
karagenan sebagai bahan pembentuk gel dalam pengolahan surimi
ikan barakuda (Sphyraena qenie).
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Barakuda (Sphyraena qenie)
Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang biasa
dikonsumsi oleh manusia. Karena merupakan bahan makanan yang
mudah diperoleh dan terjangkau harganya. Selain itu ikan merupakan
sumber protein dengan niali cerna yang sangat tinggi yaitu lebih dari
90 %. Kondisi ini menjadikan ikan sangat mudah dicerna dan baik
untuk lansia, anak-anak dan bayi. Mengingat kelompok tersebut
adalah usia rentan, dimana balita memiliki sistem pencernaan yang
belum sesempurna orang dewasa. Sedangkan manusia sistem organ
pencernaannya memiliki fungsi yang sudah mulai menurun.
Dua kelompok ini sangat disarankan mengkonsumsiikan untuk
memenuhi kebutuhannya.selain itu ikan juga mempunyai rasa yang
enak, gurih dan banyak mengandung jaringan pengikat yang
ulet, sehingga rasanya selalu empuk apabila dimasak, akan
tetapi ikan termasuk komoditi yang sangat mudah (Hadiwiyoto, 1993).
Barakuda adalah ikan dalam kelas Actinopterygii yang dikenal
berwujud menyeramkan dan berukuran tubuh besar, yaitu sampai
panjang enam kaki dan lebar satu kaki. Tubuhnya panjang dan
ditutupi oleh sisik yang halus. Ikan ini dapat ditemukan di samudra
tropis dan subtropis di seluruh dunia. Barakuda adalah anggota
genus Sphyraena, satu-satunya genus dalam familia Sphyraenidae
(Anonim, 2010b).
5
ikan barakuda disebut juga ikan alu-alu. termasuk ikan
karnivora yang buas. ikan barakuda yang biasa tersedia di pasar
berkuran panjang 50-60 cm. ikan barakuda biasa dipotong steak
(Bahar,2006).
Menurut Anonim (2010b), klasifikasi ikan barakuda adalah
sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Sphyraenidae
Genus : Sphyraena
Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat
dibutuhkan oleh manusia karena banyak mengandung protein dan air
yang cukup tinggi, akan tetapi ikan termasuk komoditi yang sangat
mudah rusak (highly perishable). Oleh karena itu, dibutuhkan teknik
dalam penanganan dan pengolahan (Afrianto dan Evi, 1989).
Salah satu sumber protein tinggi berasal dari ikan berdaging
putih adalah dari ikan jenis sphyraena yang salah satu diantaranya
adalah ikan barakuda. Ikan ini hidup dilaut-laut Indonesia, banyak
terdapat di sepanjang pantai-pantai Asia. Bentuk tubuhnya panjang
bulat dan kepalanya menirus kebagian moncong (Djuhanda, 1981).
6
Warna punggung ikan alu-alu abu-abu kebiruan, warna badan
bagian bawah keperak-perakan, terdapat 18-23 ban-ban. yang
membentuk sudut melintang badan melalui garis rusuk. kedua sirip
punggungnya biru kehitaman dan pada ujung sirip dubur warnanya
agak gelap. warna sirip-siripnya kuning keabu-abuan, pada bagian
ujung dari sirip punggung kedua, dubur, dan ekor, berwarna putih
(Purnomowati dkk.,2008)
Daging ikan seperti halnya dengan hasil hewani pada
umumnya mengandung zat gizi yang diperlukan bagi tubuh kecuali
karbohidrat yang biasanya hanya terdapat dalam kadar sangat
rendah. Mutu protein ikan dapat dikatakan tinggi, karena mudah
dicerna dan mengandung asam-asam amino dalam jenis dan jumlah
relatif sesuai dengan kebutuhan tubuh (Sri, 1991).
Protein miofibril terdiri dari protein aktin, miosin dan protein
regulasi seperti tropomiosin, troponin dan aktinin dimana protein
miofibril ini amat berperan dalam pembentukan gel pada daging ikan
yang diolah (Suzuki, 1981).
Protein miofibril dapat diekstrak dari daging ikan dengan
menggunakan larutan garam 2 – 3,5 %. Banyaknya protein miofibril
yang diekstrak dalam daging ikan tergantung pada kondisi
fisiologis ikan, pH larutan, jenis jaringan dan lama ekstraksinya
(Fardiaz, 1985).
7
Ikan yang digunakan harus bermutu baik. Apabila mutu
kesegaran ikan sudah menurun, akan dihasilkan surimi dengan tekstur
yang elastisitas gel yang rendah. Disarankan untuk memilih ikan
berkadar lemak rendah dengan konsistensi daging yang padat dan
kandungan protein miofibrilar yang tinggi agar dihasilkan surimi
dengan sifat gel yang baik. Secara umum, ikan air tawar dan ikan
berdaging merah mempunyai kekuatan gel yang lebih rendah dari
pada ikan laut dan ikan berdaging putih. Jika akan diolah menjadi
produk imitasi, maka sebaiknya menggunakan ikan dengan rasa yang
tawar agar dapat ditambahkan flavor yang mirip dengan flavor produk
aslinya. Warna daging ikan juga akan mempengaruhi warna surimi
yang dihasilkan (Anonim,2010c).
pH pada ikan yang sudah tidak segar biasanya lebih basis
(tinggi) daripada yang masih segar, hal ini disebabkan oleh timbulnya
senyawa-senyawa yang bersifat basis, misalnya ammonia,
trimetilamin, dan senyawa-senyawa volatil lainnya (Anonim,2008b).
B. Surimi
Surimi adalah protein miofibril ikan yang telah distabilkan dan
diproduksi melalui tahapan proses secara kontinyu yang meliputi
penghilangan kepala dan tulang, pelumatan daging, pencucian,
penghilangan air, penambahan cryoprotectant, dilanjutkan dengan
atau tanpa perlakuan, sehingga mempunyai kemampuan fungsional
terutama dalam membentuk gel dan mengikat air. Surimi merupakan
8
produk antara yang dapat diolah menjadi berbagai macam produk
lanjutan (fish jelly product) seperti bakso, sosis, otak-otak, kamaboko,
chikuwa yang spesifikasinya menuntut kelenturan (springiness)
(Santoso,2009).
Surimi adalah produk daging ikan lumat yang telah dicuci
dengan air dan dicampur dengan krioprotektan untuk penyimpanan
beku. Protein larut air (protein sarkoplasma), enzim, darah, komponen
logam, dan lemak akan dikeluarkan selama proses pencucian.
Sehingga, daging ikan giling yang telah dicuci akan mengandung
sejumlah besar protein serat yang larut garam (protein miofibrilar).
Konsistensi surimi mirip dengan bubur kentang. Myosin dan aktin
merupakan komponen utama dari protein ikan yang larut garam
(protein miofibrilar) dan berperan penting dalam membentuk
karakteristik utama surimi, yaitu kemampuan untuk membentuk gel
yang kokoh tetapi elastis pada suhu yang relatif rendah (sekitar -40oC)
(Anonim,2010c).
Menurut Irianto (1988), surimi adalah suatu produk yang
berasal dari daging ikan yang telah dipisahkan bagian kepala, isi
perut, kulit dan tulang yang kemudian pada dagingnya mengalami
perlakuan pelumatan dan penambahan beberapa jenis bahan
pembantu untuk mendapatkan mutu yang dikehendaki. Adapun teknik
pengolahan surimi meliputi tahap pemisahan daging, tahap pencucian,
pelumatan dan penambahan krioprotektan. Tujuan utama pencucian
9
hancuran daging adalah untuk mengilangkan garam-garam organik,
protein-protein larut dalam air, pigmen-pigmen kontaminasi yang
berasal dari organ-organ isi perut, bakteri-bakteri serta bahan-bahan
hasil dekomposisi.
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi
tubuh, karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh serta
sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004).
Menurut Santoso (2009), beberapa keunggulan yang dimiliki
surimi adalah sebagai berikut:
Dapat memanfaatkan ikan yang sering digunakan (ekonomis) dan
ikan yang jarang digunakan (nonekonomis) sebagai bahan baku.
Surimi beku dapat disimpan lama dan memiliki kandungan protein
fungsional yang tinggi.
Variasi produk berbahan dasar surimi dapat diproduksi dengan
alternatif bentuk dan kualitas rasa, dengan cara mengaplikasikan
berbagai macam teknologi pengolahan dan bumbu (seasoning).
10
Tabel 1. Syarat Mutu Surimi Beku
Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu
1) Organoleptik
- Nilai min
7
2) Cemaran mikroba
- ALT,maks
-Escherichia coli
-Coliform
-Salmonella
-Vibirio cholerae
Koloni/g
AMP/g
Per 25 g
Per 25 g
5 x 105
<3
3
Negatif
Negatif
3) Cemaran Kimia
-Abu total,maks
-Lemak,maks
-Protein,min
% b/b
% b/b
% b/b
1
0,5
15
4) Fisika
-Suhu pusat,maks
-Uji lipat,min
-Elastisitas,min
oC
g/cm
-18oC
grade A
300
Sumber :SNI 01-2693-1992
Proses pembentukan gel melibatkan garam, protein dan air,
sehingga reaksi antara protein-air-garam memegang peranan yang
sangat penting.Selama penyimpanan beku terjadi perubahan sifat
fungsional dari protein miofibril yaitu berkurangnya kemampuan
mengikat air dan garam sehingga kekuatan gel yang dihasilkan
semakin rendah. Hal ini terkait adanya proses denaturasi protein
miofibril selama penyimpanan beku (Santoso,2009).
Kekenyalan sangat berhubungan dengan kandungan protein
surimi, terutama protein miofibliar (miosin dan aktin) yang dapat
membentuk suatu struktur yang kompak dengan air dan lemak
(Hustiany,2005).
11
C. Karagenan
Karagenan merupakan senyawa yang termasuk kelompok
polisakarida galaktosa hasil ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar
karagenan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang
dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer
3,6-anhydro-galaktosa. Karagenan banyak digunakan pada sediaan
makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat
gel, pengental atau penstabil. Karagenan dapat diekstraksi dari protein
dan lignin rumput laut dan dapat digunakan dalam industri pangan
karena karakteristiknya yang dapat berbentuk geli, bersifat
mengentalkan, dan menstabilkan material utamanya. Karagenan
sendiri tidak dapat dimakan oleh manusia dan tidak memiliki nutrisi
yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu, karagenan hanya
digunakan dalam industri pangan karena fungsi karakteristiknya yang
dapat digunakan untuk mengendalikan kandungan air dalam bahan
pangan utamanya, mengendalikan tekstur, dan menstabilkan
makanan (Anonim, 2010a)
Karagenan termasuk koloid hidrofil yang membentuk gel dalam
air karena di dalam molekulnya terdapat gugus sulfat yang sangat
aktif, maka karagenan pun sangat rekatif dibandingkan dengan
agar-agar maupun alginate. Kadar sulfat karagenan sangat bervariasi
tergantung jenis alganya, biasanya mengandung 25 % dalam kappa
karagenan dan 10 % dalam lambda karagenan (Harlim,1989).
12
Karagenan mempunyai kemampuan yang unik, yaitu dapat
membentuk berbagai variasi gel pada temperatur ruang. Larutan
karagenan dapat mengentalkan dan menstabilkan partikel-partikel
sebaik pendispersi koloid dan emulsi air minyak (Anonim, 2007b).
Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari
ester kalium, natrium, magnesium, kalium sulfat, dengan galaktosa
dan 3,6 ahhydrogalaktopolimer. Karagenan sangat penting
peranannya sebagai penstabil (pengatur keseimbangan), thickener
(bahan pengental), pembentuk gel, pengemulsi,dsb. Sifat ini banyak
dimanfaatkan dalam industry makanan, obat-obatan, kosmetik, cat,
pasta gigi, dan industri lainnya (Winarno,1996).
Karagenan mampu mengikat kuat air, senyawa-senyawa polar
dan nonpolar pada bahan pangan sehingga membentuk gel, dimana
pada saat pembentukan gel akan mengikat kalium, kalsium dan
ammonium. Sebagai penstabil pada bahan makanan daging,
karagenan digunakan sebanyak 0,3% - 0,5% (Smith, 1991).
13
Tabel 2. Daya kestabilan karagenan terhadap perubahan pH dalam berbagai media pelarut
Stabilitas Fraksi (Jenis) Karagenan
Kappa Iota Lamda
Pada pH
Alkali
Stabil Stabil Stabil
Pada pH
netral
Stabil Stabil Stabil
Pada pH
asam
Terhidrolisis
dalam larutan
jika dipanaskan,
stabil dalam
membentuk gel
Terhidrolisis
dalam larutan
jika dipanaskan,
stabil dalam
membentuk gel
Terhidrolisis
Sumber : Thomas (1992).
Pada umumnya, karagenan dapat berinteraksi dengan
makromolekul bermuatan, misalnya protein sehingga mampu
menyebabkan berbagai pengaruh seperti peningkatan viskositas,
pembentukan gel, pengendapan dan stabilisasi. Hasil interaksi dari
karagenan dan protein sangat tergantung pada pH larutan dan pH
protein. Struktur kappa dan iota karagenan memungkinkan bagian dari
molekul menjadi bentuk jaringan tiga dimensi atau gel, sedangkan
lambda karagenan tidak mampu membentuk double helix
(Winarno 1990).
Pengolahan rumput taut menjadi karaginan dilakukan dengan
ekstraksi panas dalam suasana basa. Tahap-tahap proses
pengolahan karaginan secara umum terdiri dari pencucian,
perebusan/ekstradisi, penyaringan, pengendapan filtrat dengan
alkohol, pengeringan dan penepungan (Anonim,2011)
14
Menurut Anonim Anonim (2011), pengolahan rumput laut
menjadi karagenan adalah sebagai berikut :
1. Pencucian
Rumput laut yang akan diekstraksi dicuci dan dibersihkan
dengan air untuk menghilangkan pasir, garam, kapur,
karang, potongan tali dan rumput laut jenis lainnya yang tidak
diinginkan.
2. Ekstraksi :
Rumput laut yang telah bersih kemudian direbus/diekstraksi
dalam air dengan volume 40 - 50 kali berat rumput laut kering,
pH air ekstraksi diatur dengan menggunakan larutan NaOH
sehingga diperoleh pH 8 - 9. Perebusan pertama dilakukan
selama 30 - 60 menit pada suhu 90 - 95°C. Rumput laut
kemudian dihancurkan sehingga berbentuk bubur rumput laut.
Ekstraksi kedua dilakukan selama 2 sampai beberapa jam
tergantung jenis rumput Taut yang diekstraksi. Menurut
Marine Colloid Inc untuk rumput laut jenis Eucheuma cottonii
dilakukan selama 18 jam, sedangkan untu jenis Eucheuma
spinosum dilakukan selama 3 jam.
3. Penyaringan :
Setelah proses ekstraksi selesai bubur rumput laut
ditambah dengan filter aid (celite atau tanah diatomae) dengan
konsentrasi 3-4%. Penyaringan dilakukan dengan filter press,
15
dalam keadaan panas sehingga memudahkan penyaringan.
Filtrat hasil penyaringan kemudian ditambah dengan 0,05% NaC
untuk memudahkan proses pengendapan.
4. Pengendapan :
Pengendapan karaginan dilakukan dengan cara menuangkan
filtrat ke dalam isopropyl alkohol sambil diaduk-aduk selama 15
menit, sehingga terbentuk seratserat karaginan. Perbandingan
filtrat dan isopropyl alkohol yang digunakan adalah 1 : 2. Serat-
serat karaginan yang diperoleh kemudian direndam kembali
dengan isoprpyl alkohol selama 30 menit sehingga diperoleh serat
karaginan yang lebih kaku.
5. Pengeringan dan Penepungan :
Serat-serat karaginan kemudian dikeringkan di dalam oven
dengan suhu 60°C sampai kering, kemudian digiling sehingga
diperoleh tepung karaginan.
Penggunaan karagenan dimaksudkan untuk memperbaiki tekstur
dan kekenyalan gel produk. Karagenan dapat meningkatkan daya
mengikat air, memperbaiki daya iris produk akhir, meningkatkan
juiceness serta melindungi produk dari efek pembekuan dan
thawing. Karagenan dapat dicampurkan bersama daging, larutan
garam, tepung dan bahan tambahan pangan. Umumnya karagenan
digunakan pada konsentrasi kurang dari 1 % dan dilarutkan dengan
cara pemanasan (Keeton, 2001).
16
Karagenan digunakan terutama untuk bahan pemadat dan
pembentukan gel. K- dan i- karagenan membentuk gel termoreversible
pada pendinginan dengan adanya kounter ion yang sesuai
k-Karagenan membentuk bentuk yang jelas, jika mudah rusak,
mengindikasikan stabilitas freeze-thaw gel sangat rendah, dimana
transisi gulungan double spiral yang diikuti oleh ion K+ merangsang
agregasi dari heliks. Gel k-Karagenan dapat diperhalus (dan biasanya
dianggap secara sinergis diperkuat) dengan gum biji locust
i-Karagenan memiliki daya ikat ion yang kurang spesifik tetapi
peningkatan kekuatan ion memungkinkan untuk membentuk
persimpangan zona di gel lembut statis dengan stabilitas freeze-thaw
yang baik. -karagenan tidak membentuk gel karena kekurangan dari
1C4 ikatan 3,6 anhydro memungkinkan residu galaktosanya untuk
kembali menyesuaikan ke 4C1 yang tidak memungkinkan formasi awal
double spiral untuk membentuk gel. Selain itu, kepadatan yang tinggi
dari kelompok berisi sulfat mendorong pembentukan sebuah
penyesuaian ekstensif (Anonim,2010d).
Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk
larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu.
Larutan karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan
dibawah 4,3 (Imeson 2003).
17
D. Penyimpanan Beku
Pembekuan merupakan proses perpindahan panas yang
disertai perubahan fase dari cair menjadi padat. Pendinginan hanya
dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari / minggu
tergantung dari macam bahan pangannya, sedangkan pembekuan
dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan dan bahkan
beberapa tahun (Winarno, 2004)
Penyimpanan dengan suhu rendah dapat dilakukan dengan cara
penyimpanan suhu dingin yakni berkisar 0oC yang dapat
mempertahankan mutu ikan hanya 12-14 hari. Sedangkan
penyimpanan suhu beku menggunakan suhu jauh dibawah 0oC yakni
sebesar -10oC sampai -12oC yang dapat mencegah terjadinya
pembusukan akan tetapi untuk mencegah terjadinya proses lain
berupa denaturasi protein pada ikan menggunakan suhu -20oC
sampai -30oC yang mana dapat mempertahankan mutu selama
12 bulan (Buckle et al, 2007).
Menurut Ilyas (1972) selama penyimpanan beku produk
perikanan akan kehilangan air, terjadi oksidasi , perubahan warna dan
rasa, serta terjadi “drip”, yaitu cairan bening yang merembes
keluar sewaktu produk dilelehkan. Proses pembekuan
cenderung menyebabkan susunan mutu makanan berubah dan
perubahan ini akan langsung berakibat pada susunan proteinnya
(Connell, 1980). Dyer dan Dingle (1961) menjelaskan perubahan yang
18
terjadi adalah denaturasi protein, perubahan dalam sistem garam,
protein dan air selama pembekuan dan perubahan dalam sistem
aktomiosin.
Pada umumnya penyimpanan dan pendistribusian surimi
dilakukan dalam bentuk beku. Surimi yang sudah dicampur dengan
cryoprotectant misalnya gula atau sodium tripolifosfat, dikemas dalam
kantong-kantong plastik kemudian dibekukan dan disimpan beku pada
suhu -20ºC. Surimi beku ini memudahkan dalam transportasi,
penyimpanan dan penanganan, tetapi memerlukan proses pelelehan
(thawing) sebelum diolah menjadi produk lanjutan. Selama
penyimpanan beku masih terjadi perubahan sifat fisiko-kimia protein
yang berpengaruh terhadap sifat fungsionalnya (Santoso,2009)
Loss drip (cairan yangkeluar/eksudasi) yang terjadi pada saat
thawing sebelum diadakan pengukuran kadar protein nugget daging
tuna. Drip menyebabkan beberapa nutrient seperti garam, polipeptida,
asam amino, asam laktat, purin dll yang larut dalam air akan terbawa
bersama air yang keluar dari nugget. Polipeptida, asam amino dan
asam laktat tersebut mengandung nitrogen yang hilang akibat drip dan
tak terukur saat pengukuran dengan metode Kjeldhal dimana
pengukurannya berdasarkan pengamatan jumlah nitrogen (Rospiati,2006)
Pembekuan dengan suhu yang tidak tepat dapat menimbulkan
kerusakan berupa pecahnya sel-sel sehingga cairannya keluar dari
sel, warna bahan menjadi gelap, terjadi pembusukan dan pelunakan.
19
Pada bahan pangan yang dibekukan tanpa dibungkus maka bagian
luarnya akan menjadi kering dan mengeras sehingga akan
mempengaruhi tekstur produk akhir yang dihasilkan (Winarno, 1993).
Menurut Desroiser (1988), Mekanisme pembekuan yang terjadi
dalam freezer adalah sebagai berikut:
a. Panas dari pusat bahan akan berpindah secara konduksi ke
permukaan bahan.
b. Panas dari permukaan bahan akan berpindah secara konveksi ke
udara pendingin.
c. Udara panas akan digantikan secara terus menerus oleh udara
pendingin sampai suhu pusat bahan sama dengan suhu udara
pendingin.
E. Otak-otak
Otak-otak adalah sejenis makanan yang dibuat dari ikan yang
dibungkus dengan daun pisang dan dibakar menggunakan api arang
kayu ataupun sabut kelapa. Otak-otak pada umumnya terbuat dari
ikan tenggiri, santan, sagu, bumbu, dan gula. Otak-otak ini merupakan
makanan khas daerah sumatera selatan. Namun penyebarannya
hampir diseluruh Indonesia. Otak-otak digunakan sebagai hidangan
dan sajian pembuka. Sebagai hidangan, otak-otak sebaiknya
dihidangkan dalam keadaan panas (segera setelah dibakar).
Otak-otak ini dapat tahan lebih dari satu hari asalkan dimasukan
kedalam lemari pendingin. Sajian ikan begitu popular, apalagi untuk
20
kita yang tinggal di negeri yang dikelilingi lautan dan sungai-sungai
besar. Kita mengkonsumsinya karena cita rasanya yang lezat dan
ternyata ikan pun dianggap bahan pangan yang baik untuk kesehatan.
(Anonim, 2006).
Otak-otak merupakan modifikasi produk olahan antara baso dan
kamaboko. Masyarakat pada umumnya telah mengenal otak-otak
karena rasanya yang enak dan cara pengolahannya yang cukup
sederhana. Pengolahan otak-otak dilakukan dengan cara
pengukusan, pemanggangan, dan penggorengan. Umumnya ikan
yang biasa digunakan untuk membuat otak-otak adalah ikan laut.
Pembuatan otak-otak tidak jauh berbeda dengan pembuatan
makanan yang berbahan dasar surimi, seperti baso, nugget, sosis,
empek-empek, dan lain-lain (Anonim, 2007a).
.Otak-otak dan kaki naga merupakan produk makanan yang
menggunakan bahan baku utama daging / fillet ikan yang diolah
menjadi pasta gel protein yang disebut kamaboko. Selanjutnya
kamaboko dioleh menjadi otak-otak dan kaki naga. Bahan baku yang
digunakan adalah fillet ikan segar seperti yang memiliki daging
berwarna putih dan tidak memiliki banyak duri dan memiliki daging
kenyal. Daging ikan yang berwarna putih memiliki kandungan protein
yang lebih baik. Kualitas dan kandungan protein ikan dapat
berpengaruh terhadap tingkat kekenyalan otak-otak dan kaki naga
(Suzuki 1981).
21
Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan
otak-otak ikan ini adalah tepung, umumnya tepung tapioka atau
tepung sagu. Tepung tapioka ini berfungsi sebagai bahan pengisi,
pengikat, dan pemantap yang sangat berpengaruh pada mutu akhir
produk terutama tekstur dan konsistensi produk otak-otak. Jenis
dan jumlah bahan pengikat akan snagat berpengaruh pada kualitas
tekstur dari otak-otak yang dihasilkan. Perbandingan tepung
dengan pasta ikan atau gilingan ikan yaitu 0:1 sampai 1:1. Tepung
yang terlalu banyak akan menyebabkan tekstur adonan otak-otak
menjadi keras dan rasa ikannya tidak muncul dan sebaliknya jika
kurang maka otak-otak akan menjadi lembek dan hancur jika dikunyah
( Anonim, 2008a).
22
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Oktober 2010,
di Laboratorium Pengolahan Pangan, dan laboratorium Kimia, Analisa
dan Pengawasan Mutu Pangan. Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas
Hasanuddin.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender,
baskom, pisau, plastik, panci pengukus, sendok, kompor, timbangan
analitik,
Alat-alat yang digunakan dalam analisa adalah cawan
(porselin), freezer,Texture Analyzer, timbangan analitik, gelas ukur
100 ml, labu ukur 100 ml, pipet volume 25 ml, Erlenmeyer 100 ml, labu
Kjedhal 100 ml, labu destilasi, pemanas listrik, gegep, oven, desikator,
buret asam, tanur, labu kjeldahl, cawan pengabuan,pH
meter,waterbath dan lain-lain sesuai kebutuhan penelitian.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan
Barakuda (Sphyraena qenie), aquadest, es batu, garam, tepung
tapioka, santan kelapa, gula pasir, merica, bawang putih, daun
bawang dan daun pisang. Karagenan, NaCl 0,25 %, sedangkan
bahan untuk analisa adalah plastik polietilen, kertas label, tissue roll,
23
K2S2O4, HgO, indikator PP, alkohol 80 %, butiran Zink, larutan Asam
Borat, NaOH-Na2S2O3,H2SO4, HCl, dan Na3SO4-HgO. indikator metil
merah, dan petroleum ether.
C. Prosedur Penelitan
Prosedur Kerja yang akan dilakukan meliputi beberap tahap yaitu :
1. Penentuan Kadar Proximat Ikan Barakuda (Sphyraena qenie):
a) Analisa Kadar Air (Sudarmadji, dkk., 1997)
Sampel sebanyak 1 – 2 gram dimasukkan ke dalam cawan
petri yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC
selama 3 – 5 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator lalu
ditimbang. Dipanaskan kembali selama 30 menit, didinginkan
dalam desikator lalu ditimbang. Hal ini dilakukan hingga tercapai
berat konstan. Perbedaan berat sebelum dan setelah
pengeringan dihitung :
Kadar air = Berat awal − Berat setelah pengeringan
Berat awal x 100 %
b) Analisa Kadar Abu (Apriyantono, dkk., 1989)
Sampel sebanyak 3 – 5 g dimasukkan ke dalam cawan
pengabuan, yang sebelumnya telah dibakar dalam tanur dan
didinginkan dalam desikator serta ditimbang beratnya. Sampel
dibakar dalam tanur sam pai didapat abu berwarna abu-abu
atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam
2 tahap :
24
pertama pada suhu 400 oC dan kedua pada suhu 550 oC.
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya.
Banyaknya kadar abu dapat dihitung :
% Abu = Berat abu (g)
Berat sampel (g) x 100 %
c) Analisa Kadar Protein (Sudarmadji, dkk., 1997)
1. Sampel sebanyak 1 g dihaluskan dan dimasukkan ke dalam
labu Kjeldahl. Ditambahkan 7,5 g K2S2O4 dan 0,35 g HgO
serta 15 ml H2SO4 pekat.
2. Dipanaskan dalam lemari asam hingga berhenti berasap.
Dipanaskan terus dengan api besar hingga mendidih dan
cairan menjadi jernih. Dipanaskan lagi lebih kurang satu jam.
Biarkan dingin.
3. Ditambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang
didingikan dalam lemari es. Tambahkan 15 ml larutan K2S 4%
(dalam air) dan ditambahkan perlahan-lahan larutan NaOH
50% sebanyak 50 ml yang sudah didinginkan dalam lemari es.
4. Labu Kjeldahl dengan segera dipasang pada alat destilasi.
Labu Kjeldahl dipanaskan secara pelahan-lahan hingga dua
lapisan cairan tercampur, lalu dipanaskan dengan cepat
hingga mendidih.
5. Distilat ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi 50 ml
larutan standar HCL (0,1N) dan 5 tetes indikator metil merah.
Destilasi dilakukan hingga tertampung 75 ml.
25
6. Destilat yang diperoleh dititrasi dengan standar NaOH 0,1 N.
7. Dibuat pula larutan blanko dengan mengganti bahan dengan
aquadest, dilakukan destruksi, destilasi, dan titrasi seperti
pada bahan.
8. Dihitung total protein dengan rumus :
% N = (ml NaOH blanko − ml NaOH contoh)
g contoh x 1000 x 100 𝑥 14,008
d) Analisa Kadar lemak (Apriyantono, dkk., 1989).
1. Sampel sebanyak 2 g dihaluskan.
2. Dicampur dengan pasir yang telah dipijarkan sebanyak 8 g
dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi Soxhlet dalam
Thimble.
3. Air pendingin dialirkan melalui kondensor. Tabung ekstraksi
dipasang pada alat destilasi dengan petroleum ether
secukupnya selama 4 jam. Setelah residu dalam tabung
ekstraksi diaduk, ekstraksi dilanjutkan lagi selama 2 jam
dengan pelarut yang sama.
4. Petroleum ether yang telah mengandung ekstrak lemak dan
minyak dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui
beratnya. Kemudian diuapkan dengan penangas air sampai
agak pekat.
26
5. Dikeringkan dalam oven 100oC sampai berat konstan. Berat
residu dalam cawan petri dinyatakan sebagai berat lemak dan
minyak.
6. Dihitung dengan rumus :
% Lemak = Berat lemak (g)
Berat sampel (g) x 100 %
e) Analisa Karbohidrat (Winarno, 1997)
Analisa karbohidrat dilakukan dengan perhitungan kasar
(Proximate analisis) atau juga disebut Carbohidrate by
Difference.
% Karbohidrat = 100 % - % (protein + lemak + kadar air + kadar abu)
2. Pembuatan Surimi
Prosedur Kerja yang akan dilakukan meliputi beberap tahap yaitu
1. Ikan barakuda dicuci bersih kemudian di timbang beratnya.
2. Dilakukan penyiangan berpa pembuangan kepala, isi perut, ekor,
dan sisiknya.
3. Pemisahan dari tulangnya dan diambil daging putihnya.
4. Ikan digiling sampai halus dan ditambahkan es batu selama
penggilingan.
5. Dilakukan pencucian sebanyak 3 kali dengan menggunakan air es
kemudian pada pencucian terakhir ditambahkan NaCl 0,25 %.
6. Dilakukan penyaringan/ pemurnian sehingga diperoleh minced
atau surimi.
27
7. Di timbang 250 gr kemudian dilakukan perlakuan :
A0 : Tanpa perlakuan penambahan
A1 : Daging ikan 250 gr + 0,3 % Karagenan
A2 : Daging ikan 250 gr + 0,5 % Karagenan
A3 : Daging ikan 250 gr + 0,7 % Karagenan
8. Dicampur kemudian dikemas dengan menggunakan alumunium
foil ataupun plastik polietilen.
9. Dilakukan penyimpanan pada suhu beku yakni -20 oC dengan
lama pengamatan :
Bo : Tanpa Penyimpanan (Kontrol)
B1 : penyimpanan 7 hari
B2 : penyimpanan 14 hari
10. Dilakukan pengujian kadar air (metode oven), kadar protein
(metode kjedhal), asam lemak bebas, dan organoleptik ( warna,
aroma dan tekstur)
3. Pembuatan Pasta Surimi
1. Ditimbang berat surimi kemudian dimasukkan ke dalam food
processor, ditambahkan 3% garam dan 30% air es dari berat
surimi kemudian di aduk selama + 15 menit. Pertahankan suhu
surimi 50C - 70C.
2. dimasukkan adonan yang diperoleh ke dalam cetakan atau
casing.
28
3. Produk dipanaskan ke dalam waterbath pada suhu 400C selam 30
menit (pemanasan I) dan lanjutkan pemanasan II pada suhu 900C
selama 15 menit.
4. Produk didinginkan dalam air es dan simpan dalam refrigerator
5. Dilakukan Pengujian Uji Kekuatan gel (texture analyzer).Pengujian
dapat dilakukan dalam waktu 24 jam - 48 jam setelah preparasi.
4. Pembuatan Otak-otak
1. Ikan yang telah dihaluskan, lalu ditambahkan 83 gr tepung
tapioka.
2. Dimasukkan bahan-bahan tambahan, meliputi 83 ml santan, ,
10 gr bawang putih, 1 gr merica, 1 gr daun bawang, 3 gr garam
dan 2 gr gula secara bergantian, diaduk hingga ±15 menit
3. Dilakukan pengemasan dengan menggunakan daun pisang
4. Dilakukan pengukusan dengan suhu 900C dengan waktu 25
menit
5. Dilakukan pengujian organoleptik berupa rasa dan tekstur.
D. Parameter Pengamatan
a) Uji Kekuatan gel (Shimizu et al,1992).
Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan menggunakan alat
texture analyzer (Texture Technologist Crop., Scarsdale NY/Stable
Microsystem, Godalmin,Surrey, UK). Sampel dipotong dengan
panjang 2,5 cm. Nilai kekuatan gel diukur menggunakan probe denan
diamater ¼ inchi yang terbuat dari bahan baja stainless dan
29
kecepatan pengukuran sebesar 10mm/detik. Nilai kekuatan gel yang
dihasilkan adalah hasil perkalian antara daya tekan (force) (g) dan
jarak pecah (distance) (cm). Nilai kekuatan gel dapat dihitung dengan
rumus : Kekuatan gel (g.cm)= force (g) x distance (cm2).
b) Analisa Kadar Air (Sudarmadji, dkk., 1997)
Sampel sebanyak 1 – 2 gram dimasukkan ke dalam cawan petri
yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC selama
3 – 5 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
Dipanaskan kembali selama 30 menit, didinginkan dalam desikator
lalu ditimbang. Hal ini dilakukan hingga tercapai berat konstan.
Perbedaan berat sebelum dan setelah pengeringan dihitung :
%KA =B. Awal − B. Akhir
B. Akhir × 100 %
c) Analisa Kadar Protein (Sudarmadji, dkk., 1997)
1. Sampel sebanyak 1 g dihaluskan dan dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl. Ditambahkan 7,5 g K2S2O4 dan 0,35 g HgO serta 15 ml
H2SO4 pekat.
2. Dipanaskan dalam lemari asam hingga berhenti berasap.
Dipanaskan terus dengan api besar hingga mendidih dan cairan
menjadi jernih. Dipanaskan lagi lebih kurang satu jam. Biarkan
dingin.
30
3. Ditambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang
didingikan dalam lemari es. Tambahkan 15 ml larutan K2S 4%
(dalam air) dan ditambahkan perlahan-lahan larutan NaOH 50%
sebanyak 50 ml yang sudah didinginkan dalam lemari es.
4. Labu Kjeldahl dengan segera dipasang pada alat destilasi. Labu
Kjeldahl dipanaskan secara pelahan-lahan hingga dua lapisan
cairan tercampur, lalu dipanaskan dengan cepat hingga mendidih.
5. Distilat ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi 50 ml larutan
standar HCL (0,1N) dan 5 tetes indikator metil merah. Destilasi
dilakukan hingga tertampung 75 ml.
6. Destilat yang diperoleh dititrasi dengan standar NaOH 0,1 N.
7. Dibuat pula larutan blanko dengan mengganti bahan dengan
aquadest, dilakukan destruksi, destilasi, dan titrasi seperti pada
bahan.
8. Dihitung total protein dengan rumus :
% N = (ml NaOH blanko − ml NaOH contoh)
g contoh x 1000 x 100 𝑥 14,008
d) Kadar Asam Lemak Bebas (Ketaren,1986)
Bahan harus merata dan berada dalam keadaan cair pada
waktu diambil contohnya. Timbang sebanyak 28,2 ± 0,2 gram
contoh dalam Erlenmeyer. tambahkan 50 ml alkohol netral yang
panas dan 2 ml indicator phenolpthalin. Titrasilah dengan larutan
0,1 N NaOH yang telah ditandai sampai warna merah jambu
tercapai dan tidak hilang selama 30 detik. Persen asam lemak
31
bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan minyak dan
lemak.
Asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA atau sebagai
angka asam :
% 𝐹𝐹𝐴 =𝑚𝑙𝑁𝑎𝑂𝐻𝑥𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻𝑥𝐵𝑀𝐴𝑠𝑎𝑚𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜 ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚
e) pH (Sudarmadji dkk.,1997)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Filtrate sampel diambil diambil sekitar 50 ml lalu diaduk hingga rata
kemudian diukur pHnya. pH sampel langsung dapat diketahui
dengan membaca yang ditunjukkan oleh alat tersebut.
f) Uji organoleptik
Uji organoleptik merupakan uji yang dilakukan terhadap
produk meliputi tekstur, warna, rasa, aroma dan kenampakan
berdasarkan tingkat kesukaan (hedonik) dengan kriteria sangat
tidak suka (1), tidak suka (2), agak suka (3), suka (4), sangat
suka (5).
E. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dengan menggunakan
analisis sidik ragam metode RAL Pola Faktorial dengan 2 kali ulangan.
32
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Surimi Ikan Barakuda (Sphyrenaa
qenie)
Ikan barakuda
Disiangi
Pencucian
Pemisahan daging dan tulang
Pencucian (3kali) dengan air es + Nacl 0,25 %
Penirisan
Daging ikan digiling
Lumatan daging ikan (Surimi) Lumatan daging ikan (Surimi)
pengemasan
Ditambahkan karagenan sambil
diaduk-aduk + 20 menit
Pembekuan pada suhu -20oC
Dibuang
kepala/kulit/
jeroan
Kain saring
Es batu
A0 = tanpa penambahan
A1 = +0,3% karagenan
A3= + 0,5% Karagenan
A5= + 0,7% Karagenan
B0 = kontrol
B1= 7 hari
B2= 14 hari
(Uji Kekuatan gel , kadar
air,protein, kadar asam lemak bebas, pH,
uji organoleptik)
Analisa Proximate (kadar air, kadar
protein, kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat)
33
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Otak-otak Ikan Barakuda (Sphyrenaa
qenie)
surimi
Pembuatan adonan dan penambahan
bahan tambahan(bumbu)
Pencetakan dan pengemasan
Pengukusan
Otak-otak
83 gr Tepung
tapioka
83 ml Santan
kental
10 gr Bawang
putih
1 gr Merica
1 gr daun bawang
1 gr Gula
3 gr Garam
Daun pisang
Suhu ±90˚C,
Selama 25 menit
Uji Organoleptik (Rasa dan Tektur)
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Proksimat Ikan Barakuda (Sphyraena qenie)
Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk
mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak
dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan.
Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan
atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang
seharusnya terkandung di dalamnya (Anonim,2009a).
Tabel 3. Komposisi Kimia Ikan Barakuda (Sphyraena qenie).
Jenis Kandungan Jumlah (%)
Kadar air 78,55
Protein 19,25
Kadar abu 1,17
lemak 0,21
Karbohidrat 0,82
Sumber : Data Primer Penelitian, 2010.
B. Analisa Fisik
1. Kekuatan gel
Kekutatan gel merupakan atribut utama dari surimi sebagai
salah satu sifat fisik yang penting. Hasil pengukuran teksture
analyzer menunjukkan kisaran kekuatan gel yang dihasilkan
berkiksar antara 1594,06-2475,88 g/cm2 (Gambar 3) diatas
standar SNI-2006 yaitu 300 g/cm2.
35
1594.061547.17
1131.56
2187.75
1722.13
1335.66
2413.64
1763.35
1486.14
2475.88
1994.49
1633.11
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
0 7 14
Ke
kuat
an g
el (
gr/c
m2 )
Penyimpanan (hari)
Tanpa penambahan Karagenan
+ 0,3% karagenan
+ 0,5% karagenan
+ 0,7% karagenan
Gambar 3. Kekuatan gel “Surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai
Perlakuan.
Hasil analisa sidik ragam pada “Surimi” (Lampiran 2a)
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan penambahan karagenan
berbeda nyata pada taraf 5% terhadap kekuatan gel “Surimi” ikan
barakuda sedangkan lama penyimpanan memberikan pengaruh
yang berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan 1% terhadap
kekuatan gel surimi ikan barakuda. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
pengaruh perlakuan penambahan karagenan terhadap kekuatan
gel memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada
taraf 5% dan 1% (Lampiran 2b).
Berdasarkan (Gambar 3) Kekuatan gel surimi Ikan Barakuda
Tertinggi pada perlakuan penambahan 0,7% karagenan pada
penyimpanan kontrol yaitu 2475,88 g/cm2.Sedangkan kekuatan
36
gel terendah pada penyimpanan 14 hari tanpa penambahan
karagenan yaitu 1131,56 g/ cm2. Penurunan Kekuatan gel selama
penyimpanan disebabkan karena pengaruh denaturasi protein
sehingga akan berpengaruh pada pembentukan gel surimi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1993), bahwa penurunan
kekuatan gel selama penyimpanan diduga karena berkurangnya
kelarutan protein miofibril pada surimi selama penyimpanan beku.
Selama penyimpanan beku protein miofibril akan mengalami
denaturasi yang menyebabkan kelarutannya akan berkurang.
Hal ini juga didukung oleh Yongsawatdigul (1995), bahwa
degradasi miosin selama penyimpanan menyebabkan kekuatan
gel surimi menurun.
Dalam penelitian ini kekuatan gel terbaik diperoleh dari
surimi yang diolah dengan menggunakan penambahan
karagenen 0,7%. Panambahan karagenan menyebabkan gel
terbentuk dari protein miofibril pada proses gelatinisasi tidak
banyak menyerap air. Hal ini karena karagenan merupakan
polisakarida yang mengandung gugus 3,6 anhidrogalaktosa yang
bersifat hidrofilik. Hal ini sesuai dengan pendapat Harlim (1989),
bahwa karagenan termasuk koloid hidrofil yang membentuk gel
dalam air karena di dalam molekulnya terdapat gugus sulfat yang
sangat aktif, maka karagenan pun sangat reaktif dibandingkan
dengan agar-agar maupun alginate. Hal ini juga didukung oleh
37
Winarno (1996), bahwa karagenan merupakan senyawa
hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium,
kalium sulfat, dengan galaktosa dan 3,6 ahhydrogalaktopolimer.
Proses pembentukan gel melibatkan garam, protein dan air,
sehingga reaksi antara protein-air-garam memegang peranan
yang sangat penting.Selama penyimpanan beku terjadi perubahan
sifat fungsional dari protein miofibril yaitu berkurangnya
kemampuan mengikat air dan garam sehingga kekuatan gel yang
dihasilkan semakin rendah. Hal ini terkait adanya proses
denaturasi protein miofibril selama penyimpanan beku
(Santoso,2009).
Gel surimi yang elastis terbentuk saat dipanaskan pada
suhu 400C (setting), pemanasan lebih lanjut menyebabkan protein
miofibril akan berikatan satu sama lain dan membentuk struktur
seperti jaringan tiga dimensi sehingga terbentuk gel surimi yang
elastis (Suryaningrum dkk.,2009)
C. Analisa Kimia
1. Kadar Air
Produk surimi ikan barakuda yang dihasilkan dari beberapa
perlakuan memiliki kadar air sekiitar 78-79 %. setelah dilakukan
penyimpanan pada suhu beku selama 14 hari kadar air meningkat
dengan kisaran 79-80%. (gambar 4).
38
79.17
79.51
80.11
79.06
79.42
79.68
78.93
79.1979.38
78.67
78.8479.02
77.5
78
78.5
79
79.5
80
80.5
0 7 14
Kad
ar a
ir (
%)
Penyimpanan (hari)Tanpa perlakuan penambahan+ 0.3% Karagenan+ 0.5% Karagenan+ 0.7% Karagenan
Gambar 4. Kadar Air “Surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan.
Hasil analisa sidik ragam pada “Surimi” (Lampiran 3)
menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan karagenan dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
pada taraf 5% dan 1% terhadap kadar air “Surimi” ikan barakuda.
Uji beda nyata jujur (BNJ) pengaruh perlakuan penambahan
karagenan terhadap kadar air memperlihatkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata pada taraf 5% da 1% (Lampiran 3b). Uji
Beda Nyata Jujur (BNJ) pengaruh penyimpanan “Surimi” terhadap
kadar air juga menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%
(Lampiran 3c).
Berdasarkan (Gambar 4) Kadar air “surimi” ikan barakuda
tertinggi pada penyimpanan beku 14 hari tanpa perlakuan
penambahan karagenan dengan kadar air 80,11%. Sedangkan
39
kadar air “surimi” ikan barakuda terendah pada penyimpanan
kontrol penambahan 0,7% karagenan dengan kadar air 78,67 %.
Meningkatnya kadar air “surimi” ikan barakuda disebabkan selama
proses pembekuan berlangsung terjadi denaturasi protein pada
daging ikan yang dapat membebaskan air selama penyimpanan
beku serta pengaruh aktivitas bakteri. Hal ini sesuai dengan
pendapat Uju (2006), bahwa adanya peningkatan kadar air ini
diduga karena proses denaturasi protein daging ikan yang dapat
membebaskan air selama penyimpanan beku, selain itu aktivitas
bakteri dalam menguraikan komponen daging juga dapat
membebaskan air. Hal ini juga didukung oleh Rospiati (2006),
menyatakan jumlah air yang dilepaskan dipengaruhi oleh lama
pembekuan, suhu pembekuan dan suhu pencairan. Semakin lama
penyimpanan beku semakin banyak air yang dilepaskan. Jumlah
air yang dilepaskan kira-kira 1 – 20 %. Penurunan ini ada
hubungannya dengan WHC, diduga berkurangnya sifat hidrofilitas
sehingga menurunkan kemampuan mengikat air karena proses
pencucian terjadi pengurangan air dan pada saat penyimpanan
terjadi denaturasi protein yang menyebabkan berkurangnya gugus
hidrofilik.
Konsentrasi karagenan yang ditambahkan berpengaruh
terhadap kadar air surimi yang dihasilkan. Semakin tinggi
konsentrasi karagenan yang ditambahkan maka kadar air surimi
40
semakin rendah. Hal ini disebabkan karena pengaruh kandungan
sulfit pada karagenan yang mampu membentuk ikatan hidrogen
dengan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Warkoyo dan
Hudyatmoko (2010), bahwa kandungan sulfit dari karaginan lebih
kecil. Sehingga karaginan lebih banyak memiliki gugus yang
mampu membentuk ikatan hidrogen dengan air.
Hubungan antara kadar air dengan gel surimi yaitu apabila
kadar air pada surimi selama penyimpanan tinggi maka kekuatan
gel surimi akan semakin rendah. Perubahan nilai kekuatan gel
pada surimi dipengaruhi oleh perubahan kadar air selama
penyimpanan. Hubungannya yaitu apabila kadar air meningkat
maka tekstur surimi akan semakin lunak, demikian sebaliknya. Hal
ini sesuai dengan pendapat Winarno (2004), bahwa tekstur
dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam bahan pangan.
Kadar air yang tinggi menyebabkan bahan pangan mempunyai
tekstur yang kurang baik dan hal tersebut juga berhubungan
dengan rasa.
2. Kadar Protein
Kisaran kadar protein dari hasil analisa “surimi” ikan
barakuda dengan berbagai perlakuan yaitu 19,59-20,55%. Setelah
dilakukan penyimpanan pada suhu beku selama 14 hari kadar
protein yang teranalisa berkisar 17,48-18,26% (gambar 5).
41
19.59
18.93
17.48
20.37
19.18
17.75
20.49
19.48
18.25
20.55
19.51
18.26
17
17.5
18
18.5
19
19.5
20
20.5
21
0 7 14
Kad
ar p
rote
in (
%)
Penyimpanan (hari)
Tanpa perlakuan penambahan+ 0.3% Karagenan+ 0.5% karagenan+ 0.7% Karagenan
Gambar 5. Kadar Protein “Surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan.
Hasil analisa sidik ragam pada “Surimi” (Lampiran 4a)
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan penggunaan karagenan
tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1% terhadap kadar protein
“Surimi” ikan barakuda sedangkan lama penyimpanan
memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada
taraf 5% dan 1%. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pengaruh
perlakuan penyimpanan terhadap kadar protein memperlihatkan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5% dan 1%
(Lampiran 4b).
Berdasarkan (Gambar 5) dapat dilihat bahwa kadar
protein “surimi” ikan barakuda tertinggi pada perlakuan
penambahan 0.7% karagenan pada penyimpanan kontrol yaitu
20,55%. sedangkan kadar protein “surimi” ikan barakuda terendah
42
pada penyimpanan 14 hari tanpa penambahan karagenan
yaitu 17,48%. Setelah dilakukan penyimpanan pada suhu beku,
maka didapatkan kadar protein yang menurun. Hal ini disebabkan
karena pengaruh pembekuan yang berakibat langsung pada
susunan proteinnya yaitu denaturasi protein. Hal ini sesuai dengan
pendapat Connell (1980), bahwa proses pembekuan cenderung
menyebabkan susunan mutu makanan berubah dan perubahan ini
akan langsung berakibat pada susunan proteinnya. Hal ini juga
didukung Dyer dan Dingle (1961) menjelaskan perubahan yang
terjadi adalah denaturasi protein, perubahan dalam sistem garam,
protein dan air selama pembekuan dan perubahan dalam sistem
aktomiosin.
Penurunan kadar protein selama penyimpanan beku
disebabkan adanya loss drip (cairan yang keluar/eksudasi) yang
terjadi pada saat thawing yang menyebabkan beberapa nutrient
seperti garam, polipeptida, asam amino asam laktat,purin dll yang
larut air akan terbawa bersama air yang keluar dari
surimi.Polipeptida, asam amino dan asam laktat mengandung
nitrogen yang hilang akibat drip dan tak terukur saat pengukuran
dengan metode Kjeldhal dimana pengukurannya berdasarkan
pengamatan jumlah nitrogen.Hal ini sesuai dengan pendapat
Rospiati (2006), bahwa adanya loss drip (cairan yang
keluar/eksudasi) yang terjadi pada saat thawing sebelum diadakan
43
pengukuran kadar protein nugget daging tuna. Drip menyebabkan
beberapa nutrient seperti garam, polipeptida, asam amino, asam
laktat, purin dll yang larut dalam air akan terbawa bersama air
yang keluar. Polipeptida, asam amino dan asam laktat tersebut
mengandung nitrogen yang hilang akibat drip dan tak terukur saat
pengukuran dengan metode Kjeldhal dimana pengukurannya
berdasarkan pengamatan jumlah nitrogen.
Denaturasi protein juga disebabkan oleh penyimpanan beku,
yang dipercepat dengan adanya proses
penggilingan/pencincangan. Degradasi enzimatis dari trimetilamin
(TMAO) menjadi dimetilamin (DMA) dan formaldehida dapat
menyebabkan beberapa kerusakan tekstural. Kerusakan ini terjadi
karena adanya formaldehid yang berikatan dengan protein
(Gratham,1981).
Protein merupakan zat makanan yang sangat penting
artinya bagi tubuh karena zat ini di samping berfungsi sebagai
bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur (Winarno,2002)
44
1.02
1.26
1.3
0.96
1.1
1.28
0.94
1.05
1.26
0.8
0.96
1.14
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0 7 14
Kad
ar F
FA (
%)
Penyimpanan (hari)
Tanpa perlakuan penambahan+ 0,3% karagenan+ 0,5% karagenan+ 0,7% karagenan
3. Asam Lemak Bebas (FFA)
Lemak yang dapat dioksidasi sebagai sumber energi terdiri
atas trigliserida, asam lemak bebas dan trigliserida intra muskular.
Secara alami asam lemak bebas akan terbentuk seiring dengan
berjalannya waktu baik akrena aktifitas mikroba, karena hidrolisa
dengan bantuan katalis enzim lipase (Tambun, 2002).
Pengujian kadar asam lemak bebas pada produk surimi beku
ini adalah untuk mengetahui sejauh mana terjadinya proses
hidrolisis pada lemak ikan dengan adanya penambahan
karagenan dan lama pembekuan.
Gambar 6. Asam Lemak Bebas “Surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan.
Produk “surimi” ikan barakuda yang dihasilkan dari beberapa
perlakuan memiliki kadar asam lemak bebas sekitar 0,8 – 1,02 %.
Setelah dilakukan penyimpanan pada suhu beku selama 14 hari
kadar asam lemak bebas meningkat dengan kisaran 1,14 -1,3%
45
(Gambar 6). Peningkatan asam lemak bebas sejalan dengan
semakin meningkatnya pH dari produk, dimana asam lemak bebas
merupakan faktor yang dapat menyebabkan ketengikan pada ikan.
Hasil analisa sidik ragam pada “Surimi” (Lampiran 5a)
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan karagenan dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
pada taraf 5% dan 1% terhadap kadar FFA “Surimi” ikan barakuda.
Pengaruh perlakuan penambahan karagenan pada uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) terhadap kadar FFA memperlihatkan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5% da 1%
(Lampiran 5b). Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pengaruh penyimpanan
“Surimi” terhadap kadar FFA juga menunjukkan berbeda nyata
pada taraf 5% dan 1% (Lampiran 5c).
Asam lemak bebas dari “surimi” ikan barakuda mengalami
peningkatan selama penyimpanan. Adanya kandungan air pada
bahan pangan dapat memicu terjadinya proses hidrolisis dan
aktivitas enzim lipase pada jaringan lemak. Semakin tinggi kadar air
dalam bahan maka semakin cepat proses hidrolisa
berlangsung,dengan demikian semakin besar pula asam lemak
bebas yang terbentuk.Hal ini sesuai dengan pendapat
Raharjo (2004), bahwa asam lemak bebas dapat terbentuk sebagai
akibat oleh adanya kandungan air pada bahan pangan yang
memicu terjadi proses hidrolis dan aktivitas enzim lipase yang
46
terdapat secara alami pada jaringan lemak. Hal ini juga didukung
oleh Ketaren (1986), bahwa selama penyimpanan terjadi kenaikan
nilai asam lemak bebas karena proses oksidasi dan hidrolisa.
Konsentrasi karagenan yang ditambahkan dapat menurunkan
kadar asam lemak bebas surimi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
penambahan karagenan dapat mengikat air sehingga proses
hidrolisis selama pengolahan sedikit terjadi. Hal ini disebabkan
karena pengaruh kandungan sulfit pada karagenan yang mampu
membentuk ikatan hidrogen dengan air. Hal ini sesuai dengan
pendapat Warkoyo dan Hudyatmoko (2010), bahwa kandungan
sulfit dari karaginan lebih kecil. Sehingga karaginan lebih banyak
memiliki gugus yang mampu membentuk ikatan hidrogen dengan
air.
4. pH
Pengukuran pH dimaksudkan untuk menentukan kualitas
“surimi” ikan barakuda selama penyimpanan beku. Nilai pH
tergantung dari pembentukan asam laktat ataupun pembentukan
hasil degradasi lanjut oleh bakteri.
Kisaran pH dari hasil analisa “surimi” ikan barakuda dengan
berbagai perlakuan yaitu 7,28-7,4. Setelah dilakukan penyimpanan
pada suhu beku selama 14 hari nilai pH meningkat yang
berkisar 7,64-7,67 (gambar 7). Hal ini disebabkan karena terjadinya
proses degradasi protein yang menyebabkan terbentuknya
47
7.28
7.33
7.64
7.36
7.39
7.65
7.38
7.4
7.65
7.4
7.45
7.67
7
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
7.6
7.7
0 7 14
pH
Penyimpanan (hari)
Tanpa perlakuan penambahan
+ 0,3% karagenan
+ 0,5% Karagenan
+ 0,7% karagenan
amoniak dalam daging ikan tersebut, sesuai dengan pendapat
Connel (1980), bahwa nilai pH selama penyimpanan dari minggu ke
minggu mengalami peningkatan dikarenakan terbentuknya NH3
yang merupakan hasil degradasi protein yang menyebabkan
kenaikan nilai pH seiring dengan semakin lamanya waktu
penyimpanan.
Gambar 7. pH “Surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan.
Hasil analisa sidik ragam pada “Surimi” (Lampiran 5a)
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan karagenan dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
pada taraf 5% dan 1% terhadap kadar pH “Surimi” ikan barakuda.
Pengaruh perlakuan pada uji Beda Nyata Jujur (BNJ) terhadap
kadar pH memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata
48
pada taraf 5% dan 1% (Lampiran 5b). Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
pengaruh penyimpanan “Surimi” terhadap kadar pH juga
menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan 1% (Lampiran 5c).
Peningkatan konsentrasi karagenan cenderung meningkatkan
nilai pH surimi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena
karagenan yang memiliki stabilitas pH diatas pH 3,5 dimana pH
pada ikan barakuda yaitu 7,28.Hal ini sesuai dengan pendapat
Luthana (2011), bahwa karaginan memiliki stabilitas maksimum
pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada
pH 6 atau lebih umumnya larutan karaginan dapat
mempertahankan kondisi proses produksi karaginan.
Peningkatan pH selama penyimpanan beku disebabkan
karena kondisi ikan yang sudah tidak segar lagi, pH pada ikan
yang sudah tidak segar biasanya lebih basis (tinggi) daripada yang
masih segar, hal ini disebabkan oleh timbulnya senyawa-senyawa
yang bersifat basis, misalnya ammonia (NH3), trimetilamin (TMA),
dan senyawa-senyawa volatil lainnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anonim (2008), bahwa pH pada ikan yang sudah tidak
segar biasanya lebih basis (tinggi) daripada yang masih segar, hal
ini disebabkan oleh timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat
basis, misalnya ammonia, trimetilamin, dan senyawa-senyawa
volatil lainnya.
49
Perubahan derajat keasaman (pH) ikan disebabkan oleh
adanya peningkatan jumlah senyawa-senyawa tertentu pada
daging ikan sebagai hasil dari aktivitas penguraian bakteri dan
enzim. Ikan mengandung trimetilamin (TMA) yang menyebabkan
ikan dapat menyebabkan amis (fishy). TMA (Trimetil amin)
dihasilkan oleh senyawa lipoprotein yang diuraikan terlebih dahulu
menjadi kolin, kemudian diuraikan lebih lanjut menjadi trimetil amin
oksida (TMAO). Bahan volatil lain yang ada pada ikan adalah Total
Volatile Bases (TVB). Kandungan TVB disebabkan oleh aktivitas
mikrobia menguraikan protein yang menghasilkan basa menguap
selama proses pembusukan. Proses penguraian protein dan
derivatnya oleh mikrobia selama penyimpanan akan menghasilkan
basa-basa menguap seperti amonia dan TMA (Anonim,2009b)
D. Uji organoleptik
1. Surimi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan
daya terima konsumen terhadap suatu produk, diantaranya adalah
sifat kimia dan jugas sifat fisik dari prodk tersebut. Untuk
mengetahui respon konsumenakan suatu produk makanan
sebaiknya dilakukan pengujian secara organoleptik terhadap
produk tersebut. Pada penelitian ini parameter yang diamati
berupa warna, aroma dan tekstur melalui uji hedonik dengan
metode skoring oleh sepuluh panelis.
50
3.43.2
2.8
3.43.4
2.9
3.8
3.43.1
4.2
3.8
3.3
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 7 14
War
na
Penyimpanan (hari)
Tanpa perlakuan penambahan+ 0,3% karagenan+ 0,5% karagenan+ 0,7% karagenan
a. Warna
Sifat produk yang paling menarik perhatian konsumen
dan memberikan kesan disukai atau tidak adalah warna
(Soekarto 1995). Hasil uji organoleptik terhadap warna “surimi”
ikan barakuda dengan berbagai perlakuan berkisar 4,2-2,8.
Adapun hasil dari uji organoleptik tersebut dapat dilihat pada
(Gambar 8).
Gambar 8.Uji Organoleptik Terhadap Warna “surimi” ikan
barakuda dengan berbagai perlakuan.
Berdasarkan data dari hasil uji organoleptik menunjukkan
bahwa warna surimi yang dihasilkan selama penyimpanan
14 hari mengalami penurunan dibandingkan penyimpanan
kontrol. Penilaian panelis tertinggi yaitu pada penyimpanan
kontrol dengan penambahan 0,7 karagenan dengan skor 4,2
(suka).Sedangkan terendah pada penyimpanan 14 hari tanpa
51
penambahan karagenan dengan skor 2,8 (agak suka). Skor
yang diberikan oleh panelis terhadap surimi yang diujikan
tergantung dari tingkat kesukaan panelis terhadap surimi yang
dihasilkan.
Warna dari produk surimi yang dihasilkan adalah putih.
Hal ini disebabkan karena bahan baku yang digunakan berasal
dari ikan berdaging putih. Warna surimi yang dihasilkan juga
berpengaruh dari daging ikan yang digunakan.Hal ini sesuai
dengan pendapat Anonim (2010c), bahwa warna daging ikan
juga akan mempengaruhi warna surimi yang dihasilkan.
Uji organoleptik “surimi” ikan barakuda berdasarkan warna
dipengaruhi oleh pengaruh pembekuan yang dilakukan, dimana
pembekuan juga dapat mengakibatkan perubahan warna. Hal
ini sesuai dengan pendapat Ilyas (1972), bahwa selama
penyimpanan beku produk perikanan akan kehilangan air,
terjadi oksidasi , perubahan warna dan rasa, serta terjadi “drip”,
yaitu cairan bening yang merembes keluar sewaktu produk
dilelehkan
b. Tekstur
Hasil uji organoleptik terhadap tekstur “surimi” ikan
barakuda dengan berbagai perlakuan berkisar 3,9 sampai
2,8. Adapun hasil dari uji organoleptik tersebut dapat dilihat
pada (Gambar 9).
52
3.5
3.1
2.8
3.7
3.5
3
3.83.6
3
3.9
3.6
3.1
2
2.5
3
3.5
4
0 7 14
Teks
tur
Penyimpanan (hari)
Tanpa perlakuan penambahan + 0,3% karagenan+ 0,5% karagenan+ 0,7% karagenan
Gambar 9. Uji Organoleptik Terhadap Tekstur “surimi” ikan
barakuda dengan berbagai perlakuan.
Berdasarkan data dari hasil uji organoleptik
menunjukkan bahwa tekstur surimi yang dihasilkan selama
penyimpanan 14 hari mengalami penurunan dibandingkan
penyimpanan kontrol. Penilaian panelis tertinggi yaitu pada
penyimpanan kontrol dengan penambahan 0,7 karagenan
dengan skor 3,9 (suka). Sedangkan terendah pada
penyimpanan 14 hari tanpa penambahan karagenan dengan
skor 2,8 (agak suka). Tekstur dari produk surimi beku yang
dihasilkan adalah kenyal dan elastis. Hal ini disebabkan
karena pengaruh protein miofibril dari surimi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hustiany (2005), bahwa kekenyalan sangat
berhubungan dengan kandungan protein surimi, terutama
protein miofibliar (miosin dan aktin) yang dapat membentuk
suatu struktur yang kompak dengan air dan lemak.
53
3.12.8
2.4
3.2 3.3
2.7
3.3 3.4
2.8
3.6 3.5
2.8
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 7 14
aro
ma
Penyimpanan (hari)
Tanpa perlakuan penambahan
+ 0,3% karagenan
+ 0,5% karagenan
+ 0,7% karagenan
c. Aroma
Pembauan disebut juga pencicipan jarak jauh karena
manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum
terlihat hanya dengan mencium bau atau aroma makanan
tersebut dari jarak jauh (Soekarto 1985). Hasil uji organoleptik
terhadap aroma “surimi” ikan barakuda dengan berbagai
perlakuan berkisar 3,6 sampai 2,4. Adapun hasil dari uji
organoleptik tersebut dapat dilihat pada (Gambar 10).
Gambar 10. Uji Organoleptik Terhadap Aroma “surimi” ikan barakuda dengan berbagai perlakuan.
Aroma “surimi” ikan barakuda terjadi penurunan selama
penyimpanan beku. Penilaian panelis tertinggi yaitu pada
penyimpanan kontrol dengan penambahan 0,7 karagenan
dengan skor 3,6 (suka). Sedangkan terendah pada
penyimpanan 14 hari tanpa penambahan karagenan dengan
skor 2,4 (agak suka). Aroma surimi sangat berpengaruh dari
54
jumlah asam lemak bebas akibat dari terjadinya proses
oksidasi dan hidrolisa dalam produk tersebut serta pH pada
produk yang semakin meningkat, dimana asam lemak bebas
merupakan faktor yang dapat menyebabkan ketengikan pada
ikan. Hal ini didukung oleh Ketaren (1986), bahwa selama
penyimpanan terjadi kenaikan nilai asam lemak bebas karena
proses oksidasi dan hidrolisa.
2. Otak-otak
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka diperoleh produk
terpilih yaitu A3 (surimi dengan penambahan karagenan 0,7%)
dengan penyimpanan B0 (kontrol) yang kemudian di aplikasikan
pada pembuatan otak-otak.
Otak-otak merupakan produk makanan yang menggunakan
bahan baku utama daging / fillet ikan yang diolah menjadi pasta
gel protein disebut kamaboko. Selanjutnya kamaboko diolah
menjadi otak-otak (Suzuki,1981)
a. Rasa
Rasa merupakan faktor yang penting dalam
menentukan keputusan bagi konsumen untuk menerima
atau menolak suatu makanan. Rasa sangat sulit dimengerti
secara tuntas karena selera manusia sangat beragam.
Meskipun parameter lain nilainya baik, jika rasa tidak enak
atau tidak disukai, maka produk akan ditolak. Ada 4 jenis
55
rasa dasar yang dikenali yaitu: manis, asin, asam, dan pahit.
Sedangkan rasa lainnya merupakan perpaduan dari rasa dasar
(Soekarto, 1985).
Hasil uji organoleptik terhadap rasa bertujuan untuk
mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya
terhadap otak-otak ikan barakuda. Hasil uji organoleptik rasa
“otak-otak” ikan barakuda menunjukkan skor 3.9 yaitu suka.
pengujian organoleptik terhadap rasa yang dilakukan oleh 10
orang panelis. Hal ini menunjukkan bahwa otak-otak ikan
barakuda tersmasuk disukai oleh panelis.Rasa pada produk
otak-otak dipengaruhi oleh adanya penambahan bumbu-bumbu
serta bahan tambahan yang tepat. Adapun hasil dari uji
organoleptik tersebut dapat dilihat pada (Gambar 11).
Gambar 11. Hasil Uji Organoleptik terhadap rasa dan tekstur Otak-otak ikan Barakuda.
3.53.55
3.63.65
3.73.75
3.83.85
3.93.95
4
Rasa Tekstur
3.9
4
Sko
r
56
b. Tekstur
Tekstur suatu bahan pangan merupakan salah satu
sifat fisik dari bahan pangan yang penting. Hal ini berhubungan
dengan rasa pada waktu mengunyah bahan pangan tersebut.
Salah satu cara penentuan teskstur suatu bahan adalah
dengan memberikan beban terhadap bahan tersebut
misalnya dengan pemeriksaan bekas atau tekanan jari
(Rempengan dkk., 1985).
Respon panelis pada tekstur dari otak-otak ikan barakuda
ini dapat dilihat pada Gambar 11. Dari hasil tersebut rasa “otak-
otak” ikan barakuda menunjukkan skor 4,0. Hal ini
menunjukkan bahwa otak-otak ikan barakuda tersmasuk
disukai oleh panelis. adanya tekstur yang disukai oleh panelis
karena kandungan protein yang terdapat pada jenis ikan, yang
dimana protein dapat mempengaruhi tingkat kekenyalan dari
otak-otak serta adanya penambahan karagenan yang
digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suzuki (1981),
bahwa kualitas dan kandungan protein ikan dapat berpengaruh
terhadap tingkat kekenyalan otak-otak dan kaki naga. Hal ini
juga didukung oleh Keeton (2001), bahwa karagenan dapat
meningkatkan daya mengikat air sehingga dapat memperbaiki
tekstur produk
57
Tepung tapioka yang digunakan juga mempengaruhi
tekstur dan tingkat kekenyalan dari otak-otak. Jumlah dan jenis
tepung tapioka yang digunakan juga sangat mempengaruhi
hasil akhir dari otak-otak yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anonim (2008), bahwa tepung tapioka berfungsi
sebagai bahan pengisi, pengikat, dan pemantap yang sangat
berpengaruh pada mutu akhir produk terutama tekstur dan
konsistensi produk otak-otak. Jenis dan jumlah bahan pengikat
akan sangat berpengaruh pada kualitas tekstur dari otak-otak
yang dihasilkan.
58
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah :
1. Penambahan karagenan dalam pembuatan “surimi” ikan barakuda
dapat meningkatkan kualitas karakteristik secara fisik (gel).
2. Hasil analisa kimia terhadap “surimi” ikan barakuda menunjukkan
perlakuan yang terbaik pada penambahan 0,7% karagenan tanpa
penyimpanan terhadap kadar air, protein, asam lemak bebas dan
pH.
3. Hasil uji sensorik terhadap “surimi” ikan barakuda dari segi warna,
aroma dan tekstur menunjukkan perlakuan yang terbaik pada
penambahan 0,7% karagenan tanpa penyimpanan. karena
warnanya yang putih, tekstur yang kenyal dan aroma yang segar.
4. Hasil uji sensorik terhadap “otak-otak” ikan barakuda dari segi rasa
dan tekstur menunjukkan disukai oleh panelis.
B. Saran
Sebaiknya dalam penelitian selanjutnya pada tiap-tiap sampel
dilakukan aplikasi pembuatan otak-otak agar dapat mengetahui mutu
organoleptik otak-otak yang dihasilkan selama penyimpanan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy., dan Evi Liviawaty, 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Anonim, 2006. Makanan Olahan. www.litbang.deptan.go.id/tahukah_anda/?p=7. Akses tanggal 5 Maret 2010. Makassar.
Anonim, 2007a. Ikan Sehat dan Bergizi.
http://www.iptek.net.id/ind/pustaka_pangan. Akses Tanggal 5 Maret 2010. Makassar.
_______,2007b.Karagenan apaan sich.
http://jlcome.blogspot.com/2007/10/karagenan-apaan-sich.html. Akses Tanggal 6 juli 2010. Makassar.
Anonim, 2008a. Tepung Tapioka.
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/83975862.pdf Akses Tanggal 10 Juni 2010. Makassar.
_______,2008b.Ikan Segar (Fresh Fish). http://ikansegar.wordpress.com/. Akses Tanggal 16 Februari 2011. Makassar.
Anonim,2009a. Analisis Proksimat.
http://novalinahasugian.blogspot.com/2009/06/pendahuluan-analisis-proksimat-adalah.html. Akses Tanggal 16 Februari 2011. Makassar.
______,2009b. Kenapa Ikan Bisa Busuk. http://rolandbimo.blogspot.com/2009/05/kenapa-ikan-bisa-busuk.html. Akses Tanggal 16 Februari 2011. Makassar.
Anonim 2010a. karagenan, produk olahan rumput laut merah Indonesia yang sangat bermanfaat. http://iinparlina.wordpress.com/2009/06/12/karagenan-produk-olahan-rumput-laut-merah-indonesia-yang-sangat-bermanfaat/. Akses Tanggal 6 juli 2010. Makassar.
_______, 2010b. Barakuda.http://id.wikipedia.org/wiki/Barakuda. Akses Tanggal 6 juli 2010. Makassar.
_______, 2010c. Surimi dan Kamaboko. http://id.shvoong.com/exact-sciences/1790322-surimi-dan-kamaboko/. Akses Tanggal 6 juli 2010. Makassar.
60
Anonim, 2010d.Carragenan. http://en.wikipedia.org/wiki/Carrageenan. Akses Tanggal 27 juli 2010. Makassar.
Anonim,2011. Teknologi Pengolahan Bahan Pangan.
http://www.iptek.net.id/ind/pd_olah_pangan/?ch=olpa&id=223&hal=1. Akses Tanggal 16 Februari 2011. Makassar.
Apriyantono, Anton, Fardias, D., Puspitasari, Ni Luh, Sedarnawati, dan
Budiyanto, S., 1989. Analisa Pangan. Departemen Pendidikan dan Badan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antara Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bahar Burhan,2006, Memilih dan Menangani Produk Peikanan,
Gramedia Pustaka Utama,Jakarta. Buckle, K.A, R.A Edwards, G.H.Fleet and M.Wotto.,2007. Food
Science.Penerjemah Hari Purnomo dan Afiono dalam Ilmu pangan , Universitas Indonesia Press.Jakarta
Connel,J.J.,1980.Control of Fish Quality.2’nd Edition.Fishing News
Books Ltd.Farnham survey, England.
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan Muchji Muljohardjo. Jakarta : UI Press.
Djuhanda T. 1981. Dunia Ikan. Bandung : Penerbit Armico.
Djazuli, N., Sutimantoro, A. Chaidir, T. Istihastuti dan Widarto, 2001. Teknologi Pengolahan Surimi dan Produk Fish Jelly. BPPMHP, Jakarta.
Dyer, W.J and J.R. Dingle. 1961. Fish as Food. Akcademic Press. New
York,London. Fardiaz, Dedi, 1985. Kamaboko, Produk Olahan Ikan yang Berpotensi
untuk Dikembangkan. Media Teknologi Pangan Vol. 1 No.2, Jakarta.
Grantham, G.J., 1981. Minced Fish Technology : A Review, FAO. Rome.
Hadiwiyoto Soewedo.,1983.Hasil-Hasil olahan susu, ikan, daging dan telur. Liberty,Yogyakarta.
Hadiwiyoto Suwedo, 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty. Yogyakarta.
61
Harlim, 1989. Buletin Pasca Sarjana Ilmu Kehutanan no.27 Juli 1989. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, Ujang Pandang.
Hustiany, Rini. 2005.Karakteristik Produk Olahan Kerupuk Dan Surimi
Dari Daging Ikan Patin (Pangaslus Sutchj) Hasil Budidaya
Sebagai Sumber protein Hewani. Media Gizi dan Keluarga, Vol
29 No. 2. Banjarmasin.
Ilyas, S. 1972. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jilid I. Teknik
Pendinginan Ikan. Penerbit. CV. Paripurna. Jakarta.
Imeson A. 2003. Carrageenan. Di dalam: Phililps GO, Williams PA (editors). Handbook of Hydrocolloids. Wood head Publishing. England. p 87 – 102.
Irianto, H.B., 1988. Pengolahan daging lumat surimi dan prospeknya
dalam risalah seminar pengembangan produk dan mutu pangan dalam peningkatan Eksport non migas. Pusat antar universitas pangan dan gizi, institute pertanian bogor, bogor.
Irawan,H.S.A, Agus.,1997. Pengawetan dan produk beku, Cara mengolah dan mengawetkan ikan secara tradisional dan modern. Cv. Aneka,Solo.
Ishak, Elly., Pakasi, S. Berhimpon, Ch. Nanera. L, Soenaryanto, 1985. Pengolahan Hasil Pertanian. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Ketaren,S.,1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
Keeton JT. 2001. Formed and Emulsion Product. Di dalam: A. R. Sham (Ed). Poultry Meat Processing. Botta Raton: CRC Press.
Luthana,yissa. 2011. Karaginan dan Sifat-sifat Dasarnya.http://yissaprayogo.wordpress.com/tag/karaginan/. Akses Tanggal 23 Januari 2011. Makassar
Niwa E. 1992. Cheistry of gelation. Dalam Surimi Technology. T.C.
Lanier dan C.M. Lee (Ed). New York: Marcel Deckker Inc. Hal 289-328.
Okada,M.1985.The History of Surimi and Surimi Based Product in
Japan. Proceedings of the International Symposium on Engineered Seafood Including Surimi.Seatle,Washington
.
62
Purnomowati ida, Diana hadiyati, Cahyo saparinto.,2008, Aneka kudapan berbahan ikan,Kanisius, yogyakarta
Raharjo,Sri.,2004.Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Pusat Studi
Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Rempengan,V., J. Pontoh dan D.T.Sembel, 1985. Dasar-dasar
Pengawasan Mutu Pangan. Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur,Ujung Pandang.
Rospiati, epi.2006. Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi Nugget Daging Merah
Ikan Tuna (Thumus sp) yang diberi Perlakuan Titanium Dioksida. http://tugasakhirgratis.blogspot.com/2010/03/evaluasi-mutu-dan-nilai-gizi-nugget.html. Akses tanggal 5 Januari 2011. Makassar.
Santoso, joko.2009. Perubahan Karakter Surimi Selama Penyimpanan
Beku.Majalah Food Review vol.IV No.8.Bogor.
ShimizuY,Toyohara H,Lanier TC.1992.Surimi Production from fatty and dark-fleshed fish species. Dalam Surimi Technology.Lanier TC,Lee CM (eds.).New York: Marcel Dekker.Smith,J.,1991. Food Additive User’s Handbook.Avi, New York.
Sri kanoni. 1991. Kimia dan Teknologi Ikan. PAU pangan dan gizi. Universitas gadjah mada. Yogyakarta.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Soekarto S. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan
Hasil Pertanian. Jakarta: Bharata Karya Aksara
Suryaningrum., theresia dwi, Diah ikasari, Syamdidi.,2009. Penambahan Bahan Pembentuk Gel dalam Pembuatan Surimi dari Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus).Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol.4 No.1.Jakarta
Suzuki, T., 1981. Fish and Krill Proteins Tehnology. Applied science
publishing. England.
Tambun, R., 2002. Proses Pembuatan Asam Lemak Secara Langsung dari Buah Kelapa Sawit. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
63
Uju,2006. Pengaruh Penyimpanan Beku Surimi Terhadap Mutu Bakso Ikan Jangilus (istiophorus sp.). http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/29577/1/Uju_PengaruhPenyimpananBekuSurimi_2006_No2_46-55.pdf. Akses Tanggal 6 Januari 2011.Makassar.
Warkoyo dan P.Hudyatmoko.2010. Uji Fungsional Karagina pada Susu
Pasteurisasi :Kajian Jenis dan KonsentrasiKaraginan.http://ejournal.umm.ac.id/index.php/protein/article/view/168/181. Akses Tanggal 10 Desember 2010.Makassar.
Winarno FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Winarno,FG.1993.Pangan Gizi, Teknologi,dan Konsumen.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar.
Jakarta Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Yongsawatdigul J, Park JW, Kolbe E, Abu-Dangga Y, Morrissey MT. 1995.Ohmic eating maxinizes gel functionality of Pacific whiting surimi.J Food Sci 60:10-14.
Zayas, J.F. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer. Germany.
64
Lampiran 1. Rekapitulasi Data Rata-rata Hasil Analisa “Surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan.
Perlakuan Penyimpanan Kekuatan
gel (g/cm
2)
Kadar Air (%)
Kadar Protein
(%)
Asam Lemak Bebas
(%)
pH
Uji Organoleptik (surimi)
Warna Tekstur Aroma
Tanpa perlakuan penambahan
B0 1594,06 79,17 19,59 1,02 7,28 Agak suka
Agak suka
Agak suka
B1 1547,17 79,51 18,93 1,26 7,33 Agak suka
Agak suka
Agak suka
B2 1131,56 80,11 17,48 1,3 7,64 Agak suka
Agak suka
Tidak suka
Penambahan 0,3% Karagenan
B0 2187,75 79,06 20,37 0,96 7,36 Agak suka
Suka Agak suka
B1 1722,13 79,42 19,18 1,1 7,39 Agak suka
Agak suka
Agak suka
B2 1335,66 79,68 17,75 1,28 7,65 Agak suka
Agak suka
Agak suka
Penambahan 0,5% Karagenan
B0 2413,64 78,93 20,49 0,94 7,38 Suka Suka Agak suka
B1 1763,35 79,19 19,48 1,05 7,40 Agak suka
Suka Agak suka
B2 1486,14 79,38 18,25 1,26 7,65 Agak suka
Agak suka
Agak suka
Penambahan 0,7% Karagenan
B0 2475,8 8 78,67 20,55 0,8 7,40 Suka Suka Suka
B1 1994,49 78,84 19,51 0,96 7,45 Suka Suka Agak suka
B2 1633,11 79,02 18,26 1,14 7,67 Agak suka
Agak suka
Agak suka
65
Lampiran 2. Hasil Uji Kekuatan Gel (g/cm2) pada Surimi Ikan barakuda dengan Berbagai Perlakuan
Perlakuan Penyimpanan I II Total Rata-rata
Tanpa Penambahan karagenan
Kontrol 1681.87 1506.25 3188.12 1594.06
7 hari 1520.18 1574.15 3094.34 1547.17
14 hari 1073.93 1189.19 2263.12 1131.56
Penambahan 0,3% Karagenan
Kontrol 2350.39 2025.11 4375.50 2187.75
7 hari 1639.26 1805.00 3444.26 1722.13
14 hari 1444.02 1227.30 2671.32 1335.66
Penambahan 0,5% Karagenan
Kontrol 1854.67 2972.61 4827.28 2413.64
7 hari 1791.25 1735.45 3526.70 1763.35
14 hari 1299.37 1672.91 2972.29 1486.14
Penambahan 0,7% Karagenan
Kontrol 2914.81 2036.95 4951.76 2475.88
7 hari 2037.25 1951.72 3988.97 1994.49
14 hari 1770.16 1496.06 3266.22 1633.11
Total
21377.17 21192.71 42569.88 21284.94
Rata-rata 1781.43 1766.06 3547.49 1773.74
Lampiran 2b. Tabel Hasil analisis sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan terhadap hasil Uji kekuatan gel surimi.
Sumber keragaman JK DB KT
F hitung F 5% F 1%
Perlakuan 1222512.50 3 407504.17 3.96* 3.49 5.95
Penyimpanan 2382542.68 2 1191271.34 11.56** 3.89 6.93
Interaksi 226540.22 6 37756.70 0.37 3.00 4.82
Galat 1236402.19 12 103033.52
Total 5067997.59 23
** : Berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan 1%. koefisien keragaman = 18%.
* : Berbeda nyata pada taraf 5%. koefisien keragaman = 18%.
66
Lampiran 2c. Tabel Uji lanjutan Uji jarak Duncan (UJD) pengaruh perlakuan penambahan karagenan terhadap kekuatan gel surimi.
Perlakuan UJD 5%
Tanpa Penambahan Karagaenan bcd
Penambahan 0,3% Karagenan ab
Penambahan 0,5% Karagenan abc
Penambahan 0,7% Karagenan cde
ket : perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata.
Lampiran 2d. Tabel Uji lanjutan Uji jarak Duncan (UJD) pengaruh
perlakuan penyimpanan terhadap hasil Uji tekstur/ kekuatan gel surimi.
Penyimpanan UJD 5% UJD 1%
Kontrol bcd BCD
7 hari ab AB
14 hari abc ABC
ket : perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata.
Lampiran 3. Hasil Analisa Kadar Air pada Surimi Ikan barakuda
dengan Berbagai Perlakuan
Perlakuan Penyimpanan I II Total Rata-rata
Tanpa Penambahan Karagenan
Kontrol 79.32 79.02 158.34 79.17
7 hari 79.56 79.46 159.02 79.51
14 hari 79.89 80.33 160.22 80.11
Penambahan 0,3% Karagenan
Kontrol 78.88 79.24 158.12 79.06
7 hari 79.48 79.36 158.84 79.42
14 hari 79.54 79.82 159.36 79.68
Penambahan 0,5% Karagenan
Kontrol 78.8 79.05 157.85 78.93
7 hari 79.27 79.11 158.38 79.19
14 hari 79.29 79.46 158.75 79.38
Penambahan 0,7% Karagenan
Kontrol 78.54 78.79 157.33 78.67
7 hari 79.13 78.54 157.67 78.84
14 hari 78.94 79.1 158.04 79.02
Total 950.64 951.28 1901.92 950.96
Rata-rata 79.22 79.27 158.49 79.25
67
Lampiran 3a.Tabel Hasil analisis sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan terhadap kadar air surimi.
Sumber keragaman JK DB KT
F hitung F 5% F 1%
Perlakuan 1.38 3 0.63 14.12** 3.49 5.95
Penyimpanan 1.40 2 0.70 15.70** 3.88 6.93
Interaksi 0.23 6 0.04 0.84 3.00 4.82
Galat 0.53 12 0.04
Total 4.05 23
** : berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan 1%. koefisien keragaman = 0,2%.
* : berbeda nyata pada taraf 5%. koefisien keragaman = 0,2%. Lampiran 3b.Tabel Uji Lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ) Pengaruh
Perlakuan Penambahan Karagenan Terhadap Kadar Air Surimi.
Perlakuan BNJ 5% BNJ1%
Tanpa Penambahan Karagaenan abc ABC
Penambahan 0,3% karagenan bcd BCD
Penambahan 0,5% karagenan a A
Penambahan 0,7% karagenan ab AB
Ket : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata.
Lampiran 3c.Tabel Uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) pengaruh perlakuan
penyimpanan terhadap kadar air surimi.
Penyimpanan BNJ 5% BNJ1%
Kontrol a A
7 hari abc ABC
14 hari ab AB
Ket : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata.
68
Lampiran 4. Hasil Analisa Protein pada Surimi Ikan barakuda dengan Berbagai Perlakuan
Perlakuan Penyimpanan I II Total Rata-rata
Tanpa Penambahan Karagenan
Kontrol 20.19 18.99 39.18 19.59
7 hari 19.61 18.24 37.85 18.93
14 hari 17.21 17.74 34.95 17.48
Penambahan 0,3% Karagenan
Kontrol 20.45 20.29 40.74 20.37
7 hari 19.31 19.05 38.36 19.18
14 hari 18.14 17.35 35.49 17.75
Penambahan 0,5% Karagenan
Kontrol 19.97 21 40.97 20.49
7 hari 19.25 19.7 38.95 19.48
14 hari 18.09 18.4 36.49 18.25
Penambahan 0,7% Karagenan
Kontrol 20.35 20.75 41.1 20.55
7 hari 20.34 18.68 39.02 19.51
14 hari 18.99 17.52 36.51 18.26
Total 231.90 227.71 459.61 229.81
Rata-rata 19.33 18.98 38.30 19.15
Lampiran 4a. Tabel Hasil analisis sidik ragam pengaruh berbagai
perlakuan terhadap kadar protein surimi.
Sumber keragaman
JK DB KT F hitung
F 5% F 1%
Perlakuan 2.32 3 0.77 1.72 3.49 5.95
Penyimpanan 21.69 2 10.84 24.20** 3.88 6.93
Interaksi 0.22 6 0.04 0.08 3.00 4.82
Galat 5.38 12 0.45
Total 29.60 23 1.29
** : Berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan 1%. koefisien keragaman = 3.5%.
Lampiran 4b. Tabel Uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) pengaruh perlakuan penyimpanan terhadap kadar protein surimi.
Penyimpanan BNJ 5% BNJ1%
Kontrol a A
7 hari ab AB
14 hari abc ABC
Ket : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata.
69
Lampiran 5. Hasil Analisa Asam Lemak Bebas pada Surimi Ikan barakuda dengan Berbagai Perlakuan
Perlakuan Penyimpanan I II Total Rata-rata
Tanpa Penambahan Karagenan
Kontrol 1.06 0.98 2.04 1.02
1 minggu 1.16 1.35 2.51 1.26
2 minggu 1.32 1.27 2.59 1.30
Penambahan 0,3% Karagenan
Kontrol 1.01 0.91 1.92 0.96
1 minggu 1.05 1.15 2.2 1.10
2 minggu 1.36 1.2 2.56 1.28
Penambahan 0,5% Karagenan
Kontrol 0.9 0.98 1.88 0.94
1 minggu 1.06 1.04 2.1 1.05
2 minggu 1.29 1.22 2.51 1.26
Penambahan 0,7% Karagenan
Kontrol 0.82 0.78 1.6 0.80
1 minggu 0.94 0.97 1.91 0.96
2 minggu 1.14 1.14 2.28 1.14
Total 13.11 12.99 26.1 13.05
Rata-rata 1.09 1.08 2.18 1.09
Lampiran 5a. Tabel Hasil analisis sidik ragam pengaruh berbagai
perlakuan terhadap kadar FFA surimi.
Sumber keragaman JK DB KT
F hitung F 5% F 1%
Perlakuan 0.16 3 0.052 12.01** 3.49 5.95
Penyimpanan 0.39 2 0.195 44.74** 3.89 6.93
Interaksi 0.02 6 0.003 0.71 3.00 4.82
Galat 0.05 12 0.004
Total 0.62 23
** : Berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan 1%. koefisien keragaman = 5,8%.
70
Lampiran 5b. Tabel Uji lanjutan beda nyata Terkecil (BNT) pengaruh perlakuan penambahan karagenan terhadap kadar FFA surimi.
Perlakuan BNT 5% BNT1%
Tanpa Penambahan Karagenan bcd BCD
Penambahan 0,3% karagenan abc ABC
Penambahan 0,5% karagenan ab AB
Penambahan 0,7% karagenan a A
Ket : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata. Lampiran 5c. Tabel Uji lanjutan beda nyata Terkecil (BNT) pengaruh
perlakuan penyimpanan terhadap kadar FFA surimi.
Penyimpanan BNT 5% BNT1%
Kontrol ab AB
7 hari c C
14 hari a A
Ket : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata.
Lampiran 6. Hasil Analisa pH pada Surimi Ikan barakuda dengan
Berbagai Perlakuan
Perlakuan Penyimpanan I II Total Rata-rata
Tanpa Penambahan Karagenan
Kontrol 7.3 7.26 14.56 7.28
7 hari 7.35 7.3 14.65 7.33
14 hari 7.65 7.63 15.28 7.64
Penambahan 0,3% Karagenan
Kontrol 7.32 7.4 14.72 7.36
7 hari 7.39 7.39 14.78 7.39
14 hari 7.64 7.65 15.29 7.65
Penambahan 0,5% Karagenan
Kontrol 7.38 7.38 14.76 7.38
7 hari 7.39 7.4 14.79 7.40
14 hari 7.66 7.63 15.29 7.65
Penambahan 0,7% Karagenan
Kontrol 7.39 7.4 14.79 7.40
7 hari 7.45 7.44 14.89 7.45
14 hari 7.68 7.66 15.34 7.67
Total 89.6 89.54 179.14 89.57
Rata-rata 7.47 7.46 14.93 7.46
71
Lampiran 6a. Tabel Hasil analisis sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan terhadap pH surimi.
Sumber keragaman JK DB KT F hitung F 5% F 1%
Perlakuan 0.02 3 0.008 15.38** 3.49 5.95
Penyimpanan 0.42 2 0.210 399.34** 3.89 6.93
Interaksi 0.01 6 0.001 2.27 3.00 4.82
Galat 0.01 12 0.001
Total 0.46 23
** : Berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan 1%. koefisien keragaman = 0,4%.
* : Berbeda nyata pada taraf 5%. koefisien keragaman = 0,4%. Lampiran 6b. Tabel Uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) pengaruh
perlakuan penambahan karagenan terhadap pH surimi.
Perlakuan BNJ 5% BNJ1%
Tanpa Penambahan Karagenan a A
Penambahan 0,3% karagenan ab AB
Penambahan 0,5% karagenan abc ABC
Penambahan 0,7% karagenan bcd BCD
Ket : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata.
Lampiran 6c. Tabel Uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) pengaruh
perlakuan penyimpanan terhadap pH surimi.
Penyimpanan BNJ 5% BNJ1%
Kontrol c C
7 hari a A
14 hari ab AB
Ket : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata.
72
Lampiran 7 . Hasil Uji Organoleptik Terhadap “surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan pada Pengamatan Kontrol.
No. WARNA AROMA TEKSTUR
A0 A1 A2 A3 A0 A1 A2 A3 A0 A1 A2 A3
1 3 3 4 4 5 4 4 3 3 4 3 3
2 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4
3 4 4 4 5 2 2 3 3 5 5 4 5
4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4
5 3 3 5 5 3 4 3 4 3 3 4 5
6 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4
7 3 2 3 5 2 2 4 5 3 4 4 4
8 3 3 3 3 2 4 2 2 3 3 4 3
9 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
10 3 3 3 4 3 2 3 4 3 3 3 3
Tot 34 34 38 42 31 32 33 36 35 37 38 39
3.4 3.4 3.8 4.2 3.1 3.2 3.3 3.6 3.5 3.7 3.8 3.9
Sumber : Data Primer Penelitian “Surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan Pada Pengamatan Kontrol, 2010
Keterangan :
1 = Sangat Tidak Suka 3 = Agak Suka 5 = Sangat Suka
2 = Tidak Suka 4 = Suka
A0 = Surimi tanpa Perlakuan Penambahan Karagenan
A1 = Surimi dengan Penambahan 0,3% Karagenan
A2 = Surimi dengan Penambahan 0,5% Karagenan
A3 = Surimi dengan Penambahan 0,7% Karagenan
73
Lampiran 8 . Hasil Uji Organoleptik Terhadap “surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan pada Pengamatan 7 hari.
No. WARNA AROMA TEKSTUR
A0 A1 A2 A3 A0 A1 A2 A3 A0 A1 A2 A3
1 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3
2 2 3 2 2 3 4 4 4 2 3 3 2
3 4 3 3 3 4 2 2 3 2 4 3 3
4 3 4 4 4 2 3 2 2 2 3 4 2
5 3 4 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3
6 4 4 5 5 2 4 4 5 4 4 4 5
7 3 3 3 4 2 4 4 3 4 4 4 5
8 4 4 5 5 4 4 4 5 3 4 4 5
9 3 2 4 5 3 3 4 4 4 4 4 4
10 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4
Tot 32 34 34 38 28 33 34 35 31 35 36 36
3.2 3.4 3.4 3.8 2.8 3.3 3.4 3.5 3.1 3.5 3.6 3.6
Sumber : Data Primer Penelitian “Surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan Pada Pengamatan 7 hari, 2010
Keterangan :
1 = Sangat Tidak Suka 3 = Agak Suka 5 = Sangat Suka
2 = Tidak Suka 4 = Suka
A0 = Surimi tanpa Perlakuan Penambahan Karagenan
A1 = Surimi dengan Penambahan 0,3% Karagenan
A2 = Surimi dengan Penambahan 0,5% Karagenan
A3 = Surimi dengan Penambahan 0,7% Karagenan
74
Lampiran 9 . Hasil Uji Organoleptik Terhadap “surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan pada Pengamatan 14 hari.
No. WARNA AROMA TEKSTUR
A0 A1 A2 A3 A0 A1 A2 A3 A0 A1 A2 A3
1 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3
2 4 4 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3
3 4 4 3 4 2 3 4 2 2 4 3 4
4 2 2 3 4 2 3 3 2 3 3 3 3
5 2 3 2 3 2 2 3 2 2 2 3 3
6 2 2 2 4 2 3 2 4 2 2 3 2
7 2 3 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3
8 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4
9 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3
10 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3
Tot 28 29 31 33 24 27 28 28 28 30 30 31
2.8 2.9 3.1 3.3 2.4 2.7 2.8 2.8 2.8 3 3 3.1
Sumber : Data Primer Penelitian “Surimi” Ikan Barakuda dengan Berbagai Perlakuan Pada Pengamatan 14 hari, 2010
Keterangan :
1 = Sangat Tidak Suka 3 = Agak Suka 5 = Sangat Suka
2 = Tidak Suka 4 = Suka
A0 = Surimi tanpa Perlakuan Penambahan Karagenan
A1 = Surimi dengan Penambahan 0,3% Karagenan
A2 = Surimi dengan Penambahan 0,5% Karagenan
A3 = Surimi dengan Penambahan 0,7% Karagenan
75
Lampiran 10 .Hasil Uji Organoleptik Terhadap “Otak-otak” Ikan Barakuda.
Panelis Rasa Tekstur
1 4 4
2 3 3
3 4 4
4 5 4
5 4 4
6 4 4
7 4 5
8 3 4
9 4 4
10 4 4
Jumlah 39 40
Rata-rata 3,9 4,0
Sumber : Data Primer Penelitian, 2010 Keterangan :
1 = Sangat Tidak Suka 3 = Agak Suka 5 = Sangat Suka
2 = Tidak Suka 4 = Suka
76
Lampiran 11. Profil Surimi Ikan Barakuda, Otak-otak, dan Alat Analisa yang digunakan
Gambar 12. Surimi Ikan Barakuda
Gambar 13. Otak-Otak Ikan Barakuda
Gambar 14. Alat Texture Analyzer