Post on 12-Dec-2014
description
SKENARIO D BLOK 16 TAHUN 2011
Tn.A, 65 tahun, datang ke UGD RSMH karena seringkali lupa jalan pulang ke rumah
(kesasar) sejak 2 bulan yang lalu.
Akhir-akhir ini pasien juga lupa mandi dan tidak mengenali anggota keluarganya lagi. Tiga
bulan sebelumnya penderita pernah menderita stroke. Saat ini penderita masih mengalami
kelemahan separuh tubuh sebelah kanan. Sebelum menderita stroke penderita sudah sering
lupa apa yang telah dikerjakannya.
Pemeriksaan klinis:
GCS: 15, TD: 170/100 mmHg, N: 80x/mnt, T: 36,70C
Fungsi Motorik: Hemiparese dextra spastik (Kekuatan 4)
Laboratorium:
Kolestrol Total: 265 mg%, LDL: 180 mg%,, HDL 40mg%, Trigliserida: 200 mg%
Hasil Neuropsikiatrik tes:
MMSE: 23
CT Scan Kepala: Infark di basal ganglia sinistra
I. Klarifikasi Istilah
1. Stroke : serangan mendadak.1
2. Lupa : kehilangan memori atau ingatan.
3. Kelemahan : kekuatan otot berkurang dari normal
4. Hemipharese : kelemahan separuh tubuh.
5. GCS : Glasgow Coma Scale, skala yang menentukan tingkat kesadaran
seseorang
6. MMSE : Mini Mental State Examination, tes praktis untuk melacak
bagaimana keadaan kognitif pasien berubah dengan berjalannya
waktu.2
7. Infark : daerah nekrosis iskemik terbatas yang disebabkan oleh oklusi
suplai arteri atau aliran vena pada bagian tersebut.1
II. Identifikasi Masalah:
1. Tn.A, 65 tahun, mengeluh seringkali lupa jalan pulang ke rumah (kesasar) sejak 2
bulan yang lalu.
2. Saat ini pasien juga lupa mandi dan tidak mengenali anggota keluarganya lagi.
1
3. Tiga bulan yang lalu, Tn.A pernah menderita stroke, dan saat ini penderita masih
mengalami kelemahan separuh tubuh sebelah kanan.
4. Sebelum menderita stroke pun penderita sudah sering lupa apa yang telah
dikerjakannya.
5. Hasil Pemeriksaan Fisik: GCS: 15, TD: 170/100 mmHg, N: 80x/mnt, T: 36,70C
Fungsi Motorik: Hemiparese dextra spastik (Kekuatan 4)
6. Hasil pemeriksaan tambahan:
Kolestrol Total: 265 mg%, LDL: 180 mg%,, HDL 40mg%, Trigliserida: 200 mg%
Tes: MMSE: 23. CT Scan Kepala: Infark di basal ganglia sinistra
III. Analis Masalah
1. Apa saja penyebab umum gangguan memori (lupa) terutama pada lansia?
2. Apa penyebab Tuan A seringkali lupa jalan pulang dan tidak mengenali anggota
keluarganya?
3. Apa hubungan usia, jenis kelamin dengan keluhan Tuan A?
4. Bagaimana penjelasan perjalanan/ progresivitas keluhan Tuan A?
5. Bagaimana hubungan stroke tiga bulan yang lalu dengan gangguan memori pada
Tuan A?
6. Mengapa sampai saat ini Tuan A masih mengalami kelemahan separuh tubuh
sebelah kanan?
7. Apakah ada hubungan pelupa sebelum stroke dengan kondisi sekarang?
8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
9. Bagaimana interpretasi pemeriksaan tambahan?
10. Bagaimana differential diagnosis kasus ini?
11. Bagaimana diagnosis multiaksial, dan diagnosis kerja kasus?
12. Bagaimana cara diagnosis dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan?
13. Apa saja etiologi dan faktor resiko kasus ini?
14. Bagaimana epidemiologi kasus?
15. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi kasus ini?
16. Apa saja manifestasi klinis yang timbul?
17. Bagaimana tatalaksana, terapi, dan upaya preventif kasus ini?
18. Apa prognosis pada kasus?
19. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi?
20. Apa KDU kasus?
2
IV. Hipotesis
Tuan A, 65 tahun, hipertensi, dislipidemia, dan hemiparese dextra spastik menderita
gangguan kognitif akibat demensia vaskular tipe subkortikal.
V. Kerangka Konsep
VI. Sintesis
A. Etiologi Umum Lupa
Kebanyakan gangguan fungsi ingatan disebabkan oleh:3
1. Penyakit degeneratif, terutama Alzheimer dan Huntington
2. Penyalahgunaan alkohol, menimbulkan sindrom Korsakoff.4
3. Trauma kepala
4. Gangguan lobus temporal cerebrum dan sistem limbik
5. Ensefalitis, atau inflamasi otak, misalnya akibat infeksi virus herpes dan
beberapa jenis.5
6. Gangguan vaskularisasi cerebrum, termasuk diantaranya pendarahan
subarachnoid
7. Kekurangan oksigen, misalnya akibat infark miokard, keracunan CO, dan henti
nafas
8. Tumor kepala
9. Drug induced: obat-obat analgesik (NSAID), sedatif (benzodiazepine),
antidepresan, dll. 6
10. Metabolik/endokrin tuitarisme: hipotiroidi, defisiensi vit B12.
3
Demensia Vaskular
Stroke
Proses degeneratif
MCI
Tn.A 65Hipertensi,
Dislipidemia
B. Interpretasi Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Tambahan
1. Glasgow Coma Scale (GCS)
Nilai Tuan A ialah 15.
Interpretasi skor Glasgow Coma Scale:
Skor 14-15 : compos mentis
Skor 12-13 : apatis
Skor 11-12 : somnolen
Skor 8-10 : stupor
Cara Pemeriksaan NilaiRespon buka mata (Eye Opening, E)a. Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang)b. Respon terhadap suara (suruh buka mata)c. Respon terhadap nyeri (dicubit)d. Tidak ada respon (meski dicubit)
4321
Respon verbal (V)a. Berorientasi baikb. Berbicara mengacau (bingung)c. Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak
jelas dan non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)d. Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang)e. Tidak ada suara
543
21
Respon motorik terbaik (M)a. Ikut perintahb. Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri)c. Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)d. Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi
kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)e. Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya
extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
f. Tidak ada (flasid)
65
43
2
1Tabel 1. Cara Penilaian GCS
2. Tekanan Darah 170/100 mmHg
Interpretasi: Hipertensi Derajat 2
3. Nadi
80x/mnt
Normal : 60-100 x/menit.
4
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)Normal < 130 < 85Normal Tinggi 130 – 139 85 – 89Hipertensi
Derajat 1 140 – 159 90 – 99Derajat 2 160 – 179 100 – 109Derajat 3 180 – 209 110 – 119Derajat 4 > 210 > 120
Interpretasi : Normal
4. Suhu 36,70C
Normal : 36,5 -37,20C
Interpretasi : Normal
5. Fungsi Motorik: Hemiparese dextra spastik (Kekuatan 4)
Cara Pemeriksaan:
a. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan
pemeriksa menahan gerakan ini.
b. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan.
Nilai:
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total
1 = terdapat sedikit kontraksi otot namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut
2 = didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
3 = dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
4 = di samping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatakan sedikit
tahanan yang diberikan
5 = tidak ada kelumpuhan (normal)
6. Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan Nilai Normal HAsil InterpretasiKolestrol Total < 200 mg/dl 265 mg% TinggiLDL < 150 mg/dl 180 mg% TinggiHDL > 65 mg/dl 40 mg% RendahTrigliserida s/d 150 mg/dl 200 mg% Tinggi
7. Hasil Neuropsikiatrik tes MMSE: 23
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah suatu instrumen
singkat yang disusun untuk menilai secara kasar fungsi kognitif. MMSE
termasuk bagian dari pemeriksaan status mental pada bagian sensorium dan
kognisi. Bagian pemeriksaan status mental ini mencari petunjuk fungsi organik
dan intelegensia pasien, kapasitas untuk berpikir abstrak, dan tingkatan tilikan
dan pertimbangan. MMSE digunakan secara luas untuk mencari kemungkinan
defisit kognitif.
Nilai tertinggi dari MMSE adalah 30.
5
Metode Skor InterpretasiSingle Cutoff < 24 AbnormalRange < 21
> 25Meningkatkan kemungkinan menderita demensiaMenurunkan kemungkinan menderita demensia
Pendidikan 21< 23< 24
Abnormal untuk pendidikan kelas 8Abnormal untuk pendidikan SMAAbnormal untuk pendidikan kuliah
Keparahan 24 – 3018 – 230 – 17
Tidak ada pelemahan kognitifPelemahan kognitif ringanPelemahan kognitif berat
Tabel 2: Interpretasi Skor MMSE
Skor di bawah 24 biasanya mengindikasikan adanya hendaya kognitif.
a. 25-30 (normal)
b. 21-24 (gangguan ringan)
c. 10-20 (gangguan sedang)
d. < 9 (gangguan berat)
Pasien dinilai secara kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut. Nilai
sempurna (normal) adalah 30. Nilai yang kurang dari 24 mengarahkan adanya
suatu gangguan. Sedangkan nilai yang kurang dari 20 menyatakan adanya
suatu gangguan yang pasti.
Pada kasus, skor MMSE Tuan.A adalah 23, artinya kondisi Tuan.A
mengarahkan adanya suatu gangguan. Tetapi sensitivitas MMSE tergolong
rendah, jadi tidak dapat langsung didiagnosis MCI ataupun dementia.
FORM MINI MENTAL STATUS EXAMINATION (MMSE)Nama Pasien : Tuan.A (laki-laki / perempuan)Umur : 65 tahunPekerjaan/ Jabatan : -Pendidikan Terakhir : -Riwayat Penyakit : O Stroke O DM O HT O Jantung O Lainnya.......Alasan Diperiksa :
Item Tes Standar Pasien
1
2
ORIENTASISekarang : tahun, bulan, hari, tanggal, musim berapa/apa?Kita berada dimana? Negara, Provinsi, Kota, RS, Lantai
5
5
3REGISTRASISebutkan nama 3 benda (apel-meja-koin), tiap benda 1 detik. Pasien disuruh menyebutkan nama benda tersebut. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan ketiganya dengan benar, catat berapa kali pengulangannya.
3
ATENSI dan KALKULASI
6
4 Kurangi 100 dengan 7 sampai 5 kali pengurangan. Nilai 1 untuk setiap jawaban benar. Atau disuruh mengeja terbalik kata “WAHYU”, nilai 1 untuk setiap urutan benarnya.
5
5MENGINGAT KEMBALIPasien disuruh menyebut ulang ke 3 nama ad 3. Nilai 1 setiap yang benar.
3
6
7
8
9
10
11
BAHASAPasien disuruh menyebutkan 2 nama benda yang ditunjukkan ke dia.Pasien disuruh mengulang kata : namun – tanpa – bila.Pasien disuruh melakukan perintah: “ Ambil kertas ini dengan tangan kanan anda – Lipat menjadi 2 – dan letakkan di lantai!”Pasien disuruh baca dan melakukan perintah tertulis: “ Pejamkan mata anda!”Pasien disuruh menulis satu kalimat lengkap yang berarti.Pasien disuruh mengkopi bentuk gambar dibawah ini:
2
1
3
1
1
1
TOTAL 30Tanggal Pemeriksaan : Januari 2012Nama Pemeriksa : (.........................................)
Score :24 – 30 Normal O17 – 23 Probable O0 – 16 Definitif O
Tabel 3. Penilaian MMSE
8. CT Scan Kepala: Infark di basal ganglia sinistra
Menunjukkan telah terjadi kematian sel di daerah basal ganglia
sinistra. Hasil ini membantu penegakan diagnosis menuju demensia vaskuler.
Ganglia basalis terletak di subkortikal, merupakan white matter dari
substansia alba, sehingga diagnosis demensia vaskular subkortikal dapat
ditegakkan. Ganglia basalis memiliki peran utama dalam mengatur system
motor extrapiramidal dan fungsi kognitif sehingga pada kasus tampak
hemiparese dextra spastik dan gangguan fungsi memori.
C. Diagnosis Banding
Gejala klinik Demensia Vaskular
Demensia Alzheimer
Sering lupa sebelum stroke + +
7
Lupa jalan ke rumah, lupa mandi, tidak mengenali anggota keluarga
+ +
Riwayat penyakit stroke + -Hipertensi + -Hiperkolestrolemia + -Onset Mendadak + -Progresivitas bertahap + +Hemiparese dextra spastik + -Neuroimaging infark ganglia basalis + -MMSE 23 + +Skor iskemik Hachinski ≥7 ≤4Pemeriksaan neurologi Defisit neurologi Normal
Demensia Vaskular Demensia AlzheimerLebih banyak mengenai pria Lebih banyak mengenai wanitaAwitan akut dengan perburukan mendadak kinerja kognitif atau adanya episode hemiparesis
Awitan lambat, menyelinap
Memburuk seperti anak tangga (stepwise) Memburuk secara bertahap progresifGejala neurologik fokal menonjol Tidak terdapat tanda neurologik fokal
sampai tahap lanjutPerubahan afek, misal imbalans emosi, depresi, kecemasan
Afek tumpul
Kepribadian biasanya tetap baik Perubahan kepribadianPenilaian diri tetap baik Penilaian terhadap diri sendiri (insight)
hilang secara diniKeluhan somatik sering Keluhan somatik jarangBukti adanya penyakit ateromatosa menyeluruh sering ada
Bukti adanya penyakit ateromatosa menyeluruh kecil
Hipertensi dan kejang lebih sering Hipertensi dan kejang jarangSkor iskemik Hachinsky >7 Skor iskemik Hachinsky <4Tidak terdapat Terdapat plak senilis dan kekusutan
neurofibrilerTidak terdapat kerusakan spesifik pada neurotransmitter
Defisiensi beberapa sistem neurotransmitter, terutama pada sistem neurotransmitter kolinergik
CT-scan menunjukkan perubahan lokal, terutama regio temporal
CT-scan menunjukkan dilatasi ventrikuler sedang
PET scan menunjukkan penurunan penggunaan oksigen bercak (patchy)
PET scan menunjukkan pengurangan umum dari penggunaan oksigen
D. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : F.01.2 Demensia Vaskular Subkortikal
Aksis II : Z 03.2 : tidak ada diagnosis Aksis II
8
Aksis III : I00 - I99 (penyakit sistem sirkulasi: stroke, hipertensi, dislipidemia,
hemiparese dextra)
Aksis IV : Tidak ada stresssor
Aksis V : GAF Scale 50-41: gejala berat, disabilitas berat.
E. Timeline Kasus Tuan A
F. Anatomi Neurobehaviour Function
Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf perifer
terdiri dari saraf kranial, saraf spinal dan ganglia perifer. Sistem saraf otonom
dibagi dibagi menjadi komponen simpatik dan parasimpatik.
Terdapat tiga sistem utama yang terutama berhubungan dengan psikiatri
yaitu kortikal-talamik, limbik-hipotalamik, dan ganglia basalis.
Anatomi lobus korteks serebral adalah lobus frontalis, temporalis, parietalis,
dan osipitalis serta sistem limbik sebagai lobus kelima dari korteks serebral. Banyak
ahli neuroanatomi telah mengembangkan sistem klasifikasi untuk area kortikal
spesifik didasarkan pada susunan area kortikal yang berbeda. Sistem yang paling
banyak dipakai adalah yang dianjurkan oleh Broadmann. Sistem Broadmann
didasarkan pada perbedaan daerah kortikal, sistem lain mengklasifikasi area
substansia abu-abu didasarkan pada kemiripan diantara daerah substitusi abu-abu.
Daerah substansia abu-abu
Daerah anatomis Fungsi
Kortikoid Hipotalamus Regulasi keadaan internal seseorang, misalnya
9
Sekarang1 bulan lalu2 bulan lalu3 bulan lalu
Keluhan:- Sering lupa jalan
pulang- tidak mengenali
keluarga, lupa mandi- Hemiparese dextra
Mulai lupa jalan pulangStrokeSering lupa apa yang
dikerjakan
MCI
Akibat hipertensi dan dislipidemia infark ganglia basalis sinistra
Demensia vaskular:
Tingkat Keparahan Derajat 4
Demensia vaskular:
Tingkat Keparahan Derajat 6
daya ingat, belajar, modulasi dorongan, pewarnaan afektif pada pengalaman, regulasi hormonal, fungsi autonomik
Allokortikal Hipotalamus
Paralimbik Area limbik Fungsi jembatan antara area kortikal yang kurang kompleks dan lebih kompleks
Korteks asosiasi homotipik
Korteks asosiasi Menginterpretasikan lingkungan eksternal
Idiotipik Korteks motorik dan sensorik primer
Menerima informasi sensorik primer
Tabel 4 Klasifikasi Daerah Substansia Abu-abu
Fungsi kortikal Area Broadmann LokasiMotorik primer 4 Anterior terhadap sulkus sentralis di girus
prasentralisSensorik primer
- Visual- Auditorius- Somatosensoris- Asosiasi unimodal
17
41,421,2,3
Kutup osipitalis dan disepanjang fisura kalkarina di lobus osipitalisGirus Heschl di lobus temporalisGirus postcentral dari lobus parietalis
Assosiasi motorik- Asosiasi visual- Asosiasi auditoris- Asosiasi somatosensoris
618-21, 37225
Anterior terhadap korteks motorik primerLobus osipitalis dan temporalisArea WernickeKorteks parietalis
Assosiasi heteromodal (kemungkinan fungsi)
- Penilaian sensorik, bahasa- Perencanaan kognitif dan
aktivitas motorik- Daya ingat dan emosi
BanyakBanyak
Banyak
Lobus parietalis, temporalis dan osipitalisKorteks prafrontalis
Area limbikTabel 5. Klasifikasi Korteks Serebral dengan Modalitas
1. Korteks frontalis
Secara anatomis, girus frontalis superior, medial, dan inferior
membentuk aspek lateral dari lobus frontalis. Secara fungsional, korteks
motorik, korteks pramotorik, dan korteks asosiasi prafrontalis adalah bagian
yang utama. Korteks motorik terlibat dalam pergerakan otot spesifik; korteks
pramotorik terlibat dalam gerakan terkoordinasi berbagai otot, dan korteks
asosiasi terlibat dalam integrasi informasi sensoris yang diproses oleh korteks
sensorik primer. Dari aspek medial korteks frontalis, girus singulat
membungkus disekeliling korpus kalosum.
Fungsi utama korteks frontalis adalah aktivasi motorik, intelektual,
perencanaan konseptual, aspek kepribadian, dan aspek produksi bahasa. Dua
prosedur psikologis yang sering digunakan untuk menguji fungsi korteks
10
prafrontalis adalah Wisconsin Card Sorting Test dan Continuous Performance
Test. Kedua pengujian tersebut telah digunakan sebagai tes provokasi dari
berbagai jenis pemeriksaan pencitraan otak.
Efek gangguan lobus frontalis, antara lain:
a. Perubahan aktivitas motorik
1) Tidak adanya spontanitas
2) Penurunan kecepatan dan jumlah aktivitas mental dan fisik
3) Mutisme akinetik
b. Gangguan intelektual
1) Konsentrasi yang buruk
2) Ketidakmampuan melalukan rencana
3) Defisit daya perhatian
4) Gangguan mengurutkan tugas
5) Perlambatan proses mental
c. Perubahan kepribadian
1) Flasiditas
2) Tidak adanya perhatian terhadap akibat tindakan
3) Ketidakacuhan sosial, khususnya mandi, berpakaian, kontrol usus dan
kandung kemih
4) Kegembiraan kekanak-kanakan (moria)
5) Gurauan, kata-kata yang tidak sesuai (witzelsucht)
d. Emosi yang tidak stabil dan superfisial
1) Disfungsi bahasa
2) Afasia broca
3) Mutisme
2. Korteks temporalis
Girus superior, medial, dan inferior membentuk aspek lateral dari lobus
temporalis. Fungsi utama dari korteks temporalis adalah bahasa, ingatan, dan
emosi. Manifestasi psikiatrik penyakit lobus temporalis, antara lain :
a. Lesi lobus temporalis unilateral-lobus temporalis dominan
1) Afasia Wernicke : sering keliru perubahan psikotik dengan neologisme
2) Disfungsi daya ingat
3) Amusia : kecacatan dalam kemampuan memahami musik
b. Lobus temporalis nondominan
11
1) Agnosia untuk suara
2) Disprosodi : gangguan irama suara pada pembicaraan lisan
c. Lesi lobus temporalis bilateral
1) Amnesia korsakoff
2) Sindrom Kluver-Bucy dengan agnosia visual; apati dan flasiditas;
gangguan fungsi seksual; demensia, afasia, amnesia
d. Fenomena iktal
1) Psikosensorik: halusinasi (visual, auditoris, olfaktorius); ilusi (visual,
auditoris)
2) Gejala afektif
3) Gejala kognitif (deja vu, jamais vu, pikiran paksa)
4) Gangguan kesadaran
5) Automatisme
3. Korteks parietalis
Lobus parietalis superior dan lobus parietalis inferior membentuk lobus
parietal. Korteks asosiasi untuk input visual, taktil, dan auditorius terkandung
dalam lobus parietalis. Lobus parietalis kiri mempunyai peranan istimewa
dalam proses verbal; lobus parietalis kanan mempunyai peranan yang lebih
besar dalam proses visual-spasial. Efek penyakit lobus parietalis, antara lain:
a. Penyakit lobus parietalis dominan (biasanya kiri)
1) Aleksia dengan agrafia, dengan atau tanpa anomia
2) Kesulitan konstruksional
3) Sindrom Gerstmann (disorientasi kanan-kiri, ketidakmampuan untuk
melokalisasi jari, agrafia, akalkulia)
4) Astereognosis (ketidakmampuan mengenali benda-benda di tangan)
5) Asimbolia nyeri
6) Apraksia ideomotorik
7) Afasia fasih
b. Penyakit lobus parietalis nondominan (biasanya kanan)
1) Apraksia konstruksional
2) Apraksia berpakaian
3) Disorientasi geografik
4) Astereognosis sisi kiri
5) Kesulitan menghitung atau menulis
12
6) Penyangkalan atau penelantaran ruang kontralateral (anosognosia)
4. Korteks osipitalis
Lobus osipitalis termasuk girus superior dan inferior dan girus kuneus
dan lingual. Lobus osipitalis merupakan korteks sensoris utama untuk input
visual dan lesi pada lobus tersebut menyebabkan berbagai gejala visual. Efek
gangguan lobus osipitalis, antara lain:
a. Sindrom Anton: penyangkalan kebutaan
b. Sindrom Balint
c. Agnosia visual : penglihatan normal tanpa arti
d. Prosopagnosia: ketidakmampuan mengenali wajah
e. Agnosia warna : ketidakmampuan membedakan warna
f. Aleksia : ketidakmampuan membaca
g. Halusinasi
5. Talamus
Talamus adalah struktur otak yang dalam yang berlokasi diatas
hipotalamus. Banyak nukleus talamus dapat dibagi menjadi enam kelompok:
nukleus anterior, medial, lateral, retikulari, inralaminar, dan garis tengah. Tiga
jalur utama yang melalui talamus adalah sistem sensorik, motorik, dan asosiasi
talamokortikal. Jalur sensorik menerima input dari sistem sensorik perifer;
selanjutnya menyambungkan informasi ke korteks. Jalur motorik pergi ke arah
berlawanan dan menyambungkan informasi motorik kortikal ke batang otak
dan medula spinalis. Jalur asosiasi menyambungkan informasi baik secara
dorsal atau ventral dan selajutnya terlibat dalam memproses informasi asosiasi.
6. Sistem limbik
Sistem limbik awalnya diajukan sebagai suatu substrat emosional untuk
emosi. Selanjutnya, menjadi jelas bahwa ingatan adalah fungsi utama dari
sistem limbik.
7. Talamus dan hipofisis
Hipotalamus dan hipofisis berikatan erat dan berhubungan dengan
sistem limbik; hipotalamus dan hipofisis merupakan mekanisme efektor utama,
terutama melalui pelepasan hormonal, untuk output sistem limbik. Hubungan
antara hipotalamus dan hipofisis adalah suatu pengaturan timbal balik.
Hipotalamus mengirimkan faktor pelepasan dan faktor penghambat pelepasan
ke hipofisis, yang biasanya mempengaruhi kelenjar endokrin perifer.
13
Hipotalamus dan hipofisis terlibat dalam pengaturan tidur, nafsu makan, dan
aktivitas seksual, di samping merupakan regulator endokrin utama di dalam
tubuh, talamus dan hipofisis mempunyai pengaruh penting pada sistem
kekebalan dan sistem saraf otonomik.
8. Ganglia basalis
Ganglia basalis adalah suatu kelompok nukleus dalam di dalam
hemisfer otak. Mereka telah merupakan bagian penting neurologis klasik
tentang pergerakan normal dan pergerakan abnormal. Secara spesifik, ganglia
basalis terlibat dalam pengaturan umpan balik (feedback regulation) dari
pergerakan –yaitu, ganglia basalis memeriksa dan memperbaiki pergerakan
saat terjadinya.2 Komponen ganglia basalis ialah korpus striatum: striatum
(nucleus caudatus dan putamen) dan globus palidus dimana keduanya disebut
nucleus lentiformis. Substansia nigra, nukleus subtalamik, substansia
inominata, nukleus basalis Meynerti, dan nukleus akumbens. Bagian ganlia
basalis yang terlibat dalam fungsi kognitif ialah globus palidus.7
G. Fungsi Kognitif
1. Pengertian Fungsi Kognitif
Manusia dibedakan dengan makhluk lain oleh adanya fungsi luhur.
Otak manusia jauh berbeda dengan otak binatang, karena adanya kortek
asosiasi yang menduduki daerah antar berbagai kortek perseptif primer.
Memahami perubahan behavior yang terjadi pasien dengan penyakit,
sangat penting mengetahui anatomi dan fisiologi dari bagian-bagian otak yang
menghasilkan dan memelihara behavior yang normal. Terdapat empat tingkatan
behavior, yaitu
a. Kesadaran atau basic arousal.
b. Kebutuhan dasar (basic drivers) dan insting hidup (survival instinct), yang
terdiri antara lain makan, tidur, mempertahankan diri, dan prokreasi.
c. Fungsi intelektual, yaitu suatu komplek dari kualitas manusia tingkat tinggi
yang terdiri dari proses tingkat tinggi dari kalkulasi, berpikir abstrak,
membangun bahasa dan persepsi.
d. Perilaku sosial dan personality, suatu komplek behavior yang merupakan
interaksi dari semua tingkatan behavior dan integrasi dari semua sistem di
otak.
14
Membahas anatomi fungsi kortikal luhur, terdapat 3 sistem yang
penting yaitu sistem kesadaran, sistem limbik, dan kortek.
Pengertian mengenai kognitif menurut Benson FD, Cognition is the
process by which information (internal and external) is manipulated in the
brain. Pendapat lain menurut Kaplan dan Sadock (1975), Cognition is mental
process of knowing and becoming aware. Pengertian yang lebih lebih sesuai
dengan behavior neurology dan neuropsikologi: kognitif adalah suatu proses
dimana semua masukan sensoris (taktil, visual dan auditorik) akan diubah,
diolah, disimpan dan selanjutnya digunakan untuk hubungan interneuron secara
sempurna sehingga individu mampu melakukan penalaran terhadap masukan
sensoris tersebut.
Fungsi kognitif mempunyai empat item utama yang dapat dianalogikan
dengan kerja dari komputer, yaitu :
a. Fungsi reseptif.
b. Fungsi memori dan belajar.
c. Fungsi berpikir adalah mengenai organisasi dan reorganisasi informasi.
d. Fungsi ekspresif.
2. Manifestasi Gangguan
Manifestasi gangguan fungsi kognitif dapat meliputi gangguan pada
aspek bahasa, memori, emosi, visuospasial dan kognisi.
a. Gangguan bahasa
Menurut Critchley (1959) yang dikutip dari Sidarta (1989) gangguan
bahasa yang terjadi pada demensia terutama tampak pada kemiskinan kosa
kata. Pasien tak dapat menyebutkan nama benda atau gambar yang
ditunjukkan padanya (confrontation naming), tetapi lebih sulit lagi
menyebutkan nama benda dalam satu kategori (category naming),
misalnya disuruh menyebutkan nama buah atau hewan dalam satu
kategori. Sering adanya diskrepansi antara penamaan konfrontasi dan
penamaan kategori dipakai untuk mencurigai adanya demensia dini.
Misalnya orang dengan cepat dapat menyebutkan nama benda dalam satu
kategori, ini didasarkan karena adanya abstraksinya mulai menurun
b. Gangguan memori
Sering merupakan gejala yang pertama timbul pada demensia dini. Tahap
awal terganggu adalah memori baru, yakni cepat lupa apa yang baru saja
15
dikerjakan, lambat laun memori lama juga dapat terganggu.
Fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung lamanya rentang
waktu antara stimulus dan recall, yaitu:
1) Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus
dan recall hanya beberapa detik. Di sini hanya dibutuhkan pemusatan
perhatian untuk mengingat (attention).
2) Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu
beberapa menit, jam, bulan bahkan tahun.
3) Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun
bahkan seusia hidup.
c. Gangguan emosi : Gangguan ini sering timbul pada penderita stroke.
Sekitar 15% pasien mengalami kesulitan kontrol terhadap ekspresi dari
emosi. Tanda lain adalah menangis dengan tiba-tiba atau tidak dapat
mengendalikan tawa. Efek langsung yang paling umum dari penyakit pada
otak pada personality adalah emosi yang tumpul, disinhibition, kecemasan
yang berkurang atau euforia ringan, dan menurunnya sensitifitas sosial.
Dapat juga terjadi kecemasan yang berlebihan, depresi dan hipersensitif.
d. Gangguan visuospasial : Sering timbul dini pada demensia. Pasien banyak
lupa waktu, tidak tahu kapan siang dan malam, lupa wajah teman dan
sering tidak tahu tempat sehingga sering tersesat (disorientasi waktu,
tempat dan orang). Secara obyektif gangguan visuospasial ini dapat
ditentukan dengan meminta pasien mengkopi gambar atau menyusun
balok-balok sesuai bentuk tertentu.
e. Gangguan kognisi (cognition) : Fungsi ini yang paling sering terganggu
pada pasien demensia, terutama daya abstraksinya. Ia selalu berpikir
konkret, sehingga sukar sekali memberi makna peribahasa. Juga daya
persamaan (similarities) mengalami penurunan.
3. Faktor-faktor Yang Menimbulkan Gangguan Kognitif
Beberapa penyakit atau kelainan pada otak dapat mengakibatkan kelainan atau
gangguan fungsi kognitif, antara lain:
a. Cedera kepala
b. Obat-obat Toksik
c. Infeksi Susunan Saraf Pusat
16
d. Epilepsi
e. Penyakit Serebrovaskular
f. Tumor otak
g. Degenerasi
H. Tahapan Penurunan Fungsi Kognitif
Terdapat tiga tahapan penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut, mulai dari
yang masih dianggap normal sampai patologik dan pola ini berujud sebagai
spektrum mulai dari yang sangat ringan sampai berat (demensia), yaitu : (a) mudah
lupa (forgetfulness), (b) Mild Cognitive Impairment (MCI), (b) Demensia.
a. Mudah lupa (Forgetfulness)
Mudah lupa masih dianggap normal dan gangguan ini sering dialami
subyek usia lanjut. Frekuensinya meningkat sesuai peningkatan usia. Lebih
kurang 39% pada usia 50-60 tahun dan angka ini menjadi 85% pada usia di
atas 80 tahun. Istilah yang sering digunakan dalam kelompok ini adalah Benign
Senescent Forgetfulness (BSF) atau Age Associated Memory Impairment
(AAMI). Ciri-ciri kognitifnya adalah proses berfikir melambat; kurang
menggunakan strategi memori yang tepat; kesulitan memusatkan perhatian;
mudah beralih pada hal yang kurang perlu; memerlukan waktu yang lebih lama
untuk belajar sesuatu yang baru; memerlukan lebih banyak petunjuk / isyarat
(cue) untuk mengingat kembali.
Kriteria mudah lupa adalah :
a. Mudah lupa nama benda, nama orang.
b. Memanggil kembali memori (recall) terganggu.
c. Mengingat kembali memori (retrieval) terganggu.
d. Bila diberi petunjuk (cue) bisa mengenal kembali.
e. Lebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk daripada menyebutkan
f. namanya.
b. Mild Cognitive Impairment (MCI)
Mild Cognitive Impairment merupakan gejala perantara antara
gangguan memori atau kognitif terkait usia (Age Associated Memori
Impairment/ AAMI) dan demensia. Sebagian besar pasien dengan MCI
menyadari akan adanya defisit memori. Keluhan pada umumnya berupa
frustasi, lambat dalam menemukan benda atau mengingat nama orang, atau
17
kurang mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari yang kompleks, sehingga
mempengaruhi kualitas hidupnya. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari
separuh (50-80%) orang yang mengalami MCI akan menderita demensia dalam
waktu 5-7 tahun mendatang. Itulah sebabnya diperlukan penanganan dini untuk
mencegah menurunnya fungsi kognitif.
Prevalensi MCI di berbagai negara berkisar antara 6,5 30% pada
golongan usia di atas 60 tahun. Kriteria diagnostik MCI adalah adanya
gangguan daya ingat (memori) yang tidak sesuai dengan usianya namun belum
demensia. Fungsi kognitif secara umum relatif normal, demikian juga aktivitas
hidup sehari-hari. Bila dibandingkan dengan orang-orang yang usianya sebaya
serta orang-orang dengan pendidikan yang setara, maka terdapat gangguan
yang jelas pada proses belajar (learning) dan delayed recall. Bila diukur dengan
Clinical Dementia Rating (CDR), diperoleh hasil 0,5. Bilamana dalam praktek
ditemukan seorang pasien yang mengalami gangguan memori berupa gangguan
memori tunda (delayed recall) atau mengalami kesulitan mengingat kembali
sebuah informasi walaupun telah diberikan bantuan isyarat padahal fungsi
kognitif secara umum masih normal, maka perlu dipikirkan diagnosis MCI.
Pada umumnya pasien MCI mengalami kemunduran dalam memori
baru. Namun diagnosis MCI tidak boleh diterapkan pada individu- individu
yang mempunyai gangguan psikiatrik, kesadaran yang berkabut atau minum
obat-obatan yang mempengaruhi sistem saraf pusat.
c. Demensia
Definisi menurut ICD-10, DSM IV, NINCDS-ARDA, demensia adalah
suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif menyebabkan
deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
Terjadi kemunduran seperti hilang kemampuan memahami
pembicaraan yang cepat, percakapan yang komplek atau abstrak, humor yang
sarkastis atau sindiran. Bahasa dan bicara terjadi kemunduran pula yaitu
kehilangan ide apa yang sedang dibicarakan, kehilangan kemampuan
pemrosesan bahasa secara cepat, kehilangan kemampuan penamaan (naming)
dengan cepat. Gangguan kemampuan tetap berbicara dalam suatu topik, mudah
tersinggung, marah, pembicaraan bisa menjadi kasar dan terkesan tidak sopan.
18
Demensia vaskular adalah demensia yang disebabkan oleh infark pada
pembuluh darah kecil dan besar, misalnya multi-infarct dementia. Konsep
terbaru menyatakan bahwa demensia vaskular juga sangat erat berhubungan
dengan berbagai mekanisme vaskular dan perubahan-perubahan dalam otak,
berbagai faktor pada individu dan manifestasi klinis.
Berlainan dengan demensia Alzheimer, setelah terdiagnosa penyakit
akan berjalan terus secara progresif sehingga dalam beberapa tahun (7-10
tahun) pasien biasanya sudah mencapai taraf terminal dan meninggal, demensia
vaskular mempunyai perjalanan yang fluktuatif, pasien bisa mengalami masa
dimana gejala relatif stabil, sampai terkena serangan perburukan vaskular yang
berikut.
a. Demensia Pasca Stroke
Frekuensi demensia pasca stroke cukup tinggi yaitu berkisar 25-
32% pada 3 bulan setelah onset stroke. Dikelompokan menjadi:
d. Strategic infartc dementia
Disebabkan lesi infark terisolir di regio spesifik di serebral; thalamus,
nukleus caudatus, genu kapsula interna, girus angularis, atau
hipokampus. Ditandai onset mendadak perubahan behavior dan
gangguan kognitif. Lesi hipokampus bilateral ditandai oleh amnesia,
infark thalamus bilateral terdapat kondisi apatis/ gangguan pemusatan
perhatian.
e. Demensia multi infark (Multy infarct dementia/ MID)
Disebut juga demensia vaskular subkortikal ditandai dengan episode/
kejadian TIA atau stroke erat hubungannya secara waktu dengan onset
demensia. Dan CT Scan kepala atau MRI terdapat infark multipel
terutama daerah kortikal-subkortikal. Keadaan ini dihubungkan
dengan stroke aterotrombosis, stroke kardiak embolik dan gangguan
hemodinamik lain. Terdapat defisit fokal neurologik seperti
hemiparesis, hemiparestesia, gangguan kognitif bertahap (stepwise)
dan afasia.
f. Perdarahan/ hemoragik intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya multipel, disebabkan cedera otak
yang luas yang menyebabkan demensia. Biasanya terdapat hipertensi
kronis.
19
b. Demensia Vaskular Subkortikal
Lesi pada serebral berupa infark lakuner dan lesi substansia alba
disertai demilienasi dan hilangnya akson, menurunnya jumlah
oligidendrosit, astrositosis reaktif daerah subkortikal. Penderita dengan
demensia vaskular subkortikal sering didapatkan riwayat gangguan
vaskular multipel seperti hipertensi arterial, diabetes dan penyakit jantung
iskemik. Dengan gejala klinik bertahap (stepwise), berkelanjutan dan
progresif lambat. Gejala behavior dan psikiatrik berupa depresi, perubahan
kepribadian, emosi labil, mental lamban. Sindrom tersebut diatas dikenal
sindrom subkortikal atau sindrom frontosubkortikal. Sindrom kognitif
pada demensia subkortikal terjadi akibat lesi pada sirkuit prefrontal-
subkortikal yang dikenal dengan sindrom diseksekutif, terdiri dari
gangguan proses informasi, goal formulation, initation, planning,
organizing, executing, abstracting, sedangkan defisit memori yang terjadi
ringan dan bukan gejala utama yang mencolok. Penderita dengan demensia
vaskular alami gangguan memori ringan biasanya diawali dengan
disfungsi eksekutif. Fungsi eksekutif diperantarai oleh sirkuit kortiko-
subkortikal yang berhubungan dengan kortek prefrontal, striatum-palidum
dan talamus melalui lintasan talamo-kortikal. Hingga adanya lesi vaskular
dapat memutus lintasan tersebut yang dapat mempengaruhi atau
memutuskan lintasan tersebut. Pemeriksaan penunjang berupa imaging
serebral lebih jelas dengan MRI terutama flair, adanya iskemia substansia
alba/ white matter change lesion dan infark lakuner daerah substansia
grisea sisi dalam.
I. Stroke, Hipertensi, Dislipidemia
1. Patofisiologi Stroke Iskemik
20
2. Hubungan Antara Stroke dan Gangguan Fungsi Kognitif
Otak bekerja secara keseluruhannya dengan menggunakan fungsi dari
seluruh bagian. Proses mental manusia merupakan sistem fungsional komplek
dan tidak dapat dialokasikan secara sempit menurut bagian otak terbatas, tetapi
berlangsung melalui partisipasi semua struktur otak. Sehingga kerusakan pada
sel otak yang diakibatkan oleh suatu keadaan atau penyakit dapat
mengakibatkan gangguan pada proses mental tersebut.
Baik stroke iskemik maupun hemoragik dapat mengakibatkan
kerusakan bahkan sampai kematian sel otak. Akibat dari keadaan tersebut
dapat timbul suatu kelainan klinis sebagai akibat dari kerusakan sel otak pada
bagian tertentu tetapi juga dapat berakibat terganggunya proses aktivitas
mental atau fungsi kortikal luhur termasuk fungsi kognitif.
Fungsi kognitif yang terganggu akibat penyakit vaskular disebut
Rockwood (1997) sebagai gangguan kognitif vaskular yang dipengaruhi oleh
faktor risiko vaskular. Gangguan kognitif ini dapat menjadi awal dari
terjadinya demensia vaskular, sehingga dapat dicegah dari kemunduran lebih
lanjut. Demensia vaskular termasuk demensia yang dapat dicegah, sehingga
21
sangat penting mengetahui faktor risiko dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya.
Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai gangguan kognitif
dan demensia pasca stroke. Zhu dkk (1998) dalam penelitiannya mengatakan
bahwa stroke selain berhubungan dengan disability (ketidakmampuan) juga
berhubungan dengan perkembangan demensia. Tipe stroke silent merupakan
faktor risiko penting untuk terjadinya gangguan kognitif. Dari hasil
penelitiannya dikatakan bahwa stroke juga berhubungan dengan terjadinya
gangguan kognitif tanpa adanya demensia. Pasien stroke iskemik yang dirawat
mempunyai risiko paling sedikit lima kali untuk terjadinya demensia.
Mekanisme yang mendasari hubungan tersebut ada beberapa. Pertama stroke
secara langsung atau sebagian penyebab utama demensia, ang secara umum
diklasifikasikan sebagai demensia multi infark atau demensia vaskular. Kedua
adanya stroke memacu onset terjadinya demensia Alzheimers. Lesi vaskular
pada otak termasuk perubahan pada substansi alba, lesi degenerasi Alzheimer’s
dan usia sendiri berpengaruh pada perkembangan dari demensia.
Kuller dkk (1998) mengatakan bahwa hubungan antara penyakit
vaskular dan demensia telah berkembang dengan peningkatan penggunaan
MRI dan CT, yang menunjukkan bahwa patologi vaskular subklinik di otak
seperti infark silent dan perubahan substansia alba adalah kemungkinan
penyebab vaskular yang dihubungkan dengan penurunan kognitif dan
demensia.
Pohjasvaara dkk (1998) mengatakan bahwa faktor risiko demensia yang
dihubungkan dengan stroke belum diketahui secara lengkap, berbagai faktor
gambaran stroke (dysphasia, sindrom stroke dominan), karakteristik penderita
(tingkat pendidikan) dan penyakit kardiovaskular yang mendahului berperan
terhadap risiko tersebut. Pohjasvaara dkk (1998) dalam penelitian lainnya
mengatakan bahwa penurunan kognitif dan demensia sering terjadi pada pasien
stroke iskemik, dan frekuensinya meningkat dengan meningkatnya usia.
Hasil penelitian Pohjasvaara didapatkan penurunan fungsi kognitif yang
terjadi tiga bulan pasca stroke adalah 56,7% untuk paling sedikit 1 kategori,
31,8% untuk penurunan 2 atau 3 kategori, dan penurunan lebih dari 4 kategori
ada 26,8%. Gangguan kognitif vaskular dipengaruhi oleh faktor risiko
vaskular, sehingga memungkinkan untuk dilakukan pencegahan. Dari
22
penelitian Desmond dkk (1993) dikatakan bahwa faktor risiko spesifik
penyakit serebrovaskular berhubungan dengan disfungsi kognitif. Dari analisa
regresi logistik didapatkan antara lain bahwa diabetes berhubungan dengan
visuospasial, sedangkan hiperkolesterolemi berhubungan kuat dengan disfungsi
memori.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa stroke menimbulkan
gangguan fungsi kognitif dari yang sangat ringan sampai dengan yang berat,
atau sampai keadaan demensia. Untuk melihat adanya gangguan fungsi
kognitif dapat diperiksa dengan Tes Mini Mental (TMM) atau MMSE (Mini-
Mental State Examination), di mana dapat ditemukan skor yang menurun pada
satu dominan atau lebih. Sedang untuk keadaan demensia, harus ditegakkan
dengan kriteria demensia dari DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders IV) dari American Psychiatric Association tahun 1994.
3. Hipertensi
Berdasarkan etiologi dari hipertensi, dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik dan
hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Hipertensi primer lebih kurang 90% dari seluruh pasien hipertensi dan 10 %
lainnya disebabkan hipertensi sekunder. Hanya 50% dari golongan hipertensi
sekunder yang dapat diketahui sebabnya. Klasifikasi hipertensi yang digunakan
saat ini mengacu kepada Joint National Committee VII.
Hipertensi merupakan faktor risiko utama pada stroke. Hipertensi
sangat berpengaruh pada peredaran darah otak, karena menyebabkan terjadinya
penebalan dan remodeling pembuluh darah hingga memperkecil diameternya.
Perubahan ini menaikkan tahanan vaskular dan memicu terjadinya
arterosklerosis. Saat volume atau aliran darah melalui ginjal berubah maka sel-
sel di ginjal mendeteksi perubahan itu akan melepas renin. Ini akan merubah
atau mengkonversi Angoitensinogen menjadi Angiotensin I dibantu oleh
Angiotensin Converting Enzym (ACE) menjadi Angiotensin II.
ACE ini 90 % ada di jaringan dan 10 % ada di plasma. ACE di plasma
berespon terhadap tekanan darah. ACE yang di jaringan akan mengkonversi AI
menjadi A II yang berperan pada struktur pembuluh darah di sistem saraf
pusat. Perubahan jangka panjang pada tonus vaskular yang disebabkan oleh
23
Sistim Renin Angiotensin jaringan akan menyebabkan perubahan pada struktur
dan fungsi vaskular. Bila ACE jaringan berlebihan maka akan menyebabkan
terjadinya mekanisme yang akan mempercepat aterosklerosis.
Angiotensin II dalam tubuh, akan berikatan dengan reseptor, termasuk
reseptor AT1 dan AT2. Ikatan Angiotensin II dengan AT1 mendisosiasi
subunit guanine- nucleoted-binding protein (Gq/11), kemudian mengaktifkan
fosfolipase G menjadi diacyl glycerol dan inositol trifosfat. Inositol trifosfat
akan melepascan Ca++ ke dalam sel melalui membran sel. Kalsium dan diacyl
glycerol mengaktifkan enzym protein kinase C dan calciumcalmodulin kinase
yang mengkatalisasi protein fosforilase dan akan menyebabkan regulasi fungsi
sel. Hal ini secara klinis akan menyebabkan vasokonstriksi, retensi natrium,
retensi air, supresi renin (negative feed back), stimulasi formasi superanoksie,
aktivasi sistem saraf simpatis, peningkatan sekresi endotelin dan proliferasi sel
yang pada akhirnya menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah.. Melalui
ikatan dengan AT1 Angiotensin juga menstimulasi transkripsi protein seperti
Activator Protein 1 (AP-1) dan NF-kB yang terbentuk akibat stres oksidatif
yang melepaskan oksigen radikal. Reaksi ini akan meningkatkan aktifitas
MCP1, TNF-α dan IL6 yang merupakan sitokin penyebab inflamasi
Berlawanan dengan stimulasi yang disebabkan ikatan Angiotensin II
dengan reseptor AT1, ikatan Angiotensin II dengan reseptor AT2
menyebabkan antiproliferasi atau menghambat pertumbuhan, diferensiasi sel,
perbaikan jaringan,dan apoptosis. Disamping itu stimulasi AT2 juga
menyebabkan terbentuknya nitric oxid dan prostaglandin (PGE2) yang bersifat
vasodilator.
Angiotensin II yang terdapat pada monosit berpotensi menstimulasi
NAD(P)H oxidase yang kemudian akan menstimulasi superoxide.
Superoxidase dan Reaktif Oksigen Spesies lain dapat menginaktifkan Nitric
Oxide (NO) sehingga bioviabilitasnya turun. Hal ini menyebabkan terjadi
disfungsi endotel.
1. Hubungan Hipertensi Dengan Gangguan Kognitif
Mekanisme pasti terjadinya gangguan kognitif pada hipertensi
belum sepenuhnya dipahami. Suatu hipertensi menyebabkan percepatan
terjadinya arterosklerosis pada jaringan otak yang berimplikasi pada
gangguan kognitif, yang mana pada penelitian sebelumnya ditunjukan
24
adanya hubungan bermakna antara derajat retinopati hipertensi sebagai
akibat hipertensi lama yang mana selain proses terjadinya vasokontriksi
pada pembuluh darah retina sendiri juga peristiwa arterosklerosis.
Kapiler dan arteriola jaringan otak akan mengalami penebalan
dinding oleh karena terjadi deposisi hyalin dan proliferasi tunika intima
yang akan menyebabkan penyempitan diameter lumen dan peningkatan
resistensi pembuluh darah. Hal tersebut memicu terjadinya gangguan
perfusi serebral, memungkinkan terjadinya iskemia berkelanjutan pada
gangguan aliran pembuluh darah yang kecil hingga timbul suatu infark
lakuner. Hipertensi kronik dapat menyebabkan gangguan fungsi sawar
otak yang menyebabkan peningkatan permeabilitas sawar otak. Hal ini
akan menyebabkan jaringan otak khususnya substansi alba menjadi lebih
mudah mengalami kerusakan akibat adanya stimulus dari luar.
Hipertensi tak terkontrol yang menetap berhubungan dengan kerusakan
WMH (White Matter Hyperintensities) yang lebih besar. Tingkat tekanan
darah tampaknya juga berperan, dengan nilai tekanan darah yang lebih
tinggi berhubungan dengan derajat WMH yang lebih tinggi. WMH dan
silent infarct dianggap sebagai penanda iskemi serebral kronik yang
disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah serebral kecil. Peningkatan
tekanan darah sistolik mepengaruhi fungsi kognitif terutama pada usia
lanjut, dimana terjadinya gangguan mikrosirkulasi dan disfungsi endotel
juga berperan pada gangguan fungsi kognitif pada hipertensi.
Penatalaksanaan efektif hipertensi dapat mempertahankan fungsi kognitif,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat tekanan darah tertentu,
terutama tekanan darah sistolik sebesar setidaknya 130 mmHg penting
dalam mempertahankan fungsi kognitif pada lansia.
VII. Demensia Vaskular
1. Definisi
25
Demensia vaskular adalah penurunan kognitif dan kemunduran fungsional
yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler, biasanya stroke hemoragik dan
iskemik, juga disebabkan oleh penyakit substansia alba iskemik atau sekuale dari
hipotensi atau hipoksia.7,8
Baru-baru ini terdapat kontroversi dalam diagnosis demensia vaskuler. Pada
abad ke 20, demensia pada orang lanjut usia diduga berasal dari vaskular tetapi
penelitian autopsi dan neuroimaging modern menunjukkan banyak kasus demensia
pada orang lanjut usia di Eropa dan Amerika Utara adalah dampak dari penyakit
Alzheimer. Walaupun begitu, beberapa individu mengalami gangguan kognitif
sebagai akibat dari stroke. Kebanyakan dari pasien ini menunjukkan tanda klinis
seperti afasia atau disfungsi visual dan defisit neurologis ini jarang dikelirukan
dengan penurunan kognitif karena demensia.7
Banyak orang lanjut usia dengan penurunan kognitif yang progresif
mempunyai vaskular yang patologi dan perubahan yang berhubungan dengan
Alzheimer secara bersamaan. Pada pasien ini, terdapat kombinasi patologi penyakit
Alzheimer dan vaskular sehingga sukar untuk menentukan penyebab prinsip dari
demensia.7
2. Klasifikasi
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.
a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi
hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks demensia
AIDS, dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini
meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi lainnya;
penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak dan
meningeal; dan sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang
mencolok: Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick adalah termasuk dalam
kategori ini.
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan
demensia subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara
demensia yang reversibel dan irreversibel (tabel).
Ciri Demensia Kortikal Demensia Subkortikal
26
Penampilan Siaga, sehat Abnormal, lemahAktivitas Normal LambanSikap Lurus, tegak Bongkok, distonikCara berjalan Normal Ataksia, festinasi, seolah
berdansaGerakan Normal Tremor, khorea, diskinesiaOutput verbal Normal Disatria, hipofonik, volum
suara lemahBerbahasa Abnormal, parafasia, anomia NormalKognisi Abnormal (tidak mampu
memanipulasi pengetahuan)Tak terpelihara (dilapidated)
Memori Abnormal (gangguan belajar) Pelupa (gangguan retrieval)
Kemampuan visuo-spasial
Abnormal (gangguan konstruksi)
Tidak cekatan (gangguan gerakan)
Keadaan emosi Abnormal (tak memperdulikan, tak menyadari)
Abnormal (kurang dorongan drive)
Contoh Penyakit Alzheimer, Pick Progressive Supranuclear Palsy, Parkinson, Penyakit Wilson, Huntington.
Tabel 6. Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal
Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994, 69.
Primer degeneratif- Penyakit Alzheimer- Penyakit Pick- Penyakit Huntington- Penyakit Parkinson- Degenerasi olivopontocerebellar- Progressive Supranuclear Palsy- Degenerasi cortical-basal ganglionic
Infeksi- Penyakit Creutzfeldt-Jakob- Sub-acute sclerosing panencephalitis- Progressive multifocal leukoencephalopathy
Metabolik- Metachromatic leukodyntrophy- Penyakit Kuf- Gangliosidoses
Tabel 7. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang belum dapat diobati/ irreversibel.
Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994, 67.
Obat-obatan anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-konvulsan (mis. Phenytoin, Barbiturat); anti-hipertensi (Clonidine, Methyldopa, Propanolol); psikotropik (Haloperidol, Phenothiazine); dll (mis. Quinidine, Bromide, Disulfiram).
27
Metabolik-gangguan sistemik
gangguan elektrolit atau asam-basa; hipo-hiperglikemia; anemia berat; polisitemia vera; hiperlipidemia; gagal hepar; uremia; insufisiensi pulmonal; hypopituitarism; disfungsi tiroid, adrenal, atau paratiroid; disfungsi kardiak; degenerasi hepatolenticular.
Gangguan intracranial insufisiensi cerebrovascular; meningitis atau encephalitis chronic, neurosyphilis, epilepsy, tumor, abscess, hematoma subdural, multiple sclerosis, normal pressure hydrocephalus.
Keadaan defisiensi vitamin B12, defisiensi folat, pellagra (niacin).Gangguan collagen-vascular systemic lupus erythematosus, temporal arteritis, sarcoidosis,
syndrome Behcet.Intoksikasi eksogen alcohol, carbon monoxide, organophosphates, toluene,
trichloroethylene, carbon disulfide, timbal, mercury, arsenic, thallium, manganese, nitrobenzene, anilines, bromide, hydrocarbons.
Tabel 8. Beberapa penyebab demensia yang dapat diobati/ reversibel.
Dikutip dari Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992, 195.
3. Cara Diagnosis
Anamnesis12
Masalah apa yang dilaporkan? Siapa yang melaporkannya: pasien, kerabat, teman,
atau profesional lain?
- Pernakah ada kesulitan ingatan, disorientasi, konsentrasi, dan apatis? Adakah
akibat fungsional atau sosial (pengucilan, malnutrisi, dan sebagainya)?
- Adakah pemicu yang jelas, seperti cedera kepala?
- Adakah kemunduran mendadak? Adakah pemicunya (misalnya perubahan obat,
penyakit lain, atau perubahan lingkungan)?
- Adakah perubahan gradual atau bertahap?
- Adakah tanda-tanda depresi? (hati-hati terhadap pseudodemensia.)
- Adakah tanda-tanda hipotiroidisme?
- Adakah tanda yang menunjukkan penyakit fisik?
- Adakah tanda neurologis yang tidak biasa (misalnya ataksia, kelemahan,
mioklonus, nyeri kepala, atau gejala neuropati)?
Riwayat penyakit dahulu
- Adakah riwayat penyakit lain sebelumnya, khususnya penyakit ateromatosa
dan faktor risikonya?
- Adakah riwayat kondisi neurologis lain sebelumnya?
Obat-obatan
28
- Apakah pasien mengkonsumsi obat, khususnya obat penenang, sedatif, dan
sebagainya?
- Apakah pasien sedang menjalani terapi untuk demensia (misalnya inhibitor
kolinesterase)?
- Adakah tanda-tanda penyalahgunaan alkohol?
Riwayat keluarga dan sosial
- Adakah riwayat demensia dalam keluarga (pertimbangkan penyebab turunan
yang jarang ditemukan seperti penyakit Huntington)?
- Tentukan deskripsi lengkap dari situasi sosial, orang yang merawat, dukungan,
dan keluarga.
Pemeriksaan fisik12
- Lakukan pemeriksaan fisik lengkap
- Pertimbangkan secara khusus hipotiroidisme, penyakit lain, dan sebab potensial
keadaan bingung akut
- Lakukan pemeriksaan neurologis lengkap
- Cari refleks primitif: refleks menggenggam, mencucu, dan palmo-mental.
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat
secara difus maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia dapat melengkapkan
sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan
ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organik yang mencerminkan
gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal dapat membangkitkan refleks-
refleks. Refleks tersebut merupakan petanda keadaan regresi atau kemunduran
kualitas fungsi.12
a. Refleks memegang (grasp reflex). Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa
diletakkan pada telapak tangan si penderita. Refleks memegang adalah positif
apabila jari si pemeriksa dipegang oleh tangan penderita
29
b. Refleks glabela. Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kali
glabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-
kali pada glabela hanya timbul dua tiga kali saja dan selanjutnya tidak akan
memejam lagi
c. Refleks palmomental. Goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi otot
mentalis ipsilateral pada penderita dengan demensia
d. Refleks korneomandibular. Goresan kornea pada pasien dengan demensia
membangkitkan pemejaman mata ipsilateral yang disertai oleh gerakan
mandibula ke sisi kontralateral
e. Snout reflex. Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau bawah
diketuk m. orbikularis oris berkontraksi
f. Refleks menetek (suck reflex). Refleks menetek adalah positif apabila bibir
penderita dicucurkan secara reflektorik seolah-olah mau menetek jika bibirnya
tersentuh oleh sesuatu misalnya sebatang pensil
g. Refleks kaki tonik. Pada demensia, penggoresan pada telapak kaki
membangkitkan kontraksi tonik dari kaki berikut jari-jarinya.
- Periksa fungsi mental luhur.
a. Periksa orientasi
b. Periksa bahasa
c. Periksa ingatan
30
MMSE
d. Periksa pemahaman
e. Mood: nilai mood pasien dan cari tanda-tanda penyakit psikiatrik,
khususnya depresi.12
4. Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria diagnostik yang melibatkan tes kognitif dan
neurofisiologi pasien yang digunakan untuk diagnosis demensia vaskular.
Diantaranya adalah:
a. Kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth
edition, text revision (DSM-IV-TR)10,8
Kriteria ini mempunyai sensitiviti yang baik tetapi spesifitas yang rendah.
Rumusan dari kriteria diagnostik DSM-IV-TR adalah seperti berikut:
Perkembangan defisit kognitif multipel terdiri dari:
Gangguan memori (gangguan kemampuan dalam mempelajari
informasi baru atau mengingat informasi yang sudah dipelajari)
Salah satu atau lebih gangguan kognitif berikut:
- Afasia (gangguan berbahasa)
- Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
motorik dalam keadaan fungsi otot yang normal)
- Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau menamai objek)
- Gangguan fungsi berfikir abstrak (eg merencanakan,
berorganisasi)
Gangguan kognitif di atas menyebabkan gangguan yang berat pada fungsi
sosial dan pekerjaan penderita
Kelainan ini ditandai dengan proses yang bertahap dan penurunan fungsi
kognitif yang berkelanjutan
Gangguan kognitif di atas tidak disebabkan oleh hal-hal berikut:
Kelainan SSP lain yang menyebabkan gangguan memori yang
progresif (misalnya gangguan peredaran darah otak, Parkinson dan
tumor otak)
Kelainan sistemik yang dapat menyebabkan demensia (misalnya
hipotiroidisme, defisiensi vitamin B dan asam folat, defisiensi niasin,
hiperkalemi, neurosifilis dan infeksi HIV)
31
Kelainan pasien tidak disebabkan oleh delirium
Kelainan tidak disebabkan oleh kelainan aksis 1 (misalnya gangguan depresi
dan skizofrenia)
b. Skor iskemik Hachinski
Skor Iskemik Hachinski adalah seperti berikut:
Skor ini berguna untuk membedakan demensia Alzheimer dengan demensia
vaskular. Bila skor ≥7: demensia vaskular. Skor ≤4: penyakit Alzheimer.
c. Kriteria the National Institute of Neurological Disorders and Stroke-
Association International pour la Recherché at L'Enseignement en
Neurosciences (NINDS-AIREN).
1) Kriteria untuk diagnosis probable vascular dementia:
a) Demensia
Didefinisikan dengan penurunan kognitif dan dimanifestasikan
dengan kemunduran memori dan dua atau lebih domain kognitif
(orientasi, atensi, bahasa, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif, kontrol
motor, praksis), ditemukan dengan pemeriksaan klinis dan tes
neuropsikologi, defisit harus cukup berat sehingga mengganggu aktivitas
harian dan tidak disebablan oleh efek stroke saja. Kriteria eksklusi: kasus
dengan penurunan kesadaran, delirium, psikosis, aphasia berat atau
kemunduran sensorimotor major. Juga gangguan sistemik / penyakit lain
yang menyebabkan defisit memori dan kognisi.
b) Penyakit serebrovaskular
32
Riwayat dan gejala SkorAwitan mendadak 2Deteriorasi bertahap 1Perjalanan klinis fluktuatif 2Kebingungan malam hari 1Kepribadian relatif terganggu 1Depresi 1Keluhan somatik 1Emosi labil 1Riwayat hipertensi 1Riwayat penyakit serebrovaskuler 2Arteriosklerosis penyerta 1Keluhan neurologi fokal 2Gajala neurologi fokal 2
Adanya tanda fokal pada pemeriksaan neurologi seperti
hemiparesis, kelemahan fasial bawah, tanda Babinski, defisit sensori,
hemianopia, dan disartria yang konsisten dengan stroke (dengan atau
tanpa riwayat stroke) dan bukti penyakit serebrovaskular yang relevan
dengan pencitraan otak (CT Scan atau MRI) seperti infark pembuluh
darah multipel atau infark strategi single (girus angular, thalamus, basal
forebrain), lakuna ganglia basal multipel dan substansia alba atau lesi
substansia alba periventrikular yang ekstensif, atau kombinasi dari yang
di atas.
c) Hubungan antara dua kelainan di atas
- Awitan demensia 3 bulan pasca stroke
- Deteriorasi fungsi kognitif mendadak atau progresi defisit kognitif
yang fluktuasi atau stepwise
d. Diagnosis Berdasarkan PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa)14
Pedoman Diagnostik Demensia Vaskular (F01) :
- Terdapatnya gejala demensia
- Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya
daya ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri
(insight) dan daya nilai (judgment) secara relatif tetap baik.
- Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai adanya
gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis vaskuler.
Pada beberapa kasus penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan
CT-Scan atau pemeriksaan neuropatologis
1) F01.0 Demensia Vaskular Onset Akut
Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian episode iskemik minor
yang menimbulkan akumulasi dari infark parenkim otak.
2) F01.1 Demensia Multi-infark
Onsetmya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskemik minor
yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak
3) F01.2 Demensia Vaskular Subkortikal
Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di hemisfere serebral,
yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT-Scan. Korteks
33
serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian gambaran klinis masih mirip
dengan demensia pada penyakit Alzheimer.
4) F01.3 Demensia Vaskular Campuran Kortikal dan Subkortika;
Komponen campuran kortikal dan subkorikal dapat diduga dari gambaran
klinis, hasil pemeriksaan (terasuk autopsi) atau keduanya
5) F01.8 Demensia Vaskular Lainnya
6) F01.9 Demensia Vaskular YTT
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pencitraan
Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT scan otak atau MRI dapat
dipastikan adanya perdarahan atau infark (tunggal atau multipel), besar serta
lokasinya. Juga dapat disingkirkan kemungkinan gangguan struktur lain yang
dapat memberikan gambaran mirip dengan DVa, misalnya neoplasma.Magnetic
resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih
akurat untuk menunjukkan adanya lakunar terutama di daerah batang otak
(pons).Single photon emission computed tomography (SPECT ) untuk
mendteksi pola metabolism otak pada berbagai tipe demensia. Pencitraan
SPECT mungkin akan segera membantu diagnosis banding klinis demensia.
b. Laboratorium
Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang timbulnya
stroke dan demensia. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah (LED),
elektrolit, ureum/kreatinin, fungsi hati, TPHA-VDRI, kadar obat-alkohol dalam
darah, hormon tiroid, B12, kadar glukosa, glycosylated Hb, tes serologi untuk
sifilis, HIV, kolesterol, trigliserida, profil koagulasi, kadar asam urat, lupu
antikoagulan, antibodi antikardiolipin dan lain sebagainya yang dianggap perlu.
6. Etiologi
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer
dan demensia vaskular sama-sama berjumlah 75 persen dari semua kasus. Penyebab
demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit
34
Creutzfeldt-Jakob, penyakit Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan
trauma kepala.
b. Demensia Vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit
vaskular serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala
demensia. Gangguan dulu disebut sebagai demensia multi-infark dalam
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ketiga yang di
revisi (DSM-III-R). Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya
pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko
kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral
berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi
parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark
mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya katup jantung).
Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi,
atau pembesaran kamar jantung.
Baru–baru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya
disebabkan oleh discret infark (multi-infark demensia), tapi juga oleh keadaan
serebrovaskuler.
c. Demensia tipe Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang
selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia
menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia
progresif selama empat setengah tahun. Diagnosis akhir penyakit Alzheimer
didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; namun demikian, demensia
tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab
demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.
Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak
diketahui penyebabnya. Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari
setengah penderita yang meninggal karena demensia senil mengalami penyakit
jenis Alzheimer ini. Pada kebanyakan penderita, berat kasar otak pada saat
otopsi jauh lebih rendah dan ventrikel dan sulkus jauh lebih besar dibandingkan
yang normal untuk seukuran usia tersebut. Demielinasi dan peningkatan
kandungan air pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel
35
lateral dan dalam beberapa daerah lain di bagian dalam hemisfer serebrum pada
penderita manula, khususnya mereka yang menderita penyakit Alzheimer.
Pada penderita dengan demensia senil jenis Alzheimer terdapat
peningkatan dramatis (dibandingkan dengan penderita manula normal) dalam
jumlah kekusutan neurofibril dan plak neuritik dan juga penurunan 60-90
persen dalam kadar kolin asetiltransferase (enzim yang menghasilkan sintesis
asetilkolin) di korteks.
Neuropatologi. Observasi makroskopis neuro-anatomik klasik pada
otak dari seorang pasien dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan
pendataran sulkus kortikal dan pembesaran ventrikel serebral. Temuan
mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak-bercak senilis, kekusutan
neurofibriler, hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak 50 persen di
korteks), dan degenerasi granulovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler
bercampur dengan elemen sitoskeletal, terutama protein berfosforilasi,
walaupun protein sitoskeletal lainnya juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler
adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer, karena keadaan tersebut juga
ditemukan pada sindroma Down, demensia pugilistic (punch-drunk syndrome),
kompleks demensia Parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan
otak orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya
ditemukan di korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.Plak
senilis juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif untuk
penyakit Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma
Down dan sampai derajat tertentu, pada penuaan normal.2
Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid
adalah pada lengan panjang kromosom 21. Melalui proses penyambungan
diferensial, sesungguhnya terdapat empat bentuk protein prekursor amiloid.
Protein beta/A4, yang merupakan kandungan utama dari plak senilis, adalah
suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan produk penghancuran
protein prekursor amiloid. Pada sindroma Down (trisomi 21), terdapat tiga
cetakan protein prekursor amiloid, dan pada penyakit dimana terjadi mutasi
pada kodon 717 dalam gen protein prekursor amiloid, suatu proses patologis
menghasilkan deposisi protein beta/A4 yang berlebihan. Pertanyaan apakah
proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah penyebab utama
yang penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab. Tetapi, banyak
36
kelompok peneliti secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari
protein prekursor amiloid dan prosesnya pada pasien dengan demensia tipe
Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.2
Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan
dalam patofisiologis adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya
dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian
telah melaporkan data yang konsisten dengan hipotesis bahwa suatu degenerasi
spesifik pada neuron kolinergik ditemukan pada nukleus basalis Meynerti pada
pasien dengan penyakit Alzheimer. Data lain yang mendukung adanya defisit
kolinergik pada penyakit Alzheimer adalah penurunan konsentrasi asetilkolin
dan kolin asetiltransferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim
kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin
asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada.
Dukungan tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi
bahwa antagonis kolinergik, seperti skopolamin dan atropin mengganggu
kemampuan kognitif, sedangkan agonis kolinergik, seperti physostigmin dan
arecolin, telah dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif. Penuaian
aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan
neuron yang mengandung norepinefrin didalam lokus sareleus yang telah
ditemukan pada beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan
penyakit Alzheimer. Dua neurotransmiter lain yang berperan dalam
patofisiologi penyakit Alzheimer adalah dua peptida neuroaktif, somatostatin
dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit
Alzheimer.2
Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan
untuk menjelaskan perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa
kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran menyebabkan
membran yang kekurangan cairan yaitu lebih kaku dibandingkan normal.
Beberapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik resonansi
molekular (molecular resonance spectroscopic: MRS) untuk memeriksa
hipotesis tersebut pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer. Toksisitas
aluminium juga telah dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar
aluminium yang tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan
penyakit Alzheimer. Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit
37
Alzheimer. Orang dengan satu salinan gen menderita penyakit Alzheimer tiga
kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4. Orang dengan dua gen E4
mempunyai kemungkinan menderita penyakit delapan kali lebih sering
daripada orang tanpa gen E4.2
7. Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut
populasi studi, metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode
waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20
% dari semua kasus demensia. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi
1,6% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang
per tahun. Penelitian di Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko terkena
VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan 19.4% pada wanita bila semua tingkatan
gangguan kognisi dimasukkan dalam perhitungan. Sudah lama diketahui bahwa
defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan stroke. Penelitian terakhir
memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat hingga sepertiga
dari kasus-kasus stroke.8
Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik
seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler
diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun.9
Hubungan dengan jenis kelamin, usia
Faktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun terakhir ini.
Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :
b. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis(Asia,
Africo-American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
c. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret,
penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa
terapi penggantian estrogen dan gambaran EKG yang abnomal.
d. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada
hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres
psikologik, paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan (pestisida,
herbisida, plastik), sosial ekonomi.
38
e. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah
volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark10.
Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa
penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin.
Semuanya dapat terkena dalam perbandingan yang sama. Genetik juga merupakan
faktor yang berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark
subkortikal dan leukoencepalopati (CADASIL) adalah suatu penyakit genetik yang
melibatkan mutasi Notch 3, menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada
90% pasien yang terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini. Riwayat
dari stroke terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler.
Tidak hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan
bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia.11
Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada pasien-
pasien stroke dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan pada
otak. Hubungan antara VaD dan alel 4 dari APOE telah diteliti pada beberapa
penelitian dan ditemukan bahwa adanya alel ini bukan hanya merupakan suatu
penanda spesifik bagi Alzheimer Disease, tapi juga dihubungkan dengan proses
perbaikan pada sistem saraf. Frison et. al menghipotesiskan bahwa APOE
memainkan peran pada metabolisme otak normal dan terdapatnya alel €4 dalam
jumlah besar menandakan adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau
vaskuler. Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan
menggunakan kriteria NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer
Disease adalah mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE2.10
Resiko yang berhubungan dengan paparan pestisida dan pupuk telah
dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu dan menjelaskan hubungan
dengan daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu
et.al, dan hubungan antara zat ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan
Parkinson.10
8. Manifestasi Klinis Lainnya
Hemiparese dextra
Ganglia basalis merupakan suatu kelompok nukleus dalam di hemisfere
otak. Ganglia basalis merupakan bagian penting neurologis klasik tentang
39
pergerakan normal dan pergerakan abnormal. Secara spesifik, ganglia basalis
terlibat dalam pengaturan umpan balik (feed-back regulation) dari pergerakan.2
Ganglia basalis terletak di subkortikal dan terlibat dalam pengaturan gerakan
motorik kompleks pada traktus extrapiramidalis.
Pada cerebri terdapat area motorik primer dan sekunder. Area motorik
primer memiliki hubungan langsung dengan otot-otot spesifik untuk menimbulkan
gerakan otot tertentu. Area sekunder, mengartikan sensasi dari sinyal area primer.
Area premotorik dan area suplementer bersama dengan korteks motorik primer dan
ganglia basalis menyediakan “pola” aktivitas motorik.3
Apabila terdapat infark di ganglia basalis seperti terjadi pada Tuan A, maka
gerakan motoriknya akan terganggu.
Pengaturan motorik anggota gerak di persarafi oleh jaras kortikospinalis
(piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral pada decussatio piramidalis
di medulla oblongata. Sehingga lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek
pada sisi kontralateralnya. Jaras piramidalis saat melewati crus posterior kapsula
interna akan berdampingan dengan saraf afferent (sensorik). Sehingga jika terjadi
infark atau lesi di sinistra, maka akan terjadi hemiparese kontralateral.
9. Patogenesis
Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu
faktor genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit
serebrovaskuler. DeCarli et.al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada pasien-
pasien kardiovaskuler dan juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan
menyebabkan perubahan level kolesterol serum dan LDL. ApoE4 ini juga
memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis13. ApoE4 akan membantu
hemostasis dari kolesterol dan ini merupakan komponen dari kilomikron, VLDL
dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE, termasuk
reseptor LDL, reseptor LDL yang terikat protein dan reseptor VLDL9. Penelitian
yang dilakukan oleh DeLeewu et.al menyimpulkan bahwa pasien dengan ApoE4
adalah beresiko tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia juga menderita
hipertensi. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan
adanya hubungan antara ApoE4 dengan perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat
dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam respon terhadap trauma sistem saraf
pusat.10
40
Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi telah
diteliti. Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik diobservasi. Beberapa
penelitian telah berhasil menunjukkan lokasi dari kecenderungan lesi patologis,
yaitu bilateral dan melibatkan pembuluh-pembuluh darah besar (arteri serebri
anterior dan arteri serebri posterior). Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan
keberadaan lakuna-lakuna di otak misalnya di bagian anterolateral dan medial
thalamus, yang dihubungkan dengan defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa
lokasi strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari forebrain,
basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies, otak
tengah dan pons. Pada analisis mikroskopik perubahan-perubahan tipe Alzheimer
(neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga sehingga akan merumitkan
gambaran. Istilah demensia campuran digunakan ketika baik perubahan vaskuler
dan degenerasi memberikan kontribusi pada penurunan kognisi.11
Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan kerusakan
kognisi adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya
beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan kerusakan kognisi,
termasuk trombosis otak emboli jantung dan perdarahan. Peran dari abnormalitas
substansia alba sebagai penyebab disfungsi kognisi telah diketahui. Suatu penelitian
terbaru tentang patologi substansia alba pada 40 kasus dengan demensia vaskuler
menunjukkan adanya :
a. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia alba
b. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang
dikelilingi infark dan substansia alba tanpa infark.11
10. Tatalaksana
Pengobatan Hipertensi
Pengobatan Dislipidemia
Pengobatan Hemisphere Dextra Spastik
Pengobatan Demensia Vaskular:
Tujuan penatalaksanaan demensia vaskular adalah:10,13
- Mencegah terjadinya serangan stroke baru
- Menjaga dan memaksimalkan fungsi saat ini
- Mengurangi gangguan tingkah laku
41
- Meringankan beban pengasuh
- Menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya
Penatalaksanaan terdiri dari non-medikamentosa dan medikamentosa:
a. Non-Medikamentosa
Memperbaiki memori
The Heart and Stroke Foundation of Canada mengusulkan beberapa cara untuk
mengatasi defisit memori dengan lebih baik
Membawa nota untuk mencatat nama, tanggal, dan tugas yang perlu
dilakukan. Dengan ini stres dapat dikurangkan.
Melatih otak dengan mengingat kembali acara sepanjang hari sebelum
tidur. Ini dapat membina kapasiti memori
Menjauhi distraksi seperti televisyen atau radio ketika coba memahami
mesej atau instruksi panjang.
Tidak tergesa-gesa mengerjakan sesuatu hal baru. Coba merencana
sebelum melakukannya.
Banyak besabar. Marah hanya akan menyebabkan pasien lebih sukar untuk
mengingat sesuatu. Belajar teknik relaksasi juga berkesan.
b. Diet
Penelitian di Rotterdam mendapati terdapat peningkatan resiko demensia
vaskular berhubungan dengan konsumsi lemak total. Tingkat folat, vitamin B6
dan vitamin B12 yang rendah juga berhubungan dengan peningkatan
homosisteine yang merupakan faktor resiko stroke.
c. Medikamentosa
1) Mencegah demensia vaskular memburuk13
Progresifitas demensia vaskular dapat diperlambat jika faktor resiko
vaskular seperti hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes diobati.
Agen anti platlet berguna untuk mencegah stroke berulang. Pada demensia
vaskular, aspirin mempunyai efek positif pada defisit kognitif. Agen
antiplatelet yang lain adalah tioclodipine dan clopidogrel.
Aspirin: mencegah platelet-aggregating thromboxane A2 dengan
memblokir aksi prostaglandin sintetase seterusnya mencegah sintesis
prostaglandin
42
Tioclodipine: digunakan untuk pasien yang tidak toleransi terhadap
terapi aspirin atau gagal dengan terapi aspirin.
Clopidogrel bisulfate: obat antiplatlet yang menginhibisi ikatan ADP
ke reseptor platlet secara direk.
Agen hemorheologik meningkatkan kualiti darah dengan
menurunkan viskositi, meningkatkan fleksibiliti eritrosit, menginhibisi
agregasi platlet dan formasi trombus serta supresi adhesi leukosit.
Pentoxifylline dan ergoid mesylate (Hydergine) dapat meningkatkan
aliran darah otak. Dalam satu penelitian yang melibatkan 29 pusat di
Eropa, perbaikan intelektual dan fungsi kognitif dalam waktu 9 bulan
didapatkan. Di European Pentoxifylline Multi-Infarct Dementia Study,
pengobatan dengan pentoxifylline didapati berguna untuk pasien
demensia multi-infark.
2) Memperbaiki fungsi kognitif dan simptom perilaku
Obat untuk penyakit Alzheimer yang memperbaiki fungsi kognitif
dan gejala perilaku dapat juga digunakan untuk pasien demensia vaskular.
Obat-obat demensia adalah seperti berikut:
Nama obat Golongan Indikasi Dosis Efek samping
Donepezil Penghambat kolinesterase
Demensia ringan-sedang
Dosis awal 5 mg/hr, setelah 4-6 minggu menjadi 10 mg/hr
Mual, muntah, diare, insomnia
Galantamine Penghambat kolinesterase
Demensia ringan-sedang
Dosis awal 8 mg/hr, setiap bulan dinaikkan 8 mg/hr sehingga dosis maksimal 24 mg/hr
Mual, muntah, diare, anoreksia
Rivastigmine Penghambat kolinesterase
Demensia ringan-sedang
Dosis awal 2 x 1.5 mg/hr. Setiap bulan dinaikkan 2 x 1.5 mg/hr hingga maksimal 2 x6mg/hr
Mual, muntah, pusing, diare, anoreksia
Memantine Penghambat reseptor NMDA
Demensia sedang-berat
Dosis awal 5 mg/hr, stelah 1 minggu dosis dinaikkan menjadi 2x5 mg/hr hingga maksimal 2 x 10 mg/hr
Pusing, nyeri kepala, konstipasi
Obat-obat untuk gangguan psikiatrik dan perilaku pada demensia adalah:
Gangguan perilaku
Nama obat Dosis Efek samping
Depresi Sitalopram 10-40 mg/hr Mual, mengantuk, nyeri
43
kepala, tremorEsitalopram 5-20 mg/hr Insomnia, diare, mual, mulut
kering, mengantukSertralin 25-100 mg/hr Mual, diare, mengantuk,
mulut kering, disfungsi seksual
Agitasi, ansietas, perilaku obsesif
Quetiapin 25-300 mg/hr Mengantuk, pusing, mulut kering, dispepsia
Olanzapin 2,5-10 mg/hr Meningkat berat badan, mulut kering, pusing, tremor
Risperidon 0,5-1 mg, 3x/hr Mengantuk, tremor, insomnia, pandangan kabur, nyeri kepala
Insomnia Zolpidem 5-10 mg malam hari
Diare, mengantuk
Trazodon 25-100 mg malam hari
Pusing, nyeri kepala, mulut kering, konstipasi
d. Follow Up
7) Rawat Inap
Jika pasien yang depresi tidak menunjukkan respon terhadap pengobatan
atau depresi berat (seperti mencoba untuk membunuh diri), terapi
elektrokonvulsif diindikasikan.
Pada demensia yang terus berlanjut, perubahan perilaku yang lebih berat
seperti agitasi, agresi, berjalan tanpa arah jelas, gangguan tidur dan
perilaku seksual yang abnormal diobservasi. Sebaiknya pasien ditempatkan
di institusi khusus apabila masalah perilaku tidak terkawal, aktivitas harian
sangat memerlukan bantuan atau penjaga tidak lagi mampu menjaga
pasien.
8) Rawat Jalan
Follow up yang reguler setiap 4-6 bulan direkomendasikan untuk menilai
kondisi umum pasien dan gejala kognitif. Pengobatan faktor resiko seperti
hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes melitus juga memerlukan
perhatian khusus.
11. Prognosis
Vitam Fungsionam Dubia Ad Malam
- Prognosis demensia vaskular lebih bervariasi dari penyakit Alzheimer
44
- Beberapa pasien dapat mengalami beberapa siri stroke dan kemudian bebas
stroke selama beberapa tahun jika diterapi untuk modifikasi faktor resiko dari
stroke.
- Berdasarkan beberapa penelitian, demensia vaskular dapat memperpendek
jangka hayat sebanyak 50% pada lelaki, individu dengan tingkat edukasi yang
rendah dan pada individu dengan hasil uji neurologi yang memburuk
- Penyebab kematian adalah komplikasi dari demensia, penyakit kardiovaskular
dan berbagai lagi faktor seperti keganasan.
12. Komplikasi
- Behavioural problems, including wandering, delusions, hallucinations, and
poor judgement.
- Depression.
- Falls and gait abnormality.
- Aspiration pneumonia.
- Decubitus ulcers.
- Caregiver burden and stress: this should be considered a complication of any
dementia, including vascular dementia (VaD). This can lead to increased
psychiatric and medical morbidity in the caregiver.
13. KDU : 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke
spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.15
DAFTAR PUSTAKA
45
1. Dorland, W.A.Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC Medical
Publishers.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. 2010. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara.
3. Gelder MG. Lopez-Ibor JJ. Andreasen N. 2004. New Oxford Textbook of
Psychiatry.Oxford: Oxford University Press;.
4. Kopelman MD. Disorders of memory. Brain. 2002; (125): 2152-90)
5. World Health Organization. Bakter. Viral encephalitis. Diunduh dari:
http://www.who.int/topics/encephalitis_viral/en/index.html. Diakses 18 Januari 2012.
6. Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. Pedoman Kesehatan Lansia. Diunduh dari:
http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/pdf/pedomam%20keswa_lansia.pdf). Diakses
pada 18 Januari 2012
7. Brust, J.C.M. 2008. Current Diagnosis & Treatment: Neurology. McGraw-Hill
Companies, Inc. Singapore.
8. Dewanto, G. Dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 170-184
9. Walker, H.K. dkk, 1990. Clinical Methods: The History, Physical and Laboratory
Examinations, Third Edition. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=cm&part=A1506. Pada 18
Januari 2012
10. Alagiakrishnan, K., Masaki, K. 2010 Apr 2. eMedicine from WebMD: Vascular
Dementia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/292105-overview
11. Anonymous. 2010. Demensia. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/24799498/DEMENSIA. Pada 18 Januari 2012
12. Jonathan Gleadle. 2007. At A Glance Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit
Erlangga, hal 110-111)
13. Dewanto, G. Dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 170-184
14. Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan.
15. Konsil Kedokteran Indonesia. 2010. Kompetensi Dokter Umum. Jakarta : Konsil
Kedokteran Indonesia.
46