Post on 18-Jan-2016
description
PENDAHULUAN
Dewasa ini, sindrom nefrotik dikenal sebagai penyakit ginjal kronis yang
sering ditemukan pada anak-anak. Sekumpulan gejala yang membentuk
sindrom nefrotik timbul dari perubahan primer yang terjadi pada barrier
selektif dari dinding kapiler glomerolus, yang kehilangan kemampuannya untuk
merestriksi hilangnya protein kurang dari 100 mg/m2 permukaan tubuh setiap
hari.Walaupun sindrom nefrotik mungkin timbul secara bersamaan dengan
penyakit ginjal lainnya, bentuk sindrom nefrotik pada anak yang paling umum
adalah sindrom nefrotik primer, yang berkembang bersama-sama dengan
kelainan extrarenal. Adapun bentuk yang tidak umum dan jarang ditemukan
berupa sindrom nefrotik pada anak yang merupakan konsekuensi dari inflamasi,
iskemik pada glomerulus, ataupun gangguan ginjal yang bersifat
herediter/keturunan.1
Sampai pertengahan abad ke 20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak
masih tinggi yaitu melebihi 50%. Dengan ditemukannya obat-obat sulfonamid
dan penicilin tahun 1940an, dan dipakainya obat adrenokortokotropik (ACTH)
serta koertikosterid pada tahun 1950, mortalitas penyakit ini mencapai 67%.
Dan kebanyakan mortalitas ini disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan
sepsis. Pada dekade berikutnya mortalitas turun sampai 40%, dan turun lagi
menjadi 35%. Dengan pemakaian ACTH atau kortison pada awal 1950 untuk
mengatasi edema dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi, angka kematian
turun mencapai 20%. Pasien sindrom nefrotik yang selamat dari infeksi
sebelum era sulfonamid umumnya kematian pada periode ini disebabkan oleh
gagal ginjal kronik.7
1
DEFINISI
Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala dari proteinuria berat (> 2
g/m2), hipoalbuminemia (< 3 gr/dl), edema dan lipidiuri. Jenis sindroma
nefrotik pada anak paling sering ditemukan adalah Minimal Change Disease
(MCD) atau dikenal dengan istilah Lipoid nephrosis, disebut minimal change
disease oleh karena hasil biopsi gambaran ginjalnya sebenarnya normal atau
mendekati normal, paling sering mengenai anak usia 4-8 tahun (90%) tetapi
dapat juga mengenai dewasa (20%).Sindrom nefrotik sering ditandai dengan
proteinuria masif, edema, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.7
ETOLOGI
Penyebab primer dari sindrom nefrotik pada anak masih belum diketahui secara
pasti. Umumnya disebabkan oleh satu dari dua penyakit idiopatik seperti,
minimal-change nephrotic syndrome (MCNS) dan focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS). Tipe ketiga dari sindrom nefrotik idiopatik yang
memiliki sedikit perbedaan yaitu nefropati membranosus. Penyakit ini jarang
ditemukan pada anak. Penyebab sindrom nefrotik idopatik masih belum
diketahui secara pasti, namun beberapa penelitian mengatakan bahwa prosesnya
berhubungan dengan gangguan sel T primer yang dapat mengakibatkan
disfungsi podosit pada glomerulus.1,3,7
Penyebab lainnya dapat dikelompokkan menjadi dua kategori mayor yaitu,
gangguan genetikdan gangguan sekunder. Penyebab sekunder dapat diakibatkan
oleh penggunaan medikamentosa, infeksi, maupun neoplasia. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 1,3
Gangguan genetic Sindrom nefrotik tipikal
Finish-type CNS FSGS Sklerosis difus mesangial Sindrome Denys-Drash
2
Schimke immune-osseous dysplasiaProteinuria dengan atau tanpa sindrom nefrotik
Sindrom Nail-patella Sindrom Alport
Sindrom multisystem dengan atau tanpa sindrom nefrotik
Sindrom Galloway-Mowat Penyakit Charcot-Marie-Tooth Sindrom Jeune Sindrom Cockayne Sindrom Laurence-Moon-Biedl-
BardetGangguan metabolic dengan atau tanpa sindrom nefrotik
Sindrom Alagille Defisiensi α-1 antitripsin Penyakit Fabry Glutaric acidaemia Gangguan penyimpanan glukogen Sindrom Hurler Gangguan lipoprotein Sitopati mitokondrial Sickle-cell disease
Sindrom nefrotik idiopatik MCNS FSGS Nefropati membranosus
Penyebab sekunder Infeksi Hepatitis B dan C HIV-1 Malaria Sifilis Toxoplasmosis
Medikamentosa Penicillamin Senyawa emas Anti inflamasi non steroid Pamidronat Merkuri Heroin Litium
Gangguan imunologis
Penyakit Castleman Penyakit Kimura Sengatan lebah Alergi makanan
Keganasan Limfoma Leukemia
Hiperfiltrasi glomerulus
Oligomeganefronia Obesitas morbid Adaptasi terhadap reduksi nefron
Tabel 1. Penyebab sindrom nefrotik pada anak1
EPIDEMIOLOGI
Sindrom nefrotik idiotpatik mengenai 16 dari 100.000 anak, yang membuat
kondisi ini menjadi salah satu penyakit ginjal anak yang umum ditemukan.
3
Pendekatan terapeutik sindrom nefrotik pada anak ini berdasarkan studi oleh
the International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC). Antara tahun
1967 dan 1974, 521 anak dengan sindrom nefrotik ditinjau dengan klasifikasi
histologis minimal change nephrotic syndrome (MCNS) (77.1%), focal
segmental glomeruosclerosis (FSGS) (7.9%), membranoproliferative
glomerulonephritis (6.2%), dan lainnya (8.8%).1
PATOGENESIS
Walaupun patogenesis dari sindrom nefrotik idiopatik pada anak masih belum
diketahui secara jelas, beberapa informasi penting telah ditemukan yaitu
meliputi identifikasi dari beberapa mutasi gen turunan yang secara fungsional
mengkode protein sel epitel glomerolus (podosit). Empat komponen utama dari
sindrom nefrotik meliputi, udem, terdapatnya jumlah protein yang signifikan
pada urin, kadar protein dalam darah yang rendah dan peningkatan kadar
kolesterol. Peningkatan kadar kolesterol pada sindrom nefrotik tidak menjadi
perhatian jangka panjang.8
1. Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi
reaksi antigen antibody larut dalam darah. SAAC ini kemudian
menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga
komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang
kemudian terperangkap dibawa epitel capsula bowman yang secara
imunofloresensi terlihat beberapa benjolan yang disebut HUMPS
sepanjang membran basalis glomerulus berbentuk granuler atau noduler.
Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan
permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein, dan lain-lain
dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai didalam urin.(1,7)
4
2. Perubahan elektrokimia
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga
menimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa
kelainan terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik
(sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein) yaitu hilangnya fixed
negatif ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat
hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein
berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat
keluar bersama urin.(1,7)
Namun, adapun teori dari penelitian terbaru mengenai pathogenesis
sindrom nefrotik meliputi:1
a. Defek glomerulus primer
Dinding kapiler gromelorus pada ginjal terdiri dari 3 elemen struktur yang
mengatur aktifitas barrier selektif: sel endothelial dibatasi oleh fenestrae,
glomerulus basal membran yang terdiri dari jaringan matrix protein, dan sel
epitel khusus (podosit) yang terhubungkan satu dengan lainnya melalui jaringan
slit diafragma yang saling bertautan. Normalnya, protein yang berukuran lebih
besar samadengan dari albumin (69 kd) tidak ikut terfiltrasi, proses ini
bergantung pada kualitas dan kuantitas slit atau celah diafragma. Pada sindrom
nefrotik, terjadi perubahan signifikan pada glomeruli, podosit-podosit akan
melekat satu dan yang lainnya.
Ada 3 hal penting yang menyusun patofisiologi primer dari sindrom nefrotik
idiopatik, yaitu:
1. Mutasi dari beberapa protein podosit telah ditemukan dari beberapa keluarga
yang memiliki keturunan sindrom nefrotik.
5
2. Suatu faktor plasma yang merubah permeabilitas glomerulus, terutama pada
pasien dengan sindrom nefrotik resisten steroid.
3. Respon limfosit-T yang berubah. Produksi sel T primer mengakibatkan
terjadinya produksi faktor permeabilitas yang menghalangi ekspresi, fungsi,
atau keduanya dari kungi protein podosit untuk menyebabkan proteinuria.
Target podosit seperti faktor putative masih tidak jelas. Tingginya beberapa gen
polimorfisme pada beberapa pasien nefrotik daripada variable control
memungkinkan adanya kecurigaan pada gen yang abnormal. Resiko dari FSGF
yang progresif juga tergantung dari genotip.
Nefrin merupakan slit-diafragma yang pertama kali ditemukan. Mutasi dari
protein transmembran ini menyebabkan sindrom nefrotik kongenital yang
dikenal dengan Finish type. Disetiap anak dengan sindrom nefrotik keturunan
ditemukan adanya mutasi pada gen yang mengkode protein podosit.
b. Faktor sirkulasi permeabilitas dan inhibitor
Faktor pelarut yang dihasilkan pada sindrom nefrotik telah lama dicurigai
menjadi hal yang menyebabkan perubahan pada dinding kapiler yang nantinya
memicu terjadinya albuminuria. Salah satu bukti yang paling mendukung yaitu
penampakan dari allograf ginjal: peristiwa hilangnya sindrom nefrotik ketika
ginjal MCNS di transplantasikan ke pasien tanpa sindrom nefrotik; FSGS dapat
kambuh kembali (dengan frekuensi kurang dari sejam) ketika ginjal yang
normal di transplantasikan ke pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir
disebabkan oleh FSGS itu sendiri.1,2
c. Kemungkinan dasar imunologis pada sindrom nefrotik
Faktor permeabilitas yang diketahui saat ini bersumber dari sel limfoid.
Hubungan dari sindrom nefrotik dengan beberapa kelainan imunologis primer
seperti limfoma, leukemia, penyakit Kimura, dan penyakit Castleman, serta
6
agen terapeutik seperti interferon, menudukung hipotesis ini. Kultur sel T yang
diisolasi dari pasien dengan sindrom nefrotik telah dilaporkan adanya kegiatan
sintesa dari faktor yang memproduksi proteinuria sementara ketika diinjeksi ke
hewan percobaan (tikus) atau terjadinya gangguan sintesis podosit glomerulus
terhadap glikosaminoglikan. 1
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis sindroma nefrotik meliputi:
Proteinuria
Merupakan kelainan dasar sindrom nefrotik. Proteinuri sebagian besar
berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya
sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan
integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak
berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase
protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis
glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu
polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier. 1,2
Hipoalbuminemia
Disebabkan oleh kebocoran albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat
(namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin),
tetapi mungkin normal atau menurun. 1,3,7
Edema
Patogenesis terjadinya edema masih sangat kontroversial. Teori terdahulu
yang disebut underfill theory mengatakan bahwa proteinuria yang disertai
hipoalbuminaemia menyebabkan berkurangnya tekanan onkotik
7
intravascular. Tekanan ini menyebabkan translokasi plasma ke ruang
interstitial; retensi natrium mulai membentuk kompensasi akibat kontraksi
volume intravaskuler, dan menimbulkan edema.1
Hiperkoagulabilitas.
Keadan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C
dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V,
VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit,
perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX,
XI).1,3,7
Kerentanan terhadap infeksi. Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig
A karena kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan
katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri
berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada
SN juga terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi
bronkopneumoni dan peritonitis. 3,7,9
Hiperlipidemia ditandai dengan meningkatnya konsentrasi serum kolesterol
dan trigliserida, merupakan tanda utama sindrom nefrotik. Keadaan ini
berupa akibat dari interaksi kompleks antara gangguan metabolism
lipoprotein, medikamentosa, dan faktor diit. Meningkatnya sintesis
lipoprotein di hepar, sebagai respon terhadap rendahnya tekanan onkotik
plasma, sebagai konsekuensi dari kegagalan urin disebabkan oleh
kegagalan regulasi. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi beberapa
perubahan enzimatis yang menyebabkan perubahan biosintesis dan
degradasi lipid. Beberapa enzim diantaranya adalah 3-hidroksi-3-
metilglutaril-coenzim A (HMG-CoA) reduktase dan asil-coenzyme A-
kolesterol asiltransferase dan aktifitas lipoprotein lipase.1,3,7,9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
1. Urin
Albumin:
Kualitatif: ++ sampai ++++
Kuantitatif: >50 mg/KgBB/hari (diperiksa memakai reagens
ESBACH)
Sedimen: oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak,
kadang-kadang dijumpai eritrosit, lekosit, toraks hilain dan toraks eritrosit. 7
Hal tersebut diatas dikatakan sebagai proteinuria atau dapat juga disebut
albuminuria. Albumin adalah salah satu jenis protein. Ada dua sebab yang
menimbulkan proteinuria, yaitu: permeabilitas kapiler glomelurus yang
meningkat akibat kelainan atau kerusakan mbg dan reabsorpsi protein di
tubulus berkurang. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg,
maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan
derajat glomerulus. Jadi, yang diukur adalah index selectivity of proteinuria
(ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur rasio antara clearance igG
dan cleareance transferin. (3)
Bila ISP(ISP = Clearance / cleareance transferin)< 0,2 berarti ISP meninggi
(highly selective proteinuria) yang secara klinik menunjukan: 7
- Kerusakan glomerulus ringan
- Respon terhadap kortikosterois baik
Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (poorly selective proteinuria) yang secara
klinik menunjukan: 7
- Kerusakan glomerulus berat
- Tidak respon terhadap kortikosteroid
2. Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai: 7
Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100ml)
9
Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100ml). hal ini disebut sebagai
hipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5 gram/100 ml). SN
kelainan ini dapat disebabkan oleh: 8
- Proteinuria
- Katabolisme protein yang berlebihan
- Nutricional deficiency
Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme protein
yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme ini merupakan faktor
tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari proteinuria (albuminuria).
Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga
intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia.
Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2
gram/100ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar < 1
garam/100ml. 7
- α1 globulin normal (N : 0,1-0,3 gm/100ml)
- α2 globulin meninggi (N : 0,4-1 gm/100ml)
- β globulin normal (N : 0,5-0,9 gm/100ml)
- γ globulin normal (N : 0,3-1 gm/100ml)
- Rasio albumin/globulin < 1 (N : 3/2)
- Komplemen c3 normal/rendah (N : 80-120mg/100ml)
- Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin normal
- Hiperkolestrolemia bila kadar kolestrol > 250mg/100ml. akhir-akhir ini
disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya kolestrol saja
yang meninggi dalam darah, konsituen lemak itu adalah: 7
Kolestrol
Low density lipoprotein (LDL)
Very low density lipoprotein (VLDL)
Trigliserida baru meningkat bila plasma albumin < 1 gram/100ml
10
Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu unutk membuat albumin
sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintetis albumin ini, sel-sel hepar
juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi
LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN, aktivitas enzim ini terhambat
dengan adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas.
Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan oleh
rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarganya protein
dalam urin. Jadi hiperkolestrolemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi
yang berlebihan, tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid. 7
DIAGNOSIS
Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium berupa proteinuria massif >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan
tubuh/hari), hipoalbuminemia <3 g/dl, edema, hiperlipideia, lipiduria, dan
hiperkoagulabilitas. Pemeriksaan tambahan seperti venerologi diperlukan
untuk menegakkan diagnosis trombosis vena yang dapat terjadi akibat
hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk menentukan jenis kelainan
histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi,
diperlukan biopsi ginjal.1,7
KOMPLIKASI
Komplikasi medis dari sindrom nefrotik berpotensi menjadi keadaan yang
sangat serius. Dapat dibagi menjadi dua sub-bagian mayoritas, yaitu komplikasi
akut yang berhubungan dengan kondisi nefrotik khususnya infeksi dan penyakit
tromboemboli, kedua yaitu perjalanan penyakit itu sendiri, khususnya yang
berdampak pada tulang, pertumbuhan, dan penyakit sistem kardiovaskular.
Komplikasi yang ketiga dapat berdampak pada psikologis dan kebutuhan social
dari anak yang menderita sindrom nefrotik, serta keluarga penderita.1,2,7
11
a. Komplikasi infeksi: Selulitis dan peritonitis bacterial dapat menjadi
komplikasi sindrom nefrotik.Dikarenakan banyak anak-anak dengan
sindrom nefrotik idiopatik tidak memiliki imunitas terhadap varicella,
paparan terhadap virus varicella harus mendapatkan perhatian yang lebih.
b. Komplikasi tromboemboli: Faktor lain yang dapat meningkatkan resiko
thrombosis pada pasien sindrom nefrotik adalah penggunaan diuretika,
pengobatan dengan kortikosteorid, immobilisasi, dan penggunaan kateter
lama.
c. Komplikasi system kardiovaskular: Beberapa faktor yang meningkatkan
resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular pada anak dengan sindrom
nefrotik yang lama yaitu, paparan terhadap kortikosteroid, hyperlipidemia,
stress oksidan, hipertensi, hiperkoagulasi, dan anemia.
d. Komplikasi lainnya: Komplikasi lainnya berupa efek toksik obat,
hipotiroidisme, dan gagal ginjal akut. Harus diperhatikan penggunaan
diuretic dan albumin, selain dapat mengobati edema, pemberian yang tidak
terformulasi dengan baik dapat menyebabkan overload volume akut ataupun
deplesi intravascular.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya. Mengobati infeksi
penyebab sindrom nefrotik dapat menyembuhkan sindrom ini. Jika
penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati (misalnya: penyakit Hodgkin
atau kanker lainnya), maka mengobatinya akan mengurangi gejala ginjal. Jika
penyebabnya adalah kecanduan heroin, maka menghentikan pemakaian heroin
pada stadium awal sindrom nefrotik, bisa menghilangkan gejala-gejalanya.
Penderita yang peka terhadap cahaya matahari, racun pohon ivy atau gigitan
serangga, sebaiknya menghindari bahan-bahan tersebut. Desensitisasi bisa
menyembuhkan sindrom nefrotik akibat racun pohon ivy atau gigitan serangga.
12
Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka untuk mengatasi sindrom nefrotik,
pemakaian obat harus dihentikan.1,2,3,9
Tekanan darah tinggi biasanya diatasi dengan diuretic. Diuretic juga dapat
mengurangi penimbunan cairan dan mengurangi pembengkakan jaringan, tetapi
bisa meningkatkan resiko terbentuknya pembekuan darah. 7
Pengobatan Umum
1. Diet harus banyak mengandung protein dengan nilai biologik tinggi dan
tinggi kalori. Protein 3-5gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata: 100kalori/kgBB/hari.
Garam dibatasi bila edema berat. Bila tanpa edema diberi 1-2gr/hari.
Pembatasan cairan terjadi bias terdapat gejala gagal ginjal. 1,7,8
2. Aktivitas: tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau ada komplikasi.
Bila edema sudah berkurang atau tidak ada komplikasi maka aktifitas fisik tidak
memperngaruhi perjalanan penyakit. Sebaliknya tanpa ada aktifitas dalam
jangka waktu yang lama akan mempengaruhi kejiwaan anak. 1,7,8
3. Diuretik: pemberian diuretic untuk mengurangi edema terbatas pada anak
dengan edema berat, gangguan pernapasan, gangguan gastrointestinal atau
obstruksi urethra yang disebabkan oleh edema hebat ini. Pada beberapa kasus
SN yang disertai anasarka, dengan pengobatan kortikosteroid tanpa diuretik,
edema juga menghilang. Metode yang lebih aktif dan fisiologik untuk
mengurangi edema adalah yang merangsang dieresis dengan pemberian albumin
(salt poor albumin): 0,5-1gr/kgBB selama satu jam yang disusul kemudian oleh
furosemid I.V 1-2mg/kgBB/hari. Pengobatan ini bias diulangi selama 6 jam bila
perlu. Diuretic yang biasa dipakai adalah diuretic jangka pendek seperti
furosemid atau asam etakrinat. Pemakaian diuretic yang berlangsung lama dapat
menyebabkan:7
Hipovolemia
Hipokalemia
13
Alkalosis
Hiperuricemia
4. Antibiotik: hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi sekunder
5. Pengobatan dengan kortikosteroid
Pengobatan dengan kortikosteroid terutama diberikan pada SN yang sensitif
terhadap kortikosteroid yaitu pada SNKM. Bermacam-macam cara yang dipakai
tergantung pengalaman dari tiap senter, tetapi umumnya dipakai cara yang
diajukan oleh International Colaborative Estudy of Kidney Disease in Children
(ISKDC, 1976).7
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari sindrom nefrotik pada anak dapat dibagi menjadi sebab
non-renal dan sebab renal. Sebab non-renal meliputi gagal jantung kongestif,
gangguan nutrisi, edema hepatal, edema Quincke. Sebab renal meliputi
glomerulonefritis akut. Lupus sistemik eritematosus. 8,9
PROGNOSIS
Indikator penting yang mempengaruhi prognosis dari sindrom nefrotik adalah
tingkat respon tubuh terhadap steroid. Secara umum, 60-80% dari sindrom
nefrotik steroid-responsive pada anak dapat relaps.Prognosisnya tergantung
kepada penyebabnya, usia penderita dan jenis kerusakan ginjal yang bias
diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada biopsi. Gejalanya akan hilang
seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati atau obat-
obatan. Prognosis biasanya baik jika penyebabnya memberikan respon yang
baik dari kortikosteroid. Anak yang lahir dengan Sindrom ini jarang bertahan
hidup sampai 1tahun, beberapa diantaranya bias bertahan setelah menjalani
dialisa atau pencangkokan ginjal.1,3,7
14
Prognosis yang paling baik ditemukan pada Sindroma Nefrotik akibat
Glomerulonefritis yang ringan 90% penderita anak memberikan respon yang
baik terhadap pengobatan. Jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal,
meskipun cenderung bersifat sering kambuh. Tetapi setelah satu tahun bebas
gejala, jarang terjadi kekambuhan.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood. Lancet 2003; 2003(1): 629-639.
15
2. Bagga A, Mantan M. Nephrotic syndrome in children. Indian J Med Res 2005; 122(1): 13-28.
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Terjemahan, 6 ed. Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003; 2(9): 865-889.
4. Walle JG, Donckerwolcke RA, Koomans HA. Pathophysiology of edema formation in children with nephrotic syndrome not due to minimal change disease. J Am Soc Nephrol 1999; 10(1): 323-331.
5. International Society of Nephrology. Steroid-sensitive nephrotic syndrome in children. Kidney International Supplements 2012; 2(2): 163-171.
6. International Society of Nephrology. Steroid-resistant nephrotic syndrome in children. Kidney International Supplements 2012; 2(2): 172-176.
7. Rauf S. Diktat Kuliah Nefrologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UNHAS; 1(1): 27-31
8. Gipson DS, Massengill SF, Yao L, Nagaraj S, Smoyer WE, Mahan JD, et al. Management of childhood onset nephrotic syndrome. Pediatrics 2009; 124(2): 747-757.
9. Hogg RJ, Portman RJ, Milliner D, Lemley KV, Eddy A, Ingelfinger J. Evaluation and management of proteinuria and nephrotic syndrome in children. Pediatrics 2000; 105(2): 1242-1249.
16