Post on 02-Dec-2015
APLIKASI KULTUR IN VITRO UNTUK PERBANYAKAN DAN
PERBAIKAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
ENDANG GATI LESTARI
BB-Biogen
BOGOR
egati_l@yahoo.com
ABSTRAK
Minyak bumi merupakan sumber energi utama di Indonesia, yang saat ini cadangannya semakin menipis dan harganya melambung tinggi. Oleh karena itu, diperlukan sumber energi alternatif yang bisa diperbaharui. Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil biodisel. Saat ini Indonesia telah mencanangkan gerakan nasional menanam jarak sebanyak 10 juta hektar, sehingga dibutuhkan bibit dalam jumlah besar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung tujuan tersebut adalah melalui penyediaan bahan tanaman secara kultur jaringan. Teknik kultur jaringan dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak secara cepat dan seragam, serta bebas OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Formulasi media yang telah dihasilkan untuk perbanyakan tanaman berkayu diharapkan dapat diaplikasikan pada tanaman jarak pagar. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa keragaman genetik pada jarak pagar masih sempit sehingga perlu upaya untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman jarak pagar. Salah satu teknik kultur jaringan yang banyak diterapkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah melalui variasi somaklonal. Peningkatan keragaman genetik tanaman secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh dengan aktivitas kuat atau induksi mutasi menggunakan mutagen fisik maupun mutagen kinia seperti irradiasi sinar gamma dan EMS (Ethyl Methane Sulfonat). Dengan tersedianya bibit jarak pagar secara cepat, seragam dan bebas OPT, serta memiliki keragaman genetik yang tinggi, maka kebutuhan akan bibit berkualitas untuk pengembangan tanaman jarak pagar dapat terpenuhi, serta dapat terealisasinya upaya menekan impor BBM (petrodiesel) dengan diperolehnya alternatif biofuel (biodiesel) yang berasal dari tanaman jarak pagar .
Kata kunci: kultur jaringan, jarak pagar, variasi somaklonal
PENDAHULUAN
Tanaman jarak pagar (Jatropa curcas) tidak pernah dibudidayakan secara
khusus pada umumnya hanya ditanam sebagai pemagar saja (Haryadi, 2005). Jarak
pagar banyak ditanam oleh masyarakat Sumba, NTB, Kupang dan NTT, selain
sebagai tanaman pagar juga untuk mengontrol erosi. Tanaman ini dapat tumbuh
dengan baik pada kondisi kering (curah hujan <500 mm per tahun) maupun di lahan
dengan kesuburan rendah (semi arid marginal sites), tetapi memiliki drainase yang
baik, tidak tergenang, dengan pH 5,0-6,5 (Heller, 1996). Pemanenan biji dilakukan
setelah buah masak (umur 5-6 bulan). Produktivitas tanaman jarak berkisar antara
3,5-4,5 kg biji/pohon/tahun. Dengan tingkat populasi tanaman antara 2500 – 3300
tanaman/ ha, maka tingkat produktivitas antara 8 -15 ton biji/ha. Menurut Gaydou
(1982), rendemen minyak biji jarak dapat mencapai 37%. Oleh karena itu, setiap
hektar lahan dapat menghasilkan 2,96–5,5 ton minyak/ha /tahun. Tanaman jarak
pagar adalah tanaman perdu, berbatang kayu, berdaun tunggal, bunga majemuk dan
buah berupa buah kotak dan bulat telur. Tanaman ini berasal dari Amerika Latin
tumbuh baik pada tanah yang tidak begitu subur dan beriklim panas dengan
ketinggian tempat dataran rendah sampai 2000 dari permukaan laut.
Kendala yang masih dihadapi dalam pengembangan tanaman jarak sebagai
sumber energi alternatif, yaitu belum adanya varietas atau klon unggul, ketersediaan
bibit terbatas, teknik budidaya belum memadai dan sistem pemasaran serta harga biji
yang belum standar. Oleh karena itu terbuka peluang pengembangan perbanyakan
dan perbaikan tanaman melalui bioteknologi terutama untuk penyediaan bibit klon-
klon jarak pagar unggul secara cepat dan seragam, serta dalam perbaikan varietas
jarak pagar untuk peningkatan kadar minyak dan percepatan umur berbuah.
Indonesia membutuhkan solar ± 460.000 barrel/hari, 20% dari biodiesel kurang
lebih sebesar 92.000 barrel/hari sehingga diperlukan 7.5 milyar tanaman untuk 3 juta
lahan. Pengembangan tanaman jarak secara besar-besaran perlu dilakukan untuk
mendapatkan biji dalam jumlah banyak dan kontinyu, untuk penanaman secara
besar-besaran tersebut diperlukan bibit yang berkualitas unggul dan seragam dalam
jumlah banyak dalam waktu yang singkat. Melalui perbanyakan konvensional akan
sulit untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah banyak. Dengan demikian
teknologi kultur jaringan diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Sudah
terbukti bahwa melalui teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk memperbanyak
berbagai tanaman seperti tanaman kehutanan, perkebungan ,tan industri, tanaman
obat dan tanaman hortikultura.
2
2
Tanaman jarak pagar termasuk salah satu tanaman berkayu yang keragaman
genetiknya sempit. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan keragaman
genetiknya. Salah satu upaya peningkatan genetik dapat dilakukan melalui teknik
kultur jaringan, dengan induksi mutasi.
Perbanyakan Tanaman Melalui Kultur In Vitro
Di Indonesia perbanyakan tanaman jarak pagar melalui kultur jaringan belum
banyak dilakukan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan formulasi
media dan jenis eksplan yang tepat untuk induksi multiplikasi tunas.
Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman
unggul secara massal dan cepat. Dengan teknik kultur jaringan, bibit yang dihasilkan
bersifat klonal yakni sama dengan induknya, sama seperti perbanyakan dengan setek.
Selain untuk perbanyakan tanaman, teknik kultur jaringan telah diterapkan untuk
perbaikan tanaman.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan perbanyakan tanaman melalui
kultur jaringan diantaranya sumber eksplan, media tumbuh, konsentrasi zat pengatur
tumbuh (ZPT) serta lingkungan tumbuh kultur. Sumber eksplan dapat berupa tunas
terminal maupun batang satu buku. Media dasar yang digunakan untuk perbanyakan
in vitro tanaman berkayu adalah Murashige and Skoog (MS) seperti tanaman obat
(Lestari dan Mariska, 1997) karena mempunyai kandungan hara makro paling tinggi
terutama kandungan N, selain media dasar tersebut beberapa tanaman lebih sesuai
menggunakan media yang mempunyai kandungan total ion lebih tinggi dari media
dasar MS yaitu media dasar White, Vacin dan Went, Nitsch dan Nitsch, Schenk dan
Hildebrandt, WPM (Woody Plant Medium) dan DKW (Driver and Kuniyuki).
Penambahan ZPT ke dalam media merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan kultur in vitro. Penggunaan zat pengatur tumbuh
sitokinin BA, kinetin dan 2-ip dapat menentukan kecepatan dan arah pembentukan
tunas (Heloir, 1997). Benzyl Amino Purin (BAP) dan Kinetin merupakan ZPT dari
kelompok sitokinin yang umum digunakan untuk memacu pembentukan tunas
dengan daya aktivitasnya yang kuat mendorong terjadinya proses pembelahan sel
(George dan Sherrington, 1984).
3
3
Saat ini Thidiazuron banyak dilaporkan dapat meningkatkan kemampuan
menginduksi pembelahan sel, induksi tunas adventif, proliferasi tunas axilar dan
penggandaan tunas tanaman berkayu (Lu, 1993). Lu (1993) menyatakan bahwa
senyawa tersebut dapat menginduksi pembentukan tunas adventif dan proliferasi
tunas aksilar. Diduga thidiazuron mendorong terjadinya perubahan sitokinin
ribonukleotida menjadi ribonukleosida yang secara biologis lebih aktif (Capella et
al., sitasi Lu, 1996). Kombinasi sitokinin dan auksin dapat mempercepat pertunasan
karena pengaruh sinergi antar zat pengatur tumbuh tersebut (Thorpe, 1997; Davies,
1995).
Salah satu masalah dalam penggunaan eksplan pada jarak pagar adalah
tingginya kandungan getah yang sangat mempengaruhi keberhasilan sterilisasi
tanaman. Untuk menanggulangi masalah tersebut dapat dilakukan dengan
menambahkan senyawa anti oksidan ke dalam media tumbuh seperti polyfinil
pyrolidon, ascorbic acid dan arang aktif. Selain penambahan senyawa anti oksidan,
juga dapat dilakukan secara fisik dengan mendiamkan bahan tanaman (pucuk) di
ruangan bersuhu 220 – 250 C selama 1 – 2 hari agar keluar getahnya.
Perbanyakan in vitro pada pada tanaman tahunan telah berhasil diperoleh pada
tanaman pulai (Alstonia scholaris L.) menggunakan media dasar MS ditambah 3,0
mg/l BAP + 0,01 mg/l TDZ menghasilkan tunas 3 buah pada sub kultur ke-lima;
dan jambu mete (Anacardium occidentale L.) pada media MS ditambah 0,3 mg/l
BA + 0,1 mg/l TDZ + 5 mg/l ploroglucinol menghasilkan tunas sebanyak 2,8
pada umur 3 bulan (Mariska dan Purnamaningsih, 2001; Seswita et al., 1996) pada
tanaman cengkeh menggunakan media dasar ½ Gamborg + 0,45 mg/l BA + 0.06
mg/l NAA menghasilkan 11 tunas, 90 hari setelah tanam (Hadipoentyanti, 1999).
Pada tahun 1974, Sri Vastava dan Johri dalam George et al., (1987) melakukan
penelitian pada tanaman Jatropha panduratefolia dengan menggunakan media Johri
& Bajaj menghasilkan tunas dan akar dengan penambahan 0,5mg/l NAA yang
dikombinasikan dengan 0,5 mg/l Kinetin. Ranga dan Swamy (1961 dalam George et
al., 1987) berhasil menemukan media dasar untuk perkecambahan embrio Jatropha
panduratefolia secara in vitro. Demikian pula Elizabete et al.,2001, berhasil
membiakkan Phylanthus stipulatus (Euphorbiaceae) menggunakan media dasar MS
4
4
+ IBA 2.5-5.0 muM. Tanaman berkayu lainnya yang telah berhasil diperbanyak
secara in vitro antara lain pada cendana, gaharu, tangguh dan jati (Mariska, 2003;
Supriati et al., 2004; Mariska dan Ragapadmi, 2001).
Perlakukan sitokinin (BA dan Kinetin) dengan konsentrasi tinggi pada
perbanyakan tanaman jarak pagar dapat menghasilkan calon–calon tunas baru, tetapi
pada pangkal tunas terbentuk kalus (Minaldi et al., 2005). Oleh karena itu, masih
diperlukan optimasi media penggunaan BA konsentrasi yang rendah untuk memacu
multiplikasi tunas dan mengurangi kalus pada pangkal eksplan.
Beberapa tanaman yang sudah berhasil diperbanyak melalui kultur jaringan
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa tanaman yang sudah berhasil diperbanyak melalui kultur in vitro
Tanaman Media terbaik (mg/l)
Panili (Vanilla planifolia) MS + BA 4MS +BA 0,5
Abaka (Musa textiles) MS + BA 5+ th 0,4
Pisang (Musa sp) MS BA 3 +th 0.2
Nilam (Pogostemon cablin) MS + BA 0.1
Pulasari (Alyxia stellata) MS +BA 3 +NAA 0.1
Pule pandak (Rauwolvia serpentina) MS +BA 0,8
Sukun (Artocarpus communis) MS +BA 1+th 0.4
Belimbing (Averhoa carambola MS IAA 0.5 + zeatin 0.2
Manggis (Garcinia mangostana) MS + BA 5
Jambu mente (Anacardium occidentale) MS + BA 0.3 + thi 0,1+ phlorglucino 5 mg/l
Cengkeh (Zyzigium aromaticum) ½ Gamborgh + BA 0,45 mg/l + NAA 0.06 mg/l
Formulasi media yang dihasilkan seperti kombinasi antara BA dengan
thidiazuron atau dengan auksin dan penggunaan berbagai media dasar pada berbagai
tanaman tersebut diharapkan dapat diaplikasikan pada tanaman jarak pagar.
5
5
Perbaikan Tanaman Melalui Kultur In Vitro
Perbaikan sifat genetik dan agronomi tanaman dapat dilakukan melalui kultur
jaringan yaitu melalui peningkatan keragaman genetik tanaman dengan induksi
mutasi. Mutasi induksi dan variasi somaklonal merupakan terobosan yang
menjajikan khususnya bagi tanaman yang dikembangkan secara vegetatif atau pada
tanaman yang keragaman genetiknya sempit (Maluszynki et al., 1995, Ahloowalia
et al., l997). Seperti pada tanaman jarak pagar.
Salah satu teknik kultur jaringan yang banyak digunakan untuk perbaikan
tanaman adalah melalui variasi somaklonal. Peningkatan variasi somaklonal tanaman
secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh dengan
aktivitas kuat atau induksi mutasi menggunakan sinar gamma. Maluszynki et al.,
1995, menyatakan bahwa mutasi dan kultur in vitro efektif untuk membantu
pemuliaan baik pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif maupun secara
generatif.
Ada dua penyebab terjadinya variasi somaklonal yaitu (1) variasi genetik pada
eksplan (2) karena induksi selama periode kultur atau adanya induksi buatan.
Perubahan genetik yang terjadi dikenal dengan epigenetik yaitu perubahan yang
tidak diturunkan dan perubahan bersifat genetik yaitu perubahan yang diturunkan
untuk membedakan kedua perubahan tersebut dapat dilakukan dengan cara
menyilangkan atau melihat pada beberapa ketururunannya setelah beberapa generasi
(Skirvin et al., l994).
Keuntungan mengunakan teknik variasi somaklonal antara lain: karakter yang
baru dihasilkan dapat diperoleh dari kultivar yang sudah unggul (Skirvin et al.,
1994). Keragaman yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1)
penggandaan jumlah kromosom, (2) perubahan struktur kromosom, (3) pindah silang
somatik atau perubahan sister kromatid, (4) amplifikasi dan delesi gen, (5) partikel
loncat, dan (6) perubahan kariotip (George dan Sherrington, 1984; George, l993,
Maluszynski, l995, Duncan et al., l995, Larkin and Scowcroft, l981) serta perubahan
pada sequens promoter dan delesi pada introns (Ahloowalia, 1997). Mutasi yang
diharapkan hanya pada satu gen saja kearah yang diinginkan (Bozorgipoue and
Snape, l997). Keragaman somaklonal yang terjadi dapat terjadi pada gen yang
6
6
dominan atau pada yang resesif meliputi gen tunggal (Broertjes dan Van Harten,
l988).
Induksi mutasi merupakan alat untuk mempercepat terbentuknya varian-varian
baru yang kemudian dijadikan sebagai populasi dasar untuk seleksi dan program
pemuliaan lebih lanjut (Kinyua et al., 2004). Bahan mutagen yang sering digunakan
digolongkan menjadi dua kelompok yaitu mutagen kimia pada umumnya dari
senyawa alkyl misalnya ethyl methane sulphonat (EMS), dan mutagen fisik bersifat
sebagai radiasi pengion dan termasuk didalamnya sinar-x, radiasi sinar gamma,
radiasi beta dan partikel dari akselerators (IAEA, l977, Van Harten, l998). Persentase
hasil paling besar untuk varietas yang berhasil dilepas saat ini berasal dari perlakuan
radiasi menggunakan sinar gamma (Ahloowalia, l997; Ahloowalia dan Maluszynski,
2001).
Keuntungan adanya perubahan kromosom yang diperoleh melalui keragaman
somaklonal antara lain: (1) keragaman yang diperoleh kemungkinan tidak akan
diperoleh pada gene pool yang ada, (2) perubahan yang ditimbulkan antara lain
dapat memperbaiki penampilan tetapi tidak merubah sifat unggul yang sudah ada.
Varietas baru hasil mutasi yang telah dilepas paling banyak dihasilkan di
China (26,8%), USSR dan Rusia (9,3%), Netherlands (7,8%), USA (5,7%) dan di
Jepang (5,35%), akhir-akhir ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah varietas
unggul baru yang dilepas dan merupakan penerapan dari teknik mutasi (Kinyua et
al., 2004). Beberapa mutan yang dihasilkan pada umumnya dapat langsung dilepas
berupa varietas baru sedangkan beberapa varietas lainnya dilepas namun digunakan
sebagai bahan persilangan (Ahloowalia et al., 2004).
Varietas baru hasil Litbang Iptek Nuklir BATAN antara lain pada tanaman
padi Varietas Atomita I, Atomita II, Atomita III, padi gogo varietas Situgintung,
Cilosari, Woyla dan Meraoke. Tahun 2003 melepas padi unggul dengan nama
Kahayan, Winongo dan Diah Suci. Sifat unggul yang diperoleh melalui irradiasi
meliputi produksi gabah, umur panen, rasa lebih enak (pulen), ketahanan terhadap
hama dan penyakit. Selain itu telah melepas beberapa varietas kedelai dan kacang
hijau (Anon, 2003).
7
7
Peningkatan keragaman genetik tanaman melalui kultur in vitro selain
menggunakan mutagen fisik atau kimia dapat dilakukan dengan pemberian zat
pengatur tumbuh dengan aktivitas kuat. Pada pemberian mutagen fisik dengan sinar
gamma, faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan adalah besarnya dosis
radiasi. Dosis radiasi diukur dalam satuan gray (gy), Gy sama dengan 0.10 krad
yakni 1 Joule energi per kilogram iradiasi yang dihasilkan (Anonymous, 1993),
selain menggunakan sinar gamma dapat pula dengan menggunakan mutagen kimia
EMS (Ethyl Methane Sulfonat)
Mutasi induksi dikombinasikan dengan kultur in vitro terbukti dapat
memperbaiki tanaman seperti untuk produksi dan ketahanan terhadap penyakit
(Maluszynki et al., 1995). Perubahan genetik dapat terjadi selama periode kultur in
vitro (Karp, 1995) atau karena adanya sel-sel yang mengalami mutasi. Perubahan
sifat yang diperoleh melalui induksi mutasi antara lain dapat memperpanjang waktu
kemasakan buah dan sayuran, meningkatkan kadar pati, protein dan kadar minyak
pada biji jagung, kacang dan bunga matahari. tanaman hasil induksi mutasi juga
dapat meningkat ketahanannya terhadap cekaman abiotik dan biotik seperti
kekeringan atau lahan dengan kadar garam yang tinggi (Ahloowalia dan Maluszynki,
2001). Negara penghasil mutan serta persentasenya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Negara peghasil varietas mutan terbanyak dan telah dilepas sampai Juli 2000
Negara Jumlah kultivar mutan yang
dilepas
Persentase
China
India
USSR, Rusia
Belanda
Amerika Serikat
Jepang
605
259
210
176
128
120
26.80
11.50
9.30
7.80
5.70
5.20
Sumber Maluszynki et al., 2000.
Jumlah kultivar mutan yang telah dilepas menggunakan mutagen yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.
8
8
Tabel 3. Jumlah kultivar mutan yang telah dilepas sebagai induksi variasi somaklonal dengan mutagen yang berbeda
Jenis mutagen Jumlah kultivar mutan yang dilepas
Radiasi
Gamma
sinar X
Kronik gamma
Neutron cepat
Neutron therma
Lain-lain
14111
910
11
61
48
22
24
Sumber Maluszynki et al., (2000)
Hasil penelitian Mariska et al., (1997) pada tanaman nilam, dengan radiasi
pada kalus dapat meningkatkan variabilitas genetik karakter morfologi dan
kandungan minyak. Hasil penelitian Marks and Simpson (1999) dengan radiasi
dapat menurunkan kandungan klorofil yang berbeda nyata dengan kenaikan dosis
radiasi. Demikian pula pada tanaman panili, radiasi pada struktur globular dan torpil
dapat memacu terbentuknya somaklon baru dan beberapa nomor menunjukkan lebih
tahan terhadap penyakit (Mariska dan Hobir, l998), somaklon hasil radiasi
menampakkan keragaman yang tinggi (Mariska et al., l998). Pada kedelai varietas
Wilis, radiasi 400 rad dapat meningkatkan jumlah benih somatik pada setiap tingkat
konsentrasi Al. disamping itu kapasitas regenerasinya lebih tinggi dibandingkan
Sindoro dan Slamet (Mariska et al., 2001). Nagatomi (l996) mendapatkan tanaman
baru yang tahan terhadap penyakit Puccinia melano pada tanaman tebu dari hasil
mutasi dengan kultur in vitro kombinasi dengan radiasi. Irradiasi pada kalus padi
varietas Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 dapat pula menghasilkan keragaman
genetik dan diperoleh somaklon yang meningkat ketahanannya terhadap kekeringan
(Lestari, 2005).Teknik keragaman somaklonal yang dihasilkan diharapkan dapat
diaplikasikan pada tanaman jarak pagar.
9
9
KESIMPULAN
Teknik perbanyakan melalui kultur in vitro pada tanaman jarak akan
diperoleh melalui penggunaan berbagai media dasar selain MS dan berbagai jenis
serta konsentrasi zat pengatur tumbuh. Selain itu digunakan zat pengatur tumbuh
sitokinin dikombinasikan dengan auksin. Faktor lain yang penting adalah kondisi
fisiologi eksplan serta lingkungan tumbuh yang optimal.
Teknik perbaikan melalui keragaman somaklonal dapat diperoleh dengan
memacu pembentukan kalus serta regenerasinya dari berbagai eksplan daun, petiole
maupun embrio serta memacu pembentukan mutan menggunakan iradiasi sinar
gamma dan mutagen kimia EMS.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.l993. Iradiation of horticultural crops at IOWA State University. Hort Sci 32(4):382-385.
Anonymous. 2003. Panen padi varietas baru hasil litbang iptek nuklir BATAN. http://www.batan.go.id/2003/panenpadi2003.php.com
Ahloowalia. B.S. 1997. Improvement of horticultural plants through in vitro culture and induced mutations. Hort Biotech. In Altman.A and M. Ziv (Eds.) In vitro culture and breeding. Acta Hort p: 545- 549
Ahloowalia, B.S and M. Maluszynski. 2001. Induced mutations-A new paradigm in plant breeding. Euphytica 118: 167-173.
Ahloowalia, B. S., M. Maluszynski and K. Nichterlein. 2004. Global impact of mutation-derived varieties. Euphytica 135:187-204.
Bozorgipour, R and J.W. Snape. 1997. An Assessment of somaclonal variation as a breeding tol for generating herbicide tolerant genotypes in wheat (Triticum aestivum L. ). Euphytica 94: 335-340.
Broertjes, C and A.M.Van Harten. 1988. Applied mutation breeding for vegetatively propagated crops. Crops Sci .p: 345.
Davies. P.J. 1995. The plant hormone their nature occurence, and fucntion. In. Daavies (ed.).Plant hormone and their role in Plant Growth Development. Dordrecht: Martinus Nijhoff Publisher.
10
10
Duncan, R. R., R.M. Wascom and M.W. Nabors. l995. In vitro screening and field evaluation of tissue-culture-regenerated Sorghum (Sorghum bicolor L. Moenth.) for soil stress tolerance. Euphytica 85:371-380.
Elizabete, C.,O.M. Fleith and V.A. Maria. 2001. In vitro culture of Phylanthus stipuliatus (Euphorbiaceae). DOAJ. Direchtory of Open Acess journals. 24(1) 25-34.
George, E.F., D.J.M. Puttock and H. J. George. 1987. Plant culture media Vol 1, 100-101 p.
George, E.F and P.D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Eastern Press, Reading. England. 709 p.
George, E.F. 1993. Plant Propagation by Tissue Culture. Part 2 In Practice. Exegetics Lim. England. Pp: 1361.
Hadipoentyanti, E. 1999. Multiplikasi cengkeh secara in vitro. Prosiding Simposium III Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Bogor, Desember 1999. Hal 449 – 453.
Helloir, M.C., I.C. Fourior, L. Oziol, and R. Bessis. 1997. An improved procedure
for the propagation in vitro axilary-bud microcuting. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 49:223-225.
Heller. J. 1996. Physic nut. promoting the conservation and use of underutilized and neglected crops ( http://www.ipgri.cgir.org/publications.com ).
Gaydou. A.M., L. Menet., G. Ravelojaona. G.,Geneste.P. l982. Vegetable energy sources in Madagaskar. Ethyl alcohol and oil seeds. Oleagineux 37(3): 135-141p.
IAEA. 1977. Manual On Mutation. Viability and population structure. Acta Agric. cand. IV. p: 601-632 p.
Karp, A. l994. Origins, Causes and uses of variation in plant tissue cultures In Vasil IK and Thorpe TA (eds.) Plant Cell and Tissue Culture. Kluwer Acad Publisher. Dordrecht p: 139-151.
Kinyua, M.G., P.N. Njau., P.K. Kimurto and M. Maluszynski. 2004. Drought tolerant wheat varieties developed through mutation breeding techniques. In 4th International Crop Science Congress 26 Sept - 1 October.
11
11
Larkin,P.J and W.R. Scowcroft. 1981. Somaclone Variation a novel source of variability from cell culture for plant improvement. Theor Appl. Genet 60: 197-214.
Lestari, Endang Gati dan I. Mariska. 1997. Kultur in vitro sebagai metode pelestarian
obat langka. Bul Plasma Nutfah II. (1) 1-8.
Lestari, Endang Gati. 2005. Seleksi in vitro untuk ketahanan terhadap kekeringan pada tanaman padi. Thesis S3. Pasca Sarjana, IPB.
Maluszynski, M, B.S. Ahloowalia and B. Sigurbjornsson. 1995. Application of in vivo and in vitro mutation techniques for crop improvement. Euphytica 85: 303-315.
Maluszynki,M.,K.Nitchterlein., L. Van Zanten, and B.S. Ahloowalia.2000. Officially released mutants varieties. The FAO/IAEA Database. Mutation Breeding News 12:1-83.
Marks, T.R and S.E. Simpson. 1999. Effect of irradiance on shoot development in vitro. Plant Growth Regulation 28: 133-142.
Mariska I, Hobir, Mugiono, E. Gati dan D. Seswita. l997. Improvement oil content of patchouli through in vitro culture and irradiation. In Seminar on Mutation on Breeding in Oil and Industrial Crops, Oct 12-18. Suwon-Korea
Mariska I dan Hobir. l998. Peningkatan keragaman genetik tanaman melalui metode “In vitro”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian XVII (4): 115-121.
Mariska, I., M. Tombe dan D. Sukmadjaja. l998. Peningkatan keragaman genetik tanaman panili hubungannya dengan ketahanan penyakit busuk batang panili.
Mariska, I. dan R. Purnamaningsih. 2001. Perbanyakan vegetatif tanaman tahunan melalui Kultur In Vitro. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 20 (1): hal 1 – 8.
Mariska, I., S. Hutami, M. Kosmiatin W.H. dan Adil. 2001. Regenerasi massa sel embrionik kedelai setelah diseleksi pada kondisi Al berbeda dan Ph rendah. Berita Puslitbangtan 20:1-3.
Mariska, I.S. 2003. Peran bioteknologi dalam perbanyakan buah. Lembaga Penelitian Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 8 Mei 2003. IPB-Menristek.
Minaldi, T. Tajuddin dan N. Haska.2005. Teknologi Budidaya dan perbanyakan tanaman jarak ( Jatropha curcas .L ). Balai Teknologi BPPT, Serpong.
12
12
Nagatomi S. l996. A New approach of radiation breeding toward improvement of disease resistance in crops. Makalah utama dalam Seminar Pengendalian penyakit Utama Tanaman Industri Secara Terpadu. JICA-BALITRO. 13-14 Maret. Bogor.
Seswita, D., I Mariska., R Purnamaningsih.,N. N Kristina dan Yelnititis. 1995. Perbanyakan jambu mete melalui kultur jaringan. Laporan Teknis Hasil Penelitian Bioteknologi Tanaman Industri (Tidak diterbitkan).
Skirvin, R.M., D.Kenneth., McPheeters and M. Norton. 1994. Sources and frequency of somaclonal variation. Hort Science 29(11): 1232-1238
Supriati, Y., I. Mariska, Sri Hutami., A. Husni, Sri Utami. 2004. Kaji terap pengembangan metode kultur in vitro untuk perbanyakan bibit tanaman buah tropika. Balai Besar Biogen, Deptan dan Balai Benih Ragunan Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI, Jakarta.
Thorpe.T.A. l987. Micropropagation of soft wood and hard wood. In. Proceeding of
the Seminar on Tissue Culture of Forest Species. Kuala Lumpur 15-18 June.
Van Harten, A. M. l998. Mutation Breeding. Theory and Practical Applications. Cambridge University Press. 353p.
Rev.gab/my.doc.gathi/2007
13
13