Rev

21
APLIKASI KULTUR IN VITRO UNTUK PERBANYAKAN DAN PERBAIKAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) ENDANG GATI LESTARI BB-Biogen BOGOR [email protected] ABSTRAK Minyak bumi merupakan sumber energi utama di Indonesia, yang saat ini cadangannya semakin menipis dan harganya melambung tinggi. Oleh karena itu, diperlukan sumber energi alternatif yang bisa diperbaharui. Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil biodisel. Saat ini Indonesia telah mencanangkan gerakan nasional menanam jarak sebanyak 10 juta hektar, sehingga dibutuhkan bibit dalam jumlah besar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung tujuan tersebut adalah melalui penyediaan bahan tanaman secara kultur jaringan. Teknik kultur jaringan dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak secara cepat dan seragam, serta bebas OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Formulasi media yang telah dihasilkan untuk perbanyakan tanaman berkayu diharapkan dapat diaplikasikan pada tanaman jarak pagar. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa keragaman genetik pada jarak pagar masih sempit sehingga perlu upaya untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman jarak pagar. Salah satu teknik kultur jaringan yang banyak diterapkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah melalui variasi somaklonal. Peningkatan keragaman genetik tanaman secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh dengan aktivitas kuat atau induksi mutasi menggunakan mutagen fisik maupun mutagen kinia seperti irradiasi sinar gamma dan EMS (Ethyl Methane Sulfonat). Dengan tersedianya bibit jarak pagar secara cepat, seragam dan bebas OPT, serta memiliki

Transcript of Rev

Page 1: Rev

APLIKASI KULTUR IN VITRO UNTUK PERBANYAKAN DAN

PERBAIKAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

ENDANG GATI LESTARI

BB-Biogen

BOGOR

[email protected]

ABSTRAK

Minyak bumi merupakan sumber energi utama di Indonesia, yang saat ini cadangannya semakin menipis dan harganya melambung tinggi. Oleh karena itu, diperlukan sumber energi alternatif yang bisa diperbaharui. Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil biodisel. Saat ini Indonesia telah mencanangkan gerakan nasional menanam jarak sebanyak 10 juta hektar, sehingga dibutuhkan bibit dalam jumlah besar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung tujuan tersebut adalah melalui penyediaan bahan tanaman secara kultur jaringan. Teknik kultur jaringan dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak secara cepat dan seragam, serta bebas OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Formulasi media yang telah dihasilkan untuk perbanyakan tanaman berkayu diharapkan dapat diaplikasikan pada tanaman jarak pagar. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa keragaman genetik pada jarak pagar masih sempit sehingga perlu upaya untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman jarak pagar. Salah satu teknik kultur jaringan yang banyak diterapkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah melalui variasi somaklonal. Peningkatan keragaman genetik tanaman secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh dengan aktivitas kuat atau induksi mutasi menggunakan mutagen fisik maupun mutagen kinia seperti irradiasi sinar gamma dan EMS (Ethyl Methane Sulfonat). Dengan tersedianya bibit jarak pagar secara cepat, seragam dan bebas OPT, serta memiliki keragaman genetik yang tinggi, maka kebutuhan akan bibit berkualitas untuk pengembangan tanaman jarak pagar dapat terpenuhi, serta dapat terealisasinya upaya menekan impor BBM (petrodiesel) dengan diperolehnya alternatif biofuel (biodiesel) yang berasal dari tanaman jarak pagar .

Kata kunci: kultur jaringan, jarak pagar, variasi somaklonal

PENDAHULUAN

Tanaman jarak pagar (Jatropa curcas) tidak pernah dibudidayakan secara

khusus pada umumnya hanya ditanam sebagai pemagar saja (Haryadi, 2005). Jarak

pagar banyak ditanam oleh masyarakat Sumba, NTB, Kupang dan NTT, selain

sebagai tanaman pagar juga untuk mengontrol erosi. Tanaman ini dapat tumbuh

Page 2: Rev

dengan baik pada kondisi kering (curah hujan <500 mm per tahun) maupun di lahan

dengan kesuburan rendah (semi arid marginal sites), tetapi memiliki drainase yang

baik, tidak tergenang, dengan pH 5,0-6,5 (Heller, 1996). Pemanenan biji dilakukan

setelah buah masak (umur 5-6 bulan). Produktivitas tanaman jarak berkisar antara

3,5-4,5 kg biji/pohon/tahun. Dengan tingkat populasi tanaman antara 2500 – 3300

tanaman/ ha, maka tingkat produktivitas antara 8 -15 ton biji/ha. Menurut Gaydou

(1982), rendemen minyak biji jarak dapat mencapai 37%. Oleh karena itu, setiap

hektar lahan dapat menghasilkan 2,96–5,5 ton minyak/ha /tahun. Tanaman jarak

pagar adalah tanaman perdu, berbatang kayu, berdaun tunggal, bunga majemuk dan

buah berupa buah kotak dan bulat telur. Tanaman ini berasal dari Amerika Latin

tumbuh baik pada tanah yang tidak begitu subur dan beriklim panas dengan

ketinggian tempat dataran rendah sampai 2000 dari permukaan laut.

Kendala yang masih dihadapi dalam pengembangan tanaman jarak sebagai

sumber energi alternatif, yaitu belum adanya varietas atau klon unggul, ketersediaan

bibit terbatas, teknik budidaya belum memadai dan sistem pemasaran serta harga biji

yang belum standar. Oleh karena itu terbuka peluang pengembangan perbanyakan

dan perbaikan tanaman melalui bioteknologi terutama untuk penyediaan bibit klon-

klon jarak pagar unggul secara cepat dan seragam, serta dalam perbaikan varietas

jarak pagar untuk peningkatan kadar minyak dan percepatan umur berbuah.

Indonesia membutuhkan solar ± 460.000 barrel/hari, 20% dari biodiesel kurang

lebih sebesar 92.000 barrel/hari sehingga diperlukan 7.5 milyar tanaman untuk 3 juta

lahan. Pengembangan tanaman jarak secara besar-besaran perlu dilakukan untuk

mendapatkan biji dalam jumlah banyak dan kontinyu, untuk penanaman secara

besar-besaran tersebut diperlukan bibit yang berkualitas unggul dan seragam dalam

jumlah banyak dalam waktu yang singkat. Melalui perbanyakan konvensional akan

sulit untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah banyak. Dengan demikian

teknologi kultur jaringan diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Sudah

terbukti bahwa melalui teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk memperbanyak

berbagai tanaman seperti tanaman kehutanan, perkebungan ,tan industri, tanaman

obat dan tanaman hortikultura.

2

2

Page 3: Rev

Tanaman jarak pagar termasuk salah satu tanaman berkayu yang keragaman

genetiknya sempit. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan keragaman

genetiknya. Salah satu upaya peningkatan genetik dapat dilakukan melalui teknik

kultur jaringan, dengan induksi mutasi.

Perbanyakan Tanaman Melalui Kultur In Vitro

Di Indonesia perbanyakan tanaman jarak pagar melalui kultur jaringan belum

banyak dilakukan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan formulasi

media dan jenis eksplan yang tepat untuk induksi multiplikasi tunas.

Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman

unggul secara massal dan cepat. Dengan teknik kultur jaringan, bibit yang dihasilkan

bersifat klonal yakni sama dengan induknya, sama seperti perbanyakan dengan setek.

Selain untuk perbanyakan tanaman, teknik kultur jaringan telah diterapkan untuk

perbaikan tanaman.

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan perbanyakan tanaman melalui

kultur jaringan diantaranya sumber eksplan, media tumbuh, konsentrasi zat pengatur

tumbuh (ZPT) serta lingkungan tumbuh kultur. Sumber eksplan dapat berupa tunas

terminal maupun batang satu buku. Media dasar yang digunakan untuk perbanyakan

in vitro tanaman berkayu adalah Murashige and Skoog (MS) seperti tanaman obat

(Lestari dan Mariska, 1997) karena mempunyai kandungan hara makro paling tinggi

terutama kandungan N, selain media dasar tersebut beberapa tanaman lebih sesuai

menggunakan media yang mempunyai kandungan total ion lebih tinggi dari media

dasar MS yaitu media dasar White, Vacin dan Went, Nitsch dan Nitsch, Schenk dan

Hildebrandt, WPM (Woody Plant Medium) dan DKW (Driver and Kuniyuki).

Penambahan ZPT ke dalam media merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi keberhasilan kultur in vitro. Penggunaan zat pengatur tumbuh

sitokinin BA, kinetin dan 2-ip dapat menentukan kecepatan dan arah pembentukan

tunas (Heloir, 1997). Benzyl Amino Purin (BAP) dan Kinetin merupakan ZPT dari

kelompok sitokinin yang umum digunakan untuk memacu pembentukan tunas

dengan daya aktivitasnya yang kuat mendorong terjadinya proses pembelahan sel

(George dan Sherrington, 1984).

3

3

Page 4: Rev

Saat ini Thidiazuron banyak dilaporkan dapat meningkatkan kemampuan

menginduksi pembelahan sel, induksi tunas adventif, proliferasi tunas axilar dan

penggandaan tunas tanaman berkayu (Lu, 1993). Lu (1993) menyatakan bahwa

senyawa tersebut dapat menginduksi pembentukan tunas adventif dan proliferasi

tunas aksilar. Diduga thidiazuron mendorong terjadinya perubahan sitokinin

ribonukleotida menjadi ribonukleosida yang secara biologis lebih aktif (Capella et

al., sitasi Lu, 1996). Kombinasi sitokinin dan auksin dapat mempercepat pertunasan

karena pengaruh sinergi antar zat pengatur tumbuh tersebut (Thorpe, 1997; Davies,

1995).

Salah satu masalah dalam penggunaan eksplan pada jarak pagar adalah

tingginya kandungan getah yang sangat mempengaruhi keberhasilan sterilisasi

tanaman. Untuk menanggulangi masalah tersebut dapat dilakukan dengan

menambahkan senyawa anti oksidan ke dalam media tumbuh seperti polyfinil

pyrolidon, ascorbic acid dan arang aktif. Selain penambahan senyawa anti oksidan,

juga dapat dilakukan secara fisik dengan mendiamkan bahan tanaman (pucuk) di

ruangan bersuhu 220 – 250 C selama 1 – 2 hari agar keluar getahnya.

Perbanyakan in vitro pada pada tanaman tahunan telah berhasil diperoleh pada

tanaman pulai (Alstonia scholaris L.) menggunakan media dasar MS ditambah 3,0

mg/l BAP + 0,01 mg/l TDZ menghasilkan tunas 3 buah pada sub kultur ke-lima;

dan jambu mete (Anacardium occidentale L.) pada media MS ditambah 0,3 mg/l

BA + 0,1 mg/l TDZ + 5 mg/l ploroglucinol menghasilkan tunas sebanyak 2,8

pada umur 3 bulan (Mariska dan Purnamaningsih, 2001; Seswita et al., 1996) pada

tanaman cengkeh menggunakan media dasar ½ Gamborg + 0,45 mg/l BA + 0.06

mg/l NAA menghasilkan 11 tunas, 90 hari setelah tanam (Hadipoentyanti, 1999).

Pada tahun 1974, Sri Vastava dan Johri dalam George et al., (1987) melakukan

penelitian pada tanaman Jatropha panduratefolia dengan menggunakan media Johri

& Bajaj menghasilkan tunas dan akar dengan penambahan 0,5mg/l NAA yang

dikombinasikan dengan 0,5 mg/l Kinetin. Ranga dan Swamy (1961 dalam George et

al., 1987) berhasil menemukan media dasar untuk perkecambahan embrio Jatropha

panduratefolia secara in vitro. Demikian pula Elizabete et al.,2001, berhasil

membiakkan Phylanthus stipulatus (Euphorbiaceae) menggunakan media dasar MS

4

4

Page 5: Rev

+ IBA 2.5-5.0 muM. Tanaman berkayu lainnya yang telah berhasil diperbanyak

secara in vitro antara lain pada cendana, gaharu, tangguh dan jati (Mariska, 2003;

Supriati et al., 2004; Mariska dan Ragapadmi, 2001).

Perlakukan sitokinin (BA dan Kinetin) dengan konsentrasi tinggi pada

perbanyakan tanaman jarak pagar dapat menghasilkan calon–calon tunas baru, tetapi

pada pangkal tunas terbentuk kalus (Minaldi et al., 2005). Oleh karena itu, masih

diperlukan optimasi media penggunaan BA konsentrasi yang rendah untuk memacu

multiplikasi tunas dan mengurangi kalus pada pangkal eksplan.

Beberapa tanaman yang sudah berhasil diperbanyak melalui kultur jaringan

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa tanaman yang sudah berhasil diperbanyak melalui kultur in vitro

Tanaman Media terbaik (mg/l)

Panili (Vanilla planifolia) MS + BA 4MS +BA 0,5

Abaka (Musa textiles) MS + BA 5+ th 0,4

Pisang (Musa sp) MS BA 3 +th 0.2

Nilam (Pogostemon cablin) MS + BA 0.1

Pulasari (Alyxia stellata) MS +BA 3 +NAA 0.1

Pule pandak (Rauwolvia serpentina) MS +BA 0,8

Sukun (Artocarpus communis) MS +BA 1+th 0.4

Belimbing (Averhoa carambola MS IAA 0.5 + zeatin 0.2

Manggis (Garcinia mangostana) MS + BA 5

Jambu mente (Anacardium occidentale) MS + BA 0.3 + thi 0,1+ phlorglucino 5 mg/l

Cengkeh (Zyzigium aromaticum) ½ Gamborgh + BA 0,45 mg/l + NAA 0.06 mg/l

Formulasi media yang dihasilkan seperti kombinasi antara BA dengan

thidiazuron atau dengan auksin dan penggunaan berbagai media dasar pada berbagai

tanaman tersebut diharapkan dapat diaplikasikan pada tanaman jarak pagar.

5

5

Page 6: Rev

Perbaikan Tanaman Melalui Kultur In Vitro

Perbaikan sifat genetik dan agronomi tanaman dapat dilakukan melalui kultur

jaringan yaitu melalui peningkatan keragaman genetik tanaman dengan induksi

mutasi. Mutasi induksi dan variasi somaklonal merupakan terobosan yang

menjajikan khususnya bagi tanaman yang dikembangkan secara vegetatif atau pada

tanaman yang keragaman genetiknya sempit (Maluszynki et al., 1995, Ahloowalia

et al., l997). Seperti pada tanaman jarak pagar.

Salah satu teknik kultur jaringan yang banyak digunakan untuk perbaikan

tanaman adalah melalui variasi somaklonal. Peningkatan variasi somaklonal tanaman

secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh dengan

aktivitas kuat atau induksi mutasi menggunakan sinar gamma. Maluszynki et al.,

1995, menyatakan bahwa mutasi dan kultur in vitro efektif untuk membantu

pemuliaan baik pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif maupun secara

generatif.

Ada dua penyebab terjadinya variasi somaklonal yaitu (1) variasi genetik pada

eksplan (2) karena induksi selama periode kultur atau adanya induksi buatan.

Perubahan genetik yang terjadi dikenal dengan epigenetik yaitu perubahan yang

tidak diturunkan dan perubahan bersifat genetik yaitu perubahan yang diturunkan

untuk membedakan kedua perubahan tersebut dapat dilakukan dengan cara

menyilangkan atau melihat pada beberapa ketururunannya setelah beberapa generasi

(Skirvin et al., l994).

Keuntungan mengunakan teknik variasi somaklonal antara lain: karakter yang

baru dihasilkan dapat diperoleh dari kultivar yang sudah unggul (Skirvin et al.,

1994). Keragaman yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1)

penggandaan jumlah kromosom, (2) perubahan struktur kromosom, (3) pindah silang

somatik atau perubahan sister kromatid, (4) amplifikasi dan delesi gen, (5) partikel

loncat, dan (6) perubahan kariotip (George dan Sherrington, 1984; George, l993,

Maluszynski, l995, Duncan et al., l995, Larkin and Scowcroft, l981) serta perubahan

pada sequens promoter dan delesi pada introns (Ahloowalia, 1997). Mutasi yang

diharapkan hanya pada satu gen saja kearah yang diinginkan (Bozorgipoue and

Snape, l997). Keragaman somaklonal yang terjadi dapat terjadi pada gen yang

6

6

Page 7: Rev

dominan atau pada yang resesif meliputi gen tunggal (Broertjes dan Van Harten,

l988).

Induksi mutasi merupakan alat untuk mempercepat terbentuknya varian-varian

baru yang kemudian dijadikan sebagai populasi dasar untuk seleksi dan program

pemuliaan lebih lanjut (Kinyua et al., 2004). Bahan mutagen yang sering digunakan

digolongkan menjadi dua kelompok yaitu mutagen kimia pada umumnya dari

senyawa alkyl misalnya ethyl methane sulphonat (EMS), dan mutagen fisik bersifat

sebagai radiasi pengion dan termasuk didalamnya sinar-x, radiasi sinar gamma,

radiasi beta dan partikel dari akselerators (IAEA, l977, Van Harten, l998). Persentase

hasil paling besar untuk varietas yang berhasil dilepas saat ini berasal dari perlakuan

radiasi menggunakan sinar gamma (Ahloowalia, l997; Ahloowalia dan Maluszynski,

2001).

Keuntungan adanya perubahan kromosom yang diperoleh melalui keragaman

somaklonal antara lain: (1) keragaman yang diperoleh kemungkinan tidak akan

diperoleh pada gene pool yang ada, (2) perubahan yang ditimbulkan antara lain

dapat memperbaiki penampilan tetapi tidak merubah sifat unggul yang sudah ada.

Varietas baru hasil mutasi yang telah dilepas paling banyak dihasilkan di

China (26,8%), USSR dan Rusia (9,3%), Netherlands (7,8%), USA (5,7%) dan di

Jepang (5,35%), akhir-akhir ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah varietas

unggul baru yang dilepas dan merupakan penerapan dari teknik mutasi (Kinyua et

al., 2004). Beberapa mutan yang dihasilkan pada umumnya dapat langsung dilepas

berupa varietas baru sedangkan beberapa varietas lainnya dilepas namun digunakan

sebagai bahan persilangan (Ahloowalia et al., 2004).

Varietas baru hasil Litbang Iptek Nuklir BATAN antara lain pada tanaman

padi Varietas Atomita I, Atomita II, Atomita III, padi gogo varietas Situgintung,

Cilosari, Woyla dan Meraoke. Tahun 2003 melepas padi unggul dengan nama

Kahayan, Winongo dan Diah Suci. Sifat unggul yang diperoleh melalui irradiasi

meliputi produksi gabah, umur panen, rasa lebih enak (pulen), ketahanan terhadap

hama dan penyakit. Selain itu telah melepas beberapa varietas kedelai dan kacang

hijau (Anon, 2003).

7

7

Page 8: Rev

Peningkatan keragaman genetik tanaman melalui kultur in vitro selain

menggunakan mutagen fisik atau kimia dapat dilakukan dengan pemberian zat

pengatur tumbuh dengan aktivitas kuat. Pada pemberian mutagen fisik dengan sinar

gamma, faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan adalah besarnya dosis

radiasi. Dosis radiasi diukur dalam satuan gray (gy), Gy sama dengan 0.10 krad

yakni 1 Joule energi per kilogram iradiasi yang dihasilkan (Anonymous, 1993),

selain menggunakan sinar gamma dapat pula dengan menggunakan mutagen kimia

EMS (Ethyl Methane Sulfonat)

Mutasi induksi dikombinasikan dengan kultur in vitro terbukti dapat

memperbaiki tanaman seperti untuk produksi dan ketahanan terhadap penyakit

(Maluszynki et al., 1995). Perubahan genetik dapat terjadi selama periode kultur in

vitro (Karp, 1995) atau karena adanya sel-sel yang mengalami mutasi. Perubahan

sifat yang diperoleh melalui induksi mutasi antara lain dapat memperpanjang waktu

kemasakan buah dan sayuran, meningkatkan kadar pati, protein dan kadar minyak

pada biji jagung, kacang dan bunga matahari. tanaman hasil induksi mutasi juga

dapat meningkat ketahanannya terhadap cekaman abiotik dan biotik seperti

kekeringan atau lahan dengan kadar garam yang tinggi (Ahloowalia dan Maluszynki,

2001). Negara penghasil mutan serta persentasenya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Negara peghasil varietas mutan terbanyak dan telah dilepas sampai Juli 2000

Negara Jumlah kultivar mutan yang

dilepas

Persentase

China

India

USSR, Rusia

Belanda

Amerika Serikat

Jepang

605

259

210

176

128

120

26.80

11.50

9.30

7.80

5.70

5.20

Sumber Maluszynki et al., 2000.

Jumlah kultivar mutan yang telah dilepas menggunakan mutagen yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

8

8

Page 9: Rev

Tabel 3. Jumlah kultivar mutan yang telah dilepas sebagai induksi variasi somaklonal dengan mutagen yang berbeda

Jenis mutagen Jumlah kultivar mutan yang dilepas

Radiasi

Gamma

sinar X

Kronik gamma

Neutron cepat

Neutron therma

Lain-lain

14111

910

11

61

48

22

24

Sumber Maluszynki et al., (2000)

Hasil penelitian Mariska et al., (1997) pada tanaman nilam, dengan radiasi

pada kalus dapat meningkatkan variabilitas genetik karakter morfologi dan

kandungan minyak. Hasil penelitian Marks and Simpson (1999) dengan radiasi

dapat menurunkan kandungan klorofil yang berbeda nyata dengan kenaikan dosis

radiasi. Demikian pula pada tanaman panili, radiasi pada struktur globular dan torpil

dapat memacu terbentuknya somaklon baru dan beberapa nomor menunjukkan lebih

tahan terhadap penyakit (Mariska dan Hobir, l998), somaklon hasil radiasi

menampakkan keragaman yang tinggi (Mariska et al., l998). Pada kedelai varietas

Wilis, radiasi 400 rad dapat meningkatkan jumlah benih somatik pada setiap tingkat

konsentrasi Al. disamping itu kapasitas regenerasinya lebih tinggi dibandingkan

Sindoro dan Slamet (Mariska et al., 2001). Nagatomi (l996) mendapatkan tanaman

baru yang tahan terhadap penyakit Puccinia melano pada tanaman tebu dari hasil

mutasi dengan kultur in vitro kombinasi dengan radiasi. Irradiasi pada kalus padi

varietas Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 dapat pula menghasilkan keragaman

genetik dan diperoleh somaklon yang meningkat ketahanannya terhadap kekeringan

(Lestari, 2005).Teknik keragaman somaklonal yang dihasilkan diharapkan dapat

diaplikasikan pada tanaman jarak pagar.

9

9

Page 10: Rev

KESIMPULAN

Teknik perbanyakan melalui kultur in vitro pada tanaman jarak akan

diperoleh melalui penggunaan berbagai media dasar selain MS dan berbagai jenis

serta konsentrasi zat pengatur tumbuh. Selain itu digunakan zat pengatur tumbuh

sitokinin dikombinasikan dengan auksin. Faktor lain yang penting adalah kondisi

fisiologi eksplan serta lingkungan tumbuh yang optimal.

Teknik perbaikan melalui keragaman somaklonal dapat diperoleh dengan

memacu pembentukan kalus serta regenerasinya dari berbagai eksplan daun, petiole

maupun embrio serta memacu pembentukan mutan menggunakan iradiasi sinar

gamma dan mutagen kimia EMS.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.l993. Iradiation of horticultural crops at IOWA State University. Hort Sci 32(4):382-385.

Anonymous. 2003. Panen padi varietas baru hasil litbang iptek nuklir BATAN. http://www.batan.go.id/2003/panenpadi2003.php.com

Ahloowalia. B.S. 1997. Improvement of horticultural plants through in vitro culture and induced mutations. Hort Biotech. In Altman.A and M. Ziv (Eds.) In vitro culture and breeding. Acta Hort p: 545- 549

Ahloowalia, B.S and M. Maluszynski. 2001. Induced mutations-A new paradigm in plant breeding. Euphytica 118: 167-173.

Ahloowalia, B. S., M. Maluszynski and K. Nichterlein. 2004. Global impact of mutation-derived varieties. Euphytica 135:187-204.

Bozorgipour, R and J.W. Snape. 1997. An Assessment of somaclonal variation as a breeding tol for generating herbicide tolerant genotypes in wheat (Triticum aestivum L. ). Euphytica 94: 335-340.

Broertjes, C and A.M.Van Harten. 1988. Applied mutation breeding for vegetatively propagated crops. Crops Sci .p: 345.

Davies. P.J. 1995. The plant hormone their nature occurence, and fucntion. In. Daavies (ed.).Plant hormone and their role in Plant Growth Development. Dordrecht: Martinus Nijhoff Publisher.

10

10

Page 11: Rev

Duncan, R. R., R.M. Wascom and M.W. Nabors. l995. In vitro screening and field evaluation of tissue-culture-regenerated Sorghum (Sorghum bicolor L. Moenth.) for soil stress tolerance. Euphytica 85:371-380.

Elizabete, C.,O.M. Fleith and V.A. Maria. 2001. In vitro culture of Phylanthus stipuliatus (Euphorbiaceae). DOAJ. Direchtory of Open Acess journals. 24(1) 25-34.

George, E.F., D.J.M. Puttock and H. J. George. 1987. Plant culture media Vol 1, 100-101 p.

George, E.F and P.D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Eastern Press, Reading. England. 709 p.

George, E.F. 1993. Plant Propagation by Tissue Culture. Part 2 In Practice. Exegetics Lim. England. Pp: 1361.

Hadipoentyanti, E. 1999. Multiplikasi cengkeh secara in vitro. Prosiding Simposium III Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Bogor, Desember 1999. Hal 449 – 453.

Helloir, M.C., I.C. Fourior, L. Oziol, and R. Bessis. 1997. An improved procedure

for the propagation in vitro axilary-bud microcuting. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 49:223-225.

Heller. J. 1996. Physic nut. promoting the conservation and use of underutilized and neglected crops ( http://www.ipgri.cgir.org/publications.com ).

Gaydou. A.M., L. Menet., G. Ravelojaona. G.,Geneste.P. l982. Vegetable energy sources in Madagaskar. Ethyl alcohol and oil seeds. Oleagineux 37(3): 135-141p.

IAEA. 1977. Manual On Mutation. Viability and population structure. Acta Agric. cand. IV. p: 601-632 p.

Karp, A. l994. Origins, Causes and uses of variation in plant tissue cultures In Vasil IK and Thorpe TA (eds.) Plant Cell and Tissue Culture. Kluwer Acad Publisher. Dordrecht p: 139-151.

Kinyua, M.G., P.N. Njau., P.K. Kimurto and M. Maluszynski. 2004. Drought tolerant wheat varieties developed through mutation breeding techniques. In 4th International Crop Science Congress 26 Sept - 1 October.

11

11

Page 12: Rev

Larkin,P.J and W.R. Scowcroft. 1981. Somaclone Variation a novel source of variability from cell culture for plant improvement. Theor Appl. Genet 60: 197-214.

Lestari, Endang Gati dan I. Mariska. 1997. Kultur in vitro sebagai metode pelestarian

obat langka. Bul Plasma Nutfah II. (1) 1-8.

Lestari, Endang Gati. 2005. Seleksi in vitro untuk ketahanan terhadap kekeringan pada tanaman padi. Thesis S3. Pasca Sarjana, IPB.

Maluszynski, M, B.S. Ahloowalia and B. Sigurbjornsson. 1995. Application of in vivo and in vitro mutation techniques for crop improvement. Euphytica 85: 303-315.

Maluszynki,M.,K.Nitchterlein., L. Van Zanten, and B.S. Ahloowalia.2000. Officially released mutants varieties. The FAO/IAEA Database. Mutation Breeding News 12:1-83.

Marks, T.R and S.E. Simpson. 1999. Effect of irradiance on shoot development in vitro. Plant Growth Regulation 28: 133-142.

Mariska I, Hobir, Mugiono, E. Gati dan D. Seswita. l997. Improvement oil content of patchouli through in vitro culture and irradiation. In Seminar on Mutation on Breeding in Oil and Industrial Crops, Oct 12-18. Suwon-Korea

Mariska I dan Hobir. l998. Peningkatan keragaman genetik tanaman melalui metode “In vitro”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian XVII (4): 115-121.

Mariska, I., M. Tombe dan D. Sukmadjaja. l998. Peningkatan keragaman genetik tanaman panili hubungannya dengan ketahanan penyakit busuk batang panili.

Mariska, I. dan R. Purnamaningsih. 2001. Perbanyakan vegetatif tanaman tahunan melalui Kultur In Vitro. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 20 (1): hal 1 – 8.

Mariska, I., S. Hutami, M. Kosmiatin W.H. dan Adil. 2001. Regenerasi massa sel embrionik kedelai setelah diseleksi pada kondisi Al berbeda dan Ph rendah. Berita Puslitbangtan 20:1-3.

Mariska, I.S. 2003. Peran bioteknologi dalam perbanyakan buah. Lembaga Penelitian Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 8 Mei 2003. IPB-Menristek.

Minaldi, T. Tajuddin dan N. Haska.2005. Teknologi Budidaya dan perbanyakan tanaman jarak ( Jatropha curcas .L ). Balai Teknologi BPPT, Serpong.

12

12

Page 13: Rev

Nagatomi S. l996. A New approach of radiation breeding toward improvement of disease resistance in crops. Makalah utama dalam Seminar Pengendalian penyakit Utama Tanaman Industri Secara Terpadu. JICA-BALITRO. 13-14 Maret. Bogor.

Seswita, D., I Mariska., R Purnamaningsih.,N. N Kristina dan Yelnititis. 1995. Perbanyakan jambu mete melalui kultur jaringan. Laporan Teknis Hasil Penelitian Bioteknologi Tanaman Industri (Tidak diterbitkan).

Skirvin, R.M., D.Kenneth., McPheeters and M. Norton. 1994. Sources and frequency of somaclonal variation. Hort Science 29(11): 1232-1238

Supriati, Y., I. Mariska, Sri Hutami., A. Husni, Sri Utami. 2004. Kaji terap pengembangan metode kultur in vitro untuk perbanyakan bibit tanaman buah tropika. Balai Besar Biogen, Deptan dan Balai Benih Ragunan Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI, Jakarta.

Thorpe.T.A. l987. Micropropagation of soft wood and hard wood. In. Proceeding of

the Seminar on Tissue Culture of Forest Species. Kuala Lumpur 15-18 June.

Van Harten, A. M. l998. Mutation Breeding. Theory and Practical Applications. Cambridge University Press. 353p.

Rev.gab/my.doc.gathi/2007

13

13

Page 14: Rev