Rev Xeroftalmia
-
Upload
mira-arlita-rahmawati -
Category
Documents
-
view
181 -
download
16
Transcript of Rev Xeroftalmia
BAB I
PENDAHULUAN
Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia
terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa
pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang
merupakan Nutrition Related Diseases yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan
fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan
epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang
umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di
negara berkembang.
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein
(KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro
dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti
infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan
anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan
penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua/ibu tentang gizi
yang baik. Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini
sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan
akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana
keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup.
Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian yang
serius. Meskipun hasil survei Xeroftalmia (1992) menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria
WHO secara Klinis KVA di Indonesia sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (<
0,5%). Namun pada survei yang sama menunjukkan bahwa 50% balita masih menderita KVA
Sub Klinis (serum retinol < 20 ug/dl). Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997, dimana terjadi peningkatan kasus gizi buruk di berbagai daerah
mengakibatkan masalah KVA muncul kembali. Berdasarkan laporan dari beberapa propinsi
antara lain dari NTB dan Sumatera Selatan menunjukkan munculnya kembali kasus
Xeroftalmia mulai dari tingkat ringan sampai berat bahkan menyebabkan kebutaan.
1
Ibarat fenomena gunung es dikhawatirkan kasus xeroftalmia masih banyak di
masyarakat yang belum ditemukan dan dilaporkan oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu,
penting sekali untuk mendeteksi secara dini dan menangani kasus xeroftalmia ini dengan
cepat dan tepat agar tidak terjadi kebutaan seumur hidup yang berakibat menurunnya kualitas
Sumber Daya Manusia.
1.1. Anatomi dan Fisiologi Mata3,7
A. Adneksa Mata
1. Alis Mata
2. Kelopak Mata
3. Apparatus Lakrimalis
Aparatus lakrimalis terdiri atas kelenjar lakrimal utama, kelenjar lakrimal
aksesorius, dan jalur lakrimal yang terdiri dari pungtum lakrimal, kanalikuli,
sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis. Kelenjar lakrimalis nantinya
berfungsi untuk mengeluarkan air mata.
- Kelenjar lakrimal utama terdiri atas :
a. Bagian orbita berbentuk kenari, terletak di dalam fossa glandula lakrimalis
di segmen temporal atas anterior orbita yang dipisahkan dari bagian
palpebra oleh kornu lateralis muskulus levator palpebra.
b. Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat diatas segmen temporal
forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimal, yang bermuara
pada sekitar 10 lubang kecil, menghubungkan bagian orbita dan palpebra
kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva superior.
- Kelenjar lakrimal aksesorius
a. Kelenjar Krause
Terletak dibalik konjungtiva palbebra, antara fornix dengan ujung dari
tarsal
b. Kelenjar Wolfring
Terletak dekat batas atas dari permukaan tarsal superior dan sepanjang
batas bawah tarsal inferior.
2
B. Bola Mata
1. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:
1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus
2. Konjungtiva bulbi menutupi sclera
3. Konjungtiva forniks yang merupakan peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
Secara histologi, lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan
mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau
oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet
ke tepi dan diperlukan dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-
sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superficial dan di
dekat limbus dapat mengandung pigmen.
2. Sklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang
hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih
serta berbatasan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus
opticus di posterior. Permukaan luar sklera
3
3. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri atas lapis:
a. Epitel
Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di
depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari
ectoderm permukaan
b. Membran bowman
Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma. Membran bowman tidak mempunyai daya regenerasi
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian
perifer serat kolagen ini bercabang terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang – kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d. Membrane descement
Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya, bersifat sangat
elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempuyai tebal 40µm.
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besarnya 20-40
µm. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system
4
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjdai edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
4. Retina
Retina melapisi dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina terdiri dari
10 lapisan dimulai dari sisi dalam keluar sebagai berikut:
1. Membran limitans retina
2. Lapisan serat saraf
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam
5. Lapisan nukleus dalam
6. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang
8. Membran limitan eksterna
9. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan sel kerucut.
10.Epitelium pigmen retina.
Epitelium pigmen retina adalah suatu lapisan sel poligonal yang teratur, ke
arah ora serrata bentuk selnya menjadi lebih gepeng. Inti sel berbentuk kuboid
dengan sitoplasmanya kaya akan butir-butir melanin. Fungsi epitel pigmen
adalah
1. Menyerap cahaya dan mencegah terjadinya pemantulan.
2. Berperan dalam nutrisi fotoreseptor
3. Penimbunan dan pelepasan vitamin A
4. Berperan dalam proses pembentukan rhodopsin
Lapisan batang dan kerucut mengandung 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel
batang dan sel kerucut yang merupakan modifikasi sel saraf. Lapisan ini
mengandung badan sel batang dan kerucut. Sel batang merupakan sel khusus
yang ramping dengan segmen luar berbentuk silindris dengan panjang 28
mikrometer mengandung fotopigmen rhodopsin dan suatu segmen dalam yang
sedikit lebih panjang yaitu sekitar 32 mikrometer. Keduanya mempunyai
5
ketebalan 1,5 mikrometer. Inti selnya terletak di dalam lapisan inti luar. Ujung
segmen luar tertanam dalam epitel pigmen. Segmen luar dan dalam
dihubungkan oleh suatu leher yang sempit. Dengan mikroskop electron segmen
luar tampak mengandung banyak lamel-lamel membran dengan diameter yang
seragam dan tersusun seperti tumpukan kue dadar. Sel batang ini di sebelah
dalam membentuk suatu simpul akhir yang mengecil pada bagian akhirnya
pada lapisan pleksiform luar yang disebut sferul batang (rod spherule). Sel
batang yang hanya teraktivasi dalam keadaan cahaya redup (dim light) sangat
sensitive terhadap cahaya. Sel ini dapat menghasilkan suatu sinyal dari satu
photon cahaya. Tetapi sel ini tidak dapat menghasilkan sinyal dalam cahaya
terang (bright light) dan juga tidak peka terhadap warna.
Cahaya yang masuk ke dalam retina diserap oleh rhodopsin, suatu
protein yang tersusun dari opsin (protein transmembran) yang terikat pada
aldehida vitamin A. Penyerapan cahaya ini akan menyebabkan isomerisasi
rhodopsin dan memisahkan opsin dari ikatannya dengan aldehida vitamin A
menjadi opsin bentuk aktif. Opsin bentuk aktif kemudian memfasilitasi
pengikatan guanosin triphosphate (GTP) dengan protein transducin. Kompleks
GTP-transducin ini kemudian mengaktifkan ensim cyclic guanosin
monophosphate phosphodiesterase suatu ensim yang berperan dalam
pembentukan senyawaan cyclic guanosin monophosphate (cGMP). Siklik
guanosin monophosphate (cGMP) ini berperan dalam pembukaan kanal
natrium di dalam plasmalema sel batang dan menyebabkan masuknya natrium
dari segmen luar sel batang menuju ke segmen dalam sel batang. Keadaan ini
akan menyebabkan hiperpolarisasi di segmen dalam sel batang dan merangsang
dilepaskannya neurotransmitter dari sel batang menuju ke sel bipolar. Oleh sel
bipolar rangsang kimiawi ini dirubah menjadi impuls listrik yang akan
diteruskan menuju ke sel ganglion untuk selanjutnya dikirim ke otak.
Sel-sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mampu mengubah
rangsang cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan lapisan serat saraf
retina melalui saraf optikus hingga akhirnya kekorteks penglihatan. Pada
retina perifer, makula pada retina berfungsi umtuk penglihatan sentral dan
warna (fotopik) sedangkan bagian lainnya yang sebagian besar terdiri dari
fotoreseptor batang, digunakan untuk penglihatan perifer dan malam
6
(skotopik). Penglihatan siang hari diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, pada
waktu senja kombinasi sel kerucut dengan batang dan penglihatan malam hari
diperantarai oleh fotoreseptor batang.
1.2. Lapisan (Film) Air Mata7,13
Lapisan atau film air mata normal dari luar ke dalam terdiri dari lapisan lipid, lapisan
aqueous, lapisan lipid.
a. Lapisan lipid. Lapisan ini merupakan lapisan terluar yang dihasilkan dari kelenjar
meibomian, zeis, dan moll. Lapisan ini mencegah air mata yang berlebihan,
menghambat terjadinya evaporasi dan melubrikasi kelopak mata saat bergerak.
b. Lapisan aqueous. Lapisan ini merupakan penghasil terbesar film ar mata yang
mengandung air mata yang berasal dari kelenjar lakrimal utama dan kelenjar
aksesorius dan berfungsi untuk menyediakan nutrisi bagi kornea yang avaskular,
membantu dalam menyingkirkan kotoran ataupun debris dan melindungi permukaan
bola mata dari bakteri ataupun antigen lainnya. Air mata mengandung air dan
sejumlah kecil sodium klorida, gula, urea, protein, alkalin. Selain itu juga
mengandung antibakterial seperti lisozim, betalysin, dan laktoferrin.
c. Lapisan mukus (musin). Lapisan ini dihasilkan oleh sel goblet dan kelenjar Manz.
Lapisan ini berfungsi untuk membentuk lapisan pelindung hidrofilik tipis bagi
permukaan kornea, membasahi permukaan bola mata, dan mencegah mata
permukaan bola mata menjadi kering.
1.3. Penyakit pada Konjungtiva
1.3.1. Konjungtivitis4,8,12,14
Konjuntivitis dapat dibedakan berdasarkan penyebab dan keadaan klinisnya.
Berdasarkan penyebabnya antara lain:
- Konjungtivitis infeksi
a. Konjungtivitis bakteri
b. Konjungtivitis klamidia
c. Konjungtivitis viral
d. Konjungtivitis jamur
e. Konjungtivitis parasit
- Konjungtivitis alergi
7
- Konjungtivitis akibat penyakit autoimun
a. Keratokonjungtivitis sika
Keratokonjungtivitis sika merupakan suatu keadaan keringnya
permukaan kornea dan konjungtiva.
Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan:
Gangguan produksi air mata
Defisiensi komponen musin
Gangguan fungsi kelopak mata
Epiteliopati pada kornea
b. Pemfigoid sikatrikal
- Konjungtivitis iritatif
- Keratokonjungtivitis karena sebab yang tidak diketahui
a. Folikulosis
b. Konjungtivitis folikular kronik
c. Psoriasis
d. Sindrom steven johnson
Berdasarkan keadaan klinisnya antara lain:
- Konjungtivitis mukopurulen
- Konjungtivitis purulen akut
- Konjungtivitis serosa
- Konjungtivitis simpel kronis
- Konjungtivitis angular
- Konjungtivitis pseudomembran
- Konjungtivitis papil
- Konjungtivitis folikular
- Oftalmia neonatorum
- Konjungtivitis granulomatosa
- Konjungtivitis ulseratif
- Konjungtivitis sikatriks
1.3.2. Kondisi simptomatik pada konjungtiva8
a. Konjungtiva hiperemis
8
b. Kemosis Konjungtiva
c. Ekimosis Konjungtiva
d. Xerosis Konjungtiva
Merupakan suatu kondisi dimana konjungtiva menjadi kering dan kusam.
Konjungtiva normal dipertahankan kelembabannya dari sekresi kelenjar
aksesorius. Berdasarkan etiologi, xerosis dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
- Parenkimatosa xerosis
Gangguan ini muncul mengikuti Pembentukan sikatriks yang dapat
disebabkan antara lain oleh adanya destruksi pada konjungtivitis
interstitial yang dapat dilihat pada penyakit trakoma, konjungtivitis
membranosa diphteri, SJS, pempfigus atau konjungtivitis pemfigoid
- Epitelial xerosis
Timbul akibat adanya hipovitaminosis A. gejala xerosis dapat dilihat
bersamaan dengan gejala buta senja. Pengobatan dapat diberikan
preparat air mata buatan (0.7% metilseluosa atau 0.3% hipromelosa atau
polvinil alkohol)
e. Diskolorisasi konjungtiva
1.4. Keratitis
A. Definisi
Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus atau
jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena seperti
keratitis superficial dan profunda atau berdasasrkan penyebabnya yaitu keratitis
karena berkurangnya sekresi air mata, keracunan obat, reaksi alergi pada pemberian
obat topikal dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun.4
Pada keratitis sering timbul sakit akibat kornea bergesekan dengan palpebra. Karena
kornea berfungsi sebagai media refraksi dan media pembiasan sinar yang masuk ke
mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama bila
lesi terletak di sentral. Fotofobia terutama disebabkan oleh iris yang meradang.
Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau dan merasa ada yang
mengganjal atau kelilipan.4
B. Klasifikasi 4,15,17
Klasifikasi keratitis berdasarkan terbentuknya ulkus, sebagai berikut:
9
a. Ulserasi Kornea
1. Berdasarkan lokasi
- Ulkus sentral
- Ulkus perifer
Yang termasuk dalam ulkus kornea perifer salah satunya adalah ulkus korna
akibat defisiensi vitamin A. ulkus korna tipikal pada avitaminosis A trletak
disntral dan bersifat bilatral, berwarna kelabu, indolen dan disertai dengan
hilangnya kilau kornea. Selain itu, kornea juga melunak dan mengalami
nekrotik (disebut “keratomalasia”), sering timbul perforasi, terbentuknya
gambaran bercak bitot. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan perubahan
sistem imun meliputi fungsi barier sehingga terjadi perubahan metaplasia
skuamosa dan keratinisasi serta perubahan membran mukosa yang normal
pada konjungtiva, saluran pernapasan dan saluran urogenital.
2. Berdasarkan purulensi
- Ulkus purulen
- Ulkus non purulen
3. Sehubungan dengan hipopion
- Ulkus simpel
- Ulkus hipopion
4. Berdasarkan kedalaman ulkus
- Ulkus perifer
- Ulkus dalam
- Ulkus dikuti dengan perforasi
- Perforasi ulkus
b. Non-ulserasi Kornea
1. Keratitis superfsial
- Keratitis difusa superfisial
- Keratitis pungtata superfisial4
Gambaran: infiltrat halus berupa titik-titik putih pada permukaan kornea.
Dapat disebabkan karena sindrom dry eye, blefaritis, keratopati lagoftalmus,
keracunan obat topikal, pemakaian lensa kontak, dll.
2. Keratitis letak dalam
- non supuratif
o Keratitis interstitial
10
o Keratitis disiformis
o Keratitis Profunda
o Keratitis sklerotikan
- supuratif
o Abses sentral kornea
o Abss kornea posterior
Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya yaitu:
1. keratitis infeksi
- Bakteri
- Virus
- Jamur
- Klamidia
- Protozoa
- spirochaeta
2. keratitis alergi
- keratitis Phlyctenular
- keratitis vernal
- keratitis atopik
3. keratitis tropik
- keratitis pajanan
- keratitis neuroparalitik
- keratomalasia17
pada gangguan ini terjadi kerusakan lapisan stroma. Gangguan yang terjadi berpa
kornea yang melunak, nekrotik dan sering timbul perforasi
- ulkus ateroma
4. keratitis terkait dengan penyakit kulit dan membran mukus
5. keratitis terkait dengan gangguan vaskular dan kolagen
6. keratitis akibat trauma
7. keratitis idiopatik
1.5. Penyakit pada Retina
1.5.1. Penyakit pada Makula9
a. Degenerasi makula terkait dengan usia
11
b. Degenerasi makula noneksudatif
c. Degenerasi makula eksudatif
d. Korioretinopati serosa sentralis
e. Edema makula
f. Gangguan peradangan yang mengenai makula
g. Angioid streaks/coreng angioid
h. Degenerasi makula miopik
i. Membran makula epiretina
j. Makulopati traumatik
k. Distrofi makula
1.5.2. Penyakit Retina Perifer9
a. Ablasio retina
b. Retinopati prematuritas
c. Degenerasi retina
- Retinitis pigmentosa
Penyakit ini merupakan gangguan herediter yang ditandai denga
disfungis progresif fotoreseptor terutama sel batang. Gejala pada RP
antara lain buta senja dan gangguan lapangan pandang.
- Amourosis kongenital leber
- Atrofi girata
- Atrofi korioretina perifer
- Degenerasi lattice
1.5.3. Penyakit Pembuluh Retina9
a. Retinopati diabetes
b. Sumbatan arteri retina sentralis
c. Sumbatan sumbatan retina cabang
d. Sumbatan vena retina sentralis
e. Sumbatan vena retina cabang
f. Makroaneurisma retinol retina
1.5.4. Defek Penglihatan Warna9
Defek penglihatan warna dapat bersifat kongenital atau didapat. Defek
penglihatan warna yang bersifat kongenital umumnya mengenai kedua mata
dengan tingkat keparahan yang setara sedangkan defek yang didapat, tingkat
keparahan umumnya tidaka setara natara mata satu dengan yang lainnya.
12
1.5.5. Tumor Intraokular9
a. Tumor jinak primer
Contohnya anatara lain angioma retina dan hamartoma astrositik
b. Tumor ganas primer
Contohnya adalah retinoblastoma, yang umumnya terjad pada anak-anak.
2. Vitamin A
Vitamin A diperoleh dari asupan makanan yang mengandung vitamin A. Terdapat 3
bentuk vitamin A yang penting bagi tubuh yaitu retinol, beta karoten, dan karotenoid.
Dalam tubuh retinol merupakan bentuk dominan dari vitamin A. Begitu diserap dalam
saluran pencernaan, vitamin A dibawa ke hati untuk disimpan.10 Saat dibutuhkan,
vitamin A akan dilepas dalam bentuk retinol yang akan berikatan dengan protein,
bentuk dari ikatan tersebut disebut juga retinol binding protein (RBP). RBP nantinya
akan berikatan dengan sel-sel reseptor yang dituju kemudian protein akan melepaskan
retinol ehingga dapat masuk kedalam sel yang dituju.17
Pada proses penglihatan vitamin A berperan dalam kerja retina, pembentukan cairan
yang melapisi permukaan bola mata, serta dalam pertumbuhan sel-sel epitel.10
Vitamin A berperan sebagai retinal (retinene) yang merupakan komponen dari zat
penglihat rhodopsin. Rhodopsin ini mempunyai bagian protein yang disebut opsin yang
menjadi rhodopsin setelah bergabung dengan retinene. Rhodopsin merupakan zat yang
dapat menerima rangsang cahaya dan mengubah energi cahaya menjadi energi
biolistrik yang merangsang indera penglihatan. Rhodopsin terdapat pada bagian batang
(rods) dari sel-sel retina. Dalam cones (kerucut) terdapat zat sejenis yang komponen
proteinnya berbeda dengan opsin; zat penglihat yang terdapat di dalam cones disebut
porphyropsin.1
3. Diagnosa pada pasien xerophtalmia
Diagnosa pada pasien dengan xeroftalmia, diagnosa ditegakkan melalui:
1. Anamnesis
Keluhan pada pasien umumnya tergantung pada tahap mana gejala yang dialami,
gambaran klinis yang dapat dilihat. Perlu juga dilakukan evaluasi riwayat pasien
secara teliti.
2. Pemeriksaan Fisik
13
Diagnosa xeroftalmia juga dapat diperoleh dari gambaran klinis yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien yaitu keadaan dari mata pasien saat ini.
3. Pemeriksaan laboratorium10
- Pemeriksaan serum retinol dengan kromatografi.
- Total retinol binding protein (RBP), namun nilainya kurang akurat karena
dipengaruhi oleh serum protein
- Kadar albumin untuk mengukur kadar vitamin A secara tidak langsung
- Pemeriksaan darah rutin untuk menilai kemungkinan adanya anemia, dan infeksi
4. Tes adaptasi gelap5,18
Tes dilakukan pada pasien yang sebelumnya mendapat penyinaran terang, dilihat
kemampuan melihatnya setelah sekitarnya digelapkan dan perlahan-lahan dinaikkan
intensitas sumber sinarnya.
5. Sitologi impresi konjungtiva18
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui abnormalitas dari lapisan epitel.
6. Pemeriksaan Stabilitas film air mata (Tear Film Break Up Time)8,19
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan kadar musin dalam cairan air mata.
Kekurangan musin berakibat tidak stabilnya lapisan air mata yang mengakibatkan
lapisan tersebut mudah pecah. Hal ini mengakibatkan terbentuk “Bintik-bintik
kering” dalam film air mata (meniskus) sehingga epitel kornea atau konjungtiva
terpajan ke dunia luar. Proses ini akhirnya akan merusak sel-sel epitel yang dapat
diperiksa dengan bengal rose. Prosedur pemeriksaan yaitu:19
- fluorescein 2% atau strip fluorescein yang dibasahi dengan saline ditanamkan
pada fornix posterior
- pasien diminta untuk mengedipkan mata beberapa kali
- kemudian pasien diminta untuk menahan mata agar tidak berkedip
- Lapisan air mata diperiksa dengan sinar luas dan filter cobalt pada slitlamp,
setelah beberapa waktu muncul black spot atau garis yang muncul pada lapisan
yang terwarna fluoresen, dimana hal ini mengindikasikan pembentukan area yang
kering.
- TBUT merupakan interval antara kedipan terakhir hingga munculnya dry spot
pertama yang letaknya acak.
7. Pemeriksaan kornea8
a. Pemulasan Fluorescein
14
Pemeriksaan dengan cara menyentuh konjungtiva dengan kertas kering
berfluorescein. Pemeriksaan dilakukan sebagai indikator derajat basahnya mata
dan untuk melihat meniskus air mata. Pemeriksaan dengan menempelkan kertas
saring pada konjungtiva kemudian meneteskan 1 tetes saline untuk mensaturasi
pewarnaan. Fluorescein akan memulas daerah-daerah erosi dan terluka selain
defek mikroskopis epitel kornea.
b. Pemulasan Bengal Rose
Pulasan bengal rose 1% memulas sel-sel epitel yang konjungtiva dan kornea
yang mati, terganggu dan juga sel-sel yang sehat yang tidak dilapisi oleh musin
secara adekuat dari daerah kornea.. Kerugian dari pemeriksaan ini umumnya zat
bengal rose menyebabkan iritasi.
c. Pemulasan lissamine hijau
Pemulasan lissamine hijau memiliki fungsi yang sama dengan bengal rose,
namun pulasan ini tidak nyata menimbulkan iritasi seperti bengal rose.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Xeroftalmia
A. Definisi
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A
termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang
dapat berakibat kebutaan. Xeroftalmia berasal dari bahasa Yunani (xeros=kering;
Opthalmos=mata) yang berarti kekeringan pada mata akibat mata gagal
memproduksi air mata atau yang dikenal dengan dry eye yang mengakibatkan
konjungtiva dan kornea kering.3
B. Etiologi
Penyebab terjadinya xeroftalmia adalah karena kurangnya Vitamin A.
Factor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di Indonesia:
1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup Vitamin A atau Pro
Vitamin A untuk jangka waktu yang lama
2. Bayi tidak diberikan ASI eksklusif
3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, Zn/seng atau zat
gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan Vitamin A dan penyerapan
Vitamin A dalam tubuh
4. Adanya gangguan penyerapan Vitamin A atau Pro Vitamin A seperti pada
penyekit-penyakit antara lain, diare kronik, KEP dan lain-lain.
5. Adanya kerusakan hati seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronis,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-
albumin yang penting dalam penyerapan Vitamin A.
C. Klasifikasi
Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO (1982) yaitu:
- XN (Rabun Senja)1
16
Terjadi akibat gangguan pada retina sehubungan dengan adanya defisiensi
vitamin A. Dari sudut fungsi terjadi hemeralopia atau nictalopia yang oleh awam
disebut buta senja atau buta ayam (kotokan) yaitu ketidaksanggupan melihat pada
cahaya remang-remang. Disebut buta senja karena terjadi bila sore hari (senja)
anak masuk dari luar (cahaya terang) ke serambi rumah (cahaya remang-remang).
- X1A (Xerosis Konjungtiva)16,17,20,22
Umumnya tahap ini selalu diikuti dengan xerosis kornea. Xerosis terjadi akibat
proses keratinisasi lapisan superfisial epitel tanpa sel goblet yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin A.
Manifestasi klinis: Daerah konjungtiva tampak kering dan kusam. Xerosis
umumnya berhubungan dengan penebalan, pengeriputan, dan pigmentasi pada
konjungtiva. Xerosis biasanya terjadi pada konjungtiva bulbi di daerah celah
kelopak kantus eksternus. Bila mata digerakkan akan terlihat lipatan yang timbul
pada konjungtiva bulbi.
- X1B (Bercak Bitot / bitot’s spot)4,16,22
Merupakan suatu lapisan putih ireguler seperti sabun atau busa yang menutupi
lesi xerosis konjungtiva terdiri dari deskuamasi epitel yang mengalami proliferasi
dan keratinisasi disertai dengan pertumbuhan bakteri (seperti corynobacterium
xerosis) tanpa disertai sel goblet.
Manifestasi klinis: Terdapat bercak putih kekuningan seperti busa atatu sabun
yang umumnya bilateral dengan letak temporal ke arah limbus.
http://motherchildnutrition.org/picture
- X2 (Xerosis Kornea)4,16,17,22
Xerosis kornea yaitu adanya keratopati pungtata superfisisal yang terjadi akibat
kekeringan pada daerah kornea. Pada pasien dengan xerosis kornea yang parah
umumnya diikuti dengan defisiensi protein.
17
Manifestasi klinis: Pada mata pasien yang tampak berupa kekeruhan pada kornea
akibat adanya lapisan keratin. Kekeruhan akan lebih tampak jelas ketika mata di
tahan untuk berkedip karena pada saat itu film air mata mempunyai waktu untuk
menjadi kering sehingga dapat memperlihatkan lapisan dibawahnya.
- X3A (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,22
Mengenai kurang dari sepertiga dari permukaan kornea.
Manifestasi klinis: Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan lapisan stroma pada
kornea yang umumnya dari daerah inferior ke daerah sentral.
- X3B (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,20,22
Mengenai lebih dari sepertiga dari permukaan kornea. Kerusakan lapisan sroma
pada tahap ini umumnya dapat menyebabkan kebutaan.
Manifestasi klinis: Pada stadium ini mulai terlihat nekrosis pada kornea disertai
dengan vaskularisasi kedalamnya. Manifestasi klinis berupa ulserasi yang
melebihi stadium sebelumnya atau edema pada kornea disertai dengan penonjolan
disekitarnya, dapat juga terjadi luluhnya kornea dengan kompilt yang berakhir
dengan stafiloma kornea atau ptisis.
- XS (Xeroftalmia Scar)4,16,20,22
Gejala sisa dari lesi kornea atau sikatriks kornea akibat dari proses perbaikan dari
lapisan stroma yang bisa terletak di tepi ataupun di sentral.
Manifestasi klinis: Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak
mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa
sikatrik atau jaringan parut.
http://webeye.ophth.uiowa.edu.com/picture
- XF (Xeroftalmia Fundus)4,16
Fundus xeroftalmia atau disertai kelainan fundus xeroftalmia yaitu dimana pada
fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang tersebar dalam retina,
umumnya terdapat di tepi sampai arkade vaskular temporal. Pada bagian ini
hanya dapat diamati dengan funduskopi
18
Gambar 5
D. Epidemiologi6,20
Xeroftalmia merupakan salah satu dampak dari kekurangan vitamin A yang
umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama
kebutaan di negara berkembang. KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang
menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk akibat kurangnya konsumsi
makanan (< 80 % AKG) sehingga asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi
mikro dalam hal ini vitamin A. 15-25% anak yang menderita KVA mengalami
kebutaan total dan 58-60% mengalami buta sebagian. Anak yang menderita KVA
mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak,
cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun
masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup karena
kurangnya pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik ataupun gangguan
penyerapan di saluran cerna. Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih
membutuhkan perhatian yang serius. Survei menunjukkan bahwa 50% balita masih
menderita KVA Sub Klinis (serum retinol < 20 ug/dl).
Pada tahun 1994 Pemerintah Indonesia mendapat penghargaan ÓHelen Keller
AwardÓ, karena mampu menurunkan prevalensi xeroftalmia sampai 0,3%.
Keberhasilan tersebut berkat program penanggulangan KVA dengan suplemen
kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (merah) sebanyak 2 kali setahun pada
bulan Februari dan Agustus yang ditujukan kepada anak balita (1-5 tahun) dan 1
kapsul pada ibu nifas (< 30 hari sehabis melahirkan). Setelah tahun 1997 kemudian
sasaran diperluas kepada bayi umur 6 – 11 bulan dengan pemberian kapsul vitamin
A dosis 100.000 SI (biru). Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997 dimana terjadi peningkatan kasus gizi buruk di berbagai
daerah mengakibatkan masalah KVA muncul kembali. Berdasarkan laporan dari
beberapa propinsi antara lain dari NTB dan Sumatera Selatan menunjukkan
munculnya kembali kasus Xeroftalmia mulai dari tingkat ringan sampai berat.
E. Patofisiologi1,2
19
Gejala kekeringan mata pada defisiensi vitamin A yang disebut xeroftalmia berturut-
turut terdiri atas buta senja, xerosis conjunctiva dan xerosis kornea yaitu kekeringan
epitel biji mata dan kornea karena sekresi glandula lacrimalis menurun. Kornea
kemudian mengoreng karena sel-selnya menjadi lunak disebut keratomalasia dan
dapat mengakibatkan kebutaan. Pada penyembuhan luka kornea ini dapat terjadi
luka parut yang terdiri atas jaringan yang tidak tembus cahaya. Luka parut ini
kadang-kadang membonjol keputihan (atau kemerahan) disebut leucoma (biji
kapas). Terdapat kelainan pada sklera di sebelah lateral dari kornea yang disebut
bercak Bitot. Kelainan ini tampak sebagai kumpulan gelembung-gelembung busa
sabun yang dapat dihapus dengan kapas dan meninggalkan epitel kering dengan
pigmen kecoklatan.
Xeroftalmia dibagi dalam 4 stadium yaitu stadium I (hemeralopia), stadium II
(xerosis konjungtiva dengan atau tanpa hemeralopia dengan atau tanpa bercak
Bitot), stadium III (stadium II ditambah xerosis kornea dan sering disertai ulkus
kornea), stadium IV (keratomalasi). Pada stadium III dapat timbul ulkus kornea dan
pada stadium IV kornea menjadi lembek seperti bubur berwarna keputih-putihan dan
mudah mengalami perforasi. Umumnya keratomalasia timbul pada anak dengan
defisiensi vitamin A kronis yang menderita campak atau penyakit berat lainnya.
Penderita xeroftalmia sering juga ditemukan pada penderita malnutrisi energi
protein.
Ciri histopatologis dari xeroftalmia berupa timbulnya bintik-bintik kering pada epitel
kornea dan konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva,
pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan
peningkatan keratinisasi.
F. Gejala dan Manifestasi Klinis
Xeroftalmia merupakan suatu kelainan pada mata yang terjadi akibat defisiensi
vitamin A. Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA
yang telah berlangsung lama. Gejala paling sering yang dikeluhkan adalah sensasi
tergores (scratchy) atau berpasir. Gejala umum lainnya adalah gatal, sektersi mucus
berlebih, ketidakmampuan menghasilkan ait mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas,
kemerahan, sakit, dan sulit menggerakkan papebra.
20
Pada kebanyakan pasien, manifestasi klinik yang dijumpai adalah tampilan mata
yang secara kasar tampak normal. Namun pada pemeriksaan slit lamp ditemukan
terputus atau tiadanya meniscus air mata di tepian palpebral inferior. Benang-benang
mucus kental kekuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix konjungtiva inferior.
Pada konjungtiva bulbaris tidak Nampak kilauan yang normal dan mungkin
menebal, edema dan hiperemis.
Epitel kornea menunjukkan bercak-bercak pungtata halus di fissure interpalpebra
dalam berbagai derajat.
Gejala klinik pada pasien dengan xeroftalmia dapat dibagi 2:6
- Gejala reversible
o Xerosis konjungtiva: Pada stadium ini penderita merasakan tidak dapat
melihat di sore hari disertai rasa tidak nyaman pada mata seperti terasa panas.
o Xerosis kornea: Pada tahap ini perkembangan dari gangguan akibat defisiensi
vitamin A diantaranya pandangan mata menjadi kabur, penglihatan pasien
menurun pada ruangan terang dan pasien melihat halo pada sekitar objek.
o Bercak Bitot: benjolan yang berupa endapan kering dan berbusa yang
berwarna abu-keperakan berisi sisa-sisa epitel konjungtiva yang rusak
- Gejala irreversible seperti ulserasi kornea dan sikatrik
Mengenai lebih dari sepertiga dari permukaan kornea. Kerusakan lapisan sroma
pada tahap ini umumnya dapat menyebabkan kebutaan.
Gejala klinis: Pada tahap ini pasien tidak dapat melihat apapun (total blindness).
G. Diagnosa
8. Manifestasi Klinis8,14
Gejala yang dialami pasien berbeda beda, di antara nya buta senja, mata kering,
seperti tergores, kelilipan, gatal, sakit, mata merah, sensasi terbakar hingga
gangguan penglihatan dengan gambaran klinis yang dapat dilihat seperti
kekeruhan pada kornea.
Diagnosa juga ditegakkan dengan evaluasi riwayat pasien secara teliti
sehubungan dengan adanya penyakit yang menyertai atau mendasari defisiensi
vitamin A maupun dari hasil pemeriksaan fisik pada mata yang terlihat.
9. Pemeriksaan Fisik
21
Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung
maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk,
penyakitinfeksi, dan kelainan fungsi hati.
Yang terdiri dari :
- Antropometri: Pengukuran berat badan dan tinggi badan
- Penilaian Status gizi
- Periksa matanya apakah ada tanda-tanda xeroftalmia.
- Kelainan pada kulit : kering, bersisik
10. Pemeriksaan laboratorium20,21
- Pemeriksaan serum retinol dengan kromatografi pada keadaan defisiensi
protein maupun infeksi didapatkan kadar serum vitamin A umumnya akan
menurun dengan nilai serum retinol < 20 ug/dl.
- Total retinol binding protein (RBP). Pemeriksaan dilakukan dengan
imunologik assay. RBP merupakan komponen yang lebih stabil dari retinol
namun nilainya kurang akurat karena dipengaruhi oleh serum protein
- Kadar albumin < 2.5 mcg/dl pada penderita xeroftalmia
- Pemeriksaan darah rutin untuk menilai kemungkinan anemia dan infeksi
Skoring normal:21
Hematokrit: Laki-laki: 40% - 60%; Perempuan: 38% - 48%
Hemoglobin (g/dl): Laki-laki: 13,5 – 18,0 ; Perempuan: 12 – 16
Trombosit (sel-sel x 106/dl): 150 – 350
Leukosit (sel-sel x 103/dl): 4,5 – 11,0
11. Tes adaptasi gelap5,18,20
Jika pasien menabrak sesuatu ketika cahaya diremangkan tiba-tiba di dalam
ruangan maka kemungkinan pasien mengalami buta senja.
12. Sitologi impresi konjungtiva8,18
Dari pemeriksaan sitologi konjungtiva didapatkan keberadaan sel goblet dan sel-
sel epitel abnormal yang mengalami keratinisasi.
13. Uji Schirmer, untuk menilai kuantitas air mata, menilai kecepatan sekresi air
mata dengan memakai kertas filter Whatman 41 bergaris 5 mm–30 mm dan
salah satu ujungnya berlekuk berjarak 5 mm dari ujung kertas . Kertas lakmus
merah dapat juga dipakai dengan melihat perubahan warna. Perbedaan kertas
lakmus dengan kertas filter hanya sedikit. Rata–rata hasil bila memakai
22
Whatman 41 adalah 12 mm (1 mm–27 mm) sedangkan lakmus merah 10 mm (0
mm–27 mm).
a. Uji Schirmer I dilakukan tanpa anestesi topikal, ujung kertas berlekuk
diinsersikan ke sakus konjuntiva forniks inferior pada pertemuan medial dan
1/3 temporal palpebra inferior. Pasien dianjurkan menutup mata perlahan–
lahan tetapi sebagian peneliti menganjurkan mata tetap dibuka dan melihat
keatas. Lama pemeriksaan 5 menit dan diukur bagian kertas yang basah,
diukur mulai dari lekukan. Nilai normal adalah 10 mm–25 mm 11, 10 mm–
30 mm 12
b. Uji Schirmer II dengan penetesan anestesi topikal untuk menghilangkan
efek iritasi lokal pada sakkus konjuntiva. Kemudian syaraf trigeminus
dirangsang dengan memasukkan kapas lidi kemukosa nasal atau dengan zat
aromatik amonium, maka nilai schirmer akan bertambah oleh adanya reflek
sekresi. Pemeriksaan ini yang diukur adalah sekresi basal karena stimulasi
dasar terhadap refleks sekresi telah dihilangkan.
14. Pemeriksaan osmolaritas air mata, air mata mempunyai osmolaritas 302 + 6,3
mOsm/l pada individu normal, pada KCS osmolaritas air mata meningkat antara
330 dan 340 mOsm/l karena penurunan aliran dan peningkatan evaporasi dari air
mata. Osmolaritas air mata mempunyai sensitivitas 90 % dan spesifisitas 95 %,
sayang besarnya biaya dan terbatasnya mikroosmolmeter untuk mengukur
osmolaritas air mata mempunyai kegunaan klinis yang terbatas.
15. Pemeriksaan Stabilitas film air mata (Tear Film Break Up Time)8,18,19
Pada pasien xeroftalmia kekurangan musin berakibat tidak stabilnya lapisan air
mata yang mengakibatkan lapisan tersebut mudah pecah. Hal ini mengakibatkan
terbentuk “Bintik-bintik kering” dalam film air mata (meniskus) sehingga epitel
kornea atau konjungtiva terpajan ke dunia luar. Pada tes ini akan positif
didapatkan sel epitel yang rusak dilepaskan dari kornea sehingga meninggalkan
daerah-daerah yang kecil yang dapat dipulas dan daerah tersebut akan tampak
jika dibasahi flourescein
Pada mata normal, TBUT sekitar > 15 detik dan berkurang pada penggunaan
anastetik lokal, manipulasi mata atau dengan menahan palbebra tetap terbuka.
Pasien dengan TBUT kurang dari 3 detik dklasifikasikan dalam mata kering.
Jika terdapat defisiensi air, maka film air mata akan tampak lebih tipis.
16. Pemeriksaan kornea8
23
d. Pemulasan Fluorescein
Pada pasein xeroftalmia fluorescein akan didapatkan positif daerah-daerah
erosi dan terluka epitel kornea.
e. Pemulasan Bengal Rose
Pulasan bengal rose 1% didapatkan sel-sel epitel konjungtiva dan kornea
yang mati yang tidak dilapisi oleh musin secara adekuat dari daerah kornea.
f. Pemulasan lissamine hijau
Pemulasan lissamine hijau memiliki fungsi yang sama dengan bengal rose.
Didapatkan hasil positif sel-sel epitel yang mati pada penderita xeroftalmia.
H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Xeroftalmia disebabkan oleh defisiensi vitamin A dan sering dialami pada anak.
15-25% defisiensi vitamin A menyebabkan kebutaan total pada anak dan 58-60%
menyebabkan buta sebagian. Karenanya untuk meminimalkan resiko terjadinya
xeroftalmia pencegahan yang dapat kita lakukan antara lain:
a. Pendekatan jangka pendek
Pemberian vitamin A dosis tinggi secara berkala.
- < 6 bulan dan tidak memperoleh ASI:
pemberian vitamin A 50.000 IU sebelum bayi menginjak umur 6 bulan
- 6-12 bulan:
Pemberian vitamin A 100.000 IU tiap 3-6 bulan
- 1-6 tahun:
Pemberian vitamin A 200.000 IU dalam bentuk kapsul berbasis minyak
diberikan setiap 4-6 bulan
- Ibu menyusui:
Pemberian vitamin A satu kali sebanyak 20.000 IU setelah melahirkan
atau 2 bulan setelahnya
b. Pendekatan jangka menengah
Fortifikasi makanan dengan vitamin A seperti penambahan pada susu dan
mentega
c. Pendekatan jangka panjang
24
Meningkatkan pemberian makanan yang banyak mengandung vitamin A.
Terdapat 2 jenis makanan yang mengandung vitamin A yaitu:
Vitamin A yang berasal dari derivat hewani yang disebut retinol
merupakan suatu preformed vitamin A yang dapat langsung digunakan
oleh tubuh kita. Contohnya antara lain hati sapi atau ayam, minyak ikan,
susu, keju dan telur.
Vitamin A yang berasal dari buah-buahan ataupun sayuran termasuk
dalam bentuk provitamin A atau beta karoten yang nantinya akan
dikonversi menjadi retinol setelah masuk saluran pencernaan.contohnya
antara lain wortel, tomat, mangga, kentang manis, bayam dan sayuran
hijau lainnya.
2. Pengobatan
Secara garis besar pengobatan xeroftalmia tebagi menjadi 4 hal yaitu:
a. Memberi makanan TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
Umumnya penderita xeroftalmia merupakan penderita PEM karena itu
diperlukan pendapat ahli gizi untuk memperbaiki gizi anak dan dalam
membantu pengobatan penyakit infeksi yang diderita.
b. Mengobati penyakit infeksi ataupun gangguan yang mendasarinya
Umumya anak dengan defisiensi vitamin A diikuti dengan infeksi ataupun
gangguan-gangguan lainnya diantaranya campak, penyakit paru, gangguan
elektrolit, dehidrasi dan gastroentritis. Karenanya diperlukan juga pengobatan
terhadap penyakit-penyakit infeksi yang diderita anak.
c. Memberi vitamin A (dosis terapeutik)
Pemberian vitamin A yang dilarutkan dalam minyak dapat diberikan oral
sedangkan vitamin A yang dilarutkan dalam air dapat diberikan dalam bentuk
injeksi. Vitamin A dapat diberikan dengan dosis total 50.000-75.000 IU/kgBB
dengan dosis maksimal 400.000 IU. Pemberian vitamin A berdasarkan WHO
dijadwalkan sebagai berikut:
- Usia > 1 tahun:
200.000 IU secara oral atau 100.000 secara injeksi muskular perlu diberikan
segera dan diulang esoknya atau 4 minggu kemudian.
- Usia < 1 tahun atau berat badan < 8 kg:
Diberikan dosis setengah dari pasien diatas 1 tahun
25
- Wanita dalam usia reproduktif (baik hamil atau tidak):
Pada wanita yang menderita rabun senja, bercak bitot hingga xerosis
konjungtiva perlu diberikan vitamin A dengan dosis 100.000 IU secara oral
setiap harinya selama 2 minggu. Sedangkan pada penderita dengan
gangguan pada korneanya diberikan dosis vitamin A sesuai dengan dosis
pada anak diatas 1 tahun
d. Mengobati kelainan mata
Pada pasien dengan xeroftalmia terjadi kekeringan pada mata baik kornea
maupun konjungtiva disertai dengan gangguan retina karena itu perlu
diberikan terapi diantaranya:
- Air mata buatan yang diberikan tiap 3-4 jam. Terdapat beberapa jenis air
mata buatan diantaranya:
o Derivat selulosa untuk kasus ringan
o Alkohol povinil meningkatakan persistensi lapisan air mata dan
berguna untuk defisiensi mukus
o Sodium hyaluronat untuk perbaikan epitel kornea dan konjungtiva
o Ointment atau salep berguna sebagai pelumas jangka panjang dan dapat
diberikan sewaktu tidur. Telah terbukti aman dan efektif dalam
membantu proses penyembuhan. Sayangnya penggunaan obat ini
meninggalkan bekas.
- Antibiotik berupa topikal maupun sistemik. Antibiotik topikal yang dapat
diberikan seperti ciprofloxacin (0.3%) atau ofloxacin (0.3%). Sedangkan
antibiotik sisitemik yang dapat diberikan seperti ciprofloxacin 750 mg dua
kali dalam sehari atau sefalosporin.
26
BAB III
DISKUSI
3.1. Kesimpulan
Xeroftalmia merupakan suatu kelainan pada mata yang terjadi akibat defisiensi
vitamin A. Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan tetapi
kekurangan yang disertai pada kelaina pada mata umumnya terjadi pada anak
berusia 6 bulan samapai 4 tahun dan sering ditemukan pada anak dengan PEM
(protein energi malnutrisi).4 Gejala klinik yang ditemukan pada pasien
xerophtalmia berupa gangguan retina berupa rabun senja hingga kekeringan yang
terjadi pada konjungtiva dan kornea yang disebut juga xerosis.
Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO (1982), yaitu:
- XN
rabun senja, terjadi akibat gangguan pada retina sehubungan dengan adanya
defisiensi vitamin A.
- X1A
xerosis konjungtiva, umumnya tahap ini selalu diikuti dengan xerosis kornea.
Xerosis terjadi akibat adanya proses keratinisasi lapisan superfisial epitel tanpa
sel goblet yang disebabkan oleh defisiensi vitamin A. manifestasi klinis berupa
daerah konjungtiva yang kering, dan tampak kusam. Xerosis umumnya
berhubungan dengan penebalan, pengeriputan, dan pigmentasi pada konjungtiva.
xerosis biasanya terjadi pada konjungtiva bulbi didaerah celah kelopak kantus
eksternus. Bila mata digerakkan akan terlihat lipatan yang timbul pada
konjungtiva bulbi.
- X1B
bercak bitot (bitot’s spots), merupakan suatu lapisan putih ireguler seperti sabun
atau busa yang menutupi lesi xerosis konjungtiva, terdiri dari deskuamasi epitel
yang mengalami proliferasi dan keratinisasi disertai dengan pertumbuhan bakteri
(seperti corynobacterium xerosis) tanpa disertai sel goblet.
- X2
xerosis kornea, yaitu adanya keratopati pungtata superfisisal yang terjadi akibat
kekeringan pada daerah kornea. Manifestasi yang tampak berupa kekeruhan pada
27
kornea akibat adanya lapisan keratin. Pada tahap ini, perkembangan dari
gangguan akibat defisiensi vitamin A diantaranya pandangan mata menjadi kabur,
penglihatan pasien menurun pada ruangan terang, dan pasien melihat halo pada
sekitar objek. Pada pasien dengan xerosis kornea yang parah umumnya diikuti
dengan defisiensi protein.
- X3A
ulserasi kornea / keratomalasia yang mengenai kurang dari sepertiga dari
permukaan kornea. Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan lapisan stroma pada
kornea yang umumnya dari daerah inferior ke daerah sentral.
- X3B
ulserasi kornea / keratomalasia yang mengenai lebih dari sepertiga dari
permukaan kornea. Pada stadium ini mulai terlihat nekrosis pada kornea disertai
dengan vaskularisasi kedalamnya. Kerusakan lapisan sroma pada tahap ini
umumnya dapat menyebabkan kebutaan.
- XS
gejala sisa dari lesi kornea atau sikatriks kornea akibat dari proses perbaikan dari
lapisan stroma yang bisa terletak di tepi tanpa mengganggu penglihatan ataupun
di sentral yang dapat mengganggu.
- XF
Fundus xeroftalmia atau disertai kelainan fundus xeroftalmia yaitu dimana pada
fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang tersebar dalam retina,
umumnya terdapat di tepi sampai arkade vaskular temporal.
Terdapat 4 hal penting dalam penatalaksanaan xeroftalmia, yaitu:
a. Memberi makanan TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
b. Mengobati penyakit infeksi ataupun gangguan yang mendasarinya
c. Memberi vitamin A (dosis terapeutik)
Pemberian vitamin A berdasarkan WHO dijadwalkan sebagai berikut:
- Usia > 1 tahun:
200.000 IU secara oral atau 100.000 secara injeksi muskular perlu diberikan
segera dan diulang esoknya atau 4 minggu kemudian.
- Usia < 1 tahun atau berat badan < 8 kg:
Diberikan dosis setengah dari pasien diatas 1 tahun
- Wanita dalam usia reproduktif (baik hamil atau tidak):
28
Pada wanita yang menderita rabun senja, bercak bitot, hingga xerosis
konjungtiva, perlu diberikan vitamin A dengan dosis 100.000 IU secara oral
setiap harinya selama 2 minggu. Sedangkan pada penderita dengan gangguan
pada korneanya, diberikan dosis vitamin A sesuai dengan dosis pada anak
diatas 1 tahun
d. Mengobati kelainan mata
- Air mata buatan, diberikan tiap 3-4 jam jika terdapat kekeringan pada mata
- Retinoic acid 0.1%, satu hingga tiga kali dalam sehari untuk membantu proses
penyembuhan. Namun penggunaan obat ini meninggalkan bekas.
- Antibiotik, berupa topikal maupun sistemik jika terdapat xerosis kornea
ataupun ulkus kornea.
3.2. Saran
Vitamin A mempunyai peran penting dalam fungsi penglihatan, metabolism
umum, dan membantu dalam proses reproduksi. Karenanya sangat penting agar
kadar vitamin A dalam tubuh terpenuhi dalam tubuh terutama bagi anak-anak
diusia balita. Pada pasien yang sudah menderita xeroftalmia, pengobatan utama
yang diperlukan adalah vitamin A dengan dosis sesuai dengan usia pasien dan
apabila sudah terjadi kekeringan ataupun ulkus pada kornea maka diperlukan
pengobatan tambahan sesuai dengan gangguan yang terjadi pada mata pasien.
29