Rev Xeroftalmia

45
BAB I PENDAHULUAN Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan Nutrition Related Diseases yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang. KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua/ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan akan menyebabkan anak 1

Transcript of Rev Xeroftalmia

Page 1: Rev Xeroftalmia

BAB I

PENDAHULUAN

Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia

terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa

pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang

merupakan Nutrition Related Diseases yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan

fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan

epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang

umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di

negara berkembang.

KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein

(KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro

dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti

infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan

anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan

penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua/ibu tentang gizi

yang baik. Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini

sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan

akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana

keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup.

Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian yang

serius. Meskipun hasil survei Xeroftalmia (1992) menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria

WHO secara Klinis KVA di Indonesia sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (<

0,5%). Namun pada survei yang sama menunjukkan bahwa 50% balita masih menderita KVA

Sub Klinis (serum retinol < 20 ug/dl). Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak

pertengahan tahun 1997, dimana terjadi peningkatan kasus gizi buruk di berbagai daerah

mengakibatkan masalah KVA muncul kembali. Berdasarkan laporan dari beberapa propinsi

antara lain dari NTB dan Sumatera Selatan menunjukkan munculnya kembali kasus

Xeroftalmia mulai dari tingkat ringan sampai berat bahkan menyebabkan kebutaan.

1

Page 2: Rev Xeroftalmia

Ibarat fenomena gunung es dikhawatirkan kasus xeroftalmia masih banyak di

masyarakat yang belum ditemukan dan dilaporkan oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu,

penting sekali untuk mendeteksi secara dini dan menangani kasus xeroftalmia ini dengan

cepat dan tepat agar tidak terjadi kebutaan seumur hidup yang berakibat menurunnya kualitas

Sumber Daya Manusia.

1.1. Anatomi dan Fisiologi Mata3,7

A. Adneksa Mata

1. Alis Mata

2. Kelopak Mata

3. Apparatus Lakrimalis

Aparatus lakrimalis terdiri atas kelenjar lakrimal utama, kelenjar lakrimal

aksesorius, dan jalur lakrimal yang terdiri dari pungtum lakrimal, kanalikuli,

sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis. Kelenjar lakrimalis nantinya

berfungsi untuk mengeluarkan air mata.

- Kelenjar lakrimal utama terdiri atas :

a. Bagian orbita berbentuk kenari, terletak di dalam fossa glandula lakrimalis

di segmen temporal atas anterior orbita yang dipisahkan dari bagian

palpebra oleh kornu lateralis muskulus levator palpebra.

b. Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat diatas segmen temporal

forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimal, yang bermuara

pada sekitar 10 lubang kecil, menghubungkan bagian orbita dan palpebra

kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva superior.

- Kelenjar lakrimal aksesorius

a. Kelenjar Krause

Terletak dibalik konjungtiva palbebra, antara fornix dengan ujung dari

tarsal

b. Kelenjar Wolfring

Terletak dekat batas atas dari permukaan tarsal superior dan sepanjang

batas bawah tarsal inferior.

2

Page 3: Rev Xeroftalmia

B. Bola Mata

1. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak

bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:

1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus

2. Konjungtiva bulbi menutupi sclera

3. Konjungtiva forniks yang merupakan peralihan konjungtiva tarsal dengan

konjungtiva bulbi.

Secara histologi, lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima

lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel

konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan

mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa

bertingkat. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau

oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet

ke tepi dan diperlukan dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-

sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superficial dan di

dekat limbus dapat mengandung pigmen.

2. Sklera

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang

hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih

serta berbatasan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus

opticus di posterior. Permukaan luar sklera

3

Page 4: Rev Xeroftalmia

3. Kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus

cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan

terdiri atas lapis:

a. Epitel

Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan

menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel

basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di

depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat

pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila

terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari

ectoderm permukaan

b. Membran bowman

Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan

stroma. Membran bowman tidak mempunyai daya regenerasi

c. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian

perifer serat kolagen ini bercabang terbentuknya kembali serat kolagen

memakan waktu lama yang kadang – kadang sampai 15 bulan. Keratosit

merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara

serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat

kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

d. Membrane descement

Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya, bersifat sangat

elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempuyai tebal 40µm.

e. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besarnya 20-40

µm. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system

4

Page 5: Rev Xeroftalmia

pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjdai edema

kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

4. Retina

Retina melapisi dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina terdiri dari

10 lapisan dimulai dari sisi dalam keluar sebagai berikut:

1. Membran limitans retina

2. Lapisan serat saraf

3. Lapisan sel ganglion

4. Lapisan pleksiform dalam

5. Lapisan nukleus dalam

6. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat

sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

7. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang

8. Membran limitan eksterna

9. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan sel kerucut.

10.Epitelium pigmen retina.

Epitelium pigmen retina adalah suatu lapisan sel poligonal yang teratur, ke

arah ora serrata bentuk selnya menjadi lebih gepeng. Inti sel berbentuk kuboid

dengan sitoplasmanya kaya akan butir-butir melanin. Fungsi epitel pigmen

adalah

1. Menyerap cahaya dan mencegah terjadinya pemantulan.

2. Berperan dalam nutrisi fotoreseptor

3. Penimbunan dan pelepasan vitamin A

4. Berperan dalam proses pembentukan rhodopsin

Lapisan batang dan kerucut mengandung 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel

batang dan sel kerucut yang merupakan modifikasi sel saraf. Lapisan ini

mengandung badan sel batang dan kerucut. Sel batang merupakan sel khusus

yang ramping dengan segmen luar berbentuk silindris dengan panjang 28

mikrometer mengandung fotopigmen rhodopsin dan suatu segmen dalam yang

sedikit lebih panjang yaitu sekitar 32 mikrometer. Keduanya mempunyai

5

Page 6: Rev Xeroftalmia

ketebalan 1,5 mikrometer. Inti selnya terletak di dalam lapisan inti luar. Ujung

segmen luar tertanam dalam epitel pigmen. Segmen luar dan dalam

dihubungkan oleh suatu leher yang sempit. Dengan mikroskop electron segmen

luar tampak mengandung banyak lamel-lamel membran dengan diameter yang

seragam dan tersusun seperti tumpukan kue dadar. Sel batang ini di sebelah

dalam membentuk suatu simpul akhir yang mengecil pada bagian akhirnya

pada lapisan pleksiform luar yang disebut sferul batang (rod spherule). Sel

batang yang hanya teraktivasi dalam keadaan cahaya redup (dim light) sangat

sensitive terhadap cahaya. Sel ini dapat menghasilkan suatu sinyal dari satu

photon cahaya. Tetapi sel ini tidak dapat menghasilkan sinyal dalam cahaya

terang (bright light) dan juga tidak peka terhadap warna.

Cahaya yang masuk ke dalam retina diserap oleh rhodopsin, suatu

protein yang tersusun dari opsin (protein transmembran) yang terikat pada

aldehida vitamin A. Penyerapan cahaya ini akan menyebabkan isomerisasi

rhodopsin dan memisahkan opsin dari ikatannya dengan aldehida vitamin A

menjadi opsin bentuk aktif. Opsin bentuk aktif kemudian memfasilitasi

pengikatan guanosin triphosphate (GTP) dengan protein transducin. Kompleks

GTP-transducin ini kemudian mengaktifkan ensim cyclic guanosin

monophosphate phosphodiesterase suatu ensim yang berperan dalam

pembentukan senyawaan cyclic guanosin monophosphate (cGMP). Siklik

guanosin monophosphate (cGMP) ini berperan dalam pembukaan kanal

natrium di dalam plasmalema sel batang dan menyebabkan masuknya natrium

dari segmen luar sel batang menuju ke segmen dalam sel batang. Keadaan ini

akan menyebabkan hiperpolarisasi di segmen dalam sel batang dan merangsang

dilepaskannya neurotransmitter dari sel batang menuju ke sel bipolar. Oleh sel

bipolar rangsang kimiawi ini dirubah menjadi impuls listrik yang akan

diteruskan menuju ke sel ganglion untuk selanjutnya dikirim ke otak.

Sel-sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mampu mengubah

rangsang cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan lapisan serat saraf

retina melalui saraf optikus hingga akhirnya kekorteks penglihatan. Pada

retina perifer, makula pada retina berfungsi umtuk penglihatan sentral dan

warna (fotopik) sedangkan bagian lainnya yang sebagian besar terdiri dari

fotoreseptor batang, digunakan untuk penglihatan perifer dan malam

6

Page 7: Rev Xeroftalmia

(skotopik). Penglihatan siang hari diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, pada

waktu senja kombinasi sel kerucut dengan batang dan penglihatan malam hari

diperantarai oleh fotoreseptor batang.

1.2. Lapisan (Film) Air Mata7,13

Lapisan atau film air mata normal dari luar ke dalam terdiri dari lapisan lipid, lapisan

aqueous, lapisan lipid.

a. Lapisan lipid. Lapisan ini merupakan lapisan terluar yang dihasilkan dari kelenjar

meibomian, zeis, dan moll. Lapisan ini mencegah air mata yang berlebihan,

menghambat terjadinya evaporasi dan melubrikasi kelopak mata saat bergerak.

b. Lapisan aqueous. Lapisan ini merupakan penghasil terbesar film ar mata yang

mengandung air mata yang berasal dari kelenjar lakrimal utama dan kelenjar

aksesorius dan berfungsi untuk menyediakan nutrisi bagi kornea yang avaskular,

membantu dalam menyingkirkan kotoran ataupun debris dan melindungi permukaan

bola mata dari bakteri ataupun antigen lainnya. Air mata mengandung air dan

sejumlah kecil sodium klorida, gula, urea, protein, alkalin. Selain itu juga

mengandung antibakterial seperti lisozim, betalysin, dan laktoferrin.

c. Lapisan mukus (musin). Lapisan ini dihasilkan oleh sel goblet dan kelenjar Manz.

Lapisan ini berfungsi untuk membentuk lapisan pelindung hidrofilik tipis bagi

permukaan kornea, membasahi permukaan bola mata, dan mencegah mata

permukaan bola mata menjadi kering.

1.3. Penyakit pada Konjungtiva

1.3.1. Konjungtivitis4,8,12,14

Konjuntivitis dapat dibedakan berdasarkan penyebab dan keadaan klinisnya.

Berdasarkan penyebabnya antara lain:

- Konjungtivitis infeksi

a. Konjungtivitis bakteri

b. Konjungtivitis klamidia

c. Konjungtivitis viral

d. Konjungtivitis jamur

e. Konjungtivitis parasit

- Konjungtivitis alergi

7

Page 8: Rev Xeroftalmia

- Konjungtivitis akibat penyakit autoimun

a. Keratokonjungtivitis sika

Keratokonjungtivitis sika merupakan suatu keadaan keringnya

permukaan kornea dan konjungtiva.

Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan:

Gangguan produksi air mata

Defisiensi komponen musin

Gangguan fungsi kelopak mata

Epiteliopati pada kornea

b. Pemfigoid sikatrikal

- Konjungtivitis iritatif

- Keratokonjungtivitis karena sebab yang tidak diketahui

a. Folikulosis

b. Konjungtivitis folikular kronik

c. Psoriasis

d. Sindrom steven johnson

Berdasarkan keadaan klinisnya antara lain:

- Konjungtivitis mukopurulen

- Konjungtivitis purulen akut

- Konjungtivitis serosa

- Konjungtivitis simpel kronis

- Konjungtivitis angular

- Konjungtivitis pseudomembran

- Konjungtivitis papil

- Konjungtivitis folikular

- Oftalmia neonatorum

- Konjungtivitis granulomatosa

- Konjungtivitis ulseratif

- Konjungtivitis sikatriks

1.3.2. Kondisi simptomatik pada konjungtiva8

a. Konjungtiva hiperemis

8

Page 9: Rev Xeroftalmia

b. Kemosis Konjungtiva

c. Ekimosis Konjungtiva

d. Xerosis Konjungtiva

Merupakan suatu kondisi dimana konjungtiva menjadi kering dan kusam.

Konjungtiva normal dipertahankan kelembabannya dari sekresi kelenjar

aksesorius. Berdasarkan etiologi, xerosis dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

- Parenkimatosa xerosis

Gangguan ini muncul mengikuti Pembentukan sikatriks yang dapat

disebabkan antara lain oleh adanya destruksi pada konjungtivitis

interstitial yang dapat dilihat pada penyakit trakoma, konjungtivitis

membranosa diphteri, SJS, pempfigus atau konjungtivitis pemfigoid

- Epitelial xerosis

Timbul akibat adanya hipovitaminosis A. gejala xerosis dapat dilihat

bersamaan dengan gejala buta senja. Pengobatan dapat diberikan

preparat air mata buatan (0.7% metilseluosa atau 0.3% hipromelosa atau

polvinil alkohol)

e. Diskolorisasi konjungtiva

1.4. Keratitis

A. Definisi

Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus atau

jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena seperti

keratitis superficial dan profunda atau berdasasrkan penyebabnya yaitu keratitis

karena berkurangnya sekresi air mata, keracunan obat, reaksi alergi pada pemberian

obat topikal dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun.4

Pada keratitis sering timbul sakit akibat kornea bergesekan dengan palpebra. Karena

kornea berfungsi sebagai media refraksi dan media pembiasan sinar yang masuk ke

mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama bila

lesi terletak di sentral. Fotofobia terutama disebabkan oleh iris yang meradang.

Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau dan merasa ada yang

mengganjal atau kelilipan.4

B. Klasifikasi 4,15,17

Klasifikasi keratitis berdasarkan terbentuknya ulkus, sebagai berikut:

9

Page 10: Rev Xeroftalmia

a. Ulserasi Kornea

1. Berdasarkan lokasi

- Ulkus sentral

- Ulkus perifer

Yang termasuk dalam ulkus kornea perifer salah satunya adalah ulkus korna

akibat defisiensi vitamin A. ulkus korna tipikal pada avitaminosis A trletak

disntral dan bersifat bilatral, berwarna kelabu, indolen dan disertai dengan

hilangnya kilau kornea. Selain itu, kornea juga melunak dan mengalami

nekrotik (disebut “keratomalasia”), sering timbul perforasi, terbentuknya

gambaran bercak bitot. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan perubahan

sistem imun meliputi fungsi barier sehingga terjadi perubahan metaplasia

skuamosa dan keratinisasi serta perubahan membran mukosa yang normal

pada konjungtiva, saluran pernapasan dan saluran urogenital.

2. Berdasarkan purulensi

- Ulkus purulen

- Ulkus non purulen

3. Sehubungan dengan hipopion

- Ulkus simpel

- Ulkus hipopion

4. Berdasarkan kedalaman ulkus

- Ulkus perifer

- Ulkus dalam

- Ulkus dikuti dengan perforasi

- Perforasi ulkus

b. Non-ulserasi Kornea

1. Keratitis superfsial

- Keratitis difusa superfisial

- Keratitis pungtata superfisial4

Gambaran: infiltrat halus berupa titik-titik putih pada permukaan kornea.

Dapat disebabkan karena sindrom dry eye, blefaritis, keratopati lagoftalmus,

keracunan obat topikal, pemakaian lensa kontak, dll.

2. Keratitis letak dalam

- non supuratif

o Keratitis interstitial

10

Page 11: Rev Xeroftalmia

o Keratitis disiformis

o Keratitis Profunda

o Keratitis sklerotikan

- supuratif

o Abses sentral kornea

o Abss kornea posterior

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya yaitu:

1. keratitis infeksi

- Bakteri

- Virus

- Jamur

- Klamidia

- Protozoa

- spirochaeta

2. keratitis alergi

- keratitis Phlyctenular

- keratitis vernal

- keratitis atopik

3. keratitis tropik

- keratitis pajanan

- keratitis neuroparalitik

- keratomalasia17

pada gangguan ini terjadi kerusakan lapisan stroma. Gangguan yang terjadi berpa

kornea yang melunak, nekrotik dan sering timbul perforasi

- ulkus ateroma

4. keratitis terkait dengan penyakit kulit dan membran mukus

5. keratitis terkait dengan gangguan vaskular dan kolagen

6. keratitis akibat trauma

7. keratitis idiopatik

1.5. Penyakit pada Retina

1.5.1. Penyakit pada Makula9

a. Degenerasi makula terkait dengan usia

11

Page 12: Rev Xeroftalmia

b. Degenerasi makula noneksudatif

c. Degenerasi makula eksudatif

d. Korioretinopati serosa sentralis

e. Edema makula

f. Gangguan peradangan yang mengenai makula

g. Angioid streaks/coreng angioid

h. Degenerasi makula miopik

i. Membran makula epiretina

j. Makulopati traumatik

k. Distrofi makula

1.5.2. Penyakit Retina Perifer9

a. Ablasio retina

b. Retinopati prematuritas

c. Degenerasi retina

- Retinitis pigmentosa

Penyakit ini merupakan gangguan herediter yang ditandai denga

disfungis progresif fotoreseptor terutama sel batang. Gejala pada RP

antara lain buta senja dan gangguan lapangan pandang.

- Amourosis kongenital leber

- Atrofi girata

- Atrofi korioretina perifer

- Degenerasi lattice

1.5.3. Penyakit Pembuluh Retina9

a. Retinopati diabetes

b. Sumbatan arteri retina sentralis

c. Sumbatan sumbatan retina cabang

d. Sumbatan vena retina sentralis

e. Sumbatan vena retina cabang

f. Makroaneurisma retinol retina

1.5.4. Defek Penglihatan Warna9

Defek penglihatan warna dapat bersifat kongenital atau didapat. Defek

penglihatan warna yang bersifat kongenital umumnya mengenai kedua mata

dengan tingkat keparahan yang setara sedangkan defek yang didapat, tingkat

keparahan umumnya tidaka setara natara mata satu dengan yang lainnya.

12

Page 13: Rev Xeroftalmia

1.5.5. Tumor Intraokular9

a. Tumor jinak primer

Contohnya anatara lain angioma retina dan hamartoma astrositik

b. Tumor ganas primer

Contohnya adalah retinoblastoma, yang umumnya terjad pada anak-anak.

2. Vitamin A

Vitamin A diperoleh dari asupan makanan yang mengandung vitamin A. Terdapat 3

bentuk vitamin A yang penting bagi tubuh yaitu retinol, beta karoten, dan karotenoid.

Dalam tubuh retinol merupakan bentuk dominan dari vitamin A. Begitu diserap dalam

saluran pencernaan, vitamin A dibawa ke hati untuk disimpan.10 Saat dibutuhkan,

vitamin A akan dilepas dalam bentuk retinol yang akan berikatan dengan protein,

bentuk dari ikatan tersebut disebut juga retinol binding protein (RBP). RBP nantinya

akan berikatan dengan sel-sel reseptor yang dituju kemudian protein akan melepaskan

retinol ehingga dapat masuk kedalam sel yang dituju.17

Pada proses penglihatan vitamin A berperan dalam kerja retina, pembentukan cairan

yang melapisi permukaan bola mata, serta dalam pertumbuhan sel-sel epitel.10

Vitamin A berperan sebagai retinal (retinene) yang merupakan komponen dari zat

penglihat rhodopsin. Rhodopsin ini mempunyai bagian protein yang disebut opsin yang

menjadi rhodopsin setelah bergabung dengan retinene. Rhodopsin merupakan zat yang

dapat menerima rangsang cahaya dan mengubah energi cahaya menjadi energi

biolistrik yang merangsang indera penglihatan. Rhodopsin terdapat pada bagian batang

(rods) dari sel-sel retina. Dalam cones (kerucut) terdapat zat sejenis yang komponen

proteinnya berbeda dengan opsin; zat penglihat yang terdapat di dalam cones disebut

porphyropsin.1

3. Diagnosa pada pasien xerophtalmia

Diagnosa pada pasien dengan xeroftalmia, diagnosa ditegakkan melalui:

1. Anamnesis

Keluhan pada pasien umumnya tergantung pada tahap mana gejala yang dialami,

gambaran klinis yang dapat dilihat. Perlu juga dilakukan evaluasi riwayat pasien

secara teliti.

2. Pemeriksaan Fisik

13

Page 14: Rev Xeroftalmia

Diagnosa xeroftalmia juga dapat diperoleh dari gambaran klinis yang dapat

ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien yaitu keadaan dari mata pasien saat ini.

3. Pemeriksaan laboratorium10

- Pemeriksaan serum retinol dengan kromatografi.

- Total retinol binding protein (RBP), namun nilainya kurang akurat karena

dipengaruhi oleh serum protein

- Kadar albumin untuk mengukur kadar vitamin A secara tidak langsung

- Pemeriksaan darah rutin untuk menilai kemungkinan adanya anemia, dan infeksi

4. Tes adaptasi gelap5,18

Tes dilakukan pada pasien yang sebelumnya mendapat penyinaran terang, dilihat

kemampuan melihatnya setelah sekitarnya digelapkan dan perlahan-lahan dinaikkan

intensitas sumber sinarnya.

5. Sitologi impresi konjungtiva18

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui abnormalitas dari lapisan epitel.

6. Pemeriksaan Stabilitas film air mata (Tear Film Break Up Time)8,19

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan kadar musin dalam cairan air mata.

Kekurangan musin berakibat tidak stabilnya lapisan air mata yang mengakibatkan

lapisan tersebut mudah pecah. Hal ini mengakibatkan terbentuk “Bintik-bintik

kering” dalam film air mata (meniskus) sehingga epitel kornea atau konjungtiva

terpajan ke dunia luar. Proses ini akhirnya akan merusak sel-sel epitel yang dapat

diperiksa dengan bengal rose. Prosedur pemeriksaan yaitu:19

- fluorescein 2% atau strip fluorescein yang dibasahi dengan saline ditanamkan

pada fornix posterior

- pasien diminta untuk mengedipkan mata beberapa kali

- kemudian pasien diminta untuk menahan mata agar tidak berkedip

- Lapisan air mata diperiksa dengan sinar luas dan filter cobalt pada slitlamp,

setelah beberapa waktu muncul black spot atau garis yang muncul pada lapisan

yang terwarna fluoresen, dimana hal ini mengindikasikan pembentukan area yang

kering.

- TBUT merupakan interval antara kedipan terakhir hingga munculnya dry spot

pertama yang letaknya acak.

7. Pemeriksaan kornea8

a. Pemulasan Fluorescein

14

Page 15: Rev Xeroftalmia

Pemeriksaan dengan cara menyentuh konjungtiva dengan kertas kering

berfluorescein. Pemeriksaan dilakukan sebagai indikator derajat basahnya mata

dan untuk melihat meniskus air mata. Pemeriksaan dengan menempelkan kertas

saring pada konjungtiva kemudian meneteskan 1 tetes saline untuk mensaturasi

pewarnaan. Fluorescein akan memulas daerah-daerah erosi dan terluka selain

defek mikroskopis epitel kornea.

b. Pemulasan Bengal Rose

Pulasan bengal rose 1% memulas sel-sel epitel yang konjungtiva dan kornea

yang mati, terganggu dan juga sel-sel yang sehat yang tidak dilapisi oleh musin

secara adekuat dari daerah kornea.. Kerugian dari pemeriksaan ini umumnya zat

bengal rose menyebabkan iritasi.

c. Pemulasan lissamine hijau

Pemulasan lissamine hijau memiliki fungsi yang sama dengan bengal rose,

namun pulasan ini tidak nyata menimbulkan iritasi seperti bengal rose.

15

Page 16: Rev Xeroftalmia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Xeroftalmia

A. Definisi

Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A

termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang

dapat berakibat kebutaan. Xeroftalmia berasal dari bahasa Yunani (xeros=kering;

Opthalmos=mata) yang berarti kekeringan pada mata akibat mata gagal

memproduksi air mata atau yang dikenal dengan dry eye yang mengakibatkan

konjungtiva dan kornea kering.3

B. Etiologi

Penyebab terjadinya xeroftalmia adalah karena kurangnya Vitamin A.

Factor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di Indonesia:

1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup Vitamin A atau Pro

Vitamin A untuk jangka waktu yang lama

2. Bayi tidak diberikan ASI eksklusif

3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, Zn/seng atau zat

gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan Vitamin A dan penyerapan

Vitamin A dalam tubuh

4. Adanya gangguan penyerapan Vitamin A atau Pro Vitamin A seperti pada

penyekit-penyakit antara lain, diare kronik, KEP dan lain-lain.

5. Adanya kerusakan hati seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronis,

menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-

albumin yang penting dalam penyerapan Vitamin A.

C. Klasifikasi

Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO (1982) yaitu:

- XN (Rabun Senja)1

16

Page 17: Rev Xeroftalmia

Terjadi akibat gangguan pada retina sehubungan dengan adanya defisiensi

vitamin A. Dari sudut fungsi terjadi hemeralopia atau nictalopia yang oleh awam

disebut buta senja atau buta ayam (kotokan) yaitu ketidaksanggupan melihat pada

cahaya remang-remang. Disebut buta senja karena terjadi bila sore hari (senja)

anak masuk dari luar (cahaya terang) ke serambi rumah (cahaya remang-remang).

- X1A (Xerosis Konjungtiva)16,17,20,22

Umumnya tahap ini selalu diikuti dengan xerosis kornea. Xerosis terjadi akibat

proses keratinisasi lapisan superfisial epitel tanpa sel goblet yang disebabkan oleh

defisiensi vitamin A.

Manifestasi klinis: Daerah konjungtiva tampak kering dan kusam. Xerosis

umumnya berhubungan dengan penebalan, pengeriputan, dan pigmentasi pada

konjungtiva. Xerosis biasanya terjadi pada konjungtiva bulbi di daerah celah

kelopak kantus eksternus. Bila mata digerakkan akan terlihat lipatan yang timbul

pada konjungtiva bulbi.

- X1B (Bercak Bitot / bitot’s spot)4,16,22

Merupakan suatu lapisan putih ireguler seperti sabun atau busa yang menutupi

lesi xerosis konjungtiva terdiri dari deskuamasi epitel yang mengalami proliferasi

dan keratinisasi disertai dengan pertumbuhan bakteri (seperti corynobacterium

xerosis) tanpa disertai sel goblet.

Manifestasi klinis: Terdapat bercak putih kekuningan seperti busa atatu sabun

yang umumnya bilateral dengan letak temporal ke arah limbus.

http://motherchildnutrition.org/picture

- X2 (Xerosis Kornea)4,16,17,22

Xerosis kornea yaitu adanya keratopati pungtata superfisisal yang terjadi akibat

kekeringan pada daerah kornea. Pada pasien dengan xerosis kornea yang parah

umumnya diikuti dengan defisiensi protein.

17

Page 18: Rev Xeroftalmia

Manifestasi klinis: Pada mata pasien yang tampak berupa kekeruhan pada kornea

akibat adanya lapisan keratin. Kekeruhan akan lebih tampak jelas ketika mata di

tahan untuk berkedip karena pada saat itu film air mata mempunyai waktu untuk

menjadi kering sehingga dapat memperlihatkan lapisan dibawahnya.

- X3A (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,22

Mengenai kurang dari sepertiga dari permukaan kornea.

Manifestasi klinis: Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan lapisan stroma pada

kornea yang umumnya dari daerah inferior ke daerah sentral.

- X3B (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,20,22

Mengenai lebih dari sepertiga dari permukaan kornea. Kerusakan lapisan sroma

pada tahap ini umumnya dapat menyebabkan kebutaan.

Manifestasi klinis: Pada stadium ini mulai terlihat nekrosis pada kornea disertai

dengan vaskularisasi kedalamnya. Manifestasi klinis berupa ulserasi yang

melebihi stadium sebelumnya atau edema pada kornea disertai dengan penonjolan

disekitarnya, dapat juga terjadi luluhnya kornea dengan kompilt yang berakhir

dengan stafiloma kornea atau ptisis.

- XS (Xeroftalmia Scar)4,16,20,22

Gejala sisa dari lesi kornea atau sikatriks kornea akibat dari proses perbaikan dari

lapisan stroma yang bisa terletak di tepi ataupun di sentral.

Manifestasi klinis: Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak

mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa

sikatrik atau jaringan parut.

http://webeye.ophth.uiowa.edu.com/picture

- XF (Xeroftalmia Fundus)4,16

Fundus xeroftalmia atau disertai kelainan fundus xeroftalmia yaitu dimana pada

fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang tersebar dalam retina,

umumnya terdapat di tepi sampai arkade vaskular temporal. Pada bagian ini

hanya dapat diamati dengan funduskopi

18

Page 19: Rev Xeroftalmia

Gambar 5

D. Epidemiologi6,20

Xeroftalmia merupakan salah satu dampak dari kekurangan vitamin A yang

umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama

kebutaan di negara berkembang. KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang

menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk akibat kurangnya konsumsi

makanan (< 80 % AKG) sehingga asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi

mikro dalam hal ini vitamin A. 15-25% anak yang menderita KVA mengalami

kebutaan total dan 58-60% mengalami buta sebagian. Anak yang menderita KVA

mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak,

cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun

masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup karena

kurangnya pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik ataupun gangguan

penyerapan di saluran cerna. Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih

membutuhkan perhatian yang serius. Survei menunjukkan bahwa 50% balita masih

menderita KVA Sub Klinis (serum retinol < 20 ug/dl).

Pada tahun 1994 Pemerintah Indonesia mendapat penghargaan ÓHelen Keller

AwardÓ, karena mampu menurunkan prevalensi xeroftalmia sampai 0,3%.

Keberhasilan tersebut berkat program penanggulangan KVA dengan suplemen

kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (merah) sebanyak 2 kali setahun pada

bulan Februari dan Agustus yang ditujukan kepada anak balita (1-5 tahun) dan 1

kapsul pada ibu nifas (< 30 hari sehabis melahirkan). Setelah tahun 1997 kemudian

sasaran diperluas kepada bayi umur 6 – 11 bulan dengan pemberian kapsul vitamin

A dosis 100.000 SI (biru). Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak

pertengahan tahun 1997 dimana terjadi peningkatan kasus gizi buruk di berbagai

daerah mengakibatkan masalah KVA muncul kembali. Berdasarkan laporan dari

beberapa propinsi antara lain dari NTB dan Sumatera Selatan menunjukkan

munculnya kembali kasus Xeroftalmia mulai dari tingkat ringan sampai berat.

E. Patofisiologi1,2

19

Page 20: Rev Xeroftalmia

Gejala kekeringan mata pada defisiensi vitamin A yang disebut xeroftalmia berturut-

turut terdiri atas buta senja, xerosis conjunctiva dan xerosis kornea yaitu kekeringan

epitel biji mata dan kornea karena sekresi glandula lacrimalis menurun. Kornea

kemudian mengoreng karena sel-selnya menjadi lunak disebut keratomalasia dan

dapat mengakibatkan kebutaan. Pada penyembuhan luka kornea ini dapat terjadi

luka parut yang terdiri atas jaringan yang tidak tembus cahaya. Luka parut ini

kadang-kadang membonjol keputihan (atau kemerahan) disebut leucoma (biji

kapas). Terdapat kelainan pada sklera di sebelah lateral dari kornea yang disebut

bercak Bitot. Kelainan ini tampak sebagai kumpulan gelembung-gelembung busa

sabun yang dapat dihapus dengan kapas dan meninggalkan epitel kering dengan

pigmen kecoklatan.

Xeroftalmia dibagi dalam 4 stadium yaitu stadium I (hemeralopia), stadium II

(xerosis konjungtiva dengan atau tanpa hemeralopia dengan atau tanpa bercak

Bitot), stadium III (stadium II ditambah xerosis kornea dan sering disertai ulkus

kornea), stadium IV (keratomalasi). Pada stadium III dapat timbul ulkus kornea dan

pada stadium IV kornea menjadi lembek seperti bubur berwarna keputih-putihan dan

mudah mengalami perforasi. Umumnya keratomalasia timbul pada anak dengan

defisiensi vitamin A kronis yang menderita campak atau penyakit berat lainnya.

Penderita xeroftalmia sering juga ditemukan pada penderita malnutrisi energi

protein.

Ciri histopatologis dari xeroftalmia berupa timbulnya bintik-bintik kering pada epitel

kornea dan konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva,

pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan

peningkatan keratinisasi.

F. Gejala dan Manifestasi Klinis

Xeroftalmia merupakan suatu kelainan pada mata yang terjadi akibat defisiensi

vitamin A. Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA

yang telah berlangsung lama. Gejala paling sering yang dikeluhkan adalah sensasi

tergores (scratchy) atau berpasir. Gejala umum lainnya adalah gatal, sektersi mucus

berlebih, ketidakmampuan menghasilkan ait mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas,

kemerahan, sakit, dan sulit menggerakkan papebra.

20

Page 21: Rev Xeroftalmia

Pada kebanyakan pasien, manifestasi klinik yang dijumpai adalah tampilan mata

yang secara kasar tampak normal. Namun pada pemeriksaan slit lamp ditemukan

terputus atau tiadanya meniscus air mata di tepian palpebral inferior. Benang-benang

mucus kental kekuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix konjungtiva inferior.

Pada konjungtiva bulbaris tidak Nampak kilauan yang normal dan mungkin

menebal, edema dan hiperemis.

Epitel kornea menunjukkan bercak-bercak pungtata halus di fissure interpalpebra

dalam berbagai derajat.

Gejala klinik pada pasien dengan xeroftalmia dapat dibagi 2:6

- Gejala reversible

o Xerosis konjungtiva: Pada stadium ini penderita merasakan tidak dapat

melihat di sore hari disertai rasa tidak nyaman pada mata seperti terasa panas.

o Xerosis kornea: Pada tahap ini perkembangan dari gangguan akibat defisiensi

vitamin A diantaranya pandangan mata menjadi kabur, penglihatan pasien

menurun pada ruangan terang dan pasien melihat halo pada sekitar objek.

o Bercak Bitot: benjolan yang berupa endapan kering dan berbusa yang

berwarna abu-keperakan berisi sisa-sisa epitel konjungtiva yang rusak

- Gejala irreversible seperti ulserasi kornea dan sikatrik

Mengenai lebih dari sepertiga dari permukaan kornea. Kerusakan lapisan sroma

pada tahap ini umumnya dapat menyebabkan kebutaan.

Gejala klinis: Pada tahap ini pasien tidak dapat melihat apapun (total blindness).

G. Diagnosa

8. Manifestasi Klinis8,14

Gejala yang dialami pasien berbeda beda, di antara nya buta senja, mata kering,

seperti tergores, kelilipan, gatal, sakit, mata merah, sensasi terbakar hingga

gangguan penglihatan dengan gambaran klinis yang dapat dilihat seperti

kekeruhan pada kornea.

Diagnosa juga ditegakkan dengan evaluasi riwayat pasien secara teliti

sehubungan dengan adanya penyakit yang menyertai atau mendasari defisiensi

vitamin A maupun dari hasil pemeriksaan fisik pada mata yang terlihat.

9. Pemeriksaan Fisik

21

Page 22: Rev Xeroftalmia

Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung

maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk,

penyakitinfeksi, dan kelainan fungsi hati.

Yang terdiri dari :

- Antropometri: Pengukuran berat badan dan tinggi badan

- Penilaian Status gizi

- Periksa matanya apakah ada tanda-tanda xeroftalmia.

- Kelainan pada kulit : kering, bersisik

10. Pemeriksaan laboratorium20,21

- Pemeriksaan serum retinol dengan kromatografi pada keadaan defisiensi

protein maupun infeksi didapatkan kadar serum vitamin A umumnya akan

menurun dengan nilai serum retinol < 20 ug/dl.

- Total retinol binding protein (RBP). Pemeriksaan dilakukan dengan

imunologik assay. RBP merupakan komponen yang lebih stabil dari retinol

namun nilainya kurang akurat karena dipengaruhi oleh serum protein

- Kadar albumin < 2.5 mcg/dl pada penderita xeroftalmia

- Pemeriksaan darah rutin untuk menilai kemungkinan anemia dan infeksi

Skoring normal:21

Hematokrit: Laki-laki: 40% - 60%; Perempuan: 38% - 48%

Hemoglobin (g/dl): Laki-laki: 13,5 – 18,0 ; Perempuan: 12 – 16

Trombosit (sel-sel x 106/dl): 150 – 350

Leukosit (sel-sel x 103/dl): 4,5 – 11,0

11. Tes adaptasi gelap5,18,20

Jika pasien menabrak sesuatu ketika cahaya diremangkan tiba-tiba di dalam

ruangan maka kemungkinan pasien mengalami buta senja.

12. Sitologi impresi konjungtiva8,18

Dari pemeriksaan sitologi konjungtiva didapatkan keberadaan sel goblet dan sel-

sel epitel abnormal yang mengalami keratinisasi.

13. Uji Schirmer, untuk menilai kuantitas air mata, menilai kecepatan sekresi air

mata dengan memakai kertas filter Whatman 41 bergaris 5 mm–30 mm dan

salah satu ujungnya berlekuk berjarak 5 mm dari ujung kertas . Kertas lakmus

merah dapat juga dipakai dengan melihat perubahan warna. Perbedaan kertas

lakmus dengan kertas filter hanya sedikit. Rata–rata hasil bila memakai

22

Page 23: Rev Xeroftalmia

Whatman 41 adalah 12 mm (1 mm–27 mm) sedangkan lakmus merah 10 mm (0

mm–27 mm).

a. Uji Schirmer I dilakukan tanpa anestesi topikal, ujung kertas berlekuk

diinsersikan ke sakus konjuntiva forniks inferior pada pertemuan medial dan

1/3 temporal palpebra inferior. Pasien dianjurkan menutup mata perlahan–

lahan tetapi sebagian peneliti menganjurkan mata tetap dibuka dan melihat

keatas. Lama pemeriksaan 5 menit dan diukur bagian kertas yang basah,

diukur mulai dari lekukan. Nilai normal adalah 10 mm–25 mm 11, 10 mm–

30 mm 12

b. Uji Schirmer II dengan penetesan anestesi topikal untuk menghilangkan

efek iritasi lokal pada sakkus konjuntiva. Kemudian syaraf trigeminus

dirangsang dengan memasukkan kapas lidi kemukosa nasal atau dengan zat

aromatik amonium, maka nilai schirmer akan bertambah oleh adanya reflek

sekresi. Pemeriksaan ini yang diukur adalah sekresi basal karena stimulasi

dasar terhadap refleks sekresi telah dihilangkan.

14. Pemeriksaan osmolaritas air mata, air mata mempunyai osmolaritas 302 + 6,3

mOsm/l pada individu normal, pada KCS osmolaritas air mata meningkat antara

330 dan 340 mOsm/l karena penurunan aliran dan peningkatan evaporasi dari air

mata. Osmolaritas air mata mempunyai sensitivitas 90 % dan spesifisitas 95 %,

sayang besarnya biaya dan terbatasnya mikroosmolmeter untuk mengukur

osmolaritas air mata mempunyai kegunaan klinis yang terbatas.

15. Pemeriksaan Stabilitas film air mata (Tear Film Break Up Time)8,18,19

Pada pasien xeroftalmia kekurangan musin berakibat tidak stabilnya lapisan air

mata yang mengakibatkan lapisan tersebut mudah pecah. Hal ini mengakibatkan

terbentuk “Bintik-bintik kering” dalam film air mata (meniskus) sehingga epitel

kornea atau konjungtiva terpajan ke dunia luar. Pada tes ini akan positif

didapatkan sel epitel yang rusak dilepaskan dari kornea sehingga meninggalkan

daerah-daerah yang kecil yang dapat dipulas dan daerah tersebut akan tampak

jika dibasahi flourescein

Pada mata normal, TBUT sekitar > 15 detik dan berkurang pada penggunaan

anastetik lokal, manipulasi mata atau dengan menahan palbebra tetap terbuka.

Pasien dengan TBUT kurang dari 3 detik dklasifikasikan dalam mata kering.

Jika terdapat defisiensi air, maka film air mata akan tampak lebih tipis.

16. Pemeriksaan kornea8

23

Page 24: Rev Xeroftalmia

d. Pemulasan Fluorescein

Pada pasein xeroftalmia fluorescein akan didapatkan positif daerah-daerah

erosi dan terluka epitel kornea.

e. Pemulasan Bengal Rose

Pulasan bengal rose 1% didapatkan sel-sel epitel konjungtiva dan kornea

yang mati yang tidak dilapisi oleh musin secara adekuat dari daerah kornea.

f. Pemulasan lissamine hijau

Pemulasan lissamine hijau memiliki fungsi yang sama dengan bengal rose.

Didapatkan hasil positif sel-sel epitel yang mati pada penderita xeroftalmia.

H. Penatalaksanaan

1. Pencegahan

Xeroftalmia disebabkan oleh defisiensi vitamin A dan sering dialami pada anak.

15-25% defisiensi vitamin A menyebabkan kebutaan total pada anak dan 58-60%

menyebabkan buta sebagian. Karenanya untuk meminimalkan resiko terjadinya

xeroftalmia pencegahan yang dapat kita lakukan antara lain:

a. Pendekatan jangka pendek

Pemberian vitamin A dosis tinggi secara berkala.

- < 6 bulan dan tidak memperoleh ASI:

pemberian vitamin A 50.000 IU sebelum bayi menginjak umur 6 bulan

- 6-12 bulan:

Pemberian vitamin A 100.000 IU tiap 3-6 bulan

- 1-6 tahun:

Pemberian vitamin A 200.000 IU dalam bentuk kapsul berbasis minyak

diberikan setiap 4-6 bulan

- Ibu menyusui:

Pemberian vitamin A satu kali sebanyak 20.000 IU setelah melahirkan

atau 2 bulan setelahnya

b. Pendekatan jangka menengah

Fortifikasi makanan dengan vitamin A seperti penambahan pada susu dan

mentega

c. Pendekatan jangka panjang

24

Page 25: Rev Xeroftalmia

Meningkatkan pemberian makanan yang banyak mengandung vitamin A.

Terdapat 2 jenis makanan yang mengandung vitamin A yaitu:

Vitamin A yang berasal dari derivat hewani yang disebut retinol

merupakan suatu preformed vitamin A yang dapat langsung digunakan

oleh tubuh kita. Contohnya antara lain hati sapi atau ayam, minyak ikan,

susu, keju dan telur.

Vitamin A yang berasal dari buah-buahan ataupun sayuran termasuk

dalam bentuk provitamin A atau beta karoten yang nantinya akan

dikonversi menjadi retinol setelah masuk saluran pencernaan.contohnya

antara lain wortel, tomat, mangga, kentang manis, bayam dan sayuran

hijau lainnya.

2. Pengobatan

Secara garis besar pengobatan xeroftalmia tebagi menjadi 4 hal yaitu:

a. Memberi makanan TKTP (tinggi kalori tinggi protein)

Umumnya penderita xeroftalmia merupakan penderita PEM karena itu

diperlukan pendapat ahli gizi untuk memperbaiki gizi anak dan dalam

membantu pengobatan penyakit infeksi yang diderita.

b. Mengobati penyakit infeksi ataupun gangguan yang mendasarinya

Umumya anak dengan defisiensi vitamin A diikuti dengan infeksi ataupun

gangguan-gangguan lainnya diantaranya campak, penyakit paru, gangguan

elektrolit, dehidrasi dan gastroentritis. Karenanya diperlukan juga pengobatan

terhadap penyakit-penyakit infeksi yang diderita anak.

c. Memberi vitamin A (dosis terapeutik)

Pemberian vitamin A yang dilarutkan dalam minyak dapat diberikan oral

sedangkan vitamin A yang dilarutkan dalam air dapat diberikan dalam bentuk

injeksi. Vitamin A dapat diberikan dengan dosis total 50.000-75.000 IU/kgBB

dengan dosis maksimal 400.000 IU. Pemberian vitamin A berdasarkan WHO

dijadwalkan sebagai berikut:

- Usia > 1 tahun:

200.000 IU secara oral atau 100.000 secara injeksi muskular perlu diberikan

segera dan diulang esoknya atau 4 minggu kemudian.

- Usia < 1 tahun atau berat badan < 8 kg:

Diberikan dosis setengah dari pasien diatas 1 tahun

25

Page 26: Rev Xeroftalmia

- Wanita dalam usia reproduktif (baik hamil atau tidak):

Pada wanita yang menderita rabun senja, bercak bitot hingga xerosis

konjungtiva perlu diberikan vitamin A dengan dosis 100.000 IU secara oral

setiap harinya selama 2 minggu. Sedangkan pada penderita dengan

gangguan pada korneanya diberikan dosis vitamin A sesuai dengan dosis

pada anak diatas 1 tahun

d. Mengobati kelainan mata

Pada pasien dengan xeroftalmia terjadi kekeringan pada mata baik kornea

maupun konjungtiva disertai dengan gangguan retina karena itu perlu

diberikan terapi diantaranya:

- Air mata buatan yang diberikan tiap 3-4 jam. Terdapat beberapa jenis air

mata buatan diantaranya:

o Derivat selulosa untuk kasus ringan

o Alkohol povinil meningkatakan persistensi lapisan air mata dan

berguna untuk defisiensi mukus

o Sodium hyaluronat untuk perbaikan epitel kornea dan konjungtiva

o Ointment atau salep berguna sebagai pelumas jangka panjang dan dapat

diberikan sewaktu tidur. Telah terbukti aman dan efektif dalam

membantu proses penyembuhan. Sayangnya penggunaan obat ini

meninggalkan bekas.

- Antibiotik berupa topikal maupun sistemik. Antibiotik topikal yang dapat

diberikan seperti ciprofloxacin (0.3%) atau ofloxacin (0.3%). Sedangkan

antibiotik sisitemik yang dapat diberikan seperti ciprofloxacin 750 mg dua

kali dalam sehari atau sefalosporin.

26

Page 27: Rev Xeroftalmia

BAB III

DISKUSI

3.1. Kesimpulan

Xeroftalmia merupakan suatu kelainan pada mata yang terjadi akibat defisiensi

vitamin A. Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan tetapi

kekurangan yang disertai pada kelaina pada mata umumnya terjadi pada anak

berusia 6 bulan samapai 4 tahun dan sering ditemukan pada anak dengan PEM

(protein energi malnutrisi).4 Gejala klinik yang ditemukan pada pasien

xerophtalmia berupa gangguan retina berupa rabun senja hingga kekeringan yang

terjadi pada konjungtiva dan kornea yang disebut juga xerosis.

Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO (1982), yaitu:

- XN

rabun senja, terjadi akibat gangguan pada retina sehubungan dengan adanya

defisiensi vitamin A.

- X1A

xerosis konjungtiva, umumnya tahap ini selalu diikuti dengan xerosis kornea.

Xerosis terjadi akibat adanya proses keratinisasi lapisan superfisial epitel tanpa

sel goblet yang disebabkan oleh defisiensi vitamin A. manifestasi klinis berupa

daerah konjungtiva yang kering, dan tampak kusam. Xerosis umumnya

berhubungan dengan penebalan, pengeriputan, dan pigmentasi pada konjungtiva.

xerosis biasanya terjadi pada konjungtiva bulbi didaerah celah kelopak kantus

eksternus. Bila mata digerakkan akan terlihat lipatan yang timbul pada

konjungtiva bulbi.

- X1B

bercak bitot (bitot’s spots), merupakan suatu lapisan putih ireguler seperti sabun

atau busa yang menutupi lesi xerosis konjungtiva, terdiri dari deskuamasi epitel

yang mengalami proliferasi dan keratinisasi disertai dengan pertumbuhan bakteri

(seperti corynobacterium xerosis) tanpa disertai sel goblet.

- X2

xerosis kornea, yaitu adanya keratopati pungtata superfisisal yang terjadi akibat

kekeringan pada daerah kornea. Manifestasi yang tampak berupa kekeruhan pada

27

Page 28: Rev Xeroftalmia

kornea akibat adanya lapisan keratin. Pada tahap ini, perkembangan dari

gangguan akibat defisiensi vitamin A diantaranya pandangan mata menjadi kabur,

penglihatan pasien menurun pada ruangan terang, dan pasien melihat halo pada

sekitar objek. Pada pasien dengan xerosis kornea yang parah umumnya diikuti

dengan defisiensi protein.

- X3A

ulserasi kornea / keratomalasia yang mengenai kurang dari sepertiga dari

permukaan kornea. Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan lapisan stroma pada

kornea yang umumnya dari daerah inferior ke daerah sentral.

- X3B

ulserasi kornea / keratomalasia yang mengenai lebih dari sepertiga dari

permukaan kornea. Pada stadium ini mulai terlihat nekrosis pada kornea disertai

dengan vaskularisasi kedalamnya. Kerusakan lapisan sroma pada tahap ini

umumnya dapat menyebabkan kebutaan.

- XS

gejala sisa dari lesi kornea atau sikatriks kornea akibat dari proses perbaikan dari

lapisan stroma yang bisa terletak di tepi tanpa mengganggu penglihatan ataupun

di sentral yang dapat mengganggu.

- XF

Fundus xeroftalmia atau disertai kelainan fundus xeroftalmia yaitu dimana pada

fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang tersebar dalam retina,

umumnya terdapat di tepi sampai arkade vaskular temporal.

Terdapat 4 hal penting dalam penatalaksanaan xeroftalmia, yaitu:

a. Memberi makanan TKTP (tinggi kalori tinggi protein)

b. Mengobati penyakit infeksi ataupun gangguan yang mendasarinya

c. Memberi vitamin A (dosis terapeutik)

Pemberian vitamin A berdasarkan WHO dijadwalkan sebagai berikut:

- Usia > 1 tahun:

200.000 IU secara oral atau 100.000 secara injeksi muskular perlu diberikan

segera dan diulang esoknya atau 4 minggu kemudian.

- Usia < 1 tahun atau berat badan < 8 kg:

Diberikan dosis setengah dari pasien diatas 1 tahun

- Wanita dalam usia reproduktif (baik hamil atau tidak):

28

Page 29: Rev Xeroftalmia

Pada wanita yang menderita rabun senja, bercak bitot, hingga xerosis

konjungtiva, perlu diberikan vitamin A dengan dosis 100.000 IU secara oral

setiap harinya selama 2 minggu. Sedangkan pada penderita dengan gangguan

pada korneanya, diberikan dosis vitamin A sesuai dengan dosis pada anak

diatas 1 tahun

d. Mengobati kelainan mata

- Air mata buatan, diberikan tiap 3-4 jam jika terdapat kekeringan pada mata

- Retinoic acid 0.1%, satu hingga tiga kali dalam sehari untuk membantu proses

penyembuhan. Namun penggunaan obat ini meninggalkan bekas.

- Antibiotik, berupa topikal maupun sistemik jika terdapat xerosis kornea

ataupun ulkus kornea.

3.2. Saran

Vitamin A mempunyai peran penting dalam fungsi penglihatan, metabolism

umum, dan membantu dalam proses reproduksi. Karenanya sangat penting agar

kadar vitamin A dalam tubuh terpenuhi dalam tubuh terutama bagi anak-anak

diusia balita. Pada pasien yang sudah menderita xeroftalmia, pengobatan utama

yang diperlukan adalah vitamin A dengan dosis sesuai dengan usia pasien dan

apabila sudah terjadi kekeringan ataupun ulkus pada kornea maka diperlukan

pengobatan tambahan sesuai dengan gangguan yang terjadi pada mata pasien.

29