Post on 07-Dec-2015
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Retina adalah lembaran berlapis-lapis dari jaringan saraf yang berada pada
permukaan dalam dinding bola mata dan merupakan jaringan mata yang paling
kompleks. Inisiasi awal dari proses penglihatan diterima oleh retina, yang
nantinya akan diteruskan melalu nervus optikus dan otak sehingga kita dapat
melihat. Gangguan pada retina dapat mengakibatkan terganggunya penglihatan
seseorang. Salah satu diantaranya pada kondisi terlepasnya retina atau juga
dikenal dengan ablasi retina.
Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris retina
(fotoreseptor dan lapisan jaringan dalam retina) dari sel epitel pigmen retina.1
Ablasi retina akan memberikan gejala berupa gangguan penglihatan yang kadang-
kadang terlihat seperti tabir yang menutup lapang pandang. Selain itu dapat
dijumpai seperti kilatan cahaya pada lapang pandang (fotopsia). Adanya gugusan
hitam yang melayang pada lapang pandang (floaters) dan juga penurunan lapang
pandang yang progresif.2
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
1. Mampu memahami dan menjelaskan definisi dan etiologi dari ablasi retina.
2. Mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi ablasi retina.
2
3. Mampu menegakkan diagnosis ablasi retina melalui anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologis sesuai dengan kompetensi dokter umum.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Sebagai syarat untuk dapat mengikuti Ujian Kepaniteraan Mata.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Retina
Retina adalah lembaran berlapis-lapis dari jaringan saraf yang berada pada
permukaan dalam dinding bola mata. Bagian ini meluas hingga hampir ke seluruh
bagian anterior badan siliar yang berakhir pada ora serrata. Pada orang dewasa ora
serrata sekitar 6.5 mm dibelakang lapisan Schwalble’s pada sisi temporal dan 5.7
mm dibelakang kearah nasal. Bagian permukaan terluar dari retina adalah pigmen
epitelium retina dan ia berhubungan dengan membran Bruch’s, koroid dan sklera.
Pada sebagian besar, retina dan pigmen epitelium retina dapat dengan mudah
terpisah untuk membentuk ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasi retina.
Namun pada diskus optikus dan orra serrata, retina dan pigmen epitelium retina
melekat dengan cukup kuat (rapat), hal ini membatasi penyebaran cairan subretina
pada ablasi retina.1
Lapisan dari retina, dimulai dari bagian dalam berturut-turut membran limitans
dalam, lapisan serat saraf optik, lapisan sel ganglion, lapisan dalam pleksiform,
lapisan dalam nukleus bipolar, lapisan pleksiform luar, berisi hubungan dari sel
bipolar dan horizontal dengan fotoreseptor, lapisan nukleus luar, membran
limitans luar, lapisan fotoreseptor dari sel batang dan kerucut dan segmen luar;
dan pigmen epitelium retina. Lapisan dalam dari membran Bruch’s sebenarnya
merupakan membran basal dari pigmen epitelium retina.1
4
Gambar 2.1. Histologi retinaDikutip dari : Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology, 17th Edition1
Ketebalan retina pada ora serrata adalah 01 mm dan 0.56 mm pada bagian
posterior. Pada bagian tengah posterior terdapat mkula dengan diamter 5.5-6.0
mm. Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi
kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5
mm. Secara histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya
mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang
dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula
sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis
jelas – jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila
dilihat dengan oftalmoskop.1
Makula Retina menerima suplai dari dua sumber : Koriokapilaris yang keluar
dari mebran Brunch’s, mensuplai sepertiga bagian luar retina, termasuk lapisan
pleksiform luar dan lapisan luar nuklear, fotoreseptor, dan pigmen epitelium
Membran BruchEpitel pigmen
Sel btang dan kerucutMembran limitan luar
Lapisan nuklear luar
Lapisan fleksiformis luar
Lapisan nuklear dalam
Lapisan fleksiformis dalam
Lapisan sel ganglionKapilerLapisan serabut sarafMembran limitan dalam
5
retina; dan cabang dari arteri retina sentral, yang mensuplai duapertiga bagian
dalam.1
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara
histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya
lapisan – lapisan parenkim karena akson – akson sel fotorreceptor (lapisan serat
Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih
dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada
fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina yang paling
tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus.
Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di
makula dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel dapat
menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali.1
Sel batang dan sel kerucut pada retina berperan sebagai fotoreseptor, yang
menerima stimulus cahaya dan kemudian merubahnya menjadi impuls saraf yang
akan ditransmisikan menuju korteks visual oksipital pada cerebri.1
Gambar 2.2. RetinaDikutip dari : http://www.mastereyeassociates.com, diundunh tanggal 6 Juli 20153
Physiologic CupFovea
Macula
Retinal Artery & Vein
Optic Nerve Disc
6
2.2. Ablasi Retina
2.2.1.Definisi
Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris retina
(fotoreseptor dan lapisan jaringan dalam) retina dari sel epitel pigmen retina.1
2.2.2.Epidemiologi
Di Korea dari tahun 2007-2011, tercatat sekitar 11,32 kejadian per 100.000
penduduk laki-laki dan sekitar 9.47 per 100.000 penduduk perempuan per
tahunnya dengan rasio kejadian laki-laki dibanding perempuan sebesar 1,20.4
Angka kejadian ablasi retina di Indonesia beelum diketahu secara pasti. Pada
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 tidak terdapat data tentang
kelainan retina pada mata.5
2.2.3.Etiologi
Ablasi retina memiliki etiologi yang berbeda-beda, hal ini juga yang menjadi
dasar klasifikasi ablasi retina, yang dibedakan atas ablasi retina regmatogenesa,
ablasi retina eksudatif dan ablasi retina traksi.2
Pada abalsi retina regmatogenesa trauma menjadi salah satu pencetus pada
mata yang berbakat untuk terjadinya ablasi. Mata yang berbkat untuk terjadinya
ablasi adalah mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis, dan retina yang
mengalami degenerasi di bagian perifer. Pada ablasi retina eksudatif, penumpukan
cairan eksudat dapat terjadi pada keadaan skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar,
uveitis, idiopati dan toksemia gravidarum. Sedangkan pada ablasi retina traksi,
jaringan fibrosisnya dapat muncul pada keadaan diabetes melitus proliferatif,
trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.2
7
2.2.4. Patofisiologi
Ada tiga jenis utama : rhegmatogenous , traksi , dan serosa atau hemoragik
(eksudatif).
2.2.4.1. Ablasi Retina Regmatogen
Ablasi retina regmatogen ditandai dengan terlepas seluruhnya (a "rhegma") di
retina sensoris, bermacam tingkatan dari traksi vitreous, dan cairan vitreous
masuk ke dalam ruang subretinal (celah antara sensoris retina dengan epitel
pigmen retina). Suatu ablasi retina regmatogen spontan biasanya didahului atau
disertai dengan ablasi vitreous posterior dan berhubungan dengan miopia,
aphakia, degenerasi kisi, dan trauma okular. Pemeriksaan dengan oftalmoskopi
binokular indirek dengan depresi sklera memperlihatkan bagian terangkat yang
tembus cahaya, robekan sepert tapal kuda, lubang atrofi bulat, atau anterior air
mata melingkar (dialisis retina). Lokasi robekan retina bervariasi yang paling
umum di kuadran superotemporal, lubang atrofi di kuadran temporal, dan dialisis
retina di kuadran inferotemporal.1
Gambar 2.3. Ablasi retina regmatogenus dan daerah robekan seperti tapal kuda (tanda panah)
Dikutip dari : http://www.nejm.org, diunduh tanggal 6 juli 20156
2.2.4.2. Ablasi Retina Traksi
Ablasi retina traksi paling sering dijumpai pada neuropati diabetikum
proliferatif. Ini juga bisa bersamaan dengan vitreoretinopati proliferatif, retinopati
8
prematur, atau trauma okuli. Dibandingkan dengan ablasi retina regmatogen,
ablasi retina traksi memiliki permukaan yang lebih cekung dan lebih terlokalisisr,
biasanya tidak sampai pada ora serrata. Tarikan secara paksa menyebabkan retina
terpisah dari epitel pigmen kearah vitreus. Traksi yang disebabklan oleh,
pembentukan dari vitreal, epiretina, atau membran subretina yang mengandung
fibroblas dan glial dan sel epitel pigmen. Pada mulanya pemisahan mungkin
hanya sepanjang terowongan pembuluh darah, kemudian berkembang hingga ke
midperifer retina dan makula. Titik traksi dari membran sel dapat menghasilkan
robekan retina dan menjadi kombinasi ablasi traksi-regmatogen.1
Gambar 2.4. Ablasi Retina TraksiDikutip dari : http://webeye.ophth.uiowa.edu, diunduh tanggal 6 Juli 20157
2.2.4.3. Ablasi Retina Serosa dan Hemoragik
Ablasi retina serosa dan hemoragik muncul tidak ditemukan adanya ruptur
retina maupun tarikan vitreoretina. Terjadi sebagai akibat dari akumulasi cairan
dibawah retina sensoris dan umumnya disebabkan oleh penyakit epitel pigmen
retina dan koroid. Penyakit degeneratif, inflamsi, dan infeksi, termasuk bermacam
9
penyebab dari neovaskularisasi dari subretina, kemungkinan berhubungan dengan
ablasi retina.1
2.2.5.Manifestasi Klinis
Pasien akan mengeluhkan gangguan penglihatan (visus turun) mendadak.
Ablasi retina akan memberikan gejala berupa gangguan penglihatan yang kadang-
kadang terlihat seperti tabir yang menutup. Selain itu dapat dijumpai seperti
kilatan cahaya pada lapang pandang (fotopsia), terlihat terutama pada saat gelap
dan setelah pergerakan mata. Adanya gugusan hitam yang melayang pada lapang
pandang (floaters) dan juga penurunan lapang pandang yang progresif.2
2.2.6.Pemeriksaan
Untuk melihat retina dapat dengan menggunakan direk dan indirek
oftalmoskop. Selain itu dapat juga dengan menggunakan slit lamp dan kontak atau
lensa biomikroskopi genggam.1
Gambar 2.5. Binocular Indirecct Ophthalmoscopy examinationDikutip dari :Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology, 17th Edition1
10
2.2.7.Diagnosis
Diagnosis ablasi retina ditegakkan berdasarkan dari hasil anamnesis yang baik,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Hal yang perlu digali dalam anamnesis mulai dari keluhan pasien dan faktor
risiko. Penting juga ditanyakan onset dari penyakit tersebut karena erat sekali
hubungannya dengan tatalaksana dan tingkat keberhasilan dari terapi.1,2,7 Keluhan
yang utama adalah fotopsia, floaters dan defek lapang pandang yang mendadak.2
Fotopsia adalah sensasi seperti melihat kilatan cahaya, terutama pada saat gelap
dan setelah pergerakan mata. Adanya gugusan hitam yang melayang pada lapang
pandang (floaters). Penurunan lapang pandang yang progresif ataupun mendadak.2
Pemeriksaan oftalmologi meliputi pemeriksaan visus dasar, pemriksaan mata
luar, pemeriksaan media refraksi dan retina. Pemeriksaan retina dapat dengan
menggunakan direk dan indirek oftalmoskop. Selain itu dapat juga dengan
menggunakan slit lamp dan lensa bimikrokop genggam atau kontak.1
2.2.8.Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada ablasi retina adalah untuk melekatkan kembali
bagian yang mengalami ablasi.1 Tindakan ini memerlukan intervensi bedah. Ada
jenis tindakan bedah yang dapat dilakukan pada pasien ablasi retina. Krioterapi
atau laser telah digunakan untuk membuat perlengketan antara epitel pigmen dan
retina sensoris (sel batang/kerucut), sehingga mencegah masuknya cairan lebih
lanjut ke dalam ruang subretinal, untuk mengalirkan cairan subretinal, internal
atau eksternal, dan meredakan vitreo - retina traksi. Berbagai teknik pembedahan
11
lainnya yang digunakan, yaitu retinopeksi pneumatik, scleral buckling dan pars
plana vitrectomy.1,2
2.2.8.1. Retinopeksi Penumatik
Pada pneumatic retinopexy udara atau gelembung gas di masukkan kedalam
vitreus untuk menjaga retina tetap diposisinya, saat perlekatan korioretina
dikerjakan dengan laser atau krioterapi mencapai penutupan permanen dari retina
yang terlepas. Cara ini memiliki tingkat keberhasilan yang lebih rendah
dibandingkan dengan cara lain dan hanya digunakan bila area retina yang terlepas
hanya satu tempat dan kecil.1
Gambar 2.6. Pneumatik retinopeksiDikutip dari : http://www.nejm.org, diunduh tanggal 6 juli 20156
2.2.8.2. Scleral Buckling
Scleral buckling menjaga retina diposisiya, ketika perlengketan korioretina
dibentuk, dengan melekukkan sklera dengan eksplan dijahit di wilayah
terlepasnya retina. Ini juga mengurangi traksi vitreo – retina dan menggantikan
RobekanAblasi retina
Gelembung Gas
12
cairan subretinal jauh dari robekan retina . Tingkat keberhasilan adalah 92-94 %
pada kasus tertentu. Komplikasi termasuk perubahan dalam kesalahan refraksi,
diplopia karena fibrosis atau keterlibatan otot ekstraokular di eksplan, ekstrusi
eksplan, dan mungkin meningkatkan risiko vitreoretinopathy proliferatif.1
Gambar 2.7. Scleral BucklingDikutip dari : http://www.nejm.org, diunduh tanggal 6 juli 20156
2.2.8.3. Pars Plana Vitrectomy
Pars plana vitrectomy memungkinkan penurunan dari traksi vitre-retina,
drainase internal dari cairan subretina, jika diperlukan dengan injeksi dari
perfluorocarbon atau cairan yang berat, dan injeksi dari udara atau gelembung gas
untuk menjaga retina tetap pada posisinya, atau injeksi dari minyak jika
tamponade jangka panjang retina memungkinkan. Ini digunakan jika kerusakan
retina superior, posterior, atau multiple, ketika visualisasi retina terhambat, seperti
karena perdarahan vitreus, dan jika ada proliferasi signifikan vitreoretinopathy.
Vitrektomi menimbulkan pembentukan katarak dan mungkin kontra indikasi pada
phakic eyes.1
13
Gambar 8. Pars Plana VitrectomyDikutip dari : http://www.nejm.org, diunduh tanggal 6 juli 20156
2.2.9.Prognosis
Prognosis setelah pembedahan tergantung dari keadaan makula yang
mengalami ablasi, bila makula terlepas biasanya hasilnya tidak sempurna, tetapi
jika makula masih melekat dan tindakan bedah segera dialakukan maka hasil yang
didaptkan akan lebih baik.1,2,7
14
BAB III
SIMPULAN
Ablasi retina adalah keadaan terlepasnya antara bagian fotoreseptor dari retina
dengan lapisan pigmen epitel. Berdasarkan kejadiannya terbagi atas tiga, yaitu
ablasi retina regmatogen, ablasi retina traksi dan ablasi retina aksudatif (serosa
dan hemoragik). Karena retina yang berperan penting dalam proses melihat
terlepas mengakibatkan gangguan penglihatan. Manifestasi klinis dari ketiga jenis
ablasi retina pada umumnya sama, yaitu fotopsia, floaters dan defek lapang
pandang. Ketepatan diagnosis, onset dan seberapa luas atau terlepas tidaknya
makula akan sangat mempengaruhi hasil dari terapi nantinya. Meskipun tidak
dapat memperbaiki secara maksimal fungsi penglihatan pasien, terapi pada ablasi
retina bertujuan untuk mempertahankan fungsi pengliahatan yang masih ada.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan Eva-P, Whitcher John P. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th Edition. Los Altos: Lange Medical Publication; 2007. h. 389-391.
2. Sidarta Ilyas, Sri Rahayu Y. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2013. h. 187-190.
3. http://www.mastereyeassociates.com, diundunh tanggal 6 Juli 20154. Park SJ, Choi NK, Park KH, Woo SJ. Correction: Five Year Nationwide
Incidence of Rhegmatogenous Retinal Detachment Requiring Surgery in Korea. 2013 (diunduh 29 Juni 2015); 8(12): 10.1371. Tersedia dari: PLoS ONE. http://www.plosone.org/
5. Rif’ati Lutfah, Hasanah Nur, Indrawati Lely. Kesehatan Indera. Dalam: Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2013 (diunduh 23 Juli 2015). h. 231.
6. http://www.nejm.org , diunduh tanggal 6 juli 2015
7. http://webeye.ophth.uiowa.edu , diunduh tanggal 6 Juli 20158. Mathijs A. J. van de Put , Danna Croonen, Ilja M. Nolte, Wouter J. Japing,
Johanna M. M. Hooymans, Leonoor I Los. Postoperative Recovery of Visual Function after Macula-Off Rhegmatogenous Retinal Detachment. 2014 (diunduh 30 Juni 2015). Tersedia dari PLoS ONE. http://www.plosone.org/