Post on 03-Apr-2018
7/28/2019 Refleksi epilepsi
1/56
Bagian Ilmu Kesehatan Anak REFLEKSI KASUS
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
OBSERVASI KEJANG SUSPEK EPILEPSI PADA
PASIEN CEREBRAL PALSY
oleh:Ery Irawan (0708015017)
Pembimbing:
dr. William S. Tjeng, Sp.A
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2013
7/28/2019 Refleksi epilepsi
2/56
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu masalah kesehatan yang menonjol di
masyarakat, karena permasalahan tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial
dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya.1.2 Dalam kehidupan
sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk
menjauhi penderita epilepsi. Bagi orang awam, epilepsi dianggap sebagai penyakit
menular (melalui buih yang keluar dari mulut), penyakit keturunan, menakutkan
dan memalukan. 2
Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun wanita, tanpa memandang
umur dan ras. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1 - 2 % populasi, secara umum
diperoleh gambaran bahwa insidens epilepsi menunjukkan pola bimodal, puncak
insiden terdapat pada golongan anak dan lanjut usia.3
Penelitian insidensi dan prevalensi telah dilaporkan oleh berbagai negara,
tetapi di Indonesia belum diketahui secara pasti. Para peneliti umumnya
mendapatkan insidens 20 - 70 per 100.000 per tahun dan prevalensi sekitar 0,5 - 2
per 100.000 pada populasi umum. Sedangkan pada populasi anak diperkirakan 0,3
- 0,4 % di antaranya menderita epilepsi. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan. Epilepsi merupakan masalah pediatrik
yang besar dan lebih sering terjadi pada usia dini dibandingkan usia selanjutnya.4
World Health Organization menyebutkan, insidens epilepsi di negara maju
berkisar50 per 100.000 penduduk, sedangkan di negara berkembang 100 per
100.000 ribu. Salah satu penyebab tingginya insidens epilepsi di negaraberkembang adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan otak
permanen. Kondisi tersebut di antaranya: infeksi, komplikasi prenatal, perinatal,
serta post natal.5
Di Indonesia, diperkirakan, jumlah penderita epilepsi sekitar 1 - 4 juta
jiwa. Di Bagian llmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
didapatkansekitar 175 - 200 pasien baru per tahun, dan yang terbanyak pada
7/28/2019 Refleksi epilepsi
3/56
2
kelompok usia 5 -12 tahun masing-masing 43,6% dan 48,670.5 Penelitian di RSU
dr. Soetomo Surabaya selama satu bulan mendapatkan 86 kasus epilepsi pada
anak. Penderita terbanyak pada golongan umur 1 - 6 tahun (46,5%), kemudian 6 -
10 tahun (29,1%), 10 - 18 tahun(16,28%) dan 0 - 1 tahun (8,14%). Studi
prevalensi epilepsi pernah dilakukan diYogyakarta pada tahun 1984 dengan
sampel 1 wilayah. Hasil studi didapatkan prevalensiepilepsi sebesar 4,87 per 1000
penduduk.6
Menurut Devinsky sebagaimana dikutip oleh Harsono, pada epilepsi tidak
ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat mencederai sel-sel, saraf otak
atau lintasan komunikasi antar sel otak. Lebih kurang 65% dari seluruh kasus
epilepsi tidak diketahui faktor penyebabnya. Beberapa faktor risiko yang sudah
diketahui antara lain: trauma kepala, demam tinggi, stroke, intoksikasi ( termasuk
obat-obatan tertentu ), tumor otak,masalah kardiovaskuler tertentu, gangguan
keseimbangan elektrolit, infeksi ( ensefalitis,meningitis ) dan infeksi parasit
terutama cacing pita. Apabila diketahui penyebabnya maka disebut epilepsi
simtomatik, sedangkan apabila penyebabnya tidak diketahui disebut epilepsi
idiopatik.7
Pellock mengemukakan, epilepsi dapat terjadi pada berbagai usia, namun
tipe bangkitan tertentu dan etiologi tertentu lebih sering terjadi pada masa kanak
(infant danchildhood).8 Menurut Damudoro (1992), epilepsi merupakan kasus
yang sering dijumpai pada anak-anak. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya
adalah trauma kepala, tumorotak, radang otak, riwayat kehamilan jelek dan kejang
demam.9 Menurut Lumbantobing, sekitar 0,5 12% kejang demam berulang
merupakan faktor predisposisi terjadi nyaepilepsi di kemudian hari.10 Penelitian
kasus kontrol yang dilakukan oleh Budiarto,mendapatkan bahwa kejang demamsebagai faktor risiko epilepsi (OR: 5,94; 95% CI:3,49 10,09).11 Faktor genetik
memegang peranan penting dalam terjadinya kejang demam. Anderson dan
Hauser mengatakan cara pewarisannya melalui faktor autosomal dominan.
Kemungkinan besar sifat genetik yang diturunkan adalah sifat menurunnya
ambang kejang pada kenaikan suhu tubuh. Hal ini memberi keyakinan terjadinya
kejang demam oleh karena sel-sel neuron hiperiritabel terhadap peningkatan suhu
7/28/2019 Refleksi epilepsi
4/56
3
tubuh.12 Kondisi saraf yang hipereksitabel (spasmofili) merupakan suatu keadaan
dimana terjadi hiperiritabilitas yang bermanifestasi sebagai kejang otot.
Spasmofili diyakini diwariskan secara autosom dominan. Riggs dalam
penelitiannya menyatakan spasmofili terjadisecara turun-temurun dan luas
penyebarannya.13
Epilepsi dapat terjadi setelah kerusakan otak yang didapat pada masa
prenatal, perinatal maupun pasca natal.14 Penelitian yang dilakukan oleh Eriksson
dan Koivikko diFinlandia, menemukan penyebab epilepsi pada anak-anak adalah
idiopatik (64%),prenatal (15%), perinatal (9%) dan postnatal (12%).15 Pada
intranatal asfiksia memegang peranan penting, di samping tindakan forsep dan
trauma.16 Dalam kepustakaan dinyatakan bahwa trauma lahir dapat disebabkan
oleh riwayat kehamilan postmatur, bayibesar, partus lama dan kelainan letak yang
dapat menimbulkan cedera karena kompresi kepala yang dapat berakibat distorsi
dan kompresi otak sehingga terjadi perdarahan atauudem otak yang dapat
menyebabkan kelainan neurologik. Manifestasi klinis dari kelainan neurologik
dapat berupa epilepsi.17
Pada epilepsi idiopatik, tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak.
Didugaterdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimia dalam sel-sel
saraf pada areajaringan otak yang abnormal.18 Dari studi-studi yang telah
dilakukan didapatkan bukti kuat mengenai kontribusi genetik pada epilepsi umum
idiopatik, meski pola pewarisanyang pasti masih belum jelas. Diperkirakan bahwa
sekitar 20% dari penderita epilepsi mempunyai etiologi genetik, meliputi sejumlah
yang dikategorikan sebagai epilepsi idiopatik.18
Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan atau diwariskan
biasanyaterjadi pada masa anak-anak. Hal ini disebabkan karena ambang rangsangserangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.17 Menurut
Damudoro salah satu risiko penderita epilepsi adalah faktor keturunan. Risiko
epilepsi pada anak yang mempunyai ayah dan ibu menyandang epilepsi adalah 5
kali lebih besar dari pada anak dengan ayahdan ibu bukan menyandang epilepsi.9
Perkembangan terbaru menunjukkan telah diketahuinya kelainan yang
bertanggung-jawab atas epilepsi yang diwariskan termasuk masalah-masalah
7/28/2019 Refleksi epilepsi
5/56
4
ligand-gated (salurannatrium dan kalium ). Sebagai contoh adalah autosomal
dominant nocturnal frontal lobeepilepsy telah diketahui sebabnya yaitu mutasi
sub unit alfa 4 yang terdapat di reseptornikotinat, benign neonatal familial
convulsions disebabkan oleh mutasi saluran kalium dan epilepsi umum dengan
febrile convulsions plus yang disebabkan oleh kelainan pada saluran natrium.7
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang dibutuhkan
seorang klinisi dalam menangani kasus Epilepsi hingga penatalaksanaannya serta
sebagai syarat menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fak.Kedokteran Univ.Mulawarman.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
6/56
5
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama : An. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 2 tahun
Alamat : Loa Janan Ulu RT.14
Anak ke : 1 dari 1 bersaudara
MRS : 22 Maret 2013
Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Tn. S
Umur : 37 tahun
Alamat : Loa Janan Ulu RT.14
Pekerjaan : Buruh lepas harian
Pendidikan Terakhir : SD
Ayah perkawinan ke : 1
Riwayat kesehatan ayah : Tidak ada penyakit
Nama Ibu : Ny. S
Umur : 36 tahun
Alamat : Loa Janan Ulu RT.14
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : -
Ibu perkawinan ke : 1
Riwayat kesehatan ibu : Tidak ada penyakit
7/28/2019 Refleksi epilepsi
7/56
6
Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa pada tanggal 22 Maret 2013
dengan ibu kandung pasien.
Keluhan Utama :
Kejang seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kejang dialami pasien sekitar 5 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Kejang seluruh tubuh, badan kaku, kedua tangan dan kedua kaki terus bergerak-
gerak, serta mata yang melihat ke arah atas. Kejang dialami lebih dari 15 menit,
berulang kali mengalami kejang selama 2 jam, dengan frekuensi jeda kejang
kemudian istirahat dan lemas sekitar 5 kali per jam. Orang tua memutuskan untuk
membawa ke dukun, namun karena tidak berhenti kejang pada anak maka dibawa
ke rumah sakit. Anak tidak memiliki riwayat trauma, tidak ada demam sebelum
kejang, tidak ada keluhan muntah menyemprot.
Selain keluhan kejang anak tidak mengalami keluhan seperti mual,
muntah, nyeri perut, batuk pilek, BAB cair. BAB dan BAK anak dalam batas
normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat dirawat di rumah sakit setelah lahir karena tidak langsung menangis
dan bayi yang lemah.
Riwayat dirawat di rumah sakit saat umur 1,5 bulan karena infeksi paru.
Riwayat dirawat di rumah sakit saat umur 1-1,5 tahun sebanyak 3 kali karena
kejang yang didahului dengan demam tinggi.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga dari pihak ayah dan ibu yang pernah menderita
keluhan seperti yang dialami An. S.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
8/56
7
Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :
Berat badan lahir : 2450 gr
Panjang badan lahir : ibu lupa
Berat badan sekarang : 8,2 kg (tgl 22-3-2013)
Tinggi badan sekarang : 75 cm
Gigi keluar : ibu lupa
Tersenyum : ibu lupa
Miring : ibu lupa
Tengkurap : ibu lupa
Duduk : ibu lupa
Merangkak : ibu lupa
Berdiri : bisa berpegangan sejak umur 1,5 tahun
Berjalan : belum bisa
Berbicara 2 suku kata : -
Masuk TK : -
Sekarang kelas : -
Makan Minum anak :
ASI : sejak lahir sampai sekarang namun
semakin sedikit.
Alasan : -
Susu sapi/buatan : umur 6 bulan
Jenis susu : susu formula
Takaran : 3 sendok per 100 cc (3-4 kali per hari)
Buah : umur 6 bulan
Bubur susu : umur 8 bulan
Tim saring : umur 8 bulan
Makanan padat, lauknya : 1 tahun
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di : Puskesmas
Penyakit Kehamilan : Tekanan darah tinggi
7/28/2019 Refleksi epilepsi
9/56
8
Obat-obatan yang sering diminum : Vitamin + Zat Besi
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Rumah sakit, ditolong oleh : BidanBerapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus : spontan pervaginam, anak tidak langsung
menangis
Pemeliharaan postnatal :
Periksa di : Puskesmas
Keadaan anak : Sehat
Keluarga berencana : Ya, metode suntik 3 bulan
IMUNISASI
Imunisasi Anak tidak pernah diimunisasi (hanya saat lahir di RS)
I II III IV Booster I Booster II
BCG (+) 0 bln //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio (+)0 bln - - - - -
Campak - ///////// //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT - - - //////////// - -
Hepatitis B (+) 0 bln - - - - -
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 27 Maret 2013
Kesan umum : sakit ringan
Kesadaran : E4 V5 M6
Tanda Vital
Frekuensi nadi : 110 kali/menit, kuat angkat
Frekuensi napas : 28 kali/menit
Temperatur : 36,80C
7/28/2019 Refleksi epilepsi
10/56
9
Berat badan : 8,6 kg
Panjang Badan : 75 cm
Lingkar kepala : 42 cm
BMI : 15,3
7/28/2019 Refleksi epilepsi
11/56
10
Kepala
Rambut : Hitam
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks Cahaya
(+/+), Pupil Isokor (3mm)
7/28/2019 Refleksi epilepsi
12/56
11
Hidung : Sumbat (-), Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Bersih, Sekret (-)
Mulut : Lidah bersih, faring Hiperemis(-), mukosa bibir basah,
pembesaran Tonsil (-/-), liur selalu tercecer
Leher
Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : Fremitus raba dekstra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : Bronkovesikuler, Ronki (-/-) disemua lapangan paru,
wheezing (-/-)
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba,
Perkusi : Batas jantung
Kanan : ICS III, 3 cm dari right parasternal line
Kiri : ICS V left midclavicular line
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datarPalpasi : Soefl, nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor kulit baik
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-)
7/28/2019 Refleksi epilepsi
13/56
12
Status Neurologicus
Kesadaran
Compos mentis, GCS E4V5M6
Kepala
Bentuk normal, simetris, kesan mikrosefali. Nyeri tekan (-)
Leher
Sikap tegak, pergerakan baik, kaku kuduk (-)
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan Kiri
Okulomotorius (III)
Sela mata
Pergerakan mata kearah superior,
medial, inferior
Strabismus
Refleks pupil terhadap sinar
Pupil besarnya
Normal
Normal
(-)
(+)
3 mm
Normal
Normal
(-)
(+)
3 mm
Troklearis (IV)
Pergerakan mata torsi superior Normal Normal
Trigeminus (V)
Membuka mulut
Mengunyah
Menggigit
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Abdusens (VI) Pergerakan mata ke lateral Normal Normal
Fasialis (VII)
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Sudut bibir
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
7/28/2019 Refleksi epilepsi
14/56
13
Vestibulokoklearis (VIII)
Fungsi pendengaran (Subjektif) sde sde
Vagus (X)
Bicara
Menelan
(+)
(+)
(+)
(+)
Assesorius (XI)
Memalingkan kepala (+) (+)
Hipoglossus (XII)
Pergerakan lidah (+) (+)
Anggota Gerak Atas
Anggota Gerak Atas Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
(+)
sde
(+)
sde
Refleks fisiologis
Biseps
Triceps
(+)
(+)
(+)
(+)
Refleks patologis
Tromner
Hoffman
(-)
(-)
(-)
(-)
Anggota Gerak Bawah
Anggota Gerak Bawah Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
(+)
sde
(+)
sde
Refleks fisiologis
Patella
Achilles
(+)
(+)
(+)
(+)
7/28/2019 Refleksi epilepsi
15/56
14
Refleks patologis
Babinski
Chaddock
(-)
(-)
(-)
(-)
Pemeriksaan tambahan
Tes Kernig
Tes Brudinzki I
Tes Brudinzki II
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap
DL 22 Maret 2013
Hb 9,0 g/dl
Hematokrit 28,3 %
Leukosit 8.800 /l
Trombosit 283.000 /l
Diagnosa : Suspek Epilepsi e.c. Cerebral Palsy
Diagnosa Lain : Anemia
Diagnosa Komplikasi : -
Prognosa : Dubia ad bonam
Terapi Awal :
IVFD D5 NS 11 tpm Diazepam 2,4 mg bila kejang IV perlahan diencerkan
Pro EEG
Observasi
Terapi 19 Maret 2013 (Ruang Melati) :
IVFD D5 NS 11 tpm
7/28/2019 Refleksi epilepsi
16/56
15
Diazepam 2,4 mg bila kejang IV perlahan diencerkan
Asam Valproat syrup 2 x 1,5 cc
Pro EEG
Lembar Follow-Up
Tanggal Perjalanan Penyakit Pengobatan
23-3-2013
BB 8 kg
Rawat H.1
S: Kejang (-), demam (-) mual
muntah (-), Batuk (-), Pilek (-),
BAB (+) tidak cair, BAK (+)
dbnO: CM, N 100 x/i, RR 28 x/i,
T: 36,5oC, rh -/-, wh -/-, S1S2
rungreg, BU (+) dbn
A: Suspek Epilepsi e.c.
Cerebral Palsy
IVFD D5 NS 11 tpm
Diazepam 2,4 mg bila
kejang IV perlahan
diencerkan Asam Valproat syrup 2
x 1,5 cc
Pro EEG
25-3-2013
BB 8 kg
Rawat H.3
S: Kejang (-), demam (-) mual
muntah (-), Batuk (-), Pilek (-),
BAB (+) tidak cair, BAK (+)
dbn
O: CM, N 101 x/i, RR 28 x/i,
T: 36,8oC, rh -/-, wh -/-, S1S2
rungreg, BU (+) dbn
A: Suspek Epilepsi e.c.
Cerebral Palsy
IVFD D5 NS 11 tpm
Diazepam 2,4 mg bila
kejang IV perlahan
diencerkan
Asam Valproat syrup 2
x 1,5 cc
Pro EEG
26-3-2013
BB 8 kg
Rawat H.4
S: Kejang (-), demam (-) mual
muntah (-), Batuk (-), Pilek (-),
BAB (+) tidak cair, BAK (+)
dbn
IVFD D5 NS 11 tpm
Diazepam 2,4 mg bila
kejang IV perlahan
diencerkan
7/28/2019 Refleksi epilepsi
17/56
16
O: CM, N 100 x/i, RR 30 x/i,
T: 36,4oC, rh -/-, wh -/-, S1S2
rungreg, BU (+) dbn
A: Suspek Epilepsi e.c.
Cerebral Palsy
Asam Valproat syrup 2
x 1,5 cc
Pro EEG
27-3-2013
BB 8,6 kg
Rawat H.5
S: Kejang (-), demam (-) mual
muntah (-), Batuk (-), Pilek (-),
BAB (+) tidak cair, BAK (+)
dbn
O: CM, N 110 x/i, RR 24 x/i,
T: 36,0oC, rh -/-, wh -/-, S1S2
rungreg, BU (+) dbn
A: Suspek Epilepsi e.c.
Cerebral Palsy
IVFD D5 NS 11 tpm
Diazepam 2,4 mg bila
kejang IV perlahan
diencerkan
Asam Valproat syrup 2
x 1,5 cc
Pro EEG
28-3-2013
BB 8,6 kg
Rawat H.6
S: Kejang (-), demam (-) mual
muntah (-), Batuk (-), Pilek (-),
BAB (+) tidak cair, BAK (+)
dbn
O: CM, N 110 x/i, RR 24 x/i,
T: 36,0oC, rh -/-, wh -/-, S1S2
rungreg, BU (+) dbn
A: Suspek Epilepsi e.c.
Cerebral Palsy
IVFD D5 NS 11 tpm
Diazepam 2,4 mg bila
kejang IV perlahan
diencerkan
Asam Valproat syrup 2
x 1,5 cc
Pro EEG
Boleh pulang
7/28/2019 Refleksi epilepsi
18/56
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.Pengertian epilepsi dan Epidemiologi
Kata epilepsi berasal dari Yunani Epilambanmein yang berarti serangan.
Masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan juga dipercaya
bahwa epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci. Hal ini merupakan latar
belakang adanya mitos dan rasa takut terhadap epilepsi. Mitos tersebut mewarnai
sikap masyarakat dan menyulitkan upaya penangani penderita epilepsi dalam
kehidupan normal.10
Epilepsi sebetulnya sudah dikenal sekitar tahun 2000 sebelum Masehi.
Hippokrates adalah orang pertama yang mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit
dan menganggap bahwa epilepsi merupakan penyakit yang didasari oleh adanya
gangguan di otak. Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada
setiap orang di seluruh dunia.10
Epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi sekumpulan gejala yang
manifestasinya adalah lewat serangan epileptik yang berulang. Epilepsi
merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan(seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala.
Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak
dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat sinkron dan
berirama. Serangan dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis.
Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali
saja, serangan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung dan occasional
provokes seizures misalnya kejang atau serangan pada hipoglikemia.
10
Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya
bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang
terjadi oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara
paroksismal akibat berbagai etiologi.10
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan
7/28/2019 Refleksi epilepsi
19/56
18
sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas
listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit
otak akut (unprovoked).10
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang
terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan,
faktor pencetus, kronisitas.10
Lumbantobing mengatakan, bahwa pelepasan aktifitas listrik abnormal
dari sel-sel neuron di otak terjadi karena fungsi sel neuron terganggu. Gangguan
fungsi ini dapat berupa gangguan fisiologik, biokimia, anatomi dengan
manifestasi baik lokal maupun general. Gangguan tidak terbatas aktifitas motor
yang terlihat oleh mata, tetapi juga oleh aktifitas lain misalnya emosi, pikiran dan
persepsi.10
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,
sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka
epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju
ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai
100/100,000.7
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun.8 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan denganperempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di
bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000
kasus). 9 Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi,
yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.
10
3.2. Anatomi dan Fisiologi
Otak memiliki kurang lebih 15 millar neuron yang membangun subtansia
alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat komplek dan
sensitif, berfungsisebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas : gerakan
7/28/2019 Refleksi epilepsi
20/56
19
motorik, sensasi, berpikir dan emosi. Di samping itu, otak merupakan tempat
kedudukan memori dan juga sebagai pengatur aktivitas involuntar atau otonom.
sel-sel otak bekerja bersama-sama, berkomunikasi melalui signal-signal listrik.
Kadang-kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari
sekelompok sel yang menghasilkan serangan atau seizure. Sistem limbik
merupakan bagian otak yang paling sensitif terhadap serangan. Ekspresi aktivitas
otak abnormal dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis.10
Neokorteks (area korteks yang menutupi permukaan otak), hipokampus,
dan area fronto-temporal bagian mesial sering kali merupakan letak awal
munculnya serangan epilepsi, Area subkorteks misalnya thalamus, substansia
nigra dan korpus striatum berperan dalam menyebarkan aktivitas serangan dan
mencetuskan serangan epilepsi umum. Pada otak normal, rangsang penghambat
dari area subkorteks mengatur neurotransmiter perangsang antara korteks dan area
otak lainnya serta membatasi meluasnya signal listrik abnormal. Penekanan
terhadap aktivitas inhibisi eksitasi di area tadi pada penderita epilepsi dapat
memudahkan penyebaran aktivitas serangan mengikuti awal serangan parsial atau
munculnya serangan epilepsi umum primer.10
3.3. Patofisiologi dan Etiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih
dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen,
disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel
opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal
inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh
konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan
keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.
10
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks
serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam
merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps
dan inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
21/56
20
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection),
yang memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan
dan menyebarkan aktivitas kejang.
3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-
sel piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada
hippocampus, yang bisa dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk
terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial
luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan
aktifitas elektrik.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut
respon NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor
rekuren dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron
abnormalmengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan
potensial aksisecara tepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik abnormal ini
kemudian mengajakneuron-neuron yang terkait di dalam proses. Secara klinis
serangan epilepsi akan tampakapabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron
abnormal muncul secara bersama-sama,membentuk suatu badai aktivitas listrik di
dalam otak.10
Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang
berbeda(lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang
terkena dan terlibat.Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil
dengan manifestasi yangsangat bervariasi.11
Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 kategori yaitu:
11
1.Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang
pekatidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap
orang sebetulnyadapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan
dosis rangsangan berbeda-beda.
2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini
dapatdiwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas
7/28/2019 Refleksi epilepsi
22/56
21
timbulnyaepileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi
merupakan kerja samaSED dan NPF.
3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya
bangkitan epilepsy pada penderita epilepsi yang kronis. Penderita dengan
nilai ambang yang rendah, PFdapat membangkitkan reactive seizure
dimana SED tidak ada.
Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi
sebagai haldasar.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion
klorida,tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan
demikian konsentrasiyang tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ), dan
konsentrasi ion natrium dan kalsiumekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari
Dean (Sodium pump), sel hidup mendorongion natrium keluar sel, bila natrium ini
memasuki sel, keadaan ini sama halnya denganion kalsium.11
Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak
yangtidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasiini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara
serentak, secarateori sinkronisasi ini dapat terjadi.11
1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin)
kurangoptimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara
berlebihan.
2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat dan
Aspartat)berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan
juga.Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila
konsentrasiGABA (gamma aminobutyric acid) tidak normal. Pada otak manusia
yang menderitaepilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh
GABA dalam bentuk inhibisipotensial postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post
synaptic potentials) adalah lewat reseptorGABA. Suatu hipotesis mengatakan
bahwa aktifitas epileptik disebabkan oleh hilang ataukurangnya inhibisi oleh
7/28/2019 Refleksi epilepsi
23/56
22
GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utamapada otak.
Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang
disangkasemula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah satu
komponennya bisamenghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah
rangsangan.11
Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron saja, sekelompok
besaratau seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari
kelompok neuron inimenimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan
epileptik. Secara teoritis ada 2penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat
kurang optimal ( GABA ) sehingga terjadipelepasan impuls epileptik secara
berlebihan, sementara itu fungsi jaringan neuroneksitatorik ( Glutamat )
berlebihan.11
Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan
heriditer,kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan
tersebut dapatmengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya
fungsi neuron eksitasi,sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang
memadai.12
Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara
lain dihipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan
kenaikaneksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan
selanjutnyamenimbulkan kerusakan yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan
otak penderitaepilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah
hipokampus. Oleh karena itutidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi
parsial, fokus asalnya berada di lobustemporalis dimana terdapat hipokampus danmerupakan tempat asal epilepsi dapatan.12
Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena
efektraumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya.
Efek inidapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan
pada neuronatau glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau
lingkungan neuronalepileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma, infeksi,
7/28/2019 Refleksi epilepsi
24/56
23
gangguan metabolisme dansebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi.
Akan tetapi anak tanpa braindamage dapat juga menjadi epilepsi, dalam hal ini
faktor genetik dianggap penyebabnya,khususnya grand mal dan petit mal serta
benigne centrotemporal epilepsy. Walaupundemikian proses yang mendasari
serangan epilepsi idiopatik, melalui mekanisme yang sama.14
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :11
Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari
penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik,
awitan biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan ditemukannya alat alat diagnostik yang canggih
kelompok ini makin kecil.
Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf
pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP),
gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum,
lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat),
kelainan neurodegeneratif.
Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut
dan epilepsi mioklonik.
3.4. Klasifikasi dan sindrom epilepsi pada anak
Klasifikasi ILAE 1989 untuk sindroma epilepsi.14
1. Berkaitan dengan letak fokus
1.1. Idiopatik (primer)
1.1.1 Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di
sentrotemporal (Rolandik benigna )
1.1.2 Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
1.1.3Primary reading epilepsy
1.2. Simtomatik (sekunder)
1.2.1 Lobus temporalis
7/28/2019 Refleksi epilepsi
25/56
24
1.2.2 Lobus frontalis
1.2.3 Lobus parietalis
1.2.4 Lobus oksipitalis
1.2.5 Kronik progresif parsialis kontinua
1.3. Kriptogenik
2. Umum
2.1. Idiopatik (primer)
2.1.1 Kejang neonatus familial benigna
2.1.2 Kejang neonatus benigna
2.1.3 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4 Epilepsi absens pada anak
2.1.5 Epilepsi absens pada remaja
2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7 Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga
2.1.8 Epilepsi tonik kionik dengan serangan acak
2.2. Kriptogenik atau simtomatik
2.2.1 Sindroma West (spasmus infantil dan hipsaritmia)
2.2.2 Sindroma Lennox Gastaut
2.2.3 Epilepsi mioklonik astatik
2.2.4 Epilepsi absens mioklonik
2.3. Simtomatik
2.3.1 Etiologi non spesifik
- Ensefalopati miokionik neonatal
- Sindrom Ohtahara
2.3.2 Etiologi / sindrom spesifik- Malformasi serebral
- Gangguan metabolisme
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Serangan umum dan fokal
- Serangan neonatal
- Epilepsi miokionik berat pada bayi
7/28/2019 Refleksi epilepsi
26/56
25
- Sindroma Taissinare
- Sindroma Landau Kleffner
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Epilepsi berkaitan dengan situasi
4.1 Kejang demarn
4.2 Berkaitan dengan alkohol
4.3 Berkaitan dengan obat-obatan
4.4 Eklamsi
4.5 Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)
Epilepsi pada bayi dan anak dianggap sebagai suatu sindrom. Yang
dimaksud sindrom epilepsi adalah epilepsi yang ditandai dengan adanya
sekumpulan gejala danklinis yang terjadi bersama-sama meliputi jenis serangan,
etiologi, anatomi, faktor pencetus, umur onset, dan berat penyakit . Dikenal 4
kelompok usia yang masing masingmempunyai korelasi dengan sindrom epilepsi
dapat dikelompokkan sebagai berikut: 14
1. Kelompok neonatus sampai umur 3 bulan
Serangan epilepsi pada anak berumur kurang dari 3 bulan bersifat
fragmentaris, yaitusebagian dari manifestasi serangan epileptik seperti
muscular twitching : mataberkedip sejenak biasanya asimetris dan mata
berbalik keatas sejenak, lenganberkedut-kedut, badan melengkung /
menekuk sejenak.Serangan epilepsi disebabkan oleh lesi organik
struktural dan prognosis jangkapanjangnya buruk. Kejang demam
sederhana tidak dijumpai pada kelompok ini.
2. Kelompok umur 3 bulan sampai 4 tahun
Pada kelompok ini sering terjadi kejang demam, karena kelompok inisangat pekaterhadap infeksi dan demam. Kejang demam bukan termasuk
epilepsi, tetapi merupakan faktor risiko utama terjadinya epilepsi.
Sindrom epilepsi yang seringterjadi pada kelompok ini adalah sindrom
Spasme Infantile atau Sindrom West dan sindrom Lennox-Gestaut atau
epilepsi mioklonik.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
27/56
26
3. Kelompok umur 4 - 9 tahun
Pada kelompok ini mulai timbul manifestasi klinis dari epilepsi umum
primer terutama manifestasi dari epilepsi kriptogenik atau epilepsi karena
fokus epileptogenik heriditer. Jenis epilepsi pada kelompok ini adalah
Petitmal, grand maldan Benign epilepsy of childhood with Rolandic
spikes (BECRS).
Setelah usia 17 tahun anak dengan BECRS dapat bebas serangan tanpa
menggunakanobat.
4. Kelompok umur lebih dari 9 tahun.
a. Kelompok epilepsi heriditer : BERCS, kelompok epilepsi fokal atau
epilepsy umum lesionik.
b. Kelompok epilepsi simtomatik : epilepsi lobus temporalis atau epilepsi
psikomotor.Kecuali BECRS, pasien epilepsi jenis tersebut dapat tetap
dilanda bangkitan epileptik pada kehidupan selanjutnya. Epilepsi jenis
absence dapat muncul pada kelompok ini.
Sindrom Lennox-Gestaut.7
1. Sindrom Lennox Gestaut ( SLG ) merupakan salah satu bentuk epilepsi
yang berat,biasanya terjadi pada anak balita dan manifestasinya berupa
beberapa jenis serangandan keterlambatan perkembangan serta
pertumbuhan.
2. SLG meliputi 3 - 11 % dari penderita epilepsi golongan anak-anak,
muncul pertamakali pada umur 1 - 14 tahun, rata-rata 3 tahun.
3. Jenis serangan yang terdapat pada satu penderita meliputi serangan tonik,
atonik,mioklonik dan absence tidak khas. Munculnya serangan
dipermudah oleh rasamengantuk atau bahkan tanpa rangsanganpun dapat
muncul serangan.
4. Beberapa faktor penyebab adalah 25 % bersifat kriptogenik, simtomatik
meliputi 75%pada populasi, cedera kepala yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan,prematuritas dan asfiksia, infeksi otak, malformasi
perkembangan otak dan penyakitmetabolik yang menyangkut otak.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
28/56
27
Sindrom West.7
1. Sindrom ini dikenal pula sebagai spasmus infantile. Usia awitan berkisar
3 - 12 bulandengan puncak pada umur 4 - 7 bulan.
2. Secara umum serangan epilepsi jenis ini dicirikan oleh serangan tonik
secaramendadak, bilateral dan simetris.
3. Faktor penyebab antara lain 10 - 15 % bersifat kriptogenik dan 85 - 90 %
bersifatsimtomatik. Faktor prenatal meliputi infeksi intrauterin (CMV =
citomegalo virus),disgenesis serebral dan malformasi serebral, penyebab
pasca natal antara lainhipoksia serebral, trauma kepala dan infeksi
(meningitis dan ensefalitis).
3.5. Gejala dan Diagnosis
Kejang parsial simplek
Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:
- deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama
sebelumnya.
- Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak
dapat dijelaskan
- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada
bagian tubih tertentu.
- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
- Halusinasi
Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan
lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besartidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:
- Gerakan seperti mencucur atau mengunyah
- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan
pakaiannya
- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan
berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung
7/28/2019 Refleksi epilepsi
29/56
28
- Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang
- Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap
tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini
pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini
biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum
serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga
berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan
keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan
yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik:
terjaadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau
buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien
mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan
semacam ini.14
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis
dengan hasilpemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara
kebetulan melihatserangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah
dapat ditegakkan.
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksahampir tidak pernah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputigejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yangsangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan
informasi tentang traumakepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
7/28/2019 Refleksi epilepsi
30/56
29
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekwensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan
epilepsi,seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,
gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-
sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit
sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya
keterlambatan perkembangan,organomegali, perbedaan ukuran antara anggota
tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakanpemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosisepilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesistruktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum
pada EEG menunjukkankemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.
Rekaman EEG dikatakan abnormal:
4
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisferotak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
31/56
30
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,
dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya
spasmeinfantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal
gambaran EEG nyagelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi
mioklonik mempunyaigambaran EEG gelombang paku/tajam / lambat dan paku
majemuk yang timbul secaraserentak (sinkron).
b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi
sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara
fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali
gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk
penderita yang penyebabnyabelum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula
untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan
prosedur ini sangat diperlukanpada persiapan operasi.14
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk
melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT
Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI
bermanfaatuntuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.14
3.6. Faktor-faktor risiko epilepsi
Epilepsi dapat dianggap sebagai suatu gejala gangguan fungsi otak
yangpenyebabnya bervariasi terdiri dari berbagai faktor. Epilepsi yang tidakdiketahui faktor penyebabnya disebut idiopatik. Umumnya faktor genetik lebih
berperan pada epilepsi idiopatik. Sedang epilepsi yang dapat ditentukan faktor
penyebabnya disebut epilepsisimtomatik. Pada epilepsi idiopatik diduga adanya
kelainan genetik sebagai berikut :terdapat suatu gen yang menentukan sintesis dan
metabolisme asam glutamik yangmenghasilkan zat Gama amino butiric acid
(GABA). Zat ini merupakan penghambat(inhibitor) kegiatan neuron yang
7/28/2019 Refleksi epilepsi
32/56
31
abnormal. Penderita yang secara kurang cukupmemproduksi GABA merupakan
penderita yang mempunyai kecenderungan untukmendapat serangan epilepsi.17
Untuk menentukan faktor penyebab dapat diketahui dengan melihat usia
seranganpertama kali. Misalnya : usia dibawah 18 tahun kemungkinan faktor ialah
traumaperinatal, kejang demam, radang susunan saraf pusat, struktural, penyakit
metabolik,keadaan toksik, penyakit sistemik, penyakit trauma kepala dan lain-
lain.17
Diperkirakan epilepsi disebabkan oleh keadaan yang mengganggu
stabilitasneuron-neuron otak yang dapat terjadi pada saat prenatal, perinatal
ataupun postnatal.Faktor prenatal dan perinatal saling berkaitan dalam timbulnya
gangguan pada janin ataubayi yang dilahirkan yang dapat menyebabkan
epilepsi.17
3.6.1. Faktor prenatal
a. Umur saat ibu hamil
Umur ibu pada saat hamil sangat menentukan status kesehatan bayi yang
akandilahirkan. Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat
mengakibatkanberbagai komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi
kehamilan di antaranyaadalah hipertensi dan eklamsia, sedangkan gangguan pada
persalinan di antaranya adalahtrauma persalinan. Komplikasi kehamilan dan
persalinan dapat menyebabkanprematuritas, lahir dengan berat badan kurang,
penyulit persalinan dan partus lama.Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin
dengan asfiksia. Pada asfiksia akan terjadihipoksia dan iskemia. Hipoksia dapat
mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan ataumeningkatnya fungsi neuron
eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila adarangsangan yang memadai.
Asfiksia akan menimbulkan lesi pada daerah hipokampus danselanjutnya
menimbulkan fokus epileptogenik.14
Penelitian kasus kontrol oleh Sidenvall R, dkk di Swedia tahun 1985 -
1987 tentangfaktor risiko prenatal dan perinatal terhadap kejadian epilepsi pada
anak yang tidakdiprovokasi oleh kejang demam, didapatkan hasil bahwa usia
7/28/2019 Refleksi epilepsi
33/56
32
kehamilan tua dan mudamerupakan faktor risiko terhadap kejadian epilepsi. (OR :
6,7; 95% Cl : 2 - 22).14
b. Kehamilan dengan eklamsia dan hipertensi
Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan seperti placenta previa dan
eklamsiadapat menyebabkan asfiksia pada bayi.16,37 Eklamsia dapat terjadi pada
kehamilanprimipara atau usia pada saat hamil diatas 30 tahun. Penelitian terhadap
penderitaepilepsi pada anak, mendapatkan angka penyebab karena eklamsia
sebesar (9%). Asfiksiadisebabkan adanya hipoksia pada bayi yang dapat berakibat
timbulnya epilepsi.16
Hipertensi pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke placenta
berkurang,sehingga berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin dan
BBLR.37 Keadaan inidapat menimbulkan asfiksia pada bayi yang dapat berlanjut
pada epilepsi di kemudianhari. Penelitian oleh Sidenvall R dkk, mendapatkan
hasil bahwa hipertensi selamakehamilan merupakan faktor risiko epilepsi pada
anak. ( OR : 4,8; 95% : Cl : 1,3 -17).14
c. Kehamilan primipara atau multipara
Urutan persalinan dapat menyebabkan terjadinya epilepsi. Insiden
epilepsiditemukan lebih tinggi pada anak pertama. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan padaprimipara lebih sering terjadi penyulit persalinan. Penyulit
persalinan (partus lama,persalinan dengan alat, kelainan letak) dapat terjadi juga
pada kehamilan multipara (kehamilan dan melahirkan bayi hidup lebih dari 4
kali). Penyulit persalinan dapatmenimbulkan cedera karena kompresi kepala yang
dapat berakibat distorsi dan kompresiotak sehingga terjadi perdarahan atau udem
otak. Keadaan ini dapat menimbulkankerusakan otak, dengan epilepsi sebagai
manifestasi klinisnya.
14
d. Pemakaian bahan toksik
Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/ kehamilan ibu, seperti
ibumenelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi,
minumalkohol atau mengalami cedera atau mendapat penyinaran dapat
menyebabkan epilepsi.14
7/28/2019 Refleksi epilepsi
34/56
33
Merokok dapat mempengaruhi kehamilan dan perkembangan janin, bukti
ilmiahmenunjukkan bahwa merokok selama kehamilan meningkatkan risiko
kerusakan janin.Dampak lain dari merokok pada saat hamil adalah terjadinya
placenta previa. Placentaprevia dapat menyebabkan perdarahan berat pada
kehamilan atau persalinan dan bayisungsang sehingga diperlukan seksio sesaria.
Keadaan ini dapat menyebabkan traumalahir yang berakibat terjadinya epilepsi.14
3.6.2.Faktor natal
a. Asfiksia
Trauma persalinan akan menimbulkan asfiksia perinatal atau
perdarahanintrakranial. Penyebab yang paling banyak akibat gangguan prenatal
dan prosespersalinan adalah asfiksia, yang akan menimbulkan lesi pada daerah
hipokampus, danselanjutnya menimbulkan fokus epileptogenik.14
Pada asfiksia perinatal akan terjadi hipoksia dan iskemia di jaringan otak.
Keadaanini dapat menimbulkan bangkitan epilepsi, baik pada stadium akut
dengan frekuensitergantung pada derajat beratnya asfiksia, usia janin dan lamanya
asfiksia berlangsung.Bangkitan epilepsi biasanya mulai timbul 6-12 jam setelah
lahir dan didapat pada 50%kasus, setelah 12 - 24 jam bangkitan epilepsi menjadi
lebih sering dan hebat. Pada kasusini prognosisnya kurang baik. Pada 75% - 90%
kasus akan didapatkan gejala sisagangguan neurologis, di antaranya epilepsi.14
Hipoksia dan iskemia akan menyebabkan peninggian cairan dan Na
intraselulersehingga terjadi udem otak. Daerah yang sensitif terhadap hipoksia
adalah inti-inti padabatang otak, talamus, dan kollikulus inferior, sedangkan
terhadap iskemia adalah"watershead area"yaitu daerah parasagital hemisfer yang
mendapat vaskularisasi palingsedikit. Hipoksia dapat mengakibatkan rusaknyafaktor inhibisi dan atau meningkatnyafungsi neuron eksitasi, sehingga mudah
timbul epilepsi bila ada rangsangan yangmemadai.14
Penelitian oleh Sidenvall R dkk di Swedia, menemukan bahwa asfiksia
denganApgar score 6 merupakan faktor risiko epilepsi pada anak (OR: 3, 8 :
95% Cl : 1,2 -12).
7/28/2019 Refleksi epilepsi
35/56
34
b. Berat badan lahir
Bayi dengan berat badan lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi yang lahir
dengan beratkurang dari 2500 gram. BBLR dapat menyebabkan asfiksia atau
iskemia otak danperdarahan intraventrikuler. Iskemia otak dapat menyebabkan
terbentuknya fokusepilepsi. Bayi dengan BBLR dapat mengalami gangguan
metabolisme yaitu hipoglikemiadan hipokalsemia. Keadaan ini dapat
menyebabkan kerusakan otak pada periodeperinatal. Adanya kerusakan otak,
dapat menyebabkan epilepsi pada perkembanganselanjutnya. Trauma kepala
selama melahirkan pada bayi dengan BBLR < 2500 gramdapat terjadi perdarahan
intrakranial yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadikomplikasi neurologi.14
c. Kelahiran Prematur atau Postmatur
Bayi prematur adalah bayi yang lahir hidup yang dilahirkan sebelum 37
minggudari hari pertama menstruasi terakhir. Pada bayi prematur, perkembangan
alat-alattubuh kurang sempurna sehingga sebelum berfungsi dengan baik.
Perdarahanintraventikuler terjadi pada 50% bayi prematur. Hal ini disebabkan
karena seringmenderita apnea, asfiksia berat dan sindrom gangguan pernapasan
sehingga bayi menjadihipoksia. Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak
bertambah. Bila keadaan inisering timbul dan tiap serangan lebih dari 20 detik
maka, kemungkinan timbulnyakerusakan otak yang permanen lebih besar. Daerah
yang rentan terhadap kerusakanantara lain di hipokampus. Oleh karena itu setiap
serangan kejang selalu menyebabkankenaikan eksitabilitas neuron, serangan
kejang cenderung berulang dan selanjutnyamenimbulkan kerusakan yang lebih
luas.14
Bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42 minggu merupakan
bayipostmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses penuaan plesenta, sehinggapemasukanmakanan dan oksigen akan menurun. Komplikasi yang dapat dialami
oleh bayi yang lahirpostmatur ialah suhu yang tak stabil, hipoglikemia dan
kelainan neurologik. Gawatjanin terutama terjadi pada persalinan, bila terjadi
kelainan obstetrik seperti : berat bayilebih dari 4000 gram, kelainan posisi, partus
> 13 jam, perlu dilakukan tindakan seksiosesaria. Kelainan tersebut dapat
menyebabkan trauma perinatal (cedera mekanik ) danhipoksia janin yang dapat
7/28/2019 Refleksi epilepsi
36/56
35
mengakibatkan kerusakan pada otak janin. Manifestasi klinisdari keadaan ini
dapat berupa epilepsi.16
d. Partus lama
Partus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam dan kala II lebih dari
1 jam. Padaprimigravida biasanya kala I sekitar 13 jam dan Kala II : 1,5 jam.
Sedangkan padamultigravida, kala I: 7 jam dan kala II : 1-5 jam. Persalinan yang
sukar dan lamameningkatkan risiko terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin.
Manifestasi klinisdari cedera mekanik dan hipoksi dapat berupa epilepsi.16
e. Persalinan dengan alat ( forsep, vakum, seksio sesaria ).
Persalinan yang sulit termasuk persalinan dengan bantuan alat dan
kelainan letakdapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik pada kepala
bayi. Trauma lahirdapat menyebabkan perdarahan subdural, subaraknoid dan
perdarahan intraventrikuler.Persalinan yang sulit terutama bila terdapat kelainan
letak dan disproporsi sefalopelvik,dapat menyebabkan perdarahan subdural.
Perdarahan subaraknoid dapat terjadi padabayi prematur dan bayi cukup bulan
karena trauma. Manifestasi neurologis dariperdarahan tersebut dapat berupa
iritabel dan kejang. Cedera karena kompresi kepalayang dapat berakibat distorsi
dan kompresi otak, sehingga terjadi perdarahan atau udemotak; keadaan ini dapat
menimbulkan kerusakan otak, dengan epilepsi sebagaimanifestasi klinisnya.15
Penelitian kohort selama 7 tahun oleh Maheshwari, mendapatkan hasil
bahwa bayiyang lahir dengan bantuan alat forsep mempunyai risiko untuk
mengidap epilepsidibandingkan bayi yang lahir secara normal dengan
perbandingan 22 :10. Kelainanyang terjadi pada saat kelahiran seperti hipoksia,
kerusakan akibat tindakan (forsep) atautrauma lain pada otak bayi juga merupakan
penyebab epilepsi pada anak. Sedangkanpenelitian oleh Sidenvall R dkk,medapatkan hasil bahwa persalinan dengan operasi sesarmerupakan faktor risiko
epilepsi pada anak (OR : 18; 95% Cl : 3,7 - 88).15
f. Perdarahan intrakranial
Perdarahan intrakranial dapat merupakan akibat trauma atau asfiksia dan
jarangdiakibatkan oleh gangguan perdarahan primer atau anomali kongenital
7/28/2019 Refleksi epilepsi
37/56
36
Perdarahanintrakranial pada neonatus dapat bermanifestasi sebagai perdarahan
subdural,subarakhnoid, intraventrikuler / periventrikuler atau intraserebral.4
Perdarahan subdural biasanya berhubungan dengan persalinan yang sulit
terutamaterdapat kelainan letak dan disproporsi sefalopelvik. Perdarahan dapat
terjadi karenalaserasi dari vena-vena, biasanya disertai kontusio serebral yang
akan memberikan gejalakejang-kejang.16
Perdarahan subarakhnoid terutama terjadi pada bayi prematur yang
biasanyabersama-sama dengan perdarahan intraventrikuler. Keadaan ini akan
menimbulkangangguan struktur serebral dengan epilepsi sebagai salah satu
manifestasi klinisnya.16
3.6.3.Faktor postnatal
a. Kejang Demam4
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhurektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Anak-anak yangmengalami kejang demam tersebut tidak mengalami infeksi
susunan pusat atau gangguanelektrolit akut.
Umumnya anak yang mengalami kejang demam berusia antara 6 bulan
sampai 5tahun, paling sering usia 18 bulan. Berapa batas umur kejang demam
tidak adakesepakatan, ada kesepakatan yang mengambil batas antara 3 bulan
sampai 5 tahun, adayang yang menggunakan batas bawah adalah 1 bulan. Kejang
disertai demam pada bayiberumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam. Awitan di atas 6 tahunsangat jarang.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian mengalami
kejangdemam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam dapat dibagi menjadi kejang demam sederhana (Simple
FebrileSeizure) dan kejang demam komplek (Complex Febrile Seizure).
Bentuk paling sering adalah kejang demam sederhana. Kejang berbentuk
tonik atautonik klonik. Kejang berlangsung singkat kira kira satu menit, lalu
anak menangis.Selama hidupnya, ia hanya mengalami kejang 12 kali.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
38/56
37
Kejang demam komplek terjadi pada kira kira 30% anak, dan
mempunyai beberapa ciri yaitu:
1. Bangkitan kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Bangkitan kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Harus dibedakan antara kejang demam sederhana dan kejang demam
komplek,karena bentuk bangkitan menentukan risiko kemungkinan kerusakan
otak, berulangnya kejang, kemungkinan menjadi epilepsi di kemudian hari, serta
penatalaksanaan yangharus dilakukan.
Menurut beberapa kepustakaan sebagaimana dikutip oleh Suwitra dan
Nuradyo,kejang demam menjadi epilepsi kemungkinan melalui mekanisme sbb: 16
1. Kejang yang lamanya lebih dari 30 menit akan mengakibatkan kerusakan
DNAdan protein sel sehingga menimbulkan jaringan parut. Jaringan parut
ini dapatmenghambat proses inhibisi. Hal ini akan mengganggu
keseimbangan inhibisieksitasi,sehingga mempermudah timbulnya kejang.
2. Kejang yang berulang akan mengakibatkan kindling efect sehingga
rangsangdibawah nilai ambang sudah dapat menyebabkan kejang.
3. Kejang demam yang berkepanjangan akan mengakibatkan jaringan
otakmengalami sklerosis, sehingga terbentuk fokus epilepsi.
4. Kejang demam yang lama akan mengakibatkan terbentuknya zat toksik
berupaamoniak dan radikal bebas sehingga mengakibatkan kerusakan
neuron.
5. Kejang demam yang lama akan mengakibatkan berkurangnya glukosa,
oksigen,dan aliran darah otak sehingga terjadi edema sel, akhirnya neuronmenjadi rusak.
Shorvon berpendapat bahwa kejang demam yang berkepanjangan
menyebabkaniskemik otak, dan yang paling terkena dampaknya adalah lobus
temporalis. Hal inimenyebabkan predisposisi timbulnya epilepsi lobus temporalis
(ELT).44 Pada pasien-pasienELT yang interactable, setelah dilakukan lobektomi
didapatkan mesiotemporalsklerosis (MtS), dan sebanyak 80%nya memiliki
7/28/2019 Refleksi epilepsi
39/56
38
riwayat kejang demam. MtS jugaditemukan sebanyak 62% pada pemeriksaanpost
mortem pada ELT. ELT bentuk klasikterjadi melalui kejang demam, sedangkan
bentuk bilateral melalui infeksi SSP, traumakepala, hipoksia dan idiopatik.16
b. Trauma kepala/ cedera kepala
Trauma memberikan dampak pada jaringan otak yang dapat bersifat akut
dan kronis. Pada trauma yang ringan dapat menimbulkan dampak yang muncul
dikemudian hari dengan gejala sisa neurologikparese nervus cranialis, serta
cerebral palsy dan retardasi mental. Dampak yang tidak nyata memberikan gejala
sisa berupa jaringansikatrik, yang tidak memberikan gejala klinis awal namun
dalam kurun waktu 35 tahunakan menjadi fokus epilepsi.17
Menurut Willmore sebagaimana dikutip oleh Ali. RA mengemukakan,
bilaseseorang mengalami cedera di kepala seperti tekanan fraktur pada tengkorak,
benturanyang mengenai bagian-bagian penting otak seperti adanya amnesia pasca
traumatik yangcukup lama (> 2 jam) maka ia memiliki risiko tinggi terkena
bangkitan epilepsi. Biasanya serangan berlangsung satu minggu setelah terjadinya
cedera. Epilepsi biasanyamengalami perkembangan selama 1 tahun setelah
terjadinya cedera (50% -60% pasien),dan dalam 2 tahun pada 85% pasien.17
Bangkitan epilepsi pasca cedera kepala pada anak-anak dibagi dalam 3
golonganyaitu:47
1) Bangkitan segera, sebagai jawaban langsung atas serangan mekanis
darijaringan otak yang mempunyai ambang rangsang yang rendah
terhadapkejang. Biasanya berhubungan dengan faktor genetik.
2) Bangkitan dini, timbul dalam 24 - 48 jam, pada cedera kepala hebat
sebagaiakibat dari udem otak, perdarahan intrakranial, kontusio, laserasi
dan nekrosis.Bangkitan epilepsi biasanya bersifat kejang umum.3) Bangkitan lambat, biasanya timbul dalam 2 tahun pertama setelah
cederakepala, bangkitan berasal dari parut serebro-meningeal akibat
trauma yangtelah dibuktikan baik secara anatomis, maupun elektro-
fisiologis.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
40/56
39
Kejadian epilepsi pasca cedera kepala yang tidak disertai gangguan
kesadaransebesar 2%, dengan gangguan kesadaran lebih dari 1 jam sebanyak 5 -
10% dan biladisertai kontusio otak 30% .17
Trauma kepala merupakan penyebab terjadinya epilepsi yang paling
banyak (15%).Pada trauma terbuka 40% terjadi epilepsi, sedang pada trauma
t5ertutup yang berat hanya5%. Terjadinya epilepsi pada trauma kepala dengan
perdarahan kemungkinan lebihbesar. Studi kohort selama 7 tahun yang dilakukan
oleh Appleton RE dan Demelweek,mendapatkan 9% anak dengan cedera kepala
berkembang menjadi epilepsi setelah 8bulan dan lebih dari 5 tahun setelah cedera
kepala. Walaupun cedera kepala lebih ringan,pada anak-anak kemungkinan
terjadinya bangkitan epilepsi lebih tinggi daripada orangdewasa.17
c. Infeksi susunan saraf pusat.
Risiko akibat serangan epilepsi bervariasi sesuai dengan tipe infeksi yang
terjadipada sistem saraf pusat. Risiko untuk perkembangan epilepsi akan menjadi
lebih tinggibila serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem
saraf pusat sepertimeningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi
lainnya.16
Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan terjadinya epilepsi. Di
negara-negarabarat penyebab yang paling umum adalah virus Herpes simplex
(tipe l) yangmenyerang lobus temporalis. Epilepsi yang timbul berbentuk
serangan parsial kompleksdengan sering diikuti serangan umum sekunder dan
biasanya sulit diobati. Infeksi virusini dapat juga menyebabkan gangguan daya
ingat yang berat dan kombinasi epilepsidengan kerusakan otak dapat berakibat
fatal.16
Pada meningitis dapat terjadi sekuele yang secara langsung menimbulkancacat berupa cerebal palsy, retardasi mental, hidrosefalus dan defisit N. kranialis
serta epilepsi. Dapat pula cacat yang terjadi sangat ringan berupa sikatriks pada
sekelompok neuronatau jaringan sekitar neuron sehingga terjadilah fokus epilepsi,
yang dalam kurun waktu 2- 3 tahun kemudian menimbulkan epilepsi.17
7/28/2019 Refleksi epilepsi
41/56
40
d. Epilepsi akibat toksik
Beberapa jenis obat psikotropik dan zat toksik seperti Co, Cu, Pb dan
lainnya dapatmemacu terjadinya kejang . Beberapa jenis obat dapat menjadi
penyebab epilepsi, yangdiakibatkan racun yang dikandungnya atau adanya
konsumsi yang berlebihan. Termasukdi dalamnya alkohol, obat anti epileptik,
opium, obat anestetik dan anti depresan.Penggunaan barbiturat dan
benzodiazepine dapat menyebabkan serangan mendadak padaorang yang tidak
menderita epilepsi. Serangan terjadi setelah 12 24 jam setelahmengkonsumsi
alkohol. Sedangkan racun yang ada pada obat dapat mengendap danmenyebabkan
serangan epilepsi.17
e. Gangguan Metabolik
Serangan epilepsi dapat terjadi dengan adanya gangguan pada konsentrasi
serumglukosa, kalsium, magnesium, potassium dan sodium. Beberapa kasus
hiperglikemiayang disertai status hiperosmolar non ketotik merupakan faktor
risiko penting penyebabepilepsi di Asia, sering kali menyebabkan epilepsi
parsial.17
3.6.4. Faktor herediter ( keturunan )
Faktor herediter memiliki pengaruh yang penting terhadap beberapa kasus
epilepsi. Bila seseorang mengidap epilepsi pada masa kecilnya, maka saudara
kandungnya jugamemiliki risiko tinggi menderita epilepsi. Demikian pula pada
anak-anak yang akan dilahirkan. Risiko epilepsi pada saudara kandung penderita
epilepsi primer kurang lebih 4%. Bila orang tua dan salah satu anaknya sama-
sama mengidap epilepsi primer, makaanak yang lain berpotensi terkena epilepsi
sebesar 10%.5
Pada penderita epilepsi parsial yang telah diketahui penyebab penyakitnya,
jugamempunyai probabilitas untuk terkena pengaruh faktor heriditer. Serangan
epilepsi lebihbanyak terjadi pada anggota keluarga penderita epilepsi akibat
trauma kepala dibandinganggota keluarga yang tidak ada penderita epilepsinya.
Salah satu bentuk epilepsi parsialyang dipengaruhi oleh faktor genetik adalah
Benign Rolandic Epilepsy.5
7/28/2019 Refleksi epilepsi
42/56
41
Studi kasus kontrol di India yang dilakukan oleh Sawhney (1999),
mendapatkanbahwa riwayat keluarga epilepsi merupakan faktor risiko terjadinya
epilepsi (OR :2,1; 9,5% CI: 1,1-4,3). Anak yang mempunyai ayah dan ibu
penyandang epilepsimempunyai risiko 5 kali lebih besar dari anak yang ayah dan
ibunya bukan penyandangepilepsi. Jika hanya ibu yang menyandang epilepsi
maka risiko pada anak laki-lakinya2,9% dan risiko pada anak perempuannya
2,3%. Apabila ayahnya yang menyandang epilepsi, maka risiko epilepsi bagi
anak-anaknya adalah : anak laki-laki 1,1% dan anakperempuan 0,6%.18
3.6.5. Kelainan genetik ion channelopathies
Diperkirakan sekitar 20% dari penderita epilepsi mempunyai etiologi
genetik,meliputi sejumlah yang dikatagorikan sebagai idiopatik.Perkembangan
terbaru menunjukkan telah diketahuinya kelainan yang bertanggungjawab atas
epilepsi yang diwariskan termasuk masalah-masalahIigand-gated(salurannatrium
dan kalium) yang pewarisannya secara autosom dominan. Sebagai contoh adalah
autosomal-dominant noctumal frontal lobe epilepsy telah diketahui sebabnya
yaitumutasi sub unit alfa 4 yang terdapat di reseptor nikotinat, benign neonatal
familialconvulsions disebabkan oleh mutasi saluran kalium dan epilepsi umum
(grand mal)dengan febrile convulsions plus yang disebabkan oleh kelainan pada
saluran natrium.7
Bukti bahwa mekanisme genetik dapat secara langsung mempengaruhi
sinkronisasineuron, dan dengan demikian menyebabkan epilepsi berhasil
diidentifikasi gen-genpengkode protein seperti ion chanel yang dengan jelas
memainkan suatu perananlangsung yang bermakna didalam pengontrolan
eksitabilitas neuron. Secara teoritis, defekyang diturunkan pada tiap gen-gen
pengkode protein yang menyangkut eksitabilitasneuron dapat mencetuskan
bangkitan epilepsi. Kelompok penting dari calon gen-genuntuk epilepsi yang
herediter adalah gen-gen ion chanel. Gen-gen ini dapat dibagi kedalam ion chanel
ligand-gated, meliputi reseptor-reseptor untuk neurotransmitter dan ionchanel
voltage-sensitive.18
7/28/2019 Refleksi epilepsi
43/56
42
Chanelopathi adalah defek dari ion chanel yang bersifat genetik, dimana
terjadikelainan pembentukan protein ion chanel pada waktu penggabungan
beberapa asamamino, sehingga menyebabkan membran sel menjadi
hipereksitabel. Untuk seseorangdengan kondisi saraf hipereksitabel (spasmofili),
suatu stresor yang sifatnya umum saja,mudah sekali pada tingkatan tertentu
berubah menjadi distress.18
3.7 Penatalaksanaan
Tujuan dari terapi ini adalah (1) stabilitas pasien (misal menjaga
oksigenasi yang memadai agar fungsi kardiorespiratori tetap baik dan
penatalaksanaan komplikasi sistemik), (2) diagnosis yang tepat mengenai subtype
dan identifikasi factor pemicu, (3) menghentikan aktivitas alat bantu klinis dan
elektrik secepat mungkin, dan (4) mencegah kekambuhan kejang.
Tata laksana dapat dibagi menjadi tiga komponen :
- Tindakan resusitasi segera airway,breathing,circulation
- Pengendalian kejang
- Identifikasi (dan pengobatan) penyebab yang mendasari.
Pengendalian kejang selanjutnya dibagi lagi berdasarkan tahap klinisnya:
- Fase Pramonitor - diazepam (10-20mg) bisa diberikan secara intravena
atau rectal, diulangi sekali lagi 15 menit selanjutnya bila status
epileptikus berlanjut mengancam jiwa. Alternatifnya, bolus intravena
klonazepam (1-2mg) dapat diberikan.
- Status awal- saat ini benzodiazepine yang lebih dipilih adalah
lorazepam intravena (biasanya bolus 4mg), dan bila perlu diulang satu
kali setelah 10 menit.
-Status menetap- bolus fenobarbital (10mg/kg; 100mg/menit) dan/atau
infuse fenintoin (15mg/kg : 50mg/menit, dengan pemantauan EKG).
Meskipun benzodiazepine (misalnya klonazepam, 0,5 1,5 mg/jam)
memiliki resiko kecil terjadinya depresi pernapasan, namun kontrol
perlu dicapai segera sementara fenintoin sedang diberikan.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
44/56
43
- Status refrakter bila kejang berlanjut lebih dari 30 menit dengan
tindakan diatas, maka dilakukan anesthesia umum menggunakan
tiopenton (bolus intravena selanjutnya dengan infus). Ventilasi buatan
biasanya dibutuhkan. Dosis anestesi tidak boleh diturunkan sampai
paling tidak 12 jam setelah kejang terakhir, yang mungkin
membutuhkan pemantauan EKG bila pasien diberi ventilasi dan
dilumpuhkan dengan relaksan otot.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
45/56
44
Algoritme Penatalaksanaan Status Epileptikus Kejang Umum
Perawatansebelumke RS
Pantautanda vital (nadi, nafas, dll)
Pertimbangkan diazepam PR (0,5 mg/kg/dosissampai10-20 mg) atau midazolam IM (0,1-0,2 mg/kg)
Bawa ke RS jikakejangterusterjadiPemeriksaanLaboratorium
Darahlengkapdenganhitungjenis
Profilkimiadarah (elektrolit, glukosa,
fungsihepardanginjal, kalsium,
magnesium)
Gas darah arterial
Kulturdarah
Kadar serum antikonvulsan
Skriningkadarurinalkohol/narkotik
Perawatanawal di RS
Kontrolfungsijalannafassertajantung:pulseoxymetry
100% oksigen
Gunakankateter
Jikatidakdapatakses iv danpasien> 6 tahunberikan
secara intraosseous
Mulailahpemberiancairan IV
Tiamin 100 mg (dewasa)
Prisoksin 50-100 mg (bayi)
Glukosa (dewasa: 50 ml daricairan 50%; anak:0-0,25-0,5
g/kg)
Nalokson 0,1 mg/kg jika dicurigai over dosis narkotika
Antibiotik, jika dicurigai infeksi
Status awal
0-10 menit
Lorazepam (4 mg dewasa; 0,03-0,1 mg/kg denganlaju 2 mg/menit) dapat diulang jika tak ada respon dalam
10 sampai 15 menit
Terapi tambahan mungkin tidak diperlukan jika kejang berhenti dan penyebabnya dapat diketahui
10-30 menit
Fenintoin atau fosfenintoin FE (setara dengan fenintoin) dewasa: 10-20 mg/kg dg laju 50 mg/menit atau 150
mg/menit PE
Bayi/anak: 15-20 mg/kg denganlaju 1-3 mg/kg/menit
Tahap status Established/Menetap (30-60 menit)
Kejangberlanjut
Tambahkan dosis kecil fenintoin atau punfosgenintoin FE* (setara dengan fenintoin) dapat diberikan, jika
pasien tidak menunjukkan respon
Fenobarbital* 15-20 mg/kg dengan laju 100 mg/menit pada dewasa dan 30 mg/menit pada bayi dan anak *
Tahap Status Refrakter/ Membandel (>60 menit)
Kejang klinis atau elektrik berlanjut:
Tambahan fenobarbital* 10 mg/kg: 10 mg/kg dapat diberikan setiap jam sampai kejang berhenti atau
Valproat 20 mg/kg di ikuti dengan 1-4 mg/kg/jam atau
Anastes iumum dengan salah satu dari obat berikut:
Midazolam 2 mg/kg bolus diikutidengan 50-500 mcg/kg/jam
Phenobarbital 15-20 mg/kg bolus selama 1 jam, lalu 1-3 mg/kg/jam untukmempercepatsupresipada EEG,
jikaterjadihipotensi, perlambatlajuinfusataumulailahpemberian dopamine ataupropofol 1-2 mg/kg bolus
diikutidengan 2-10 mg/kg/jam
Sekalikejangdapatdikontrol, turunkanbertahap midazolam, Phenobarbital, propofoldalamwaktu 12
jam.Jikakejangkembalimuncul, ulangkembaliinfusdantitrasisampaidosisefektifselama 12 jam
7/28/2019 Refleksi epilepsi
46/56
45
Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan
pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen
maupun kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30
menit, akan tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10
menit
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.
Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:
OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat
minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah
mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.
Terapi dimulai dengan monoterapi
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai
kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas
pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala
disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus.16
Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :
Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)
Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+,
Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.
OAE pilihan pertama dan kedua :
1. Serangan parsial (sederhana, kompleks dan umum sekunder)
7/28/2019 Refleksi epilepsi
47/56
46
OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin
OAE II : Benzodiazepin, asam valproat
2. Serangan tonik klonik
OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, asam valproat
OAE II : Benzodiazepin, asam valproat
3. Serangan absens
OAE I : Etosuksimid, asam valproat
OAE II : Benzodiazepin
4. Serangan mioklonik
OAE I : Benzodiazepin, asam valproat
OAE II : Etosuksimid
5. Serangan tonik, klonik, atonik
Semua OAE kecuali etosuksinid
Penghentian pemberian OAE
Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan
setelah 2 tahun bebas serangan .
Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau
keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis
semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai
dari satu OAE yang bukan utama
3.8 PrognosisMeskipun secara statistic didapatkan hasil yang tidak signifikan, peneliti
mengamati terdapat keburukan pada status epileptikus dan hal ini ditentukan dari
bagaimana pengobatan dilakukan, yang akan menimbulkan resiko untuk terjadi
serangan berulang.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
48/56
47
Komplikasi yang bisa timbul dari status epileptikus termasuk disfungsi
jantung atau paru-paru, perubahan metabolik, peningkatan suhu tubuh, dan
akhirnya cedera otak ireversibel.
Angka kematian penderita status epileptikus tetap tinggi, sekitar 22%
sampai 25%, walaupun dengan terapi obat secara invasif. Aktivitas kejang yang
berlangsung lebih dari 30 menit dan usia lanjut adalah faktor yang berperan
memperburuk prognosis.
Kematian pada status epileptikus disebabkan oleh hiperpireksia dan
obstruksi respirasi, aspirasi muntahan, dan kegagalan mekanisme kompensasi dan
regulatorik.
Morbiditas pada anak berusia 15 tahun lebih rendah. Pada anak-anak yang
mengalami status epileptikus kejang tonik klonik umum, akan terdapat sekuele
pada 9% kasus, di antaranya 59% sekuele atau gejala sisa pada motoriknya, 29%
pada motorik dan kognitifnya, dan 13% hanya pada kognitifnya.18
Penyakit yang berhubungan dengan Cerebral Palsy
Banyak penderita CP juga menderita penyakit lain. Kelainan yang
mempengaruhi otak dan menyebabkan gangguan fungsi motorik dapat
menyebabkan kejang dan mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang,
atensi terhadap dunia luar, aktivitas dan perilaku, dan penglihatan dan
pendengaran. 4 Penyakitpenyakit yang berhubungan dengan CP adalah :
1. Gangguan mental
Sepertiga anak CP memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan
gangguan sedang hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gangguan mental
sering dijumpai pada anak dengan klinis spastik quadriplegia.
2. Kejang atau epilepsi
Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang. Selam kejang, aktivitas
elektri dengan pola normal dan teratur di otak mengalami gangguan karena
letupan listrik yang tidak terkontrol. Pada pendertia CP dan epilepsi, gangguan
tersebut akan tersebar keseluruh otak dan menyebabkan gejala pada seluruh tubuh,
7/28/2019 Refleksi epilepsi
49/56
48
seperti kejang tonik-klonik atau mungkin hanya pada satu bagian otal dan
menyebabkan gejala kejang parsial. Kejang tonik-klonik secara umum
menyebabkan penderita menjerit dan diikuti dengan hilangnya kesadaran,
twitching kedua tungkai dan lengan, gerakan tubuh konvulsi dan hilangnya
kontrol kandung kemih.
3. Gangguan pertumbuhan
Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga
berat, terutama tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah istilah
untuk mendeskripsikan anak anak yang terhambat pertumbuhan dan
perkembangannya walaupun dengan asupan makanan yang cukup. Tampak
pendek dan tidak tampak tanda maturasi seksual. Sebagai tambahan, otot tungkai
yang mengalami spastisitas mempunyai kecenderungan lebih kecil dibanding
normal. Kondisi tersebut juga mengenai tangan dan kaki karena gangguan
penggunaan otot tungkai (disuse atrophy).
4. Gangguan penglihatan dan pendengaran
Mata tampak tidak segaris karena perbedaan pada otot mata kanan dan kiri
sehingga menimbulkan penglihatan ganda. Jika tidak segera dikoreksi dapat
menimbulkan gangguan berat pada mata.
5. Sensasi dan persepsi normal
Sebagian pendertia CP mengalami gangguan kemampuan untuk
merasakan sensasi misalnya sentuhan dan nyeri. Mereka juga mengalami
stereognosia, atau kesulitan merasakan dan mengidentifikasi obyek melalui
sensasi.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
50/56
49
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesa
Teori Fakta
Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai
gangguan kronis yang ditandai adanya
bangkitan epileptik berulang akibat
gangguan fungsi otak secara intermiten
yang terjadi oleh karena lepas muatan
listrik abnormal neuron-neuron secara
paroksismal akibat berbagai etiologi.10
Faktor Resiko
Faktor prenatal
Umur saat ibu hamil Kehamilan dengan eklamsia dan
hipertensi
Kehamilan primipara atau
multipara
Pemakaian bahan toksik
Faktor natal
Asfiksia Berat badan lahir rendah
Kelahiran prematur atau post matur
Partus lama
Persalinan dengan alat (forsep,
vakum)
Definisi
Riwayat dirawat di rumah sakit
saat umur 1-1,5 tahun sebanyak
3 kali karena kejang yang
didahului dengan demam tinggi
Serangan epileptik berulang
Faktor Resiko :
Hipertensi kehamilan
Primipara
Asfiksia
BBLR suspek IUGR
Riwayat kejang demam
Faktor herediter tidak
ditemukan dalam anamnesis
7/28/2019 Refleksi epilepsi
51/56
50
Perdarahan intrakranial
Faktor postnatal
Kejang demam
Trauma kepala
Infeksi susunan saraf pusat
Epilepsi akibat toksis
Gangguan Metabolik
Perdarahan intrakranial
Faktor herediter
Faktor kelainan genetik
Anamnesis (auto dan
aloanamnesis), meliputi:
Pola / bentuk serangan
Lama serangan
Gejala sebelum, selama dan paska
serangan
Frekwensi serangan
Faktor pencetus
Ada / tidaknya penyakit lain yang
diderita sekarang
Usia saat serangan terjadinya
pertama
Riw. kehamilan, persalinan dan
perkembangan
Riw. penyakit, penyebab dan terapi
sebelumnya
Riw. penyakit epilepsi dalam
keluarga
Hasil anamnesa :
Pola kejang grand mall (tonik
klonik)
Lebih dari 15 menit
Kejang seluruh tubuh, badan kaku,
kedua tangan dan kedua kaki terus
bergerak-gerak, serta mata yangmelihat ke arah atas
Frekuensi baru 1 kali dalam 1
tahun terakhir namun durasi
serangan 2 jam dengan 5 kali
periode kejang dalam tiap jam
Faktor pencetus tidak diketahui
Ada penyakit CP tipe Atetoid
(diskinetik)
Kejang tanpa demam baru
sekarang dirasakan
7/28/2019 Refleksi epilepsi
52/56
51
4.2 Pemeriksaan Fisik
Teori Fakta
berhubungan dengan
epilepsi,seperti trauma kepala,
infeksi telinga atau sinus,
gangguan kongenital, gangguan
neurologik fokal atau difus.
adanya keterlambatan
perkembangan,organomegali,
perbedaan ukuran antara anggota
tubuh dapat menunjukkan awal
gangguan pertumbuhan otak
unilateral
Keterlambatan perkembangan,
tidak bisa berjalan, liur menetes,
mikrosefali, mengarah ke
Cerebral Palsy tipe Atetoid
(diskinetik)
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Teori Fakta
Elektroensefalografi (EEG)
Adanya gelombang yang biasanya tidak
terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), paku-
ombak, paku majemuk, dan gelombang
lambat
Rekaman video EEG
Meningkatkan ketepatan diagnosis dan
lokasi sumber serangan. Penentuan
lokasi fokus epilepsi parsial dengan
prosedur ini sangat diperlukanpada
Pro EEG, namun tidak bisa
dilakukan setelah 3 kali percobaan.
7/28/2019 Refleksi epilepsi
53/56
52
persiapan operasi.
Pemeriksaan Radiologis
Melihat struktur otak dan melengkapi
data EEG. Bila dibandingkan dengan
CT Scan maka MRI lebih sensitif
4.4 Penatalaksanaan
Teori Fakta
OAE mulai diberikan bila
diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimal dua
kali bangkitan dalam setahun
Terapi dimulai dengan monoterapi
Pemberian obat dimulai dari dosis
rendah dan dinaikkan bertahap
sampai dosis efektif tercapai atau
timbul efek samping
Pilihan OAE Serangan tonik klonik
OAE I : Karbamazepin, fenobarbital,
primidon, fenitoin, asam valproat
OAE II : Benzodiazepin, asam valproat
Pada anak-anak penghentian OAE
secara bertahap dapat
dipertimbangkan setelah 2 tahunbebas serangan .
Asam Valproat syrup 2 x 1,5 cc
7/28/2019 Refleksi epilepsi
54/56
53
BAB V
PENUTUP
Seorang anak perempuan An.S umur 2 tahun telah dirawat di ruang Melati
RSUD A.W. Sjahranie dengan diagnosa Observasi Konvulsi suspek Epilepsi e.c.
Cerebral Palsy. Dari penegakan diagnosis hingga penatalaksanaan yang dilakukan
telah sesuai dengan referensi atau pustaka yang ada mengenai Epilepsi pada anak.
Hanya saja terdapat kesulitan dalam menegakkan diagnosis Epilepsi melalui
pemeriksaan penunjang EEG. Hal ini dikarenakan anak tidak berespon baik
terhdapap pre-medikasi sebelum proses rekam EEG, sehingga setelah 3 kali
percobaan dan atas pertimbangan infeksi nasokomial anak dipulangkan dan tetap
kontrol melalui kunjungan poliklinik rutin.
Dengan diagnosis suspek Epilepsi e.c. Cerebral Palsy maka anak harus
menjalani tatalaksana Epilepsi untuk pengobatan pencegahan kejang jangka
panjang, serta tatalaksan C