Post on 02-Dec-2015
description
SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 3 TAHUN 6 BULAN DENGAN
CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK TETRAPLEGI
Oleh :
Wida Pratiwi Oktavia
G99141023
Pembimbing :
Yunita Fatmawati, dr., Sp.KFR
KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
STATUS PASIEN
I.IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. R.A.
Umur : 3 Tahun 6 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Sragen
Pemeriksaan : 20 Agustus 2014
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap ibu pasien.
A. Keluhan Utama
Pasien belum bisa berdiri sendiri, belum dapat berbicara dengan jelas.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan pasien poliklinik rehabilitasi medik RS Dr.
Moewardi. Ibu pasien mengeluh pasien masih belum dapat berdiri sendiri
dan masih belum dapat berbicara dengan jelas. Menurut ibu pasien,
perkembangan pasien juga lebih terlambat dibanding dengan anak
seusianya. Anak hanya berbicara beberapa kata namun tidak jelas kata-
kata yang diucapkannya. Pasien kadang merespon ketika dipanggil.
Kemampuan pasien dalam perintah sederhana sudah mampu. Pasien juga
dengan usianya sekarang dikeluhkan belum dapat berdiri dan berjalan
sendiri. Pasien hanya dapat merangkak. Pasien dapat memberi isyarat
ketika hendak makan atau buang air. Pasien juga dapat memberi isyarat
ketika menginginkan sesuatu.
Saat dilakukan pemeriksaan rutin, tidak terdapat gangguan
kesehatan yang dialami penderita. Dan dari pengamatan pemeriksa
penderita terlihat sehat dan bugar. Menurut ibu pasien juga tidak terdapat
keluhan pada pendengaran maupun penglihatan pada pasien.
2
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat mondok : (+), kejang demam usia 2
tahun
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang sebelumnya : (+)
Riwayat perkembangan keterlambatan : (+), keterlambatan bicara
dan bahasa, keterlambatan
berdiri dan berjalan
Riwayat trauma kepala : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang pada keluarga : disangkal
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah anak tunggal. Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan
neneknya. Pasien berobat dengan biaya pribadi.
F. Riwayat Makan Minum Anak
Pasien meminum susu formula dan ASI ketika 6 bulan pertama.
Pasien biasanya diberikan minum tiap kali pasien menangis atau minta
minum, sehari ± 8 kali per hari dan lama menyusui 10-15 menit. Setelah
itu, pasien mulai makan nasi tim ketika usia 10 bulan 2-3 kali sehari satu
mangkok kecil diselingi dengan susu formula jika bayi masih lapar.
Saat ini, pasien makan ketika meminta makan, pasien makan
dengan nasi lauk pauk. Pasien tidak menyukai sayuran. Pasien lebih sering
mengkonsumsi roti maupun mie instan
G. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan kehamilan dilakukan ibu penderita di bidan setempat.
Pemeriksaan kehamilan dilakukan rutin oleh ibu penderita. Riwayat
3
mondok selama masa kehamilan (+) karena muntaber, riwayat perdarahan
selama masa kehamilan (+), obat-obatan yang diminum adalah vitamin dan
tablet penambah darah dari bidan.
H. Riwayat Kelahiran
Penderita lahir di bidan, partus normal, pada usia kehamilan 7 bulan,
bayi langsung menangis segera setelah lahir. Berat waktu lahir 2400 gram.
I. Riwayat Pemeriksaan Post Natal
Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di bidan.
J. Riwayat Imunisasi
III.PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : tampak sehat
4
Jenis I II III IV
1. BCG
2. DPT
3. Polio
4. Campak
5. Hepatitis B
1 bulan
2 bulan
0 bulan
9 bulan
Lahir
-
3 bulan
2 bulan
-
2 bulan
-
4 bulan
3 bulan
-
3 bulan
-
-
4 bulan
-
4 bulan
Derajat Kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi kesan baik
2. Tanda vital
S : 37,3 oC
N : 110 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.
RR : 24 x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, reguler.
BB : 9 kg
TB : 79 cm
3. Kulit : warna sawo matang, kelembaban baik, turgor baik.
4. Kepala : bentuk mesocephal, sutura sudah menutup, ubun-ubun
besar datar, rambut hitam tidak mudah rontok dan sukar
dicabut.
5. Muka : sembab (-), wajah tampak seperti orang tua (-)
6. Mata : cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok,
conjunctiva anemis (-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-),
oedem palpebra (-/-).
7. Hidung : bentuk normal, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-),
darah (-/-), deformitas(-).
8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah
(-), mukosa basah (+), susunan gigi normal, drolling (+).
9. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 –T1, faring hiperemis (-),
pseudomembran (-), post nasal drip (-).
10. Telinga : bentuk aurikula dx et sn normal, kelainan MAE (-),
serumen (-/-), membrana timpani sde, prosesus
mastoideus tidak nyeri tekan, tragus pain (-), sekret (-).
11. Leher : bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak
membesar.
12. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,
suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak
membesar.
5
13. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), iga gambang (-), gerakan
simetris ka = ki
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising sistolik
(+)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : SD bronchovesikuler (+/+), RBK (-/-)
14. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba.
15. Urogenital : dalam batas normal
16. Gluteus : Baggy pants (-)
17. Ekstremitas :
akral dingin sianosis oedem
CRT < 2 detik
Klonus : +/+
- ---
- ---
- ---
+ +++
6
Spastik :
18. Kuku : keruh (-), spoon nail (-)
B. Status Gizi
BB x 100% = 9 x 100% = 90%
U 10
P3 < BB P15
U
TB x 100% = 79 x 100% = 94%
U 84
P3 < BB P15
U
BB x 100% = 9 x 100% = 90 %
TB 10
BB = P15
TB
Kesimpulan :gizi kesan baik menurut antropometri
C. Status Neurologi
1. Kesadaran : GCS E4V5M6
2. Fungsi Luhur : dalam batas normal
3. Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
4. Meningeal sign : (-)
5. Fungsi Sensorik : dalam batas normal
6. Fungsi Motorik dan Reflek : Atas Tengah Bawah
Ka/ki ka/ki ka/ki
a. Lengan
- Pertumbuhan n / n n / n n / n
- Tonus ↑ /↑ ↑/↑ ↑/↑
- Reflek Fisiologis
Reflek Biseps +2/+2
7
Reflek Triseps +2/+2
- Reflek Patologis
Reflek Hoffman - / -
Reflek Tromner - / -
Reflek primitive +/+
b. Tungkai
Atas Tengah
Bawah
Ka/ki ka/ki ka/ki
- Pertumbuhan n / n n / n n / n
- Tonus ↑/↑ ↑ / ↑ ↑ / ↑
- Reflek Fisiologis
Reflek Patella +2/+2
Reflek Achilles +2/+2
- Reflek Patologis
Reflek Babinsky - / -
Reflek Chaddock - / -
Reflek Oppenheim - / -
Reflek Schaeffer - / -
Reflek Rosolimo - / -
Reflek primitive +/+
Nervus Cranialis
N. II, N.III : sde
N.III, N.IV, N.VI : sde
N. VII : sde
N. XII : sde
D. Range Of Motion (ROM)
8
Ektremitas SuperiorROM Pasif ROM Aktif
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Shoulder
Fleksi 0-900 0-900 Sde Sde
Ektensi 0-300 0-300 Sde Sde
Abduksi 0-1800
0-1800Sde Sde
Adduksi 0-450
0-450`Sde Sde
Eksternal Rotasi 0-550 0-550 Sde Sde
Internal Rotasi 0-550 0-550 Sde Sde
Elbow
Fleksi 0-800 0-800 Sde Sde
Ekstensi 5-00 5-00 Sde Sde
Pronasi 0-900 0-900 Sde Sde
Supinasi 900-0 900-0 Sde Sde
Wrist
Fleksi 0-900 0-900 Sde Sde
Ekstensi 0-700 0-700 Sde Sde
Ulnar Deviasi 0-300 0-300 Sde Sde
Radius deviasi 0-200 0-200 Sde Sde
Finger MCP I Fleksi 0-500 0-500 Sde Sde
MCP II-IV fleksi 0-900 0-900 Sde Sde
DIP II-V fleksi 0-900 0-900 Sde Sde
PIP II-V fleksi 0-1000 0-1000 Sde Sde
MCP I Ekstensi 0-00 0-00 Sde sde
Ektremitas Inferior ROM Pasif ROM Aktif
9
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Hip
Fleksi 0-1200 0-1200 Sde Sde
Ektensi 0-300 0-300 Sde Sde
Abduksi 0-450 0-450 Sde Sde
Adduksi 0-300 0-300 Sde Sde
Eksorotasi 0-450 0-450 Sde Sde
Endorotasi 0-350 0-350 Sde Sde
KneeFleksi 0-1350 0-1350 Sde Sde
Ekstensi 0-00 0-00 Sde Sde
AnkleDorsofleksi 0-200 0-200 Sde Sde
Plantarfleksi 0-500 0-500 Sde Sde
*sde : sulit dievaluasi
E. Manual Muscle Test (MMT)
Ekstremitas Superior Dextra Sinistra
Shoulder Fleksor M Deltoideus anterior Sde Sde
M Biseps Sde Sde
Ekstensor M Deltoideus anterior Sde Sde
M Teres mayor Sde Sde
Abduktor M Deltoideus Sde Sde
M Biceps Sde Sde
Adduktor M Lattissimus dorsi Sde Sde
10
M Pectoralis mayor Sde Sde
Internal Rotasi
M Lattissimus dorsi Sde Sde
M Pectoralis mayor Sde Sde
Eksternal Rotasi
M Teres mayor Sde Sde
M Infra supinatus Sde Sde
Elbow Fleksor M Biceps Sde Sde
M Brachialis Sde Sde
Ekstensor M Triceps Sde Sde
Supinator M Supinator Sde Sde
Pronator M Pronator teres Sde Sde
Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis
Sde Sde
Ekstensor M Ekstensor digitorum
Sde Sde
Abduktor M Ekstensor carpi radialis
Sde Sde
Adduktor M ekstensor carpi ulnaris
Sde Sde
Finger Fleksor M Fleksor digitorum Sde Sde
Ekstensor M Ekstensor digitorum
Sde Sde
Ekstremitas inferior Dextra Sinistra
Hip Fleksor M Psoas mayor Sde Sde
Ekstensor M Gluteus maksimus Sde Sde
11
Abduktor M Gluteus medius Sde Sde
Adduktor M Adduktor longus Sde Sde
Knee Fleksor Harmstring muscle Sde Sde
Ekstensor Quadriceps femoris Sde Sde
Ankle Fleksor M Tibialis Sde Sde
Ekstensor M Soleus Sde Sde
F. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST
Ditemukan keterlambatan pada aspek bahasa, personal sosial, adaptif-
motorik-halus, dan motorik kasar.
IV. ASSESSMENT
Cereberal palsy tetraplgia spastik
V. DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis :
Cereberal palsy tetraplegia spastik
B. Problem Rehabilitasi Medik
Pada pasien terdapat kekakuan di keempat anggota gerak. Selain itu
didapatkan juga gangguan pemahaman dan gangguan bahasa sehingga
mengakibatkan gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
VI. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Tidak ada terapi medikamentosa
B. Rehabilitasi Medik:
12
1. Fisioterapi :
a. Infrared
b. Terapi latihan :
General exercise otot-otot lengan dan tungkai
Standing balance
Mobility bertahap
Gait training
2. Okupasi terapi : Pola pergerakan dasar untuk aktivitas sehari-hari
3. Speech terapi : Komunikasi verbal dan nonverbal
4. Sosiomedik
a. Motivasi dan edukasi keluarga tentang pendidikan pasien.
b. Motivasi dan edukasi keluarga untuk menjalankan home program
maupun program di RS
5. Orthesa Protesa : (-)
6. Psikologi : (-)
VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP
1. Impairment : Cerebral palsy tipe spastik tetraplegi
2. Disability : Kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
dan kesulitan dalam berkomunikasi
3. Handicap : Kesulitan dalam bermain dan sekolah
VIII. TUJUAN
1. Memperbaiki kemampuan berkomunikasi dengan sekitar
2. Memperbaiki kemampuan mobilisasi pasien secara mandiri
3. Membantu pasien sehingga mampu mandiri dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari
4. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan
IX. PROGNOSIS
13
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
14
1. CEREBRAL PALSY
A. Definisi
Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang
permanen dan tidak progresif yang terjadi pada waktu masih muda (sejak
dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran
klinis yang menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan disertai
kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastik dan kelainan mental (Staf
Pengajar IKA UI, 2007). Istilah cerebral palsy merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan sekelompok gangguan gerakan, postur
tubuh, dan tonus yang bersifat non progresif, berbeda-beda kronis dan
akibat cedera pada sistem saraf pusat selama awal masa perkembangan
(Rudolf CD et al; 2003).
B. Etiologi
Etiologi dari cerebral palsy dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu
prenatal, perinatal, dan pascanatal (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).
1. Prenatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan
kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela
dan penyakit inklusi sitomegalik. Kelainan yang menonjol
biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoksia
dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa,
anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal), terkena radiasi
sinar-X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan cerebral
palsy (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).
2. Perinatal
a. AnoksiaPenyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah
brain injury.Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya
anoksia. Hal ini terdapat pada kedaan presentasi bayi
abnormal, disproporsi sefalo-pelvis, partus lama, plasenta
previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan
15
instrumen tertentu dan lahir dengan seksio caesaria (Staf
Pengajar IKA FKUI, 2007).
b. Perdarahan otak
Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama,
sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang
mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan
peredaran darah hingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat
terjadi di ruang subarachnoid akan menyebabkan
penyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus.
Perdarahan spatium subdural dapat menekan korteks serebri
sehingga timbul kelumpuhan spastis (Staf Pengajar IKA
FKUI, 2007).
c. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita
perdarahan otak yang lebih banyak dari pada bayi cukup
bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan
darah dan lain-lain masih belum sempurna (Staf Pengajar
IKA FKUI, 2007; Rudolf CD et al; 2003).
d. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan
jaringan otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke
ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas
golongan darah (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).
e. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau
tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa
berupa Cerebral palsy (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).
3. Pascanatal
16
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu
perkembangan dapat menyebabkan cerbral palsy (Staf Pengajar
IKA FKUI, 2007) antara lain :
a. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.
b. Infeksi misalnya meningitis bakterial, absesserebri,
tromboplebitis,ensefalomielit.
c. Kern icterus. Seperti kasus pada gejala sekuele
neurogik dari eritroblastosis fetal atau defisiensi enzim
hati (Ropper AH & Brown RH, 2005).
C. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya
CP semakin besar antara lain adalah :
1. Prenatal
a. Hipertiroidisme maternal
b. Malformasi SSP
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dnegan CP memperlihatkan
malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal
(mikrosefal). Hal tersebut menunjukan bahwa masalah telah terjadi
pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.
c. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir
kehamilan
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan
peningkatan jumlah protein dalam urin berkaitan dengan
peningkatan resiko terjadinya CP.
2. Perinatal
a. Proses persalinan sulit
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan
tanda awal yang menunjukan adanya masalah kerusakan otak atau
otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut
dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.
17
b. APGAR score rendah
APGAR score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.
c. BBLR dan prematuritas
Resiko CP menjadi lebih tinggi dengan berat lahir <2500 gram dan
bayi lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan
meningkat sesuai dengan rendahnya berat lahir dan usia kehamilan.
3. Post Natal
a. Mental retardasi dan kejang
b. Kejang pada bayi baru lahir.
D. Gambaran Klinik
Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya
jaringan otak yang mengalami kerusakan.
1. Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia,
triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau
campuran.
2. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang
dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
3. Ataksia
Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum.
Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni),
dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai
berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
4. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
5. Gangguan perkembangan mental
18
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak
dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis
spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi
mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup
lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh.
Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak
mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang
dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-
gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat
dipengaruhi secara positif.
6. Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia,
strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan
sensibilitas.
7. Problem emosional terutama pada saat remaja.
C. Klasifikasi Klinis Cerebral Palsy
Cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan
yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu :
1. Cerebral Palsy Spastik
Merupakan bentukan cerebral palsy terbanyak (70-80%), otot
mengalami kekakuan dan secara permanan akan menjadi kontraktur.
Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan,
kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini
membentuk karakteristik berupa ritme berjalan yang dikenal dengan
galt gunting (scissors galt). Anak dengan spastik hemiplegia dapat
disertai tremor hemiparesis, dimana seseorang tidak dapat
mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor
memberat akan terjadi gangguan gerakan berat. Cerebral palsy spastik
dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu:
a). Monoplegi
19
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b). Diplegia
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan
c). Triplegia
Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai
kedua lengan dan 1 kaki
d). Quadriplegia
Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e). Hemiplegia
Mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat
2. Cereberal Palsy Atetoid/Diskinetik
Bentuk cereberal palsy ini mempunyai karakterisktik gerakan
menulis yang tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini
mengenai tangan, kaki, lengan, atau tungkai dan pada sebagian besar
kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak-anak menyeringai dan
selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode
meningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga
mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). Cereberal
Palsy atetoid terjadi pada 10-20% penderita cereberal palsy.
3. Cereberal Palsy Ataksid
20
Cerebral palsy ataksid merupakan tipe yang arang dijumpai,
mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena
sering menunjukan koordinasi yang buruk; berjalan tidak stabil dengan
gayaberjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi
saling berjauhan; kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat,
misalnya menulis, mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami
tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya buku, menyebabkan
gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru digunakan dan
tampak memburuk sama dengan saat penderita akan menuju objek yang
dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita cerebral
palsy.
4. Cerebral Palsy Campuran
Sering ditemukan pada seseorang penderita mempunyai lebih dari
satu bentuk cerebral palsy yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran
yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi
kombinasi lain juga mungkin dijumpai (Rudolf CD et al; 2003;Ropper
AH & Brown RH, 2005).
Berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan kemampuan
penderita untuk melakukan aktivitas normal (Table 1.)
Klasifikasi Perkembangan Gejala Penyakit Penyerta
21
Motorik
Minimal Normal, hanya terganggu secara kualitatif
Kelainan tonus sementara Refleks primitif menetap
terlalu lama Kelainan postur ringan Gangguan gerak motorik
kasar & halus misal clumpsy
Gangguan komunikasi
Gangguan belajar spesifik
Ringan Berjalan umur 24 bulan
Beberapa kelainan pada pemeriksaan neurologis
Perkembangan refleks primitif abnormal
Respon postur terganggu Gangguan motorik,
misalnya tremor Gangguan koordinasi
Sedang Berjalan umur 3 tahun, kadang memerlukan bracing, tidak perlu alat khusus
Berbagai kelainan neurolohis
Refleks primitif menetap dan kuat
Respon postural terlambat
Retardasi mental Gangguan belajar
dan komunikasi Kejang
Berat Tidak bisa berjalan atau berjalan dengan alat bantuKadang perlu operasi
Gejala neurologis dominan
Refleks primitif menetap Respon postural tidak
muncul
Tabel 1. Klasifikasi CP berdasarkan Derajat Penyakit
D. Patofisiologi
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural
tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi
dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 5 6 masa gestasi.
Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan
kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain
sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa
gestasi bulan ke 2 4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan
mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa
gestasi bulan 3 5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd
22
berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan
sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd
berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri.
Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti
polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai
beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan
mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium
mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal.
Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan
selubung mialin.
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan
ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat
kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus
piramidalis daerah paraventnkuler ganglia basalis, batang otak dan
serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan
intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi
dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.
Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada
seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel
nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid,
gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat
mengakiba tkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi
ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak
bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. rauma
lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder.
Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel
lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus
yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan
epilepsy
23
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang
riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor
risiko terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan
memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks
neonatus yang masih menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksa an
berulang kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang
dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan yang terlambat;
hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos
kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada
pendenita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis,
hemiparesis, atau karena sering sertam kejang. Pemeriksaan
ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba
mencani etiologi.
Pemeniksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan
intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau
sekolah luar biasa.
F. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik terhadap cerebral palsy. Terapi bersifat
simtomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi
yang sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi gejala-gejala
neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan
dan untuk menentukan keberhasilannya maka perlu diperhatikan
penggolongan cerebral palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionil
yaitu derajat ringan, sedang dan berat.
Obat-obatan yang diberikan tergantung pada gejala-gejala
yang muncul. Misalnya untuk kejang bisa diberikan anti kejang.
24
Untuk spastisitas bisa diberikan baclofen dan diazepam. Bila gejala
berupa nigiditas bisa diberikan levodopa. Mungkin diperlukan terapi
bedah ortopedi maupun bedah saraf untuk merekonstruksi terhadap
deformitas yang terjadi.
1.Medikamentosa
Untuk pasien penderita CP yang disertai kejang, dapat diberikan
obat kejang yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang
ulangan. Obat yang diberikan secara individual dipilih berdasarkan
tipe kejang (O’Donnel M, 1997). Obat yang sering digunakan untuk
mengatasi spastisitas pada penderita CP adalah :
a. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh.
b. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal medula
spinalis yang akan menyebabkan kontraksi otot.
c. Dantrolene
Obat ini bekerja mengintervensi proses kontraksi otot sehingga
kontraksi otot tidak bekerja.
d. Botulinum Toxin (BOTOX)
Merupakan medikasi yang bekerja dengan menghambat pelepasan
acethilcholine dari presinaptik pada pertemuan otot dan saraf.
Injeksi pada otot yang kaku akan menyebabkan otot menjadi
lemas. Kombinasi antara obat yang membantu melemaskan otot
dan obat-obatan yang menguatkan otot akan meminimalisasi
kontraktur yang akan berkembang.
Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk
periode singkat, tetapi untuk penggunaan jangka waktu panjang belum
sepenuhnya dapat dijelaskan.
25
Penderita dengan CP atetoid kadang-kadang dapat diberikan obat-
oabatan yang dapat membantu menurunkan gerakan yang abnormal.
Obat yang sering digunakan termasuk obat-obatan antikolinergik yang
bekerja menurunkan aktivitas asetilkoline yang merupakan
neurotransmitter yang mencetuskan kontraksi otot (Saharso, 2006)
2. Rehabilitasi Medik
Terapi rehabilitasi pada pasien cerebral palsy adalah
membantu pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik
dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan
pendidikan sehingga penderita sedikit mungkin memerlukan
pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri.
Fisioterapi dini dan intensif untuk mencegah kecacatan, juga
penanganan psikolog atau psikiater untuk mengatasi perubahan
tingkah laku pada anak yang lebih besar. Yang tidak boleh
dilupakan adalah masalah pendidikan yang harus sesuai dengan
tingkat kecerdasan penderita.
Occupational therapy ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki
kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa
mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya.
Speech therapy diberikan pada anak dengan gangguan wicara
bahasa, yang ditangani seorang ahli.
Orthotic prostetic ditujukan sebagai alat bantu pada pasien
dengan cerebral palsy. Beberapa alat bantu yang dapat digunakan
pada pasien dengan cerebral palsy adalah :
a. Prestanding :
- Pada pasien dengan skoliosis diberikan TLSO
(Thoracolumbal Spinal orthoses)
- Pada pasien dengan subluksasi pinggul diberikan HASO
(Hip Abdux=ction Spinal Orthoses)
26
- Pada rigiditas di ekstremitas inferior dapat diberikan AFO
(Ankle Foot Orthoses)
b. Standing
- HKAFO (Hip Knee Ankle Foot Orthoses)
- Heel wedges
c. Walking
- Posterior leaf spring atau hinged AFO memungkinkan
pasien untuk dapat melangkahkan kaki dengan baik
- Rigid AFO bisa diberikan pada pasien yang telah
mengalami hiperekstensi.
Selain terapi-terapi tersebut terdapat juga rehabilitasi pada
pasien dengan cerebral palsy yaitu dengan bobath terapi. Metode
terapi ini dikenal juga dengan sebutan NDT (Neuro Developmental
Therapy). Prinsip dasar metode bobath yaitu :
b. Inhibisi
Inhibisi atau menghambat ini merupakan metode untuk
menghambat pola gerak yang abnormal.
c. Fasilitasi
Metode fasilitasi ini dilakukan untuk memberikan posisi
dan gerakan normal.
d. Stimulasi
Metode stimulasi ini berupaya untuk merangsang daerah
tertentu untuk mendapatkan reaksi atau respon dari
penderita.
G. Prognosis
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di
Inggris dan Skandinavia 20 25% pasien dengan cerebral palsy mampu
bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30 35% dari semua
27
pasien cerebral palsy dengan retardasi mental memerlukan perawatan
khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan.
Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental,
bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.
Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk
seperti dikutip oleh Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan
fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur
pasien cerebral palsy yang mendapatkan rehabilitasi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
28
AHP Utomo. 2013. Cerebral Palsy Diplegy tipe Spastik pada Anak Usia Dua Tahun. Medula: Volume 1; No 4
CerebralPalsy. 12 November 2009. http://www.cerebralpalsysource.com /Treatment_and Therapy/ rehabilitation_cp/index.html
Milestone. 12 November 2009. http://www.cdc.gov/ncbddd/actearly/milestones/index.html.
O’Donnell M, Amstrong R. Pharmacologic intervention for management of spasticity in cerebral palsu. Mental Retardation and Developmental Disabilities Research Reviews. 1997;3:204-11
Saharso Darto. 2006. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Ilmu Kesehatan Anak.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Staf Pengajar IKA FK UI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak ed.2. Jakarta : Infomedika
29