Post on 28-Jul-2015
Borang Portofolio
No ID dan Nama Peserta : 13.1.1.100.1.11.122576 / dr. Handre Putra
Nama Wahana : RSUD Lubuk Basung
Topik : CHF Fungsional Kelas II-III Irama Sinus RVH LVH e.c
ASHD + AKI RIFLE R e.c Low Cardiac Output + CAP
Tanggal (Kasus) : 14 Oktober 2011
Nama Pasien : Tn. Gombak No Registrasi IGD : 294
Tanggal Presentasi : November 2011
Nama Pendamping : dr. Valencia
Tempat Presentasi : Aula Komite Medik RSUD Lubuk Basung
Objektif Presentasi : Keilmuan
Diagnostik
Keterampilan
Manajemen
Dewasa
Deskripsi : Seorang laki-laki, usia 79 tahun datang ke IGD RSUD Lubuk
Basung dengan keluhan sesak nafas yang semakin meningkat
sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sesak ini
sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, sesak nafas tidak
berbunyi menciut, tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan,
suhu, lingkungan dan emosi. Sesak nafas dirasakan saat
beraktivitas terutama aktivitas sedang – berat, seperti menaiki
tangga, berlari atau mengangkat beban berat. Sesak nafas
pada saat istirahat tidak ada. Riwayat terbangun pada malam
hari karena sesak nafas (+). Pasien lebih nyaman dengan
posisi bantal ditinggikan ketika istirahat. Riwayat kaki
sembab (+) sejak 2 minggu yang lalu. Riwayat batuk
berdahak sejak 1 minggu yang lalu, dahak sulit dikeluarkan,
warna dahak kuning kehijauan. Riwayat nyeri dada tidak ada.
Riwayat penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat demam sebelumnya disangkal. Riwayat mual,
muntah tidak ada. Riwayat BAK warna dan frekuensi biasa.
Riwayat BAB biasa.
Tujuan : Mendiagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang tepat
pada pasien CHF (Cardiac Heart Failure).
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi
Data Pasien : Nama : Tn. G
Umur : 79 tahun
No. Registrasi IGD : 294
Tempat : IGD RSUD Lubuk Basung
Data Utama Untuk Bahan Diskusi
1. Diagnosis : CHF Fungsional Kelas II-III Irama Sinus RVH LVH e.c ASHD + AKI
RIFLE R e.c Low Cardiac Output + CAP
2. Gambaran Klinis :
- Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit, sesak ini sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, sesak nafas tidak
berbunyi menciut, tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan, suhu, lingkungan dan
emosi.
- Sesak nafas dirasakan saat beraktivitas terutama aktivitas sedang – berat, seperti
menaiki tangga, berlari atau mengangkat beban berat.
- Sesak nafas pada saat istirahat tidak ada.
- Riwayat terbangun pada malam hari karena sesak nafas (+).
- Pasien lebih nyaman dengan posisi bantal ditinggikan ketika istirahat.
- Riwayat kaki sembab (+) sejak 2 minggu yang lalu.
- Riwayat batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu, dahak sulit dikeluarkan, warna
dahak kuning kehijauan Riwayat demam sebelumnya tidak ada.
- Riwayat nyeri pada dada tidak ada
- Riwayat penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu
- Riwayat demam sebelumnya disangkal
- Riwayat mual, muntah tidak ada.
- Riwayat BAK warna dan frekuensi biasa.
- Riwayat BAB biasa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien sudah dikenal menderita hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, kontrol tidak
rutin, riwayat minum obat tidak teratur
- Riwayat menderita penyakit DM tidak ada
- Riwayat menderita penyakit jantung sebelumnya disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini
- Riwayat anggota keluarga menderita hipertensi, jantung, DM tidak ada
5. Riwayat Kebiasaan, Ekonomi :
- Kebiasaan merokok (-), kebiasaan konsumsi alkohol (-) dan olahraga yang
dilakukan secara teratur (-)
- Pasien sudah menikah dan mempunyai 2 orang istri. Pasien adalah pensiunan
PNS. Status sosial ekonomi menengah ke atas.
Pemeriksaan Fisik :
Vital Sign :
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis GCS E4M6V5 15
Tekanan darah : 170/120 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Nafas : 40 x/menit
Suhu : 37,4 o C
BB : 65 Kg
TB : 160 cm
IMT : 25,4 Kg/m2 (Overweight)
Status Gizi : Baik
Status Generalis :
Kepala : Bentuk normal. Rambut hitam sukar dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor kanan
dan kiri, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung/tak
langsung (+/+)
Mulut : Mukosa bibir basah, warna merah muda, lidah merah tak ada
kelainan
Leher : JVP 5 + 0 cmH2O
Thorax : Cor : I : Ictus terlihat 1 jari lateral LMCS RIC VI
Pa : Ictus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
Pe : Batas jantung :
Atas : RIC II
Kanan : Linea parasternalis dextra
Kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI
Au : Irama regular, Murni, Bising jantung (-), Gallop (-)
Pulmo : I : Normochest, retraksi (-), simetris kiri = kanan dalam
keadaan statis dan dinamis
Pa : Fremitus kiri = kanan
Pe : Sonor
Au : Suara nafas vesikuler, Rh +/+ basah halus pada kedua
basal paru, Wh -/-
Abdomen : I : distensi (-)
Au : BU (+) N
Pa : Nyeri tekan epigastrium (-), shifting dullness (-), test
undulasi (-), Hepar dan Lien tidak teraba
Pe : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler < 2”, edema +/+
Laboratorium :
Darah : Hb : 10,9 gr/dl Trombosit : 104.000/mm3
Leukosit : 10.200/mm3 CT : 5 menit 30 detik
Eritrosit : 4.230.000/mm3 BT : 3 menit
Ht : 37 % U/Cr : 70/2,79
SGOT/SGPT : 31/44
EKG :
Kesan : sinus rhtym, T-inverted di lead III, V1
Ro Thorax :
Hasil pembacaan Rontgen Thorax AP : CTI 67 %
Kranialisasi (+)
Infiltrate di kedua lapangan paru
Kesan: Kardiomegali dengan CAP
Diagnosis : CHF Fungsional Kelas II-III Irama Sinus RVH LVH e.c ASHD + AKI RIFLE R
e.c Low Cardiac Output + CAP
Penatalaksanaan :
- Terpasang O2 3 L/’
- Captopril 12,5 mg sublingual 22.30 WIB →160/120 mmHg
- Konsul Sp. PD
- IVFD D5% 10 tetes/menit (12 jam/kolf)
- Istirahat, Diet Jantung II, Retensi Garam II
- Lasix 1 ampul (ekstra) 23.00 WIB, lanjut lasix 1 x 1 ampul
- Ceftriaxon 2 gram/24 jam (IV) skintest
- Pasang kateter
- Balance cairan
- PCT 3 x 500 mg (Bila demam)
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Dulcolax 1 x 2 tab (malam)
- Alprazolam 1 x 0,5 mg (malam)
Follow-Up
15/10/2011 16/10/2011 18/10/2011
Demam (-) (-) (-)
Sesak Nafas (+) (+) ↓ (+)↓
Batuk (+) (+) (+)
BAK Biasa Biasa Biasa
BAB Biasa Biasa Biasa
Keadaan Umum Sedang Sedang Sedang
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Tekanan Darah 160/100 mmHg 170/110 mmHg 150/100 mmHg
Nadi 97 x/menit 92 x/menit 89 x/menit
Nafas 30 x/menit 28 x/menit 27 x/menit
Suhu 37,1 oC 37,0 oC 36,7 oC
Balance Cairan (24 jam) (+) 200 cc (+) 250 cc (+) 150 cc
Status Generalis Cor : irama regular, murni,
bising jantung (-)
Pulmo : SN vesikuler, Rh
+/+ basah halus pada kedua
lapangan paru, Wh -/-
Ekstremitas : Edema +/+
Cor : irama regular,
murni, bising jantung (-)
Pulmo : SN vesikuler,
Rh +/+ basah halus, Wh
-/-
Ekstremitas : Edema +/+
minimal
Cor : irama regular,
murni, bising jantung (-)
Pulmo : SN vesikuler,
Rh +/+ basah halus pada
basal, Wh -/-
Ekstremitas : Edema -/-
Diagnosis CHF Fungsional Kelas II- CHF Fungsional Kelas CHF Fungsional Kelas
III Irama Sinus RVH LVH
e.c ASHD + AKI RIFLE R
e.c Low Cardiac Output +
CAP
II-III Irama Sinus RVH
LVH e.c ASHD + AKI
RIFLE R e.c Low
Cardiac Output + CAP
II-III Irama Sinus RVH
LVH e.c ASHD + AKI
RIFLE R e.c Low
Cardiac Output + CAP
Therapi - O2 3 L/’
- IVFD D5% 10
tetes/menit (12 jam/kolf)
- Istirahat, Diet Jantung II,
Retensi Garam II
- Lasix 1 x 1 ampul
- Ceftriaxon 2 gram/24
jam (IV)
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Dulcolax 1 x 2 tab
(malam)
- Alprazolam 1 x 0,5 mg
(malam)
- Balance Cairan
- O2 3 L/’
- IVFD D5% 10
tetes/menit
- Istirahat, Diet Jantung
II, Retensi Garam II
- Lasix 1 x 1 ampul
- Ceftriaxon 2 gram/24
jam (IV)
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Dulcolax 1 x 2 tab
(malam)
- Alprazolam 1 x 0,5
mg (malam)
- Balance Cairan
- Captopril 3 x 25 mg
Labor :
LED : 15mm/jam
Diff. Count :
- Basofil : 0
- Eosinofil : 0
- Neutrofil Batang : 1
- Neutrofil Segmen : 78
- Limfosit : 34
- Monosit : 7
Urinalisa:
Warna : Kuning muda
Albumin : +1
Reduksi : reagen habis
- O2 3 L/’
- IVFD D5% 10
tetes/menit
- Istirahat, Diet Jantung
II, Retensi Garam II
- Lasix 1 x 1 ampul
- Ceftriaxon 2 gram/24
jam (IV)
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Dulcolax 1 x 2 tab
(malam)
- Alprazolam 1 x 0,5
mg (malam)
- Balance Cairan
- Captopril 3 x 25 mg
- ISDN 3 x 5 mg
Bilirubin : (-)
Urobilin : Normal
Sedimentasi :
Eritrosit : (-)
Leukosit : (+) 4-6/LPB
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Epitel : 1-2/LPB
Bilirubin total : 0,87
Bilitubin direct : 0,51
Bilirubin indirect : 0,36
19/10/2011 20/10/2011 21/10/2011
Demam (-) (-) (-)
Sesak Nafas ↓↓ ↓↓ ↓↓
Batuk (+)↓ (+)↓ (+)↓
BAK Biasa Biasa Biasa
BAB Biasa Mencret, 3 x Biasa
Keadaan Umum Sedang Sedang Sedang
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Tekanan Darah 150/90 mmHg 170/90 mmHg 130/80 mmHg
Nadi 90 x/menit 93 x/menit 88 x/menit
Nafas 25 x/menit 26 x/menit 25 x/menit
Suhu 37,1 oC 36,6 oC 36,8 oC
Balance Cairan (24 jam) (+) 100 cc (+) 150 cc (+) 250 cc
Status Generalis Cor : irama regular, murni,
bising jantung (-)
Pulmo : SN vesikuler, Rh
+/+ basah halus pada basal
paru, Wh -/-
Cor : irama regular,
murni, bising jantung (-)
Pulmo : SN vesikuler,
Rh +/+ basah halus pada
basal paru minimal, Wh
-/-
Cor : irama regular,
murni, bising jantung (-)
Pulmo : SN vesikuler,
Rh -/-, Wh -/-
Diagnosis CHF Fungsional Kelas II-
III Irama Sinus RVH LVH
CHF Fungsional Kelas
II-III Irama Sinus RVH
CHF Fungsional Kelas
II-III Irama Sinus RVH
e.c ASHD + AKI RIFLE R
e.c Low Cardiac Output +
CAP
LVH e.c ASHD + AKI
RIFLE R e.c Low
Cardiac Output + CAP
LVH e.c ASHD + AKI
RIFLE R e.c Low
Cardiac Output + CAP
Therapi - O2 3 L/’
- IVFD D5% 10
tetes/menit
- Istirahat, Diet Jantung II,
Retensi Garam II
- Lasix 1 x 1 ampul
- Ceftriaxon 2 gram/24
jam (IV)
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Dulcolax 1 x 2 tab
(malam)
- Alprazolam 1 x 0,5 mg
(malam)
- Captopril 3 x 25 mg
- ISDN aff
Labor :
U/Cr : 57.01/1,68
- O2 3 L/’
- IVFD D5% 10
tetes/menit
- Istirahat, Diet Jantung
II, Retensi Garam II
- Lasix 1 x 1 ampul
- Ceftriaxon 2 gram/24
jam (IV)
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Dulcolax aff
- Alprazolam 1 x 0,5
mg (malam)
- Balance Cairan
- Captopril 3 x 25 mg
- Bisoprolol 5 mg (1 x
½ tab)
- O2 3 L/’
- Infus aff, ganti inject
pump
- Istirahat, Diet Jantung
II, Rendah Garam II
- Lasix 1 x 1 ampul
- Ceftriaxon 2 gram/24
jam (IV)
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Alprazolam 1 x 0,5
mg (malam)
- Captopril 3 x 25 mg
- Bisoprolol 5 mg (1 x
½ tab)
- Allopurinol 2 x 100
mg
- Tonar 2 x 2 tab
Labor :
Asam urat : 7,8
22/10/2011 24/10/2011 25/10/2011
Demam (-) (-) (-)
Sesak Nafas ↓↓ (-) (-)
Batuk (+)↓ (+)↓ (+)↓↓
BAK Biasa Biasa Biasa
BAB Biasa Biasa Biasa
Keadaan Umum Sedang Sedang Sedang
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Tekanan Darah 120/70 mmHg 120/70 mmHg 130/70 mmHg
Nadi 91 x/menit 96 x/menit 88 x/menit
Nafas 26 x/menit 24 x/menit 24 x/menit
Suhu 36,9 oC 37,1 oC 36,6 oC
Balance Cairan (24 jam) (+) 300 cc Kateter aff Kateter aff
Status Generalis Cor : irama regular, murni,
bising jantung (-)
Pulmo : SN vesikuler, Rh
-/-, Wh -/-
Cor : irama regular,
murni, bising jantung (-)
Pulmo : SN vesikuler,
Rh -/-, Wh -/-
Cor : irama regular,
murni, bising jantung (-)
Pulmo : SN vesikuler,
Rh -/-, Wh -/-
Diagnosis CHF Fungsional Kelas II-
III Irama Sinus RVH LVH
e.c ASHD + AKI RIFLE R
e.c Low Cardiac Output +
CAP
CHF Fungsional Kelas
II-III Irama Sinus RVH
LVH e.c ASHD + AKI
RIFLE R e.c Low
Cardiac Output + CAP
CHF Fungsional Kelas
II-III Irama Sinus RVH
LVH e.c ASHD + AKI
RIFLE R e.c Low
Cardiac Output + CAP
Therapi - O2 3 L/’
- Istirahat, Diet Jantung II,
Retensi Garam II
- Lasix 1 x 1 ampul
- Ceftriaxon aff
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Alprazolam 1 x 0,5 mg
(malam)
- Captopril 2 x 6,25 mg
- Bisoprolol 5 mg (1 x ½
tab)
- Allopurinol 2 x 100 mg
- Tonar 2 x 2 tab
- O2 3 L/’
- Istirahat, Diet Jantung
II, Retensi Garam II
- Furosemide 1 x 40
mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Alprazolam 1 x 0,5
mg (malam)
- Captopril 2 x 6,25 mg
- Bisoprolol 5 mg (1 x
½ tab)
- Allopurinol2x100 mg
- Tonar 2 x 2 tab
- Pasien boleh pulang
- Kontrol Poli penyakit
dalam
- Furosemide 1 x 40
mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Alprazolam 1 x 0,5
mg (malam)
- Bisoprolol 5 mg (1 x
½ tab)
- Allopurinol 2 x 100
mg
- Tonar 2 x 2 tab
Rangkuman Hasil pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
Seorang laki-laki, usia 79 tahun datang ke IGD RSUD Lubuk Basung dengan keluhan
sesak nafas yang semakin meningkat sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit, sesak ini sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, sesak nafas tidak berbunyi
menciut, tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan, suhu, lingkungan dan emosi. Hal ini
menunjukkan jika sesak nafas penyebab dari paru dapat disingkirkan. Sesak nafas
dirasakan saat beraktivitas terutama aktivitas sedang – berat, seperti menaiki tangga,
berlari atau mengangkat beban berat. Sesak nafas pada saat istirahat tidak ada.
Riwayat terbangun pada malam hari karena sesak nafas (+). Pasien lebih nyaman
dengan posisi bantal ditinggikan ketika istirahat. Hal ini menunjukkan bahwa sesak
pada pasien disebabkan oleh kelainan pada jantung, yaitu gagal pada jantung kiri
mengakibatkan masuknya cairan ke dalam interstisial paru. Riwayat kaki sembab (+)
sejak 2 minggu yang lalu. Edema pada tungkai merupakan salah satu pertanda adanya
kelebihan cairan, yang mengakibatkan masuknya cairan ke interstisial di perifer. Hal
ini merupakan salah satu gejala dari gagal jantung kanan. Riwayat batuk berdahak
sejak 1 minggu yang lalu, dahak sulit dikeluarkan, warna dahak kuning kehijauan.
Riwayat batuk pada pasien bisa disebabkan oleh infeksi pada paru ataupun oleh
bendungan di paru.
2. Objektif
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Gejala klinis : berdasarkan gejala subjektif yang dipaparkan di atas.
- Pemeriksaan fisik : pemeriksaan thorax, menunjukkan jantung teraba pada 1 jari
lateral LMCS RIC VI, dan batas jantung bergeser ke lateral bawah. Hal ini
menunjukkan adanya pembesaran jantung. Pada paru ditemukan saat auskultasi
Ronki +/+ pada kedua lapangan paru. Dan pada tungkai ditemukan adany edema
+/+.
- Pemeriksaan penunjang : EKG dan rontgen thorax
3. Asssesment
GAGAL JANTUNG
Pendahuluan
Gagal jantung atau Heart failure adalah Sindrom klinis yang terjadi pada pasien
karena didapatkan suatu kelainan struktur atau fungsi jantung, sehingga menimbulkan gejala
klinis (dispnea, kelelahan, edema & lainnya) yang mengakibatkan pasien sering rawat inap,
kualitas hidup yang buruk, dan harapan hidup pendek.(2) Keadaan ini dapat timbul dengan
atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik
atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan
ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.(1)
Gagal jantung dan respon kompensatoriknya mengakibatkan kelainan pada tiga penentu
utama dari fungsi miokardium, yaitu beban awal (preload), kontraktilitas, dan beban akhir
(afterload):(2)
a. Beban awal (preload)
Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir
pengisian ventrikel atau diastolik. Meningkatnya beban awal sampai titik tertentu
memperbanyak tumpang tindih antara filamen-filamen aktin dan miosin , sehingga
kekuatan kontraksi dan curah jantung meningkat. Hubungan ini dinyatakan dengan
Hukum Starling, yaitu peregangan serabut-serabut miokardium selama diastole akan
meningkatkan kekuatan kontraksi pada sistole.
Beban awal dapat meningkat dengan bertambahnya volume diastolik
ventrikel, misalnya karena retensi cairan, sedangkan penurunan beban awal dapat
terjadi pada diuresis. Secara fisiologis, peningkatan volume akan meningkatkan
tekanan pada akhir diastole untuk menghasilkan perbaikan pada fungsi ventrikel dan
curah jantung, namun pada ventrikel yang gagal, penambahan volume ventrikel tidak
selalu disertai perbaikan fungsi ventrikel. Peningkatan tekanan yang berlebihan dapat
mengakibatkan bendungan paru atau sistemik, edema akibat transudasi cairan, dan
mengurangi peningkatan lebih lanjut dari volume dan tekanan. Perubahan dalam
volume intrakardial dan perubahan akhir pada tekanan bergantung pada kelenturan
daya regang ruang-ruang jantung. Ruang jantung yang sangat besar, daya regangnya
dapat menampung perubahan volume yang relatif besar tanpa peningkatan tekanan
yang bermakna. Sebaliknya, pada ruang ventrikel yang gagal dan kurang lentur,
penambahan volume yang kecil dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang
bermakna dan dapat berlanjut menjadi pembendungan dan edem.
b. Kontraktilitas
Kontraktilitas menunjukkan perubahan-perubahan dalam kekuatan kontraksi
atau keadaan inotropik yang terjadi bukan karena perubahan-perubahan dalam
panjang serabut. Pemberian obat-obat inotropik positif seperti katekolamin atau
digoksin, akan meningkatkan kontraktilitas, sedangkan hipoksia dan asidosis akan
menekan kontraktilitas. Pada gagal jantung terjadi depresi dari kontraktilitas
miokardium.
c. Beban akhir (afterload)
Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai
untuk mengejeksikan darah sewaktu sistolik. Menurut Hukum Laplace, ada tiga
variabel yang mempengaruhi tegangan dinding yaitu ukuran atau radius intraventrikel,
tekanan sistolik ventrikel dan tebal dinding. Vasokonstriksi arteri yang meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel dapat meningkatkan tekanan sistolik ventrikel,
sedangkan retensi cairan dapat meningkatkan radius intraventrikel. Pemberian
vasodilator dan hipertrofi ventrikel sebagai konsekuensi lain dari gagal jantung dapat
mengurangi beban akhir.
Dahulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya
kontraktilitas dan daya pompa jantung, sehingga diperlukan inotropik untuk
meningkatkan kontraktilitas, dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban
jantung. Sekarang gagal jantung dianggap sebagai remodeling progresif akibat beban
atau penyakit pada miokard sehingga pencegahan progresivitas dengan penghambat
neurohumoral (neurohumoral blocker) seperti ACE-inhibitor, angiotensin reseptor
blocker dan beta-blocker diutamakan disamping obat konvensional (diuretik dan
digitalis), ditambah dengan terapi yang muncul belakangan ini seperti bedah
rekonstruksi ventrikel kiri (LV reconstruction surgery) dan mioplasti.
Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka yang selamat
dari serangan infark jantung akut akibat kemajuan pengobatan dan
penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak orang yang hidup dalam
keadaan disfungsi ventrikel kiri, yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung
kronis, dan semakin banyak yang dirawat akibat gagal jantung kronis.
Epidemiologi
Gagal jantung adalah sindroma yang umum muncul dengan tingkat kejadian dan
sebaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hampir 5 juta orang di AS mengalami
gagal jantung, dan hampir 500.000 kasus baru yang muncul tiap tahun.(2) Penyakit ini
berkaitan dengan usia, 75% kasus mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat
kejadian gagal jantung meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada usia
diatas 80 tahun.
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima
persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal
jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal
jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan
hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan
harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0.4 – 2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Seperdua dari pasien gagal jantung akan
meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat,
lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.(1)
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat.
Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari
pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian
Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.
Etiologi
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut
menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri:
penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup
mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi (tirotoksikosis,
anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan: gagal jantung kiri, penyakit paru kronis,
stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA),
hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif.
1. Gangguan mekanis
a. Peningkatan beban tekanan
b. Peningkatan beban volume
c. Hambatan pengisian ventrikel
d. Retriksi endokardial atau miokardial
e. Aneurisma ventrikular
2. Kelainan miokardial
a. Primer
b. Sekunder
3. Gangguan irama jantung
Ventrikular standstill
Ventrikular fibrilasi
Takhikardi atau bradikardi
Gangguan konduksi
Klasifikasi
a. Gagal jantung sistolik dan diastolik
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan fisik, kemampuan
aktivitas fisik menurun, dan gejala hipoperfusi lainnya. Sedangkan gagal jantung
diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel dengan fraksi
ejeksi lebih dari 50%. Kedua jenis ini tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari
pemeriksaan jasmani, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
doppler-ekokardiografi
b. Gagal jantung high output dan low output
Gagal jantung curah tinggi disebabkan oleh penurunan resistensi vaskular
sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan paget’s
disease. Gagal jantung curah rendah ditemukan pada hipertensi, kardiomiopati
dilatasi, kelainan katup, dan perikardium.
c. Gagal jantung kanan dan kiri
Gagal jantung kiri terjadi akibat kelemahan ventrikel kiri, ventrikel kiri gagal
untuk memompa darah, maka akan terbendung kemudian terjadi peningkatan tekanan
di atrium kiri serta vena-vena di belakangnya (vena pulmonalis), menyebabkan pasien
sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi bila terdapat kelainan yang
melemahkan ventikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/ sekunder,
tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti pada vena-vena sistemik yang
menyebabkan oedem perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis.
d. Gagal jantung akut dan kronik
Gagal jantung akut terjadi bila pasien yang secara awal sehat secara
keseluruhannya, lalu mendadak mengalami penurunan curah jantung, terjadi
penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contohnya terjadi robekan
daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas.
Gagal jantung akut biasanya adalah sistolik. Gagal jantung kronik secara khas diamati
pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvuler yanhg
berkembang secara lambat. Kongesti perifer sangat mencolok, tapi tekanan darah
kadang masih terpelihara dengan baik.
Patofisiologi
Pompa yang tidak adekuat dari jantung merupakan dasar terjadinya gagal jantung(4).
Pompa yang lemah tidak dapat memenuhi keperluan terus-menerus dari tubuh akan oksigen
dan zat nutrisi. Sebagai reaksi dari hal tersebut, awalnya dinding jantung merentang untuk
menahan lebih banyak darah karena hal ini, maka otot jantung menebal untuk memompa
lebih kuat. Sementara itu ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan sodium. Ini
menambah jumlah darah yang beredar melalui jantung dan pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan kenaikkan yang progresif pada tekanan pengisian sistemik rata-rata dimana
tekanan atrium kanan meningkat sampai akhirnya jantung mengalami peregangan yang
berlebihan atau menjadi sangat edema sehingga tidak mampu memompa darah yang sedang
sekalipun. Tubuh kemudian mencoba untuk berkompensasi dengan melepaskan hormon yang
membuat jantung bekerja lebih keras. Dengan berlalunya waktu, mekanisme pengganti ini
gagal dan gejala-gejala gagal jantung mulai timbul. Seperti gelang karet yang direntang
berlebihan, maka kemampuan jantung untuk merentang dan mengerut kembali akan
berkurang. Otot jantung menjadi terentang secara berlebihan dan tidak dapat memompa darah
secara efisien.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan
yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum
ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan meningkatkan beban akhir.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena infark miokardium dan kardiomiopati.
Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada faktor-faktor fisiologis lain yang dapat
juga mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa, seperti stenosis katup
atrioventrikularis dapat mengganggu pengisian ventrikel, perikarditis konstriktif dan
tamponade jantung dapat mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel, sehingga
menyebabkan gagal jantung. Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di
dalam sarkomer atau dalam sintesisnya atau fungsi dari protein kontraktil merupakan
penyebab gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat mengakibatkan gagal jantung.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer terjadi yaitu(3):
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun,
dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif. Sekresi
neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain (2) :
1. Norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan
toksisitas miosit
2. Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan
saraf simpatis
3. Aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium
4. Endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas miosit
5. Vasopresin menyebabkan vasokontriktor dan resorbsi air
6. TNF α merupakan toksisitas langsung miosit
7. ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada miosit
8. Interleukin-1 dan interleukin-6 bersifat toksis terhadap miosit.
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung
akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel
menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri
tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan
LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya
bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastole atrium dan
ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP (Left
Atrium Pressure), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat.
Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan
terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli,
terjadilah edema paru-paru. Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan
tekanan arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmoner, yang mana hipertensi pulmoner
akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada
jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan
edema.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis gagal jantung secara umum (2):
Dispnea, atau perasaan sulit bernafas adalah manifestasi yang paling umum dari gagal
jantung. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti
vaskular paru-paru yang mengurangi kelenturan paru-paru. Meningkatnya tahanan
aliran udara juga menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala
awal dari gagal jantung kiri.
Ortopnea, atau dispnea pada posisi berbaring, terutama disebabkan oleh redistribusi
aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.
Reabsorpsi dari cairan interstitial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan
kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut.
Dispnea nokturnal paroksismal (PND) atau mendadak terbangun karena dispnea,
dipicu oleh perkembangan edema paru-paru interstitial. PND merupakan manifestasi
yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri daripada dispnea atau ortopnea.
Asma kardial adalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada waktu malam atau
karena aktivitas fisik.
Batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru, terutama
pada posisi berbaring. Terjadinya ronki akibat transudasi cairan paru-paru adalah ciri
khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru
sesuai pengaruh gaya gravitasi.
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial sekunder dari distensi
vena.
Distensi atrium atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esophagus dan
disfagia atau kesulitan menelan.
Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA) umum dipakai
untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik, yang mana
klasifikasinya sebagai berikut (3) :
1. Kelas I : tidak terbatas, aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan lelah, sesak
nafas atau palpitasi
2. Kelas II : sedikit terbatas pada aktifitas fisik, aktivitas fisik sehari-hari menyebabkan
lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina
3. Kelas III : aktivitas fisik sangat terbatas, saat istirahat tanpa keluhan, namun aktivitas
kurang dari sehari-hari menimbulkan gejala
4. Kelas IV : tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun, gejala gagal jantung timbul
bahkan saat istirahat dan bertambah berat bila melakukan aktivitas.
ACC/AHA Heart Failure Practice Guidelines 2001
STAGE EXAMPLES
Stage A: At high risk for HF but
without structural heart disease or
symptoms of HF
HTN, CAD, DM, cardiotoxins, FHx of
CM
Stage B: Structural heart disease but
without symptoms of HF
Previous MI, LV systolic dysfunction,
asymptomatic valvular disease
Stage C: Structural heart disease with
prior or current symptoms of HF
Known structural heart disease, SOB and
fatigue, reduced exercise tolerance
Stage D: Refractory HF requiring
specialized interventions
Marked symptoms at rest
despite maximal medical therapy
Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan penilaian
klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan
ekokardiografi Doppler.(2) Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau
disfungsi diastolik dan karakteristik forward or backward, left or right heart failure.
A. Kriteria diagnosis gagal jantung (3)
Kriteria diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study :
Kriteria mayor :
a. Paroksismal nokturnal dispneu
b. Ronki paru
c. Edema akut paru
d. Kardiomegali
e. Gallop S3
f. Distensi vena leher
g. Refluks hepatojugular
h. Peningkatan tekanan vena jugularis
Kriteria minor :
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Hepatomegali
d. Dispnea d’effort
e. Efusi pleura
f. Takikardi (120x/menit)
g. Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.
Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2
kriteria minor.
B. Pemeriksaan Penunjang
Dalam membantu penegakan diagnosis gagal jantung dapat dilakukan pemeriksaan berikut
ini(2):
1. EKG
EKG sangat penting dalam menentukan irama jantung, tetapi EKG tidak dapat
digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan
elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati
perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan EKG tidak spesifik menunjukkan adanya
gagal jantung.
2. Foto thorax
Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung.
Kardiomegali biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio /
CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan posterior anterior. Pada pemeriksaan ini
tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi sistolik karena ukuran biasa
terlihat normal. Selain itu, pada pemeriksaan foto toraks didapatkan adanya kongesti
vena paru-paru, berkembang menjadi edema interstitial atau alveolar pada gagal
jantung yang lebih berat, redistribusi vaskular pada lobus atas paru-paru, dan
kardiomegali. Pada gagal jantung akut sering tidak terdapat kardiomegali.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan perubahan yang khas pada kimia
darah, seperti adanya hiponatremia, sedangkan kadar kalium dapat normal atau
menurun sekunder terhadap terapi diuretik. Hiperkalemia dapat terjadi pada tahap
lanjut dari gagal jantung karena gangguan ginjal. Kadar nitrogen urea darah (BUN)
dan kreatinin dapat meningkat sekunder terhadap perubahan laju filtrasi glomerulus.
Urin menjadi lebih pekat dengan berat jenis yang tinggi dan kadar natriumnya
berkurang. Kelainan pada fungsi hati dapat mengakibatkan pemanjangan masa
protrombin yang ringan. Dapat pula terjadi peningkatan bilirubin dan enzim-enzim
hati, aspartat aminotransferase (AST) dan fosfatase alkali serum, terutama pada gagal
jantung yang akut. Kadar kalium dan natrium merupakan prediktor mortalitas.
Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung
yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NT-pro BNP (N
Terminal protein BNP. Kegunaan pemeriksaan BNP adalah untuk skrining penyakit
jantung, stratifikasi pasien dengan gagal jantung, deteksi left ventricular systolic dan
atau diastolic dysfunction serta untuk membedakan dengan dispnea. Berbagai studi
menunjukkan konsentrasi BPN lebih akurat mendignosis gagal jantung.
4. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini
membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Doppler
echocardiography dua dimensi dapat digunakan untuk menentukan penampilan LV
sistolik dan diastolik, cardiac output (ejection fraction), serta tekanan pengisian
ventrikel dan arteri pulmoner (pulmonary artery and ventricular filling
pressures). Harus dilakukan secara rutin untuk diagnosis optimal gagal jantung dalam
menilai fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri, katup, ukuran ruang jantung,
hipertrofi, dan abnormalitas gerakan.
5. Tes fungsi paru
6. Uji latih beban jantung
7. Kardiologi nuklir.
Komplikasi
Komplikasi gagal jantung meliputi: (4)
1. Cachexia jantung
Jika pasien gagal jantung dengan kelebihan berat badan, kondisi mereka cenderung
lebih parah. Indikator penting dari kondisi memburuk adalah terjadinya cachexia
jantung, yang ditandai dengan berat badan yang cepat menurun (kehilangan
sedikitnya 7,5% dari berat normal dalam waktu 6 bulan).
2. Gangguan fungsi ginjal
Gagal jantung melemahkan kemampuan jantung untuk memompa darah, hal ini dapat
mempengaruhi bagian lain dari tubuh termasuk ginjal. Penurunan fungsi ginjal
umumnya terjadi pada pasien dengan gagal jantung, baik sebagai komplikasi gagal
jantung dan sebagai komplikasi berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan
gagal jantung (seperti diabetes). Studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal
jantung dan gangguan fungsi ginjal meningkatkan risiko komplikasi jantung termasuk
rawat inap dan kematian.
3. Aritmia
Fibrilasi atrium adalah mengalahkan cepat bergetar di ruang atas jantung. Ini
adalah penyebab utama stroke dan sangat berbahaya pada penderita gagal
jantung.
Takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel adalah aritmia serius yang dapat
terjadi pada pasien ketika fungsi jantung secara signifikan terganggu.
4. Depresi
Studi menunjukkan bahwa depresi mungkin memiliki efek biologis yang merugikan
pada sistem kekebalan tubuh dan saraf, pembekuan darah, tekanan darah, pembuluh
darah, dan irama jantung. Orang yang depresi mungkin gagal untuk mengikuti
petunjuk medis dan tidak dapat menjaga diri mereka sendiri.
5. Angina dan serangan jantung
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama gagal jantung, pasien dengan
gagal jantung memiliki risiko lanjutan untuk angina dan serangan jantung.
6. Kongesti paru
7. Cardiac arrest
8. Sudden death.
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas
sesuai beratnya keluhan. Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan
adalah istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi
benar – benar dengan tirah baring mengingat konsumsi oksigen yang relatif
meningkat. Sering tampak gejala – gejala jantung jauh berkurang hanya dengan
istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah
kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi
kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80 – 100 ml/kgbb/hari dengan
maksimal 1500 ml/hari. Program penatalaksanaan non medikamentosa ini dapat
berupa:
Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, bagaimana upaya jika timbul
keluhan
Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas sosial, serta
rehabilitasi
Edukasi pola diet, control asupan garam, air, dan kebiasaan alkohol
Monitor berat badan, berhati-hati dengan kenaikan berat badan tiba-tiba
Mengurangi berat badan pada pasien obesitas
Berhenti merokok
Perlu perhatian khusus jika akan melakukan perjalanan jauh dengan
pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas
Konseling mengenai obat, efek samping, dan perlunya menghindari obat-
obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem,
antidepresan trisiklik, steroid, dihidropiridin efek cepat.
Medikamentosa
Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah mengurangi gejala akibat bendungan
sirkulasi, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup serta memperpanjang harapan
hidup. Untuk itu, pendekatan awal adalah memperbaiki berbagai gangguan yang mampu
untuk menghilangkan beban kardiovaskular yang berlebihan, seperti mengobati hipertensi,
mengobati anemia, mengurangi berat badan atau memperbaiki stenosis aorta. Gagal jantung
yang tetap bergejala walaupun penyakit yang mendasarinya telah diobati, memerlukan
pembatasan aktivitas fisik, pembatasan asupan garam dan obat.
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun
parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung sampai edema
atau asites hilang (tercapai euvolemik). Digitalis semula merupakan obat yang selalu
diberikan pada klien gagal jantung, tetapi ternyata efektivitas diuretik pada gagal jantung
sama dengan digitalis, terutama pada klien dengan edema sebagai gejala utama gagal jantung,
sehingga pada strategi pengobatan gagal jantung pilihan pertama adalah pemberian diuretic.
Diuretic yang digunakan adalah grup II, Loop diuretic yaitu furosemid. Furosemid
menghambat reabsorpsi Na, Cl, pada ascending limbloop of Henle, sedikit efek pada tubulus
proksimalis. ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat
dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal
dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan. Digitalis diberikan bila
ada aritmia supraventikuler (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau bila ketiga obat diatas
belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi apabila
fungsi ginjal menurun atau kadar kalium rendah. Aldosteron antagonis dipakai untuk
memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang
menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Operatif
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk
menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially
curable. Pemakaian alat dan tindakan bedah antara lain :
Revaskularisasi (perkutan, bedah)
Operasi katup mitral
Aneurismektomi
Kardiomioplasti
External cardiac support
Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular
Implantable cardioverter defibrillators (ICD)
Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
Ultrafiltrasi, hemodialisis.
Prognosis
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan prognosis
pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu: (2)
Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%
Kelas NYHA II: mortalitas 5 tahun 10-20%
Kelas NYHA III: mortalitas 5 tahun 50-70%
Kelas NYHA IV: mortalitas 5 tahun 70-90%
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu : (2)
Waktu timbulnya gagal jantung
Timbul serangan akut atau menahun
Derajat beratnya gagal jantung
Penyebab primer
Kelainan atau besarnya jantung yang menetap
Keadaan paru
Cepatnya pertolongan pertama
Respons dan lamanya pemberian digitalisasi
Seringnya gagal jantung kambuh.
Gagal jantung akut atau gagal jantung kronis sering merupakan kombinasi kelainan
jantung dan organ sistem lain terutama penyakit metabolik. Pasien dengan gagal jantung akut
memiliki prognosis yang sangat buruk.
Pencegahan (1)
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan, terutama pada
kelompok dengan risiko tinggi.
Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard
Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan
Pengobatan hipertensi yang agresif
Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung
Memerlukan pembahasan khusus
Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI. 2006; ed IV
2. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s principle of internal medicine.2005; ed XVI
3. Batrum C. Real Time Ultrasound A Manual for Physicians and Technical Personell. Ed
II. W.B. Saunders Co. 1987
4. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with heart failure.
A statement for healthcare professionals from The Cardiovascular Nursing Councils of
The American Heart Assiciation Circulation 2000
5. Guyton.A.C, 1996.Teksbook of Medical Physiology, philadelpia. Elsevier saunders
6. Jawetz E. Sulfonamid dan trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan
klinik. Jakarta, EGC.2002