Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

42
Borang Portofolio No ID dan Nama Peserta : 13.1.1.100.1.11.122576 / dr. Handre Putra Nama Wahana : RSUD Lubuk Basung Topik : CHF Fungsional Kelas II-III Irama Sinus RVH LVH e.c ASHD + AKI RIFLE R e.c Low Cardiac Output + CAP Tanggal (Kasus) : 14 Oktober 2011 Nama Pasien : Tn. Gombak No Registrasi IGD : 294 Tanggal Presentasi : November 2011 Nama Pendamping : dr. Valencia Tempat Presentasi : Aula Komite Medik RSUD Lubuk Basung Objektif Presentasi : Keilmuan Diagnostik Keterampilan Manajemen Dewasa Deskripsi : Seorang laki-laki, usia 79 tahun datang ke IGD RSUD Lubuk Basung dengan keluhan

Transcript of Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Page 1: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Borang Portofolio

No ID dan Nama Peserta : 13.1.1.100.1.11.122576 / dr. Handre Putra

Nama Wahana : RSUD Lubuk Basung

Topik : CHF Fungsional Kelas II-III Irama Sinus RVH LVH e.c

ASHD + AKI RIFLE R e.c Low Cardiac Output + CAP

Tanggal (Kasus) : 14 Oktober 2011

Nama Pasien : Tn. Gombak No Registrasi IGD : 294

Tanggal Presentasi : November 2011

Nama Pendamping : dr. Valencia

Tempat Presentasi : Aula Komite Medik RSUD Lubuk Basung

Objektif Presentasi : Keilmuan

Diagnostik

Keterampilan

Manajemen

Dewasa

Deskripsi : Seorang laki-laki, usia 79 tahun datang ke IGD RSUD Lubuk

Basung dengan keluhan sesak nafas yang semakin meningkat

sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sesak ini

sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, sesak nafas tidak

berbunyi menciut, tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan,

suhu, lingkungan dan emosi. Sesak nafas dirasakan saat

beraktivitas terutama aktivitas sedang – berat, seperti menaiki

tangga, berlari atau mengangkat beban berat. Sesak nafas

pada saat istirahat tidak ada. Riwayat terbangun pada malam

hari karena sesak nafas (+). Pasien lebih nyaman dengan

Page 2: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

posisi bantal ditinggikan ketika istirahat. Riwayat kaki

sembab (+) sejak 2 minggu yang lalu. Riwayat batuk

berdahak sejak 1 minggu yang lalu, dahak sulit dikeluarkan,

warna dahak kuning kehijauan. Riwayat nyeri dada tidak ada.

Riwayat penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat demam sebelumnya disangkal. Riwayat mual,

muntah tidak ada. Riwayat BAK warna dan frekuensi biasa.

Riwayat BAB biasa.

Tujuan : Mendiagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang tepat

pada pasien CHF (Cardiac Heart Failure).

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi

Data Pasien : Nama : Tn. G

Umur : 79 tahun

No. Registrasi IGD : 294

Tempat : IGD RSUD Lubuk Basung

Data Utama Untuk Bahan Diskusi

1. Diagnosis : CHF Fungsional Kelas II-III Irama Sinus RVH LVH e.c ASHD + AKI

RIFLE R e.c Low Cardiac Output + CAP

2. Gambaran Klinis :

- Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah

sakit, sesak ini sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, sesak nafas tidak

berbunyi menciut, tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan, suhu, lingkungan dan

emosi.

- Sesak nafas dirasakan saat beraktivitas terutama aktivitas sedang – berat, seperti

menaiki tangga, berlari atau mengangkat beban berat.

- Sesak nafas pada saat istirahat tidak ada.

- Riwayat terbangun pada malam hari karena sesak nafas (+).

- Pasien lebih nyaman dengan posisi bantal ditinggikan ketika istirahat.

Page 3: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

- Riwayat kaki sembab (+) sejak 2 minggu yang lalu.

- Riwayat batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu, dahak sulit dikeluarkan, warna

dahak kuning kehijauan Riwayat demam sebelumnya tidak ada.

- Riwayat nyeri pada dada tidak ada

- Riwayat penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu

- Riwayat demam sebelumnya disangkal

- Riwayat mual, muntah tidak ada.

- Riwayat BAK warna dan frekuensi biasa.

- Riwayat BAB biasa.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien sudah dikenal menderita hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, kontrol tidak

rutin, riwayat minum obat tidak teratur

- Riwayat menderita penyakit DM tidak ada

- Riwayat menderita penyakit jantung sebelumnya disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini

- Riwayat anggota keluarga menderita hipertensi, jantung, DM tidak ada

5. Riwayat Kebiasaan, Ekonomi :

- Kebiasaan merokok (-), kebiasaan konsumsi alkohol (-) dan olahraga yang

dilakukan secara teratur (-)

- Pasien sudah menikah dan mempunyai 2 orang istri. Pasien adalah pensiunan

PNS. Status sosial ekonomi menengah ke atas.

Pemeriksaan Fisik :

Vital Sign :

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis GCS E4M6V5 15

Tekanan darah : 170/120 mmHg

Nadi : 98 x/menit

Nafas : 40 x/menit

Page 4: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Suhu : 37,4 o C

BB : 65 Kg

TB : 160 cm

IMT : 25,4 Kg/m2 (Overweight)

Status Gizi : Baik

Status Generalis :

Kepala : Bentuk normal. Rambut hitam sukar dicabut

Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor kanan

dan kiri, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung/tak

langsung (+/+)

Mulut : Mukosa bibir basah, warna merah muda, lidah merah tak ada

kelainan

Leher : JVP 5 + 0 cmH2O

Thorax : Cor : I : Ictus terlihat 1 jari lateral LMCS RIC VI

Pa : Ictus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI

Pe : Batas jantung :

Atas : RIC II

Kanan : Linea parasternalis dextra

Kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI

Au : Irama regular, Murni, Bising jantung (-), Gallop (-)

Pulmo : I : Normochest, retraksi (-), simetris kiri = kanan dalam

keadaan statis dan dinamis

Pa : Fremitus kiri = kanan

Page 5: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Pe : Sonor

Au : Suara nafas vesikuler, Rh +/+ basah halus pada kedua

basal paru, Wh -/-

Abdomen : I : distensi (-)

Au : BU (+) N

Pa : Nyeri tekan epigastrium (-), shifting dullness (-), test

undulasi (-), Hepar dan Lien tidak teraba

Pe : Timpani

Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler < 2”, edema +/+

Laboratorium :

Darah : Hb : 10,9 gr/dl Trombosit : 104.000/mm3

Leukosit : 10.200/mm3 CT : 5 menit 30 detik

Eritrosit : 4.230.000/mm3 BT : 3 menit

Ht : 37 % U/Cr : 70/2,79

SGOT/SGPT : 31/44

EKG :

Kesan : sinus rhtym, T-inverted di lead III, V1

Page 6: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Ro Thorax :

Hasil pembacaan Rontgen Thorax AP : CTI 67 %

Kranialisasi (+)

Infiltrate di kedua lapangan paru

Kesan: Kardiomegali dengan CAP

Diagnosis : CHF Fungsional Kelas II-III Irama Sinus RVH LVH e.c ASHD + AKI RIFLE R

e.c Low Cardiac Output + CAP

Penatalaksanaan :

- Terpasang O2 3 L/’

- Captopril 12,5 mg sublingual 22.30 WIB →160/120 mmHg

- Konsul Sp. PD

- IVFD D5% 10 tetes/menit (12 jam/kolf)

Page 7: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

- Istirahat, Diet Jantung II, Retensi Garam II

- Lasix 1 ampul (ekstra) 23.00 WIB, lanjut lasix 1 x 1 ampul

- Ceftriaxon 2 gram/24 jam (IV) skintest

- Pasang kateter

- Balance cairan

- PCT 3 x 500 mg (Bila demam)

- Aspilet 1 x 80 mg

- Ambroxol 3 x 30 mg

- Dulcolax 1 x 2 tab (malam)

- Alprazolam 1 x 0,5 mg (malam)

Follow-Up

15/10/2011 16/10/2011 18/10/2011

Demam (-) (-) (-)

Sesak Nafas (+) (+) ↓ (+)↓

Batuk (+) (+) (+)

BAK Biasa Biasa Biasa

BAB Biasa Biasa Biasa

Keadaan Umum Sedang Sedang Sedang

Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis

Tekanan Darah 160/100 mmHg 170/110 mmHg 150/100 mmHg

Nadi 97 x/menit 92 x/menit 89 x/menit

Nafas 30 x/menit 28 x/menit 27 x/menit

Suhu 37,1 oC 37,0 oC 36,7 oC

Balance Cairan (24 jam) (+) 200 cc (+) 250 cc (+) 150 cc

Status Generalis Cor : irama regular, murni,

bising jantung (-)

Pulmo : SN vesikuler, Rh

+/+ basah halus pada kedua

lapangan paru, Wh -/-

Ekstremitas : Edema +/+

Cor : irama regular,

murni, bising jantung (-)

Pulmo : SN vesikuler,

Rh +/+ basah halus, Wh

-/-

Ekstremitas : Edema +/+

minimal

Cor : irama regular,

murni, bising jantung (-)

Pulmo : SN vesikuler,

Rh +/+ basah halus pada

basal, Wh -/-

Ekstremitas : Edema -/-

Diagnosis CHF Fungsional Kelas II- CHF Fungsional Kelas CHF Fungsional Kelas

Page 8: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

III Irama Sinus RVH LVH

e.c ASHD + AKI RIFLE R

e.c Low Cardiac Output +

CAP

II-III Irama Sinus RVH

LVH e.c ASHD + AKI

RIFLE R e.c Low

Cardiac Output + CAP

II-III Irama Sinus RVH

LVH e.c ASHD + AKI

RIFLE R e.c Low

Cardiac Output + CAP

Therapi - O2 3 L/’

- IVFD D5% 10

tetes/menit (12 jam/kolf)

- Istirahat, Diet Jantung II,

Retensi Garam II

- Lasix 1 x 1 ampul

- Ceftriaxon 2 gram/24

jam (IV)

- Aspilet 1 x 80 mg

- Ambroxol 3 x 30 mg

- Dulcolax 1 x 2 tab

(malam)

- Alprazolam 1 x 0,5 mg

(malam)

- Balance Cairan

- O2 3 L/’

- IVFD D5% 10

tetes/menit

- Istirahat, Diet Jantung

II, Retensi Garam II

- Lasix 1 x 1 ampul

- Ceftriaxon 2 gram/24

jam (IV)

- Aspilet 1 x 80 mg

- Ambroxol 3 x 30 mg

- Dulcolax 1 x 2 tab

(malam)

- Alprazolam 1 x 0,5

mg (malam)

- Balance Cairan

- Captopril 3 x 25 mg

Labor :

LED : 15mm/jam

Diff. Count :

- Basofil : 0

- Eosinofil : 0

- Neutrofil Batang : 1

- Neutrofil Segmen : 78

- Limfosit : 34

- Monosit : 7

Urinalisa:

Warna : Kuning muda

Albumin : +1

Reduksi : reagen habis

- O2 3 L/’

- IVFD D5% 10

tetes/menit

- Istirahat, Diet Jantung

II, Retensi Garam II

- Lasix 1 x 1 ampul

- Ceftriaxon 2 gram/24

jam (IV)

- Aspilet 1 x 80 mg

- Ambroxol 3 x 30 mg

- Dulcolax 1 x 2 tab

(malam)

- Alprazolam 1 x 0,5

mg (malam)

- Balance Cairan

- Captopril 3 x 25 mg

- ISDN 3 x 5 mg

Page 9: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Bilirubin : (-)

Urobilin : Normal

Sedimentasi :

Eritrosit : (-)

Leukosit : (+) 4-6/LPB

Silinder : (-)

Kristal : (-)

Epitel : 1-2/LPB

Bilirubin total : 0,87

Bilitubin direct : 0,51

Bilirubin indirect : 0,36

19/10/2011 20/10/2011 21/10/2011

Demam (-) (-) (-)

Sesak Nafas ↓↓ ↓↓ ↓↓

Batuk (+)↓ (+)↓ (+)↓

BAK Biasa Biasa Biasa

BAB Biasa Mencret, 3 x Biasa

Keadaan Umum Sedang Sedang Sedang

Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis

Tekanan Darah 150/90 mmHg 170/90 mmHg 130/80 mmHg

Nadi 90 x/menit 93 x/menit 88 x/menit

Nafas 25 x/menit 26 x/menit 25 x/menit

Suhu 37,1 oC 36,6 oC 36,8 oC

Balance Cairan (24 jam) (+) 100 cc (+) 150 cc (+) 250 cc

Status Generalis Cor : irama regular, murni,

bising jantung (-)

Pulmo : SN vesikuler, Rh

+/+ basah halus pada basal

paru, Wh -/-

Cor : irama regular,

murni, bising jantung (-)

Pulmo : SN vesikuler,

Rh +/+ basah halus pada

basal paru minimal, Wh

-/-

Cor : irama regular,

murni, bising jantung (-)

Pulmo : SN vesikuler,

Rh -/-, Wh -/-

Diagnosis CHF Fungsional Kelas II-

III Irama Sinus RVH LVH

CHF Fungsional Kelas

II-III Irama Sinus RVH

CHF Fungsional Kelas

II-III Irama Sinus RVH

Page 10: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

e.c ASHD + AKI RIFLE R

e.c Low Cardiac Output +

CAP

LVH e.c ASHD + AKI

RIFLE R e.c Low

Cardiac Output + CAP

LVH e.c ASHD + AKI

RIFLE R e.c Low

Cardiac Output + CAP

Therapi - O2 3 L/’

- IVFD D5% 10

tetes/menit

- Istirahat, Diet Jantung II,

Retensi Garam II

- Lasix 1 x 1 ampul

- Ceftriaxon 2 gram/24

jam (IV)

- Aspilet 1 x 80 mg

- Ambroxol 3 x 30 mg

- Dulcolax 1 x 2 tab

(malam)

- Alprazolam 1 x 0,5 mg

(malam)

- Captopril 3 x 25 mg

- ISDN aff

Labor :

U/Cr : 57.01/1,68

- O2 3 L/’

- IVFD D5% 10

tetes/menit

- Istirahat, Diet Jantung

II, Retensi Garam II

- Lasix 1 x 1 ampul

- Ceftriaxon 2 gram/24

jam (IV)

- Aspilet 1 x 80 mg

- Ambroxol 3 x 30 mg

- Dulcolax aff

- Alprazolam 1 x 0,5

mg (malam)

- Balance Cairan

- Captopril 3 x 25 mg

- Bisoprolol 5 mg (1 x

½ tab)

- O2 3 L/’

- Infus aff, ganti inject

pump

- Istirahat, Diet Jantung

II, Rendah Garam II

- Lasix 1 x 1 ampul

- Ceftriaxon 2 gram/24

jam (IV)

- Aspilet 1 x 80 mg

- Ambroxol 3 x 30 mg

- Alprazolam 1 x 0,5

mg (malam)

- Captopril 3 x 25 mg

- Bisoprolol 5 mg (1 x

½ tab)

- Allopurinol 2 x 100

mg

- Tonar 2 x 2 tab

Labor :

Asam urat : 7,8

22/10/2011 24/10/2011 25/10/2011

Demam (-) (-) (-)

Sesak Nafas ↓↓ (-) (-)

Batuk (+)↓ (+)↓ (+)↓↓

BAK Biasa Biasa Biasa

BAB Biasa Biasa Biasa

Keadaan Umum Sedang Sedang Sedang

Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis

Tekanan Darah 120/70 mmHg 120/70 mmHg 130/70 mmHg

Page 11: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Nadi 91 x/menit 96 x/menit 88 x/menit

Nafas 26 x/menit 24 x/menit 24 x/menit

Suhu 36,9 oC 37,1 oC 36,6 oC

Balance Cairan (24 jam) (+) 300 cc Kateter aff Kateter aff

Status Generalis Cor : irama regular, murni,

bising jantung (-)

Pulmo : SN vesikuler, Rh

-/-, Wh -/-

Cor : irama regular,

murni, bising jantung (-)

Pulmo : SN vesikuler,

Rh -/-, Wh -/-

Cor : irama regular,

murni, bising jantung (-)

Pulmo : SN vesikuler,

Rh -/-, Wh -/-

Diagnosis CHF Fungsional Kelas II-

III Irama Sinus RVH LVH

e.c ASHD + AKI RIFLE R

e.c Low Cardiac Output +

CAP

CHF Fungsional Kelas

II-III Irama Sinus RVH

LVH e.c ASHD + AKI

RIFLE R e.c Low

Cardiac Output + CAP

CHF Fungsional Kelas

II-III Irama Sinus RVH

LVH e.c ASHD + AKI

RIFLE R e.c Low

Cardiac Output + CAP

Therapi - O2 3 L/’

- Istirahat, Diet Jantung II,

Retensi Garam II

- Lasix 1 x 1 ampul

- Ceftriaxon aff

- Aspilet 1 x 80 mg

- Ambroxol 3 x 30 mg

- Alprazolam 1 x 0,5 mg

(malam)

- Captopril 2 x 6,25 mg

- Bisoprolol 5 mg (1 x ½

tab)

- Allopurinol 2 x 100 mg

- Tonar 2 x 2 tab

- O2 3 L/’

- Istirahat, Diet Jantung

II, Retensi Garam II

- Furosemide 1 x 40

mg

- Aspilet 1 x 80 mg

- Ambroxol 3 x 30 mg

- Alprazolam 1 x 0,5

mg (malam)

- Captopril 2 x 6,25 mg

- Bisoprolol 5 mg (1 x

½ tab)

- Allopurinol2x100 mg

- Tonar 2 x 2 tab

- Pasien boleh pulang

- Kontrol Poli penyakit

dalam

- Furosemide 1 x 40

mg

- Aspilet 1 x 80 mg

- Ambroxol 3 x 30 mg

- Alprazolam 1 x 0,5

mg (malam)

- Bisoprolol 5 mg (1 x

½ tab)

- Allopurinol 2 x 100

mg

- Tonar 2 x 2 tab

Rangkuman Hasil pembelajaran Portofolio

1. Subjektif

Page 12: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Seorang laki-laki, usia 79 tahun datang ke IGD RSUD Lubuk Basung dengan keluhan

sesak nafas yang semakin meningkat sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah

sakit, sesak ini sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, sesak nafas tidak berbunyi

menciut, tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan, suhu, lingkungan dan emosi. Hal ini

menunjukkan jika sesak nafas penyebab dari paru dapat disingkirkan. Sesak nafas

dirasakan saat beraktivitas terutama aktivitas sedang – berat, seperti menaiki tangga,

berlari atau mengangkat beban berat. Sesak nafas pada saat istirahat tidak ada.

Riwayat terbangun pada malam hari karena sesak nafas (+). Pasien lebih nyaman

dengan posisi bantal ditinggikan ketika istirahat. Hal ini menunjukkan bahwa sesak

pada pasien disebabkan oleh kelainan pada jantung, yaitu gagal pada jantung kiri

mengakibatkan masuknya cairan ke dalam interstisial paru. Riwayat kaki sembab (+)

sejak 2 minggu yang lalu. Edema pada tungkai merupakan salah satu pertanda adanya

kelebihan cairan, yang mengakibatkan masuknya cairan ke interstisial di perifer. Hal

ini merupakan salah satu gejala dari gagal jantung kanan. Riwayat batuk berdahak

sejak 1 minggu yang lalu, dahak sulit dikeluarkan, warna dahak kuning kehijauan.

Riwayat batuk pada pasien bisa disebabkan oleh infeksi pada paru ataupun oleh

bendungan di paru.

2. Objektif

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :

- Gejala klinis : berdasarkan gejala subjektif yang dipaparkan di atas.

- Pemeriksaan fisik : pemeriksaan thorax, menunjukkan jantung teraba pada 1 jari

lateral LMCS RIC VI, dan batas jantung bergeser ke lateral bawah. Hal ini

menunjukkan adanya pembesaran jantung. Pada paru ditemukan saat auskultasi

Ronki +/+ pada kedua lapangan paru. Dan pada tungkai ditemukan adany edema

+/+.

- Pemeriksaan penunjang : EKG dan rontgen thorax

3. Asssesment

GAGAL JANTUNG

Page 13: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Pendahuluan

Gagal jantung atau Heart failure adalah Sindrom klinis yang terjadi pada pasien

karena didapatkan suatu kelainan struktur atau fungsi jantung, sehingga menimbulkan gejala

klinis (dispnea, kelelahan, edema & lainnya) yang mengakibatkan pasien sering rawat inap,

kualitas hidup yang buruk, dan harapan hidup pendek.(2) Keadaan ini dapat timbul dengan

atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik

atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan

ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.(1)

         Gagal jantung dan respon kompensatoriknya mengakibatkan kelainan pada tiga penentu

utama dari fungsi miokardium, yaitu beban awal (preload), kontraktilitas, dan beban akhir

(afterload):(2)

a. Beban awal (preload)

Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir

pengisian ventrikel atau diastolik. Meningkatnya beban awal sampai titik tertentu

memperbanyak tumpang tindih antara filamen-filamen aktin dan miosin , sehingga

kekuatan kontraksi dan curah jantung meningkat. Hubungan ini dinyatakan dengan

Hukum Starling, yaitu peregangan serabut-serabut miokardium selama diastole akan

meningkatkan kekuatan kontraksi pada sistole.

Beban awal dapat meningkat dengan bertambahnya volume diastolik

ventrikel, misalnya karena retensi cairan, sedangkan penurunan beban awal dapat

terjadi pada diuresis. Secara fisiologis, peningkatan volume akan meningkatkan

tekanan pada akhir diastole untuk menghasilkan perbaikan pada fungsi ventrikel dan

curah jantung, namun pada ventrikel yang gagal, penambahan volume ventrikel tidak

selalu disertai perbaikan fungsi ventrikel. Peningkatan tekanan yang berlebihan dapat

mengakibatkan bendungan paru atau sistemik, edema akibat transudasi cairan, dan

mengurangi peningkatan lebih lanjut dari volume dan tekanan. Perubahan dalam

volume intrakardial dan perubahan akhir pada tekanan bergantung pada kelenturan

daya regang ruang-ruang jantung. Ruang jantung yang sangat besar, daya regangnya

dapat menampung perubahan volume yang relatif besar tanpa peningkatan tekanan

yang bermakna. Sebaliknya, pada ruang ventrikel yang gagal dan kurang lentur,

Page 14: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

penambahan volume yang kecil dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang

bermakna dan dapat berlanjut menjadi pembendungan dan edem.

b. Kontraktilitas

      Kontraktilitas  menunjukkan perubahan-perubahan dalam kekuatan kontraksi

atau keadaan inotropik yang terjadi bukan karena perubahan-perubahan dalam

panjang serabut. Pemberian obat-obat inotropik positif seperti katekolamin atau

digoksin, akan meningkatkan kontraktilitas, sedangkan hipoksia dan asidosis akan

menekan kontraktilitas. Pada gagal jantung terjadi depresi dari kontraktilitas

miokardium.

c. Beban akhir (afterload)

       Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai

untuk mengejeksikan darah sewaktu sistolik. Menurut Hukum Laplace, ada tiga

variabel yang mempengaruhi tegangan dinding yaitu ukuran atau radius intraventrikel,

tekanan sistolik ventrikel dan tebal dinding. Vasokonstriksi arteri yang meningkatkan

tahanan terhadap ejeksi ventrikel dapat meningkatkan tekanan sistolik ventrikel,

sedangkan retensi cairan dapat meningkatkan radius intraventrikel. Pemberian

vasodilator dan hipertrofi ventrikel sebagai konsekuensi lain dari gagal jantung dapat

mengurangi beban akhir.

Dahulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya

kontraktilitas dan daya pompa jantung, sehingga diperlukan inotropik untuk

meningkatkan kontraktilitas, dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban

jantung. Sekarang gagal jantung dianggap sebagai remodeling progresif akibat beban

atau penyakit pada miokard sehingga pencegahan progresivitas dengan penghambat

neurohumoral (neurohumoral blocker) seperti ACE-inhibitor, angiotensin reseptor

blocker dan beta-blocker diutamakan disamping obat konvensional (diuretik dan

digitalis), ditambah dengan terapi yang muncul belakangan ini seperti bedah

rekonstruksi ventrikel kiri (LV reconstruction surgery) dan mioplasti.

Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka yang selamat

dari serangan infark jantung akut akibat kemajuan pengobatan dan

penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak orang yang hidup dalam

keadaan disfungsi ventrikel kiri, yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung

kronis, dan semakin banyak yang dirawat akibat gagal jantung kronis.

Page 15: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Epidemiologi

Gagal jantung adalah sindroma yang umum muncul dengan tingkat kejadian dan

sebaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hampir 5 juta orang di AS mengalami

gagal jantung, dan hampir 500.000 kasus baru yang muncul tiap tahun.(2) Penyakit ini

berkaitan dengan usia, 75% kasus mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat

kejadian gagal jantung meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada usia

diatas 80 tahun.

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan

penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima

persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal

jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal

jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan

hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan

harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0.4 – 2% dan meningkat pada usia yang

lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Seperdua dari pasien gagal jantung akan

meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat,

lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.(1)

Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat.

Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari

pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian

Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.

Etiologi

Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut

menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri:

penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup

mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi (tirotoksikosis,

anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan: gagal jantung kiri, penyakit paru kronis,

Page 16: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA),

hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif.

1. Gangguan mekanis

a. Peningkatan beban tekanan

b. Peningkatan beban volume

c. Hambatan pengisian ventrikel

d. Retriksi endokardial atau miokardial

e. Aneurisma ventrikular

2. Kelainan miokardial

a. Primer

b. Sekunder

3. Gangguan irama jantung

Ventrikular standstill

Ventrikular fibrilasi

Takhikardi atau bradikardi

Gangguan konduksi

Klasifikasi

a. Gagal jantung sistolik dan diastolik

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa

sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan fisik, kemampuan

aktivitas fisik menurun, dan gejala hipoperfusi lainnya. Sedangkan gagal jantung

diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel dengan fraksi

ejeksi lebih dari 50%. Kedua jenis ini tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari

pemeriksaan jasmani, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan

doppler-ekokardiografi

b. Gagal jantung high output dan low output

Gagal jantung curah tinggi disebabkan oleh penurunan resistensi vaskular

sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan paget’s

Page 17: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

disease. Gagal jantung curah rendah ditemukan pada hipertensi, kardiomiopati

dilatasi, kelainan katup, dan perikardium.

c. Gagal jantung kanan dan kiri

Gagal jantung kiri terjadi akibat kelemahan ventrikel kiri, ventrikel kiri gagal

untuk memompa darah, maka akan terbendung kemudian terjadi peningkatan tekanan

di atrium kiri serta vena-vena di belakangnya (vena pulmonalis), menyebabkan pasien

sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi bila terdapat kelainan yang

melemahkan ventikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/ sekunder,

tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti pada vena-vena sistemik yang

menyebabkan oedem perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis.

d. Gagal jantung akut dan kronik

Gagal jantung akut terjadi bila pasien yang secara awal sehat secara

keseluruhannya, lalu mendadak mengalami penurunan curah jantung, terjadi

penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contohnya terjadi robekan

daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas.

Gagal jantung akut biasanya adalah sistolik. Gagal jantung kronik secara khas diamati

pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvuler yanhg

berkembang secara lambat. Kongesti perifer sangat mencolok, tapi tekanan darah

kadang masih terpelihara dengan baik.

Patofisiologi

Page 18: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Pompa yang tidak adekuat dari jantung merupakan dasar terjadinya gagal jantung(4).

Pompa yang lemah tidak dapat memenuhi keperluan terus-menerus dari tubuh akan oksigen

dan zat nutrisi. Sebagai reaksi dari hal tersebut, awalnya dinding jantung merentang untuk

menahan lebih banyak darah karena hal ini, maka otot jantung menebal untuk memompa

lebih kuat. Sementara itu ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan sodium. Ini

menambah jumlah darah yang beredar melalui jantung dan pembuluh darah. Hal ini

menyebabkan kenaikkan yang progresif pada tekanan pengisian sistemik rata-rata dimana

tekanan atrium kanan meningkat sampai akhirnya jantung mengalami peregangan yang

berlebihan atau menjadi sangat edema sehingga tidak mampu memompa darah yang sedang

sekalipun. Tubuh kemudian mencoba untuk berkompensasi dengan melepaskan hormon yang

membuat jantung bekerja lebih keras. Dengan berlalunya waktu, mekanisme pengganti ini

gagal dan gejala-gejala gagal jantung mulai timbul. Seperti gelang karet yang direntang

berlebihan, maka kemampuan jantung untuk merentang dan mengerut kembali akan

berkurang. Otot jantung menjadi terentang secara berlebihan dan tidak dapat memompa darah

secara efisien.

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan

yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium.

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum

ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan meningkatkan beban akhir.

Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena infark miokardium dan kardiomiopati.

Page 19: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada faktor-faktor fisiologis lain yang dapat

juga mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa, seperti stenosis    katup

atrioventrikularis   dapat   mengganggu   pengisian ventrikel, perikarditis konstriktif dan

tamponade jantung  dapat mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel, sehingga

menyebabkan gagal jantung.  Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium  di

dalam sarkomer atau dalam sintesisnya atau fungsi dari protein kontraktil merupakan

penyebab gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat mengakibatkan gagal jantung.

Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer terjadi yaitu(3):

meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem

renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini

mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin

memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun,

dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif. Sekresi

neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain (2) :

1. Norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan

toksisitas miosit

2. Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan

saraf simpatis

3. Aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium

4. Endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas miosit

5. Vasopresin menyebabkan vasokontriktor dan resorbsi air

6. TNF α merupakan toksisitas langsung miosit

7. ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada miosit

8. Interleukin-1 dan interleukin-6 bersifat toksis terhadap miosit.

     Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung

akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel

menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri

tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan

LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya

bergantung pada kelenturan   ventrikel.   Oleh karena   selama   diastole atrium   dan      

ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP (Left

Atrium Pressure),  sehingga  tekanan   kapiler  dan   vena  paru-paru  juga   akan meningkat.

Page 20: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan

terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli,

terjadilah edema paru-paru. Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan

tekanan arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmoner, yang mana hipertensi pulmoner

akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada

jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan

edema.

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis gagal jantung secara umum (2):

Dispnea, atau perasaan sulit bernafas adalah manifestasi yang paling umum dari gagal

jantung. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti

vaskular paru-paru yang mengurangi kelenturan paru-paru. Meningkatnya tahanan

aliran udara juga menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala

awal dari gagal jantung kiri.

Ortopnea, atau dispnea pada posisi berbaring, terutama disebabkan oleh redistribusi

aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.

Reabsorpsi dari cairan interstitial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan

kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut.

Dispnea nokturnal paroksismal (PND) atau mendadak terbangun karena dispnea,

dipicu oleh perkembangan edema paru-paru interstitial. PND merupakan manifestasi

yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri daripada dispnea atau ortopnea.

Asma kardial adalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada waktu malam atau

karena aktivitas fisik.

Batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru, terutama

pada posisi  berbaring. Terjadinya ronki akibat transudasi cairan paru-paru adalah ciri

khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru

sesuai pengaruh  gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial sekunder dari distensi

vena.

Distensi atrium atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esophagus dan

disfagia atau kesulitan menelan.

Page 21: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA) umum dipakai

untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik, yang mana

klasifikasinya sebagai berikut (3) :

1. Kelas I : tidak terbatas, aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan lelah, sesak

nafas atau palpitasi

2. Kelas II : sedikit terbatas pada aktifitas fisik, aktivitas fisik sehari-hari menyebabkan

lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina

3. Kelas III : aktivitas fisik sangat terbatas, saat istirahat tanpa keluhan, namun aktivitas

kurang dari sehari-hari menimbulkan gejala

4. Kelas IV : tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun, gejala gagal jantung timbul

bahkan saat istirahat dan bertambah berat bila melakukan aktivitas.

ACC/AHA Heart Failure Practice Guidelines 2001

STAGE EXAMPLES

Stage A: At high risk for HF but

without structural heart disease or

symptoms of HF

HTN, CAD, DM, cardiotoxins, FHx of

CM

Stage B: Structural heart disease but

without symptoms of HF

Previous MI, LV systolic dysfunction,

asymptomatic valvular disease

Stage C: Structural heart disease with

prior or current symptoms of HF

Known structural heart disease, SOB and

fatigue, reduced exercise tolerance

Stage D: Refractory HF requiring

specialized interventions

Marked symptoms at rest

despite maximal medical therapy

Diagnosis

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan penilaian

klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan

ekokardiografi Doppler.(2) Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau

disfungsi diastolik dan karakteristik forward or backward, left or right heart failure.

Page 22: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

A. Kriteria diagnosis gagal jantung (3)

Kriteria diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study :

Kriteria mayor :

a. Paroksismal nokturnal dispneu

b. Ronki paru

c. Edema akut paru

d. Kardiomegali

e. Gallop S3

f. Distensi vena leher

g. Refluks hepatojugular

h. Peningkatan tekanan vena jugularis

Kriteria minor :

a. Edema ekstremitas

b. Batuk malam hari

c. Hepatomegali

d. Dispnea d’effort

e. Efusi pleura

f. Takikardi (120x/menit)

g. Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.

Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2

kriteria minor.

B. Pemeriksaan Penunjang

Dalam membantu penegakan diagnosis gagal jantung dapat dilakukan pemeriksaan berikut

ini(2):

1. EKG

EKG sangat penting dalam menentukan irama jantung, tetapi EKG tidak dapat

digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan

Page 23: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati

perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan EKG tidak spesifik menunjukkan adanya

gagal jantung.

2. Foto thorax

Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung.

Kardiomegali biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio /

CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan posterior anterior. Pada pemeriksaan ini

tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi sistolik karena ukuran biasa

terlihat normal. Selain itu, pada pemeriksaan foto toraks didapatkan adanya kongesti

vena paru-paru, berkembang menjadi edema interstitial atau alveolar pada gagal

jantung yang lebih berat, redistribusi vaskular pada lobus atas paru-paru, dan

kardiomegali. Pada gagal jantung akut sering tidak terdapat kardiomegali.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan perubahan yang khas pada kimia

darah, seperti adanya hiponatremia, sedangkan kadar kalium dapat normal atau

menurun sekunder terhadap terapi diuretik. Hiperkalemia dapat terjadi pada tahap

lanjut dari gagal jantung karena gangguan ginjal. Kadar nitrogen urea darah (BUN)

dan kreatinin dapat meningkat sekunder terhadap perubahan laju filtrasi glomerulus.

Urin menjadi lebih pekat dengan berat jenis yang tinggi dan kadar natriumnya

berkurang. Kelainan pada fungsi hati dapat mengakibatkan pemanjangan masa

protrombin yang ringan. Dapat pula terjadi peningkatan bilirubin dan enzim-enzim

hati, aspartat aminotransferase (AST) dan fosfatase alkali serum, terutama pada gagal

jantung yang akut. Kadar kalium dan natrium merupakan prediktor mortalitas.

Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung

yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NT-pro BNP (N

Terminal protein BNP. Kegunaan pemeriksaan BNP adalah untuk skrining penyakit

jantung, stratifikasi pasien dengan gagal jantung, deteksi left ventricular systolic dan

atau diastolic dysfunction serta untuk membedakan dengan dispnea. Berbagai studi

menunjukkan konsentrasi BPN lebih akurat mendignosis gagal jantung.

4. Ekokardiografi

Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini

membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Doppler

Page 24: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

echocardiography dua dimensi dapat digunakan untuk menentukan penampilan  LV

sistolik dan diastolik, cardiac output (ejection fraction), serta tekanan pengisian 

ventrikel dan arteri pulmoner (pulmonary artery and ventricular filling

pressures). Harus dilakukan secara rutin untuk diagnosis optimal gagal jantung dalam

menilai fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri, katup, ukuran ruang jantung,

hipertrofi, dan abnormalitas gerakan.

5. Tes fungsi paru

6. Uji latih beban jantung

7. Kardiologi nuklir.

Komplikasi

Komplikasi gagal jantung meliputi: (4)

1. Cachexia jantung

Jika pasien gagal jantung dengan kelebihan berat badan, kondisi mereka cenderung

lebih parah. Indikator penting dari kondisi memburuk adalah terjadinya cachexia

jantung, yang ditandai dengan berat badan yang cepat menurun (kehilangan

sedikitnya 7,5% dari berat normal dalam waktu 6 bulan).

2. Gangguan fungsi ginjal

Gagal jantung melemahkan kemampuan jantung untuk memompa darah, hal ini dapat

mempengaruhi bagian lain dari tubuh termasuk ginjal. Penurunan fungsi ginjal

umumnya terjadi pada pasien dengan gagal jantung, baik sebagai komplikasi gagal

jantung dan sebagai komplikasi berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan

gagal jantung (seperti diabetes). Studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal

jantung dan gangguan fungsi ginjal meningkatkan risiko komplikasi jantung termasuk

rawat inap dan kematian.

3. Aritmia

Fibrilasi atrium adalah mengalahkan cepat bergetar di ruang atas jantung. Ini

adalah penyebab utama stroke dan sangat berbahaya pada penderita gagal

jantung.

Takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel adalah aritmia serius yang dapat

terjadi pada pasien ketika fungsi jantung secara signifikan terganggu.

4. Depresi

Page 25: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Studi menunjukkan bahwa depresi mungkin memiliki efek biologis yang merugikan

pada sistem kekebalan tubuh dan saraf, pembekuan darah, tekanan darah, pembuluh

darah, dan irama jantung. Orang yang depresi mungkin gagal untuk mengikuti

petunjuk medis dan tidak dapat menjaga diri mereka sendiri.

5. Angina dan serangan jantung

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama gagal jantung, pasien dengan

gagal jantung memiliki risiko lanjutan untuk angina dan serangan jantung.

6. Kongesti paru

7. Cardiac arrest

8. Sudden death.

Penatalaksanaan

Non medikamentosa

Umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas

sesuai beratnya keluhan. Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan

adalah istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi

benar – benar dengan tirah baring mengingat konsumsi oksigen yang relatif

meningkat. Sering tampak gejala – gejala jantung jauh berkurang hanya dengan

istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah

kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi

kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80 – 100 ml/kgbb/hari dengan

maksimal 1500 ml/hari. Program penatalaksanaan non medikamentosa ini dapat

berupa:

Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, bagaimana upaya jika timbul

keluhan

Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas sosial, serta

rehabilitasi

Edukasi pola diet, control asupan garam, air, dan kebiasaan alkohol

Monitor berat badan, berhati-hati dengan kenaikan berat badan tiba-tiba

Mengurangi berat badan pada pasien obesitas

Berhenti merokok

Page 26: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Perlu perhatian khusus jika akan melakukan perjalanan jauh dengan

pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas

Konseling mengenai obat, efek samping, dan perlunya menghindari obat-

obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem,

antidepresan trisiklik, steroid, dihidropiridin efek cepat.

Medikamentosa

Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah mengurangi gejala akibat bendungan

sirkulasi, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup serta memperpanjang harapan

hidup. Untuk itu, pendekatan awal adalah memperbaiki berbagai gangguan yang mampu

untuk menghilangkan beban kardiovaskular yang berlebihan, seperti mengobati hipertensi,

mengobati anemia, mengurangi berat badan atau memperbaiki stenosis aorta. Gagal jantung

yang tetap bergejala walaupun penyakit yang mendasarinya telah diobati, memerlukan

pembatasan aktivitas fisik, pembatasan asupan garam dan obat.

Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun

parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung sampai edema

atau asites hilang (tercapai euvolemik). Digitalis semula merupakan obat yang selalu

diberikan pada klien gagal jantung, tetapi ternyata efektivitas diuretik pada gagal jantung

sama dengan digitalis, terutama pada klien dengan edema sebagai gejala utama gagal jantung,

sehingga pada strategi pengobatan gagal jantung pilihan pertama adalah pemberian diuretic.

Diuretic yang digunakan adalah grup II, Loop diuretic yaitu furosemid. Furosemid

menghambat reabsorpsi Na, Cl, pada ascending limbloop of Henle, sedikit efek pada tubulus

proksimalis. ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat

dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal

dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan. Digitalis diberikan bila

ada aritmia supraventikuler (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau bila ketiga obat diatas

belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi apabila

fungsi ginjal menurun atau kadar kalium rendah. Aldosteron antagonis dipakai untuk

memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang

menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.

Page 27: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Operatif

Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk

menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially

curable. Pemakaian alat dan tindakan bedah antara lain :

Revaskularisasi (perkutan, bedah)

Operasi katup mitral

Aneurismektomi

Kardiomioplasti

External cardiac support

Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular

Implantable cardioverter defibrillators (ICD)

Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart

Ultrafiltrasi, hemodialisis.

Prognosis

Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan prognosis

pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu: (2)

Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%

Kelas NYHA II: mortalitas 5 tahun 10-20%

Kelas NYHA III: mortalitas 5 tahun 50-70%

Kelas NYHA IV: mortalitas 5 tahun 70-90%

Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu : (2)

Waktu timbulnya gagal jantung

Timbul serangan akut atau menahun

Derajat beratnya gagal jantung

Penyebab primer

Kelainan atau besarnya jantung yang menetap

Keadaan paru

Cepatnya pertolongan pertama

Page 28: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

Respons dan lamanya pemberian digitalisasi

Seringnya gagal jantung kambuh.

Gagal jantung akut atau gagal jantung kronis sering merupakan kombinasi kelainan

jantung dan organ sistem lain terutama penyakit metabolik. Pasien dengan gagal jantung akut

memiliki prognosis yang sangat buruk.

Pencegahan (1)

Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan, terutama pada

kelompok dengan risiko tinggi.

Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard

Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan

Pengobatan hipertensi yang agresif

Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung

Memerlukan pembahasan khusus

Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari.

Page 29: Portofolio CHF Fxonal klas II-III Irama sinus takikardi RVH LVH ec ASHD, AKI RIFLE R ec low CO, CAP

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI. 2006; ed IV

2. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s principle of internal medicine.2005; ed XVI

3. Batrum C. Real Time Ultrasound A Manual for Physicians and Technical Personell. Ed

II. W.B. Saunders Co. 1987

4. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with heart failure.

A statement for healthcare professionals from The Cardiovascular Nursing Councils of

The American Heart Assiciation Circulation 2000

5. Guyton.A.C, 1996.Teksbook of Medical Physiology, philadelpia. Elsevier saunders

6. Jawetz E. Sulfonamid dan trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan

klinik. Jakarta, EGC.2002