Post on 24-Nov-2020
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIFTIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR DAN
AKTIVITAS SISWA KELAS VIII PADA MATA PELAJARAN IPSDI SMP 1 BELITANG TAHUN AJARAN 2018/2019
(Skripsi)
Oleh
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
ITAS LAS MR PE UVI N
N G
U
OMYZHA NOVIANDYNA
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF TWO STAY TWO STRAY MODEL TOWARD
STUDENT’S SOCIAL STUDIES STUDY RESULT AND ACTIVITIES ON 8th
BY
OMYZHA NOVIANDYNA
The purpose of this research were to identify the different of the social studies
study result and the activites between the student who studied with Two Stay Two
Stray model (eksperiment class) and students who studied with conventional
learning model (control class) at 8th
grader in Belitang 1st Junior High State
School. This research was using quasy experiment with pretest-posttest control
group design. The data collected using observation, documentation and test. In
the other hand the data analysts technique was paired-sample T-Test and two way
anova for the difference test and influence test. Based on the research result, it
may be concluded that (1) there founded any differential of student who studied
with Two Stay Two Stray model and conventional methode toward the social
studies study result, and (2) there founded the influnce of Two Stay Two Stray
model toward student activities when they studied social studies.
Keyword: Two Stay Two Stray Model, Student Activities, Study Result
GRADER IN BELITANG 1ST
JUNIOR HIGH STATE SCHOOL
2018/2019
OLEH
OMYZHA NOVIANDYNA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS dan
aktivitas siswa antara siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran Two Stay
Two Stray (kelas eksperimen) dengan siswa yang diberi perlakuan model
pembelajaran konvensional atau ceramah (kelas kontrol) dan mengetahui
pengaruh model pembelajaran Two Stay Two Stray terhadap aktivitas dan hasil
belajar IPS siswa. kelas VIII SMP Negeri 1 Belitang. Penelitian ini merupakan
penelitian quasy experiment (eksperimen semu) dengan design pre-test post-test
control group design. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, dokumentasi, dan tes. Sementara analisis data yang digunakan adalah
uji paired-sampel t-test dan anova dua jalur untuk uji beda serta uji pengaruh.
Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa (1) terdapat perbedaan hasil belajar
IPS siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray
dengan yang belajar menggunakan metode ceramah, dan (2) terdapat pengaruh
ABSTRAK
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR DANAKTIVITAS SISWA KELAS VIII PADA MATA PELAJARAN IPS
DI SMP 1 BELITANG TAHUN AJARAN 2018/2019
penggunaan model pembelajaran Two Stay Two Stray terhadap aktivitas belajar
IPS siswa.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Two Stay Two Stray, Aktivitas Belajar, Hasil
Belajar
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIFTIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR DAN
AKTIVITAS SISWA KELAS VIII PADA MATA PELAJARAN IPSDI SMP 1 BELITANG TAHUN AJARAN 2018/2019
Oleh
OMYZHA NOVIANDYNA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan GeografiJurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ITAS LAS MR PE UVI N
N G
U
RIWAYAT HIDUP
Omyzha Noviandyna adalah anak pertama dari pasangan
Bapak Mulyadi dan Ibu Fahdalena. Penulis dilahirkan di Kota
Lubuk Linggau Provinsi Sumatera Selatan pada 28 November
1996.
Pendidikan dasar ditempuh di SD N 04 Gumawang dan
diselesaikan pada tahun 2008, selanjutnya sekolah menengah pertama diselesaikan
pada tahun 2011 yang ditempuh di SMP Negeri 1 Belitang, dan pendidikan
menengah atas ditempuh di SMA Al-Kautsar pada tahun 2011-2014. Kemudian
melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi pada tahun 2014 dengan
konsentrasi Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswi, penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata
Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) di Desa Gunung Cahya Kecamatan Pakuan
Ratu Kabupaten Way Kanan dan SMP Negeri 1 Pakuan Ratu Kabupaten Way
Kanan pada bulan Juli sampai September 2017.
Motto
“Siapapun yang dikehendaki kebaikan oleh Allah ia pasti akan diuji”(HR. Bukhari)
“Mimpiku bukanlah menjadi yang terbaik dalam segala hal, tetapi menjadi seseorangyang dapat diriku sendiri banggakan”
(Kim KiBum)
“Kamu harus membuat pilihan saat dihadapkan dengan sebuah kesempatan atauhidupmu tidak akan berubah”
(Plato)
PERSEMBAHAN
Saya persembahkan skripsi ini untukBunda, Ayah dan almamater tercinta Universitas Lampung.
SANWACANA
Bissmillahiirahmanirrahim,
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT berkat taufik, hidayah,
serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skipsi ini. Penyusunan
skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan sarjana strata 1 pada Program
Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. H. Pargito, M.Si.
selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan bimbingan dan
pengarahan. Serta Ibu Irma Lusi Nugraheni S.Pd,. M.Si. selaku dosen
pembimbing pembantu sekaligus Pembimbing Akademik yang senantiasa
memberikan bimbingan serta motivasi, dan Bapak Dr. Sugeng Widodo, M.Si
selaku dosen penguji atas arahan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat demi
terselesainya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas jasa-jasa beliau. Aamiin
Dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada:
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Sunyono, M.Si, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan
Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd, selaku Wakil Dekan Bidang Umum dan
Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
dan Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
5. Bapak Drs. Tedi Rusman. M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial.
6. Bapak Dr. Sugeng Widodo, M.Pd., selaku Ketua Prodi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
7. Bapak Dr. H. Pargito, M.Si., selaku dosen pembimbing utama, Ibu Irma Lusi
Nugraheni S.Pd,. M.Si. selaku dosen pembimbing pembantu sekaligus
pembimbing akademik dan Bapak Dr. Sugeng Widodo, M.Pd. selaku dosen
penguji.
8. Ibu Hj.Roslawati,S.Pd,M.M. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Belitang
yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 1
Belitang.
9. Ibu Ismalia, S.Pd. selaku guru mitra yang banyak membantu dalam penelitian
di SMP Negeri 1 Belitang.
10. Ayah dan Bunda, serta Adik terimakasih atas segala pengorbanan, do’a,
motivasi dan kasih sayang yang tiada henti yang telah diberikan selama ini
sehingga mampu menyelesaikan studi.
11. Teman-teman seperjuangan Geografi 2014, yang telah memberikan cerita-
cerita yang sangat berkesan dalam suka maupun duka selama masa
perkuliahan.
12. Sahabat-sahabatku (Thizarani, Ninda, Seruni dan Riska) terimakasih atas
dukungan dan semangat yang kalian berikan.
13. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penilis harapan. Akhir kata, semoga
skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 2019
Penulis
Omyzha Noviandyna
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 6
C. Batasan Masalah ............................................................................... 7
D. Rumusan Masalah ........................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
F. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 8
G. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ............................. 10
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 10
1. Belajar ......................................................................................... 10
2. Pembelajaran ............................................................................... 19
3. Pembelajaran IPS ........................................................................ 20
4. Pembelajaran Geografi ............................................................... 26
5. Pembelajaran Kooperatif ............................................................ 27
6. Two Way Two Stray ................................................................... 30
7. Metode Ceramah ........................................................................ 35
8. Hasil Belajar ................................................................................ 42
9. Aktivitas Belajar .......................................................................... 45
B. Penelitian yang Relevan .................................................................... 47
C. Kerangka Pikir .................................................................................. 48
D. Hipotesis ........................................................................................... 49
III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 51
A. Metode Penelitian .............................................................................. 51
B. Uji Persyaratan Instrumen ................................................................. 63
C. Uji Prasyarat Analisis Data ............................................................... 68
D. Uji Hipotesis ..................................................................................... 71
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 73
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 73
1. Profil SMP Negeri 1 Belitang ..................................................... 73
1.1 Identitas Sekolah ................................................................... 73
1.2 Visi dan Misi Sekolah ........................................................... 74
1.3 Kondisi Sekolah .................................................................... 75
B. Hasil Penelitian .................................................................................. 80
1. Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 80
2. Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................... 81
2.1 Deskripsi Pembelajaran ......................................................... 81
2.1.1 Pembelajaran dengan Metode Two Stay Two Stray .. 81
2.1.2 Pembelajaran dengan Metode Ceramah .................... 86
3. Uji Coba Instrumen Penelitian .................................................... 90
3.1 Instrumen Hasil Belajar ......................................................... 90
3.1.1 Validitas .................................................................... 90
3.1.2 Realibilitas ................................................................ 92
3.1.3 Taraf kesukaran ......................................................... 92
3.1.4 Daya Pembeda ........................................................... 94
3.1.5 Rekapitulasi Instrumen Tes ....................................... 96
4. Hasil Penelitian ........................................................................... 98
4.1 Hasil Belajar IPS Siswa ........................................................ 98
4.2 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa ..................................... 109
5. Hasil Uji Prasyarat Analisis Data ............................................. 124
5.1 Peningkatan Penguasaan Konsep ....................................... 124
5.2 Normalitas .......................................................................... 127
5.3 Homogenitas ...................................................................... 127
6. Uji Hipotesis ............................................................................. 128
C. Pembahasan .................................................................................... 134
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 140
A. Simpulan ......................................................................................... 140
B. Saran ................................................................................................ 141
Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dari materi „Interaksi
Kerungan dalam Kehidupan Negara-Negara ASEAN .................... 5
Tabel 2. Penelitian yang Relevan .................................................................. 47
Tabel 3. Desain Penelitian Eksperimen ......................................................... 52
Tabel 4. Data Jumlah Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 1 Belitang .............. 54
Tabel 5. Kriteria Kelulusan Minimal ............................................................. 57
Tabel 6. Indikator Aktivitas Siswa ................................................................ 58
Tabel 7. Lembar Observasi Aktivitas Siswa.................................................. 58
Tabel 8. Kategori Presentase Keaktifan Siswa ............................................. 60
Tabel 9. Klasifikasi Persentase Aktivitas Siswa ............................................ 60
Tabel 10. Kriteria daya pembeda soal ............................................................ 68
Tabel 11. Jumlah dan Kondisi Sarana dan Prasarana di SMP Negeri 1
Belitang Tahun 2018 ....................................................................... 75
Tabel 12. Daftar Jumlah Rombongan Belajar SMP Negeri 1 Belitang ........... 76
Tabel 13. Jumlah Siswa SMP Negeri 1 Belitang Tahun 2018 ........................ 77
Tabel 14. Daftar Guru di SMP Negeri 1 Belitang Tahun 2018 ....................... 78
Tabel 15. Perhitungan Uji Validitas ................................................................ 90
Tabel 16. Hasil Uji Reliabilitas Penguasaan Konsep Siswa ............................ 92
Tabel 17. Perhitungan Daya KesukaranSoal ................................................... 93
Tabel 18. Keputusan Daya Beda Soal ............................................................. 95
Tabel 19. Rekapitulasi Instrumen Soal ........................................................... 97
Tabel 20. Distribusi Frekuensi Pretest Siswa Kelas Eksperimen ................... 101
Tabel 21. Distribusi Frekuensi Posttest Siswa Kelas Eksperimen ................. 102
Tabel 22. Distribusi Frekuensi Pretest Siswa Kelas Kontrol ........................... 106
Tabel 23. Distribusi Frekuensi Posttest Siswa Kelas Kontrol.......................... 107
Tabel 24. Kategori Keaktifan Siswa Pertemuan I ............................................ 110
Tabel 25. Kategori Keaktifan Siswa Pertemuan II .......................................... 111
Tabel 26. Kategori Keaktifan Siswa Pertemuan III ......................................... 112
Tabel 27. Kategori Keaktifan Siswa Pertemuan IV ......................................... 113
Tabel 28. Kategori Keaktifan Siswa Pertemuan V ......................................... 114
Tabel 29. Kategori Keaktifan Siswa Pertemuan VI ......................................... 115
Tabel 30. Kategori Rata-rata Aktivitas Siswa .................................................. 116
Tabel 31. Kategori Keaktifan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan I ................... 117
Tabel 32. Kategori Keaktifan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan II .................. 118
Tabel 33. Kategori Keaktifan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan III .................. 119
Tabel 34. Kategori Keaktifan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan IV ................. 120
Tabel 35. Kategori Keaktifan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan V .................. 121
Tabel 36. Kategori Keaktifan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan VI ................. 122
Tabel 37. Kategori Rata-rata Aktivitas Siswa .................................................. 123
Tabel 38. Data Rata-Rata N-gain Penguasaan Konsep Siswa ....................... 124
Tabel 39. Data Kategori N-gain Penguasaan Konsep Siswa ........................... 125
Tabel 40. Hasil Uji Normalitas Skor N-gain Penguasaan Konsep Siswa ........ 127
Tabel 41. Hasil Uji Homogenitas N-gain Penguasan Konsep Siswa .............. 127
Tabel 42. Paired Samples Statistics ................................................................. 129
Tabel 43. Paired Samples Correlations ........................................................... 129
Tabel 44. Paired Samples Test ........................................................................ 130
Tabel 45. Deskriptive Statistics ....................................................................... 131
Tabel 46. Levene's Test of Equality ................................................................. 132
Tabel 47. Out Put Two Way Anova dengan menggunakan SPSS ................... 133
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Fikir .............................................................................. 48
Gambar 2. Diagram Batang Data Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen ..... 103
Gambar 3. Diagram Batang Data Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ........... 108
Gambar 4. Rata-rata N-gain Penguasaan Konsep Siswa Pada Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol .................................................... 125
Gambar 5. Kategori N-Gain Penguasaan Konsep Siswa ............................... 126
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
I. Silabus ................................................................................................. 142
II. RPP ...................................................................................................... 144
III. Soal Uji Validitas ................................................................................ 187
IV. Pembagian Kelompok dan Tugas Kelas Eksperimen .......................... 194
V. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ...................................................... 196
VI. Kisi-kisi Lembar Observasi.................................................................. 201
VII. Hasil Observasi Aktivitas Siswa .......................................................... 202
VIII. Nilai Rapot Semester Genap Mata Pelajaran IPS Siswa Kelas VII
(T.A 2017/2018) ................................................................................. 226
IX. Hasil Pretest Siswa .............................................................................. 237
X. Hasil Posttest Siswa ............................................................................. 240
XI. Hasil N-Gain ........................................................................................ 245
XII. Uji Validitas Instrumen ........................................................................ 246
XIII. Uji Realibilitas ..................................................................................... 248
XIV. Taraf Kesukaran .................................................................................. 249
XV. Daya Beda ........................................................................................... 250
XVI. Uji Normalitas dan Homogenitas ......................................................... 251
XVII. Uji Two Way Anova Aktivitas Siswa Terhadap Hasil Belajar ............. 257
XVIII. Surat Izin Penelitian ............................................................................. 262
XIX. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................... 265
XX. Dokumentasi ........................................................................................ 266
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan menjadi syarat penting dalam perwujudan tata nilai berkehidupan
berbangsa. Tata nilai itu menjadi tujuan utama pendidikan. Pada pendidikan
potensi diri dikembangkan agar peserta didik memiliki prinsip dan keterampilan.
Pendidikan sendiri menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun
2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pendidikan, diatur pula kurikulum dan komponen-komponen yang
berkaitan dengannya. Selanjutnya, pada Pasal 3 Undang-undang Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
2
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab
Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk
menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam
melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan
sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi (High
OrderThinking).
Berdasarkan penjabaran diatas, pada kenyataannya mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) di kalangan siswa SMPN 1 Belitang terutama kelas VIII
(Delapan) belum menjadi wadah yang masuk kedalam kategori interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi. Hal ini disebabkan oleh
guru masih mengajar dengan metode ceramah yang membuat siswa lebih sering
mencatat, mendengarkan, merangkum buku cetak dan cenderung teacher centered.
Kondisi ini tentu saja kurang mendukung untuk mempelajari materi „Interaksi
Keruangan dalam Kehidupan di Negara-Negara ASEAN‟ sebab tidak menjadikan
siswa memiliki cukup ruang untuk mengembangkan dirinya dan memperluas
wawasan yang dimilikinya.
Siswa cenderung pasif mendengarkan atau hanya mencatat. Tidak jarang juga
terdapat siswa yang tidak melakukan keduanya dan justru tertidur di ruang kelas
mereka. Meski terkadang guru menggunakan metode diskusi, namun diskusi yang
terjadi masih jauh dari yang diharapkan. Saat diskusi berlangsung terlihat siswa
3
masih pasif dan takut untuk mengemukakan pendapatnya, kerjasama dan tanggung
jawab antar kelompok dalam mengerjakan tugas diskusi masih kurang. Siswa
hanya menjadi obyek pendidikan tanpa memperhatikan berbagai karakteristik dan
emosi yang dimiliki siswa itu sendiri, sehingga siswa menjadi kurang termotivasi
dan pasif. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa tidak maksimal. Baik secara
penguasaan materi ataupun hasil belajar dalam bentuk hasil evaluasi yang
dinyatakan dalam bentuk nilai tes maupun non tes. Nilai tes dapat diperoleh dari
tes ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester dengan
ketetapan nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Nilai non tes diambil dari
keaktifan siswa saat pembelajaran, tugas terstruktur, pengamatan kinerja dan
sikap.
Permasalahan ini masih banyak terjadi di berbagai sekolah sehingga menurut
Mastuhu (1999 : 104) perlu segera diadakan reorientasi metodologi pegajaran dan
cara belajar pasif ke cara belajar aktif. Dari murid menunggu, menerima dan
memperoleh materi pelajaran sebanyak-banyaknya menjadi aktif mencari dan
menguasai metodologi berfikir yang kuat dan konstruktif. Dari dimensi belajar
“memiliki” menjadi “mengolah” dan “menganalisis” kemudian “mensintesa”,
“mengevaluasi”, dan “mengantisipasi”. Hal ini sejalur dengan indikator
pencapaian kompetensi pada materi „Interaksi Kerungan dalam Kehidupan
Negara-Negara ASEAN‟ yang diantaranya adalah siswa mampu untuk
menjelaskan kondisi geografis dan karakteristik negara-negara anggota ASEAN,
menjelaskan makna kerjasama, bentuk-bentuk kerjasama, dan upaya
4
meningkatkan kerjasama antar negara ASEAN, serta mampu menganalisis
pengaruh perubahan ruang dan interaksi antar ruang terhadap keberlangsungan
kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik dan pendidikan. Oleh sebab itu,
pembelajaran harus mulai beralih ke arah student centre approach atau
memusatkan perhatian pada subjek pendidikan yaitu siswa. Maka dari itu perlu
diterapkan metode pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dan berani
mengemukakan pendapatnya, dapat mendorong siswa untuk bekerjasama dan
bertanggung jawab, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu solusi
dalam mengatasi permasalahan di atas adalah perlu diterapkan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif.
Ditunjukkan dalam tabel 1 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dari materi
„Interaksi Kerungan dalam Kehidupan Negara-Negara ASEAN‟ serta bentuk
aktifitas siswa pada Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray dan Pembelajaran
Konvensional metode Ceramah.
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
Pembelajaran
Kooperatif Two
Stay Two Stray
Pembelajaran
Konvensional metode
Ceramah
Memahami dan
menerapkan
pengetahuan (faktual,
konseptual, dan
prosedural)
berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu
pengetahuan,
teknologi, seni, dan
Menelaah perubahan
keruangan dan interaksi
antarruang di Indonesia dan
Negara-negara ASEAN yang
dilibatkan oleh faktor alam
dan manusia
Menelaah
dilaksanakan
secara bekelompok
sehingga siswa
mampu bertukar
pendapat dan
berdiskusi dengan
anggota
kelompoknya
Kegiatan menelaah
dilakukan siswa
secara individu
5
budaya; terkait
fenomena dan
kejadian tampak mata
Menganalisis pengaruh
interaksi sosial dalam ruang
yang berbeda terhadap
kehidupan sosial dan budaya
serta pengembangan
kehidupan bangsa
Analisis dilakukan
dengan bertukar
anggota kelompok
sehingga
memungkinkan
siswa untuk saling
bertukar informasi
dengan kelompok
lain.
Analisis di lakukan
siswa sencara
individu dengan
mendengarkan
penjelasan dari guru.
Mengolah, menyaji,
dan menalar dalam
ranah konkret
(menggunakan,
mengurai, merangkai,
memodifikasi, dan
membuat) dan ranah
abstrak (menulis,
membaca,
menghitung,
menggambar, dan
mengarang); sesuai
dengan yang dipelajari
di sekolah dan sumber
lain yang sama dalam
sudut pandang/teori.
Menganalisis keunggulan dan
keterbatasan ruang dalam
permintaan dan penawaran
serta teknologi, dan
pengaruhnya terhadap
interaksi antarruang bagi
kegiatan ekonomi, sosial, dan
budaya di Indonesia dan
Negara-negara ASEAN.
Kegiatan analisis
dilakukan secara
berkelompok
setelah berdiskusi
dengan rekan
kelompok.
Kegiatan analisis
dilakukan siswa
secara individu tanpa
diskusi dan disimpan
untuk pengetahuan
siswa itu sendiri
Menganalisis kronologi,
perubahan dan
kesinambungan ruang
(geografis, politik, ekonomi,
pendidikan, sosial, budaya)
dari masa penjajahan sampai
tumbuhnya semangat
kebangsaan.
Hasil akhir dan
diskusi akan di
presentasikan oleh
siswa secara
berkelompok dan
didiskusikan
bersama seluruh
anggota kelas.
Hasil analisis individu
siswa disimpan untuk
siswa sendiri tanpa di
kembangkan lebih
lanjut.
Tabel 1. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dari materi „Interaksi Kerungan
dalam Kehidupan Negara-Negara ASEAN
Pendekatan pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dituntut untuk
bekerjasama saling melengkapi dan dapat menyelesaikan masalah. Melalui strategi
pembelajaran kooperatif, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang
disajikan oleh guru dalam proses belajar mengajar, melainkan bisa juga belajar
dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan
siswa yang lain. Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara
6
kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman
belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok.
Salah satu teknik/struktur didalam model pembelajaran kooperatif adalah Two Stay
Two Stray. Melalui metode kooperatif berstruktur Two Stay Two Stray diharapkan
siswa dapat mengungkapkan pendapatnya di kelompok sendiri dan di kelompok
lain. Anita Lie (2002 : 61) juga mengungkapkan bahwa dalam struktur Two Stay
Two Stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan
informasi dengan kelompok lain serta bertujuan agar siswa dapat saling
bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan
saling mendorong untuk berprestasi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan tersebut kemudian di
tarik beberapa identifikasi masalah diantaranya :
1. Pendekatan pembelajaran berorientasi kepada guru (teacher centre approach).
2. Hasil belajar IPS siswa masih rendah.
3. Metode pembelajaran belum inovatif.
4. Proses pembelajaran yang membosankan dan semangat belajar siswa rendah
karena tidak adanya variasi pembelajaran dari guru.
5. Siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
7
C. Batasan Masalah
Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki, dan tidak memungkinkan setiap
masalah untuk diteliti, maka penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai
rendahnya hasil belajar IPS dan kurangnya keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran di kelas. Untuk mengatasi hal tersebut maka diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Belitang tahun
pelajaran 2018/2019.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut kemudian
peneliti merumuskan masalah yang akan di teliti adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas VIII (Delapan) yang
belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
dengan siswa yang belajar menggunakan metode ceramah pada mata pelajaran
IPS di SMP Negeri 1 Belitang Tahun Pelajaran 2018/2019?
2. Apakah belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Two Stay Two Stray berpengaruh terhadap aktivitas belajar siswa kelas VIII
(Delapan) pada mata pelajaran IPS di SMP Negeri 1 Belitang Tahun Pelajaran
2018/2019?
8
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas VIII (Delapan)
yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray dengan siswa yang belajar menggunakan metode ceramah pada mata
pelajaran IPS di SMP Negeri 1 Belitang 2018/2019.
2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Two Stay Two Stray terhadap aktivitas belajar Siswa kelas VIII (Delapan)
pada mata Pelajaran IPS di SMP Negeri 1 Belitang Tahun Pelajaran
2018/2019.
F. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut:
1. Memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan Geografi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung,
2. Memberikan informasi mengenai variasi model pembelajaran,
3. Sebagai bahan referensi peneliti selanjutnya.
G. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Ruang lingkup subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Belitang tahun ajaran 2018/2019.
9
2. Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif Tipe
Two Stay Two Stray, aktivitas belajar dan hasil belajar IPS.
3. Ruang lingkup tempat dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Belitang.
4. Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini adalah Semester Ganjil Tahun
Pelajaran 2018/2019.
5. Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah pendidikan terutama
pendidikan geografi. Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran geografi salah satunya adalah pembelajaran kooperatif yang
mengajarkan siswa untuk belajar berkelompok. Pembelajaran berkelompok
ada berbagai macam tipe seperti Two Stay Two Stray.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Belajar
1.1 Pengertian Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian
bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala, 2012:13) yang mendefinisikan
bahwa siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar.
Kemudian menurut James L. Mursell (Sagala, 2013:13) yang menyatakan
bahwa belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri,
menjelajahi, menelusuri dan memperoleh sendiri.
Adapun menurut Vygotsky (1978 :134) mengartikan bahwa belajar adalah
suatu kegiatan konstruktivisme dimana siswa merupakan subjek belajar aktif
yang menciptakan struktur-struktur kognitifnya sendiri dalam interaksinya
dengan lingkungan. Dalam pembelajaran konstruktivis, kreatifitas dan
keaktifan siswa akan membantu dalam membentuk struktur kognitifnya.
11
Menurut Slameto (2010 : 14), belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
Dikemukakan oleh Ngalim Purwanto, (1992 : 84) belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman. Moh. Surya (1997 : 14) menyatakan
belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Sedangkan menurut Hilgard dan Bower (Baharuddin, 2015:48), belajar (to
learn) memiliki arti :
a. Untuk meningkatkan pengetahuan, perbandingan, atau penguasaan
sesuatu dari pengalaman atau belajar,
b. Untuk memperbaiki pemikiran atau ingatan,
c. Untuk mengakurasi pemikiran dan ingatan,
d. Untuk meningkatkan rasa ingin tahu.
Menurut definisi tersebut belajar memiliki pengertian memperoleh
pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat,
menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan.
Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan
dan penguasaan tentang sesuatu. Selain pengertian secara etimologis diatas,
ada banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dari
belajar itu sendiri.
12
Pertama, menurut Cornbach (Baharuddin, 2007 : 17), Learning is shown by
change in behavior as result of experience. Belajar yang terbaik adalah
melalui pengalaman. Dengan pengalaman tersebut pelajar menggunakan
seluruh panca indranya. Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikemukakan
oleh Spears (1955 : 94), yang menyatakan bahwa Learning is to observe, to
read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction.
Kedua, ada pendapat dari Morgan dan kawan-kawan (1984 : 4), yang
menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap
dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Pernyataan tersebut senada
dengan apa yang dikemukakan oleh Soekamto dan Winataputra (1995 : 8)
yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses yang dapat menyebabkan
perubahan tingkah laku disebabkan oleh adanya reaksi terhadap suatu situasi
tertentu atau adanya proses internal yang terjadi dalam diri seseorang.
Perubahan tersebut tidak terjadi karena adanya warisan genetik atau renspon
secara alamiah, kedewasaan, atau keadaan organisma yang bersifat temporer,
seperti kelelahan, pengaruh obat-obatan, rasa takut, dan sebagainya.
Melainkan perubahan dalam pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi, atau
gabungan dari semuanya (Baharuddin, 2015: 64).
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan belajar adalah suatu
usaha atau proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pengetahuan
baru yang diperoleh melalui interaksi lingkungan dan menghasilkan
13
perubahan-perubahan dalam pemahaman-pemahaman, keterampilan, dan
nilai-sikap yang bersifat menetap.
1.1.1 Ciri-Ciri Belajar
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas, dapat dilihat bahwa
belajar memiliki ciri tertentu. Menurut Djamarah (2002:34) , memukakan ciri-
ciri belajar sebagai berikut :
1. Perubahan yang terjadi secara sadar
2. Perubahan dalam belajar yang bersifat fungsional.
3. Perubahan dalam belajar yang bersifat positif dan aktif.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Suardi (2015 : 12-13) mengemukakan bahwa beberapa ciri-ciri dari konsep
belajar antara lain adalah sebagai berikut:
1. Perubahan yang bersifat fungsional. Perubahan yang terjadi pada aspek
kepribadian seseorang mempunai dampak pada perubahan selanjutnya.
Karena belajar anak dapat membaca, karena belajar pengetahuan
bertambah, karena pengetahuannya bertambah akan mempengaruhi sikap
dan perilakunya.
2. Belajar adalah perbuatan yang sudah mungkin sewaktu terjadinya
prioritas. Yang bersangkutan tidak begitu menyadarinya namun demikian
paling tidak dia menyadari setelah peristiwa itu berlangsung. Dia menjadi
sadar apa yang dialaminya dan apa dampaknya. Kalau orang tua sudah
14
dua kali kehilangan tongkat, maka itu berarti dia tidak belajar dari
pengalaman terdahulu.
3. Belajar terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual. Belajar
hanya terjadi apabila dialami sendiri oleh yang bersangkutan, dan tidak
dapat digantikan oleh orang lain. Cara memahami dan menerapkan
bersifat individualistik, yang pada gilirannya juga akan menimbulkan
hasil yang bersifat pribadi.
4. Perubahan yang terjadi bersifat menyeluruh dan terintegrasi. Yang
berubah bukan bagian-bagian dari diri seseorang, namun yang berubah
adalah kepribadiannya. Kepandaian menulis bukan dialokasikan tempat
saja. Tetapi menyangkut aspek kepribadian lainnya, dan pengaruhnya
akan terdapat pada perubahan perilaku yang bersangkutan.
5. Belajar adalah prsoses interaksi. Belajar bukanlah proses penyerapan
yang berlangsung tanpa usaha yang aktif dari yang bersangkutan. Apa
yang diajarkan guru belum tentu menyebabkan terjadinya perubahan,
apabila yang belajar tidak melibatkan diri dalam situasi tersebut.
Perubahan akan terjadi kalau yang bersangkutan memberikan reaksi
terhadap situasi yang dihadapi.
6. Perubahan berlangsung dari yang sederhana ke arah yang lebih kompleks.
Seorang anak baru akan dapat melakukan operasi bilangan kalau yang
bersangkutan sedang menguasai simbol-simbol yang berkaitan dengan
operasi tersebut.
15
1.1.2 Prinsip-Prinsip Belajar
Menurut Soekamto dan Winatraputra (Baharuddin , 2015:76) dalam rangka
tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu
memperhatikan beberapa prinsip belajar berikut :
a. Apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang
lain. Untuk itu siswalah yang harus bertindak aktif.
b. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.
c. Siswa dapat belajar dengan baik jika mendapatkan penguatan langsung
pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.
d. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa
akan membuat proses belajar lebih berarti.
e. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung
jawab dan kepercayaan penuh terhadap belajarnya.
1.2 Teori Belajar
Menurut Gagne, Briggs, dan Wagner (Winataputra, 2008 : 59), teori belajar
merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga
membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
Selain itu pengertian Teori Belajar dapat pula diartikan sebagai teori yang
mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa hal ini disampaikan
Bruner (Degeng , 1989 : 27). Studi secara sistematis tentang belajar sebenarnya
relatif baru. Sampai akhir abad 19, belajar masih dianggap masalah dalam dunia
keilmuan. Kemudian, para peneliti mencoba menghubungkan pengalaman
untuk memahami bagaimana manusia dan hewan belajar. Beberapa peneliti
yang melakukan studi tentang belajar antara lain Ian Pavlov, Edward Lee
Thrndike, Guthrie, Burrhus .F. Skinner, dan Hull.
16
1. Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik dikemukakan oleh para psikologi behavioristik.
Para psikolog ini berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan
oleh ganjaran (reward) dan penguatan (reinforcement) dari lingkungan.
Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat
antara reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa
sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar. Kita
dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar
belakang penguatan terhadap tingkah laku tersebut (Dalyono, 2012: 30).
2. Teori Belajar Humanistik
Perhatian psikologi humanistis yang terutama tertuju pada masalah
bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud
pribadi mereka hubungkan pada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Menurut para aliran humanistis penyusunan dan penyajian materi pelajaran
harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utama para
pendidik ialah membantu siswa mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi yang ada dalam diri
mereka (Dalyono, 2012 : 44).
17
3. Teori Belajar Kognitif
Dalam teori belajar ini mengemukakan bahwa tingkah laku seseorang tidak
hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement. Menurut mereka tingkah
laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal
atau memikirkan situasi diana tingkah laku itu terjadi. Seseorang dapat
terlibat langsung dalam situasi belajar dan memperoleh insight untuk
pemecahan masalah. Jadi kaum kognitif berpandangan, bahwa tingkah laku
seseorang lebih bergantung pada insight terhadap hubungan-hubungan yang
ada dalam situasi. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan
atas stimulus di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor yang
mempengaruhi pengamatan (Dalyono, 2012 : 30-34)
4. Teori Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah teori yang lahir dari perkembangan ide
Piaget dan Vygotsky. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan
intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut
berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori
motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Konstruktivisme berbeda dengan behavorisme dan maturasionisme. Bila
behaviorisme menekankan keterampilan sebagai suatu tujuan pengajaran,
18
konstruktivime lebih menekankan pengembangan konsep dan pengertian
yang mendalam. Bila maturasionisme lebih menekankan pengetahuan yang
berkembang sesuai dengan langkah–langkah perkembangan kedewasaan.
Konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif si
belajar. Dalam pengertian maturasionisme, bila seseorang mengikuti
perkembangan pengetahuan yang ada, dengan sendirinya ia akan
menemukan pengetahuan yang lengkap. Menurut konstruktivisme, bila
seseorang tidak mengkonstruktiviskan pengetahuan secara aktif, meskipun ia
berumur tua akan tetap tidak akan berkembang pengetahuannya.
Berdasarkan beberapa teori belajar yang telah diuraikan diatas, maka teori
konstruktivisme dianggap paling sesuai dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Dikatakan demikian
sebab, peranan siswa dalam belajar menurut teori ini belajar merupakan
suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan
oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun
konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.
Sedangkan guru atau pendidik berperan membantu agar proses
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya
membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut
lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru
tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang
sama dan sesuai dengan kemauannya.
19
2. Pembelajaran
Pembelajaran adalah kegiatan belajar yang ditekankan sebagai aktivitas mimetic
yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari (Budiningsih, 2013 : 30-31). Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh
dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan
perilaku siswa adalah belajar. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut
terkait dengan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa
pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan, seni, agama, sikap dan keterampilan
(Rusman, 2014: 131).
Menurut Dageng (Budiningsih, 2012 : 3), pendidikan dan pembelajaran selama
ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan
harapan menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan, dan kepastian. Sehingga
tujuan teori pembelajaran adalah to provide educators and trainers with
prescriptions for making their intriction more effective and appealing. (Reigeluth
dalam Abdul Gafur, 2012 : 7)
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan peserta didik, peserta didik dengan sumber belajar dan peserta didik
dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran akan bermakna bagi peserta didik jika
dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan aman. Proses belajar bersifat
individual dan kontekstual. Dengan demikian penting bagi guru mempelajari dan
menambah wawasan pembelajaran.
20
3. Pembelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah terjemahan dari “social studies“ yang dikenal di
dunia pendidikan dasar di Amerika Serikat, yang dapat diartikan sebagai
“penelaahan masyarakat“ dengan segala permasalahannya dan perkembangan
yang semakin komplek dan mengglobal, selain berdasarkan pada pengalaman
kehidupan sehari-hari juga didasarkan pada teori-teori sosial yang dapat
memprediksi kehidupan yang akan datang.
Pembelajaran IPS menuntut sikap aktif dari siswa. Untuk memahami materi,
siswa tidak dianjurkan untuk menjadi pendengar saja. Namun, siswa juga harus
memberikan tindakan dan harus diberdayakan agar mampu berbuat untuk
memperkaya pengalaman belajarnya. Selain itu, aktivitas belajar siswa
diharapkan mampu meningkatkan interaksi dengan lingkungan sosialnya
sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya sendiri.
3.1 Pengertian IPS
Mata pelajaran IPS diajarkan pada siswa mulai tingkat SD sampai SMA.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan disiplin ilmu yang tersusun
secara terintegrasi. Penyederhanaan beberapa disiplin ilmu pengetahuan,
yakni sosiologi, sejarah, ekonomi dan geografi. Pada pelaksanaannya, IPS
mengkaji berbagai masalah-masalah sosial yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Pendidikan IPS menekankan ketrampilan siswa dalam
21
mengatasi masalah-masalah dari lingkup yang sempit hingga permasalahan
yang begitu kompleks (Supardi, 2011: 182).
Menurut Trianto (2011: 171), IPS merupakan integrasi dari berbagai
cabang disiplin ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,
politik, hukum, dan budaya.
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-
ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan dan dikaji secara ilmiah dan pedagogis atau psikologis
untuk tujuan pendidikan (Sumantri, 2001: 92). IPS merupakan gabungan
dari berbagai disiplin ilmu yang ada di dunia pendidikan dan
diselenggarakan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Definisi lain
tentang IPS menurut National Council for Social Studies (Savage and
Amstrong, 1996: 9) sebagai berikut:
Social studies are the integrated study of the social sciences and
humanities to promote civic competence. Within the school program, social
studies provides coordinated, systematic study drawing upon such
disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, histori,
law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as
well as appropriate content from the humanities, mathematics, and the
natural sciences.
Ilmu pengetahuan sosial merupakan bentuk integrasi dari disiplin ilmu
geografi, sosiologi, ekonomi, sejarah, politik, hukum, kewarganegaraan
dan disiplin ilmu lain yang ditujukan untuk menciptakan warga negara
yang baik dan memiliki kepekaan terhadap permasalahan sosial. Pada
dasarnya IPS menekankan pada hubungan antara manusia dalam
22
masyarakat. Simangunsong dan Zainal Abidin (1987: 26) menyebutkan
bahwa IPS adalah suatu kajian tentang manusia dan juga lingkungan
dengan berbagai aspek dalam sistem kehidupan masyarakat. Lingkungan
kehidupan masyarakat akan memberikan pengaruh terhadap sikap
seseorang. Oleh karena itu, IPS ada untuk mempersiapkan diri siswa
sebagai manusia yang memiliki sikap sebagai warga yang baik berdasarkan
kaidah dan nilai kemasyarakatan yang berlaku.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
IPS merupakan penyederhanaan dari beberapa disiplin ilmu yang disajikan
secara terintegrasi yang diselenggarakan untuk membentuk sikap dan
perilaku masyarakat yang baik sehingga memiliki kepekaan terhadap
segala permasalahan kehidupan yang begitu kompleks. Adanya mata
pelajaran IPS diharapkan mampu mencapai tujuan pembelajaran
menjadikan manusia mampu mengatasi permasalahan-permasalahan sosial
dalam kehidupan.
3.2 Karakteristik Pembelajaran IPS
Pembelajaran IPS di SMP perlu dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan
pembelajaran IPS tentunya berdasarkan pada karakteristiknya.
Karakteristik IPS tentunya berbeda dengan karakteristik disiplin ilmu-ilmu
yang lain, seperti sosiologi, ekonomi, sejarah, dan juga geografi. IPS
diselenggarakan berdasarkan dengan realita dan fenomena-fenomena sosial
23
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat melalui
pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial
tersebut.
Trianto (2011: 175) menjelaskan bahwa mata pelajaran IPS memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a) IPS merupakan gabungan dari berbagai unsur disiplin ilmu seperti
geografi, ekonomi, sejarah, sosisologi, hukum, politik dan ilmu-ilmu
humaniora.
b) Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPS terangkum
dalam tema atau topik tertentu yang berasal dari disiplin ilmu geografi,
ekonomi, sejarah, dan sosiologi.
c) Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPS menyangkut
permasalahan-permasalahan sosial. Masalah sosial tersebut dapat
dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner maupun multidisipliner.
d) Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPS menyangkut
peristiwa-peristiwa dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat.
Berdasarkan karakteristik di atas, IPS merupakan ilmu yang sangat lengkap
dengan berbagai disiplin ilmu yang lain. IPS merupakan intergrasi dari
berbagai disiplin ilmu, sehingga IPS dirumuskan berdasarkan pada
24
kenyataan dan fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menyangkut pada masalah-
masalah sosial yang ada, sehingga adanya IPS diharapkan mampu
mengatasi segala permasalahan tersebut.
3.3 Tujuan Pembelajaran IPS
Permasalahan sosial dalam kehidupan masyarakat sudah seharusnya untuk
diatasi secara maksimal. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya
sikap dari masyarakat secara cakap. Menurut Trianto (2011: 176), IPS
mempunyai tujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap
masalah-masalah sosial yang terjadi, memiliki sikap mental positif terhadap
perbaikan segala ketimpangan dan terampil dalam mengatasi setiap masalah
baik pada dirinya maupun masyarakat.
Terdapat beberapa tujuan dalam pembelajaran IPS. Menurut Supardi (2011:
186 - 187), tujuan IPS dirinci sebagai berikut:
1) Memberikan pengetahuan untuk menjadikan siswa sebagai warga negara
yang baik. Menjadi manusia yang sadar akan hak dan kewajiban serta
taggung jawabnya dalam kehidupan bermasyarakat.
2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan inkuiri siswa untuk
dapat memahami, mengidentifikasi, menganalisis, dan kemudian
25
memiliki ketrampilan sosial untuk ikut berpartisipasi dalam
memecahkan masalah-masalah sosial.
3) Melatih siswa untuk belajar mandiri. Menerapkan pembelajaran yang
kreatif dan bervariasi dapat mendorong siswa untuk lebih mandiri.
4) Mengembangkan kecerdasan, kebiasaan dan ketrampilan sosial.
Pelaksanaan pembelajaran IPS melatih siswa untuk mampu berinteraksi
sosial dengan masyarakat.
5) Melatih siswa untuk menghayati nilai-nilai hidup yang baik dan terpuji
termasuk moral, kejujuran, keadilan, dan lain-lain, sehingga memiliki
akhlak mulia.
6) Mengembangkan kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat dan
lingkungan. Sebagai makhluk sosial, kepekaan terhadap permasalahan
sosial tentu diperlukan. Tujuannya agar nantinya siswa mampu
mengatasinya secara tepat.
Kepekaan terhadap permasalahan sosial yang terjadi sangat diperlukan.
Adanya problematika dalam kehidupan hendaknya menjadikan semangat
seseorang untuk mencari pemecahan masalahnya. Sebagai makhluk sosial,
tidak semestinya untuk membiarkan permasalahan kehidupan itu menjadi
berkelanjutan. Melalui pembelajaran IPS inilah diharapkan mampu
menjadikan siswa sebagai manusia yang peduli terhadap lingkungannya dan
26
mampu mengembangkan pola pikirnya dalam menghadapi permasalahan
dalam kehidupan sosial.
4. Pembelajaran Geografi
Preston E James (Sumaatmaja, 2001:15) seorang ahli Geografi Amerika
Serikat menyatakan, “Geography has sometimes been called the mother of
science, since man field of learningthat started with observation of the
actual face of earth turn to the study of specific processes wherever they
might be located”. Bidang pengetahuan apapun yang dipelajari seseorang
selalu dimulai dengan pengamatan di permukaan bumi , sehingga cukup
beralasan jika James mengatakan “Geografi sebagai induk dari ilmu”.
Geografi yang objek studinya permukaan bumi dengan relasi keruangannya,
memiliki kedudukan yang kuat dalam memberikan dasar pengetahuan
kepada tiap orang dalam mempelajari dan melakukan studi sebagai aspek
kehidupan di permukaan bumi ini.
James Fairgrieve dalam Sumaatmadja (2001:16) menyatakan, “the function
of Geography is to train future citizens to imagine accurately the condition
of the great world stage and so to help them to think sanely about political
and social problem in the world around”. Berkenaan dengan pernyataan
tersebut, Fairgrieve mengemukakan fungsi pendidikan dan pengajaran
Geografi yaitu membina warga masyarakat yang akan datang untuk sadar
akan kedudukannya sebagai insan sosial terhadap kondisi dan masalah
kehidupan yang terjadi disekitarnya, serta melatih mereka untuk cepat
27
tanggap terhadap kondisi lingkungan serta kehidupan di permukaan bumi
pada umumnya.
Sumaatmadja (2001: 12-13) membagi empat ruang lingkup pelajaran
geografi, yaitu meliputi : a) alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi
kehidupan manusia, b) penyebaran umat manusia dengan variasi
kehidupannya, c) interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan
yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan
bumi, d) kesatuan regional yang merupakan perpaduan antara darat,
perairan, dan udara diatasnya.
Berdasarkan uraian tersebut, yang dimaksud dengan pembelajaran Geografi
adalah usaha atau upaya untuk membelajarkan siswa mengenai permukaan
bumi dengan relasi keruangan, serta membina siswa atau masyarakat untuk
sadar akan kedudukannya sebagai insan sosial terhadap kondisi dan masalah
kehidupan yang terjadi di sekitarnya.
5. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai falsafah mengenai tanggung
jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta didik bertanggung
jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan kepada mereka. Guru
bertindak sebagai fasilitator, memberi dukungan tetapi tidak mengarahkan
kelompok ke hasil yang sudah disiapkan sebelumnya. Pembelajaran ini
28
merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh
guru yang secara umum dianggap bahwa guru menetapkan tugas dan
pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang
dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang
dimaksud.
Dalam model pembelajaran ini guru lebih berperan sebagai fasilitator yang
berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi,
dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan
kepada siswa namun juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya.
Siswa memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam
menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk
menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Menurut pandangan Piaget dan Vigotsky (1978 : 98) adalah hakikat sosial dari
sebuah proses belajar dan juga tentang penggunaan kelompok-kelompok
belajar dengan kemampuan anggota yang beragam, sehingga terjadi
perubahan konseptual. Piaget menekankan bahwa belajar adalah suatu proses
aktif dan pengetahuan disusun di dalam pikiran siswa. Oleh karena itu, belajar
adalah tindakan kreatif dimana konsep dan kesan dibentuk dengan
memikirkan objek dan bereaksi pada peristiwa tersebut.
Disamping aktivitas dan kreativitas yang diharapkan dalam sebuah proses
pembelajaran dituntut interaksi yang seimbang, interaksi yang dimaksud
adalah adanya komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan
29
siswa dengan guru. Dalam proses belajar diharapkan terjadinya komunikasi
banyak arah yang memungkinkan akan terjadinya aktivitas dan kreativitas
yang diharapkan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan pembelajaran
kooperatif adalah bentuk pembelajaran dengan cara siswa bekerja dan belajar
didalam sebuah kelompok kecil secara heterogen secara kolaboratif.
Pembelajaran ini tidak sama dengan hanya sekedar belajar dalam kelompok.
Ada unsur-unsur dasar yang harus diperhatikan sebagai pembeda diantara
keduanya.
Roger dan David Johnson (Agus Surijono, 2012: 73) menjelaskan untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran
kooperatif harus diterapkan. Unsur tersebut adalah :
a. Saling ketergantungan positif.
b. Tanggung jawab perseorangan.
c. Interaksi promotif.
d. Komunikasi antar anggota.
e. Pemrosesan kelompok.
Model belajar kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa
prestasi akademik, toleransi, penerimaan keberagaman, dan pengembangan
keterampilan sosial. Adapun karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran
kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pembelajaran secara tim.
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif
3. Kemauan untuk bekerja sama
4. Keterampilan bekerja sama
(Rusman, 2014 : 107)
30
6. Two Stay Two Stray
Teknik belajar mengajar Two Stay Two Stray dikembangkan oleh Spencer Kagan
pada tahun 1992. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia anak didik. Two Stay Two Stray adalah salah satu
model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok
membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena
banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan
individu dengan tujuan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi,
tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang
dijelaskan oleh teman. Dalam pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan
mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang
secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan
oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini,
akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.
Menurut Ika Berdiati (2010: 92) Two Stay Two Stray merupakan suatu tipe
pembelajaran dimana siswa belajar memecahkan masalah bersama anggota
kelompoknya, kemudian dua siswa dari kelompok tersebut bertukar informasi ke
dua anggota kelompok lain yang tinggal. Dalam tipe pembelajaran Two Stay Two
Stray, siswa dituntut untuk memiliki tanggungjawab dan aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran.
Tipe pembelajaran Two Stay Two Stray ini memberi kesempatan kepada
kelompok untuk mengembangkan hasil informasi dengan kelompok lainnya.
31
Selain itu, struktur Two Stay Two Stray ini memberi kesempatan kepada
kelompok untuk membagikan hasil kesempatan kepada kelompok lain.
Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan individu.
Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain.
Padahal dalam kenyataan hidup diluar sekolah, kehidupan dan kerja manusia
saling bergantung satu dengan yang lainnya.
6.1 Prinsip Penggunaannya
Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ini, sebagai berikut:
1. Membutuhkan kemampuan kerja tim (kelompok) secara kooperatif
2. Untuk melatih keterampilan berpikir kritis peserta didik
3. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
4. Siswa dituntut untuk memiliki tanggung jawab dan aktif dalam
kegiatan pembelajaran.
5. Membuat siswa aktif bekerja sama dalam proses pembelajaran baik
secara emosional maupun sosial.
(Wena, 2008 : 189)
6.2 Ciri – Ciri Two Stay Two Stray
Ciri-ciri dari Two Stay Two Stray menurut Linda Lundgren adalah sebagai
berikut:
1. Siswa belajar dalam kelompok, secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
2. Jika di dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras,
suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan dalam
setiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, dan jenis kelamin yang
berbeda pula.
3. Penghargaan lebih diutamakan pada kerjasama kelompok daripada
perorangan.
(Ibrahim, 2000:18)
32
6.3 Kelebihan Two Stay Two Stray
Tipe pembelajaran Two Stay Two Stray memiliki kelebihan antara lain:
a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial,
b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap keterampilan,
informasi, perilaku sosial, dan pandangan–pandangan,
c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial,
d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai- nilai sosial dan
komitmen,
e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois,
f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa,
g. Meningkatkan rasa percaya kepada sesama manusia,
h. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari
berbagai perspektif,
i. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan
lebih baik,
j. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama
dan orientasi tugas.
(Nurhadi, 2004 : 116)
6.4 Kelemahan Two Stay Two Stray
Model pembelajaran ini memiliki kekurangan antara lain :
a. Persiapan dan proses pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup
lama.
b. Memberikan rangkuman materi kepada tiap kelompok siswa sehingga
biaya relatif mahal.
c. Dalam penilaian, siswa yang pandai merasa tidak adil.
d. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak banyak bicara.
e. Menimbulkan rasa minder apabila tidak dapat mengerjakan tugas
baginya.
(Ibrahim, 2000 : 18)
Untuk mengatasi kekurangan dalam tipe pembelajaran Two Stay Two Stray
ini, maka sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan
membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi
jenis kelamin dan kemampuan akademis. Pembentukan kelompok heterogen
memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung
33
sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang
yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu
anggota kelompok yang lain.
6.5 Struktur Two Stay Two Stray
Terdapat beberapa struktur dalam tipe pembelajaran Two Stay Two Stray ini,
yaitu:
1. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
2. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
3. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
4. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
(Anita Lie, 2002: 60)
6.6 Langkah Penerapan
Menurut Anita Lie (2010 : 61) terdapat sebelas langkah penerapan model
Two Stay Two Stray, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran dari materi
interaksi keruangan dalam kehidupan di negara-negara ASEAN.
2. Guru menggali pengetahuan siswa tentang materi interaksi keruangan
dalam kehidupan di negara-negara ASEAN yang akan dipelajari melalui
tanya jawab.
3. Guru mempresentasikan tata cara pembelajaran kooperatif Two Stay Two
Stray.
34
4. Guru memberikan pengarahan tentang hal-hal penting yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif seperti : semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan belajar anggota
kelompoknya, menghargai pendapat teman, saling membantu selama
proses pembelajaran, membagi tugas individu sehingga semua anggota
mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mempelajari materi.
5.Siswa dibagi dalam kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan
4 orang siswa.
6. Guru memberikan beberapa tugas dan pertanyaan yang berkaitan dengan
materi interaksi keruangan dalam kehidupan di negara-negara ASEAN
yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok.
7. Siswa bekerja sama dalam kelompok tersebut, yang disebut dengan
kelompok awal. Dalam kelompok awal ini siswa berdiskusi tentang
semua permasalahan yang diberikan oleh guru.
8. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya dan bertamu ke kelompok lain. Dalam kelompok ini,
siswa berbagi informasi tentang berbagai permasalahan yang telah
dipecahkan dalam kelompok awal. Kelompok ini disebut dengan
kelompok bertamu dan bertamu ke kelompok tersebut.
9.Dua siswa yang tinggal dalam kelompok awal bertugas membagikan
hasil kerja dan informasi kepada 2 siswa yang bertamu ke kelompok
tersebut.
35
10.Setelah batas waktu bertamu dan menerima tamu habis, tamu mohon
diri untuk kembali ke kelompok awal dan melaporkan hasil tukar
informasi dari kelompok lain.
11.Siswa yang bertamu ke kelompok lain dan siswa yang bertugas
menerima tamu dari kelompok lain saling mencocokkan dan membahas
hasil-hasil kerja siswa.
7. Metode Ceramah
Ceramah merupakan salah satu metode mengajar yang paling banyak
digunakan dalam proses belajar mengajar. Metode ceramah ini dilakukan
dengan cara menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik secara
langsung atau dengan cara lisan. Penggunaan metode ini sifatnya sangat praktis
dan efisien bagi pemberian pengajaran yang bahannya banyak dan mempunyai
banyak peserta didik. Metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling
tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan, oleh karena itu
metode ini boleh dikatakan sebagai metode pengajaran tradisional karena sejak
dulu metode ini digunakan sebagai alat komunikasi guru dalam menyampaikan
materi pelajaran.
Menurut Suryono (2011 : 58), metode ceramah adalah penuturan atau
penjelasan guru secara lisan, di mana dalam pelaksanaanya guru dapat
menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan
kepada murid-muridnya. Muhibbin Syah (2000 : 129), Metode ceramah dapat
dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk
36
menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan
literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.
Sedangkan menurut Mc Leish (1976 : 38), ceramah adalah penerangan secara
lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti
ditunjukkan oleh Mc Leish (1976 : 40), melalui ceramah dapat dicapai beberapa
tujuan. Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi
bagi pendengarnya. Demikian pula ceramah dapat digunakan untuk
menjelaskan hubungan antar ide atau konsep yang diceramahkan atau
menjelaskan hubungan antara teori dan hasil-hasil penelitian.
Metode ini tidak senantiasa jelek bila penggunaannya betul-betul disiapkan
dengan baik, dan didukung alat, media, serta memperhatikan batas-batas
kemungkinan penggunaanya. Metode ceramah menurut Sanjaya (2006: 147)
mengemukakan bahwa Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara
menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung
kepada sekelompok siswa. Metode ceramah merupakan cara untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori.
37
7.1 Kelebihan Metode Ceramah
Berdasarkan bermacam-macan metode pembelajaran yang ada, setiap
metode pasti mempunyai kelebihan dan kelemahan. Berikut ini akan
diuraikan mengenai kelebihan metode ceramah.
Menurut Sanjaya (2006: 148) beberapa kelebihan metode ceramah
diantaranya:
1) Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah, murah maksudnya
ceramah tidak memerlukan peralatan yang lengkap, sedangkan mudah
karena ceramah hanya mengandalkan suara guru dan tidak memerlukan
persiapan yang rumit;
2) Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas, artinya materi
pelajaran yang banyak dapat dijelaskan pokok-pokoknya saja oleh guru;
3) Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu
ditonjolkan, artinya guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang
perlu ditekankan sesuai kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai;
7.2 Kelemahan Metode Ceramah
Dikutip dari Sanjaya (2006: 148) metode ceramah memiliki beberapa
kelemahan diantaranya sebagai berikut:
1) Materi yang dikuasai siswa dari hasil ceramah akan terbatas pada yang
dikuasai guru,
2) Meramah yang tidak disertai peragaan dapat mengakibatkan terjadinya
verbalisme,
38
3) Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah
sering dianggap sebagai metode yang membosankan,
4) Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa
sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
7.3 Langkah Penerapan
Agar metode ceramah berhasil, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan
baik pada tahap persiapan maupun pada tahap pelaksanaan.
1) Tahap Persiapan
a. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran adalah
proses yang bertujuan, oleh sebab itu merumuskan tujuan yang jelas
merupakan langkah awal yang harus dipersiapkan guru. Apa yang harus
dikuasai siswa setelah proses pembelajaran dengan ceramah berakhir.
b. Menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan. Keberhasilan
suatu ceramah sangat tergantung pada tingkat penguasaan guru tentang
materi yang akan diceramahkan. Oleh karena itu, guru harus
mempersiapkan pokok-pokok materi yang akan disampaikan sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Dalam penentuan
pokok-pokok itu juga perlu dipersiapkan ilustrasi-ilustrasi yang relevan
untuk memperjelas informasi yang akan disampaikan.
c. Mempersiapkan alat bantu. Alat bantu sangat diperlukan untuk
menghindari kesalahan persepsi dari siswa. Alat bantu tersebut misalnya
dengan mempersiapkan transparansi atau media grafis lainnya untuk
meningkatkan kualitas ceramah.
39
2) Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini ada tiga langkah yang harus dilakukan
a) Langkah pembukaan
(a) Langkah pembukaan dalam metode ceramah merupakan langkah
yang menentukan. Keberhasilan pelaksanaan ceramah sangat
ditentukan oleh langkah ini. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam langkah pembukaan ini.
(b) Yakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai. Oleh
karena itu, guru perlu mengemukakan terlebih dahulu tujuan yang
harus dicapai oleh siswa. Mengapa siswa harus paham akan tujuan
yang ingin dicapai? Oleh karena tujuan akan mengarahkan segala
aktivitas siswa, dengan demikian penjelasan tentang tujuan akan
merangsang siswa untuk termotivasi mengikuti proses
pembelajaran melalui ceramah itu.
(c) Lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah menghubungkan materi
pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan
disampaikan. Guna langkah apersepsi dalam langkah pembukaan
ini adalah untuk mempersiapkan secara mental agar siswa mampu
dan dapat menerima materi pembelajaran. Selain itu, langkah ini
pada dasarnya langkah untuk menciptakan kondisi agar materi
pelajaran itu mudah masuk dan menempel diotak.
40
b) Tahap Penyajian
Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan
cara bertutur. Agar ceramah kita berkualitas sebagai metode
pembelajaran, maka guru harus menjaga perhatian siswa agar tetap
terarah pada materi pembelajaran yang sedang disampaikan. Untuk
menjaga perhatian ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan.
(a) Menjaga kontak mata secara terus-menerus dengan siswa. Kontak
mata adalah suatu isyarat dari guru agar siswa mau memerhatikan.
Selain itu, kontak mata juga dapat berarti sebuah penghargaan dari
guru kepada siswa. Siswa yang selalu mendapat pandangan dari guru
akan merasa dihargai dan diperhatikan. Usahakan walaupun guru
harus menulis dipapan tulis kontak mata tetap diperhatikan dengan
tak berlama-lama menghadap papan tulis atau membuat catatan yang
panjang di papan tulis.
(b) Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa.
Oleh sebab itu sebaiknya guru tidak menggunakan istilah-istilah yang
kurang populer. Selain itu, jaga intonasi suara agar seluruh siswa
dapat mendengarnya dengan baik.
(c) Sajikan materi pembelajaran secara sistematis, tidak meloncat-loncat
agar mudah ditangkap oleh siswa.
(d) Tanggapilah respons siswa dengan segera. Artinya, sekecil apapun
respons siswa harus kita tanggapi. Apabila siswa memberikan
respons yang tepat, segeralah kita beri penguatan dengan
41
memberikan semacam pujian yang membanggakan hati. Sedangkan,
seandainya siswa memberi respons yang kurang tepat segeralah
tunjukkan bahwa respons siswa perlu perbaikan dengan tidak
menyinggung perasaan siswa.
(e) Jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar.
Kelas yang kondusif memungkinkan siswa tetap bersemangat dan
penuh motivasi untuk belajar. Cara yang dapat digunakan untuk
menjaga agar kelas tetap kondusif adalah dengan cara guru
menunjukkan sikap yang bersahabat dan akrab, penuh gairah
menyampaikan materi pembelajaran, serta sekali-kali memberikan
humor-humor yang segar dan menyenangkan.
c) Langkah mengakhiri atau menutup ceramah
Ceramah harus ditutup agar materi pembelajaran yang sudah dipahami
dan dikuasai siswa tidak terbang kembali. Ciptakanlah kegiatan-kegiatan
yang memungkinkan siswa tetap mengingat materi pembelajaran. Hal-hal
yang dapat dilakukan untuk keperluan tersebut diantaranya:
(a) Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan atau merangkum
materi pelajaran yang baru saja disampaikan.
(b) Merangsang siswa untuk dapat menanggapi atau memberi semacam
ulasan tentang materi pembelajaran yang telah disampaikan.
(c) Melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai
materi pembelajaran yang baru saja disampaikan.
42
8. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar (Chatarina, dkk, 2004: 79). Perolehan aspek-
aspek perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif
dan psikomotorik (Sudjana, 1999: 116).
Proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil apabila setiap guru memiliki
pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Akan tetapi, untuk
menyamakan persepsi sebaiknya berpedoman pada kurikulum yang berlaku
saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses belajar
mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan
instruksionalnya dapat tercapai.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara garis besar membaginya
menjadi tiga ranah yakni:
a. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis,sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,
yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisir, dan
internalisasi.
c. Ranah Psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan
kemampuan bertindak.
43
Ketiga ranah tersebut menjadi penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah
itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi
pengajaran.
Menurut Bloom (Chatarina, dkk, 2011:86) menjelaskan, ranah kognitif
berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah disempurnakan oleh Anderson
terdiri dari enam aspek/ kategori proses kognitif yaitu mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Menurut Bloom (Chatarina, dkk, 2011:86) untuk mendapatkan hasil belajar
kognitif seseorang memiliki 6 (enam) tingkatan kognitif, yaitu:
1. Pengetahuan, yaitu sebagai perilaku mengingat atau mengenali informasi
(materi pembelajaran) yang telah dicapai sebelumnya,
2. Pemahaman, yaitu sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi
pembelajaran. Hal ini ditujukan melalui penerjemahan materi
pembelajaran,
3. Penerapan, yaitu penerapan yang mengacu pada kemampuan menggunakan
pembelajaran yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit. Ini
mencakup penerapan hal-hal seperti aturan, metode, konsep, prinsip-
prinsip, dalil dan teori.
4. Analisis, yaitu mengacu pada kemampuan memecahkan materi ke dalam
bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Hal ini
mencakup identifikasi bagian-bagian, analisis antar bagian,dan mengenali
prinsip-prinsip pengorganisasian.
44
5. Sintesis, yaitu mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian
dalam rangka membentuk struktur yang baru. Hal ini mencakup
komunikasi yang unik (temaatau percakapan), perencanaan operasional
(proposal), atau seperangkat hubunganyang abstrak (skema untuk
mengklasifikasi informasi),
6. Penilaian,yaitu mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang
nilai materi pembelajaran untuk tujuan tertentu.
Menurut Gagne dan Briggs (Chatarina, dkk, 2011 : 90) hasil belajar pada
proses belajar ditentukan oleh 5 (lima) faktor, diantaranya:
1. Informasi Verbal (Verbal Information) yang dimaksud adalah
pengetahuan awal/dasar yang memiliki seseorang dan dapat
diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan dan tulisan. Apabila siswa
hendak belajar/menerima pelajaran suatu pokok bahasa, maka
pengetahuan awal sebelum pokok bahasan diberikan siswa harus sudah
menguasai.
2. Kemahiran Intelektual (Intelektual Skill) yang dimaksud adalah
kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya
sendiri dalam bentuk suatu representasi. Intelektual atau kecerdasan bila
dikembangkan dapat berupa Intellegece Quotient (IQ), Intellegence
emotional (IE), Spiritual Intellegence (IS).
3. Strategi kognitif (pengaturan kegiatan kognitif) merupakan aktivitas
mentalnya sendiri, sedangkan ruang gerak kemahiran intelektual adalah
representasi dalam kesadaran terhadap lingkungan hidup dan diri
45
sendiri. Strategi kognitif mencakup, penggunaan konsep dan kaidah
yang telah dimiliki, terutama bila sedang menghadapi suatu problem.
4. Keterampilan Motorik (Motor Skill) yang dimaksud adalah kemampuan
melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmaniah dalam urutan tertentu
yang terkoordinir dan terpadu. Ciri khas dari ketrampilan motorik
adalah otomatisme,yaitu rangkaian gerak-gerik tertentu.
5. Sikap (Attitude) Kecenderungan menerima atau menolak suatu obyek
berdasarkan penilaian terhadap obyek itu serta berguna/berharga atau
tidak sering dinyatakan sebagai suatu sikap dan hal bila dimungkinkan
adanya berbagai tindakan. Misalnya seorang siswa harus mengambil
tindakan/keputusan, apakah belajar untuk menghadapi ujian, atau nonton
film dengan temannya pada waktu yang sama.
9. Aktivitas Belajar
Sardiman (2000 : 100) menyatakan bahwa yang dimaksud aktivitas belajar
adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Djamarah (2002 : 67)
mengemukakan bahwa belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak
mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapat anak didik
lebih tahan lama tersimpan didalam benak anak didik. Sardiman (2003 : 95)
mengemukakan sebagai berikut:
Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas belajar. Tanpa adanya
aktivitas belajar itu tidak mungkin berlangsung dengan baik. Aktivitas dalam
proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi
keaktivan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal-hal yang belum
jelas, mencatat, mendengarkan, berfikir, membaca, dan segala kegiatan yang
dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar.
46
Dierich (Sardiman, 2003 : 95) menyatakan bahwa jenis kegiatan siswa
digolongkan ke dalam 8 kelompok, sebagai berikut:
1. Visual activities, seperti: membaca dan memperhatikan.
2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapar, dan diskusi.
3. Listening activities, seperti: mendengarkan uraian dan diskusi.
4. Writing activities, seperti:menulis laporan dan menyalin.
5. Drawing activities, seperti: menggambar, membuat grafik, peta, dan
diagram.
6. Moto activities, seperti: melakukan percobaan.
7. Mental activities, seperti: menanggapi, mengingat, memecahkan soal,
menganalisa, melihat hubungan, dan mengambi kesimpulan.
8. Emosional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.
Berdasarkan beberapa kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas
belajar merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan siswa selama proses
pembelajaran. Aktivitas yang diliputi dalam penelitian ini meliputi berdiskusi
antar siswa antar kelompok, bekerja memecahkan masalah (melakukan
penyelidikan), memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan memberikan
tanggapan.
47
Tabel 2. Penelitian yang Relevan
No Penulis Judul Masalah Hasil Penelitian
1
Rifki Risma
Munandar
( Tesis,2015)
Efektivitas Pembelajaran
Two Stay Two Stray
dalam Upaya Menurunkan
Beban Kognitif Sesuai
Gaya Belajar Siswa
1. Adanya beban kognitif extraneous
yang tinggi bagi siswa
2. Kecenderungan guru dalam memilih
metode pelajaran yang kurang
menarik dan kurang interaktif, akan
berakibat pada keberlang- sungan
proses pembelajaran
Berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan kemampuan menerima dan
mengolah informasi pada kelas eksperimen
lebih tinggi dan pada kategori baik dari
kelas kontrol yang berada pada kategori
sedang.
2 Andi Yusuf
(Jurnal,2012)
Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif
Teknik Two Stay Two
Stray (TSTS) dan
Aktivitas Belajar Terhadap
Hasil Belajar Siswa Kelas
VII di SMPN 1 Panji
Situbondo
1. Banyak siswa yang kurang
memahami konsep-konsep yang ada
pada mata pelajaran IPS sehingga
membuat siswa kurang memahami
materi yang diajarkan
2. siswa hanya mampu mengingat atau
mengetahui tetapi tidak mampu
mengungkapkan kembali dalam
bentuk lain yang mudah dipahami
1. Ada pengaruh secara parsial antara
model pembelajaran Two Stay Two
Stray (TSTS) terhadap hasil belajar
siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Panji
Situbondo.
2. Ada pengaruh secara parsial antara
aktivitas belajar terhadap hasil belajar
siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Panji
Situbondo.
3 Firda Azizah
(Jurnal,2016)
Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif
Tipe Two Stay Two
Stray (TSTS) Terhadap
Aktivitas Belajar IPA
Siswa Kelas IV SDN
Lowokwaru 3 Malang
1. Guru belum mengerti dengan model
pembelajaranyang digunakan
2. Aktivitas belajar siswa masih
tergolong rendah
Rata-rata skor aktivitas belajar siswa kelas
eksperimen sebesar 81,13 lebih tinggi
dibanding rata-rata skor aktivitas belajar
siswa kelas kontrol yaitu sebesar 57,87
B. Penelitian yang Relevan
48
C. Kerangka Fikir
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Nilai IPS Terpadu Rendah
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Pretest
Perlakuan dengan
Metode Ceramah (X1)
Perlakuan dengan Metode
Two Stay Two Stray(X2)
Post Test
Hasil Belajar Siswa
(Y1)
Hasil Belajar Siswa
(Y2)
Perbedaan Hasil Rata-rata
Belajar dan Peningkatan
Aktivitas Belajar
Pengaruh Pengaruh
49
D. Hipotesis
Sugiyono (2010 :64), mengatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban
teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas, makahipotesis
yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah:
a. Hipotesis pertama
1. H0 : Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa kelas VIII (Delapan)
yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Two Stay Two Stray dengan siswa yang belajar menggunakan
metode ceramah pada mata pelajaran IPS di SMP Negeri 1
Belitang Tahun Pelajaran 2018/2019.
2. H1 : Ada perbedaan hasil belajar siswa kelas VIII (Delapan) yang
belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Straydengan siswa yang belajar menggunakan metode
ceramah pada mata pelajaran IPS di SMP Negeri 1 Belitang Tahun
Pelajaran 2018/2019.
50
b. Hipotesis kedua
1. H0 : Tidak ada pengaruh aktivitas belajar pada siswa kelas VIII
(Delapan) yang belajarmata pelajaran IPS menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray di SMP Negeri 1
Belitang Tahun Pelajaran 2018/2019.
2. H1 : Ada pengaruh aktivitas belajar pada siswa kelas VIII (Delapan)
yang belajar mata pelajaran IPS menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray di SMP Negeri 1 Belitang Tahun
Pelajaran 2018/2019.
51
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai
tujuan & menentukan jawaban atas masalah yang diajukan (Natsir, 2008: 34).
Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka penelitian harus berdasarkan pada
metode yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya meliputi:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
jenis eksperimen. Sugiyono (2010 : 107) menyatakan bahwa penelitian
eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
Menurut Margono (2009 : 110) penelitian eksperimen merupakan suatu
percobaan yang dirancang secara khusus guna membangkitkan data yang
diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Penelitian yang akan dilakukan merupakan jenis penelitian Quasi Eksperimen.
Quasi Eksperimen merupakan metode eksperimen yang mengikuti prosedur dan
memenuhi syarat eksperimen seperti kelompok kontrol, pemberian perlakuan,
serta pengujian hasil. Namun dalam pengontrolan variabel hanya dilakukan
52
terhadap satu variabel yang dipandang paling dominan (Sukmadinata, 2009: 58-
59).
Tabel 3. Desain Penelitian Eksperimen
Kelompok Pre Test Treatment Post Test
Y1 Y2 Y1 Y2
Eksperimental T1 T1 X T3 T3
Kontrol T2 T2 -X T4 T4
Keterangan:
T1 : Pengukuran kemampuan awal kelompok eksperimen
T2 : Pengukuran kemampuan awal kelompok kontrol
T3 : Pengukuran kemampuan akhir kelompok eksperimen
T4 : Pengukuran kelompok akhir kelompok kontrol
X : Treatment atau perlakuan
-X : Tidak diberi Treatment atau perlakuan
Pada penelitian ini terdapat 2 kelompok yang akan diteliti yaitu kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen. Prosedur penelitian ini meliputi langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Mengambil 2 kelas penelitian, yaitu 1 kelas sebagai kelas eksperimen dan 1
kelas kontrol.
b. Menyusun instrumen penelitian yang meliputi perangkat pembelajaran,
lembar kerja siswa, lembar observasi, soal Pre-Test dan soal Post-Test.
c. Melakukan uji coba perangkat test, serta menghitung validitas dan
reliabilitas.
d. Memberikan pre-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
53
e. Memberikan perlakuan sebanding, pada kelompok eksperimen
pembelajaran dilakukan dengan penerapan model pembelajaran TSTS (Two
Stay Two Stray) pada mata pelajaran IPS dan pada kelompok kontrol
diberikan metode yang biasa digunakan oleh guru.
f. Memberikan Post-test pada kedua kelompok.
g. Menghitung perbedaan antara hasil Pretest dan Posttest untuk masing-
masing kelompok.
h. Perbandingan perbedaan-perbedaan tersebut, untuk menentukan apakah
penerapan perlakuan X itu berkaitan dengan perubahan yang lebih besar
pada kelompok eksperimental.
i. Menggunakan Uji-T untuk menentukan apakah perbedaan dalam hasil tes
itu signifikan.
j. Melakukan analisis menggunakan anova dua jalur untuk mengetahui adanya
pengaruh penerapan model pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)
terhadap aktivitas belajar IPS siswa.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanaan di SMP Negeri 1 Belitang yang beralamatkan di
Jalan Pemuka Bangsa Raja Desa Gumawang Kecamatan Belitang Kabupaten
Oku Timur Provinsi Sumatera Selatan.
3. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Belitang pada tahun pelajaran 2018/2019 yang terdiri dari 9 kelas. Ke-9 kelas
tersebut dianggap homogen, dengan alasan:
54
1. Kesamaan alokasi waktu mata pelajaran IPS Tepadu untuk setiap kelas.
2. Siswa-siswa tersebut berada dalam semester yang sama.
3. Penempatan siswa di setiap kelas secara heterogen (tidak ada kelas
favorit) hal ini kemudian di buktikan pada lampiran VIII halaman 223
tentang nilai rapot siswa kelas VIII pada semester sebelumnya.
4. Kesamaan sarana dan prasarana pembelajaran yang digunakan.
5. Siswa-siswa tersebut mendapatkan pengajaran yang sama dengan
kurikulum yang ada di SMP Negeri 1 Belitang dengan guru pengajar
yang sama.
Tabel 4 : Data Jumlah Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 1 Belitang
Kelas Jumlah Siswa Yang Menjadi Populasi
VIII 1 32 Siswa
VIII 2 31 Siswa
VIII 3 32 Siswa
VIII 4 31 Siswa
VIII 5 32 Siswa
VIII 6 31 Siswa
VIII 7 31 Siswa
VIII 8 32 Siswa
VIII 9 32 Siswa
VIII 10 32 Siswa
Total 316 Siswa
Sumber: Dokumen Tata Usaha SMP Negeri 1 Belitang
4. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan
penelitian sampel, apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil
penelitian sampel (Arikunto, 2013:173). Teknik pengambilan sampel yang
55
akan digunakan dalam penelitian ini adalah Random Sampling. Teknik ini
dipakai karena semua kelas mendapatkan hak yang sama untuk dijadikan
sampel penelitian.
Adapun cara penetapan responden adalah sebagai berikut :
1. Menulis nama-nama kelas yaitu kelas VIII1
- VIII10
kedalam kertas-
kertas kecil dan setiap lembar hanya berisi satu nama.
2. Kertas yang berisi nama-nama digulung dan dimasukkan kedalam toples
plastik yang sudah diberi lubang lalu dikocok.
3. Gulungan kertas tadi dikeluarkan satu buah dan nama pertama yang
muncul adalah kelas VIII3
menjadi kelas eksperimen.
4. Setelah kelas yang menjadi kelas eksperimen di tentukan, nama kelas
tadi kembali dimasukkan kedalam toples sehingga setiap populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih lagi, kemudian
dilakukan pengundian lagi untuk mendapatkan nama kelas kontrol.
Hasil pengundian ke dua menunjukkan bahwa kelas VIII5 menjadi kelas
kontrol dari penelitian ini.
5. Variabel Penelitian
Variabel merupakan objek peneliti atau yang menjadi titik perhatian dalam
suatu penelitian.
5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat
(Arikunto, 2009: 119). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model
pembelaja ran. Pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
Two Stay Two Stray.
56
5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel akibat adanya variabel bebas (Arikunto,
2009: 119). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa
yang berupa nilai tes mata pelajaran IPS kelas VIII SMP Negeri 1 Belitang
tahun ajaran 2018/2019 yang diperoleh setelah proses pembelajaran.
6. Definisi Operasional Variabel
Operasional Variabel menjelaskan variabel yang akan diteliti agar dalam proses
penelitian dapat berjalan sesuai dengan rencana.
6.1 Hasil Belajar
Menurut Hamalik (2008 : 159) evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan
kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), tentang tingkat
hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar
dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Hasil belajar dalam penelitian ini merupakan perubahan yang terjadi pada
diri siswa berkaitan setelah mengikuti pembelajaran IPS. Hasil belajar yang
diukur adalah hasil belajar kognitif yang berkaitan dengan tingkat
pemahaman siswa pada materi pembelajaran. Pengukuran hasil belajar IPS
menggunakan Metode Two Stay Two Stray dinyatakan dalam bentuk nilai,
tingkat ketercapaian hasil belajar diuji dengan menggunakan instrumen
soal pilihan jamak yang terdiri atas 10 soal pre-test yang dilakukan diawal
pembelajaran sebanyak satu kali dan post-test yang dilakukan di akhir
pembelajaran sebanyak satu kali pada masing-masing kelas eksperimen dan
57
kelas kontrol. Selanjutnya hasil belajar ditinjau dari nilai tes sesuai dengan
KKM yang telah di tentukan sekolah, yaitu 75. Berikut adalah indikator
hasil belajar :
Tabel 5. Kriteria Kelulusan Minimal
Nilai Rasio Indikator Ketercapaian
≥75 Tuntas
<75 Tidak Tuntas
Sumber : Dokumentasi Guru Mata Pelajaran IPS Kelas VIII SMP Negeri I Belitang Tahun
2018/2019
Untuk menghitung hasil belajar kognitif siswa digunakan rumus sebagai
berikut :
Tingkat hasil belajar kognitif siswa dalam penelitian ini dibedakan menjadi 4
tingkatan sebagai berikut :
a. Tinggi : 76 – 100
b. Sedang : 51 – 75
c. Rendah : 26 – 50
d. Sangat Rendah : 0 – 25
(Sumber : Dokumentasi Guru Mata Pelajaran IPS)
6.2 Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas belajar siswa merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi
keaktifan siswa selama proses pembelajaran dan didapatkan dengan cara
observasi terhadap siswa. Indikator aktivitas siswa yang diukurdalam
penelitian ini terdapat pada tabel berikut :
58
Tabel 6 : Indikator Aktivitas Siswa
No. Dimensi Indikator
1 Visual Activities Membaca dan memperhatikan
2 Oral Activities Bertanya dan mengeluarkan pendapat
3 Listening Activities Mendengarkan penjelasan guru
4 Writing Activities Menulis/mencatat
5 Emosional Activities Merasa gembira dan bersemangat
Sumber : Dierich dalam Sudirman (2003:95)
Setiap siswa diamati aktivitasnya dalam setiap pertemuan dengan di beri
tanda ceklis (√) pada lembaran observasi yang telah disediakan sesuai
dengan indikator yang telah di tentukan.
Tabel 7. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
No Nama
Aspek yang Diamati
A B C D E
0 1 2 0 1 2 0 1 2 0 1 2 0 1 2
1
2
3
4
5
Dst
Jumlah Skor
Skor
Maksimum
Persentase
Kriteria
(Dimodifikasi dari Sudjana, 2005 : 69)
Keterangan :
A. : Memperhatikan tujuan dan penjelasan materi
0 : Siswa tidak memperhatikan dan mencatat penjelasan guru
1 : Siswa memperhatikan penjelasan guru, namun tidak mencatat
materi yang dijelaskan
2 : Siswa memperhatikan penjelasan guru dan mencatat materi yang
dijelaskan
59
B. : Berfikir bersama dengan kelompok
0 : Siswa tidak aktif dalam melaksanakan tugas kelompok
1 : Siswa kurang aktif dalam melaksanakan tugas kelompok
2 : Siswa aktif dalam melaksanakan tugas kelompok.
C. Kemampuan Berkomunikasi Siswa
0 : Siswa tidak cakap dan mampu berkomunikasi lisan selama diskusi
1 : Siswa kurang cakap dan mampu berkomunikasi lisan selama diskusi
2 : Siswa cakap dan mampu berkomunikasi lisan selama diskusi
D. : Keaktifan Siswa
0 : Siswa tidak pernah bertanya dan memberi pendapat dalam diskusi
1 : Siswa pernah bertanya atau memberi pendapat dalam diskusi
3 : Siswa sering bertanya dan memberi pendapat dalam diskusi.
E. : Kejujuran Siswa
0 : Siswa tidak jujur pada saat mengerjakan tes
1 : Siswa kurang jujur pada saat mengerjakan tes
2 : Siswa jujur saat mengerjakan tes
Seorang siswa dikatakan aktif apabila minimal 60% dari jenis kegiatan yang
ada dilakukan. Untuk menentukan presentase aktivitas yang dilakukan siswa
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
60
Keterangan :
%A : Persentase Aktivitas Siswa
Na : Jumlah skor kategori aktivitas terkategori aktif yang dilakukan
siswa
N : Jumlah skor aktivitas aktivitas maksimum
Pemilihan kategori presentase keaktifan siswa didukung oleh Widoyoko
(2012:111-115) yang dapat dilihat dalam tabel :
Tabel 8. Kategori Presentase Keaktifan Siswa
Setelah diperoleh data skor rata-rata dari aktivitas siswa, kemudian data
tersebut diterjemahkan kedalam beberapa kategori yang ada sesuai
klasifikasinya dibawah ini.
Tabel 9. Klasifikasi Persentase Aktivitas Siswa
Persentase aktivitas siswa (%) Interpretasi
0,00 – 29,99 Sangat Rendah
30,00 – 54,99 Rendah
55,00 – 74,55 Sedang
75,00 – 89,99 Tinggi
90,00 – 100 Sangat Tinggi
No. Persentase(%) Kriteria
1 81-100 Sangat baik
2 61-80 Baik
3 41-60 Cukup baik
4 21-40 Kurang baik
5 0-20 Sangat kurang baik
61
7. Teknik Pengumpulan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan (Sanjaya, 2006:205).
7.1 Observasi
Observasi awal dilakukan dengan pengamatan terhadap kondisi fisik
sekolah meliputi :
1. Kondisi bangunan sekolah : SMP Negeri 1 Belitang terdiri atas 12
bangunan sekolah yang seluruhnya dalam kondisi baik.
2. Ketersediaan sarana prasarana pembelajaran : Sarana dan prasarana
yang terdapat di SMP Negeri 1 Belitang terdiri atas sebuah gedung
laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam, satu buah gedung pembelajaran
multimedia siswa, satu buah gedung laboratorium bahasa, satu buah
gedung musholla, satu buah gedung pembelajaran keterampilan.
3. Kurikulum : Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013.
4. Media pembelajaran : Media pembelajaran yang digunakan untuk
pembelajaran IPS adalah buku cetak mata pelajaran IPS.
Observasi lanjutan dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
proses pembelajaran IPS menggunakan metode pembelajaran Two Stay
Two Stray serta pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa.
62
7.2 Tes
Metode tes adalah pengumpulan data yang bertujuan untuk mengetahui
hasil dari perlakuan Test merupakan alat atau prosedur yang digunakan
untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung
dari petunjuk yang diberikan misalnya: melingkari salah satu huruf di
depan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang salah,
melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan, dan sebagainya
(Arikunto, 2009:52).
Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk tes objektif.
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara
objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-
kelemahan dari tes esai. Dalam penggunaan tes objektif ini jumlah soal
yang diajukan jauh lebih banyak dari pada tes esai. (Arikunto, 2009:164).
Tes objektif ini akan di ujikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Tes objektif yang dimaksud dalam penelitian ini bentuk tes pilihan ganda
(multiple choice test). Metode ini dipilih, karena dianggap sebagai metode
yang paling tepat dalam rangka mencari pemecahan yang terdapat dalam
penelitian yang menjadi dasar penulisan skripsi ini. Tes yang digunakan
pada penelitian ini adalah:
63
a. Pre Test
Pre test merupakan uji untuk menyamakan kedudukan masing-masing
kelompok sebelum dilakukan eksperimen pada sampel penelitian.
Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai nilai pre test yaitu hasil pre
test siswa kelas VIII3 dan VIII
5 sebelum diberikan perlakuan.
b. Post Test
Post test merupakan uji akhir eksperimen atau tes akhir, yaitu tes yang
dilaksanakan setelah eksperimen. Tujuan post test ini adalah untuk
mendapatkan bukti pengaruh pembelajaran Two Stay Two Stray
terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Belitang.
7.3 Dokumentasi
Metode Dokumentasi dilakukan untuk mengambil data nama-nama siswa
yang mendukung penelitian, profil sekolah, dan foto-foto yang diambil saat
penelitian. Dokumentasi ini sebagai bukti otentik bahwa penelitian ini
benar-benar dilakukan sebagaimana yang telah dirancang sebelumnya.
B. Uji Persyaratan Instrumen
Menurut Chabib (1991:110), mengungkapkan validitas sering diartikan
dengan kesahihan, sedangkan reliabilitas diartikan dengan keterandalan. Suatu
alat ukur disebut memiliki validitas bilamana alat ukur tersebut isinya layak
mengukur obyek yang seharusnya diukur dan sesuai dengan kriteria tertentu.
Artinya adanya kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan
64
sasaran pengukuran. Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui validitas
dan reliabilitas instrumen tersebut.
1. Uji Validitas Instrumen
Validitas dalam penelitian ini didasarkan pada validitas isi. Untuk
memperoleh tes yang valid, sebelum penyusunan instrumen hasil belajar
siswa, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi indikator instrumen. Langkah
selanjutnya, dilakukan penilaian terhadap kesesuaian butir tes dengan
kompetensi dasar dan indikator pembelajaran. Setelah semua butir soal
dinyatakan valid maka selanjutnya soal tes tersebut diuji cobakan pada
kelas diluar sampel.
Data yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian diolah dengan
menggunakan bantuan Software Microsoft Excel menggunakan rumus
korelasi Product Moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh
Karl Person untuk mengetahui reliabilitas tes, daya pembeda, dan indeks
kesukaran butir soal.
Rumus Product Moment dengan angka kasar dari Karl Pearson, yaitu:
rhitung = √
√ dengan
∑ ∑ ∑
{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }
Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N : Jumlah Subyek
Σxy : Jumlah perkalian X dengan Y
X² : Jumlah kuadrat dari X
Y² : Jumlah kuadrat dari Y
(Suharsimi Arikunto, 2009: 72).
65
Kriteria keputusan dengan berkonsultasi pada tabel harga kritik r Product
Moment adalah apabila rhitung ≥ rtabel maka butir soal valid, namun
apabila rhitung <rtabel maka butir soal tidak valid.
2. Uji Realiabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama.
Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen dapat menggunakan
rumus alpha, yaitu:
(
)(
∑
)
Keterangan:
r11 = Reliabilitas yang dicari
Σσi2 = Jumlah varians skor tiap-tiap item
σt2 = Varians total
n = Banyaknya butir
(Arikunto, 2012: 111)
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen
diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran.
66
Sebuah instrumen dapat dikatakan reliabel apabila memiliki nilai koefisien
alpha, maka digunakan ukuran kemantapan alpha menurut Sujianto (2009:
97) yang diinterprestasikan berikut:
1. Nilai Alpha Cronbach‟s 0,00 hingga 0,20 berarti kurang reliabel.
2. Nilai Alpha Cronbach‟s 0,21 hingga 0,40 berarti agak reliabel.
3. Nilai Alpha Cronbach‟s 0,41 hingga 0,60 berarti cukup reliabel.
4. Nilai Alpha Cronbach‟s 0,61 hingga 0,80 berarti reliabel.
5. Nilai Alpha Cronbach‟s 0,81 hingga 1,00 berarti sangat reliabel.
3. Taraf Kesukaran
Tingkat kesukaran soal merupakan bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya suatu soal. Uji taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui
tingkat kesukaran instrumen yang dibuat. Soal yang baik adalah soal yang
tingkat kesukarannya dapat diketahui tidak terlalu sukar dan tidak terlalu
mudah. dinyatakan dalam proporsi perbandingan antara yang menjawab
benar dengan yang menjawab salah seluruh soal.
Adapun rumus untuk menghitung tingkat kesukaran soalnya adalah:
Keterangan :
TK : tingkat yang ingin dicapai
WH : jumlah siswa yang menjawab salah dari kelompok pandai
WL : jumlah siswa yang menjawab salah dari kelompok rendah
2n : jumlah dari sample pandai dan sample rendah.
(Thoha Chabib,1990: 146).
67
Selanjutnya kriteria tingkat kesukaran soal menurut Sujianto (2009: 97)
dibagi menjadi :
1. Soal dengan nilai 0 – 0,30 adalah soal kategori sukar.
2. Soal dengan nilai 0,31 – 0,70 adalah soal kategori sedang.
3. Soal dengan nilai 0,71 – 1,00 adakah soal kategori mudah.
4. Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa
yang mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai
kemampuan rendah. Untuk menghitung indeks daya pembeda butir soal,
terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai terendah
sampai siswa yang memperoleh nilai tertinggi. Rumus yang digunakan
dalam hal ini adalah sebagai berikut:
Keterangan:
D : Daya pembeda
BA : Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal kelompok
atas
BB : Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal kelompok
bawah
JA : Banyaknya siswa pada kelompok atas
JB : banyaknya siswa pada kelompok bawah
PA : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (ingat P
sebagai indeks kesukaran)
PB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
68
Berikut tabel kriteria daya beda soal menurut Arikunto (2013 : 98):
Tabel 10. Kriteria daya pembeda soal
No. Indeks Daya Pembeda Tingkat Daya Pembeda
1 0,70 – 1,00 Baik sekali
2 0,40 – 0,70 Baik
3 0,20 – 0,40 Cukup
4 0,00 – 0,20 Buruk
C. Uji Prasyarat Analisis Data
Teknik analisis data ialah berupa tes pretest dan posttest untuk menentukan
peningkatan hasil belajar. Pretest digunakan untuk mengukur kemampuan awal
sebelum pembelajaran mengenai ASEAN dimulai dan posttest digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa setelah pembelajaran mengenai ASEAN selesai.
Pretest dan posttest ini diberikan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Ketika nilai pretest dan posttest diketahui kemudian akan didapatkan rata-rata
nilai N-gain.
Tes penguasaaan konsep siswa merupakan data kuantitatif pada penelitian ini,
skor gain yang ternormalisasi (N-gain) digunakan ntuk menganalisis data
kuantitatif tersebut. Skor gain yang ternormalisasi (N-gain) diperoleh dengan
melakukan pengurangan skor posttest dengan skor pretest kemudian dibagi
dengan skor maksimum dikurangi skor pretest.
69
Secara matematis untuk memperoleh skor gain yang ternormalisasi (N-gain)
sebagai berikut:
Keterangan:
g = N – gain
= Skor posttest
= Skor pretest
= Skor maksimum
Besar nilai faktor g dikategorikan sebagai berikut:
Tinggi jika N-gain > 0,7
Sedang jika 0,3 ≤ N-gain ≥ 0,7
Rendah jika N-gain < 0,3
(Jannah dkk., 2012: 56)
Analisis data diperlukan agar dapat mengembangkan kategori dan sebagai
pembanding yang kontras untuk menemukan sesuatu yang mendasar dan
memberi gambaran apa adanya, analisis data juga dilakukan untuk melakukan
hipotesis dan menjawab rumusan masalah yang telah diajukan. Sebelum
melakukan proses analisis data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas.
1. Uji Normalitas
Setelah melakukan penelitian, data yang diperoleh diuji normalitas terlebih
dahulu. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
dari penelitian berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah data
70
berdistribusi normal dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik
Kolmogrov-Smirnov, dengan menentukan hipotesis pengujiannya terlebih dahulu.
Hipotesis pengujiannya sebagai berikut:
OH = Data terdistribusi secara normal
1H = Data tidak terdistribusi secara normal
Pedoman data dikatakan terdistribusi normal adalah sebagai berikut:
1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusinya
adalah tidak normal.
2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusinya
adalah normal.
2. Uji Homogenitas
Uji ini berguna untuk mengetahui tingkat homogenitas suatu data, yaitu kelas
dalam populasi mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika kelas dalam
populasi tersebut mempunyai varians yang sama maka dinyatakan homogen.
Pengujian homogenitas dapat dilakukan menggunakan tes homogenitas varian
pada program SPSS 21.0 Dengan kriteria uji:
Kriteria pengambilan keputusan pada uji homogenitas adalah varians
dianggap sama (homogen) apabila . Pada taraf kepercayaan
0,95 dengan derajat kebebasan kedua varians
dianggap homogen, sebaliknya tidak homogen, serta jika signifikansi > 0,05
maka kedua data akan homogen dan sebaliknya.
71
D. Uji Hipotesis
1. Uji "T" Test
"T" test adalah salah satu tes statistik yang digunakan untuk menguji hasil
hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua buah mean sampel
yang diambil secara simple random sampling dari populasi yang sama
tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan sampel besar yang satu
sama lain tidak saling behubungan dengan formulanya. Rumus statistika
Uji beda mean (t-test) yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah paired-sampel t-test sebagai berikut:
√
dengan √
Keterangan:
1 : Rata-rata skor kemampuan pretest kelas eksperimen
2 : Rata-rata skor kemampuan pretest kelas kontrol
n1 : Jumlah siswa yang berada di kelas eksperimen
n2 : Jumlah siswa yang berada di kelas kontrol
S1 : Standar deviasi pretest kelas eksperimen
S2 : Standar deviasi pretest kelas kontrol
Sg : Varians gabungan
Dapat ditulis hipotesis statistiknya sebagai berikut:
H0 : µ1 ≤ µ2
H1 : µ1 > µ2
72
2. Uji Anova Dua Jalur
Uji two way anova (uji anava dua arah) digunakan untuk pengujian statistik yang
lebih dari 2 sampel, uji anava dua arah ini digunakan untuk mengetahui apakah
ada interaksi antar faktor yang akan di teliti. Pada dasarnya uji ini sama dengan
uji yang lain yang bertujuan untuk mengetahui varians setiap faktor hanya saja
langkah yang gunakan berbeda-beda sesuai dengan uji yang akan dilakukan.
Pengujian statistik menggunakan cara ini kemudian akan dilaksanakan
menggunakan program SPSS dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai
berikut :
1. Jika F hitung < F tabel atau nilai sig > 0.05, maka H0 diterima
2. Jika F hitung > F tabel atau nilai sig < 0.05, maka H0 di tolak, jadi
terimalah H1.
140
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian mengenai “pengaruh
model two stay two stray dan aktivitas siswa terhadap hasil belajar IPS”, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan sebelum dan sesudah
diberikan perlakuan menggunakan metode two stay two stray. Hal ini dibuktikan
dengan uji paired samples tes nilai sig. (2-tailled) bernilai 0,000 yang berarti
kurang dari 0,05.
2. Adanya pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dan aktivitas siswa
terhadap hasil belajar. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis data yang diperoleh
bahwa semua variabel bernilai kurang dari 0,05. Sehingga disimpulkan terdapat
pengaruh yang signifikan.
141
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru, memahami berbagai cara pembelajaran sehingga proses belajar tidak
monoton dan membosankan di kelas sebab setiap penggunaan model yang
berbeda akan menyebabkan meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa.
2. Bagi siswa, dengan meningkatnya aktivitas belajar dapat memberikan dampak
positif terhadap hasil belajar khususnya pada mata pelajaran IPS, diharapkan
siswa memiliki keinginan untuk lebih aktif dalam setiap proses pembelajaran.
Karena semakin siswa aktif dalam belajar semakin banyak juga ilmu yang
diperoleh.
3. Bagi sekolah, penerapan berbagai metode dalam proses pembelajaran tidak akan
bisa terlaksana tanpa bantuan dari sekolah. Oleh karena itu sekolah haruslah
memberikan dukungan kepada guru-guru agar selalu dapat mengembangkan diri
guna menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.