Post on 13-Jun-2019
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA
PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen Operasi
Pengertian dari manajemen operasi akan diungkapkan dalam beberapa
definisi menurut para ahli sebagai berikut:
Menurut Heizer, Render dan Munson (2017:42) manajemen operasi adalah
segala kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang bernilai dengan
merubah masukan (input) menjadi hasil (output). Swink et al. (2013:4) juga
berpendapat bahwa manajemen operasi adalah manajemen proses yang berguna
untuk merancang, memasok, memproduksi, dan mengirimkan barang dan jasa
yang bernilai kepada pelanggan.
Selain itu, menurut Russell dan Taylor (2014:26) manajemen operasi
adalah studi yang berkaitan langsung dengan penciptaan dan distribusi. Adapula
menurut Stevenson dan Chuong (2014:4) manajemen operasi adalah manajemen
sistem atau proses memproduksi barang atau menyediakan jasa. Sedangkan
Harsanto (2013:1) berpendapat bahwa manajemen operasi adalah proses
menghasilkan produk yang efektif dan efisien melalui penggunaan sumber daya
yang ada digunakan secara maksimal.
9
Mengacu pada beberapa pengertian manajemen operasi yang telah disampaikan
oleh beberapa para ahli, maka pengertian manajemen operasi adalah area bisnis
yang berfokus pada proses produksi dari material hingga pendistribusian barang
jadi dan memastikan produksi berjalan secara efektif dan efisien.
2.1.2 Keputusan Manajemen Operasi Strategis
Menurut Heizer, Render dan Munson (2017:46) terdapat 10 keputusan
dalam manajemen operasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Keputusan Manajemen Operasi Strategis
No Keputusan Keterangan
1 Desain barang
dan jasa
Menentukan semua aspek yang dibutuhkan dari
aktivitas operasi untuk setiap keputusan manajemen
operasi
2 Pengelolaan
kualitas
Menentukan kualitas yang diharapkan oleh
konsumen dan membuat kebijakan hingga prosedur
untuk mencapai kualitas tersebut
3 Desain proses dan
kapasitas
Menentukan kelayakan barang dan jasa yang
dihasilkan (contoh: proses produksi) dan
melaksanakan manajemen terhadap kualitas, sumber
daya manusia, teknologi, dan investasi modal yang
spesifik untuk memilih stuktur biaya dasar
perusahaan
4 Strategi lokasi
Menentukan lokasi dengan mempertimbangkan
kedekatan dengan konsumen, pemasok, dan tenaga
kerja, sementara memikirkan tentang logistik, biaya,
pemerintah, dan infrastruktur
5 Strategi tata ruang
Membutuhkan penggabungan keperluan kapasitas,
tingkat personel, teknologi, dan keperluan persediaan
untuk memilih arus bahan baku, orang, serta
informasi yang akurat
6
Sumber daya
manusia dan
desain pekerjaan
Menentukan cara yang akan dilakukan untuk
merekrut, mempertahakan, dan memotivasi karyawan
berdasarkan kemampuan dan bakat yang dibutuhkan
7 Manajemen rantai
pasokan
Menentukan bagaimana mengintegrasikan rantai
pasokan ke dalam strategi perusahaan serta
keputusan untuk memilih apa yang akan dibeli, dari
10
siapa, dan syaratnya seperti apa
8 Manajemen
persediaan
Menentukan keputusan pemesanan, penyimpanan
persediaan, dan bagaimana mengoptimalisasinya
untuk kepuasan konsumen
9 Penentuan jadwal
Menentukan dan melaksanakan jadwal dengan efektif
dan efisien, baik personel maupun fasilitas sementara
untuk memenuhi permintaan konsumen
10 Pemeliharaan
Membutuhkan keputusan untuk mempertimbangkan
permintaan produksi, kapasitas fasilitas, dan
kebutuhan akan personel untuk menjaga agar proses
dapat diandalkan dan stabil
Sumber : Heizer, Render dan Munson (2017)
Sedangkan Swink et al. (2013:39) berpendapat mengenai keputusan
strategis manajemen operasi, diantaranya sebagai berikut:
Tabel 2.2 Keputusan Manajemen Operasi Strategis
No Keputusan Keterangan
1 Kapasitas Jumlah kapasitas, waktu perubahan dalam kapasitas,
dan jenis kapasitas yang digunakan
2 Fasilitas Ukuran fasilitas, lokasi fasilitas, spesialisasi fasilitas
apa yang dilakukan
3 Teknologi
Perangkat keras: jenis peralatan, otomatisasi,
linkages
sistem informasi
Perangkat lunak: peralatan, jenis, tujuan paket,
antarmuka/linkages
4 Jaringan rantai
suplai
Jaringan suplai: kebijakan sumber, tingkat integrasi
vertikal/outsourcing, struktur jaringan dan penugasan
tanggung jawab, hubungan pemasok, segmentasi
basis pasokan
Pelanggan/jaringan distribusi: moda transportasi,
struktur jaringan dan penugasan tanggung jawab,
hubungan pelanggan, saluran penjualan dan
pengiriman
5 Tenaga kerja Tingkat keterampilan, pelatihan, kebijakan upah,
keamanan kerja, insentif, dan sistem penghargaan
6
Perencanaan dan
pengendalian
produksi
Menyusun prosedur dan aturan keputusan;
mengontrol alur kerja biaya, dan kualitas;
pengukuran kinerja; orientasi pasar (make-to-order,
make-to-stock)
7 Produk/inovasi Program peningkatan, prosedur pemecahan masalah,
11
proses manajemen pengetahuan, manajemen perubahan,
peluncuran produk baru, manajemen kekayaan
intelektual
8 Organisasi dan
manajemen
Sentralisasi, hierarki otoritas, peran staf, hubungan
antar-perusahaan, metrik kinerja
Sumber: Swink et; al (2013)
Berdasarkan keputusan manajemen operasi strategis menurut para ahli,
maka pemeliharaan merupakan salah satu keputusan penting dalam manajemen
operasi menurut Heizer, Render dan Munson pada poin ke 10.
2.1.3 Pemeliharaan (Maintenance)
Pengertian dari pemeliharaan akan diungkapkan dalam beberapa definisi
menurut para ahli sebagai berikut:
Menurut Heizer, Render dan Munson (2017:700) pemeliharaan adalah
kegiatan yang terlibat dalam menjaga peralatan sistem dalam rangka kerja.
Menurut Ansori dan Mustajib (2013:2) berpendapat bahwa pemeliharaan sebagai
konsepsi dari seluruh kegiatan yang di butuhkan demi mempertahankan kualitas
mesin agar bsisa bekerja dengan baik seperti kondisi baru. Definisi ini senada
dengan pernyataan dari Kurniawan (2013:1) yang menyatakan bahwa
pemeliharaan adalah seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan untuk
menjaga atau menambah daya dukung mesin selama proses produksi berlangsung.
Mengacu pada beberapa pengertian pemeliharaan yang telah disampaikan
oleh beberapa para ahli, maka pengertian pemeliharaan adalah segala kegiatan
12
yang dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan fasilitas agar berfungsi
sesuai dengan kualitas yang diminta.
2.1.3.1 Tujuan Pemeliharaan (Maintenance)
Proses pemeliharaan secara umum memiliki tujuan, menurut Ansori dan
Mustajib (2013:3) pemeliharaan memiliki tujuan untuk fokus dalam pencegahan
untuk meminimalisir bahkan untuk menghindari kerusakan pada peralatan dengan
memastikan peralatan dalam keadaan baik, serta untuk meminimalkan biaya
pemeliharaan.
Tujuan utama dilaksanakannya pemeliharaan menurut Institute of Plan
Maintenance dan Consultant TPM India, secara jelas akan dipaparkan sebagai
berikut (Ansori dan Mustajib, 2013:4):
1. Memperpanjang umur mesin
2. Menjamin tingkat ketersediaan optimum dari mesin
3. Menjamin mesin yang digunakan dalam keadaan siap pakai
4. Keselamatan pengguna fasilitas dan operator terjamin
5. Mesin dapat digunakan sesuai dengan fungsinya
6. Dapat mengurangi pemakaian dan penyimpanan diluar batas dan menjaga
aset yang diinvestasikan perusahaan dalam waktu tertentu
7. Biaya pemeliharaan mencapai tingkat minimum dengan melakukan
pemeliharaan yang efektif dan efisien
8. Melakukan kerjasama dengan fungsi-fungsi utama lainnya di perusahaan,
sehingga tujuan utama perusahaa bisa tercapai yaitu mendapatkan
13
keuntungan semaksimal mungkin dengan total biaya yang seminimal
mungkin
Sedangkan menurut Nursubiyantoro, Puryani, dan Rozaq (2016) tujuan
utama dari pemeliharaan yaitu menjaga proses produksi agar berjalan dengan
optimum (dapat memenuhi permintaan dan meminimalisir biaya). Ada beberapa
hal utama dalam aktivitas pemeliharaan mesin yaitu:
1. Mempertahankan kemampuan mesin agar memenuhi kebutuhan sesuai
target
2. Memaksimalkan umur mesin
3. Mengaja mesin agar tetap aman dan mencegah gangguan keamanan
4. Meminimalisir total biaya produksi yang secara langsung berhubungan
dengan perbaikan mesin
2.1.3.2 Jenis Pemeliharaan (Maintenance)
Heizer, Render dan Munson (2017:705) mengatakan terdapat dua jenis
pemeliharaan yaitu, pemeliharaan pencegahan dan pemeliharaan kerusakan akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance)
Melibatkan pemantauan peralatan dan fasilitas, melakukan rutinitas inspeksi,
servis, dan memastikan peralatan dalam keadaan yang baik. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk membuat sistem yang akan mengurangi variabilitas,
menemukan potensi kegagalan, dan melakukan perbaikan yang akan
mempertahankan proses yang efisien
14
2. Pemeliharaan kerusakan (breakdown maintenance)
Pemeliharaan kerusakan terjadi ketika pemeliharaan pencegahan gagal dan
peralatan atau fasilitas harus diperbaiki pada keadaan darurat atau basis
prioritas
Menurut Nurlina (2017) pemeliharaan dikategorikan menjadi dua cara
yaitu, pemeliharaan terencana dan pemeliharaan tidak terencana akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance)
Pemeliharaan yang direncanakan terlebih dahulu sebelum terjadinya
kerusakan pada mesin atau peralatan yang digunakan untuk produksi
2. Pemeliharaan tidak terencana (unplanned maintenance)
Pemeliharaan yang dilakukan tanpa perencanaan terlebih dahulu.
Pemeliharaan tidak terencana ini dilakukan ketika mesin yang digunakan saat
produksi mengalami kerusakan secara tiba-tiba
Menurut Jono (2015) jenis-jenis pemeliharaan adalah sebagai berikut:
1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance)
Pemeliharaan terencana terdiri dari tigas bentuk pelaksanaan yaitu:
a. Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance)
b. Pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance)
c. Pemeliharaan prediksi (predictive maintenance)
2. Pemeliaraan tidak terencana (unplanned maintenance)
Pemeliharaan tidak terencana biasanya berupa breakdown/emergency
maintenance. Breakdown/emergency maintenance adalah tindakan
15
pemeliharaan yang tidak dapat dilakukan pada mesin peralatan yang masih
dapat beroperasi, sampai mesin atau peralatan tersebut rusak dan tidak dapat
berfungsi lagi.
3. Pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance)
Pemeliharaan mandiri merupakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas
dan efisiensi mesin atau peralatan melalu kegiatan yang dilaksanakan oleh
operator untuk merawat mesin atau peralatan yang di operasikan
2.1.4 Total Productive Maintenance (TPM)
2.1.4.1 Sejarah Total Productive Maintenance (TPM)
Menurut Sutrisno (2013) TPM dipopulerkan di Negara Jepang oleh W.
Edward Deming, setelah perang dunia ke-2 , dengan pendekatan pemanfaatan data
untuk melakukan kontrol kualitas dalam produksi dan berjalannya waktu
pemanfaatan data juga dilakukan untuk melakukan pemeliharaan dalam produksi.
Perusahaan yang pertama kali mengimplementasi penggunaaan TPM adalah
Nippondenso corp., yang dipelopori oleh Seiichi Nakajima. Keberhasilan
Nippondenso dalam mengimpelementasikan TPM, membuat perusahaan tersebut
mendapat penghargaan atas kesuksesannya dari Japanese Institut of Plant
Engineering (JIPE).
Menurut Seiichi Nakajima (1989) awalnya untuk meningkatkan
pemeliharaan peralatan, Jepang mengimpor konsep pemeliharaan preventif (PM)
dari Amerika Serikat lebih dari tiga puluh tahun yang lalu. Impor selanjutnya
termasuk PM, pencegahan pemeliharaan (MP), rekayasa keandalan, dan
16
sebagainya. Apa yang sekarang disebut sebagai TPM adalah, pada kenyataannya,
pemeliharaan produktif gaya Amerika, dimodifikasi dan ditingkatkan agar sesuai
dengan lingkungan industri Jepang.
Di sebagian besar perusahaan Amerika, kru pemeliharaan melakukan
semua pemeliharaan pabrik, memberlakukan pembagian kerja "I operate – you
fix". Sebaliknya, banyak perusahaan Jepang telah memodifikasi PM Amerika
sehingga semua karyawan dapat berpartisipasi. TPM, sering didefinisikan sebagai
pemeliharaan produktif yang diterapkan oleh semua karyawan, didasarkan pada
prinsip bahwa peningkatan peralatan harus melibatkan semua orang dalam
organisasi, dari operator lini hingga manajemen puncak
2.1.4.2 Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)
Pengertian dari Total Productive Maintenance (TPM) akan diungkapkan
dalam beberapa definisi menurut para ahli sebagai berikut:
Menurut Ansori dan Mustajib (2013:101) Total Productive Maintenance
(TPM) adalah suatu program pemeliharaan yang melibatkan suatu gambaran
konsep untuk pemeliharaan peralatan dengan tujuan untuk meningkatkan
produktivitas serta dapat meningkatkan kepuasan kerja. Sedangkan menurut
Heizer, Render dan Munson (2017:709) Total Productive Maintenance (TPM)
menggabungkan manajemen kualitas total dengan pandangan strategis
pemeliharaaan dari proses dan desain peralatan untuk pemeliharaaan pencegahan
Wahid dan Agung (2016) berpendapat bahwa Total Productive
Maintenance (TPM) adalah pendekatan yang dilaksanakan oleh semua lini dalam
17
suatu organisasi sebagai usaha untuk memaksimalkan fasilitas yang efisien dan
efektif. Tujuannya untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap peralatan serta
kepedulian demi kerja sama yang baik dalam segi manajemen pemeliharaan untuk
memastikan peralatan tersebut bekerja dengan baik
Mengacu pada beberapa pengertian pemeliharaan yang telah disampaikan
oleh beberapa para ahli, maka pengertian TPM adalah proses pemeliharaan yang
dilakukan untuk memaksimalkan fasilitas sehingga dapat meningkatkan
produktivitas.
2.1.4.3 Tujuan Total Productive Maintenance (TPM)
Ansori dan Mustajib (2013:102) berpendapat bahwa TPM bertujuan untuk
menghilangkan kerugian proses yang dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kerugian karena downtime
Kerugian ini muncul ketika mesin produksi tidak bisa digunakan untuk
sementara waktu karena adanya kerusakan. Kerugian ini dikategorikan
menjadi dua, yaitu: setup dan penyesuaian serta breakdown.
2. Kerugiaan karena kinerja buruk
Kerugian ini memfokuskan pada berkurangnya penggunaan mesin akibat
kecepatan mesin dijalankan kurang maksimum. Kategori kapabilitas produksi
yang hilang yaitu: penghentian minor dan reduksi kecepatan.
3. Kerugian karena kualitas buruk
Kerugian ini muncul dari produk yang cacat, diklasifikasian menjadi dua
yaitu: kerusakan startup dan kerugian proses.
18
Menurut Ansori dan Mustajib (2013:101) pencapaian tujuan TPM dilakukan
melalui:
1. Perbaikan efektivitas perlengkapan
Pekerja dapat melakukan identifikasi dan memeriksa kerugian yang terjadi
untuk meningkatkan efektivitas dari mesin.
2. Pencapaian pemeliharaan individual
Pekerja bertanggung jawab atas peralatan yang dioperasikannya dan
melakukan tugas pemeliharaan
3. Perencanaan pemeliharaan
Pada perencanaan pemeliharaan yang dilakukan adalah mengidentifikasi
kondisi mesin dan tingkat pemeliharaan yang dibutuhkan untuk setiap mesin,
menetapkan standar kondisi pemeliharaan, memberikan tanggung jawab
kepada setiap staf operasi dan pemeliharaan agar semakin jelas tugas yang
akan dilaksanakan
4. Melatih semua staf dengan keahlian pemeliharaan yang memadai dan sesuai
Staf yang sudah diberikan tanggung jawab masing-masing membutuhkan
keahlian yang sesuai untuk melaksanakan pemeliharaan, sehingga TPM
memberikan pendalaman untuk pelatihan yang sesuai dan terus-menerut
5. Mencapai zero maintenance melalui Maintenance Prevention (MP).
MP mempertimbangkan faktor penyebab kegagalan dan kemampuan
pemeliharaan perusahaan. TPM mencoba mengidentifikasikan masalah yang
berpotensi muncul sampai ke akar pemasalahan pada saat pemeliharaan,
sehingga dapat menghilangkan penyebab awal permasalahan
19
Tujuan dari TPM, menurut Wahid dan Agung (2016) TPM berguna untuk
membentuk kultur usaha untuk meningkatkan efisiensi sistem produksi OEE.
Sasaran TPM yaitu tercapainya zero defect, zero breakdown, zero accident
sepanjak siklus sistem prosuksi, sehingga dapat memaksimalkan efektivitas
penggunaan mesin
2.1.4.4 Delapan Pilar TPM
TPM memiliki pendekatan dalam pengimplementasiannya. Bila
digambarkan seperti sebuah bangunan, TPM memiliki 8 pilar dapat dilihat pada
Gambar 2.1
Gambar 2.1 Pilar Pendekatan untuk Implementasi TPM
Sumber : Ansori dan Mustajib (2013:107)
Berikut ini adalah penjelasan dari 8 pilar TPM:
1. Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Otonomus)
Pemeliharaan otonomus merupakan aktivitas yang melibatkan operator untuk
melakukan pemeliharaan mesinnya sendiri. Kegiatan tersebut meliputi
20
pembersihan, pelumasan, pengencangan mur/baut, pendeteksi penyimpangan,
dan reparasi sederhana. Tujuan dari kegiatan tersebut agar operator mampu
medeteksi sinyal dari kerugian (loss) serta menciptakan tempat kerja yang
rapih
2. Focused Maintenance (Perbaikan Yang Terfokus)
Mengidentifikasi mesin yang bermasalah, sehingga nantinya bisa
mendapatkan solusi untuk perbaikan apa yang harus dilakukan pada mesin
tersebut. Perbaikan yang terfokus akan mendukung kinerja perusahaan dalam
mencapai target produksi
3. Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana)
Pemeliharaan direncanakan berdasarkan kerusakan yang pernah terjadi
sebelumnya atau kerusakan yang diperkirakan akan terjadi. Dengan adanya
pemeliharaan terencana, kerusakan yang terjadi diluar perkiraan dapat
diminimalisir dan dapat mengendalikan kerusakan komponen
4. Quality Maintenance (Pemeliharaan Kualitas)
Aktivitas quality maintenance ditujukan untuk kepuasan pelanggan dengan
memberikan kualitas terbaik melalui kegiatan maufaktur yang bebas defect.
Medeteksi dan mencegah kesalahan pada mesin selama proses produksi
berjalan seperti perbaikan sasaran (focused improvement). Dengan quality
maintenance, dapat meramalkan berbagai kemungkinan cacat yang terjadi
dan memperbaiki untuk mencegah kemungkinan tersebut. Tujuan dari
kegiatan ini yaitu untuk mengurangi kerusakan proses, keluhan konsumen
dan biaya kualitas
21
5. Training and Eduaction (Pelatihan dan Pendidikan)
Pelatihan dan pendidikan digunakan untuk menangani kesenjangan
pengetahuan saat menerapkan TPM. Pemahaman yang kurang terhadap mesin
yang digunakan akan mengakibatkan kerusakan pada mesin dan turunnya
produktivitas kerja yang nantinya akan mengakibatkan perusahaan
mengalami kerugian. Manfaat dilakukannya pelatihan dan pendidikan
kemampuan operator terhadap mesin dapat meningkat.
6. Safety, Health and Environment (Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan)
Lingkungan para pekerja selama bekerja harus dalam keadaan yang aman dan
sehat. Perusahaan wajib menyediakan lingkungan kerja yang layak dan
bebeas dari kondisi yang berbahaya. Tujuannya yaitu untuk menciptakan
tempat kerja zero health damage, zero fires
7. Office TPM (TPM dalam administrasi)
Konsep TPM diterapkan pada fungsi administrasi. Tujuannya agar seluruh
pekerja memiliki persepsi dan konsep yang sama termasuk staf administrasi
(contoh: staf keuangan, staf pembelian dan staf perencanaan) guna
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam kegiatan administrasi.
8. Development Management
Gabungan pengalaman dari aktivitas perbaikan dan pemeliharaan mesin
sebelumnya untuk memastikan mesin yang baru mampu mencapai kinerja
yang optimal menjadi tujuan utama dari development management
22
2.1.4.5 Motto 5-S dalam TPM
Didalam pemeliharaan terdapat dua kegiatan mendasar, yaitu pembersihan
dan pemeriksaan. Dimana pelaksanaan kedua aktivitas tersebut didasari motto “5-
S” menurut Ansori dan Mustajib (2013:107), antara lain yaitu:
1. Seiri (ringkas)
Aktivitas memilah tata letak sesuatu yang diperlukan dan menyisihkan yang
tidak dibutuhkan dari tempat kerja
2. Seiton (rapi)
Menentukan tata letak peralatan dan perlengkapan sehingga segala sesuatu
yang diperlukan selalu dalam keadaan siap
3. Seiso (resik)
Memeriksa lalu menyisihkan segala sesuatu yang tidak seharusnya ada di
tempat kerja, agar kondisi tempat kerja tetap dalam keadaan bersih
4. Seiketsu (rawat)
Menjaga hasil yang telat dicapai pada 3-S dengan dilakukan secara terus
menerus dan berulang
5. Shitsuke (rajin)
Membina disiplin atau kebiasaan pribadi karyawan
23
2.1.5 Overall Equipment Efectivenes (OEE)
Menurut Ansori dan Mustajib (2013:114) Overall Equipment Effectiveness
(OEE) adalah metode pengukuran pada penerapan program TPM bertujuan untuk
mengontrol peralatan agar tetap dalam kondisi yang ideal dengan meminimalisir
six big losses.
Sedangkan menurut, Wahid dan Agung (2016) Overall equipment
effectiveness (OEE) menggambarkan performasi peralatan dan kalkulasi akurat
untuk menentukan seberapa efektif mesin yang digunakan Selain itu, menurut
Nursubiyantoro, Puryani, dan Rozaq (2016) mengatakan bahwa Overall
Equipment Effectiveness (OEE) adalah sebuah metrik berfokus pada efektivitas
suatu operasi produksi yang dijalankan
Dalam pelaksanaan OEE ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari
OEE antara lain (Ansori dan Mustajib, 2013:114) :
1. Memilih starting point dari perusahaan ataupun mesin
2. Mengidentifikasi kejadian bottleneck di dalam mesin
3. Mengidentifikasi kerugian produktifitas (true productivity losses)
4. Memilih prioritas dalam upaya meningkatkan nilai OEE dan produktivitas
Nilai OEE didapatkan dari tiga perkalian ketiga faktor OEE, yaitu
availability rate, performance rate, dan quality rate. (Ansori dan Mustajib,
2013:118-120):
1. Availability rate
Availability adalah rasio yang menjelaskan tentang penggunaan waktu yang
tersedia dalam kegiatan operasi mesin. Availability adalah rasio dari
24
operation time, dengan mengeliminasi downtime mesin, terhadap loading
time
2. Performance rate
Performance rate adalah rasio yang menjelaskan kemampuan mesin dalam
menghasilkan produk. Rasio ini adalah hasil dari operating speed rate dan net
operating rate. Operating speed rate mengacu pada perbedaan kecepatan
aktual dan kecepatan ideal. Net operating rate mengukur pemeliharaan dari
kecepatan pada periode tertentu
3. Quality rate
Quality rate adalah rasio yang menjelaskan kemampuan mesin dalam
menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan
Nilai kondisi yang ideal untuk OEE sebesar 85%, dengan komposisi
sebagai berikut menurut Ansori dan Mustajib (2013:122):
Availibility rate > dari 90%
Performance > dari 95%
Quality rate > 99%
Standar dari JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance) untuk indeks
TPM yang ideal dapat diukur dari nilai benchmark OEE yaitu:
Nilai OEE < 65%
Kelas perusahaan tidak dapat diterima karena adanya kerugian ekonomi
yang penting, daya saing yang dimiliki perusahaan sangat rendah
25
Nilai OEE 65% - 75%
Kelas perusahaan standar, dapat diterima jika perusahaan berada pada
proses perbaikan, perusahaan mengalami kerugian ekonomi, daya saing
yang dimiliki perusahaan rendah
Nilai OEE 75% - 85%
Kelas perusahaan diterima, melanjutkan perbaikan di atas 85% dan sedang
bergerak menuju kelas dunia, perusahaan mengalami sedikit kerugian
ekonomi, daya saing yang dimiliki perusahaan sedikit rendah
Nilai OEE 85% - 95%
Kelas perusahaan bagus, termasuk dalam kategori efek kelas dunia, daya
saing yang dimiliki perusahaan baik
Nilai OEE > 95%
Kelas perusahaan unggul, termasuk nilai kelas dunia, daya saing yang
dimiliki perusahaan sempurna
Untuk standar benchmark world class yang dianjurkan JIPM yaitu OEE :
85% Gambar 2.2 menunjukkan skor yang perlu dicapai untuk masing-masing
faktor OEE
Gambar 2.2 World Class of OEE
Sumber : www.oee.com/world-class-oee.html
26
Dari hasil perhitungan OEE tersebut, dapat dilihat variabel yang
mempengaruhi produktivitas mesin. Faktor dari variabel tersebut adalah six big
losses.
2.1.6 Six Big Losses
Menurut Ansori dan Mustajib (2013:114) ada enam kerugian besar yang
mengakibatkan menurunnya kinerja mesin. Keenam kerugian tersebut terdiri dari:
1. Equipment failure (Kerugian akibat kerusakan peralatan)
Kerugian ini muncul karena adanya kecacatan mesin dan dibutuhkan
perbaikan
2. Setup and Adjustment Losses (Kerugian penyetelan dan penyesuaian)
Kerugian waktu yang muncul karena adanya set up mesin yang dilakukan
sebelum memulai proses produksi
3. Idle and minor stoppage (Kerugian karena menganggur dan penghentian
mesin)
Kerugian ini muncul karena mesin berhenti pada waktu yang singkat dan
harus dilakukan restart tidak memerlukan perbaikan
4. Reduced speed (Kerugian karena kecepatan operasi rendah)
Kerugian ini muncul akibat mesin berjalan lebih lambat dari yang
semestinya
5. Defect in process (Kerugian cacat produk dalam proses)
Kerugian ini muncul karena produk yang dihasilkan tidak di produksi
dengan benar dari awal proses
27
6. Reduced yield (Kerugian akibat hasil rendah)
Kerugian ini muncul karena adanya cacat pada awal proses produksi
Six big losses dihitung untuk mengetahui nilai OEE dari suatu mesin agar
dapat dilakukan perbaikan mesin secara efektif. Keenam kerugian tersebut dapat
diidentifikasikan kedalam beberapa klasifikasi waktu permesinan yaitu valueable
operating time, net operating time, operating time, loading time sebagaimana
ditunjukan pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Perhitungan OEE berdasarkan 6 Kerugian Besar
Sumber : dalam Ansori dan Mustajib (2013:107)
2.1.7 Tools Pemecahan Masalah
Dalam penelitian ini alat pemecahan masalah yang digunakan adalah
diagram pareto dan fishbone diagram. Berikut adalah penjelasan dari masing-
masing alat pemecahan masalah tersebut:
a. Grafik Pareto (Pareto Charts)
Grafik pareto adalah metode dalam mengelompokan kesalahan atau cacat
untuk memfokuskan dalam usaha penyelesaian masalah (Heizer, Render dan
28
Munson, 2017:265). Grafik ini dibuat untuk mengetahui masalah yang dominan
dari keseluruhan. Sehingga nantinya bisa dilakukan perbaikan pada masalah yang
harus diprioritaskan. Perbaikan ini akan memberi pengaruh yang besar bagi
perusahaan.
Langkah-langkah membuat grafik pareto adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dan menyusun data diurutkan berdasarkan jumlah yang
paling besar hingga terkecil
2. Menggambarkan grafik dengan sumbu X (data) dan sumbu Y (jumlah data)
3. Menggambarkan diagram batang pada sumbu X, lalu jumlahkan data dari
yang paling besar hingga
4. Gambar diagram batang di sumbu X sesuai dengan kategori data, lalu
jumlahkan dari yang terbesar hingga terkecil
5. Dengan menggunakan tabel kumulatif gambar grafik kumulatifnya
Gambar 2.4 Contoh diagram pareto
Sumber : Heizer, Render dan Munson (2017)
29
b. Diagram Penyebab dan Akibat (Cause-and-Effect Diagrams)
Diagram penyebab dan akibat, dikenal juga dengan diagram Ishikawa atau
diagram fishbone. Diagram menguraikan identifikasi akar permasalah dari suatu
outcome (Heizer, Render dan Munson, 2017:265). Dalam membuat diagram
fishbone. Langkah pertama yaitu menentukan efek yang akan di cari, langkah
kedua mengumpulkan faktor apa saja yang akan memperngaruhi efek tersebut,
langkah ketiga mengkategorikan faktor yang sudah didapat kedalam kategori
berikut:
1. Material
2. Mesin/peralatan
3. Manusia
4. Metode kerja
5. Lingkungan
Gambar 2.5 Contoh diagram penyebab dan akibat
Sumber : Heizer, Render dan Munson (2017)
30
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan sudah didahului oleh penelitian sebelumnya dan
menjadi acuan untuk penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hasil Penelitian Eko Nursubiyantoro, Puryani, dan Mohamad Isnaini
Rozaq
Penelitian Eko Nursubiyantoro, Puryani, dan Mohamad Isnaini Rozaq
diterbitkan oleh Jurnal OPSI (Optimasi Sistem Industri), volume 9, tahun 2016.
Penelitian ini dilakukan bulan Maret - April 2015 pada mesin Press Hydraulic
Atom di PT Adi Satria Abadi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur tingkat
efektivitas mesin Press Hydraulic Atom dengan metode Overall Equipment
Effectiveness (OEE) serta mengidentifikasi kerugian (losses) yang terjadi dan
memberikan usulan perbaikan penerapan TPM. Perusahaan menerapkan kebijakan
pemeliharaan pada umumnya lebih mengarah pada sistem pemeliharaan
corrective, karena perusahaan hanya melakukan perbaikan setelah mesin
mengalami breakdown.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pencapaian nilai OEE pada mesin
press hydraulic atom rata-rata sebesar 55,24%. Fokus perbaikan dari
permasalahan yang menyebabkan faktor loss mesin adalah rendahnya
performance ratio rata-rata sebesar 62,11% dipengaruhi oleh faktor idle and
minor stoppages dan speed losses yang terjadi pada mesin. Penerapan TPM yang
dapat diterapkan oleh PT Adi Satria Abadi melalui program pemeliharaaan
dengan mengenali gejala kerusakan mesin press, melakukan setup adjustment di
31
mesin press hydraulic atom, memahami permasalahan yang terjadi pada
pengepresan dan pemotongan
Persamaan jurnal dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu
mengidentifikasi TPM yang diterapkan oleh perusahaan dan melakukan
perhitungan OEE untuk mengetahui tingkat efektivitas pada mesin.
2. Hasil Penelitian Abdul Wahid dan Rahmad Agung
Penelitian Abdul Wahid dan Rahmad Agung diterbitkan oleh Journal
Knowledge Industrial Engineering (JKIE), volume 3, tahun 2016. Penelitian ini
dilakukan selama November 2016 pada mesin bobin di PT XY. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui sistem pemeliharaan mesin bobin yang tepat dan
menghitung OEE untuk mengetahui tingkat efektivitas mesin bobin. pemeliharaan
yang dilakukan mesin bobin yaitu pemeliharaan harian dan pemeliharaan bulanan,
sistem pemeliharaan ini bertujuan untuk meminimalisir sekecil apapun bentuk
kerusakan atau trouble pada mesin bobin.
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata OEE adalah 90%. Nilai
tersebut sudah melebihi standar ideal OEE JIPM yaitu sebesar 83%. Faktor yang
menunjang keberhasilan efektivitas mesin bobin adalah kegiatan pemeriksaan
yang rutin dilakukan setiap hari oleh pihak instansi terkait pada bidang bagiannya
masing-masing. Usulan yang diberikan untuk perusahaan yaitu meningkatkan
keselamatan kerja untuk operator mesin bobin dan penambahan tugas untuk
petugas mekanik di area produksi untuk mempercepat pekerjaan.
32
Persamaan jurnal dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu
mengidentifikasi TPM yang diterapkan oleh perusahaan dan melakukan
perhitungan OEE untuk mengetahui tingkat efektivitas pada mesin.
3. Hasil Penelitian Erry Rimawan dan Abas Priyo Bambang Irawan
Penelitian Erry Rimawan dan Abas Priyo Bambang Irawan diterbitkan
oleh International Journal of Scientific & Engineering Research, volume 8, tahun
2017. Penelitian dilakukan selama bulan Maret 2016 – April 2016 pada 4 unit
Excavator PC 200-8 yang ada di perusahaan Cakratunggal Steel Mills yaitu
Excavator PC 200-8 Komatsu Magnet 1, Excavator PC 200-8 Komatsu Magnet 2,
Excavator PC 200-8 Komatsu Grab 3, Excavator PC 200-8 Komatsu Grab 4.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi TPM untuk
menentukan nilai OEE pada alat berat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perhitungan OEE pada bulan Maret
2016 pada Exc Magnet 1 sebesar 63%, Exc Magnet 2 sebesar 65%, Exc Grab 3
sebesar 64%, dan Exc Grab 4 62%. Nilai OEE terendah ada pada Excavator PC
200-8 dengan Type Grab 4 yaitu sebesar 62%. Upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan nilai OEE pada Excavator PC 200-8 Komatsu Grab 4 yaitu
melakukan metode Improvement, TPM, SMED dan 5W1H menunjukan bahwa
metode ini dapat membantu meningkatkan nilai OEE dan mampu memberikan
dampak yang cukup baik. Adanya peningkatan nilai OEE pada bulan April 2016
menjadi sebesar 65% untuk Excavator PC 200-8 dengan Type Grab 4.
Persamaan jurnal dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu melakukan
perhitungan OEE untuk mengetahui tingkat efektivitas pada mesin. Sedangkan,
33
perbedaan jurnal dan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada jurnal ini
melakukan implementasi metode Improvement, TPM, SMED, 5W1H untuk
meningkatkan nilai OEE.
4. Hasil Penelitian Shatrughan Tomar dan Arun Kumar Bhuneriya
Penelitian Shatrughan Tomar dan Arun Kumar Bhuneriya diterbitkan oleh
International Journal of Business Quantitative Economics and Applied
Manangement Reseach, Volume 2, tahun 2016. Penelitian dilakukan selama 10
hari pada mesin tenun di industri tekstil yang terpilih (STI) di India. Tujuan dari
penelitian ini adalah menghitung nilai OEE untuk menentukan implementasi TPM
yang tepat bagi perusahaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai keseluruhan OEE yang diperoleh
dalam penelitian ini hanya 27% dan nilai tersebut menunjukan bahwa perusahaan
tidak memiliki strategi untuk memanfaatkan sumber daya yang ada.
Impelementasi TPM diperlukan untuk industri tekstil agar menghindari downtime
dengan melakukan pemeriksaan harian dan pemeliharaan rutin. Persamaan jurnal
dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu melakukan perhitungan OEE untuk
mengetahui tingkat efektivitas pada mesin.
5. Hasil Penelitian S. Nallusam dan Gautam Majumdar
Penelitin S. Nallusam dan Gautam Majumdar diterbitkan oleh
International Journal of Performability Engineering, Volume 13. Penelitian ini
pada dilakukan selama bulan April 2016 - September 2016 pada mesin VMC dan
HMC di industri manufaktur CNC yang berlokasi di Chennai, India. Tujuan dari
34
penelitian ini adalah mengimplementasikan TPM untuk meningkatkan nilai OEE
dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa setelah dilakukan
pemeliharaan otonom kerugian kerusakan berkurang sekitar 25%. Total waktu
setup dikurangi sekitar 75% melalui introduction of new fixture. Melalui
pengenalan common tool, ukuran stok bahan baku dikurangi sekitar 10 mm.
Tindakan pencegahan yang diambil berdasarkan pada kerusakan, waktu
pengerjaan ulang berkurang sekitar 29%. Melalui implementasi TPM yang
dilakukan, nilai OEE pada bulan April 2016 sebesar 49,95% meningkat menjadi
75,18% pada bulan September 2016, kenaikan OEE tersebut memberikan
pengaruh dalam memenuhi permintaan pelanggan. Persamaan jurnal dengan
penelitian yang akan dilakukan yaitu melakukan perhitungan OEE untuk
mengetahui tingkat efektivitas pada mesin.
2.3 Kerangka Pemikiran
Pada umumnya setiap perusahaan akan berusaha menghasilkan produk
yang berkualitas untuk konsumennya. Untuk menghasilkan produk yang
berkualitas, mesin yang digunakan untuk proses produksi harus dalam kondisi
baik agar menghasilkan produk sesuai yang diinginkan. Agar mesin berproses
sesuai dengan kualitas yang diminta maka diperlukan pemeliharaan untuk
mencegah terjadinya kerusakan. Pemeliharaan yang dilakukan bertujuan
meminimalisir terjadinya breakdown dan defect. Penerapan Total Productive
Maintenance (TPM) dapat mengurangi breakdown dan defect sehingga dapat
35
meningkatkan kualitas produksi, mengurangi biaya dan meningkatkan
kemampuan peralatan.
Salah satu pengukur keberhasilan penerapan TPM dapat diukur oleh
metode Overall Equipment Effectiveness (OEE). Metode ini digunakan untuk
mengukur efektivitas mesin yang digunakan, selain melakukan pengukuran OEE
dilakukan pengukuran six big losses untuk mengetahui kerugian yang paling
berpengasruh. Setelah dilakukan perhitungan OEE dan six big losses, maka dibuat
grafik pareto untuk six big losses bertujuan mengetahui faktor kerugian yang
paling tinggi dan diagram penyebab akibat untuk OEE bertujuan untuk
mengetahui penyebab dari besar/kecilnya nilai OEE. Setelah itu, dilakukan usulan
perbaikan yang harus dilakukan oleh perusahan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka berikut ini adalah kerangkan pemikiran
yang gunakan pada penelitian ini:
36
Manajemen OperasiHeizer, Render, dan Munson (2017)
MaintenanceHeizer, Render, dan Munson (2017)
Total Productive Maintenance (TPM)Ansori dan Mustajib (2013)
Six Big LossesAnsori dan Mustajib
(2013)
Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Ansori dan Mustajib (2013)
Fishbone diagramsHeizer, Render, dan
Munson (2017)
Usulan Perbaikan
Tingkat efektivitas mesin (OEE) meningkat
Pareto ChartsHeizer, Render, dan
Munson (2017)
Gambar 2.6 Diagram alur kerangka pemikiran