Post on 07-Mar-2019
PEMBERIAN RUMPUT LAUT SEBAGAI SELTER
PADA PENDEDERAN UDANG VANAME Litopenaeus
vannamei DI LAUT DENGAN SISTEM IMTA
LUKMANUL HAKIM
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemberian Rumput
Laut sebagai Selter pada Pendederan Udang Vaname Litopenaeus vannamei di
Laut dengan Sistem IMTA” adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2018
Lukmanul Hakim
NIM C14130070
ABSTRAK
LUKMANUL HAKIM. Pemberian Rumput Laut sebagai Selter pada Pendederan
Udang Vaname Litopenaeus vannamei di Laut dengan Sistem IMTA. Dibimbing
oleh IRZAL EFFENDI dan IIS DIATIN.
Udang vaname Litopenaeus vannamei adalah salah satu komoditas
unggulan nasional yang tengah diupayakan dibudidayakan di laut. Berbeda
dengan tambak, laut lebih dinamis dan miskin pakan alami, sehingga diperlukan
selter sebagai tempat berlindung dan substrat penumbuhan pakan alami (perifiton)
untuk udang yang dipelihara. Rumput laut Glacilaria sp. bisa dijadikan selter
sebagai implementasi sistem integrated multi trophic aquaculture (IMTA).
Penelitian ini bertujuan menentukan biomasa selter rumput laut yang optimal
berdasarkan kinerja produksi yang terbaik pada pemeliharaan pendederan udang
vaname dengan sistem IMTA dalam karamba jaring apung (KJA) di laut.
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan biomasa
selter rumput laut 1, 2 dan 3 kg per KJA (1,5 m3), setiap pelakuan diulang tiga
kali. Selter diletakkan dalam KJA dengan cara digantung 20 cm di bawah
permukaan air. Udang vaname (0,0182±0,0002 g ekor-1
) dipelihara dalam KJA
1×1×2 m dengan padat penebaran 500 ekor m-2
dan diberi pakan buatan dengan
frekuensi tiga kali sehari. Udang dipelihara selama 60 hari dan setiap 20 hari
dilakukan pengamatan pertumbuhan. Selter rumput laut sebanyak 3 kg per wadah
menghasilkan kinerja produksi udang vaname yang optimal (p<0,05). Pada
perlakuan tersebut diperoleh tingkat kelangsungan hidup 79,30±0,99 %,
pertumbuhan bobot harian sebesar 0,0418±0,008 g hari-1
, pertumbuhan bobot
spesifik 8,58±0,04 %, dan rasio konversi pakan 1,64±0,08.
Kata kunci: perifiton, rumput laut, selter, udang vaname
ABSTRACT
LUKMANUL HAKIM. Stocking of Seaweed as Shelter in White Shrimp
Litopenaeus vannamei Nursery at Sea with IMTA System. Supervised by IRZAL
EFFENDI dan IIS DIATIN.
White shrimp Litopenaeus vannamei is one of the national major
commodity, which is being pursued cultured in the sea. In contrast to the ponds,
the sea is more dynamic and poor in natural food, so it is necessary shelter for
protecting shrimp and growing natural food (periphyton). Seaweed Glacilaria sp.
can be made shelter as implementation integrated multi trophic aquaculture
(IMTA) system. The purpose of this research was to determine the optimum
biomass of seaweed shelter which give best production performance of white
shrimp nursery at sea floating net cages (FNC) at sea with IMTA system. The
study used a complete randomized design with three treatments of seaweed
biomass of 1, 2 and 3 kg per FNC (1,5 m3), and each treatment was repeated three
times. The shelter was hanged in FNC 20 cm under water surface. White shrimp
(0.0182±0.0002 g shrimp-1
) were stocked in the FNC 1×1×2 m with density of 500
shrimp m-2
and given artificial feed with feeding frequency of three times a day.
Shrimp were reared for 60 days and every 20 days were sampled for growth
observation. Seaweed shelter with 3 kg biomass per cage produces the optimum
vaname shrimp production performance (p<0,05) with survival rate of 79,30±0,99
%, growth rate of 0,0418±0,008 g day-1
, specific growth rate of 8,58±0,04 %, and
feed conversion rate of 1,64±0,08.
Keywords: periphyton, seaweed, shelter, white shrimp
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
PEMBERIAN RUMPUT LAUT SEBAGAI SELTER
PADA PENDEDERAN UDANG VANAME Litopenaeus
vannamei DI LAUT DENGAN SISTEM IMTA
LUKMANUL HAKIM
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih yaitu
berjudul “Pemberian Rumput Laut sebagai Selter pada Pendederan Udang
Vaname Litopenaeus vannamei di Laut dengan Sistem IMTA”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi, di antaranya:
1. Dr. Ir. Irzal Effendi, M.Si selaku Pembimbing I dan Dr. Ir. Iis Diatin, MM
selaku Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan serta dukungan
yang banyak dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.
2. Prof. Dr. Ir. M. Zairin Junior, M.Sc selaku Penguji Tamu dan Dr. Ir. Eddy
Supriyono, M.Sc selaku perwakilan Gugus Kendali Mutu, yang telah
memberikan bimbingan serta dukungan yang banyak dalam pelaksanaan dan
penyusunan tugas akhir ini.
3. Pegawai Balai Sea Farming PKSPL IPB yaitu Mas Widi, Bang Omen, Bang
Riki, Bang Bowi, Rovi, Bang Anwar yang telah membantu penelitian di
lapangan sejak persiapan hingga selesai penelitian.
4. Bapak Marjanta dan Ibu Yuli Rohmalia yang telah membantu mengelola
administrasi seminar dan ujian sidang skripsi.
5. Kedua orang tua, Bapak H. Helmi Surya Botutihe, SE, MM. dan Ibu Hj. Lely
Lihayati, kakak Syahidah Asma Amani S.Gz dan Aisyah Muti’ah S.Pi, adik
Balqis Qonita, Fida Hasanah, dan Hannan Adzkia, serta seluruh keluarga besar
atas doa serta dukungannya.
6. Teman-teman BDP 50 yaitu Luthfi yang telah membantu dalam pengerjaan
data penelitian serta Nina, Putra dan Salma yang telah membantu dalam
pengerjaan penelitian di lapangan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pihak
dalam mengembangkan budidaya udang vaname di laut.
Bogor, Juli 2018
Lukmanul Hakim
.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Rancangan Penelitian 2
Teknik Pendederan 2
Parameter Uji 3
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Hasil 8
Pembahasan 10
KESIMPULAN DAN SARAN 12
Kesimpulan 12
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 16
RIWAYAT HIDUP 20
DAFTAR TABEL
1 Parameter fisika kimia air dalam karamba jaring apung di laut yang
diukur selama pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei 3 2 Kinerja pendederan udang vaname Litopenaeus vannamei dan biomasa
akhir rumput laut dalam karamba jaring apung di laut pada berbagai
perlakuan. 8 3 Perifiton dalam media pendederan udang vaname Litopenaeus vannamei
karamba jaring apung di laut dengan perlakuan biomasa selter rumput
laut 1, 2 dan 3 kg. 9 4 Nilai Index of Preponderans (IP) dan mikroorganisme/pakan alami yang
terdapat dalam lambung udang vaname Litopenaeus vannamei. 9 5 Fisika kimia air media pemeliharaan pendederan udang vaname
Litopenaeus vannamei dalam karamba jaring apung di laut dengan
perlakuan biomasa selter rumput laut 1, 2 dan 3 kg. 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar wadah pemeliharaan penelitian udang vaname Litopenaeus
vannamei dalam karamba jaring apung di laut pada perlakuan biomasa
selter rumput laut 1, 2 dan 3 kg. 16 2 Analisis statistik hasil penelitian udang vaname Litopenaeus vannamei
pada perlakuan biomasa selter rumput laut 1, 2 dan 3 kg. 17 3 Contoh organisme perifiton yang ditemukan pada substrat rumput laut,
dinding jaring dan isi lambung udang vaname Litopenaeus vannamei. 18
4 Hasil jenis dan jumlah perifiton yang ditemukan dari selter rumput laut
dan dinding jaring udang vaname Litopenaeus vannamei dalam KJA air
laut. 19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi sumber daya perairan laut di Indonesia cukup besar untuk usaha
budidaya laut yang diperkirakan mencapai 8,4 juta hektar, namun belum
dimanfaatkan secara optimal, termasuk untuk budidaya udang vaname
Litopenaeus vannamei (KKP 2016). Udang vaname merupakan salah satu
komoditas unggulan nasional. Produksi udang vaname Indonesia pada 2015
sebesar 421.089 ton dan pada 2016 sebesar 488.019 ton serta berpotensi
meningkat pada tahun-tahun berikutnya (DJPB 2017). Udang vaname mempunyai
keunggulan diantaranya, waktu pemeliharaan lebih pendek yakni 90−100 hari,
padat tebar lebih tinggi hingga lebih dari 150 ekor m-2
, dapat dipelihara dalam
salinitas perairan dengan kisaran yang lebar (0,5−45 g L-1
) dan relatif lebih
resisten terhadap kualitas lingkungan yang rendah (Hudi dan Shahab 2005).
Pemanfaatan laut untuk budidaya udang vaname menggunakan karamba
jaring apung (KJA) masih terbatas, namun sudah mulai berkembang di Indonesia.
Budidaya udang vaname di laut memiliki keuntungan dibanding dengan di
tambak, yaitu tidak membutuhkan energi untuk pergantian air dan aerasi, perairan
laut yang luas, limbah padatan dan tersuspensi tidak terakumulasi di sekitar
karamba serta pergantian air yang terjadi terus-menerus (Zarain-Herzberg et al.
2010). Kelemahan dalam budidaya udang vaname di laut, yaitu kelangsungan
hidup serta produktivitas yang masih rendah (30−60%) dibandingkan dengan di
tambak dan rasio konversi pakan yang tinggi (2,88−2,92) (Zarain-Herzberg et al.
2006). Hal tersebut diduga disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kecerahan/intensitas cahaya, arus dan gelombang yang relatif terlalu tinggi, serta
rendahnya produktivitas plankton di perairan (oligotropik) (Effendi et al. 2016b).
Usaha yang dapat dilakukan dalam mengurangi faktor tersebut yaitu penggunaan
selter dalam wadah budidaya.
Rumput laut Glacilaria sp. bisa dijadikan selter dalam aplikasi sistem
integrated multi trophic aquaculture (IMTA). IMTA merupakan sistem budidaya
laut dengan pendekatan ekosistem yang memanfaatkan ekosistem laut untuk
mengatasi permasalahan lingkungan terhadap penggunaan pakan pada kegiatan
budidaya dan saling menguntungkan antar spesies (Yudiastuti et al. 2018). Sistem
IMTA telah banyak dikembangkan dengan dua spesies atau lebih (Putro et al.
2015). Rumput laut mempunyai peran ekologis, yaitu mampu menyerap nitrogen
dalam bentuk NH3 dan NO3 melalui thallus serta mampu berfotosintesis yang
dapat menghasilkan oksigen (Akhrari 2013). Berdasarkan penelitian dari Radiarta
dan Erlania (2016), sistem IMTA pada komoditas ikan kerapu macan, ikan bawal
bintang dan rumput laut menunjukkan produktivitas budidaya yang baik. Fungsi
rumput laut sebagai selter yaitu dapat dijadikan tempat berlindung udang dan
sebagai substrat penumbuhan pakan alami. Rumput laut tergolong ke dalam
substrat alami (aufwuchs) untuk perifiton, yaitu seluruh kelompok organisme
umumnya mikroskopis yang hidup menempel pada benda atau pada permukaan
tumbuhan air yang terendam, tidak menembus substrat, diam atau bergerak di
permukaan substrat tersebut (Azim dan Verdegem 2001). Penelitian ini dilakukan
karena belum ada informasi tentang penggunaan biomasa selter rumput laut yang
2
optimal untuk digunakan pada wadah pemeliharaan pendederan udang vaname di
karamba jaring apung laut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan biomasa selter rumput laut yang
optimal berdasarkan kinerja produksi yang terbaik pada pemeliharaan pendederan
udang vaname di karamba jaring apung laut.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada 23 Februari hingga 25 April 2017 di Balai
Sea Farming Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut Institut Pertanian Bogor
di perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta untuk pemeliharaan
udang. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan
Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan (BDP), Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB). Pengamatan perifiton dan isi
lambung dilakukan di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen
Akuakultur, Departemen BDP, FPIK, IPB.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3
perlakuan yaitu biomasa rumput laut Glacilaria sp. sebanyak 1, 2 dan 3 kg per
wadah serta setiap perlakuan diulang 3 kali.
Teknik Pendederan
Wadah yang digunakan berupa kantong jaring (hapa) berbahan dasar
polyethylene (PE) berukuran 1×1×2 m sebanyak 9 unit. Ukuran mata jaring yang
digunakan sebesar 1 mm (hapa). Jaring ditempatkan pada sistem karamba jaring
apung (KJA) yang berbahan dasar high density polyethylene (HDPE). Selter
berupa rumput laut yang diambil dari tambak swasta di Karawang. Proses adaptasi
rumput laut yaitu ditenggelamkan di dasar jaring selama satu minggu. Selter
rumput laut ditempatkan di dalam wadah budidaya, 1 minggu sebelum penebaran
benur. Selter rumput laut dibuat dari tali tambang utama (5 mm) yang
digantungkan secara vertikal sepanjang 1 m. Terdapat tiga tingkat rumpun rumput
laut pada tali tersebut dengan jarak dari tingkat rumpun pertama ke permukaan air
20 cm dan jarak antar tingkatan rumpun 40 cm. Setiap rumpun rumput laut diikat
pada tali penghubung (1,3 mm), selanjutnya tali penghubung diikat ke tali utama.
Terdapat lima tali utama pada setiap wadah yang diletakkan pada setiap sisi dan
di bagian tengah wadah pemeliharaan. Rumput laut dibagi rata pada setiap
rumpun sesuai dengan perlakuan biomasa selter rumput laut per wadah
(Lampiran 1).
3
Udang vaname yang digunakan berupa benur (post larva) PL 10 yang
diambil dari hatchery swasta Labuan, Anyer. Benur yang dipelihara berbobot rata-
rata 0,0182±0,0002 g dan panjang rata-rata 0,821±0,02 cm dengan padat tebar
yang digunakan yaitu 500 ekor m-2
. Udang ditebar setelah melewati proses
aklimatisasi dengan menaruh wadah penebaran di atas permukaan air selama 15
menit, kemudian udang dilepaskan secara perlahan hingga keluar dengan
sendirinya. Udang dipelihara selama 60 hari dan diberikan pakan berupa pelet
komersial berbentuk serbuk dan remah (protein 40%, lemak 5%, serat kasar 2%,
abu 13% dan kadar air 11%). Pakan diberikan sebanyak 3 kali dalam sehari pada
pukul 06.00, 14.00, dan 22.00 WIB. Metode pemberian pakan yang digunakan
yaitu restricted dengan feeding rate (FR) yang digunakan yaitu 10−45% per hari
dari bobot udang dengan umur pemeliharaan. Pengamatan tingkah laku udang
dilakukan dengan cara melihat secara langsung pada wadah pemeliharaan setiap
sebelum waktu pemberian pakan.
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan pembersihan dinding jaring dari
biofouling (organisme penempel seperti lumut dan teritip). Sampah yang terdapat
di luar jaring dibersihkan menggunakan serok. Penukuran parameter fisika kimia
air seperti kecepatan arus, suhu, pH, oksigen terlarut dan salinitas dilakukan
secara langsung setiap tujuh hari sekali pada pukul 06.00 dan 16.00 WIB.
Pengukuran parameter amonia dilakukan setiap 14 hari sekali di Laboratorium
Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel air menggunakan
botol sampel. Alat pengukuruan kualitas air yang digunakan dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1 Parameter fisika kimia air dalam karamba jaring apung di laut yang
diukur selama pemeliharaan.
Parameter Satuan Alat ukur
Suhu oC Termometer
pH - pH meter
Oksigen terlarut mg L-1
DO meter
Salinitas g L-1
Refraktometer
Kecepatan arus m s-1
Current meter
Amonia mg L-1
Spektrofotometer
Parameter Uji
Parameter uji yang dilakukan dalam penelitian ini berupa panjang dan bobot
udang, jenis perifiton, isi lambung, tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan
bobot spesifik, laju pertumbuhan mutlak, rasio konversi pakan, koefisien
keragaman bobot kemudian dilakukan analisis data.
Panjang dan Bobot
Pengambilan sampel bobot dan panjang tubuh udang dilakukan setiap 20
hari sekali. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 17.00 WIB. Udang yang
diambil sebanyak 10 ekor pada setiap wadah perlakuan diambil menggunakan
serok kemudian dimasukkan ke dalam ember yang telah berisi air laut. Setelah itu,
udang dikeringkan menggunakan tisu lalu udang ditimbang dengan menggunakan
4
timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g dan diukur menggunakan penggaris
dengan ketelitian 1 mm. Data yang diperoleh dari setiap pengambilan sampel
digunakan untuk penghitungan parameter pertumbuhan.
Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup (TKH) yaitu persentase jumlah udang yang
hidup setelah dipelihara (dalam waktu tertentu) dibandingkan dengan jumlah pada
awal pemeliharaan.
TKH = (Nt/No) × 100
Keterangan : TKH = Tingkat Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah udang pada waktu ke-t (ekor)
No = Jumlah udang pada saat ditebar (ekor)
Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik
Laju pertumbuhan bobot spesifik (LPBS) dihitung menggunakan rumus
dengan mengikuti Zonneveld et al. (1991):
LPS = × 100
Keterangan : LPBS = Laju pertumbuhan bobot spesifik (%)
Wt = Bobot rerata udang waktu ke-t (g ekor-1
)
Wo = Bobot rerata udang waktu ke-0 (g ekor-1
)
t = Lama pemeliharaan (hari)
Laju Pertumbuhan Bobot Harian
Laju pertumbuhan bobot harian merupakan perubahan bobot rata-rata
individu dari awal sampai akhir pemeliharaan. Pertumbuhan bobot harian dihitung
menggunakan rumus dengan mengikuti Zonneveld et al. (1991):
LPBH =
Keterangan : LPBH = Laju pertumbuhan bobot harian (g hari-1
)
Wt = Bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan (g)
Wo = Bobot rata-rata pada awal pemeliharaan (g)
t = Waktu pemeliharaan (hari)
Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan (RKP) menunjukkan seberapa banyak jumlah pakan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram udang. Rasio konversi pakan
dihitung menggunakan rumus dengan mengikuti Zonneveld et al. (1991):
5
Keterangan : RKP = Rasio konversi pakan
Bt = Biomassa udang waktu ke-t pemeliharaan (g)
Bm = Biomassa udang mati (g)
Bo = Biomassa udang pada awal pemeliharaan (g)
F = Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan (g)
Koefisien Keragaman Bobot
Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi bobot udang, yang
dinyatakan dalam koefisien keragaman, dihitung menggunakan rumus dengan
mengikuti Steel dan Torrie (1993):
KK = (s/y) × 100
Keterangan : KK = Koefisien keragaman (%)
s = Simpangan baku
y = Rata-rata contoh
Perifiton
Sampel perifiton diambil setiap 20 hari sekali dari dinding jaring dan
rumput laut menggunakan cetakan transek berukuran 5 cm × 5 cm yang
ditempelkan lalu dikerik dengan kuas. Sampel yang diambil dari rumput laut dan
dinding jaring dimasukkan ke dalam botol film kemudian diencerkan
menggunakan akuades sebanyak 25 ml. Sampel kemudian diberikan lugol 4 %
sebanyak 2-3 tetes, lalu diberi label. Setelah itu sampel diamati menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 40× di Laboratorium Teknik Produksi dan
Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan diidentifikasi dengan mengamati ciri-
ciri morfologi yang berpedoman pada buku identifikasi (Davis 1955). Berikut
adalah rumus untuk menghitung kepadatan, indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman dan indeks dominansi perifiton. Kepadatan perifiton dapat dihitung
dengan menggunakan rumus modifikasi Lackey Drop Microtransecting Mehods
(APHA 1989):
N = 1/A × B/C × n
Keterangan : N = Jumlah perifiton (ind cm-2
)
A = Luasan substrat dikerik (5 cm × 5 cm)
B = Volume kosentrat pada botol contoh (30 ml)
C = Volume pada gelas objek (0,05 ml)
n = Jumlah perifiton yang tercacah (ind)
Keanekaragaman adalah ketidakaturan yang terdapat dari genera individu
yang diambil dari suatu populasi. Keanekaragaman jenis perifiton yang ditentukan
dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener (Krebs 1989):
6
Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon
N = Total individu seluruh genera
ni = Jumlah total individu genera ke-1
pi = Proporsi jenis ke-1
Menurut Mason (1981) nilai indeks keanekaragaman populasi dapat
menggambarkan kondisi perairan. Indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
H’ < 2,3 : Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap
genus rendah dan kestabilan komunitas rendah. Komunitas
mengalami gangguan faktor lingkungan.
2,3 < H’< 6,9 : Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap
genus sedang dan kestabilan komunitas sedang. Komunitas
mudah berubah.
H’ > 6,9 : Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap
genus tinggi dan kestabilan komunitas tinggi. Faktor
lingkungan yang baik untuk semua jenis dalam habitat.
Untuk melihat seberapa besar nilai keseragaman penyebaran genera dalam
komunitas perifiton, digunakan indeks keseragaman, yaitu rasio keanekaragaman
dan nilai maksimumnya.
E = H’ maks = Ln S
Keterangan : E = Indeks keseragaman Evenness dengan kisaran 0-1
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
H’ maks = Indeks keanekaragaman maksimum
S = jumlah genera
Nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0−1 (Odum dan Odum 1955).
Semakin kecil nilai E, semakin kecil keseragaman populasinya yang berarti
penyebaran individu tiap jenis tidak merata atau ada kecenderungan satu genus
mendominasi. Sebaliknya, apabila nilai E mendekati satu maka penyebaran
individu tiap jenis cenderung merata atau memiliki tingkat keseragaman yang
tinggi.
Indeks dominansi digunakan untuk menggambarkan sejauh mana suatu
genera mendominasi populasi tersebut. Genera yang paling dominan ini dapat
menentukan atau mengendalikan kehadiran jenis lain.
7
Keterangan : D = Indeks dominansi Simpson
Ni = Jumlah individu genera ke-1
N = Total individu seluruh genera
Kisaran nilai indeks dominansi antara 0−1. Nilai yang mendekati nol
menunjukkan bahwa tidak ada genus dominan dalam komunitas. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi struktur dalam keadaan stabil. Sebaliknya, nilai yang
mendekati satu menunjukkan adanya genus yang dominan. Hal ini menunjukkan
bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan
ekologis.
Isi Lambung
Analisis isi lambung dilakukan dengan metode Index of Preponderance atau
indeks bagian terbesar yang dikemukakan oleh Effendie (1997). Sampel udang
yang diambil memiliki bobot 1−2 g dan panjang 6−8 cm. Sampel kemudian
dibedah lalu saluran pencernaan dikeluarkan dari tubuh udang. Bagian
hepatopankreas udang kemudian diambil lalu dimasukkan ke dalam botol film dan
diberikan formalin 10 % hingga terendam. Sampel dibawa ke Laboratorium
Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan,
Institut Pertanian Bogor untuk diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 40×
dan diidentifikasi.
Berikut merupakan rumus untuk menghitung Index of Preponderance atau
Indeks Bagian Terbesar isi lambung udang vaname (Effendie 1997).
IP =
Keterangan : IP = Index of Preponderance atau Indeks Bagian Terbesar (%)
Vi = Persentase jumlah satu jenis makanan (%)
Oi = Persentase frekuensi kejadian satu jenis makanan (%)
𝜮Vi×Oi = Jumlah Vi × Oi dari semua jenis makanan (%)
Persentase jumlah dinyatakan dengan cara menghitung jumlah makanan
sejenis per jumlah makanan seluruhnya dengan rumus:
Vi =
Presentase frekuensi kejadian dinyatakan dengan cara menghitung jumlah
lambung yang berisi makanan sejenis per jumlah lambung yang berisi seluruhnya
dengan rumus:
Analisis Data
Data kinerja produksi yang diperoleh ditabulasi menggunakan Ms. Excel
2010. Parameter produksi dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA)
× 100
× 100
8
(Lampiran 2) dengan selang kepercayaan 95% dengan bantuan perangkat lunak
SPSS 22.0. Apabila data berpengaruh nyata maka dilakukan uji Duncan. Data
kualitas air dianalisis secara deskriptif mengguanakan tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil parameter produksi menunjukkan parameter tingkat kelangsungan
hidup, rata-rata bobot akhir, laju pertumbuhan bobot harian, laju pertumbuhan
bobot spesifik dan koefisien keragaman bobot udang vaname dengan pemberian
biomasa rumput laut 3 kg per wadah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya (p<0,05), sedangkan parameter rasio konversi pakan dengan pemberian
biomasa rumput laut 3 kg per wadah lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan
lainnya (p<0,05) dan biomasa akhir rumput laut tertinggi didapat pada perlakuan
bimasa rumput laut 3 kg per wadah sebesar 6,43 kg (Tabel 2).
Tabel 2 Kinerja pendederan udang vaname Litopenaeus vannamei dan biomasa
akhir rumput laut Glacilaria sp. dalam karamba jaring apung di laut pada
berbagai perlakuan.
Parameter Biomasa Selter Rumput laut (kg)
1 2 3
Tingkat kelangsungan hidup (%) 44,20±2,83a 63,00±1,98
b 79,30±0,99
c
Rata-rata bobot akhir (g) 2,39±0,09a 2,44±0,02
ab 2,53±0,05
b
Laju pertumbuhan bobot harian
(g hari-1
) 0,0395±0,0015
a 0,0404±0,003
ab 0,0418±0,008
b
Laju pertumbuhan bobot spesifik
(%) 8,46±0,06
a 8,50±0,02
a 8,58±0,04
b
Rasio konversi pakan 3,18±0,33a 2,67±0,10
b 1,64±0,08
b
Koefisien keragaman bobot (%) 13,98±3,23a 16,70±1,70
ab 20,36±0,51
b
Biomasa akhir rumput laut (kg) 2,29±0,16 4,32±0,17 6,43±0,08 aAngka-angka pada baris yang sama dengan huruf sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji selang Duncan)
Hasil umlah kepadatan perifiton yang diambil dari rumput laut tertinggi
terdapat pada perlakuan biomasa rumput laut 3 kg per wadah sebesar 6.960 ind
cm-2
dan nilai kepadatan perifiton yang diambil dari dinding jaring tertinggi
terdapat pada perlakuan biomasa rumput laut 2 kg per wadah sebesar 1.702 ind
cm-2
. Indeks keanekaragam pada setiap perlakuan memiliki nilai yang rendah
yaitu kurang dari 2,3 (Mason 1981). Nilai indeks keseragaman dan indeks
dominasi pada setiap perlakuan masih dalam kisaran 0−1 (Odum dan Odum
1955). (Tabel 3).
9
Tabel 3 Perifiton dalam media pendederan udang vaname Litopenaeus vannamei
karamba jaring apung di laut dengan perlakuan biomasa selter rumput
laut 1, 2 dan 3 kg.
Parameter
Biomasa Selter Rumput Laut (kg)
1 2 3
RL DJ RL DJ RL DJ
Kepadatan (ind
cm-2
)
2.640
1.653
5.756
1.702
6.960
1.697
Indeks
Keanekaragaman
0,72
0,42
0,77
0,45
0,69
0,46
Indeks
Keseragaman
0,93
0,60
0,91
0,64
0,81
0,66
Indeks
Dominansi
0,21
0,41
0,17
0,40
0,23
0,38 Keterangan: RL= Rumput Laut, DJ= Dinding Jaring
Hasil nilai Index of Preponderans (IP) atau bagian terbesar isi lambung
udang yang terbesar dari setiap perlakuan didapatkan pada perifiton Nitzschia sp.
dan jumlah perifiton yang terbanyak dari isi lambung udang didapatkan pada
perlakuan biomasa selter rumput laut 3 kg per wadah dengan jumlah 58 individu
(Tabel 4).
Tabel 4 Nilai Index of Preponderans (IP) dan mikroorganisme/pakan alami yang
terdapat dalam lambung udang vaname Litopenaeus vannamei.
Mikroorganisme
Biomasa Selter Rumput Laut (kg)
1 2 3
∑
individu
IP (%)
∑
individu
IP(%)
∑
individu
IP(%)
Nitzschia sp. 10 26,32 12 26,09 15 25,86
Navicula sp. 8 21,05 6 13,04 11 18,97
Licmophora sp. 2 3,64 5 10,87 5 8,62
Fragilaria sp. 7 18,42 7 15,22 3 5,17
Amphiprora sp. 3 7,89 4 8,70 7 12,07
Tabelaria sp. 4 10,53 4 8,70 8 13,79
Oscilatoria sp. 3 7,89 5 10,87 5 8,62
Amphipoda 1 0,91 3 6,52 4 6,90
Total 38 100 46 100 58 100
Hasil dari pengukuran fisika kimia air yang didapatkan pada paramater
kecepatan arus, suhu, pH dan salinitas tidak jauh berbeda antar perlakuan,
sedangkan parameter oksigen terlarut terdapat hasil yang lebih tinggi dan
parameter amonia terdapat hasil yang lebih rendah pada perlakuan biomasa selter
rumput laut 3 kg dengan nilai kisaran oksigen terlarut senilai 4,8−6,0 mg L-1
dan
nilai kisaran amonia senilai 0,014− 0,033 mg L-1
(Tabel 5).
10
Tabel 5 Fisika kimia air media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus
vannamei dalam karamba jaring apung di laut dengan perlakuan biomasa
selter rumput laut 1, 2 dan 3 kg.
Parameter Biomasa Selter Rumput Laut (kg) Nilai Optimal
1 2 3
Kecepatan arus
(m detik-1
) 0,2−0,4 0,22−0,4 0,2−0,4
0,1−0,35 (Effendi et
al. 2016a)
Suhu (ºC) 26,1−28,7 26,2−28,4 26,4−28,5 24−32 (Ferreira et al.
2011)
pH 7,2−8,3 7,2−8,1 7,2−8,2 5,5−9,5 (Beltrame et
al. 2006)
Salinitas (g L-1
) 32−34 32−34 32−34 5−40 (Beltrame et al.
2006)
Oksigen terlarut
(mg L-1
) 4,2−6,0 4,6−6,0 4,8−6,0
2−6 (Beltrame et al.
2006)
Amonia (mg L-1
) 0,018−
0,035
0,017−
0,037
0,014−
0,033
<0,20 (Ferreira et al.
2011)
Pembahasan
Penggunaan selter akan berpengaruh terhadap tingkah laku udang. Tingkah
laku udang yang diamati pada siang hari selama pemeliharaan cenderung berada
pada selter rumput laut dan bagian dasar jaring, sedangkan pada malam hari
cenderung berada pada kolom air. Hal tersebut sesuai dengan Effendi et al.
(2016b), udang vaname pada siang hari berada di bagian dasar jaring dan selter
serta akan bergerak ke kolom perairan pada malam hari karena sifat udang yang
nokturnal (Effendi et al. 2016b). Tingkah laku udang yang cenderung berada pada
selter akan memungkinkan udang akan mengonsumsi pakan alami/perifiton yang
berada di selter rumput laut. Rumput laut tergolong ke dalam substrat alami
(aufwuchs) untuk perifiton, yaitu seluruh kelompok organisme umumnya
mikroskopis yang hidup menempel pada benda atau pada permukaan tumbuhan
air yang terendam, tidak menembus substrat, diam atau bergerak di permukaan
substrat tersebut (Azim dan Verdegem 2001). Kelompok organisme akuatik ini, di
dalam sistem akuakultur, dapat menjadi makanan suplemen bagi udang yang
dibudidaya, meningkatkan efisiensi penggunaan nutrien, mempurifikasi air dan
meningkatkan sistem imun (Kumar et al. 2015). Jenis perifiton yang didapatkan
dari sampel yang diambil pada selter rumput laut dan dinding jaring yaitu berupa
fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (Nitzschia sp., Navicula sp., Licmophora
sp., Amphiprora sp., Fragilaria sp., Tabellaria sp.) dan Cyanophyceae
(Oscillatoria sp.) serta zooplankton dari ordo Amphipoda (Lampiran 3).
Hasil pengamatan sampel perifiton didapatkan kepadatan pada perlakuan
biomasa selter rumput laut 1, 2 dan 3 kg masing-masing yaitu 2.640 ind cm-2
,
5.756 ind cm-2
, 6.960 ind cm-2
dan pada dinding jaring setiap perlakuan masing-
masing yaitu 1.653 ind cm-2
, 1.702 ind cm-2
, 1.697 ind cm-2
(Lampiran 4). Jumlah
kepadatan yang didapatkan pada setiap perlakuan tidak terlalu berbeda pada
dinding jaring, namun pada kepadatan perifiton yang diambil dari rumput laut
perlakuan biomasa rumput laut 3 kg didapatkan kepadatan yang lebih banyak
dengan nilai 6.960 ind cm-2
. Hal tersebut diduga karena perlakuan biomasa
11
rumput laut 3 kg memiliki substrat penempel perifiton yang lebih banyak. Nilai
indeks keanekaragaman yang didapat pada setiap perlakuan yaitu < 2,3 artinya
keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap genus rendah, dan
kestabilan komunitas rendah (Mason 1981). Hal tersebut diduga akibat adanya
intensitas ekologi yang tinggi seperti arus dan gelombang yang besar. Nilai indeks
keseragaman yang didapat pada setiap perlakuan yaitu mendekati satu, artinya
penyebaran individu tiap jenis cenderung merata atau memiliki tingkat
keseragaman yang tinggi. Nilai indeks dominansi yang didapat pada setiap
perlakuan yaitu mendekati nol, artinya tidak ada genus dominan dalam komunitas,
sehingga menunjukkan bahwa kondisi struktur dalam keadaan stabil (Odum dan
Odum 1955). Nilai indeks bagian terbesar isi lambung udang pada perlakuan
biomasa selter rumput laut 1, 2 dan 3 kg didapatkan pada Nitzschia sp. dengan
nilai masing 26,32%, 26,09% dan 25,86%. Hal tersebut diduga karena kepadatan
perifiton Navicula sp. yang didapatkan pada substrat rumput laut dan dinding
jaring disetiap perlakuan lebih banyak dibanding dengan perifiton lainnya yang
teramati.
IMTA merupakan sistem budidaya laut dengan pendekatan ekosistem yang
memanfaatkan ekosistem laut untuk mengatasi permasalahan lingkungan terhadap
penggunaan pakan pada kegiatan budidaya dan saling menguntungkan antar
spesies (Yudiastuti et al. 2018), dalam hal ini rumput laut mempunyai peran
ekologis, yaitu mampu menyerap nitrogen dalam bentuk NH3 dan NO3 melalui
thallus serta mampu berfotosintesis yang dapat menghasilkan oksigen (Akhrari
2013). Selain itu, selter rumput laut berfungsi sebagai substrat penumbuhan
perifiton, sehingga udang vaname dapat memanfaatkan perifiton sebagai pakan
tambahan (Lombardi et al. 2006). Keberadaan perifiton sangat mempengaruhi
pertumbuhan udang vaname, karena pada bagian dinding dan dasar jaring dapat
menjadi substrat penempel perifiton yang menjadi sumber nutrisi bagi udang
(Zarain-Herzberg et al. 2010).
Nilai laju pertumbuhan bobot harian (LPBH) dan laju pertumbuhan bobot
spesifik (LPBS) pada perlakuan biomasa selter rumput laut 3 kg lebih besar dan
menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) terhadap perlakuan biomasa selter 1 kg
dan 2 kg (Tabel 2). Hal tersebut diduga karena pada perlakuan biomasa selter
rumput laut 3 kg memiliki substrat penempel perifiton lebih banyak sehingga
udang memanfaatkan perifiton yang menempel pada susbtrat rumput laut dan
dinding jaring sebagai pakan tambahan lebih banyak dibandingkan dengan dua
perlakuan lainnya. Hasil tersebut didukung dengan sampel udang yang dilakukan
analisis isi lambung didapatkan jumlah individu perifiton yang lebih banyak pada
perlakuan biomasa selter rumput laut 3 kg (Tabel 3). Udang vaname pada stadia
PL mengonsumsi diatom, alga filamen, lamun, zooplankton, moluska kecil,
udang kecil, polikaeta, invertebrata lain, dan agregat detritus (Azim et al. 2005).
Nilai rasio konversi pakan (RKP) pada perlakuan biomasa selter 3 kg lebih
baik dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya dan menunjukkan perbedaan
yang nyata (p<0,05) terhadap perlakuan biomasa rumput laut 1 kg (Tabel 2). Hal
tersebut diduga karena selter rumput laut yang lebih banyak sehingga perifiton
yang terdapat padah selter rumput laut dan dinding jaring dapat menurunkan
jumlah pakan buatan yang diberikan pada udang. Nilai RKP yang tinggi
diakibatkan karena kondisi air laut yang relatif lebih dinamis menyebabkan pakan
yang tidak termakan menjadi relatif tinggi. Pakan yang diberikan kepada udang
12
rentan terbawa arus keluar jaring (Stickney 2000). Selain itu, keberadaan pakan
alami di laut relatif lebih rendah (oligotropis) (Effendi et al. 2106b).
Nilai tingkat kelangsungan hidup yang didapatkan pada perlakuan biomasa
selter 1 kg, 2 kg dan 3 kg berturut-turut sebesar 44,2%, 63% dan 79,3%.
Perlakuan biomasa selter 3 kg mendapatkan nilai tingkat kelangsungan hidup
yang lebih tinggi dan menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) terhadap dua
perlakuan lainnya. Hal tersebut diduga karena pada perlakuan biomasa selter 3 kg
memiliki lebih banyak selter rumput laut yang berfungsi sebagai tempat
berlindung dari predator, tempat istirahat, dan tempat menempel pakan alami
untuk pakan tambahan bagi udang. Tingkat kelangsungan hidup yang rendah yang
didapatkan pada perlakuan biomasa selter rumput laut 1 kg dan 2 kg disebabkan
oleh tingginya tingkat kanibalisme antar udang dan adanya predator (kepiting) di
wadah pemeliharaan, hal tersebut diduga akibat kurangnya substrat rumput laut
sehingga tempat berlindung udang lebih sedikit. Menurut Sofiandi (2002),
tingginya tingkat kanibalisme dapat ditekan dengan memberikan selter yang
cukup pada wadah pemeliharaan.
Nilai koefisien keragaman bobot yang didapatkan pada perlakuan biomasa
selter rumput laut 1 kg, 2 kg dan 3 kg berturut-turut sebesar 13,98%, 16,70% dan
20,36%. Nilai tersebut menurut Matjik dan Sumertajaya (2010), masih dapat
dikatakan seragam atau homogen karena nilai dibawah 25%. Udang yang
memiliki koefisien keragaman bobot yang tinggi terjadi akibat persaingan udang
dalam mendapatkan pakan. Udang yang kurang mendapatkan pakan menyebabkan
ukuran udang yang lebih kecil, metabolisme terganggu, dan asupan energi kurang
(Delianda 2016). Semakin tinggi nilai koefisien keragaman maka tingkat
keseragaman bobot semakin kecil yang dipengaruhi oleh jumlah, kualitas pakan,
dan lama pemanfaatan pakan (Juhdi 2017).
Parameter kualitas air yang diamati selama pemeliharaan udang vaname di
laut dengan menggunakan KJA meliputi kecepatan arus, suhu, pH, DO, salinitas
dan amonia. Hasil dari parameter suhu, pH, DO, salinitas dan amonia yang diukur
masih dalam nilai yang optimal untuk budidaya udang di laut sehingga tidak
terganggu dalam pertumbuhan udang, namun pada parameter kecepatan arus pada
lokasi pemeliharaan udang vaname berkisar antara 0,2–0,4 m s-1
. Kecepatan arus
yang optimal secara umum untuk budidaya udang vaname dengan menggunakan
KJA di laut berkisar antara 0,1–0,35 m s-1
(Effendi et al. 2016a). Kecepatan arus
yang tinggi akan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup dan daya tahan
tubuh udang terhadap lingkungan, sehingga menyebabkan udang kelelahan dan
lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan. Peningkatan kecepatan arus dari
0,054 m s-1
menjadi 0,114 m s-1
akan membatasi kemampuan renang udang
(Zhang et al. 2011).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian biomasa selter rumput laut yang optimal dalam penelitian ini
didapatkan pada perlakuan biomasa selter rumput laut 3 kg berdasarkan dari
13
kinerja produksi yang diperoleh yaitu tingkat kelangsungan hidup 79,30±0,99 %,
rata-rata bobot akhir 2,53±0,05 g, laju pertumbuhan bobot mutlak 0,0418±0,008 g
hari-1
, laju pertumbuhan bobot spesifik 8,58±0,04 %, dan rasio konversi pakan 1,64±0,08.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan perlakuan biomasa selter
rumput laut yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Akhrari H. 2013. Kemampuan serap rumput laut Glacilaria sp. terhadap nitrogen
hasil buangan limbah budidaya udang windu Penaeus monodon dalam
sistem polikultur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[APHA] American Public Health Association. 1989. Standard methods for the
examination of water and waste water. American Public Health Association
(APHA). American Water Works Association (AWWA) AND Water
Pollution Control Federation (WPCF). 17th ed. Washington. 1193 p.
Azim ME, Asaeda T, Verdegem MCJ, Van Dam AA, Beveridge MCM. 2005.
Periphyton structure, diversity and colonization. Di dalam: Azim ME,
Verdegem MCJ, van Dam AA, Beveridge MCM, editor. Periphyton:
Ecology, Exploitation and Management. (UK): CABI publishing. p 207–
222.
Azim ME, Verdegem MCJ. 2001. Periphyton-based aquaculure: a novel fish
culture technology. Research for Sustainable Development. 14: 1–4.
Beltrame E, Bonetti C, Bonetti FJ. 2006. Pre-selection of areas for shrimp culture
in a subtropical Brazilian lagoon based on multicriteria hydrological
evaluation. Journal of Coastal Research. 39: 1838–1842.
Davis CC. 1955. The Marine and Freshwater plankton. Michigan (US): Michigan
State University Press. 526 p.
Delianda BA. 2016. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname
(Litopenaeus vannamei) yang dipelihara pada padat tebar 450, 600, dan 750
ekor/m2 dalam karamba jaring apung di Kepulauan Seribu, Jakarta [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2017. Laporan Kinerja (LKJ)
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Tahun 2016. Jakarta (ID): DJPB.
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusatama. 163 hlm.
Effendi I, Suprayudi MA, Nurjaya IW, Surawidjaja EH, Supriyono E, Zairin Jr.
M, Sukenda. 2016a. Kondisi oseanografi dan kualitas air di beberapa
perairan kepulauan seibu dan kesesuaiannya untuk budidaya udang
vannamei Litopenaeus vannamei. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis. 8(1): 403–417.
14
Effendi I, Suprayudi MA, Surawidjaja EH, Supriyono E, Zairin Jr. M, Sukenda.
2016b. Production perfomance of white shrimp (Litopenaeus vannamei)
under sea floating net cages with biofloc and periphyton juvenile. Bioflux.
9(4): 823–832.
Ferreira NC, Bonetti C, Seiffert WQ. 2011. Hydrological and water quality
indices as management tools in marine shrimp culture. Aquaculture. 318:
425–433.
Hudi L, Shahab A. 2005. Optimasi produktivitas budidaya udang vaname
(Litopenaeus vannamei) dengan menggunakan metode respon surface dan
non linear programming. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Manajemen
Teknologi II; 2005 Jul 30; Surabaya, Indonesia. Surabaya (ID): Program
Studi MMT-ITS. Hlm 281–289.
Juhdi MS. 2017. Kinerja produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) dalam
karamba jaring apung di laut melalui penambahan feeding tray [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Rencana strategis Direktorat
Jenderal perikanan budidaya tahun 2015-2019 [internet]. [diunduh 2017
Agustus 1]. Jakarta. Tersedia pada: http://www.pusluh.kkp.go.id.
Krebs CL. 1989. Ecological Methodology. London (UK): Harper and Row
Publisher. 694 p.
Kumar S, Anand PSS, Ravichandran P, Panigrahi A, Dayal JS, Raja RA, Deo AD,
Ghoshal TK, Ponniah AG. 2015. Effect of periphyton on microbial
dynamics, immune responses and growth performance in black tiger shrimp
Penaeus monodon Fabricius, 1798. Indian J. Fish. 62(3): 67–74.
Lombardi JV, De Almeida Marques HL, Pereira RTL, Barreto OJS, De Paula EJ.
2006. Cage polyculture of the Pasific white shrimp Litopenaeus vannamei
and the Philippines seaweed Kappaphycus alvarezii. Aquaculture. 258: 412–
415.
Matjik AA, Sumertajaya IM. 2010. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mason CF. 1981. Biology Freshwater Polution 2nd ed. New York (US): Longman
Scientific and Technical. 387 p.
Odum HT, Odum EP. 1955. Tropic structure and productivity of a windward coral
reef community on Eniwetok Atoll. Ecological. 25(3): 291–320.
Putro SP, Widowati W, Suhartana S, Muhammad F. 2015. The application of
integrated multi trophic aquaculture (IMTA) using stratified double net
rounded cage (SDFNC) for aquaculture sustainability. International Journal
of Science and Engineering. 9(2). 85–89.
Radiarta IN, Erlania. 2016. Performa komoditas budidaya laut pada sistem
integrated multi trophic aquaculture (IMTA) di Teluk Gerupuk, Lombok
Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Riset Akuakultur. 11(1): 85–97.
Sofiandi A. 2002. Pengaruh perbedaan shelter terhadap pertumbuhan dan
kelangsungan hidup udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Steel GD, Torrie JH. 1993. Prinsip-Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID):
PT. Gramedia Pustaka Utama. 772 hlm.
Stickney RR. 2000. Encyclopedia of aquaculture. United State of Amerika (US):
Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons, Inc. 1061 p.
15
Yudiastuti K, Dharma IGBS, Puspitha NLPR. 2018. Laju pertumbuhan rumput
laut Glacilaria sp. melalui budidaya IMTA (Integrated Multi Trophic
Aquaculture) di Pantai Geger, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali. Journal
of Marine and Aquatic Sciences. 4(2): 191–203.
Zarain-Herzberg M, Campa-Córdova AI, Cavalli RO. 2006. Biological viability
of producing white shrimp Litopenaeus vannamei in seawater floating cages.
Aquaculture. 259: 283–289.
Zarain-Herzberg M, Fraga I, Hernandez-Llamas A. 2010. Anvances in
intensifying the cultivation of the shrimp Litopenaeus vannamei in floating
cages. Aquaculture. 300: 87–92.
Zhang PD, Zhang XM, Li J. 2011. Physiological responses to swimming fatigue
of juvenile whiteleg shrimp Litopenaeus vannamei exposed to different
current velocities, temperatures and salinities. African Journal of
Biotechnology. 10(5): 851–853.
Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Udang.
Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. 336 hlm.
16
LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar wadah pemeliharaan penelitian udang vaname
Litopenaeus vannamei dalam karamba jaring apung di laut pada
perlakuan biomasa selter rumput laut 1 kg, 2 kg dan 3 kg.
a. Tampak samping wadah pemeliharaan
b. Tampak atas wadah pemeliharaan
Keterangan :
A1–A3 = Biomassa selter rumput laut 1 kg
B1–B3 = Biomassa selter rumput laut 2 kg
C1–C3 = Biomassa selter rumput laut 3 kg
= Arah arus dominan
17
Lampiran 2 Analisis statistik hasil penelitian udang vaname Litopenaeus
vannamei pada perlakuan biomasa selter rumput laut 1 kg, 2 kg dan
3 kg.
ANOVA
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat
tengah F P
TKH
Perlakuan 1234,093 2 617,047 143,499 0,001*
Galat 12,900 3 4,300
Total 1246,993 5
BAR
Perlakuan 0,030 2 0,015 3,919 0,082
Galat 0,023 6 0,004
Total 0,058 8
LPBM
Perlakuan 0,000 2 0,000 4,052 0,077
Galat 0,000 6 0,000
Total 0,000 8
LPBS
Perlakuan 0,025 2 0,012 7,535 0,023*
Galat 0,010 6 0,002
Total 0,035 8
RKP
Perlakuan 2,449 2 1,224 28,986 0,011*
Galat 0,127 3 0,042
Total 2,576 5
Perlakuan 61,564 2 30,782 5,806 0,040*
KKB Galat 31,809 6 5,302
Total 93,373 8 *)
P<0,05 artinya perlakuan berpengaruh terhadap parameter uji
Uji Duncan (α= 0,05)
Perlakuan N 1 2 3
TKH
1 kg 3 44,200
2 kg 3 63,000
3 kg 3 79,300
P 1,00 1,00 1,00
LPBS
1 kg 3 8,458520
2 kg 3 8,496575
3 kg 3 8,583826
P 0,294 1,00
RKP
1 kg 3 3,182000
2 kg 3 2,665100
3 kg 3 1,644350
P 0,087 1,00
KKB
1 kg 3 1,39791
2 kg 3 1,67048 1,67048
3 kg 3 2,03629
P 0,197 0,100
18
Lampiran 3 Contoh organisme perifiton yang ditemukan pada susbtrat rumput
laut, dinding jaring dan isi lambung udang vaname Litopenaeus
vannamei.
*Dokumentasi Pribadi
Navicula sp.
Tabellaria sp.
Nitzschia sp.
Licmophora sp. Oscillatoria sp. Fragillaria sp.
Amphiprora sp. Amphipoda
19
Lampiran 4 Hasil jenis dan jumlah perifiton yang ditemukan dari selter rumput
laut dan dinding jaring udang vaname Litopenaeus vannamei dalam
KJA air laut.
Biomasa
Selter
Rumput
Laut
Selter Rumput
Laut
Jumlah
Dinding Jaring
Jumlah
1 kg
Navicula sp. 724 Navicula sp. 687
Nitzschia sp. 758 Nitzschia sp. 740
Fragilaria sp. 329 Fragilaria sp. 40
Amphiprora 191 Oscillatoria sp. 37
Tabellaria sp. 166 Licmophora sp. 51
Oscillatoria sp. 164 Amphipoda 74
Licmophora sp. 178
Amphipoda 130
2 kg
Navicula sp. 744 Navicula sp. 727
Nitzschia sp. 820 Nitzschia sp. 765
Fragilaria sp. 323 Fragilaria sp. 43
Amphiprora 212 Oscillatoria sp. 55
Tabellaria sp. 240 Licmophora sp. 68
Oscillatoria sp. 208 Amphipoda 44
Licmophora sp. 307
Amphipoda 158
3 kg
Navicula sp. 653 Navicula sp. 734
Nitzschia sp. 696 Nitzschia sp. 714
Fragilaria sp. 219 Fragilaria sp. 43
Amphiprora 162 Oscillatoria sp. 56
Tabellaria sp. 137 Licmophora sp. 83
Oscillatoria sp. 139 Amphipoda 67
Licmophora sp. 168
Amphipoda 146
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 4 Desember 1995. Penulis
merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan H. Helmi Surya
Botutihe, SE, MM dan Hj. Lely Lihayati. Penulis menyelesaikan pendidikan tahun
2013 dari SMA Bina Bangsa Sejahtera Bogor dan pada tahun yang sama penulis
diterima melalui jalur SBMPTN di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis aktif mengikuti kepengurusan di Himakua (Himpunan Mahasiswa
Akuakultur) dengan jabatan sebagai wakil ketua pada tahun 2015 dan menjabat
sebagai ketua pada tahun 2016. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum dasar-
dasar akuakultur pada tahun 2015-2016 dan asisten praktikum marinkultur pada
tahun 2017. Bulan Juni-Juli 2016 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di
Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam dengan judul Pembesaran Ikan
Kerapu Macan (Ephinepelus fuscoguttatus) di Balai Perikanan Budidaya Laut
Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Tugas akhir dalam penyelesaian pendidikan
tinggi di Institut Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan
dengan judul “Pemberian Rumput Laut sebagai Selter pada Pendederan Udang
Vaname Litopenaeus vannamei di Laut dengan Sistem IMTA”