Wacana Rumput Laut Indonesia

7
MELIRIK MASA DEPAN RUMPUT LAUT INDONESIA Oleh : Cocon, S.Pi Direktorat Produksi Sub-sektor perikanan budidaya nampaknya akan menjadi barometer pergerakan ekonomi nasional jika dikelola secara optimal. Seiring dengan target pencapaian peningkatan produksi perikanan budidaya yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan sampai dengan tahun 2014 sebesar 353 %, merupakan nilai yang dianggap oleh banyak kalangan terlalu ambisius. Namun melihat potensi yang ada Indonesia bukan tidak mungkin akan mampu mencapai target tersebut bahkan menjadi produsen perikanan terbesar di dunia. Salah satu komoditas budidaya laut yang paling memungkinkan untuk digarap secara maksimal adalah rumput laut Eucheuma cottoni, tahun ini Indonesia mampu menggeser posisi Philipina sebagai produsen terbesar rumput laut dunia. Peningkatan Produksi Belum Diimbangi oleh Jaminan Kualitas Produksi Peningkatan produksi rumput laut masih cukup optimis untuk bisa dicapai mengingat tingginya daya dukung teknis dan potensi kawasan pengembangan yang masih terbuka luas untuk dimanfaatkan. Hanya saja , sampai saat ini siklus aquabisnis rumput laut masih menyisakan masalah yang cukup kompleks antara lain jaminan kualitas produksi DES (dried eucheuma seaweed) di tingkat pembudidaya yang secara umum masih belum memenuhi standar eksport, stabilitas harga yang masih fluktuatif dimana 2 (dua) faktor ini yang menjadi momok bagi keberlangsungan Industri rumput laut. Sebagai gambaran, menurut pengakuan beberapa trader/eksportir rumput laut di Surabaya secara umum mereka mengeluhkan kondisi tersebut dan berdampak terhadap cash flow yang ada. Terjadinya loading stock DES di gudang eksportir dengan kualitas rendah memaksa mereka mengeluarkan biaya operasional untuk melakukan sortir ulang. Tidak dipungkiri bahwa 80% raw material rumput laut dalam bentuk DES kita eksport salah satunya ke China, dimana saat ini China menerapkan standar cukup ketat terhadap produk import DES bukan hanya kadar air tapi juga umur panen dan SFDM (salt free dry Wacana Perikanan Budidaya 1

description

Melihat peluang dan permasalahan yang terjadi dalam siklus aquabisnis rumput laut di Indonesia

Transcript of Wacana Rumput Laut Indonesia

Page 1: Wacana Rumput Laut Indonesia

MELIRIK MASA DEPAN RUMPUT LAUT INDONESIA

Oleh :Cocon, S.Pi

Direktorat Produksi

Sub-sektor perikanan budidaya nampaknya

akan menjadi barometer pergerakan ekonomi

nasional jika dikelola secara optimal. Seiring

dengan target pencapaian peningkatan

produksi perikanan budidaya yang

dicanangkan Kementerian Kelautan dan

Perikanan sampai dengan tahun 2014 sebesar

353 %, merupakan nilai yang dianggap oleh banyak kalangan terlalu ambisius.

Namun melihat potensi yang ada Indonesia bukan tidak mungkin akan mampu

mencapai target tersebut bahkan menjadi produsen perikanan terbesar di dunia.

Salah satu komoditas budidaya laut yang paling memungkinkan untuk digarap

secara maksimal adalah rumput laut Eucheuma cottoni, tahun ini Indonesia

mampu menggeser posisi Philipina sebagai produsen terbesar rumput laut dunia.

Peningkatan Produksi Belum Diimbangi oleh Jaminan Kualitas Produksi

Peningkatan produksi rumput laut masih cukup optimis untuk bisa dicapai

mengingat tingginya daya dukung teknis dan potensi kawasan pengembangan

yang masih terbuka luas untuk dimanfaatkan. Hanya saja , sampai saat ini siklus

aquabisnis rumput laut masih menyisakan masalah yang cukup kompleks antara

lain jaminan kualitas produksi DES (dried eucheuma seaweed) di tingkat

pembudidaya yang secara umum masih belum memenuhi standar eksport,

stabilitas harga yang masih fluktuatif dimana 2 (dua) faktor ini yang menjadi

momok bagi keberlangsungan Industri rumput laut. Sebagai gambaran, menurut

pengakuan beberapa trader/eksportir rumput laut di Surabaya secara umum

mereka mengeluhkan kondisi tersebut dan berdampak terhadap cash flow yang

ada. Terjadinya loading stock DES di gudang eksportir dengan kualitas rendah

memaksa mereka mengeluarkan biaya operasional untuk melakukan sortir ulang.

Tidak dipungkiri bahwa 80% raw material rumput laut dalam bentuk DES kita

eksport salah satunya ke China, dimana saat ini China menerapkan standar

cukup ketat terhadap produk import DES bukan hanya kadar air tapi juga umur

panen dan SFDM (salt free dry matter). Posisi industri China yang mulai selektif

inilah yang menjadi masalah tersendiri bagi para eksportir mengingat rendahnya

kualiitas DES dari pembudidaya, tidak jarang terjadi loading stock yang berimbas

pada penghentian pembelian sementara dari para pembudidaya. Sudah barang

tentu kondisi ini berdampak pula pada kegiatan usaha para pembudidaya, inilah

yang mengakibatkan fluktuasi harga dan rendahnya posisi tawar DES di tingkat

pembudidaya. Menurut analisa saya ada beberapa hal yang menyebabkan

permasalahan di atas :

1. Belum terbangun kesadaran di tingkat pembudidaya maupun pengepul

lokal terhadap jaminan mutu produk rumput laut yang dihasilkan.

Wacana Perikanan Budidaya 1

Page 2: Wacana Rumput Laut Indonesia

Pengelolaan pasca panen yang masih kurang memperhatikan jaminan

mutu masih seringkali dilakukan oleh pembudidaya di beberapa lokasi.

Fenomena yang terjadi adalah bagaimana produk bisa terserap pasar

dengan harga tinggi tanpa mempertimbangkan mutu produk.

2. Rantai dan siklus pasar belum terbangun dengan baik. Di sentra-sentra

produksi rumput laut masih seringkali terdapat para spekulan yang

merusak stabilitas harga, pola kemitraan yang sudah terbangun antara

pembudidaya dengan pelaku usaha menjadi tidak berjalan dengan

kehadiran para spekulan. Fenomena yang terjadi para spekulan mengejar

target kuota tanpa mengindahkan kualitas produk, padahal harga yang

diberlakukan sama atau melebihi harga yang berlaku di pasar lokal. Inilah

yang mempengaruhi "mind set" pelaku utama, yang menganggap bahwa

kulaitas adalah tidak terlalu penting, toh harga pembelian yang

diberlakukan sama dengan rumput laut yang kualitasnya baik. Kondisi ini

secara tidak mereka sadari akan mengancam keberlanjutan usaha mereka,

karena peran spekulan pada dasarnya muncul secara inseidental, disisi lain

pembudidaya sudah kehilangan kepercayaan dari pembeli semula.

3. Belum terbangun pola kemitraan yang kuat secara hukum yang diimbangi

dengan kuatnya kelembagaan kelompok secara berkelanjutan. Yang terjadi

secara umum kemitraan masih bersifat alamiah dan tidak mengikat

sehingga ke dua belah pihak sama-sama tidak mempunyai tanggung jawab

dan kontrol yang kuat terhadap jaminan kualitas produk maupun stabilitas

harga di pasar.

4. Degradasi kualitas bibit, pada beberapa daerah seperti diakui oleh

pembudidaya di Lombok Barat bahwa kondisi bibit sudah cukup

memprihatinkan sehingga perlu upaya untuk mengintroduksi jenis bibit

baru yang secara kualitas terjamin.

5. Kurangnya peran advokasi dari pelaku pembina di daerah terhadap

jalannya siklus bisnis rumput laut.

Faktor di atas yang teridentifkasi menjadi penyebab terjadinya fluktuasi harga

dan rendahnya kualitas DES di Indonesia sehingga siklus bisnis rumput laut tidak

berjalan semestinya. Beberapa dari kita masih belum seimbang dalam melihat

akar permasalahan bisnis rumput laut. Ketidakseimbangan tersebut terlihat

dengan adanya persepsi bahwa bagaimana mengupayakan produksi dan harga

tinggi di tingkat hulu (pembudidaya ) tanpa mempertimbangkan kondisi yang

terjadi di hilir (Industri), padahal pihak industri membutuhkan jaminan mutu

produk untuk menjaga stabilitas usahanya. Kondisi ini yang mengakibatkan rantai

bisnis rumput laut terhambat.

Klaster Aquabisnis Rumput Laut Sebagai Kunci Sukses

Target pencapaian produksi rumput laut yang menjadi target Kementrian KP

sebesar 10 juta ton pada tahun 2014 akan mungkin bisa dicapai, melalui

kerjasama dan komitmen semua stakeholder mulai dari pemerintah pusat/daerah

sampai pelaku utama secara berkesinambungan. Sejalan dengan itu kebijakan

Wacana Perikanan Budidaya 2

Page 3: Wacana Rumput Laut Indonesia

strategis yang dijadikan senjata ampuh pemerintah pusat adalah melalui

pencanangan program minapolitan melalui pendekatan klaster. Pendekekatan ini

dinilai ampuh dalam mewujudkan pencapaian target di atas. Dalam

pengembangan sumberdaya perikanan klaster minapolitan merupakan bentuk

pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan perikanan pada suatu lokasi

tertentu, dengan memberdayakan subsistem-subsistem agrobisnis perikanan dari

hulu sampai hilir serta jasa penunjang yang saling mendukung. Konsep inilah

yang akan menjamin efesiensi dan efektifitas kegiatan usaha serta akan mampu

meningkatkan daya saing produk perikanan.

Pengembangan klaster rumput laut pada hakekatnya lebih mengedepankan

kemitraan yang dibangun melalui komunikasi dan implementasi nyata diatara

stakeholder secara sinergis dan saling menguntungkan dengan demikian

pengembangan ekonomi local melalui aquabisnis klaster rumput laut harus

menjadi bagian integral dari upaya pemerintah daerah melalui pemberdayaan

masyarakat pesisir, peningkatan daya saing kolektif, penciptaan peluang-peluang

baru serta pertumbuhan ekonomi berkesinambungan melalui peningkatan produk

sector perikanan dalam hal ini komoditas rumput laut. Pengembangan klaster

aquabisnis rumput laut dtekankan meliputi pengembangan beberapa ploting

kawasan meliputi zona pembibitan untuk menjamin ketersediaan bibit yang

berkualitas, zona budidaya, Zona penanganan pasca panen untuk menjamin

kualitas produk DES yang dihasilkan, serta Zona pengolahan/industri.

Sudah menjadi hal biasa bahwa posisi tawar produksi rumput laut pada sentra

pengembangan yang sulit dijangkau akan mengalami penurunan dibanding

kawasan lain. Kondisi ini biasa terjadi di Wilayah Indinesia bagian Timur seperti

Maluku, Papua dan Maluku Utara. Siklus pasar yang begitu melelahkan

menyebabkan harga di lokasi menjadi turun drastis, karena memaksa pembeli

mengeluarkan biaya tambahan yang cukup tinggi untuk transportasi. Fenomena

ini yang kadang-kadang dikhawatirkan menurunkan animo masyarakat

pembudidaya terutama bagi mereka yang mempunyai pola pikir yang bersifat

instan (un-visible). Padahal kawasan-kawasan tersebut mempunyai potensi

pengembangan yang sangat besar. Sejalan dengan kondisi tersebut, maka

klaster aquabisnis rumput laut merupakan upaya untuk membangun kawasan

budidaya terintegrasi dimana pada kawasan tersebut memugkinkan terjadinya

suplly chain dari hulu ke hilir yang efektif dan efisien sehingga akan terjadi

peningkatan posisi tawar produk di tingkat pembudidaya.

Dalam mewujudkan klater aquabisnis rumput laut, maka beberapa hal yang perlu

ditindaklanjuti, adalah sebagai berikut :

Perlu optimalisasi peran pemerintah daerah

Harus diakui bahwa secara umum konsep klaster aquabisnis rumput laut sebagai

kunci sukses belum menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan masih

dalam tataran wacana. Padahal potensi pengembangan rumput laut sangat besar

dan sangat memungkinkan untuk ditingkatkan. Pemerintah daerah perlu segera

Wacana Perikanan Budidaya 3

Page 4: Wacana Rumput Laut Indonesia

menyusun regulasi yang strategis termasuk didalamnya penyusunan masterplan,

penataan tata ruang wilayah (RTRW) dan penyusunan RPIJM (Rencana

Pembangunan Infrastruktur Jangka Menengah) serta dukungan terhadap

kemudahan investasi. Hal ini penting mengingat sumberdaya rumput laut

merupakan usaha yang menyentuh aspek pemberdayaan masyarakat dan telah

menjadi bagian bagi hajat hidup masyarakat serta pendorong pergerakan

ekonomi local.

Peningkatan produksi rumput laut akan mampu tercapai jika pemanfaatan

potensi lahan dapat ditingkatkan melalui ekstensifikasi untuk menciptakan

kawasan-kawasan pengembangan baru. Pemerintah daerah harusnya melihat

kondisi ini sebagai sebuah peluang yang perlu digarap secara maksimal melalui

penerapkan kebijakan strategis mulai dari pembinaan secara langsung sampai

dengan dukungan penganggaran guna mempermudah akses produksi dan pasar

secara luas. Penataan dari sisi kelembagaan kelompok maupun penunjang serta

infrastruktur seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak baik pemerintah

maupun swasta, hal ini penting karena merupakan factor penentu terhadap

jalannya siklus bisnis rumput laut maupun perikanan budidaya secara umum.

Potensi SDA rumput laut seharusnya menjadi unggulan daerah dan bisa

ditawarkan dengan menggandeng semua pihak. Disamping itu peran Perusahan

Daerah (BUMD) sudah saatnya melirik terhadap peluang-peluang bisnis pada sub

sector perikanan budidaya khususnya rumput laut sehingga daya tawar

(bargaining position) hasil produk akan mampu ditingkatkan. Pemerintah Daerah

perlu segera melakukan implementasi akselerasi pembangunan perikanan

budidaya secara nyata demi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan

pembangunan ekonomi daerah dan nasional.

Perlu pembinaan terhadap peran pengepul/tengkulak

Kaitannya dalam usaha rumput laut Keberadaan tengkulak/pengepul seringkali

dinilai kalangan merugikan pelaku utama dan tak sejalan dengan konsep klaster.

Namun sesungguhnya tengkulak merupakan asset kluster yang keberadaannya

patut untuk didukung. Hal ini karena dalam klaster dikenal zonasi, posisi

tengkulak merupakan representasi Zona 2 setelah pembudidaya di Zona 1,

sehingga posisi tengkulak tidak masalah karena titik ini akan menjadi mata rantai

berjalannya bisnis rumput laut. Hanya saja pemerintah perlu mengadvokasi agar

kemitraannya berjalan baik. Peran tengkulak seperti di beberapa daerah

pengembangan bukan hanya mensupport permodalan tapi juga berperan dalam

menjaga kestabilan harga, kualitas produksi, pergudangan sehingga jalannya

siklus terjaga karena sama-sama diuntungkan. Posisi strategis tengkulak dalam

rantai distribusi pasar perlu diberdayakan melalui peran pembinaan secara

berkelanjutan khususnya dalam rangka menjamin akses pasar dan kualitas hasil

produksi, yang saat ini masih menjadi permasalahan utama pada aquabisnis

rumput laut di Indonesia. Sehingga peran tengkulak tidak hanya mencari quota

produksi sebanyak-banyakknya namun harus bertanggungjawab terhadap

jaminan mutu produk DES (dried eucheuma seaweed) yang dihasilkan.

Wacana Perikanan Budidaya 4

Page 5: Wacana Rumput Laut Indonesia

Perlu penguatan kelembagaan dan membangun pola kemitraan yang kuat

Permasalahan siklus pasar bisnis rumput laut pada sentra-sentra produksi

disebabkan karena lemahnya peran pembinaan pemerintah daerah dalam

membangun kelembagaan kelompok yang kuat dan peran advokasi untuk

membangun pola kemitraan yang kuat, legal dan berkelanjutan. Kuatnya

kelembagaan kelompok serta terbangunnya pola kemitraan yang kuat akan

menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawab serta kultur bisnis yang positif

antara pelaku utama (pembudidaya) dan pelaku usaha (industri) akan perlunya

keseimbangan dalam menata siklus bisnis demi keberlanjutan usaha.

Pembudidaya memerlukan jaminan pasar, penyerapan produksi dan stabilitas

harga, disisi lain pihak trader/eksportir/industri membutuhkan jaminan kualitas

produk dan kontiyuitas.

Peran kontrol pada semua tahapan produksi mutlak harus dilakukan baik oleh

pemerintah daerah melalui peran penyuluhan, pengepul maupun pihak mitra

usaha dengan menurunkan langsung field advisor yang berperan dalam quality

control proses budidaya, pengelolaan pasca panen maupun pergudangan di

lokasi budidaya. Jika kondisi tersebut telah terbangun dengan baik, maka upaya

pemerintah pusat untuk membangun industri pengolah nasional di sentra-sentra

produksi tidak akan mengalami permasalahan yang berarti.

Perlunya Membangun sinergitas

Perlu diakui bahwa terhambatnya siklus bisnis rumput laut karena mata rantai

produksi maupun pasar yang tidak berjalan semestinya bahkan terputus pada

tahapan tertentu (tidak ada keberlanjutan). Salah satu penyebabnya karena

belum terbangun persamaan persepsi, komitmen, tanggungjawab dan kerjasama

sinergis diantara stakeholder yang terlibat dalam usaha pe-rumputlaut-an di

Indonesia mulai dari pemerintah pusat dan daerah, pelaku utama, pelaku usaha,

lembaga/instansi teknis serta lembaga keuangan. Fenomena yang terjadi

seringkali masih muncul “ego-sektoral” sehingga implementasi kebijakan dari

pemerintah pusat tidak didukung secara penuh, inilah yang mengakibatkan siklus

usaha selalu berhenti dalam suatu tahapan tertentu.

Jika kata “Sinergitas” diimplementasikan secara nyata oleh seluruh stake holder,

maka sangat optimis Indonesia akan menjadi sentral produksi rumput laut

terbesar bukan hanya dari sisi kapasitas produksi melainkan didukung oleh

jaminan mutu hasi produk yang berdaya saing tinggi.

Melalui tulisan ini kami berharap, mari bersama-sama mendukung kebijakan

pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dalam mewujudkan visi

untuk menjadikan Indonesia menjadi produsen perikanan terbersar dunia demi

kesejateraan masyarakat dan kebangkitan ekonomi nasional.

Wacana Perikanan Budidaya 5

Page 6: Wacana Rumput Laut Indonesia

Wacana Perikanan Budidaya 6