Post on 20-Jul-2015
BAB I
1.2 Latar Belakang
Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) 1986 emfisema menduduki peringkat ke-5
sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT DepKes RI menunjukkan angka kematian karena emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri. Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok tetapi
menimbulkan pula pencemaraan lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabklan penyakit bronkitis kronik dan emfisema.Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita .Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang
dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65% laki-laki dan 15% wanita. Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Biasanya pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas kecil
dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-
pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan meninggal dunia. Menurut dr. Pradjna Paramita, Sp. P dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara ini, “Emfisema adalah kelainan paru yang terletak di kantong udara. Jadi, udara di dalam paru-paru tidak bisa
keluar dan masuk dengan semestinya,” katanya. Akibat udara dari dalam paru-paru tidak bisa keluar dan masuk maka kantong udara akan membesar akibat dari penumpukan udara di dalamnya.
1.3 Rumusan Masalah
Mahasiswa dapat memahami tentang pengertian,
1.4 Tujuan
Mengetahui adanya gangguan perkembangan paru yang di tandai dengan pelebaran ruang udaradi dalam paru-paru. Untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi
obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
Kata Pengantar
Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1.Review Anfis
2.Definisi 3.Etiologi
4.Patofisiologi 5.Manifestasi Klinis 6.Komplikasi
7.Pemeriksaan 8.Penatalaksanaan
9. WOC
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan 3. Perencanaan 4. Implementasi
5. Evaluasi
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan 2. Saran 3. Daftar Isi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Review Anatomi & Fisiologi
Pernapasaan adalah suatu proses pertukaran gas oksigen (O2) dari udara oleh organisme hidup yang dgunakan untuk serangkaian metabolisme yang akan menghasilkan karbondioksida (CO2)
yang harus dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh tubuh. Setiap makluk hidup melakukan pernafasan untuk memperoleh oksigen O2 yang digunakan untuk pembakaran zat makanan di
dalam sel-sel tubuh. Alat pernafasan setiap makhluk tidaklah sama, pada hewan invertebrata memiliki alat pernafasan dan mekanisme pernafasan yang berbeda dengan hewan vertebrata. Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah : hidung→ faring→
laring→trakhea→ bronkus→ dan bronkiolus. Mekanisme Pernafasan Manusia. Pada saat bernafas terjadi kegiatang inspirasi dan ekspirasi.
Inspirasi adalah pemasukan gas O2 dan udara atmosfer ke dalam paru-paru, sedangkan espirasi adalah pengeluaran gas CO2 dan uap air dari paru-paru ke luar tubuh.setiap menitnya kita melakukan kegiatang inspirasi dan espitrasi kurang lebih 16-18 kali. Pernafasan pada manusia
dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
1. Pernafasan dada Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot tulang rusuk
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan
tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan uada
kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’
Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini
disebut ’espirasi’
2. Pernafasan perut Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding rongga
perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara mengalir masuk ke
paru- paru(inspirasi). Bila otot diafragma bereaksi dan otot dinding perut berkontraksi, isi rongga perut akan terdesak
ke diafragma sehingga diafragma cekung ke arah rongga dada. Sehingga volume rongga dada mengecil dan tekanannya meningkat. Meningkatnya tekanan rongga dada menyebabkan isi rongga paru-paru terdesak ke luar dan terjadilah proses ekspirasi.
Kelainan yang terjadi pada sistem pernapasan yang terjadi pada organ paru-paru seperti emfisema.
2.2 Definisi Emfisema
Emfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara abnormal
saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus.
Emfisema adalah pengurangan daya balik (recoil) elastis dan disentigrasi dinding alveolus dengan pembentukan bulla, kolap jalan nafas ekspirasi dengan terperangkapnya udara dan hiperinflansi (pengarang,th)
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.Emfisema paru merupakan bentuk paling berat dari PPOM
dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar menyebabkan banyak blab atau bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).Emfisema paru juga dapat didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di
luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.
Dari beberapa pengertian di atasdapat disimpulkan
2.3 Etiologi 1. Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus
bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus
akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah.Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya. 2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag
alveolar.
3. Infeksi Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran
napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. 4. Faktor genetic
Defisiensi Alfa-1 antitripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5. Obstruksi jalan napas Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar
pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan
oleh defek tulang rawan bronkus.
2.4 Patofisiologi
Berikut adalah skema Patofisiologi Emfisema menurut Brunner dan Suddarth. 2001. hal 602 : Mengiritasi jalan nafas
( hipersekresi mukus ) pengeluaran lendir berlebihan / peradangan ( inflamasi ) Peningkatan pengeluaran kelenjar mukosa Bronkhiolus menyempit dan menyumbat ( obstruksi )
Alveoli rusak dan membentuk fibrosis Dinding alveoli mengalami kerusakan di tandai dengan perubahan anatomis parenkim paru, di
mana terjadi pembesaran alveolus Peningkatan ruang area paru Kerusakan difusi oksigen
Aliran darah pulmonal meningkat Gagal jantung kanan
2.5 Manifestasi Klinis
a. Penampilan umum • Kurus, warna kulit pucat, dan flattened hemidifragma.
• Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir. b. Usia 65-75 tahun
c. Pemeriksaan fisik dan laboratorium Pada klien emfisema paru akan di temukan tanda dan gejala seperti berikut :
• Nafas pendek persisten dengan peningkatan dispenia • Infeksi sistem respirasi • Wheezing ekspirasitidak ditemukan dengan jelas
• Produksi sputum dan batuk jarang • Hematikrit <60%
d. Pemeriksaan jantung. Tidak terjadi pembesarab jantung. Kor pulmonal timbul pada stadium akhir. e. Riwayat merokok
Biasanya di dapat,tetapi tidak selalu ada riwayat merokok.
2.6 Komplikasi
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat di timbulkan pada klien emfisema yaitu:
a. Hilangnya elastis paru Protease (enzim paru) mengubah alveoli dan saluran nafas kecil dengan cara merusakka serabut
elastin, sebagai akibatnya adalah kantong alveolar kehilangan elastisnya dan jalan nafas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkindapat menjadi
membesar. b. Hiperinflasi paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru kembali kepada posisi istirahat normal selama
ekspirasi. c. Terbentuknya bullae
Dinding alveolar membengkak dan sebagi kompensasinya membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara0 yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X. d. Kolaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap
Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kolapsnya jalannafas(alveoli).
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
a.Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukan kapasitas paru total (TLC) dan volume
residual(RV).terjadi penurunan dalam kapasitas vital(VC) dan volume ekspirasi pakasa (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang di alami klien dalam mendorong udara kluar dari
paru.
b. Pemeriksaan Laboratorium
hemoblobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Dengan berkembangnya penyakit, pemeriksaan gas darah arteri dapat menunjukkan adanya hipoksia ringan dengan
hiperkapnea.
c.Pemeriksaan Radiologis
Rontgen thoraxs menunjukkan adanya hiperinplaksi,pendataran diapragma, pelebaran margin interkosa,dan jantung sering di temukan bagai tergantung(heart till drop).
2.8 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan utama pada klien emfisema adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat
perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran nafasagar tidak terjadi hipoksia. Pendekatan terapi mencangkup:
• Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja nafas • Mencegah dan mengobati infeksi • Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru
• Memelihara kondisi lingkungsn yang memungkinkan untuk memfalisitasi pernafasan yang adekuat
• Dukungan psikologis • Eduksi dan rehibilitasi klien
Jenis obat yang diberikan:
• Bronkodilators • Terapiaerosol • Terapi infeksi
• Kortikosteroid • oksigenasi
2.8 WOC
BAB I Asuhan Keperawatan Pengkajian
Anamnesis Klien biasanya mempunayai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis, bertempat tinggal atau
bekerja di area dengan polusi udara berat, adanya riwayat alergi pada keluarga adanya riwayat asma pada saat anak-anak.Perawat perlu mengkaji riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi yang meliputi alergen, stres emosional, peningkatan aktivitas fisik yang berlebihan ,
terpapar dengan polusi udara, serta infeksi saluran napas . perawat juga perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien, memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan
untuk digunakan kembali. Pengkajian pada tahap lanjut penyakit ,didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia)dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea). Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan
infeksi akibat pengumpilan sekresi. Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengiik yang berkepanjangan saat ekspirasi Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan adalah hal yang
umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensil selama ekspirasi.
Pada pengkajian yang dilakukan tangan sering didapatkan adanya jari tabung(clubbing finger)sebagai dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan.
Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan (onset) yang membahayakan. Klien biasanya mempunyai riwayat merokok, batuk kronis yang lama, mengi, serta nafas pendek
dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Perawat pelu mengkaji obat-obat yang bisa diminum klien, memberikan kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
1. Pemeriksaan Fisik Fokus
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usahaInfeksi dan frekuensi
pernapasan serta penggunaan obat bantu napas. Pada infeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan masa otot, dan pernapasan
dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak efektif dan pengunaan otot-otot bantu napas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktifitas bahkan pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan minum. Pengkajian batuk produktif dengan spuktum
purulen disertai demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan tatil fremitus biasanya menurun.Palpasi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menurunPerkusi
Sering didapatkan adanya bunyi napas bronki dan wheezingAukskultasi sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkeolus. Pada pengkajian lain didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (Hiperkapnea) terjadi pada tahap penyakit. Pada waktunya, bahkangerakan ringan sekali pun seperti membungkuk untuk meningkatkan tali
sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispneaeksersional). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak dikosongkansecara efektif
dan sekresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibatpengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan merupakan hal
yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspiras.
2. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pengukuran fungsi paru biasanyaPangukuran Fungsi Paru (Spirometri) menunjukan
peningkatan kapasitas paru total (TLC) dan fungsi residual (RV). Terjadi penurunan dalm kapasitad vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan
kesulitan yang dialami klien dalm mendorong udara keluar dari paru 2. Pemeriksaan Laboratorium Hemeglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Dengan berkembangnya penyakit, pemeriksaan gas darah arteri dapat menunjukan
adanya hipoksia ringan dengan hiperkapnea. 3. Pengkajian Radiologis Rontgen thoraks menunjukan adanya hiperinflasi, pendataran
diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung sering ditemukan bagai tergantung (heart till drop).
A. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan
sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang di bayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas). 7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan. B. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi. Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas.
Hasil yang diharapkan : 1. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas.
2. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan secret. Intervensi :
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki.
Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan tidak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal: krekels basah (bronkhitis),bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema).
2. Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema).
Rasional : takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan / selama
stress / adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan ferkuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. 3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk dan
sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas.
4. Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll.
Rasional : Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode akut.
5. Bantu latihan nafas abdomen / bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunka jebakan udara. 6. Ajarkan teknik nafas dalam batuk efektif.
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada lansia,sakit akut, atau
kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi / kepala dibawah setelah perkusi dada. 7. Berkolaborasi dalam memberikan obat sesuai indikasi Brokodilator mis, B-agonis, Epinefrin
(adrenalin, vaponefrim) albuterol (Proventil, (Brethine, Brethaire), isoetarin
(Brokosol,Ventolin) terbulatin Bronkometer).
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas mengi, dan produksi mukosa, obat-obat mungkin per oral, injeksi / inhalasi.- Xantin, mis
aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bonkoddyl, Theo-Dur)
Rasional : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan meningkatkan langsung
siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot / kegagalan pernafasan dengan
meningkatkan kontraktilitis diafragma. 8. Berikan humidifikasi tambahan mis nubuter nubuliser, humidiper aerosol ruangan dan
membantu menurunkan / mencegah pembentukan mukosa pada bronkus.tebal
Rasional : Menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan membantu
menurunkan / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bonrkus. 2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen.
Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh. Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam rentang normal + bebas gejala distres pernafasan. 2. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi.
Intervensi : 1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafass bibir,
ketidakmampuan bicara / berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi, dan latihan nafas
untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas. 3. Dorong mengeluarkan sputum : Penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas
pada jalan nafas kecil, penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. 4. Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir / daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
5. Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional : Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung. 6. Kolaborasi : Awasi / gambaran seri GDA dan nadi, oksimetri.
Rasional : PaCO2. Biasanya meningkat (bronkhitis, emfisema) dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih / lebih besar. Catat : PaCO2 normal /
meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama osmatik. 7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien..
Rasional : Dapat memperbaiki / mencegah buruknya hipoksia.
3. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi. Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu. 2. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi. 3. Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi : 1. Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi. 2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan
adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan
resiko terjadi infeksi paru. 3. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan. 4. Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat.
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi. 5. Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur /
sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap
berbagai anti mikrobia. 6. Berikan anti mikrobia sesuai indikasi.
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan
sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi. 4. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah. Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat.
Kriteria hasil yang diharapkan : 1. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat. 2. Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / mempertahankan
berat yangtepat. Intervensi :
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan, evalusi BB dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum
dan obat. Selain itu banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetalik dengan meningkatkan kebutuhan kalori.
2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
3. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
4. Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat.
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki
pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan. Kolaborasi. 5. Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur /
sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap
berbagai anti mikrobia. 6. Berikan anti mikrobia sesuai indikasi.
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
5. Diganosa Keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula. Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Melaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi : 1. Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. 2. Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen. – Ajarkan klien untuk mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.
6. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan. Tujuan : Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOM.
Kriteria hasil yang diharapkan : 1. Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
2. Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab. Intervensi :
1. Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu.
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana
pengobatan. 2. Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir + nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan memberikan individu arti untuk
mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat. 3. Diskusikan obat pernafasan, efek samping + reaksi yang tak diinginkan.
Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama + potensial interaksi obat, penting bagi pasien memahami perbedaan
antara efek samping mengganggu dan efek samping merugikan. 4. Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas.
5. Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi mis: udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara.
Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronkial menimbulkan
peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas. 6. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik dan kultur sputum.
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.
C. Implementasi Sesuai dengan intervensi
D. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan COPD adalah untuk mengembalikan kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin
membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan
kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi
dengan gaya hidup mereka.
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Emfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara abnormal
saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus.
Faktor utama dari penyebab emfisema adalah rokok, karena secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus. Setelah rokok yakni
polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Selain rokok dan polusi udara, adanya infeksi pada alat pernapasan ini juga bisa menjadi pemicu emfisema. Karena infeksi
saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat.
3.2. SARAN Menghindari asap rokok adalah langkah terbaik untuk mencegah penyakit ini. Berhenti merokok sangat penting untuk kesehatan. Patuhi perturan keamanan di tempat kerja seperti memakai
masker.
3.3 DAFTAR PUSTAKA
Broughman,Diane C.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.EGC Brasher,L valentina.2007.Aplikasi klinis patofisiologi.Jakarta.EGC
Djojodibroto,R Darmanto.2009.Respirologi (Respiratory Madicine).Jakarta.EGC Patel,Pradip.2006.Radiologi.Jakarta.Erlangga
Arif Muttaqin,C.2008.Askep dgn Gangguan sistem nafas.jakarta.salemba medika