Post on 10-Dec-2015
description
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
LEMBAR PEGESAHAN
Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dibuat
dalam rangka PRAKTIK PROFESI Ners mahasiswa S1
keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang di Ruang
Tulip 2 RST dr. Soepraoen mulai tanggal 27 Juli sampai 01
Agustus 2015.
Malang, Juli
2015
Nama Mahasiswa (Ners
Muda)
PRIYA
PERMADI
20
1420461011094
Mengetahui
Pembimbing Institusi
Pembimbing Lahan
(……………………..)
(……………………….)
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan
dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005). Sectio caesarea
atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus
abdomen seorang ibu ( laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih (Dewi Y, 2007).
II. Indikasi Sectio caesarea
Menurut Kasdu (2003) Indikasi pemberian tindakan Sectio
Caesarea antara lain:
a. Faktor janin
1. Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant
baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir,
umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan (macrosomia)
karena ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus).
Apabila dibiarkan terlalu lama di jalan lahir dapat
membahayakan keselamatan janinnya.
2. Kelainan letak janin
Ada 2 kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak
sungsang dan letak lintang. Letak sungsang yaitu letak
memanjang dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin
me rupakan kutub bawah. Sedangkan letak lintang terjadi
bila sumbu memanjang ibu membentuk sudut tegak lurus
dengan sumbu memanjang janin. Oleh karena seringkali
bahu terletak diatas PAP (Pintu Atas Panggul), malposisi ini
disebut juga prensentasi bahu.
3. Ancaman gawat janin (fetal disstres)
Keadaan janin yang gawat pada tahap persalinan,
memungkinkan untuk segera dilakukannya operasi. Apabila
ditambah dengan kondisi ibu yang kurang menguntungkan.
Janin pada saat belum lahir mendapat oksigen (O2) dari
ibunya melalui ari-ari dan tali pusat. Apabila terjadi
gangguan pada ari-ari (akibat ibu menderita tekanan darah
tinggi atau kejang rahim), serta pada tali pusat (akibat tali
pusat 13 terjepit antara tubuh bayi), maka suplai oksigen
(O2) yang disalurkan ke bayi akan berkurang pula.
Akibatnya janin akan tercekik karena kehabisan nafas.
Kondisi ini dapat menyebabkan janin mengalami kerusakan
otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim. Apabila
proses persalinan sulit dilakukan melalui vagina maka bedah
casarea merupakan jalan keluar satu-satunya.
4. Janin abnormal
Janin sakit atau abnormal, kerusakan genetik, dan
hidrosepalus (kepala besar karena otak berisi cairan), dapat
menyababkan memutuskan dilakukan tindakan operasi.
5. Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang dapat
menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu atau janin
sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi yaitu
Plasenta previa (plasenta menutupi jalan lahir), Solutio
Plasenta (plasenta lepas), Plasenta accrete (plasenta
menempel kuat pada dinding uterus), Vasa previa (kelainan
perkembangan plasenta).
6. Kelainan tali pusat
Berikut ini ada dua kelainan tali pusat yang biasa
terjadi yaitu prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung),
dan terlilit tali pusat. Prolapsus tali pusat (tali pusat
menumbung) adalah keadaan penyembuhan sebagian atau
seluruh tali pusat berada di depan atau di samping bagian
terbawah janin atau ta li pusat sudah berada di jalan lahir
sebelum bayi. Dalam hal ini, persalinan harus segera
dilakukan sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan
pada bayi, misalnya sesak nafas karena kekurangan oksigen
(O2). Terlilit tali pusat atau terpelintir menyebabkan aliran
oksigen dan nutrisi ke janin tidak lancar. Jadi, posisi janin
tidak dapat masuk ke jalan lahir, sehingga mengganggu
persalinan maka kemungkinan dokter akan mengambil
keputusan untuk melahirkan bayi melalui tindakan Sectio
Caesaerea .
7. Bayi kembar ( multiple pregnancy )
Tidak selamanya bayi kembar dilakukan secara
Caesarea. Kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.
Bayi kembar dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan melalui persalinan
alami. Hal ini diakibatkan, janin kembar dan cairan ketuban
yang berlebihan membuat janin mengala mi kelainan letak.
Oleh karena itu, pada kelahiran kembar dianjurkan
dilahirkan di rumah sakit karena kemungkinan sewaktu-wakt
u dapat dilakukan ti ndakan operasi tanpa direncanakan.
Meskipun dalam keadaan tertentu, bisa saja bayi kembar
lahir secara alami. Faktor ibu me nyebabkan ibu
dilakukannya tindaka operasi, misalnya panggul sempit atau
abnormal, disfungsi kontraksi rahim, riwayat kematian pre-
natal, pernah mengalami trauma persalinan dan tindakan
sterilisasi. Berikut ini, faktor ibu yang menyebabkan janin
harus dilahirkan dengan operasi.
b. Faktor ibu
1. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia
sekitar 35 tahun memiliki resiko melahirkan dengan
operasi. Ap alagi perempuan dengan usia 40 tahun ke atas.
Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang
beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung,
kencing manis (diabetes melitus) dan pre- eklamsia
(kejang) . Eklamsia (keracunan kehamilan) da pat
menyebabkan ibu kejang sehingga seringkali menyebabkan
dokter memutuskan persalinan dengan operasi caesarea.
2. Tulang panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran
lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar
kepala janin dan dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Kondisi tersebut membuat bayi
susah keluar melalui jalan lahir.
3. Persalinan sebelumnya Caesar
Persalinan melalui bedah Caesarea tidak
mempengaruhi persalinan selanjutnya harus berla ngsung
secara operasi atau tidak.
4. Faktor hambatan panggul
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya adanya
tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit. bemafas. Gangguan jalan lahir ini bisa
terjadi karena adanya mioma atau tumor. Keadan ini
menyebabkan persalinan terhambat atau macet, yang biasa
disebut distosia.
5. Kelainan kontraksi rahim
Jika kontraksi lahir lemah dan tidak terkoordinasi
(inkordinate uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim
sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan,
menyebabkan kepala bayi tidak terdorong atau tidak dapat
melewati jalan lahir dengan lancar. Apabila keadaan tidak
memungkinkan, maka dokter biasanya akan melakukan
operasi Caesarea .
6. Ketuban pecah dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat
menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini akan
membuat air ketuban merembes keluar sehingga tinggal
sedikit atau habis.
7. Rasa takut kehilangan
Pada umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara
alami akan mengalami rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas
disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang
semakin kuat. Kondisi tersebut sering menyebabkan seorang
perempuan yang akan melahirkan merasa ketakutan,
khawatir, dan cemas menjalaninya. Sehingga untuk
menghilangkan perasaan tersebut seorang perempuan akan
berfikir melahirkan melalui Caesarea.
III. Jenis – jenis
Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :
a. Sayatan melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah
rahim (SBR). Sayatan melintang dimulai dari ujung atau
pinggir selangkangan (simphysisis ) di atas batas rambut
kemaluan sepanjang sekitar 10- 14 cm. keuntunganya
adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko
menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal
ini karna pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak
banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat
sembuh lebih sempurna (Kasdu, 2003).
b. Sayatan memanjang (bedah caesar klasik)
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian
tengah yang memberikan suatu ruang yang lebih besar
untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini kini jarang
dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi
(Dewi Y, 2007).
IV. Perubahan Post Partum
1. Pengertian
Manurut Chaplin dalam Kartono (2006), postpartum
adalah sesudah kelahiran, satu istilah yang digunakan un tuk
mencirikan kondisi normal atau kondisi patologis, sesudah
kelahiran bayi. Periode postpartum adalah masa enam
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini
kadang disebut puerperium atau trimester ke empat
kehamilan (Bobak et al, 2004). Masa puerperium atau nifas
didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah
kelahiran. Namun secara popular, diketahui istilah tersebut
mencakup 6 minggu berikutnya saat terjadi invulsi kehamilan
normal (Cunningham et al, 2006 ). Dari beberapa pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa masa postpartum adalah
masa 6 minggu tepat setelah kelahiran bayi sampai organ-
organ reproduksi kembali kekeadaan normal sebelum hamil.
2. Perubahan Fisik
Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas,
walaupun dianggap normal, dimana proses-proses pada
kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat
energi tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, dan
perawatan serta dorongan semangat yang diberikan tenaga
kesehatan profesional ikut membentuk respons ibu terhadap
bayinya selama masa ini. Untuk memberi perawatan yang
menguntungkan ibu, bayi, dan keluarganya, seorang perawat
harus memanfaatkan pengetahuannya tentang anatomi dan
fisiologi ibu pada periode pemulihan, kara kteristik fisik dan
perilaku bayi baru lahir, dan respons keluarga terhadap
kelahiran seorang anak (Bobak et al, 2004) Menurut Saleha
(2009) perubahan fisiologis pada masa nifas, yaitu :
a. Uterus
Proses kembalinya uterus kekeadaan sebelum hamil
setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus
berada pada garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah
umbilicus dengan fundus bersandar pada promotorium
sakralis. Pada waktu 12 jam tinggi fundus mencapai
kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Dalam beberapa hari
kemudian perubahan involusio berlangsung dengan cepat.
Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke-
6 fundus berada diantara umbilikus dengan pinggir atas
simpisis pubis. Uterus tidak dapat dipalpasi pada a
bdomen pada hari ke 9 postpartum . Seminggu setelah
melahirkan uterus sudah berada didalam panggul dan
pada minggu ke 6 beratnya menjadi 50-60 gram.
b. Afterpain
Setelah melahirkan tonus uterus meningkat sehingga
fundus tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang
periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan
nyeri yang bertahan sepanjang awal puerperium yang
disebut afterpains. Proses menyusui dan pemberian
oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini
karena keduanya dapat merangsang kontraksi uterus.
c. Lokia
Pengeluaran lokia setelah melahirkan, jumlahnya
berkurang secara perlahan dan disertai perubahan warn
a. Lokia ini mengalami perubahan, pada awalnya disebut
lokia rubra berwarna merah terutama mengandung darah
dan debris desidua serta debris trofoblastik. Aliran
menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3-4
hari yang disebut lokia serosa. Lokia serosa terdiri dari da
rah lama, serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10
hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning
sampai putih disebut lokia alba. Lokia alba biasanya
bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir dan
berangsur berhenti.
d. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi
perkembangan payudara selama hamil (estrogen,
progesteron, human chorionic gonadotoprin, prolaktin,
kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi
lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon-hormon ini untuk
kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh
ibu menyusui atau tidak. Apabila wanita memilih untuk
tidak menyusui dan tidak menggunakan obat
antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat.
Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa
hari pertama setelah melahirkan. Pada hari kedua atau
ketiga ditemukan adanya nyeri seiring dimulainya
produksi air susu. Pada hari ketiga atau keempat bisa
terjadi pembengkakan ( engorgement). Payudara
teregang, bengkak, keras dan nyeri bila ditekan serta
hangat jika diraba. Apabila bayi belum mengisap atau
dihentikan, laktasi berhenti dalam beberapa hari atau satu
minggu
e. Vagina dan perineum
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami
cedera sewaktu melahirkan. Jaringan penopang dasar
panggul yang teregang memerlukan waktu sampai enam
bulan untuk kembali ketonus semula. Relaksasi panggul
berhubungan de ngan pemanjangan dan melemahnya
topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri
atas uterus, kandung kemih dan rektum. Walupun rela
ksasi dapat terjadi pada setiap wanita, tetapi biasanya
merupakan komplikasi langsung yang timbul terlambat
akibat melahirkan.
3. Perubahan Psikologi
Menurut Saleha (2009) yang mengutip pendapat Reva
Rubin (1963) faktor adaptasi psikologi yang terjadi pada ibu
postpartum terdiri dari 3 fase juga dapat menyebabkan
depresi postpartum, yaitu : a) fase taking in disebut juga
periode ketergantungan. Pada fase ini ibu berfokus pada diri
sendiri dan tergantung pada orang lain. Pikiran ibu masih
berfokus pada persalinan dan tenaganya diarahkan untuk
kesehatan dan kesejahteraan dirinya, dibandingkan dengan
merawat bayinya. Perilaku yang ditunjukkan pasif dan
tergantung, ibu memerlukan bantuan untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan emosionalnya. Fase ini terjadi dalam 1
sampai 2 hari dan dapat diobservasi pada satu jam setelah
persalinan; b) fase taking hold merupakan perpindahan dari
periode ketergantungan menjadi mandiri. Pada fase ini
tenaga ibu meningkat. Ibu merasa lebih nyaman dan lebih
berfokus pada bayi daripada dirinya sendiri. Ibu lebih mandiri
untuk memulai perawatan diri dan berfokus pada fungsi
tubuh. Ibu dapat menerima tanggungjawab dalam perawatan
bayi seperti mengontrol tubuhnya sendiri. Menurut Rubin,
fase ini sangat ideal untuk memberikan edukasi tentang
perawatan di ri dan bayinya. Fase ini berlangsung mulai hari
ketiga sampai sampai hari ketujuh; c) fase ketiga adalah
letting go, yang merupakan periode kemandirian da lam
menjalankan peran sebagai ibu baru. Ibu mulai dapat
menjalankan peran barunya se bagai ibu secara penuh sejalan
dengan kemampuan merawat bayi dan semakin percaya diri.
Fase ini mulai sekitar dua minggu postpartum.
V. Perawatan Post Operasi
a. Perawatan Luka Insisi
Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan betadin
dan sebagainya, lalu ditutup dengan kain penutup luka. Secara
periodik pembalut luka diganti dan luka dibersihkan.
b. Tempat perawatan pasca bedah
Setelah tindakan di kamar operasi selesai, pasien
dipindahkan ke dalam kamar rawat khusus yang dilengkapi
dengan alat pendingin kamar udara selama beberapa hari. Bila
pasca bedah kondisi gawat segera pindahkan ke unit darurat
untuk perawatan bersama-sama dengan unit anastesi, karena di
sini peralatan untuk menyelamatkan pasien lebih lengkap.
Setelah pulih barulah di pindahkan ke tempat pasien semula
dirawat.
c. Pemberian cairan
Karena selama 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi,
maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit yang diperlukan, agar tidak terjadi
dehidrasi.
d. Nyeri
Nyeri pasca opererasi merupakan efek samping yang harus
diderita oleh mereka yang pernah menjalani operasi, termasuk
bedah Caesar. Nyeri tersebut dapat disebabkan oleh perlekatan-
perlekatan antar jaringan akibat operasi. Nyeri tersebut hampir
tidak mungkin di hilangkan 100%, ibu akan mengalami nyeri
atau gangguan teruta ma bila aktivitas berlebih atau melakukan
gerakan-gerakan kasar yang tiba-tiba. Sejak pasien sadar dalam
24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan didaerah operasi.
Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat-
obat anti nyeri dan penenang seperti suntikan intramuskuler
pethidin dengan dosis 100-150 mg atau morfin sebanyak 10-15
mg atau secara perinfus.
e. Mobilisasi
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk
membantu jalanya penyembuhan pasien. Mobilisasi berguna
untuk mencegah terjadinya thrombosis dan emboli. Miring ke
kanan dan kiri sudah dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah
pasien sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil
tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari kedua
pasies dapat diduk ukan selama 5 menit dan dan diminta untuk
bernafas dalam-dalam lalu menghembuskanya disertai batuk-
batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan
sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri pasien bahwa ia
mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi
setengah duduk (semi fowler).selanjutnya secara berturut-
turut , hari demi hari pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan dan berjalan sendiri pada hari ke 3
sampai 5 pasca bedah.
VI. Patofisiologi
Post Operasi Sectio Caesarea
Adaptasi Fisiologi :
1. Uterus mengalami involusi
2. Afterpain, Nyeri uterus pada awal
masa nifas
3. Lokia
4. Payudara, terdapat nyeri karena
penurunan hormon setelah
melahirkan
5. Vagina dan Perineum
VII. Komplikasi Post Operasi
Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas
yang normal dan komplikasi setiap prosedur pembedahan
utama. Kompikasi sectio caesarea (Hecker, 2001)
a. Perdarahan
Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan
mencapai hemostasis ditempat insisi rahim atau akibat atonia
uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan.
b. Sepsis Setelah Pembedahan
Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio
caesarea dilakukan selama persalinan atau bila terdapat infeksi
dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam diberikan
untuk mengurangi sepsis.
c. Cedera pada Sekeliling Struktur
Beberapa organ didalam abdomen seperti usus besar,
kandung kemih, pembuluh didalam ligamen yang lebar, dan
ureter, terutama cenderung terjadi cedera. Hematuria yang
singkat dapat terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan
retraktor didaerah dinding kandung kemih.
d. Komplikasi Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan
dengan sectio caesarea banyak tergantung dari keadaan yang
menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut
statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan
intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria
berkisar antara 4 dan 7 %. (Sarwono, 1999).
VIII. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Hamil, janin hidup, presentasi kepala. DJJ positif dan baik.
Oligohydramnion. Plasenta di corpus posterior. Umur kehamilan
38 minggu.
Pre dan Post Operasi
2. Laboratorium
: 13,56 10^3/ul
: 3,73 10^3/ul
: 10,8 g/dl
: 33,3 %
Gol. Darah :
: 5/2 detik
: 10,17 10^3/ul
: 2,2 10^3/ul
: 1,10 10^3/ul
: 0,07 10^3/ul
: 0,02 10^3/u
IX. PENATALAKSANAAN
\
X. DIAGNOSA & INTERVENSI KEPERAWATAN
N
O
MASALAH
KEPERAWAT
AN
NOC NIC
1. Resiko Infeksi -
2. Nyeri -
3 Gangguan
Eliminasi
Urine
Keterangan NOC :
*5 : kondisi tidak membahayakan/baik/ sesuai target