Post on 04-Aug-2015
Latar Belakang
Dalam praktek sehari-hari, anxietas sering dikenal dengan istilah perasaan cemas,
perasaan binggung, was-was, bimbang dan sebagainya, dimana istilah tersebut lebih merujuk
pada kondisi normal. Sedangkan gangguan anxietas merujuk pada kondisi patologik. Anxietas
sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan psikiatrik, dapat sebagai sindroma
pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal. Anxietas normal sebenarnya sesuatu
hal yang sehat karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya
dapat mempertahankan diri dan anxietas juga dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar
yang akan menghadapi ujian, merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat agar kecemasannya
dapat berkurang (Greist dan Jefferson, 2000).
Istilah kecemasan dalam psikiatri muncul untuk merujuk suatu respon mental dan fisik
terhadap situasi yang menakutkan dan mengancam. Secara mendasar lebih merupakan respon
fisiologis ketimbang respon patologis terhadap ancaman, sehingga orang cemas tidak harus
abnormal dalam perilaku mereka, bahkan kecemasan merupakan respon yang sangat diperlukan
karena kecemasan berperan untuk menyiapkan orang untuk menghadapi ancaman (baik fisik
maupun psikologik). Perasaan cemas atau sedih yang berlangsung sesaat adalah normal dan
hampir semua orang pernah mengalaminya (Greist dan Jefferson, 2000).
Cemas pada umunya terjadi sebagai reaksi sementara terhadap stress dalam kehidupan
sehari-hari. Bila cemas menjadi begitu besar atau sering seperti yang disebabkan oleh tekanan
ekonomi yang berkepanjangan, penyakit kronik dan serius atau permasalahan keluarga maka
akan berlangsung lama, kecemasan yang berkepanjangan sering menjadi patologis dan
menghasilkan gejala-gejala hiperaktivitas otonom yang mengenai sistem muskuloskeletal,
kardiovaskuler, gastrointestinal dan bahkan genitourinarius (Greist dan Jefferson, 2000).
Sensasi anxietas/cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan
tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh
gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah dan sebagainya. Kumpulan
gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak
sama. Gangguan kecemasan merupakan salah satu penyakit tersering dalam ilmu kejiwaan. Di
samping banyaknya prevalensi kejadian gangguan kecemasan ini, banyak yang tidak mengetahui
bahwa mereka mempunyai gangguan kecemasan (National Institute of Mental Health, 2009).
Gangguan kecemasan menyerang kurang lebih 40 juta penduduk Amerika dalam rentang
usia 18 tahun ke atas. Kondisi ini menyebabkan munculnya rasa takut dan cemas yang
berlebihan. Tidak seperti kondisi cemas sesaat terhadap sebuah kondisi stress seperti berbicara di
depan publik, gangguan kecemasan ini akan bertahan setidaknya dalam 6 bulan dan akan
memburuk apabila tidak diterapi (National Institute of Mental Health, 2009).
Gangguan kecemasan umumnya bersamaan dengan gangguan fisik dan mental lainnya,
termasuk ketergantungan alkohol yang mana dapat menutupi gejala kecemasan atau membuatnya
lebih buruk. Pada kondisi tertentu, gangguan penyakit lainnya diterapi terlebih dahulu sebelum
gangguan kecemasannya (National Institute of Mental Health, 2009).
Gangguan kecemasan memiliki dampak yang cukup besar dalam kehidupan sehari-hari
dan sangat mengganggu bagi penderitanya. Secara tidak langsung juga memiliki dampak yang
besar secara ekonomi dan juga mempengaruhi pengeluaran masyarakat. Dalam beberapa dekade
terakhir, beberapa studi epidemiologi skala besar juga telah memberikan banyak informasi
tentang terjadinya gangguan mental pada umumnya dan angguan kecemasan pada khususnya
(Current Diagnosis and Treatment in Psychiatry, 2005).
Terdapat beberapa jenis gangguan kecemasan, di antaranya adalah gangguan panik,
gangguan obsesif kompulsif (OCD), gangguan stress pasca trauma (PTSD), fobia sosial atau
gangguan cemas sosial, fobia spesifik dan gangguan cemas menyeluruh (GAD). Setiap gangguan
kecemasan tersebut memiliki gejala yang berbeda-beda, tetapi semua gejala selalu berkaitan
dengan sesuatu yang berlebihan dan ketakutan yang tidak rasional National Institute of Mental
Health, 2009).
Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak
diperkirakan. Serangan panik merupakan ketakutan akan timbulnya serangan serta diyakini akan
terjadi. Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif singkat
(biasanya kurang dari satu tahun) yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan
takipnea. Frekuensi pasien dengan gangguan panik yang mengalami serangan panik adalah
bervariasi dari serangan multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama
setahun. Di Amerika Serikat, sebagian besar peneliti percaya bahwa agorafobia hampir selalu
berkembang sebagai suatu komplikasi pada pasien yang memiliki gangguan panik (Memon,
2009).
Epidemiologi
Penelitian epidemiologi telah melaporkan bahwa prevalensi seumur hidup untuk
gangguan panik adalah 1,5 -5 % dan untuk serangan panik adalah 3-5,6 %. Satu penelitian
terakhir pada lebih dari 1600 orang dewasa yang dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa
angka prevalensi seumur hidup adalah 3,8 % untuk gangguan panik, 5,6 % untuk serangan panik,
dan 2,2 % untuk serangan panik dengan gejala yang terbatas dan tidak memenuhi kriteria
diagnostik lengkap (Memon, 2009).
Gangguan panik mempengaruhi sekitar 6 juta orang dewasa di Amerika Serikat.
Perkiraan prevalensi seumur hidup gangguan panik kira-kira 1,5 – 3.8 %. Lima belas persen dari
semua orang Amerika mungkin mengalami serangan panik di beberapa titik dalam hidup mereka
(Kessler et al, 2005).
Jenis kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena daripada laki-laki, walaupun kurangnya
diagnosis gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi yang tidak sama
tersebut. Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non Hispanik dan kulit hitam adalah
sangat kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan
panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering
berkembang pada dewasa muda, dengan usia rata-rata timbulnya adalah usia 25 tahun, tetapi
baik gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap usia. Onset usia yang
paling umum adalah pada usia remaja akhir atau pada awal masa dewasa, namun tidak semua
penderita yang mengalami panik akan mendapat gangguan panik. Gangguan panik dapat dimulai
setiap saat dengan risiko tertinggi pada usia antara 25 dan 44 tahun. Sebagian besar penderita
hanya memiliki satu serangan dan tidak pernah lagi terjadi. Namun demikian, serangan panik
yang terbentuk dapat diwariskan (Kessler et al, 2005).
Referensi
National Institut of Mental Health. 2009. Anxiety Disorder. U.S. Department Of Health And Human Services. NIH Publication No. 09 3879
Kessler, R.C., Berglund, P., Demler, O., Jin, R., & Walters, E.E. (2005). Lifetime prevalence and age of onset distributions of DSM-IV disorders in the National Comorbidity Survey Replication. Archives of General Psychiatry, 62, 593-602.
Memon. PA. Panic Disorder. 2009. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/287913-overview/ Diakses tanggal 20 Februari 2012.
Greist, J. H dan Jefferson, J. W. 2000. Anxiety Disorder. Dalam : Review of General Psychiatry. 5th Ed. Baltimore : Vishal