Post on 15-Jan-2016
description
LAPORAN KASUS
Pasien Tn.S datang dengan demam ± 2 minggu
Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
di RSU PKU Muhammadiyah Delangu
Disusun Oleh :
Yunita Elfia
H2A009049
Pembimbing :
dr. Prawoto, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
1
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gatak, Sukoharjo
Pekerjaan : tidak bekerja
Agama : Islam
Bangsal : AR. Fahrudin
No RM : 14594714
Tanggal Masuk : 3 November 2014
B. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan tanggal 3 November 2014 secara autoanamnesis di
Bangsal AR Fahrudin.
1. Keluhan Utama : demam ± 2 minggu
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 minggu yang lalu pasien mengeluh demam (+), naik
turun, sampai menggigil tapi tidak tentu waktunya, tidak bisa berjalan
hanya tiduran dirumah dan badan lemes. Pasien juga mengeluh nyeri
pada persendian dan sendi-sendi pasien bengakak dan sakit bila
dipegang. Pasien sudah memeriksakan diri kedokter dan dirawat inap di
puskemas selama 1 minggu tapi tidak ada perbaikan. Pasien juga
mengeluh nyeri tenggorokan, batuk dan nyeri perut disekitar pusar dan
terasa semengkrang, tapi tidak mual (-), muntah (-), BAB dan BAK
normal.
Pada tahun 1996 pasien mulai mengeluh nyeri pada kedua
pergelangan tangan dan jari-jari tangan. Awalnya tangan pasien
menjadi kaku-kaku dan nyeri. Nyeri lebih sering pada pagi hari
berlangsung selama >1 jam dan nyeri lebih berat saat pasien bergerak.
Lama-lama sendi-sendi pasien membengkak dan terasa sakit. Kemudian
2
pasien memeriksakan diri kedokter setelah gejala berkurang pasien
tidak pernah kontrol ulang sampai sekarang. Pasien belum pernah
menjalani fisioterapi. Sekarang sendi-sendi tangan pasien mengalami
kelainan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat dengan gejala yang sama sebelumnya : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat Penyakit jantung : disangkal
- Riwayat stroke : diakui (pada tahun 1996)
- Riwayat Alergi obat : disangkal
- Riwayat operasi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini
- Riwayat Hipertensi : disangkal.
- Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
- Riwayat Penyakit jantung : disangkal
5. Riwayat kebiasaan :
- Riwayat merokok : diakui (baru berhenti sekitar 6
bulan yang lalu)
- Riwayat minum alkohol : disangkal
- Riwayat olahraga : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 24 Juli 2014 :
A. Keadaan Umum : tampak lemas
B. Kesadaran : Compos mentis
C. Vital sign : T : 100/60 mmHg
N : 85 x/menit isi dan tegangan cukup
R : 20 x/menit
t : 39,60C
3
D. Kepala : Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak
mudah rontok
E. Mata : Conjunctiva Palpebra Anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-), pupil
isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)
F. Telinga : discharge (-), napas cuping hidung (-)
G. Hidung : secret (-)
H. Mulut : lidah kotor (-), pernapasan mulut (-)
I. Tenggorokan : Faring : hiperemis (+), granulasi (-), lendir (-); Tonsil :
T1-1, hiperemis (-/-), kripte melebar (-/-), detritus (-/-).
J. Kulit : hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-),
K. Leher : pembesaran kelanjar getah bening (-), deviasi trakea (-),
JVP 2 cm dari angulus sterni.
L. Thorak
Jantung
Inspeksi : ictus codis tampak
Palpasi : kuat angkat, teraba 2 jari, ictus cordis teraba di
ICS 5 linea midclavikula, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium
(-)
Perkusi
Kanan jantung : ICS 4 linea parasternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5, 2 cm medial linea
midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
Kesan : normal
Paru-paru
Dextra Sinistra
I : Simetris, retraksi dinding dada (-)
Pal : Stem fremitus kanan = kiri
Per : Sonor di kedua lapangan paru
I : Simetris, retraksi dinding dada (-)
Pal : Stem fremitus kanan = kiri
Per : Sonor di kedua lapangan paru
4
Aus : suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi (-)
Suara dasar
Vesikuler
: (-)
Aus : suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi (-)
M.Abdomen
Inspeksi : datar, tumor (-), spider nevi (-).
Auskultasi : BU (+) N, bruit (-), murmur (-).
Palpasi : distended, NT (+) regio epigastrium dan hipokondrium
dextra, Hepar : tidak teraba, Lien : tidak teraba.
Perkusi : Timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)
N. Ekstremitas
Superior Inferior
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(+/+)
(+/+)
(+/+)
(+/+)
(-/-)
Akral dingin
Edema
Sianosis
Kontaktur
Deviasion ulnar
Swollen thikened
Swan neck deformity
Boutonniere deformity
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah rutin, 3 November 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
LED 1
LED 2
12,9
29,1
362,0
4,27
37,8
46,0
59,0
12,0 – 16,0
4,0 – 12,0
150,0 – 400,0
4,00 – 5,00
37,0 – 43,0
2,0 – 20,0
2,0 – 20,0
HITUNG JENIS
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
0
1
94
4,2
1
0 – 3
0 – 3
42 – 75
20,5 – 51,1
2 – 9
MCV, MCH, MCHC
6
MCV
MCH
MCHC
88,7
30,1
34,1
78,6 - 102,2
25,2 - 34,7
31,3 – 35,4
KIMIA KLINIK
Fungsi Ginjal
Ureum
Creatinin
31
0,70
10 – 50
0,50 – 1,10
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
36
9
6 – 25
4 – 30
DIABETES
Glukosa Sewaktu 77 < 180
SERO-IMUNOLOGI
Hepatitis
HbsAg Negatif Negatif
RONTGENT
Interpretasi :
Paru : gambaran bronkhitis
Jantung : besar jantung dalam batas normal.
7
8
Interpretasi :
USG Abdomen (8-11-2014) :
9
EKG
10
E. ASSESMENT
Diagnosa Kerja : Reumatoid Artrhitis
Problem :
Febris et causa Septic Artritis
Dissability
Dispepsia
Splenomegali
Terapi :
Diit bubur
Inf. RL 20 tpm
Metotrexat 7,5 mg/mggu
Metil Prednisolon 2x8 mg
PCT 500 mg (K/P)
Fisioterapi
F. PLANNING
Diagnosis :
Pemeriksaan Laboratorium : darah rutin, LED, RF
Rontgen : rontgen thoraks, rontgen Manus dan pedis
Monitoring : monitoring keadaan umum, tanda vital, keluhan dan efek
terapi
Edukasi : menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang
penyakit yang diderita pasien, pemeriksaan lanjutan yang akan
dilakukan, terapi yang diberikan dan kemungkinan komplikasi yang
bisa terjadi.
11
G. FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan Penyakit Planning3-11-2014
5-11-201416.15
7-9/11-201406.30
10-11/11-2014
S : Kel : demam (+), menggigil (+), mual (-), muntah (-), BAB/BAK (+) normal, nyeri perut (+), nyeri sendi (+), sendi bengkak (+).
O : KU : sedang, CMTD : 110/90 t : 396
N : 85 x/mnt R : 22 x/mntAbdomen : NT (+) regio epigestrium dan hipokondrium (s).
S : Kel : demam (+), menggigil (+), nyeri perut nyeri perut (+).
O : KU : sedang, CMTD : 90/60 t : 376
N : 85 x/mnt R : 25 x/mntAbdomen : NT (+), defance muscular.Lab : AL : 29,1 ; GDS : 77 ; LED 1 : 46,0 ; LED : 59,0
S : Kel : demam (+), menggigil (+) tidak tentu waktunya, nyeri tenggorokan (+), nyeri perut (+), nyeri sendi (+) <<, sendi bengkak (+) <<
O : KU : Membaik, CMTD : 100/60 t : 381
N : 80 x/mnt R : 20 x/mntMata : dbnTHT : Faring hiperemis (+/+), tonsil T1-1, lendir (-/-)Abdomen : NT (+) regio epigastrium.
S : Kel : nyeri perut (+) <<, batuk (+), nyeri sendi (+) <<, sendi bengkak (+) <<.
O : KU : Membaik, CMTD : 100/60 t : 363
N : 83 x/mnt R : 18 x/mntTHT : Faring hiperemis (+/+), tonsil T1-1, lendir (-/-)
P : - Diit bubur- Infus Rl 20 tpm- Inj. Ceftriaxon 2gr/24j- Inj. Ketorolac 1A/8j- Inj. Pumpitor 1x20mg- Vit B comp 5cc/hariP.O :- Meloxicam 1 x 15 mg- Extra : PCT 500 mg.
Pemeriksaan lab : darah rutin, LED
P : - Inj Ceftriaxon 2gr/24j Inj. Cefotaxim 2gr/12j
- terapi lain lanjut
P : - Usul ulang DR, USG abdomen
Hasil lab : Hb : 9,3 ; AL : 15,9 ; AT : 477 ; Eritrosit : 3,19 ; Ht : 28,4USG Abd : Splenomegali
Terapi lanjut +PO : Propanolol 2x10 mg
P : - Usul DR, LED, ASTO, Urine rutin
Hasil Lab : Hb : 11,5 ; AL : 38,4 ; AT : 558 ; Eritrosit : 3,63 ; Ht : 32,9 ; Ur : 47 ; Cr :
12
12-11-201406.30
Thoraks : dbnAbdomen : NT (+) regio epigastrium
S : Kel : sakit perut (+) <<, batuk (-),nyeri sendi (+) <<, sendi bengkak (+) <<.
O : KU : Membaik, CMTD : 110/70 t : 363
N : 60 x/mnt R : 20 x/mnt
0,60.ASTO : < 200 IU/ml.
Inj. Cefotaxim 2gr/12j Inf. Lefofloxacin 500mg/24jTerapi lain lanjut
P : BLPL Menunggu hasil Lab Urine rutine
Hasil Lab : Urine rutin : warna : kuning ; kekeruhan : agak keruh ; epitel : 1-2 ; kristal : asam urat +1Terapi :- Meloxicam 1x15 mg- MP 2x8 mg- Ranitidin 2x1 tab- Levofloxacin 1x500 mg- Curcuma 2x1 tab
H. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanam : dubia ad bonam
Quo Ad Fungsionam : dubia ad bonam
13
PEMBAHASAN
Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun dengan karakteristik
adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti
anemia, fatique, dan osteoporosis. Pasien mengalami nyeri kronis serta
peningkatan disabilitas, yang bila tidak diobati, dapat menurunkan angka
harapan hidup.
Penyebab terjadinya RA hingga saat ini masih belum dapat dipastikan.
Penelitian mencoba menghubungkan dengan faktor endokrin, metabolik, faktor
nutrisi, geografi, pekerjaan, faktor psikososial, infeksi bakteri, spirokaeta, virus
dan imunologik.
Artritis reumatoid ditegakkan berdasarkan adanya sinovitis pada paling
sedikit 1 sendi, tidak adanya diagnosis alternatif lain yang dapat menjelaskan
penyebab sinovitis, serta skor total individu dari 4 kriteria (keterlibatan sendi,
pemeriksaan serologis, peningkatan acute-phase reactant, dan durasi gejala) ≥ 6
minggu.
Kriteria Artritis Reumatoid Berdasarkan American College of Rheumatology (ACR) / European League Against Rheumatism (EULAR)
2010
14
Hasil pemeriksaan penunjang pada RA :
1. Amenia normokrom normisitik
2. Laju endap darah meningkat, sesuai dengan aktifitas penyakit, makin aktif
penyakit makin tinggi LED.
3. Faktor reumatoid (RF) penting (bukan penentu diagnosis). Walaupun RF
negatif, diagnosis RA tetap dapat ditegakkan secara klinik dan radiologik. Bila
titer RF yang tinggi cenderung menunjukkan gejala sistemik, artritis erosif dan
destruktif.
4. Anti Nuclear Antibody (ANA) dan antigen lainnya dapat ditemukan pada
sebagian kecil penderita, umumnya dengan titer yang rendah.
5. HLA-DR4 positif pada sebagian pasien. Pemeriksaan ini tidak dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis.
6. Cairan sinovial : Jumlah sel antara 5.000-20.000 mm3, titer komplemen
rendah, RF positif dan bekuan mucin jelek.
7. Pemeriksaan radiologik yang terbaik melihat sendi pengelangan dan jari-jari
tangan. Pada awal penyakit gambaran pembengkakan jaringan lunak dan
osteoporosis juxta artikuler. Pada stadium lanjut gambaran permukaan sendi
yang tidak rata akibat erosi sendi, penyempitan celah sendi, subluksasi dan
akhirnya ankilosis sendi.
“ Pada pasien ini saat anamnesis ditemukan gejala nyeri pada kedua pergelangan
tangan dan jari-jari tangan. Nyeri lebih sering pada pagi hari berlangsung selama
>1 jam dan nyeri lebih berat saat pasien bergerak, sendi-sendi bengkak dan terasa
sakit bila dipegang. Gejala tersebut dirasakan sejak tahun1996. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan : Ekstremitas superior kontraktur manus dx et sin, Deviasion ulnar
(+/+), Swollen thikened (+/+), Swan neck deformity (+/+), Boutonniere deformity
(+/+). Dari hasil pemeriksaan radiologi Ro Manus : RA bilateral. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan LED yaitu LED 1 46,0; LED 2
59,0. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang hasil
tersebut memenuhi kriteria diagnosis dari Artritis Reumatoid menurut
ACR/EULAR 2010. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan Reumatoid Faktor,
15
karena pasien menggunakan BPJS dan plavonnya tidak cukup membiayai
pemeriksaann tersebut“
Penatalaksanaan Reumatoid Arthritis :
1. Terapi Obat
a. Obat antinflamasi non steroid (OAINS)
OAINS ini merupakan obat tahap pertama (first line) dan
dikenal berbagai jenis yang mempunyai efek analgesik dan antiflamasi
yang baik. Obat ini tidak dapat menghentikan/mempengaruhi perjalanan
penyakit artritis reumatoid.
Dikenal 6 golongan OAINS, yaitu :
1) Golongan salisilat.
Sailsilat merupakan obat pilihan pertama karena cukup efektif dan
harganya cukup murah. Efek samping pada gasrointestinal yang cukup
besar, gangguan pendengaran, gangguan susunan syaraf pusat, inhibisi
agregrasi trombosit dan gangguan test faal hati.
2) Golongan indol : a.l indometasin (beredar di Indonesia), sulindak dan
tolmetin (tidak beredar di Indonesia)
3) Golongan turunan asam propionat : a.l. ibuprofen, naproksen,
ketoprofen, diklofenak (beredar di Indonesia), suprofen dan fenoprofen
(tidak beredar di Indonesia)
4) Golongan asam antranilik : a.l. natrium meklofenamat (beredar di
Indonesia).
5) Golongan oksikam : piroksikam, tenoksikam, meloxicam (beredar di
Indonesia)
6) Golongan pirazole : fenil dan oksifenbutazon (beredar di Indonesia).
NB : Hanya dapat digunakan untuk jangka pendek, tidak boleh lebih dari 2
minggu, karena mempunyai efek penekanan pada sumsum tulang.
16
b. Slow-acting/disease-modifying antirheumatic drugs (SAARD/DMARD)
Obat golongan ini dapat menekan perjalanan penyakit artritis
reumatoid, karena itu disebut sebagai obat remitif atau disease-modifying
antirheumatic drugs/DMARD. Karena efek kerjanya lambat maka disebut
sebagai slowacting-antirheumatic drugs/SAARD. Obat golongan ini baru
memberikan efek setelah pemakaian selama minimal 6 bulan dan tidak
mempunyai efek langsung menekan rasa nyeri dan inflamasi. Indikasi
pemberian SAARD terutama ditujukan pada penderita RA yang progresif,
yang ditandai dengan bukti radiologik adanya erosi sendi dan destruksi
sendi.
Obat yang termasuk golongan ini ialah :
1) Metotrexat : 7,5-25 mg/minggu
2) Obat antimalaria : Klorokuin : 6,5 mg/kgBB/hari (150 mg)
3) Garam emas : 3-9 mg/hari PO atau injeksi sub kutan dosis awal 10mg,
dilanjutkan seminggu, kemudian dengan dosis 25 mg/minggu dinaikkan
menjadi 50 mg/minggu selama 20 minggu, kemudian diturunkan tiap 4
minggu sampai dosis kumulatif 2000mg.
4) Salazopirin : 3-4x500 mg
5) Sulfasalasin : 2x500 mg/hari ditingkatkan sampai 3x1000 mg
c. Kortikosterioid
Penelitian membuktikan bahwa kortikosteroid tidak dapat
menghambat progresifitas penyakit artritis reumatoid. Kortikosteroid
hanya bersifat simptomatik dan tidak menyembuhkan (not curative).
Kortikosteroid perlu segera diberikan pada keadaan penyakit yang berat
yang ditandai dengan panas, anemia, berat badan menurun, neuropati,
vaskulitis, perikarditis, pleuritis, skleritis dan sindroma Felty
(splenomegali, limfadenopati, anemia, trombositopenia, dan neutropenia).
Pemberian hanya boleh beberapa kali dalam 1 tahun (kira-kira 4x/tahun),
2. Terapi Fisik
Pada fase akut terapi fisik bertujuan mengurangi rasa nyeri dan
inflamasi, memelihara fungsi otot dan luas gerak sendi. Bila masa akut sudah
17
terlewati, maka perlu evaluasi terhadap keadaan otot, membentuk kembali
kekuatan otot, dan tindakan proteksi sendi mulai diprogramkan, dalam hal ini
diperlukan kerjasama dengan fisioterapist.
3. Aspek Psikososial
Oleh karena RA merupakan penyakit kronik, sering menyebabkan
gangguan psikis dan keputusasaan penderita. Aspek sosial perlu pula
diperhatikan, karena penderita harus menyesuaikan pekerjaan dan kehidupan
sehari-harinya dengan penyakit yang dideritanya, mungkin sekali penderita
perlu mengganti jenis pekerjaannya atau merubah kebiasaan hidupnya.
4. Pembedahan
Pembedahan dapat bersifat preventif atau reparatif. Pembedahan
preventif antara lain dengan melakukan sinovektomi untuk mencegah
bertambah rusaknya sendi yang terserang. Pembedahan reparatif terutama
untuk mengoreksi deformitas yang terjadi antara lain dengan melakukan
artroplasti.
“ Pada pasien ini diberikan terapi :
1. Antibiotik Ceftriaxon Cefotaxime Levofloxacin, karena pada pasien
ini ditemukan demam (+) sampai menggigil, dan ditemukan adanya
peningkatan leukosit yang terus meningkat, dan kemungkinan terjadi sepctic
artritis. Seharusnya pemberian antibiotik dilakukan kultur terlebih dahulu,
tetapi pada kasus ini tidak dilakukan kultur sehingga pemberian
antibiotiknya diganti-ganti.
2. Ketorolak : pada pasien ini ditemukan adanya nyeri abdomen oleh karena
itu diberikan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas
antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi, obat ini diindikasikan untuk nyeri
akut sedang-berat.
3. Pumpitor : pada pasien ini diberikan untuk nyeri akut abdomennya yang
belum tau penyebabnya, bisa saja terjadi akibat ulkus gaster, ulkus
duodenum dsn refluk esofagitis erosif.
18
4. Dexamethason : pada pasien ini terjadi reaksi inflamasi sehingga diberi obat
ini sebagai anti-inflamasi untuk mengurangi reaksi peradangan sendi pasien
akan tetapi tidak memberikan efek analgetik.
5. Meloxicam : pada pasien ini diberi OAINS untuk mengurangi rasa nyeri dan
reaksi inflamasi yang terjadi akibat RA. Pamberian tidak boleh lebih dari 2
minggu, karena mempunyai efek penekanan pada sumsum tulang.
6. Vitamin B-comp : salah satu tujuan pemberian vitamin B-comp pada pasien
ini adalah meningkatkan energi pasien, agar tidak lemah dan lesu.
7. Propanolol : pada pasien ini didapatkan splenomegaly bisa saja terjadi
sebagai akibat perubahan hemodinamik yang disebabkan oleh hipertensi
portal. Propranolol menyebabkan vasokonstriksi arterial splanknik dan
arterial mesenterika superior dengan cara memblok a-2 adrenoceptor,
sehingga terjadi rangsangan pada a-adrenoceptor yang menyebabkan
vasokonstriksi.
Pada pasien ini seharusnya diberikan :
Metotrexat 7,5 mg/mggu pada hasil pemeriksaan radiologik didapatkan
erosi sendi dan destruksi sendi hal tersebut menunjukkan adanya progresifitas
penyakit RA, diharapkan dengan pemberian DMARD dapat mengurangi
progresifitass penyakit RA. Akan tetapi obat ini tidak memiliki efek langsung
menekan rasa nyeri dan anti-inflamasi, oleh karena itu juga diberi
kortikosteroid. Metil Prednisolon 2x8 mg Kortikosteroid ini diberikan
sebagai anti-inflamasi, akan tetapi kortikosteroid ini tidak dapat mencegah
progresifitas penyakit, PCT 500 mg (K/P) obat ini diberikan untuk
membantu menurunkan demam pasien, Fisioterapi pada pasien ini ditujukan
untuk membentuk kembali kekuatan otot, dan memulai memrogramkan
tindakan proteksi sendi. “
19
Faktor prognosis buruk pada reumatoid artritis yaitu :
1. Disabilitas fungsional
2. Adanya erosi sendi pada pemeriksaan radiologis
3. Malibatkan banyak sendi (misalnya >20 sendi)
4. Terdapat nodul reumatoid dan manifestasi ekstraartikuler lainnya
5. Petanda inflamasi (CRP dan LED) yang tinggi saat permulaan penyakit atau
terus menerus tinggi setelah pengobatan DMARD dengan dosis dan waktu
yang optimal.
6. Faktor Reumatoid + dengan titer tinggi atau ACPA +
7. HLA DR 4 + dan shared epitope +
8. Tingkat pendidikan dan sosial rendah.
“ Prognosis pada pasien ini yaitu :
Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanam : dubia ad bonam
Quo Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Karena telah ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis buruk
pada RA diantaranya : disabilitas fungsi, adanya erosi sendi pada pemeriksaan
radiologis, dan tingkat pendidikan dan sosial yang rendah. “
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Rizazyah Daud, Adnan HM. Artritis Reumatoid. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2003: 62 – 70.
2. Michael AC. Artritis Reumatoid. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi
(Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi Bahasa Indonesia : Alih
Bahasa: Anugerah P. Edisi IV. Buku 2. EGC. Jakarta. 1995; 1223 – 31.
3. Anonim. Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid. Perhimpunan
Reumatologi Indonesia. 2014.
4. Sudoyo, Aru W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
21