Lapsus Dr.aya,SpBP Revisi

download Lapsus Dr.aya,SpBP Revisi

of 35

description

55Scottish Intercollegiate Guidelines NetworkManagement of DiabetesA national clinical guideline1 Introduction 12 Children and young people with diabetes 33 Lifestyle management 74 Management of diabetic cardiovascular disease 145 Management of diabetic nephropathy 206 Prevention of visual impairment 247 Management of diabetic foot disease 298 Management of diabetes in pregnancy 349 Development of the guideline 39References 42Abbreviations 50November 2001KEY TO EVIDENCE STATEMENTS AND GRADES OF RECOMMENDATIONSLEVELS OF EVIDENCE1++ High quality meta-analyses, systematic reviews of RCTs, or RCTs with a verylow risk of bias1+ Well-conducted meta-analyses, systematic reviews, or RCTs with a low risk of bias1 - Meta-analyses, systematic reviews, or RCTs with a high risk of bias2++ High quality systematic reviews of case control or cohort studiesHigh quality case control or cohort studies with a very low risk of confounding or biasand a high probability that the relationship is causal2+ Well-conducted case control or cohort studies with a low risk of confounding or biasand a moderate probability that the relationship is causal2 - Case control or cohort studies with a high risk of confounding or biasand a significant risk that the relationship is not causal3 Non-analytic studies, e.g. case reports, case series4 Expert opinionGRADES OF RECOMMENDATIONA At least one meta-analysis, systematic review, or RCT rated as 1++and directly applicable to the target population; orA body of evidence consisting principally of studies rated as 1+, directly applicable tothe target population, and demonstrating overall consistency of resultsB A body of evidence including studies rated as 2++, directly applicable to the targetpopulation, and demonstrating overall consistency of results; orExtrapolated evidence from studies rated as 1++ or 1+C A body of evidence including studies rated as 2+, directly applicable to the targetpopulation and demonstrating overall consistency of results; orExtrapolated evidence from studies rated as 2++D Evidence level 3 or 4; orExtrapolated evidence from studies rated as 2+GOOD PRACTICE POINTSþ Recommended best practice based on the clinical experience of the guidelinedevelopment groupScottish Intercollegiate Guidelines NetworkManagement of DiabetesThis guideline is dedicated to the memoryof SIGN’s founding chairman,Professor Jim Petrie, CBE.It was Jim’s insight which recognised the importance of aprofessionally-led national clinical guideline programme forScotland; his energy, commitment and the irresistible force ofhis personality which nurtured SIGN to fruition; and hisrigorous, challenging intellect which steered its developmentinto the nationally and internationally respected organisationit is today. Amongst his innumerable achievements, bothpersonal and professional, we hope that SIGN will stand asa lasting tribute to Jim’s memory.Jim was an inspirational leader, a wise teacher, and trustedfriend to everyone in SIGN. He is greatly missed. But we arethankful that we had the great good fortune to know Jim; andwe will continue his work to improve the quality ofhealth care for patients in Scotland and worldwide.November 2001S I G N© Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2001ISBN 1 899893 82 2First published 2001SIGN consents to the photocopying of this guidelinefor the purpose of implementation in NHS ScotlandSIGN ExecutiveRoyal College of Physicians9 Queen StreetEdinburgh EH2 1JQwww.sign.ac.uk11 Introduction1.1 BACKGROUNDDiabetes mellitus is a major and increasing health problem in all age groups in Scotland. DiabetesUK estimates that of a population of 5.2 million in Scotland in the year 2000, 122,900 peoplehad confirmed diabetes mellitus and a further 87,100 were undiagnosed, giving a total of 210,000people with diabetes. Accurate national preval

Transcript of Lapsus Dr.aya,SpBP Revisi

  • 1

    TUGAS LAPSUS

    FLEXION CONTRACTURE DIGITI 2,3,4,5 PEDIS SINISTRA

    OLEH :

    Ayu Miftakhun Nikmah

    H1A 010 010

    SUPERVISOR:

    dr. Badriyatut Dini, Sp.BP

    DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

    BAGIAN/SMF ILMU BEDAH

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    RSU PROVINSI NTB

    2015

  • 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan

    luka, sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari

    suatu kontraksi. Kontraktur merupakan kontraksi yang menetap dari kulit dan atau

    jaringan dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak.

    Kelainan ini disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka,

    kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai

    adalah akibat luka bakar.

    Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan

    kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin melakukan mobilisasi

    dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan terapi pengegahan,

    seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, proper positioning dan mencegah

    immobilisasi yang lama. Efek kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan

    fungsional, gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi Kontraktur

    Kontraktur didefinisikan sebagai pengikatan permanen kulit yang

    dapat mempengaruhi otot dan tendon yang berada dibawahnya yang akan

    membatasi ruang gerak (range of motion), serta kemungkinan defek maupun

    degenerasi saraf di daerah tersebut (Adu, 2011). Keterbatasan ruang gerak

    sendi karena kerusakan yang bersifat anatomis, fisiologis, maupun neurologis

    dapat berakibat pada pemendekan jaringan ikat sekitar sendi tersebut.

    Kontraktur terjadi ketika jaringan ikat normal yang bersifat elastis digantikan

    oleh jaringan fibrous yang tidak elastis (Perdanakusuma, 2009). Keterbatasan

    gerakan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang bersifat

    multipel dan komplikatif secara medis. Namun pada umumnya sebagian besar

    restriksi pada sendi ditandai oleh pemendekan jaringan ikat sendi dan bersifat

    reversibel jika mendapat perawatan yang tepat. Untuk merencanakan

    perawatan yang efektif harus diperhatikan bahwa pemendekan jaringan ikat

    sendi bukan merupakan penyebab dari kontraktur, tetapi lebih merupakan

    konsekuensi lanjutan dari etiologi perimernya (Ledbetter, 2010).

    B. Klasifikasi

    Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka

    kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi (Adu, 2011) :

    1. Kontraktur dermatogen atau dermogen

    Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal

    tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya

    pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan

    infeksi.

    2. Kontraktur tendogen atau myogen

    Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat

    terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi,

    misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma,

    penyakit degenerasi dan inflamasi.

  • 4

    3. Kontraktur Arthrogen .

    Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini

    bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat

    immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan

    pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis,

    penyakit kongenital dan nyeri.

    Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan (Adu, 2011):

    1) I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup

    gerak maupun fungsi.

    2) II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan

    fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan,

    tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.

    3) III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal

    pada daerah yang terkena.

    4) IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.

    C. Penyebab

    Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi:

    posisi anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis

    tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global

    maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat

    meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang (Schneider et al, 2006). Semua faktor

    ini berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar. Berbagai hal

    yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut (Adu, 2011):

    1. Trauma suhu

    2. Trauma zat kimia

    3. Trauma elektrik

    4. Post-trauma (Volkmanns)

    5. Infeksi ulkus buruli

    6. Idiopatik (Dupuytrens)

    7. Kongenital (camptodactyly)

  • 5

    D. Proses penyembuhan luka

    Proses penyembuhan luka sangat mempengaruhi terjadinya sikatrik dan

    jaringan yang menyebabkan kontraktur, untuk itu perlu diingat kembali fase-fase

    penyembuhan luka (Kumar, 2007).

    1. Fase Inflamasi

    Biasanya berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima. Fase ini

    bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang masuk kedalam luka, benda--

    benda asing dan jaringan mati. Semakin hebat infamasi yang terjadi makin lama

    fase ini berlangsung, karena terlebih dulu terjadi eksudasi yang diikuti

    penghancuran dan resorpsi sebelum fase proliferasi dimulai (Kumar, 2007).

    Fase ini mempunyai 3 komponen, yaitu (Kumar, 2007) :

    a. Komponen vaskuler

    Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan

    tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi dan retraksi ujung

    pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan

    histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi

    cairan, penyebuhan sel radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan

    udem.

    b. Komponen hemostatik

    Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling

    melengket dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk pembekukan darah.

    c. Komponen selluler

    Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding

    pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit

    mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran

    luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut memakan dan

    menghancurkan kotoran luka dan bakteri.

    2. Fase proliferasi

    Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah

    proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai

    kira kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum

    berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin

  • 6

    yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.

    Fase proliferasi mempunyai 3 komponen, yaitu (Kumar, 2007) :

    a. Komponen epitelisasi

    Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah

    mengisi permukaan luka, kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses

    mitosis. Proses migrasi hanya dapat terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar.

    Proses ini berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh

    permukaan luka.

    b. Komponen kontraksi luka

    Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, tujuan utama adalah

    penutupan luka atau memperkecil permukaan luka. Proses terjadinya kontraksi

    luka ini berhubungan erat dengan proses fibroplastik. Fibroblast berasal dari sel

    mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam

    aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan

    mempertautkan luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian

    diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan

    dengan sitat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka.

    c. Reparasi jaringan ikat

    Luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya

    peningkatan vaskularisasi karena proses angiogenesis membentuk jaringan

    berwarna kemerahan dengan permukaan berdungkul halus yang disebut jaringan

    granulasi.

    3. Fase remodeling

    Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali

    jaringan yang berlebihan. Fase ini dimulai akhir minggu ketiga sampai berbulan

    bulan dan dinyatakan berakhir jika tanda radang sudah menghilang. Udem dan sel

    radang diserap, sel mudah menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap,

    kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan

    yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas

    serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu

    menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-

    kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.

  • 7

    E. Patofisiologi

    Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui

    namun banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses fibroproliferatif kulit

    tersebut. Terbentuknya kontraktur biasanya diawali dengan perawatan luka yang

    salah dan immobilisasi. Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi

    memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabutotot dan jaringan ikat

    akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang

    dipertahankan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan parut

    otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan

    sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat

    sekitar sendidan otot akan menebal menyebabkan kontraktur (Adu, 2011).

    F. Prevensi Kontraktur

    Kontraktur dapat dicegah dari penyebab awal mulanya. Kontraktur banyak

    disebabkan akibat luka bakar. Pencegahan luka bakar dibagi menjadi pencegahan

    primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan

    insidensi luka bakar melalui cara memasak yang aman, pemadam kebakaran, dan

    edukasi tentang zat yang menyebabkan trauma panas di sekolah atau komunitas.

    Pencegahan sekunder bertujuan untuk menurunkan beratnya luka bakar melalui

    edukasi terhadap pertolongan pertama. Pencegahan tersier bertujuan untuk

    mengurangi mortalitas dan morbiditas terhadap luka bakar (Schwarz, 2007).

    Terdapat dua kunci penting dalam pencegahan kontraktur. Hal pertama

    adalah area yang terbakar dibidai pada posisi anatomis dan berlatih maksimal

    lingkup gerak sendi tiap persendian. Perkembangan bidai selama lima belas tahun

    terakhir berkontribusi terhadap penurunan kejadian kontraktur dan hal ini semakin

    dikembangkan (Schwarz, 2007). Secara umum terdapat berbagai cara pencegahan

    kontraktur, yaitu (Procter, 2010):

    1. Posisi yang mencegah kontraktur

    Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari pertama

    sampai beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini penting karena dapat

    mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan ruang lingkup gerak sebagai

    akibat dari parut jaringan. Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh,

  • 8

    risiko kontraktur akan semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya

    kontraktur berdasarkan luka bakar adalah sebagai berikut (Procter, 2010):

    a. Leher depan

    Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu ditarik ke

    arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang mencegah terjadinya

    kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di belakang kepala, putar balik

    leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk (Procter, 2010).

    Gambar 2.1. Kontraktur pada Leher Depan

    Gambar 2.2. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

    b. Leher belakang

    Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan

    pererakan leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

    adalah duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan menggunakan bantal di

    belakang kepala (Procter, 2010).

  • 9

    Gambar 2.3. Kontraktur pada leher belakang

    Gambar 2.4. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

    c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila

    Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi dan

    juga protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang

    mencegah terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 900

    ditopang dengan menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan

    (Procter, 2010).

    Gambar 2.5. Kontraktur pada aksila

  • 10

    Gambar 2.6. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

    d. Siku depan

    Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku sedangkan posisi

    yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi siku (Procter, 2010).

    Gambar 2.7. Kontraktur pada siku

    Gambar 2.8. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

    e. Punggung tangan

    Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi

    metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan

    fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

    adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi MCP 60-70

    derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari (Procter, 2010).

  • 11

    Gambar 2.9. Kontraktur pada punggung tangan

    Gambar 2.10. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur pada

    punggung tangan

    f. Telapak tangan

    Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi jari-jari

    tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang mencegah

    terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal MCP,

    ekstensi dan abduksi jari-jari tangan (Procter, 2010).

    Gambar 2.11. Kontraktur pada telapak tangan

  • 12

    Gambar 2.12. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur pada telapak

    tangan

    Prinsip perawatan luka pada jari-jari tangan untuk mencegah terjadinya

    syndactyl adalah dengan melakukan perawatan balut luka pada jari dengan

    memisahkan jari-jari tersebut atau dengan membalutan dengan satu persatu jari.

    Hal ini dilakuakan untu menghindari penempelan pada luka sehingga

    penyembuhan luka tidak terjadi pertumbuhan jaringan kulit baru pada sela sela

    jari (Ledbetter, 2010).

    Gambar 2.13. Pembalutan luka pada jari

    g. Groin

    Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi pangkal

    paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah berbaring

    tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi

    menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan posisi ekstensi tungkai,

    tanpa bantal di bawah lutut (Procter, 2010).

    Gambar 2.14. Posisi yang menyebabkan

    kontraktur

  • 13

    Gambar 2.15. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

    h. Belakang lutut

    Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut sedangkan

    posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat

    berbaring dan duduk (Procter, 2010).

    Gambar 2.16. Kontraktur pada belakang lutut

    Gambar 2.17. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

  • 14

    i. Kaki

    Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang berbeda-

    beda oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan mobilitas

    yang tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah

    pergelangan kaki diposisikan 90 derajat terhadap telapak kaki dengan

    menggunakan bantal untuk mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan

    duduk maka posisi kakinya datar di lantai (Procter, 2010).

    Gambar 2.18. Kontraktur pada Kaki

    Gambar 2.19. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

    j. Wajah

    Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk ketiakmampuan

    untuk membuka maupun menutup mulut dengan sempurna, ketidakmampuan

    menutup mata dengan sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah

    terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi wajah dan

    peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk

    melawan kontraktur mulut (Procter, 2010).

  • 15

    Gambar 2.20. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

    2. Bidai

    Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur dan

    merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi komprehensif.

    Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur

    terutama terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian atau

    dengan area luka bakar yang dengan menggunakan posisi pencegahan kontraktur

    saja tidak cukup (Procter, 2010).

    Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga

    memberikan suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya

    berkontraksi namun juga mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan

    selaput atau anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai

    membantu merenovasi jaringan parut karena membentuk dan mempertahankan

    kontur anatomis. Bidai adalah satu-satunya modalitas terapeutik yang tersedia dan

    berlaku yang dapat mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat

    menimbulkan remodeling jaringan (Procter, 2010).

    Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal adalah

    yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan

    kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.

  • 16

    Gambar 2.21. Contoh Pembidaian

    3. Peregangan dan mobilisasi awal

    Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan beberapa

    kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari tim medis maupun

    keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama untuk anak-anak

    yang memerluka perhatian yang lebih dari orang tua. Pasien luka bakar sering

    merasa kehilangan rasa dan kemampuan untuk beraktivitas secara normal.

    Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi sangat penting untuk melatih pasien

    dapat hidup mandiri (Procter, 2010).

    4. Pijat dan pemberian moisturiser

    Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari penatalaksanaan

    luka parut meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang dapat

    dilakukan adalah (Procter, 2010):

    a. Luka sering kehilangan kelembaban tergantung dari dalamnya luka dan

    sejauh kerusakan struktur kulit. Luka tersebut dapat menjadi sangat kering

    dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat menimbulkan retak dan

    pecahnya parut. Pemijatan dengan moisturizer atau minyak tanpa parfum

    pada bagian teratas parut dapat melembutkan sehingga pasien merasa lebih

    nyaman dan untuk mengurangi gatal.

    b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat

    dan dalam menggunakan ibujari atau ujung jari untuk mengurangi

    kelebihan cairan pada tempat tersebut.

    c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan

    dengan luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit memutar

    dapat meningkatkan kesegarisan luka parut.

  • 17

    5. Terapi tekanan

    Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam penatalaksanaan parut

    akibat luka bakar meskipun efektivitas klinis secara sains masih belum terbukti.

    Pemberian tekanan pada area luka bakar diduga dapat mengurangi parut dengan

    mempercepat maturasi parut dan mendorong reorientasi terbentuknya serta

    kolagen. Pola parallel yang bertentangan dengan pola luka yang berputar pada

    parut. Mekanisme yang diduga adalah pemberian tekanan dapat menciptakan

    hipoksia lokal pada jaringan parut sehingga mereduksi aliran darah yang

    sebelumnya hipervaskuler pada luka parut. Hal ini mengakibatkan menurunnya

    influks kolagen dan penurunan pembentukan jaringan parut. Sesegera setelah luka

    menjadi tertutup dan dapat menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian

    tekanan (Procter, 2010).

    G. Penatalaksanaan Kontraktur

    1. Pembebasan kontraktur

    Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan dengan mencegah

    kerusakan berbagai struktur penting seperti arteri, saraf, tendon, dan lain-lain.

    Insisi dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal yaitu daerah yang

    paling kencang. Titik ini biasanya berlawanan dengan garis persendian. Insisi

    diperdalam sampai jaringan yang tidak ada parutnya. Z-Plasty Adalah tindakan

    operasi yang bertujuan untuk memperpanjang garis luka, sehingga dapat

    mencegah terjadinya kontraktur terutama pada persendian. Tindakan ini dilakukan

    dengan cara melakukan transposisi flap sehingga didapatkan garis luka yang lebih

    panjang (Ogawa R, 2012).

    Metode Z-plasti adalah suatu teknik operasi untuk memperbaiki skar dan

    kontraktur. Pada metode ini, kulit di sekitar jaringan parut akan dibuat flap dalam

    bentuk segitiga-segitiga kecil yang biasanya mengikuti bentuk huruf Z. teknik

    yang dipilih disesuaikan dengan bentuk jaringan parut yang ada. Kemudian flap

    dijahit kembali sesuai garis dan lipatan asli kulit. Jaringan skar yang baru biasanya

    akan tampak lebih samara. Metode Z-plasti berguna pula mengurangi tekanan

    pada jaringan yang terjadi kontraktur (Ledbetter, 2010).

  • 18

    Gambar 2.21. Metode Z-plasti

    2. Penutupan kulit

    Penutupan dengan menggunakan skin grafts atau skin flap. Umumnya area

    dibuangnya setelah dibuangnya jaringan kontraktur akan ditutup dengan

    menggunakan skin grafts. Penutupan menggunakan flap digunakan pada situasi

    yang khusus. Lapisan grafts diusahakan dibuat luas dengan menggunakan tautan.

    a. Skin flap (Pedicle Flap)

    Suatu teknik operasi untuk dapat memperbaiki skar dan kontraktur dimana kulit

    dan subkutan dll dipindah dari suatu bagian badan ke bagian badan yang lain

    dengan suatu pedicle vascular.

    Design flap harus memperhatikan :

    Supply vaskuler

    Daerah jangkauannya

    Arah putar rotasi

    Ikut sertanya fascia profunda yang kaya pembuluh darah

    Macam-macam:

    a. Random Flap

    Misal: Z-plasti, advancement flap, rotation flap, transpotition, interpolation.

  • 19

    b. Axial Flap

    Vaskularisasi langsung dari pembuluh darah arteri kulit. Panjang flap tergantung

    daerah vaskularisasi arteri. Misal: Forehead flap, deltopectoral flap, inguinal flap.

    c. Musculocutaneus Flap

    Pedicle vascular di dalam otot-otot tertentu (perlu tahu vascularisasi otot-otot

    tertentu)

    d. Free Flap

    Flap kulit/musculocutaneus dilepaskan dari vaskularisasinya disambungkan

    kembali pada pembuluh darah resipien.

    Tipe-tipe skin flap menurut lokasi:

    1. Lokal

    a. Flap yang diputar pada titik poros (Pivot Point)

    Rotation flap/ pemutaran

    Transpotition flap/ pemindahan

    Interpotition flap/ penyisipan

    b. Advancement Flap/Pemajuan

    Simple

    V-Y

    Bipedicle

    2. Jauh

    a. Direct (langsung): dari donor defek

    Trunk: abdominal, groin manus

    Extr. superior: cross arm flap muka

    Cross finger flap jari-jari

    Extr. Inferior: Cross leg flap

    b. Indirect (tidak langsung)

    Donor (tube) pergelangan tangan defek muka

    Leher (tube) hidung, bibir, auricular

    Extr. Inferior (tube paha) tibia anterior

  • 20

    2. Skin Graf

    Skin graft merupakan suatu tindakan pembedahan dimana dilakukan

    pemindahan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari suatu daerah asal (donor)

    tanpa disertai vaskularisasinya kedaerah lainnya (resipien) untuk menutupi suatu

    defek. Pada prosedur skin graft, jaringan kulit diambil dari bagian yang sehat

    kemudian ditransplantasikan ke bagian tubuh yang terkena jejas. Jaringan kulit

    yang diambil yaitu segmen epidermis dan dermis dipisah sempurna dari blood

    supply donor sebelum ditanam di daerah lain tubuh (resipien) (Ogawa R. 2012).

    Metode skin graft tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan, karena

    sering kali struktur dan warna jaringan kulit yang ditransplantasikan berbeda

    dengan jaringan kulit di sekitarnya. Area kulit yang diambil untuk skin graft

    biasanya juga akan digantikan oleh jaringan parut, tetapi skin graft dapat

    mengembalikan fungsi kulit dengan baik (Sjamsuhidajat, 2007).

    Macam-macam skin graft:

    1. STSG (Split Thickness Skin Graft/Tandur Alih Kulit Sebagian)

    Jenis-jenis:

    a. Thin Split Thickness Graft (tipis). Ketebalan kulit 0,008-0,012 mm,

    terdiri dari epidermis dan bagian lapisan dermis.

  • 21

    b. Medium (tebal kulit sedang). Ketebalan kulit 0,012-0,018 mm, terdiri

    dari epidermis dan bagian dermis.

    c. Thick split Thickness Graft (tebal). ketebalan kulit 0,018-0,030 mm,

    terdiri dari epidermis dan bagian dermis

    STSG diindikasikan untuk menutup defek kulit yang luas. STSG

    digunakan pada saat kosmetik tidak menjadi pertimbangan utama atau jika ukuran

    defek terlalu luas sehingga tidak dapat dilakukan FTSG. Penggunaan lainnya

    untuk menutup ulkus kulit yang kronik yang tidak sembuh-sembuh serta menutup

    menutup daerah luka akibat luka bakar yang bertujuan untuk mengurangi tubuh

    kehilangan cairan. Kontraindikasi penggunaan STSG yaitu tidak digunakan jika

    dari segi kosmetik sangat diperhatikan seperti daerah wajah atau leher

    (Sjamsuhidajat, 2007).

    A. Keuntungan dari STSG yaitu :

    Kemungkinan take lebih besar

    Dapat dipakai untuk menutup defek yang luas

    Donor dapat diambil dari daerah tubuh mana saja

    Daerah donor dapat sembuh sendiri/reepitelisasi

    B. Kerugian dari STSG yaitu :

    Mempunyai kecendrungan kontraksi lebih besar

    Memiliki kecenderungan terjadi perubahan warna

    Permukaan kulit mengkilat

    Secara estetik kurang baik

    C. Keuntungan dari penggunaan Thin STSG yaitu :

    Vaskularisasi lebih mudah terjadi dan transplatasi lebih bertahan lama

    Penyembuhan daerah donor lebih cepat terjadi dan bisa digunakan kembali

    dalam waktu singkat, sekitar tujuh sampai sepuluh hari.

    D. Kerugian dari penggunaan Thin STSG yaitu :

    Kecendrungan untuk terjadi kontraksi lebih besar

    Kurang menyamai tekstur kulit asli

    E. Keuntungan Thick STSG yaitu :

    Lebih sedikit terjadi kontraksi, lebih tahan terhadap trauma

    Lebih menyamai seperti kulit normal

  • 22

    F. Kerugian dati Thick STSG yaitu :

    Vaskularisasi lebih sedikit

    Penyembuhan daerah donor lebih lambat, sekitar sepuluh sampai delapan

    belas hari

    Untuk mengambil STSG dari tempat donor dilakukan dengan menggunakan :

    Pisau/Blade : semua pisau yang tajam, tipis dan rata

    Pisau khusus : ketebalan graft yang diambil dapat diatur dan merata

    (Humby, Braithwaite, Bodenham, Watson )

    Dermatome : Dermatome tangan, dermatome listrik dan tekanan udara

    Gambar 2.21. Pengambilan kulit untuk skin graft

    2. FTSG (Full Thickness Skin Graft/Tandur Kulit Seluruh Tebal)

    Full Thickness Skin Graft (FTSG) merupakan skin graft yang menyertakan

    seluruh bagian dari dermis. Karena komponen dermis dipertahankan selama

    proses graft, karakteristik kulit normal dapat terjaga setelah proses graft selesai.

    Hal ini disebabkan karena jumlah kolagen, pembuluh darah dermis, serta

    komponen epitelial yang lebih banyak jika dibandingkan dengan Split Thickness

    Skin Graft (STSG) (Sjamsuhidajat, 2007).

    FTSG jarang digunakan dalam penanganan luka bakar yang baru. Hal ini

    disebabkan FTSG cukup membebani jaringan resipien karena memerlukan

    vaskularisasi yang cukup banyak dan adanya kontaminasi bakteri. Indikasinya

    terbatas pada luka bakar yang kecil dan berbatas tegas yang memiliki fungsi

    cukup penting misalnya wajah dan jari-jari tangan (Ogawa R. 2012).

  • 23

    Sifat-sifat:

    Mendekati tekstur kulit normal meliputi: tekstur/kelenturan, warna,

    pertumbuhan rambut, retraksi kulit lebih sedikit.

    Donor:

    o Makin dekat resipien sifat makin mirip

    o Paling sering dipakai: retro auricular, supra clavicular, lengan atas

    sebelah dalam, lipat paha (inguinal), abdomen bagian bawah.

    Keuntungan dari penggunaan FTSG yaitu :

    Kecendrungan untuk terjadinya kontraksi lebih kecil

    Kecendrungan untuk terjadinya berubah warna lebih kecil

    Kecendrungan permukaan kulit mengkilat lebih kecil

    Secara estetik lebih baik dari STSG

    Kerugian dari penggunaan FTSG yaitu :

    Kemungkinan take lebih kecil dibanding dengan STSG

    Hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas

    Donor harus dijahit atau ditutup oleh STSG bila luka donor agak luas

    sehingga tidak dapat ditutup primer

    Donor terbatas pada tempat-tempat tertentu

    Alat-alat Skin Graft

    Alternating current (AC) Weck Knives

    Graft-meshing machine Davol dermatome

  • 24

  • 25

    BAB III

    LAPORAN KASUS

    I. IDENTITAS

    Nama : Tn. LH

    Usia : 31 tahun

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Alamat : Gunung Sari

    Suku : Sasak

    Agama : Islam

    Status : Menikah

    Pendidikan : Tamat SMP

    Pekerjaan : Wiraswasta

    No. RM : 119807

    MRS : 16 Juni 2015

    Tanggal pemeriksaan : 17 Juni 2015

    II. SUBYEKTIF

    Keluhan Utama : jari-jari kaki kiri lengket satu sama lain.

    Riwayat Penyakit Sekarang :

    Pasien datang ke poli bedah plastik RSUP NTB dengan keluhan jari-jari

    menempel satu sama lain. Keluhan ini dialami pasien sejak 5 bulan yang lalu.

    Pasien mengeluh jari-jarinya lengket, kaku dan sedikit menekuk. Keluhan ini

    dialami pasien setelah kaki pasien terkena luka bakar akibat perahu yang

    ditumpangi pasien meledak. Saat itu pasien sebagai awak kapal illegal yang akan

    menyeberang ke Malasya dan kapalnya tertangkap oleh polisi malasya dan

    ditembak hingga kapal meledak. Pasien mengalami luka bakar pada daerah

    punggung, pantat, dan kaki pasien. Pasien mengaku melakukan perawatan sendiri

    terhadap luka bakarnya tersebut karena sebagai warga illegal yang tinggal di

    Malasya.

  • 26

    Pasien mengaku awalnya luka berwarna hitam dan membentuk kantong

    berisi air. Setelah satu satu minggu kantong tersebut pecah dan mengeluarkan air.

    Luka menjadi terbuka, kemerahan dan basah. Pasien mengaku tidak pernah

    memeriksakan luka tersebut ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya.

    Pasien juga tidak pernah memberikan obat oles maupun minum. Pasien merawat

    lukanya sendiri dengan merendam kakinya kedalam air hangat setiap hari kurang

    lebih 10 menit. Hal ini rutin dilakukan pasien setiap hari hingga kurang lebih 1

    bulan. Pasien baru menyadari jari jari pasien lengket dan sulit dilepas. Pasien

    membiarkannya karena merasa sakit ketika dicoba untuk melepas lengketan

    tersebut. Semakin lama luka semakin kering dan jari-jari kakinya menempel satu

    sama lain dan terasa kaku. Pasien merasa sakit saat berjalan dan kesulitan ketika

    mengendarai motor.

    Riwayat Penyakit Dahulu :

    Luka bakar pada kaki kurang lebih 6 bulan yang lalu.

    Riwayat Penyakit Keluarga :

    Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa seperti pasien.

    Penyakit DM, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru atau asma disangkal

    oleh keluarga pasien.

    Riwayat Pengobatan :

    Pasien telah memeriksakan lukanya tersebut 2 bulan setelah luka bakarnya

    puskesmas dan rumah sakit namun belum mendapatkan penanganan. Pasien

    dirujuk ke poli bedah plastik RSUP NTB.

    Riwayat Pribadi dan Sosial :

    Pasien adalah seorang wiraswasta yang bekerja sebagai pengrajin emas.

    Riwayat Alergi :

    Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat.

  • 27

    III. OBYEKTIF

    Status Generalis

    Keadaan umum : baik

    Nadi : 84x/menit

    Pernapasan : 18x/menit

    Tekanan darah : 110/70 mmHg

    Suhu : 36,7C

    Status Gizi

    o Berat Badan : 55 kg

    o Tinggi Badan : 165 cm

    o BMI : 19,36 (normal)

    Status Lokalis

    Kepala:

    Ekspresi wajah : normal

    Bentuk dan ukuran : normal

    Rambut : normal

    Edema : (-)

    Malar rash : (-)

    Parese N. VII : (-)

    Nyeri tekan kepala : (-)

    Massa : (-)

    Mata:

    Simetris

    Alis : normal

    Exopthalmus (-/-)

    Ptosis (-/-)

    Edema palpebra (-/-)

    Konjungtiva: anemis (-/-), hiperemia (-/-)

    Sclera : icterus (-/-)

    Pupil : isokor, bulat, refleks pupil (+/+)

  • 28

    Kornea : normal

    Lensa : katarak (-/-)

    Pergerakan bola mata ke segala arah : normal

    Nyeri (-) pada penekanan

    Telinga:

    Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan

    Lubang telinga : normal, secret (-/-)

    Nyeri tekan tragus (-/-)

    Peradangan pada telinga (-)

    Pendengaran : kesan normal

    Hidung:

    Simetris, deviasi septum (-/-)

    Napas cuping hidung (-/-)

    Perdarahan (-/-), sekret (-/-)

    Penghidu normal

    Mulut:

    Simetris

    Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)

    Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)

    Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan

    di pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-)

    Gigi : dalam batas normal

    Mukosa : normal

    Leher:

    Simetris

    Kaku kuduk (-)

    Scrofuloderma (-)

    Pemb.KGB (-)

    JVP : 5 + 2 (tidak meningkat)

    Pembesaran otot SCM (-)

    Otot bantu nafas SCM tidak aktif

    Pembesaran kelenjar thyroid (-)

  • 29

    Thoraks:

    1. Inspeksi:

    Bentuk & ukuran: normal, simetris, barrel chest (-)

    Permukaan dada: ikterik (-), papula (-), petechiae (-), purpura (-),

    ekimosis (-), spider naevi (-), vena kolateral (-), massa (-),

    ginekomasti (-)

    Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif

    Iga dan sela iga: simetris, pelebaran ICS (-)

    Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis :cekung, simetris kiri

    dan kanan

    Fossa jugularis:tidak tampak deviasi

    Tipe pernapasan: torakoabdominal

    Ictus cordis : tidak tampak

    2. Palpasi:

    Posisi mediastinum: deviasi trakea (-)

    Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-)

    Pergerakan dinding dada simetris, gerakan tertinggal (-)

    Fremitus vocal:

    Normal Normal

    Normal Normal

    Normal Normal

    Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra, thrill (-).

    3. Perkusi:

    Densitas

    Sonor Sonor

    Sonor Sonor

    Sonor Sonor

    Batas paru-hepar:

    o Inspirasi : ICS VI

    o Ekspirasi : ICS IV

    Batas paru-jantung:

    o Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra

    Ekskursi 2 ICS

  • 30

    o Kiri : ICS V linea mid clavicula sinistra

    4. Auskultasi:

    Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

    Pulmo :

    o Vesikuler (+/+)

    o Suara napas tambahan rhonki (-/-), wheezing (-/-)

    o Tes bisik normal

    o Tes percakapan normal

    Abdomen:

    1. Inspeksi:

    Distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-).

    Umbilicus: masuk merata

    Permukaan kulit: ikterik (-), vena collateral (-), massa (-), caput

    medusae (-), spider naevi (-), scar (-), mengkilap (-)

    2. Auskultasi:

    Bising usus (+) normal, frekuensi 10 x/menit

    Metallic sound (-)

    Bising aorta (-)

    3. Perkusi:

    Orientasi : timpani (+)

    Organomegali : hepatomegali (-), splenomegali (-)

    Nyeri ketok (-)

    Shifting dullness (-)

    4. Palpasi:

    Nyeri tekan (-), massa (-), defans muskular (-)

    Hepar, ren dan lien tidak teraba

    Tes undulasi (-)

    Nyeri kontralateral (-), nyeri tekan lepas (-)

    Ekstremitas:

    Akral hangat : + + Sianosis : - -

    + + - -

  • 31

    Edema : - - Clubbing finger : - -

    - - - -

    Tampak jari 2,3,4,5 kaki kiri menempel satu samalain, tampak fleksi pada jari 2,3,

    syndaktil pada jari2-3,3-4,4-5. Tampak scar pada telapak kaki kanan

    IV. RESUME

    Pasien laki-laki usia 31 tahun datang dengan keluhan jari-jari kaki kiri

    menempel satu sama lain. Keluhan ini dialami pasien sejak 5 bulan yang lalu.

    Sebelumnya terjadi luka bakar pada jari-jari tersebut dan pasien melakukan

    perawatan sendiri terhadap lukanya. Setelah satu bulan, luka bakarnya mengering

    namun jari-jarinya mulai lengket dan susah dilepas satu sama lain.

    Pada pemeriksaan fisik umum baik, tanda vital : GCS E4V5M6,, TD

    110/700 mmHg, nadi 84x/menit, RR 18x/menit, Tax 36,7 C. Pada status lokalis

    pada pedis sinistra tampak kontraktur pada digiti 2,3,4,5 dan syndaktyl pada digiti

    2-3,3-4,4-5 pedis sinistra.

    V. DIAGNOSIS

    Flexion contracture digiti 2,3,4,5 pedis sinistra + syndactyly gigiti 2-3, 3-4, 4-5

    pedis sinistra.

    VI. TERAPI

    Pro release contracture + FTSG

  • 32

    VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Darah Lengkap

    Parameter Hasil Nilai Rujukan

    HGB 14,7 13,0 18,0 g/dL

    RBC 4,83 4,5 5,5 x 106 /L

    HCT 39,4 40 50 %

    MCV 81,6 82,0 92,0 fl

    MCH 30,4 27,0 31,0 pg

    MCHC 37,3 32,0 37,0 g/dL

    WBC 9,50 4,0 11,0 x 103 /L

    PLT 304 150 400 x 103 /L

    Kimia Klinik

    Parameter Hasil

    Nilai Rujukan

    GDS 81 < 160 mgl/dl

    SGOT 23 < 40 mgl/dl

    SGPT 18 < 41 mgl/dl

    Kreatinin 21 0,9 - 1,3 mg/dl

    Ureum 0,6 10 50 mg/dl

    Foto Rontgen

  • 33

    Prognosis:

    Quo ad vitam: ad bonam

    Quo ad fungtionam: ad bonam

    Quo ad sanationam: ad bonam

    Lampiran

  • 34

    BAB IV

    KESIMPULAN

    1. Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan

    dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini

    disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan

    bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah

    akibat luka bakar.

    2. Rehabilitasi luka bakar harus dilakukan dengan baik dan benar untuk mencegah

    terjadinya kontraktur.

    3. Penatalaksanaan perlu dilakukan dengan berbagai disiplin ilmu dan dukungan

    keluarga

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    Adu EJK. (2011). Management of contractures: a five-year experience at komfo

    anokye teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal 45(2):66-72.

    Goel A & Shrivastava P. (2010). Post-burn scars and scar contractures. Indian

    Journal of Plastic Surgery 43(3):63-71.

    Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.

    Jakarta: EGC.

    Kumar, C. dan Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. EGC : Jakarta

    Ledbetter K. (2010). Panduan HELP untuk Kontraktur Akibat Luka Bakar di

    Negara Berkembang. Global HELP 2010

    Ogawa R. (2012). Skin Graft. Department of Plastic and Reconstructive Surgery,

    Keio University, School of Medicine, 35 Shinanomachi, Shinjukuku,

    Tokyo 160-8582, Japan

    Pandya AN. (2001). Burn injury. Repair & Recontruction 2(2):1-16.

    Perdanakusuma, DS. (2009). Surgical management of contracture in head and

    neck. Annual Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia &

    Critical care, JW Marriot Hotel Surabaya.

    Procter F. (2010). Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic

    Surgery 43(Suppl):S101-S113.

    Schneider JC, Holavanahalli R, Helm, P, Goldstein R, & Kowalske K. (2006).

    Contractures in burn injury: defining the problem. Journal of Burn Care

    Research 27(4):508-514.

    Schwarz RJ. (2007). Management of postburn contractures of the upper extremity.

    Journal of Burn Care Research 28:212-219.

    Sjamsuhidajat de Jong. Bab 24: Pembedahan Plastik dan Rekonstruksi. Edisi 3.

    EGC. Jakarta p. 380-391