Lapsus RS Radiologi Sudah Revisi

84
LAPORAN KASUS APENDISITIS Pembimbing dr. Hajar Ariani, Sp.Rad dr. Nurul Hidajati, Sp.Rad Disusun Oleh : Icvan Nuriadi 201410401011059 Prili Sulistio Kuncoro Wati 201420401011086 Wulan Dewi Farichah 201420401011078

description

radiologi

Transcript of Lapsus RS Radiologi Sudah Revisi

LAPORAN KASUSAPENDISITIS

Pembimbingdr. Hajar Ariani, Sp.Rad

dr. Nurul Hidajati, Sp.RadDisusun Oleh :IcvanNuriadi

201410401011059

Prili Sulistio Kuncoro Wati

201420401011086Wulan Dewi Farichah

201420401011078SMF RADIOLOGI RSU HAJI SURABAYAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015

Laporan kasus dengan judul Apendisitis telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Radiologi.

Surabaya, Maret 2015Pembimbing 1

Pembimbing 2dr. Hajar Ariani, Sp.Rad

dr. Nurul Hidajati, Sp.Rad

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................

1

Lembar Pengesahan ...........................................................................................

2

Daftar Isi ............................................................................................................

3Daftar Gambar ...................................................................................................

5Kata Pengantar ..................................................................................................

6Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................

7Bab 2 Presentasi Kasus ......................................................................................

9

2.1Identitas Pasien ....................................................................................9

2.2Anamnesis ...........................................................................................9

2.3Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 10

2.4Pemeriksaan Penunjang .......................................................................12Bab 3 Tinjauan Pustaka ......................................................................................17

3.1.3 Definisi ............................................................................................... 19 3.1.4 Klasifikasi ... 19

3.1.5 Etiologi................................................................................................. 19

3.1.6 Epidemiologi........................................................................................ 20

3.1.7 Patogenesis...........................................................................................21

3.1.8 Manifestas Klinisi............................................................................... 22

3.1.9 Diagnosis........................................................................................... 24

3.1.10 DiagnosisBanding............................................................................. 34

3.1.11 Penatalaksanaan................................................................................ 35

3.1.12 komplikasi......................................................................................... 36

3.1.13 Prognosis........................................................................................... 373.2 Definisi Kista Ovarium 38

3.2.1 Definisi .. 38

3.2.2 Epidimologi ... 383.2.3 Sifat kista. 38

3.2.4 Patofisiologi 39

3.2.5 Tanda dan Gejala 40

3.2.6 Diagnosis . 41

3.2.7 Penatalaksanaan .. 43

3.2.8 Prognosis. 44Bab 4 Analisis Kasus ........................................................................................... 45Bab 5 Kesimpulan................................................................................................ 50Daftar Pustaka ..................................................................................................... 51DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Foto Thorak AP 13

Gambar 2 Foto LLD ................................................................................. 14Gambar 3 Hasil USG.................................................................................. 15Gambar 4 Titik Mc Burney ........................................................................ 19Gambar 5 Apendisitis Pada USG................................................................ 29Gambar 6 CT Scan Pada Apendik Kronik................................................... 31Gambar 7 Apendikogram Kronik................................................................. 31Gambar 8 Kista Ovarium Pada USG 42KATA PENGANTARAssalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis telah menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul Apendisitis.Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada program pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang yang dilaksanakan di RSU Haji Surabaya.

Ucapan terima kasih dokter pembimbing dan semua pihak terkait yang telah membantu terselesaikannya laporan kasus ini.

Tulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga tulisan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Maret 2015BAB 1

PENDAHULUAN

Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang di kenal masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang . Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya disurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. 8Insidens appendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun dalam tiga- empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari hari. Apendicitis dapat di temukan pada semua umur hanya pada anak kuarang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun. Insidens laki lebih tinggi.8Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai pencetus di samping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris. Penyebab lain yang di duga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan maka makanan berserat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.8 Penelitian menunjukkan sekitar 70 % kasus disebabkan oleh obstruksi massa feses dan benda asing, 60 % kasus berhubungan dengan hiperplasia folikel limfoid tela submukosa, 35 % karena fekolit, dan 5 % karena tumor. 1

Dalam mendiagnosis apendisitis, anamnesis dan pemeriksaan fisik memegang peranan utama dengan akurasi 76-80 persen,tetapi dalam mencegah pasien agar tidak terjadi perforasi tidaklah cukup hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium seperti peningkatan leukosit dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, serta dapat pula dilakukan pemeriksaan Ultrasonography ( USG) , apendikogram,dan CT scan.8Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.. Foto barium kurang dapat dipercaya. USG, apendikogram dan CT-scan dapat meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.8

BAB 2

PRESENTASI KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama

: Ny. Dian Anggrowati

Usia

: 39 tahun

Jenis kelamin: Perempuan

Alamat:Jalan mojo kidul no. 50

Pendidikan: SMA

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

Agama: Islam

Suku

: Jawa

Tanggal : 9 Maret 2015

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan utama: Nyeri perut

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang:

Nyeri perut dirasakan sejak kemarin pagi. Nyeri terus terusan, semakin hari semakin berat. Saat serangan nyeri berat, cekot cekot dan serasa ditusuk.Nyeri awalnya dirasakan di ulu hati seperti sakit maag, lalu bertambah ke seluruh lapang perut dan terutama di bagian kanan bawah. Pasien tidak bisa beraktivitas dan tidak membaik dengan istirahat. Disertai mual, tidak ada muntah, tidak ada panas, tidak ada kencing berwarna merah, sejak kemarin belum buang angin dan BAB, dan merasa perutnya kembung.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat maag sejak SMA

Rwayat masuk RS 3x dengan keluhan yang sama dengan yang sekarang.

Hipertensi: disangkal

DM: disangkal

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat hipertensi : (-)

DM dalam keluarga

: (-)

2.2.5 Riwayat Penyakit Sosial:

Suka mengkonsumsi makan pedas

Suka minum jamu-jamuan seperti beras kencur

2.3 Pemeriksaan Fisik :

2.3.1 Status Present:

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 4-5-6

Vital Sign : a. TD : 120/80 mmHg

b. Nadi : 102 x/min

c. Temp : 36 C

d. RR : 24 x/min

2.3.2 Kepala: A/I/C/D: -/-/-/-

2.3.3 Leher :

Inspeksi : benjolan (-), pembesaran kgb(-)

Palpasi : deviasi trakea (-)

2.3.4 Thoraks:

Paru :

a. Inspeksi : bentuk dada normal, pola pernapasan reguler,

retraksi dinding dada (-), tidak tampak adanya

massa.

b. Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, stem fremitus

dalam batas normal, tidak teraba adanya massa

c. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

d. Auskultasi : suara vesikular kanan kiri, Rh(-)/(-),

Wh (-)/(-)

Jantung :

a. Inspeksi : vousure cardiaq(-), iktus tidak tampak. b. Palpasi : iktus teraba tak kuat angkat

c. Perkusi : batas jantung kanan batas jantung kiri dbn. d. Auskultasi: S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

2.3.5 Abdomen :

Inspeksi : distended

Auskultasi : bising usus N (+), meteorismus (+)

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) seluruh kuadran, terutama sebelah kanan bawah, Murphy sign (-)

Perkusi : timpani

2.3.6 Ekstremitas : edema (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang :

- Pemeriksaan Darah Hasil Laboratorium :

Hb

: 12,2 g/dl

Leukosit: 17.900 /mm3

Hematokrit: 35,7 %

Thrombosit: 280.000 /mm3

GDA

: 104 g/dl

BUN

: 8 mg/dl

Serum Creatinin : 0,6 mg/dl

Albumin: 3,6g/dl

Kalium

: 3,6 mmol/L

Natrium:138 mmol/L

Chlorida:101 mmol/L

Foto thorax AP

Gambar 1Deskripsi :

Foto thorax AP

Cor : ukuran dan bentuk kesan normal

Pulmo : corakan bronkhovaskuler dalam batas normal

Sinus costofrenikus dextra dan sinistra : tajam

Tulang : os clavicula, os scapula, vertebrae thoracalis I-IV, costae dalam batas normal.

Soft tissue : dalam batas normal

Kesimpulan : Foto thorax dalam batas normal

Foto BOF dan LLD

Gambar 2Deskripsi :

Gas usus: Distribusi merata sampai cavum pelvis, peningkatan gas usus.

Hepar lien: Ukuran dan bentuk dalam batas normal Ginjal : kontur ginjal tidak dapat dievaluasi karena tertutup oleh gas usus. Tulang: Costae: Alignment normal, trabekulasi normalVertebrae: tidak tampak scoliosis, lipping (-), trabekulasi normal Tulang pelvis, sacroiliac joint, hip joint dalam batas normal

Udara bebas: udara bebas (-)Psoas shadow kanan dan kiri simetris

Tidak tampak batu sepanjang traktus urinarius

Gambar 3 hasil USGHasil USG abdomen

Hepar normal, tepi reguler, intensitas Echoparenkim normal vena porta dan hepatika normal, tidak ada pelebaran IHBD/EHBD, tidak ada nodul/kista/ abses

Gall Bladder : Besar Normal, tidak ada batu maupun penebalan dinding

Pankreas/ Lien besar normal, intensitas echoparenkim normal, tidak ada nodul/ kista/ kalsifikasi

Ren dex/sinistra besar normal, intensitas echocorteks meningkat, batas sinus korteks baik, tidak ada ektasis sistem pelvicocalyceal, tidak ada nodul/ kista, tampak kristal kecil pada ginjal kanan/kiri

Buli tidak ada batu maupun massa tumor Uterus tidak membesar, tidak ada myoma , adnexa tampak massa kistik diameter 4 cm x 4cm

Tampak penebalan pada dinding appendiks disertai apendikolithKesimpulan : Appendicitis kronis disertai kristal kecil pada ginjal kanan/kiri dan kista ovarium

BAB 3

APPENDISITIS DAN KISTA OVARIUM3.1 Appendisitis3.1.1 Anatomi

Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang di kenal masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.8

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjang kira kira 10 cm ( kisaran 3-15cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada uasia itu. Pada 65% kasus apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memnungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. 8

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitonal, yaitu di belakan sekum, di belakang kolon ascenden, atau di tepu lateral kolon ascenden. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Leh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.

Perdarahan apendiks berasal dari a. Apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi apendiks akan menglami gangren.

Gambar 4 Titik McBurney

3.1.2 Fisiologi

Apendiks menghasilakn lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya disurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekretoary yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA . Imunoglobulin itu sangat efektif sebgai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak memengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil seklai jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. 83.1.3 Definisi

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis biasanya disebabkan oleh flora normal usus dan sering didahului oleh obstruksi lumen apendiks oleh jaringan limfoid atau fekalit. Peradangan menyebabkan edema dan iskemia pada dindingnya yang menyebabkan gangren dan perforasi apendisitis paling sering ditemukan pada dewasa muda dan merupakan penyebab tersering dari pembedahan akut dari kelompok ini.43.1.4 Klasifikasi

Adapun klasifikasi dari apendidsitis terbagi atas dua, yaitu:

1. Apendisitis Akut

dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul strikur local. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah.2. Apendisitis kronis

Dibagi atas: apendisitis kronis fokalis atau parsial., setelah sembuh akan timbul strikur lokal. Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika semua syarat berikut terpenuhi: riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, terbukti terjadi radang apendiks baik secara mikroskopik dan makroskopik dan keluhan menghilang setelah apendektomi. 83.1.5 EtiologiApendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Pada dasarnya, apendisitis akut merupakan hasil akhir dari obstruksi primer lumen apendiks. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Obstruksi lumen apendiks oleh fekalit merupakan salah satu faktor pencetus di samping hiperplasia jaringan limfe, tumor apendiks, dan cacing ascaris dapat pula menimbulkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba Histolytica. Penelitian menunjukkan sekitar 70 % kasus disebabkan oleh obstruksi massa feses dan benda asing, 60 % kasus berhubungan dengan hiperplasia folikel limfoid tela submukosa, 35 % karena fekolit, dan 5 % karena tumor. 1

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.83.1.6 Epidemiologi

Insidens appendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun dalam tiga- empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari hari.

Apendicitis dapat di temukan pada semua umur hanya pada anak kuarang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun. Insidens laki lebih tinggi. 83.1.7 Patogenensis Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya pertahanan tubuh membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk masa preapendikuler. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa preapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurangi diri secara lambat. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh secara sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Suatu saat, organ ini dapat meradang lagi dan dinyatakan sebagai ekstraserbasi akut. 8Apendisitis akut merupakan sebab tersering pada keluhan abdomen akut bedah pada pasien dibawah usia 30 tahun. Satu dari 15 pasien dapat menderita apendisitis akut selama hidupnya. Apendisitis akut sebenarnya lebih dari masalah penyakit tunggal. Dalam bentuk, tanda dan gejala fisik, apendisitis suatu penyakit prototype yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia dalam jangka waktu yang bervariasi. Gejala pasien mencerminkan keadaan proses penyakit dalam perjalanan waktu penyakit. Pada kebanyakan pasien dan khususnya dalam kelompok usia muda, apendisitis karena hipertrofi folikel limofoid submukosa, menyebabkan obstruksi lumen appendix vermiformis. Mengakibatkan lumen tersumbat dan tekanan didalam appendix meningkat. Karena tekanan intralumen meningkat, maka aliran limfe tersumbat yang menyebabkan edema apendiks. Stadium apendisitis lokal akut yang ditandai oleh ekstravasasi bakteri yang dini. Karena apendiks vermiformis dan usus halus mempunyai persyarafan yang sama, maka mula mula nyeri visera diterima sebagai nyeri tumpul samar-samar dalam area preumbilicus. Stadium kedua apendisitis (apendidsitis supurativa akut) ditandai oleh peningkatan lebih lanjut tekanan intralumen, obstruksi vena, iskemia fokal dan iritasi serosa. Bila tunika serosa apendiks yang meradang dekat dengan peritoneum paritonalis, maka pasien mengalami perpindahan nyeri preumbilicus ke kuadran kanan bawah. Nyeri somatik yang terlokalisir baik ini menunjukan ancaman penyediaan darah arteri dan iskemia menyebabkan infark kecil sepanjang batas messentarika apendiks. Stadium apendiks gangrenosa ini disertai dengan peningkatan ekstravasasi bakteri dan kontaminasi lokalisasi cavitas peritonealis. Degresivitas menyebabkan perforasi dan masa periapendiks lokalisata atau peritonitis generalisata. Sehingga apendisitis berlanjut melalui stadium peradangan, stadium obstruktif, stadium iskemi dan stadium perforatif. Semuanya mencerminkan tanda dan gejala fisik berbeda. Sayangnya kerangka waktu untuk progestivitas kejadian klinik ini sangat bervariasi. Apendisitis jarang pada masa bayi. Sekitar 10 persen pasien apendisitis berusia kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun. Usia sangat muda dan sangat tua beresiko tinggi bagi perforasi karena presentasi atipik lazim terjadi pada kedua kelompok ini. Apendisitis akut tampil dengan nyeri abdomen serta lokasi nyeri tergantung atas stadium penyakit dan lokasi apendik vermiformis. Apendisitis khas tampil dengan riwayat nyeri epigastrium yang disertai anoreksia. Insiden komplek gejala ini hampir identik dalam apendisitis akut, adenitis mesentarica, gastroenteritis dan nyeri abdomen yang sebabnya tidak diketahui.3.1.8 Manifestasi Klinis

Apendisitis sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan gambaran setempat, baik disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium disekitar umbilicus. Keluhan ini disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik bawah yaitu titik McBurney dan disana nyeri terasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium dan terkadang terdapat konstipasi sehingga pasien membutuhkan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena dapat menyebabkan perforasi . bila terdapat perangsangan nyeri peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut jika berjalan atau batuk.

Jika apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas, tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih terasa pada sisi kanan dan dan nyeri perut timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. Radang apendiks yang terletak pada organ pelvis dapat menimbulkan gejaka dan tanda rangsangan sikmoid atau rectum sehingga peristaltis meningkat dan pengososngan rectum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi menempel pada dinding kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih.3.1.9 Diagnosis Diagnosis apendisitis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik yang ditemukan seperti rasa sakit di epigastrium, anoreksia, mual, muntah, demam, dll. Tanda-tanda yang paling penting dalam mendiagnosis apendisitis adalah nyeri tekan di kuadran kanan bawah. Apendisitis akut merupakan suatu akut abdomen dan memerlukan tindakan emergensi. Oleh karena itu, untuk membuat diagnosis kerja apendisitis cenderung hanya dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium dan radiologi hanya untuk memperkuat diagnosis ke arah apendisitis. 1Pada apendisitis akut, diagnosis ditegakkan apabila terdapat tanda khas yang penting yaitu adanya persentasi klinis nyeri visceral-somatik. Pasien apendisitis akut biasanya mengeluh adanya nyeri seperti ditusuk-tusuk di seluruh epigastrium pada awalnya. Gejala-gejala tambahan seperti mual, muntah, anoreksia akan terdapat juga di sini. Ini adalah fase nyeri visceral. Lalu dalam beberapa jam akan timbul fokus nyeri di kuadran kanan bawah. Akan timbul gejala peritonitis lokal pada pasien. Inilah fase nyeri somatik. Proses ini berjalan cepat hanya dalam 1 hari / beberapa jam biasanya. Apabila terus dibiarkan hingga berlangung lebih dari sehari, umumnya bisa timbul pula demam, mual dan muntah yang makin hebat, dan gejala peritonitis umum. Ini menandakan apendisitis telah sampai ke arah perforasi. 7Pada apendisitis kronik, diagnosis ditegakkan apabila terdapat nyeri di epigastrium dengan fokus di kuadran kanan bawah yang tidak terlalu berat dirasakan pasien. Nyeri pun harus telah berlangsung lebih dari seminggu ataupun apabila pasien mengatakan pernah mengalami situasi sepert ini sebelumnya. Gejala-gejala klinik apendisitis kronik cenderung kurang jelas dan meragukan. Maka, pemeriksaan penunjang seperti USG, Apendikogram, maupun CT-Scan akan membantu diagnosis apendisitis kronik.7

Selain gejala dan tanda-tanda yang terlihat pada pasien, berbagai pemeriksaan penunjang seperti tes laboratorium dan pemeriksaan roentgen seperti yang telah dikemukakan di atas tadi dapat dijadikan acuan dalam mendiagnosis apendisitis. 7Untuk membantu mendiagnosis apendisitis terutama yang akut, dokter di negara-negara maju menggunakan indeks alvarado score. Berikut ilustrasinya :

Alvarado score

Symptoms Point

Migratory right iliac fossa pain 1 point

Anorexia 1 point

Nausea and vomiting 1 point

Signs

Right iliac fossa tenderness 2 points

Rebound tenderness 1 point

Fever 1 point

Laboratory

Leucocytosis 2 points

Shift to left (segmented neutrophils) 1 point

Total score 10 pointsApabila didapatkan skor kurang dari 5, maka diagnosis apendisitis akut dapat diragukan. Jika didapatkan skor 7 atau lebih, maka diagnosis pasti apendisitis akut dapat ditegakkan. Pada pasien dengan skor antara 5-6, pemeriksaan CT scan lebih lanjut dianjurkan untuk dapat menegakkan diagnosis pasti apendisitis akut.Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20 % kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. USG, apendikogram dan CT-scan dapat meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.8Pasien apendisitis akut biasanya ditemukan terbaring di ranjang dan memberikan penampilan umum perasaan tidak sehat. Kemudahan atau kesulitan pada gerakan mencapai posisi terlentang bisa menawarkan tanda pertama tentang ada atau tidaknya iritasi peritoneum. Berikut 2 jenis pemeriksaan yang umum dilakukan.7 a. Pemeriksaan fisik

Inspeksi : penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada apendikular abses. Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja periksa. Anak menunjukkan ekspresi muka yang tidak gembira. Anak tidur miring ke sisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi meningkatkan nyeri.

Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan tersa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda rovsing (rovsing sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign). Defense muskular (+) jika terjadi rangsangan pada m. rektus abdominis. Defense muskular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

Auskultasi : peristaltik normal. Peristaltik (-) pada ileus paralitik karena peritonitis generalisata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tapi kalau sudah terjadi peritonitis maka sudah tidak terdengar bunyi peristaltik usus.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. 8 b. Pemeriksaan colok dubur : nyeri tekan pada jam 9-12. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak di daerah pelvis. c. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih (hampir selalu lekositosis) dan CRP biasanya meningkat, Ultrasonografi untuk massa diapendik dan jika ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainnya (misalnya kista ovarium), dapat juga dilakuak laparoskopi ataupun Ct-Scan 3 Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan 10.000-18.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%.Jika leukosit lebih dari 18.000/ml maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis. Sedangkan pada PRC ditemukan jumlah serum serum yang meningkat. Nilai sensitivitas dan spesifisitas CRP cukup tinggi, yaitu 80-90 %. Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Pasien apendisitis akut umumnya mempunyai kurang dari 30 sel (leukosit dan eritrosit) per lapang pandang besar dalam pemeriksaan urin.

Radiologi : terdiri dari pemeriksaan USG, CT-scan, apendikogram. Foto BNO tidak banyak membantu. Pada USG, apendisitis umumnya ditandai dengan ditemukannya bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Biasanya pada apendisitis akut, dengan USG akan terlihat adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal dan memberi gambar target sign. Pada apendisitis akut yang telah mengalami ruptur atau perforasi, maka akan sulit dinilai dengan USG.

Gambar 5.1 Gambaran USG appendisitis tampak penebalan dari dinding apendiks dan target sign

Gambar 5.2 Gambaran USG appendisitis dengan gambaran appendikolith

Sedangkan pada CT-scan, ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikolit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Dengan CT-Scan juga dapat terlihat daerah fibrosis yang luas pada apendiks, adanya jaringan parut, serta abses yang semuanya menunjukkan gambaran apendisitis kronis baik tahap awal sampai eksaserbasi akut. Pada apendiks yang normal, visualisasi apendiks tidak terlihat dengan CT-scan. Pada apendiks CT-scan mempunyai sensitivitas 90-100 % dan spesifitas 96-97 %. CT-scan sangat membantu untuk mendeteksi apendiks dengan abses. CT-scan pada daerah appendik sangat berguna untuk mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendisitis. Apendikogram mempunyai sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostikuntukmenegakkan diagnosisapendisitis kronis. Biasanya akan terlihat gambaran pada lumen apendiks yang terisi kontras berkelok-kelok atau irreguler. Terkadang juga bisa terdapat gambaran apendiks yang tidak terisi penuh oleh kontras. Pengisian kontras pada apendikogram bisa dengan melalui colon inloop per rectal atau barium enema per oral. Apendisitiskronis seringkali memperlihatkan gejala klinis yang tidak jelas, sehingga diagnosis perlu ditegakkan secara akuratuntuk mencegah apendektomi tanpa indikasi yang tepat. Dalam mendeteksi apendisitis akut, tidak ada penelitian lebih lanjut yang dapat memperlihatkan efektivitas apendikogram dalam mendeteksi apendisitis akut. Apendikogram mempunyai tingkat sensitivitas 96 % dan tingkat akurasi 96 %. Tidak semua rumah sakit mempunyai sarana diagnostik yang cukup canggih, karena itu perlu ditetapkan cara diagnostik lain yang menggunakan metode dan peralatan sederhana

Gambar 6 CT-Scan pada apendisitis kronik

Gambar 7 : Apendikogram apendisitis kronikd. Indikasi Pemeriksaan Penunjang RadiologiSecara umum, pemeriksaan diagnostik radiologi tidak begitu banyak membantu dalam mendiagnosis sebagian besar kasus apendisitis. Untuk kasus apendisitis akut, umumnya diagnosis sudah dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang akurat. Karena dalam hal ini, apendisitis akut adalah kasus emergensi, pemeriksaan penunjang yang membuang waktu dan biaya tidak akan dilakukan. Oleh karena itu, pemeriksaan radiologi hanya dilakukan pada kasus-kasus apendisitis akut yang meragukan dan apendisitis kronis. Dewasa ini, USG adalah salah satu pemeriksaan radiologi yang digunakan untuk menegakkan kasus apendisitis. USG cenderung paling sering digunakan karena merupakan pemeriksaan radiologi yang paling tidak invasif dibandingkan CT-Scan dan Apendikogram.CT-Scan memancarkan radiasi ion sehingga berbahaya bagi penderita dengan kelainan-kelainan lain seperti tumor, imunitas tubuh rendah, kehamilan, dll. Sedangkan apendikogram menggunakan kontras yang yang mungkin berbahaya apabila sudah terjadi apendisitis perforasi. Dalam hal ini, barium enema dapat ekstravasasi ke kavum peritonialis dan menyebabkan komplikasi lain seperti infeksi,proses peradangan setempat karena barium bagaimanapun juga adalah zat asing bagi tubuh dan dapat menjadi tempat perluasan infeksi. Indikasi pemeriksaan USG adalah kasus apendisitis akut dengan gejala-gejala yang tidak khas seperti adanya nyeri yang tidak berpusat di kuadran kanan bawah juga pada beberapa kasus apendisiis kronik dengan gejala-gejala tidak nyata. Hal ini mungkin terjadi pada letak apendiks yang retroileal dan intra-pelvis. Apendiks letak retro-ileal akan menyebabkan penyebaran lokasi nyeri yang tidak menetap di kanan bawah, melainkan di seluruh epigastrium. Juga tanda-tanda peritonitis lokal tidak ada dikarenakan letak apendiks yang jauh di dalam dan tidak menimbulkan rangsang peritoneum. Apendiks letak intra-pelvis akan menyebabkan rangsang nyeri yang tidak khas di epigastrium, bahkan rasa nyeri bisa terfokus di pinggang atau di angulus kostovertebralis punggung sehingga dapat membingungkan pemeriksa dalam menentukan diagnosa apendisitis. Oleh karena hal ini, barulah USG dilakukan untuk memastikan diagnosis. 7Indikasi CT-Scan dan apendikogram adalah untuk memastikan diagnosis pada kasus apendisitis kronis. CT-Scan umumnya dipakai untuk melihat apakah apendisitis infiltrat telah berkembang menjadi abses dan menjadi eksaserbasi akut serta komplikasi berikutnya seperti perforasi. CT-Scan sangat akurat dalam mendeteksi apendisitis dengan abses. CT-Scan juga berperan dalam menyingkirkan diagnosis banding penyakit-penyakit lain terutama pada ginekologi wanita dan kelainan di pelvis. Sedangkan apendikogram sama dengan CT-Scan juga digunakan untuk melihat keadaan lumen apendiks, apakah sudah terdapat fibrosis yang meluas atau belum. Apendikogram cenderung lebih banyak digunakan daripada CT-Scan karena masalah biaya yang lebih rendah dan juga karena kurang invasif bila dibandingkan dengan CT-Scan. Umumnya pada pasien apendisitis kronis, gejala-gejala klinis kurang bisa dipakai untuk mastikan diagnosis. Diagnosis pasti apendisitis kronis hanya bisa ditentukan dengan ditemukannya kelainan makroskopik berupa fibrosis di lumen apendiks, jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, serta infiltrasi sel inflamasi kronik. Oleh karena itu, CT-Scan dan apendikogram berperan dalam mendeteksi apendisitis kronis dan perluasan komplikasinya. 73.1.10 Diagnosis Banding

Diagnosis banding apendisitis berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pasien bisa dibagi ke dalam tiga kelompok usia. Anak (didefinisikan dsebagai usia 20 tahun kebawah), orangtua (didefinisikan usia 50 tahun keatas) serta remaja dan dewasa (didefinisikan dari usia 10 sampai 50 tahun). Karena apendidsitis jarang pada kelompok usia lebih muda,maka sering dianggap penyakit yang lebih serius. Tak hanya diagnosisnya lambat, tetapi pada anak omentum cenderung pendek dan bisa gagal membungkus perforasi apendiks vermiformis, apendisitis jarang diusia dibawah usia 3 tahun, tetapi meningkat progresif antara usia 3 dan 10 tahun. Diagnosis banding nyeri abdomen akut dalam masa bayi mencakup kolik, gastroenteritis akut, hernia inkarserata,dan volvulus. Serangan berulang obstruksi usus sebagian pada bayi dapat sekunder terhadap sebab konginetal seperti stenosis usus, pangkreas anularis, dan malrotasi midgut.

Dalam usia kelompok pra sekolah (2 sampai 5 tahun) apendisitis tetap jarang, sebab lain nyeri abdomen akut dalam kelompok usia ini mencakup gastroenteritis akut, pielonefritis, dan divertikulum Meckel . Anak usia sekolah (5 sampai 10 tahun) gastroenteritis dan limfadenitis mesentarika merupakan kelainan keradangan terlazim dalam kelompok ini. Khas pada gastroenteritis terdapat adanya muntah yang mendahului mulainya nyeri dan sering disertai dengan diare. Jarang disertai dengan tanda lokalisasi atau bising usus biasanya hiperreaktif dan pemeriksaan rektum positif dalam gastroenteritis.

Apendisitis mesentarika sering didahului oleh infeksi trakturs respiratorius dan disertai dengan ketidak nyamanan abdomen yang sering dimulai pada kuadran kanan bawah. Pemeriksaan abdomen hanya menunjukan nyeri tekan kuadran kanan bawah yang sering tidak terlokalisasi dengan baik. Diagnosis apendisitis pada orang tua sering sulit. Sering datang dengan gejala klinis yang samar samar dan 30% dhitung leokosit dibawah 10.000. lebih dari 30% pasien tua menderita apendiks vermiformis ruptur pada waktu operasi. Diagnosis banding pada kelompok ini mencakup diverticulitis, ulkus perforata, kolesistitis akut, karsinoma, obstruksi usus, dan penyakit vaskuler mesentarika.pada remaja dan dewasa muda, diagnosis apendisitis berhubungan dengan jenis kelamin. Diagnosis pada pria dengan nyeri kuadran kanan bawah lokalisata menyangkut 4 penyebab genitourinarius : pielonefritis akut, batu ginjal, torsio testis, dan epididimitis. Pielonefritis akut dan batu ginjal dapat dicurigai atas dasar urinalisis serta torsio testis dan epididimitis harus dicurigai atas dasar pemeriksaan fisik. Diagnosis lainnya pada pria muda mencakup adenitis mesdentarika dan gastroenteritis akut.

Insiden penyakit peradangan pelvis pada wanita muda dengan nyeri abdomen membuat diagnosis apendisitis lebih sulit. Lewis dan sejawat menemukan bahwa jika mulainya nyeri abdomen timbul dalam 7 hari haid, maka insiden penyakit peradangan pelvis dua kali apendisitis. Tetapi jika masa haid dimulai 8 hari atau lebih setelah mulainya nyeri abdomen maka apendisitis dua kali kemungkinan penyakit peradangan pelvis.63.1.11 Penatalaksanaan

Bila diagnosis klinis sudah jelas tidakan yang paling tepat dan satu satunya pilihan yang terbaik adalah apendektomi. Pada apendisitis komplikasi biasanya tidak diperlukan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Apendektomi bias dilakukan dengan cara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila apendektomi terbuka irisan dititik McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita dengan keluhan yang kurang jelas sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bias dilakukan bila dalam observasi masih didapatkan keraguan.83.1.12 Komplikasi

Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik pada perforasi bebas atau pada maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa masa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum dan lekuk usus halus. Massa apendiks terjadi jika apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan lekuk usus halus. Pada masa preapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum yang belum sempurna dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu masa preapendikuler yang masih bebas sebaiknya dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Pada anak dipersiapkan operasi pada waktu 2-3 hari. Pasien dewaa dengan masa preapendikuler yang terpancang dengan pendindingan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberikan antibiotic sambil dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran masa serta luas peritonitis. Jika sudah tidak ada demam, masa preapendikuler hilang dan leokosit normal, pasien boleh pulang dan dilakukan operasi 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat diperkecil. Jika terjadi perforasi maka akan terbentuk abses apendiks hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, teraba pembengkakan massa dan bertambhanya angka leokosit.

Apendisitis perforate, adanya fekalit didalam lumen ( ]orang tua atau anak kecil) dan keterlambatan diagnosis merupakan factor yang berperan terhadap perforasi apendiks. Factor yang mempengaruhi tingginya insiden perorasi pada orangtua adalah gejala yang samar, keterlambatan berobat, perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen. Insiden yang tinggi pada anak akibat dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang diagnosis dan proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak yang belum berkembang. Perforasi apendiks akan menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat seluruh lapang perut dan perut menjadi tegang. Adanya masa intraa bdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai sebagai abses. Abses sub diafragma harus dibedakan dengan abses hati pneumonia basal dan efusi pleura. Ultrasonografi dan roentgen thorak akan membantu membedakannya. 83.1.13 Prognosis Angka kematian 0 - 0,3 % pada apendisitis akut sederhana dan sekitar 2 % atau lebih pada apendisitis akut dengan perforasi. Pada anak kecil dan orang tua, perforasi dapat menimbulkan kematian sampai sekitar 10-15 % kasus. Kematian yang umumnya akibat perforasi disebabkan oleh berbagai faktor seperti pasien yang telat dalam memeriksakan diri, keterlambatan dokter atau ahli bedah dalam menangani kasus apendisitis akut. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan adanya intervensi bedah yang dini73.2 Kista Ovarium

3.2.1 Definisi

Tumor Ovarium adalah sebuah proses pertumbuhan jaringan baru yang berasal dari ovarium baik yang bersifat jinak atau ganas. Beberapa literatur menggolongkan kista sebagai tumor namun beberapa literatur lain memisahkan antara tumor dengan kista. Kista itu sendiri adalah suatu jenis tumor berupa kantong yang abnormal yang berisi cairan.3.2.2 Epidemiologi

Kista ovarium fungsional umunya terjasi pada usia produktif dan relatif jarang pada wanit premenopouse. Secra umum usia tidak ada persebaran umur yang spesifik mengenai usia terjadinya kista ovarium.3.2.3 Sifat Kista

a. Kista fisiologis

Sesuai siklus menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya berkembang dan gambarannya seperti kista. Biasanya kista tersebut berukuran dibawah 4 cm, dapat dideteksi degan pemeriksaan USG, dan dalam 3 bulan akan hilang. Kista yang bersifat fisiologis ini dialami oleh orang berusia reproduksi karen masih mengalami menstruasi. Biasanya kista fisiologis tidak menimbulkan nyeri pada saat haid. b. Kista patologis

Kista ovarium yang bersifat danas disebut kanker ovarium. Angka kematian yang tinggi karen apenyakit ini pada awalnya bersifat tanpa grjala dan tanpa menimbulan keluhan apabila sudah metastasis , sehingga 60-70% pasien datang pada stadium lanjut.93.2.4 Patofisiologi

Setiap harinya, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2,8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum yang pada saat matang memiliki stuktur 1,5-2 cm dengan kista di tengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akn mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.9,10

Kista ovarii yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang kadang disebut kista theca-lutein. Kista trsebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih.8,93.2.5 Tanda dan Gejala

Pada stadium awal gejalanya dapat berupa :

a. Gangguan haid

b. Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih.

c. Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan dan sakit di perut.

d. Nyerii saat bersenggama

Pada stadium lanjut :

a. Asites

b. Penyebaran ke omentum serta organ di dalam rongga perut

c. Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan

d. Gangguan buang air besar dan kecil

e. Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada

Munculnya gejala klinis pada kista ovarium diakibatkan oleh 3 hal, antara lain :

1. Pertumbuhan kista yang dapat menimbulkan tekanan pada alat alat sekitarnya

2. Aktivitas hormonal, khususnya jenis kista yang memproduksi hormon.

3. Komplikasi yang ditimbukannyaBerikut ini yang sering muncul dari adanya kista ovarium adalah :

1. Menstruasi yang datang terlambat dan disertai rasa nyeri

2. Nyeri menstruasi hebat dan terus menerus

3. Terjadi pembesaran di perut

4. Muncul gejala penekanan akibat pembesaran kista, misalnya kedepan menakan kandung kemih, kebelakang ke rektum. Akibatnya, muncul gangguan buang air besar dan air kecil

5. Jika kista bertangkai, rasa nyeri perut dapat muncul tiba tiba, bahkan muntah muntah dapat terjadi sebagai akibat tangkai kista terpuntir

6. Luas permukaan endometrium menjadi lebih tebal sehinga menstruasi menjadi lebih banyak.

7. Munculnya rasa nyeri tumpul, perasaan penuh atau tertekan pada daerah perut

8. Serangan rasa nyeri yang tajam yang muncul mendadak pada perut bagian bawah.

9. Tumbuhnya rambut di daerah wajah dan bagian tubuh lain.

10. Pembengkakan tungkai bawah yang tidak di sertai rasa sakit.3.2.6 Diagnosis

Kista ovarium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik. Namun biasanya sangat sulit untuk menemukan kisa melalui pemeriksaan fisik. Maka kemudian di lakukan pemeriksaan penunjanh untuk mendiagnosis kista ovarium . Pemeriksaan yang umum di gunakan adalah :

1. Ultrasonografi ( USG)

Alat peraba ( transducer) dgunakan untuk memastikan keberadaan kista, membantu mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atai padat. Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista berisi mterial padat memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.10

Gambar 8 : Kista ovarium pada USGDari gambaran USG dapat terlihat :

a. Akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat ( kadang-kadang oval) dan terlihat sangat echolusen dengan dinding yang tipis/tegas/licin, dan di tepi belakang kisata nampak bayangan echo yang lebih putih dari dinding depannya.

b. Kista ini dapat bersifat unilikuler ( tidak bersepta) atau multi okuler ( bersepta septa)\

c. Kadang kadang terlihat bintik bintik echo yang halus-halus di dalam kista yang berasal dari elemen-elemen darah di dalam kista.

2. Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan lab dapat berguna sebagi scrrening maupun diagnosis apakah tumor tersebut bersifat jinak atau ganas. Berikut pemeriksaan yang umum dilakukan untuk mendiagnosis kista ovarium.

Pemeriksaan Beta-HCG (Pemeriksaan ini digunakan untuk screening awal apakah wanita tersebut hamil atau tidak. Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.

Pemeriksaan Darah Lengkap ( Untuk sebuah penyakit keganasan, dapat di perkirakan melalui LED. Parameter lain seperti leukosit HB , HT juga dapat membantu pemeriksa menilai keadaan pasien.

Urinalisis ( Urinalisis penting untuk mencari apakah ada kemungkinan lain, baik batu saluran kemih, atau infeksi dan untuk menyingkirkan diagnosis banding

Pemeriksaan Tumor Marker ( Tumor marker spesifik pada keganasan ovarium adalah CA 125. CEA juga dapat diperiksa namun CEA kurang spesifik karena marker ini juga mewakili keganasan kolorektal, uterus dan ovarium.

3. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Merupakan pemeriksaan untuk memastikan tingkat keganasan dari tumor ovarium. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersama dengan proses operasi, kemudian sampel difiksasi dan diperiksa di bawah mikroskop.103.2.7 Penatalaksanaan

1. Observasi dan Manajemen Gejala

Jika kista tidak menimbulakan gejala , maka cukup di monitor selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas. Apabila terdpat nyeri , maka berikan obat obatan simptomatik seperti penghilang nyeri NSAID. 8,92. Operasi

Jika kista membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan, yakni dilakukan pengambilan kista dengan tindakan laparoskopi atau laparotomi. Biasanya kista yang ganas tumbuh dengan cepat dan pasien mengalami penurunan berat badan yang signifikan. Akan tetpai kepastian suatu kista itu bersifat jinak atau ganas jika telah dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi setelah dilakukan pengangkatan kista itu sendiri melalui operasi. Biasanya untuk laparoskopi diperbolehkan pulang pada hari ke-3 atau ke -4 sedangkan untuk laparotomi di perbolehkan pulang pada hari ke-8 atau ke-9. 8,9

Indikasi umum operasi pada tumor ovarium melalui screening USG umumnya dilakukan apabila besar tumor melebihi 5 cm baik dengan gejala maupun tanpa gejala.8,9,103.2.8 Prognosis

Prognosis dari kista junak sangat baik, kista jinak tersebut dapat tumbuh di jaringan sisa ovarium atau di ovarium kontralateral. Apabila sudah dilakukan operasi angka kejadian kista berulang cukup kecil yaitu 13 persen.

Kematian disebabkan karena karsinoma ovari ganas berhubungan dengan stadium saat terdiagnosis pertama kali dan pasien dengan keganasan ini sering ditemukan sudah dalam stadium akhir.9

Angka harapan hidup dalam 5 tahun ratarata 41,6 %. Tumor sel granuloma memiliki angka berthan hidup 82 %, sedangkan karsinoma sel skuamosa yang berasal dari kista dermois berkaitan dengan prognosis yang buruk. 9,10BAB 4

ANALISIS KASUS

Pada pasien ini, penulis mendiagnosis pasien menderita Appendicitis kronis disertai kristal kecil pada ginjal kanan/kiri dan kista ovarium berdasarkan :

1. Anamnesis

Nyeri perut, Nyeri perut dirasakan sejak kemarin pagi. Nyeri terus terusan, semakin hari semakin berat. Saat serangan nyeri berat, cekot cekot dan serasa ditusuk.Nyeri awalnya dirasakan di ulu hati seperti sakit maag, lalu bertambah ke seluruh lapang perut dan terutama di bagian kanan bawah. Pasien tidak bisa beraktivitas dan tidak membaik dengan istirahat. Disertai mual, tidak ada muntah, tidak ada panas, tidak ada kencing berwarna merah, sejak kemarin belum buang angin dan BAB, dan merasa perutnya kembung2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 4-5-6

Vital Sign : a. TD : 120/80 mmHg

b. Nadi : 102 x/min

c. Temp : 36 C

d. RR : 24 x/min

2.3.2 Kepala: A/I/C/D: -/-/-/-

2.3.3 Leher :

Inspeksi : benjolan (-), pembesaran kgb(-)

Palpasi : deviasi trakea (-)

2.3.4 Thoraks:

Paru :

a. Inspeksi : bentuk dada normal, pola pernapasan reguler,

retraksi dinding dada (-), tidak tampak adanya

massa.

b. Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, stem fremitus

dalam batas normal, tidak teraba adanya massa

c. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

d. Auskultasi : suara vesikular kanan kiri, Rh(-)/(-),

Wh (-)/(-)

Jantung :

a. Inspeksi : vousure cardiaq(-), iktus tidak tampak. b. Palpasi : iktus teraba tak kuat angkat

c. Perkusi : batas jantung kanan batas jantung kiri dbn. d. Auskultasi: S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

2.3.5 Abdomen :

Inspeksi : distended

Auskultasi : bising usus (+), meteorismus (+)

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) seluruh kuadran, terutama sebelah kanan bawah, Murphy sign (-)

Perkusi : timpani

2.3.6 Ekstremitas : edema (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang :

- Pemeriksaan Darah Hasil Laboratorium :

Hb

: 12,2 g/dl

Leukosit: 17.900 /mm3

Hematokrit: 35,7 %

Thrombosit: 280.000 /mm3

GDA

: 104 g/dl

BUN

: 8 mg/dl

Serum Creatinin : 0,6 mg/dl

Albumin: 3,6g/dl

Kalium

: 3,6 mmol/L

Natrium:138 mmol/L

Chlorida:101 mmol/L

Foto thorax APDeskripsi :

Foto thorax AP

Cor : ukuran dan bentuk kesan normal

Pulmo : corakan bronkhovaskuler dalam batas normal

Sinus costofrenikus dextra dan sinistra : tajam

Tulang : os clavicula, os scapula, vertebrae thoracalis I-IV, costae dalam batas normal.

Soft tissue : dalam batas normal

Kesimpulan : Foto thorax dalam batas norma Foto BOF dan LLDDeskripsi :

Gas usus: Distribusi merata sampai cavum pelvis, peningkatan gas usus.

Hepar lien: Ukuran dan bentuk dalam batas normal

Ginjal : kontur ginjal tidak dapat dievaluasi karena tertutup oleh gas usus.

Tulang:

Costae: Alignment normal, trabekulasi normal, tidak didapatkan proses keradangan maupun keganasan

Vertebrae: tidak tampak scoliosis, lipping (-), trabekulasi normal, tidak didapatkan proses keradangan maupun keganasan.

Tulang pelvis, sacroiliac joint, hip joint dalam batas normal

Udara bebas: udara bebas (-)

Psoas Shadow kanan kiri simetris.Tidak terdapat gambaran batu sepanjang traktus urinariusHasil USG abdomen

Hepar normal, tepi reguler, intensitas Echoparenkim normal vena porta dan hepatika normal, tidak ada pelebaran IHBD/EHBD, tidak ada nodul/kista/ abses

Gall Bladder : Besar Normal, tidak ada batu maupun penebalan dinding

Pankreas/ Lien besar normal, intensitas echoparenkim normal, tidak ada nodul/ kista/ kalsifikasi

Ren dex/sinistra besar normal, intensitas echocorteks meningkat, batas sinus korteks baik, tidak ada ektasis sistem pelvicocalyceal, tidak ada nodul/ kista, tampak kristal kecil pada ginjal kanan/kiri

Buli tidak ada batu maupun massa tumor, tampak penebalan dinding

Uterus tidak membesar, tidak ada myoma , adnexa tampak massa kistik diameter 4 cm x 4cm

Tampak penebalan apendiks, dan didapatkan gambaran apendikolithKesimpulan : Appendicitis kronis disertai kristal kecil pada ginjal kanan/kiri dan kista ovarium

BAB 5KESIMPULAN1. Apendisitis adalah Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis biasanya disebabkan oleh flora normal usus dan sering didahului oleh obstruksi lumen apendiks oleh jaringan limfoid atau fekalit. Peradangan menyebabkan edema dan iskemia pada dindingnya yang menyebabkan gangren dan perforasi apendisitis paling sering ditemukan pada dewasa muda dan merupakan penyebab tersering dari pembedahan akut dari kelompok2. Apendisitis terdiri dari apendisitis akut dan apendisitis kronis. Apendisitis Akut dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul strikur local. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah dan Apendisitis kronis dibagi atas: apendisitis kronis fokalis atau parsial,setelah sembuh akan timbul strikur lokal. Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika semua syarat berikut terpenuhi: riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, terbukti terjadi radang apendiks baik secara mikroskopik dan makroskopik dan keluhan menghilang setelah apendektomi3. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya apendisitis adalah infeksi bakteri,obstruksi primer lumen apendiks oleh fekalit merupakan salah satu faktor pencetus di samping hiperplasia jaringan limfe, tumor apendiks, dan cacing ascaris dapat pula menimbulkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba Histolytica 4. Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis Ultrasonografi, Apendikogram, Ct Scan

5. Komplikasi pada apendisitis bisa berupa infeksi luka, abses intraabdomen, perlekatan, perforasi6. Prognosis apendisitis umumya baik, jika operasi dilakukan sebelum terjadinya perforasiDAFTAR PUSTAKA

1. Britto, J.A dan Dalrymple-Nay, M.J.R. Kisi-Kisi Menembus Masalah Bedah. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.20052. Fardhani, Fanny. Apendisitis. Diunduh dari http://www.bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendisitis-akut.html. Diakses pada tanggal 21 maret 2015 3. Grace P, Borley N. 2007. At a Glace Ilmu Bedah Edisi ketiga,EGC:Jakarta4. Hayes P, Mackay T. 1997. Diagnosis dan Terapi, EGC: Jakarta

5. Schwartz. 2005. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill companies

6. Sabiston, David C. 2011. Buku Ajar Bedah Bagian Pertama. EGC:Jakarta7. Sabiston. 2002. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies

8. Sjamsuhidayat. De jong, Wim. Buku ajar ilmu bedah.EGC:Jakarta

9. Wiknjosastro H. Buku ilmu kandungan edisi 2.,editor: Saifuddin A.B,dkk. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.1999:13-1410. Schorge et al. Williams Gynecology [Digital E-book] Gynecology Oncology Section. Ovarium Tumors and Cancer. McGraw-Hills.,2008LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

APENDISITIS