Post on 02-Aug-2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliksir merupakan salah satu bentuk sediaan cair farmasi yang lazim digunakan
untuk beberapa zat aktif dengan kelarutan terbatas, yang dalam pembuatannya
digunakan pelarut tunggal maupun campuran karena kelarutan zat aktifnya dipengaruhi
oleh polaritas pelarut. Pelarut yang polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi
dan dapat melarutkan zat – zat yang polar dengan baik, sedangkan zat non polar sukar
larut dalam pelarut polar. Hal ini dikenal dengan istilah Like disolve like.
Menurut Moore, besarnya konstanta dielektrik dapat diatur dengan penambahan
pelarut lain atau pelarut campur. Konstanta dielektrik campuran pelarut merupakan
hasil penjumlahan dari konstanta dielektrik masing – masing pelarut yang dikalikan
dengan % volumenya. Pemakaian pelarut campur ini disebut dengan istilah co –
solvensy dan dapat dianggap sebagai modifikasi polaritas dari sistem pelarut terhadap
kelarutan zat dan fenomena kelarutan ini disebut fenomena co –colvensy.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini antara lain :
1. Memahami pengertian pelarut campur dan fungsinya dalam sediaan farmasi.
2. Mengetahui proses penambahan pelarut campur dalam pembuatan sediaan cair
farmasi.
3. Memahami arti kelarutan suatu zat dalam sediaan farmasi dan faktor – faktor yang
mempengaruhi kelarutan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Informasi Zat
1. Asam Salisilat
a. Pemerian : hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur
halus putih, rasa agak manis tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna
putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna
kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol
b. Kelarutan : sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform.
2. Gliserin
a. Pemerian : cairan seperti sirop; jernih, tidak berwarna, tidak berbau, manis
diikuti rasa hangat. Higroskopik. Jika disimpan beberapa lama pada suhu
rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak
melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20 o.
b. Kelarutan : dapat campur dengan air dan etanol (95%), praktis tidak larut dalam
kloroform, eter, dan minyak lemak.
B. Kelarutan
Kelarutan suatu zat terlarut adalah jumlah maksimum dari zat terlarut yang dapat
dilarutkan dalam sejumlah tertentu pelarut atau sejumlah larutan pada temperatur
tertentu. Senyawa yang terlarut disebut solut dan cairan yang melarutkan disebut
solven, yang bersama-sama membentuk suatu larutan. Proses pelarutan disebut solvasi
atau hidrasi jika pelarutnya air. Suatu larutan saat kesetimbangan tidak dapat menahan
solut lagi dan disebut jenuh. Larutan dalam keadaan tertentu dapat menahan lebih
banyak solut lebih dari keadaan normal solven hal ini disebut lewat jenuh.
Faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kelarutan diantaranya :
1. Kemurnian : solut atau solven
2
2. Temperatur : secara umum peningkatan temperatur larutan meningkatkan kelarutan
zat padat. Untuk semua gas kelarutan menurun dengan peningkatan temperatur.
3. Tekanan : untuk solut padat dan cair perubahan dalam tekanan secara praktis tidak
mempengaruhi kelarutan.
Laju kelarutan adalah suatu ukuran dari seberapa cepat suatu zat terlarut, beberapa
faktor yang mempengaruhi laju kelarutan adalah :
1. Ukuran partikel
Saat suatu solut dilarutkan aksi terjadi hanya pada permukaan dari tiap partikel.
Jika total permukaan partikel meningkat, solut akan larut lebih cepat.
2. Pengadukan
Pada solut cair atau padat, pengadukan menyebabkan bagian baru dari pelarut
kontak dengan solut, sehingga meningkatkan laju kelarutan.
3. Temperatur
Untuk solut padat dan cair, kenaikkan temperatur tidak hanya meningkatkan
jumlah solut yang terlarut tapi juga meningkatkan laju saat solut melarut.
Ketika suatu solven melarutkan suatu solut, partikel solven harus memecah partikel
solut dan menempati ruang yang terhalangi. pelarut yang polar dapat dengan efektif
memecah senyawa yang polar. Ini terjadi saat ujung positif dari suatu molekul solven
mendekati ujung negatif dari molekul solut (Jones, L. 2005).
C. Kosolvensi
Elektrolit lemah dan molekul-molekul nonpolar seringkali mempunyai kelarutan
dalam air yang buruk. Kelarutannya biasanya dapat ditingkatkan dengan penambahan
suatu pelarut yang dapat bercampur dengan air dimana dalam pelarut tersebut obat
mempunyai kelarutan yang baik. Proses ini dikenal sebagai kosolvensi, dan pelarut-
pelarut yang digunakan dalam kombinasi untuk meningkatkan kelarutan zat terlarut
dikenal sebagai kosolven.
Etanol, sorbitol, propilen glikol, dan beberapa anggota dari seri polimer polietilen
glikol memperlihatkan jumlah terbatas dari kosolven yang berguna, dan dapat
diterima secara umum dalam formulasi cairan-cairan dalam air.
Kosolven tidak hanya digunakan untuk mempengaruhi kelarutan obat tersebut,
tetapi juga untuk memperbaiki kelarutan dari konstituen-konstituen yang mudah
menguap yang digunakan untuk memberi rasa dan bau yang diinginkan ke produk
3
tersebut.
Suatu larutan adalah dispersi yang serba sama (homogen) dari suatu zat terlarut (solut)
didalam pelarutnya (solven), untuk dispersi tersebut diperlukan informasi tentang
kelarutan (solut) di dalam pelarutnya.
Kelarutan dapat diartikan sebagai jumlah (bagian) terbesar dari suatu komponen
(solut) yang dapat didistribusikan kepada komponen lainnya (solven), pada satu suhu
dan tekanan tertentu sehingga menghasilkan suatu dispersi molekular homogen yang
terdiri dari suatu fase tunggal (larutan). laju tercapainya kelarutan maksimum (jenuh)
disebut laju disolusi.
Molekul-molekul dalam obat padat diikat bersama oleh gaya intermolekular
tertentu misalnya gaya dipol-dipol imbas, dipol-dipol dan interaksi ion-ion, demikian
pula halnya dengan solven. pelarut dibedakan atas polar, semi polar, atau non polar
tergantung dari besarnya ikatan yang bersangkutan.
Sifat fisik kelarutan ada 3 yaitu :
1. Sifat koligatif : terutama tergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat
koligatif larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan titik
beku dan penaikan titik didih. Harga sifat koligatif kira-kira sama untuk
konsentrasi yang setara dari berbagai zat non elektrolit dalam larutan tanpa
mengidahkan jenis atau sifat kimiawi dari konstituen. Dalam menetapakan sifat
koligatif dari larutan zat padat dalam cairan, dianggap zat padat tidak menguap dan
tekanan uap diatas larutan seluruhnya berasal dari pelarut.
2. Sifat aditif : bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada jumlah sifat
konstituen dalam larutan. Contoh sifat aditif dari suatu senyawa adalah berat
molekul, yaitu jumlah massa atom konstituen. Massa dari komponen suatu larutan
juga bersifat aditif, massa total dari larutan adalah jumlah massa masing-masing
komponen.
3. Sifat konstitusi : bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit,
pada jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul. Sifat ini memberikan petunjuk
terhadap aturan senyawa tunggal dan kelompok molekul dalam sistem. Banyak
sifat yang sebagian aditif dan sebagian konstitusi. Pembiasan cahaya, sifat listrik,
sifat permukaan, dan antar permukaan dan kelarutan obat setidak-tidaknya
sebagian berupa sifat konstitusif dan sebagian sifat aditif. (Alfred Martin, 1990).
4
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Waktu : 9 April 2010
Tempat : Laboratorium Farmasi Fisik FMIPA Universitas Muhammadiyah Prof.
DR. Hamka Jurusan Farmasi
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain alkohol, aquadest,
gliserin, asam oksalat, asam salisilat, larutan NaOH 0,1 N, larutan indikator (pp), buret,
erlenmeyer, pipet volume 10 ml, kertas saring, beaker glass, gelas ukur, pipet tetes,
pipet filler dan statif.
C. Prosedur Kerja
1. Pembakuan Larutan NaOH
a. Timbang seksama 100 mg asam oksalat, masukkan dalam erlenmeyer dan
tambahkan 50 ml aquadest lalu aduk hingga larut, kemudian tambahkan
beberapa tetes larutan indikator.
b. Titrasi larutan tersebut dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan larutan
dari bening menjadi warna merah muda tipis, catat volume hasil titrasi dan
kemudian hitung normalitas NaOH. Titrasi dilakukan sebanyak satu kali untuk
setiap kelompok.
5
NoAquadest
(ml)Alkohol 60%
(ml)Gliserin
(ml)Jumlah
(ml)
Jumlah yan dipipet dari filtrat (ml)
1 47,5 2,5 - 50 102 45 2,5 2,5 50 103 42,5 2,5 5 50 104 40 2,5 7,5 50 105 37,5 2,5 10 50 102. Penentuan Kadar Asam Salisilat Dalam Larutan Surfaktan
a. Buat campuran pelarut sesuai yang tertera pada tabel berikut :
b. Timbang asam 200 mg salisilat,larutkan sedikit demi sedikit kedalam masing –
masing campuran pelarut yang telah dibuat dan kocok selama 15 menit.
c. Saring larutan dan tentukan kadar asam salisilat dengan memipet 10 ml filtrat
dan masukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan beberapa tetes larutan
indikator PP kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hasil pembakuan
sampai terbentuk warna merah muda tipis.
d. Buat tabel dan grafik antara % gliserin dengan % asam salisilat yang terlarut.
e. Diskusikan hasil yang diperoleh.
BAB IV
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan perhitungan
1. Volume pembakuan NaOH
Kelompok Volume Pembakuan (ml)1 19,502 18,153 20,354 19,355 17,756 19,357 19,008 18,709 18,5010 19,35X̄ 19,00
X̄on-1 0,75SD 18,25 – 19,75
2. Volume titran (NaOH) dan penimbangan sampel pada Penetapan Kadar Asam Salisilat
Kelompok Konsentrasi Surfaktan Volume Titran (ml) Penimbangan (g)
1 Blangko2,60 0,20002,30 0,2000
2 Gliserin 5%2,50 0,20002,35 0,2000
3 Gliserin 10%2,65 0,20002,60 0,2000
4 Gliserin 15%2,90 0,20002,90 0,2000
5 Gliserin 20%3,25 0,20003,00 0,2000
6 Blangko2,40 0,20002,35 0,2000
7 Gliserin 5%1,50 0,20001,50 0,2000
8 Gliserin 10%2,85 0,20002,675 0,2000
9 Gliserin 15%2,75 0,20002,70 0,2000
10 Gliserin 20%3,10 0,20003,15 0,2000
3. Perhitungan Kadar Asam Salisilat
a. Pembakuan larutan NaOH
7
1) Normalitas asam oksalat
N1 = g ram x 1000 ml = 0,1002 x 1000 ml
BM/BE V.pel 126,07/2 50 ml
= 0,0318 N
2) Pembakuan
Mgrek asam oksalat ~ mgrek NaOH
V1.N1 = V2.N2
50 ml x 0,0318 N = 19,11 ml x N2
N2 = 0,0832 N
b. Penetapan kadar asam salisilat
1) Blanko
Mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
V1.N1 = V2.N2
10 ml x N1 = 2,41 ml x 0,0832 N
N1 = 0,0201 N
Normalitas asam salisilat
N1 = gram x 1000 ml 0,0201 N = gram x 1000 ml
BM/BE V.pel 138,12 10 ml
Gram = 0,0278 g
Faktor pengenceran
Fp = V.pelarut x gram
V pipet
= 50 ml x 0,0278 g
10 ml
= 0,1390 g
Penetapan kadar
% Kadar = 0,1390 g x 100% = 69,50%
0,200 g
2) Gliserin 5%
Mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
8
V1.N1 = V2.N2
10 ml x N1 = 1,96 ml x 0,0832 N
N1 = 0,0163 N
Normalitas asam salisilat
N1 = gram x 1000 ml 0,0163 N = gram x 1000 ml
BM/BE V.pel 138,12 10 ml
Gram = 0,0225 gram
Faktor pengenceran
Fp = V.pelarut x gram
V pipet
= 50 ml x 0,0225 g
10 ml
= 0,1125 g
Penetapan kadar
% Kadar = 0,1125 g x 100% = 56,25%
0,200 g
3) Gliserin 10%
Mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
V1.N1 = V2.N2
10 ml x N1 = 2,69 ml x 0,0832 N
N1 = 0,0224 N
Normalitas asam salisilat
N1 = gram x 1000 ml 0,0224 N = gram x 1000 ml
BM/BE V.pel 138,12 10 ml
Gram = 0,0309 gram
Faktor pengenceran
Fp = V.pelarut x gram
9
V pipet
= 50 ml x 0,0309 g
10 ml
= 0,1545 g
Penetapan kadar
% Kadar = 0,1545 g x 100% = 77,25%
0,200 g
4) Gliserin 15%
Mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
V1.N1 = V2.N2
10 ml x N1 = 2,81 ml x 0,0832 N
N1 = 0,0234 N
Normalitas asam salisilat
N1 = gram x 1000 ml 0,0234 N = gram x 1000 ml
BM/BE V.pel 138,12 10 ml
Gram = 0,0323 gram
Faktor pengenceran
Fp = V.pelarut x gram
V pipet
= 50 ml x 0,0323 g
10 ml
= 0,1615 g
Penetapan kadar
% Kadar = 0,1615 g x 100% = 80,75%
0,200 g
5) Gliserin 20%
Mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH
10
V1.N1 = V2.N2
10 ml x N1 = 3,13 ml x 0,0832
N1 = 0,0260 N
Normalitas asam salisilat
N1 = gram x 1000 ml 0,0260 N = gram x 1000 ml
BM/BE V.pel 138,12 10 ml
Gram = 0,0359 gram
Faktor pengenceran
Fp = V.pelarut x gram
V pipet
= 50 ml x 0,0359 g
10 ml
= 0,1795 g
Penetapan kadar
% Kadar = 0,1795 g x 100% = 89,75%
0,200 g
B. Pembahasan
Kosolven adalah pelarut yang ditambahkan di luar pelarut asli yang dimaksudkan
untuk meningkatkan kelarutan suatu zat tertentu. Kosolven yang digunakan pada
umumnya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Zat yang akan dilarutkan harus dapat larut lebih baik dalam kosolven dibandingkan
dengan pelarut aslinya
2. Solven dan kosolven harus dapat bercampur dalam perbandingan yang tetap.
Penggunaan kosolven terutama banyak digunakan dalam pembuatan elixir yang
merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang lazim digunakan untuk beberapa zat
aktif dengan kelarutan terbatas yang dalam pembuatannya digunakan pelarut tunggal
maupun campuran karena kelarutan zat aktifnya dipengaruhi oleh polaritas pelarut.
Dari hasil perhitungan kadar asam salisilat, didapatlan hasil sebagai berikut :
1. Blanko, kadar asam salisilat = 69,50%
11
2. Gliserin 5%, kadar asam salisilat = 56,25%
3. Gliserin 10%, kadar asam salisilat = 77,25%
4. Gliserin 15%, kadar asam salisilat = 80,75%
5. Gliserin 20%, kadar asam salisilat = 89,75%
Berdasarkan pada hasil perhitungan kadar tersebut, maka dapat diketahui bahwa
penambahan kosolven/pelarut pembantu dalam hal ini yaitu gliserin dapat
meningkatkan kadar dari asam salisilat. Meskipun terdapat penyimpangan data pada
kadar gliserin 5%, dimana kadar asam salisilat yang diperoleh lebih kecil dibandingkan
dengan blanko (tanpa penambahan gliserin). Adanya penyimpangan ini dapat
dikarenakan antara lain :
1. Kesalahan saat memipet larutan sampel atau pengambilan pelarut
2. Penambahan indikator PP yang tidak tepat
3. Kesalahan saat titrasi, dan lain-lain.
Peningkatan kadar asam salisilat dengan penambahan kosolven juga berkaitan
dengan nilai konstanta dielektrik, yaitu nilai yang menunjukkan kepolaran suatu zat, makin
tinggi konstanta dielektrik, maka zat tersebut akan semakin polar. Menurut Moore
besarnya konstanta dielektrik dapat diatur dengan penambahan pelarut lain atau pelarut
campur. Dalam hal ini nilai konstanta dielektrik air adalah 80,4, gliserin = 46,0 dan
etilalkohol = 26,0. Konstanta dielektrik campuran pelarut dapat dihitung dari hasil
penjumlahan konstanta dielektrik masing-masing pelarut yang dikalikan dengan %
volumenya. Peristiwa pemakaian pelarut campur ini disebut dengan istilah kosolvensi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
12
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan pelarut
pembantu (kosolven) dapat meningkatkan kelarutan dari asam salisilat. Hal ini terlihat
dari hasil perhitungan kadar asam salisilat yang meningkat berbanding lurus dengan
peningkatan konsentrasi kosolven yang digunakan yaitu gliserin.
B. Saran
Adapun saran yang diberikan dalam praktikum kali ini adalah agar praktikan
mambaca terlebih dahulu prosedur kerja sebelum dilakukannya praktikum agar tidak
terjadi kekeliruan seperti kesalahan titrasi, dll.
DAFTAR PUSTAKA
13
Anonim. 2010. Diktat Praktikum Farmasi Fisik. Jakarta : Universitas Muhammadiyah
Prof. DR Hamka Fakultas MIPA Jurusan Farmasi.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Martin, Alfred, dkk. 2008. Farmasi Fisik Jilid Kedua Edisi Ketiga. Jakarta : UI – Press
LAMPIRAN
14
Pada grafik di atas menunjukkan hubungan antara pengaruh penambahan pelarut campur
gliserin 0%, 5%, 10%. 15% dan 20% terhadap peningkatan kadar asam salisilat. Kadar
asam salisilat yang diperoleh dengan penambahan gliserin pada konsentrasi 0% - 20%
bertutrut-turut sebesar 69,50 %, 56,25%, 77,25 %, 80,75 %, dan 89,75 %.
15