Post on 14-Aug-2015
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KEDOKTERAN
PENGARUH OBAT-OBAT DIURETIK
Asisten :
Mufti Akbar G1A008040
Kelompok III
Gelombang C
Fariza Zumala Laili G1A009087
Radita Ikapratiwi G1A009103
Gesa Gestana A. G1A009124
Fauziah Rizki I. G1A009132
Rostikawaty Azizah G1A009022
Noni Minty Belantric G1A009028
Noeray Pratiwi M. G1A009039
Siska Lia Kisdiyanti G1A009065
BLOK NEFROURINARY
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Kelompok III
Gelombang C
Fariza Zumala Laili G1A009087
Radita Ikapratiwi G1A009103
Gesa Gestana A. G1A009124
Fauziah Rizki I. G1A009132
Rostikawaty Azizah G1A009022
Noni Minty Belantric G1A009028
Noeray Pratiwi M. G1A009028
Siska Lia Kisdiyanti G1A009065
disusun untuk memenuhi persyaratan
tugas praktikum Farmakologi Kedokteran Blok Nefrourinary
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
diterima dan disahkan
Purwokerto, September 2011
Asisten
Mufti Akbar
G1A008040
BAB I
PANDAHULUAN
I. Judul Praktikum
Pengaruh Obat-obat Diuretik
II. Hari dan Tanggal Praktikum
Selasa, 20 September 2011
III. Tujuan Instruksional
A. Umum
Setelah menyelesaikan praktikum farmakologi dan teurapetik II ini
mahasiswa akan dapat menerapkan prinsip-prinsip farmakologi
berbagai macam obat dan memiliki keterampilan dalam memberi dan
mengaplikasikan obat secara rasional untuk kepentingan klinik.
B. Khusus
Setelah menyelesaikanpercobaan ini mahasiswa akan dapat :
1. Menjelaskan efek dieresis furosemid
2. Menjelaskan efek dieresis aminofilin
3. Menjelaskan perbedaan efek dieresis furosemid dengan aminofilin
4. Memiliki keterampilan dalam memasang kateter uretra dan injeksi
intravena
5. Memiliki keterampilan dalam menghitung dosis obat
IV. Definisi
Diuresis adalah efek meningkatnya produksi urin
V. Dasar Teori
A. Diuretik Osmotik
1. Sediaan dan dosis
Manitol pada suntikan intravena digunakan larutan 5-25%
dengan volume antara 50-1000 ml. Dosis untuk menimbulkan
dieresis ialah 50-200sg yang diberikan dalam cairan infus selama 24
jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh dieresis
sebanyak 30-50 ml per jam. Untuk penderita dengan oliguria hebat
diberikan dosis percobaan yaitu 200 mg/kgBB yang diberikan
melalui infus selama 3-5 menit. Bila dengan 1-2kali dosis percobaan
diuresis masih kurang dari 30 ml per jam dalam 2-3 jam, maka status
pasien harus dievaluasi kembali sebelum pengobatan dilanjutkan.
Untuk mencegah gagal ginjal akut pada tindakan operasi atau untuk
mengatasi oliguria, dosis manitol total untuk orang dewasa ialah 50-
100g. Untuk menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi,
menurunkan tekanan intraokuler pada serangan akut glaokoma
kongestif atau sebelum operasi mata, digunakan manitol 1,5-2
g/kgBB sebagai larutan 15-20%, yang diberikan melalui infus
selama 30-60 menit (Sunaryo, 2007).
Urea dapat dilakukan pada tindakan bedah saraf. Urea
diberikan secara intravena dengan dosis 1-1,5 g/kgBB. Gliserin
diberikan per oral sebelum suatu tindakan optalmologi dengan tujuan
menurunkan tekanan intraokuler. Efek maksimal terlihat 1 jam
sesudah pemberian obat dan menghilang sesudah 5 jam. Dosis untuk
orang dewasa yaitu 1-1,5 g/kgBB dalam larutan 50 atau 75%.
Isosorbid diberikan secara oral. Dosis berkisar antara 1-3 g/kgBB
dan dapat diberikan 2-4 kali sehari (Sunaryo, 2007).
2. Cara Pemberian
Manitol cara pemberiannya dapat dilakukan secara infus
intravena dan pada gliserin cara pemberian obatnya dapat dilakukan
secara peroral (Setiabudy, 2008).
3. Farmakokinetik
Manitol tidak dimetabolisme terutama oleh Glomerulus
Filtrasi, sedikit atau tampa mengalami reabsobsi dan sekresi di
tubulus atau bahkan praktis dianggap tidak direabsrbsi. Manitol
meningkatkan tekanan osmotik pada glomerulus filtrasi dan
mencegah tubulus mereabsorbsi air dan sodium. Sehingga manitol
paling sering digunakan diantara obat ini. Sesuai dengan definisi,
diuretik osmotik absorbsinya jelek bila diberikan peroral, yang
berarti bahwa obat ini harus diberikan secara parenteral. Manitol
diekresikan melalui filtrasi Glomerulus dalam waktu 30 – 60 menit
setelah pemberian. Efek yang segera dirasakan klien adalah
peningkatan jumlah urine. Bila diberikan peroral manitol
menyebabkan diare osmotik. Karena efek ini maka manitol dapat
juga digunakan untuk meningkatkan efek pengikatan K+ dan resin
atau menghilangkan bahan-bahan toksin dari saluran cerna yang
berhubungan dengan zat arang aktif (Sulistia, 2005).
4. Farmakodinamik
Diuretik osmotik (manitol) mempunyai tempat utama yaitu:
pada tubulus proksimal, ansa henle dan duktus kolingens (Sunaryo,
2007). Diuresis osmotik digunakan untuk mengatasi kelebihan cairan
di jaringan (intra sel) otak . diuretik osmotik yang tetap berada dalam
kompartemen intravaskuler efektif dalam mengurangi
pembengkakan otak. Manitol adalah larutan Hiperosmolar yang
digunakan untuk terapi meningkatkan osmolalitas serum (Ellen
Barker. 2002).
Cara kerja diuretik osmotik (Manitol) ialah meningkatkan
osmolalitas plasma dan menarik cairan normal dari dalam sel otak
yang osmolarnya rendah ke intravaskuler yang olmolar tinggi, untuk
menurunkan oedema otak. Pada sistem ginjal bekerja membatasi
reabsobsi air terutama pada segmen dimana nefron sangat permeable
terhadap air, yaitu tubulus proksimal dan ansa henle desenden.
Adanya bahan yang tidak dapat direabsobsi air normal dengan
masukkan tekanan osmotik yang melawan keseimbangan.
Akibatnya, volume urine meningkat bersamaan dengan ekskresi
manitol. Pemberian Manitol untuk menurunkan Tekanan Intrakranial
masih terus dipelajari dan merupakan objek penelitian, untuk
mengetahui efek, mekanisme kerja dan efektifitas secara klinis
manitol untuk menurunkan PTIK. Telah diketahui pemberian
manitol banyak mekanisme aksi yang terjadi pada sistim sirkulasi
dan darah dalam mengatur haemostasis dan haemodinamik tubuh,
sehingga menjadi obat pilihan dalam menurunkan Peningkatan
tekanan intra cranial. Berdasarkan Farmakokinetik dan
farmakodimik diketahui beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol
sekarang ini adalah sebagai berikut (Sulistia, 2005):
a. Menurunkan viskositas darah dengan mengurangi hematokrit,
yang penting untuk mengurangi tahanan pada pembuluh darah
otak dan meningkatkan aliran darahj ke otak, yang diikuti dengan
cepat vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola dan
menurunkan volume darah otak. Efek ini terjadi dengan cepat
(menit).
b. Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air dalam
jaringan otak yang mengalami injuri, manitol menurunkan
kandungan air pada bagian otak yang yang tidak mengalami
injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih untuk bagian
otak yang injuri untuk pembengkakan (membesar).
c. Cepatnya pemberian dengan bolus intravena lebih efektif dari
pada infuse lambat dalam menurunkan peningkatan tekanan intra
cranial.
d. Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa menimbulkan
gagal ginjal. ini dikarenakan efek osmolalitas yang segera
merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi urine dan dapat
menurunkan sirkulasi ginjal.
e. Pemberian manitol bersama lasik (furosemid) mengalami efek
yang sinergis dalam menurunkan PTIK. Respon paling baik akan
terjadi jika Manitol diberikan 15 menit sebelum lasik diberikan.
Hal ini harus diikuti dengan perawatan managemen status volume
cairan dan elektrolit selama terapi diuretik.
5. Indikasi
Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada pasien oliguria
akut akibat syok hipovolemik yang telah dikoreksi, reaksi tranfusi
atau sebab lain yang menimbulkan nekrosis tubuli, karena dalam
keadaan ini obat yang kerjanya mempengaruhi fungsi tubuli tidak
efektif. Manitol digunakan misalnya (Setiabudy, 2008):
a. untuk profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat
timbul akibat operasi jantung, luka traumatik berat, atau
tindakan operatif dengan penderita yang juga menderita ikterus
berat.
b. untuk menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler
c. untuk menurunkan tekanan atau volume cairan serebrospinal.
Dengan meninggikan tekanan osmotik plasma, maka iar dari
cairan bpla mata atau dari cairan otak akan berdifusi kembali ke
plasma dan ke dalam ruangan ekstrasel.
d. Pengobatan sindrom disekuilibrium pada hemodialisis. Pada
proses dialisis dapat terjadi penarikan cairan dan elektrolit yang
berlebihan sehingga menurunkan cairan ekstrasel (Setiabudy,
2008).
6. Kontraindikasi
Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan
anuria atau pada keadaan oliguria yang tidak responsif dengan
percobaan, kongesti atau edem paru yang berat, dehidrasi hebat, dan
perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan kraniotomi. Infus
manitol harus segera dihentikan apabila terdapat tanda-tanda
gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau kongestif
paru. Urea tidak boleh diberikan pada gangguan fungsi hati berat
karena ada risiko terjadinya peningkatan kadar amoniak. Manitol dan
urea dikontraindikasikan pada perdarahan serebral aktif (Setiabudy,
2008).
7. Interaksi Obat
Pada penggunaan diuretik bersama obat-obat lain harus
selalu dipikirkan adanya interaksi yang mungkin terjadi. Pada
diuretik osmotik dan kemungkinan diuretik lainnya apabila dipakai
bersama dengan antikoagulan oral akan menurunkan efek
antikoagulan akibat konsentrasi faktor-faktor pembekuan.
Sedangkan bila dipakai bersama dengan tetrasiklin dapat
meningkatkan azotemia pada penderita gagal ginjal, hal ini juga
memungkinkan terjadi pada semua diuretik lainnya (Sunaryo, 2007).
8. Efek Samping Obat
Manitol didistribusikan ke cairan ekstrasel, oleh karena itu
pemberian larutan manitol hipertonis yang berlebihan akan
meningkatkan osmolaritas cairan ekstrasel, sehingga secara tidak
diharapkan akan terjadi penambahan jumlah cairan ekstrasel dan
berbahaya bagi penderita payah jantung. Kadang-kadang manitol
juga dapat menimbulkan reaksi hipersensitif (Sunaryo, 2007). Urea
lebih bersifat iritatif terhadap jaringan dan dapat menimbulkan
trombosis atau nyeri bila terjadi ekstravasasi. Gliserin dimetabolisme
dalam tubuh dan dapat menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria.
Pemberian diuretik osmotik sering menimbulkan sakit kepala, mual,
dan muntah (Sunaryo, 2007).
B. Tiazid
Contoh obat yang termasuk golongan diuretik thiazid adalah
hidroklorotiazid (HCT), klorotiazid, politiazid, klortalidon,
bendroflumetazid dan lain-lain.
1. Sediaan dan Dosis
Tabel Sediaan dan Dosis Tiazid
Obat Sediaan (mg) Dosis
(mg/hari)
Lama
kerja
(jam)
Klorotiazid Tablet 250 dan
500
500-1000 6-12
Hidroklorotiazid Tablet 25 dan 50 25-100 (CHF);
12,5-25 (HT)
6-12
Hidroflumetiazid Tablet 50 25-200 (CHF);
12,5-25 (HT)
6-12
Bendrolumetiazi
d
Tablet 2, 5 dan 10 1,25 (HT); 10
(CHF)
6-12
Politiazid Tablet 1, 2 dan 4 1-4 (HT) 24-48
Benzitiazid Tablet 50 50-200 6-12
Siklotiazid Tablet 2 1-2 18-24
Metiklotiazid Tablet 2,5 dan 5 2,5-10 24
Klortalidon Tablet 25, 50 dan
100
25-100 24-72
Kuinelazon Tablet 50 50-200 18-24
Indapamid Tablet 2,5 2,5-5 (CHF);
1,25 (HT)
24-36
(Setiabudy, 2008)
Keterangan :
HT : Hipertensi
CHF : Gagal Jantung Kongestif
2. Cara Pemberian
Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung atau
hipertensi yang disertai gangguan fungsi ginjal harus dilakukan
dengan hati-hati sekali, karena obat ini dapat memperhebat gangguan
tersebut akibat penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan
hilangnya natrium. Obat golongan diuretik tiazid ini dapat diberikan
baik secara intravena maupun per oral (Sunaryo, 2007).
3. Farmakokinetik
Tiazid diabsorbsi melalui saluran cerna. Umumnya efek
obat tiazid setelah satu jam. Klorotiazid didistribusi ke seluruh ruang
ekstrasel dan dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya
ditimbun dalam jaringan ginjal. Pada proses aktif, tiazid diekskresi
oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Klirens ginjal obat
ini besar sekali, biasanya dalam 3-6 jam sesudah diekskresi.
Politiazid, bendroflumetazid, dan klortalidon mempunyai masa kerja
yang lebih panjang karena ekskresinya lebih lambat. Klorotiazid
dalam badan tidak mengalami perubahan metabolic sedangkan
politiazid sebagian dimetabolisme dalam badan (Setiabudy, 2008).
4. Farmakodinamik
Diuretik tiazid bekerja menghambat simporter Na+, Cl- di hulu
tubulus distal. Sistem transport ini dalam keadaan normal berfungsi
membawa Na+ dan Cl- dari lumen ke dalam sel epitel tubulus. Na+
selanjutnya dipompakan ke luar tubulus dan ditukar dengan K+,
sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Efek
farmakodinamik tiazid yang utama adalah untuk meningkatkan
eksresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan
kloruresis disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi
elektrolit pada hulu tubuli distal (Setiabudy, 2008).
Laju ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid
relatif lebih rendah dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh
beberapa diuretik lain, hal ini disebabkan 90% Na+ dalam cairan
filtrate telah direabsorpsi lebih dahulu sebelum mencapai tempat
kerja. Pada pasien diabetes insipidus, tiazid dapat mengurangi
dieresis sedangkan pada pasien hipertensi dapat menurunkan tekanan
darah bukan karena efek diuretiknya tetapi efek langsung terhadap
arteriol sehingga dapat terjadi vasodilatasi (Setiabudy, 2008). Efek
hemodinamik tiazid dapat dipisahkan ke fase jangka pendek dan
jangka panjang. Jangka pendek toleransi dapat dihasilkan dari
periode paska dosis antinatriuresis dapat dipicu oleh pengurangan
awal di volume cairan ekstraseluler sesuai dengan penurunan tingkat
obat di plasma dan cairan tubulus di bawah ambang diuretik.
Penurunan awal dalam tekanan darah dikaitkan dengan pengurangan
dalam cairan ekstraseluler dan volume plasma yang mengarah ke
jantung yang tertekan oleh output dan preload (Ernst et al, 2009).
5. Indikasi
a. Hipertensi
Tiazid merupakan salah satu obat penting pada pengobatan
ini baik sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat
hipertensi lain. Sebagai diuretik tiazid memberikan efek anti
hipertensi berdasarkan efek penurunan resistensi pembuluh
darah (Setiabudy, 2008)
b. Gagal jantung
Tiazid digunakan untuk pengobatan edema akibat gagal
jantung ringan sampai sedang. Pemberian tiazid pada pasien
gagal jantung atau hipertensi yang disertai gangguan fungsi
ginjal harus dilakukan dengan hati-hati dikarenakan obatnya
dapat memperhebat gangguan fungsi ginjal akibat penurunan
kecepatan filtrasi diglomerulus dan hilangnya natrium, klorida
dan kalium yang terlalu banyak (Setiabudy, 2008).
c. Diabetes insipidus
Pada pengobatan penyakit diabetes insipidus golongan
tiazid bersifat nefrogenik
d. Hiperkalsiuria
Pada pasien dengan batu kalsium pada saluran kemih obat
golongan tiazid dapat mengurangi ekskresi kalsium ke saluran
kemih sehingga mengurangi risiko pembentukan batu
(Setiabudy. 2008).
7. Kontraindikasi
Tiazid merupakan obat terpilih dalam mengatasi udem
karena payah jantung ringan sampai sedang. Baik bila
dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium pada penderita yang
juga mendapat pengobatan digitalis untuk mencegah timbulnya
hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis.
Tiazid juga memberikan respon yang baik pada penderita udem
akibat penyakit ginjal dan hati kronik. Dalam pengobatan hipertensi,
tiazid juga kerap digunakan baik sebagai obat tunggal ataupun
kombinasi. Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung atau
hipertensi yang disertai gangguan fungsi ginjal harus hati-hati karena
menurunkan laju filtrasi dan hilangnya natrium, kalium dan klorida
yang terlalu banyak.golongan tiazid juga digunakan untuk
pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat nefrogen dan
hiperkalsiuria pada penderita dengan batu kalsium pada saluran
kemih (Sunaryo, 2007).
8. Interaksi Obat
Indometasin dan AINS lain dapat mengurangi efek diuretik
tiazid karena kedua obat ini menghambat sintesis prostaglandin
vasodilator di ginjal, sehingga menurunkan aliran darah ginjal dan
laju filtrasi glomerulus. Probenesid menghambat sekresi tiazid ke
dalam lumen tubulus. Akibatnya efektivitas tiazid berkurang.
Hipokalkemia yang terjadi akibat pemberian tiazid dapat
meningkatkan risiko aritmia oleh digitalis dan obat-obat antiaritmia,
sehingga pemantauan kadar kalium sangat penting pada pasien yang
juga mendapat digitalis atau antiaritmia (Setiabudy, 2008).
9. Efek Samping Obat
Efek samping dari diuretik tiazid antara lain (Setiabudy, 2008):
a. Gangguan elektrolit, meliputi hipokalemia, hipovolemia,
hiponatremia, hipokloremia, hipomagnesemia. Hipokalemia
mempermudah terjadinya aritmia terutama pada pasien yang
juga mendapat digitalis atau antiaritmia lain.
b. Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin
karena tiazid langsug mengurangi aliran darah ginjal.
c. Hiperkalsemia
Tendensi hiperkalsemia pada pemberian tiazid jangka
panjang merupakan efek samping yang menguntungkan
terutama untuk orang tua dengan risiko osteoporosis, karena
dapat mengurangi risiko fraktur.
d. Hiperurisemia.
Diuretik tiazid dapat meningkatkan kadar asam urat darah
karena efeknya menghambat sekresi dan meningkatkan
reabsorpsi asam urat.
e. Tiazid dapat menurunkan toleransi glukosa dan mengurangi
efektivitas obat hipoglikemik oral
f. Gangguan fungsi seksual kadang-kadang dapat terjadi akibat
pemakaian diuretik
g. Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan
trigliserida plasma dengan mekanisme tang tidak diketahui,
tetapi tidak jelas apakah ini meningkatkan risiko terjadinya
aterosklerosis.
C. Diuretik Karbonik Anhidrase Inhibitor
1. Sediaan, dosis, dan cara pemberian
Azetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan
250 mg untuk pemberian oral. Dosis antara 250-500 mg per
kali,dosis untuk chronic simple glaucoma yaitu 250-1000 mg
per hari. Natrium Azetazolamid untuk pemberian parenteral
hendaknya diberkan satu kali sehari,kecuali bila dimaksudkan
untuk menimbulkan asidosis metabolic maka obat diberikan
setiap 8 jam. Dosis dewasa untuk acute mountain sickness yaitu
2 kali sehari 250 mg,dimulai 3-4 hari sebelum mencapai
ketinggian.Dosis untuk paralisis periodic yaitu 250-750 mg
sehari dibagi 2 atau 3 dosis. Diklorofenamid dalam tablet 50
mg,efek optimal dicapai dengan dosis awal 200 mg sehari,serta
metazolamid dalam tablet 25 mg dan 50 mg dan dosis 100-300
mg sehari,tidak terdapat dipasar. (Brater,2001)
2. Farmakokinetik
Absorbsi Saluran cerna
Distribusi Darah dicapai dalam 2 jam
Metabolisme Tidak dimetabolisme
Ekskresi Ginjal
3. Farmakodinamik
Efek farmakodinamik adalah penghambatan karbonik
anhydrase secara non kompetitif. Akibatnya terjadi perubahan
sistemik dan terbatas pada organ tempat enzim itu berada.
Contohnya, pada mata. Dalam cairan mata terkandung enzim
anhydrase. Sehingga pemberian azetazolamid akan mengurangi
pembentukan cairan disertai penurunan tekanan intraocular yang
berguna pada penderita glaucoma. (Sunaryo,2008)
4. Indikasi dan kontraindikasi
Indikasi Kontra Indikasi
Penyakit Glaukoma
Paralisis periodic
Acute mountain
sickness
Sirosis hepatis
Ibu hamil(Sunaryo,2008)
5. Interaksi Obat
Karbonik anhydrase jika berinteraksi dengan tetrasiklin
akan meningkatkan azotemia pada penderita gagal ginjal.
6. Efek Samping Obat
Azetazolamid mempermudah pembentukkan batu ginjal
karena berkurangnya ekskresi sitrat,kadar kalsium tidak berubah
atau meninggi. Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa
demam,reaksi kulit,depresi sumsum tulang dan lesi renal mirip
reaksi terhadap sulfanamid.
D. Diuretik Hemat Kalium
1. Sediaan, dosis, dan cara pemberian
Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25,50,dan
100 mg.Dosis dewasa berkisar 25-200 mg,tetapi dosis efektif
rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi.Terdapat pula
kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan hidroklorotiazid
27mg.
Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg.Dosinya
100-300 mg sehari.Amilorid terdapat dalam bentuk tablet 5
mg.Dosis sebesar 5-10mg.Sediaan kombinasi tetap antara
amilorid 5mg dan hidroklorotiazid 50mg terdapat dalam bentuk
tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet (Brater,2001).
2. Farmakokinetik
Absorbsi Saluran cerna
Distribusi Enterohepatik
Metabolisme Dimetabolisme tingkat pertama
Ekskresi Ginjal
3. Farmakodinamik
Antagonis aldosterone menghambat secara kompetitif
terhadap aldosterone.Sehingga reabsorbsi natrium di hilir tubuli
distal dan duktus koligentes dikurangi dengan demikian ekskresi
kalium juga berkurang.
Triamteren menurunkan ekskresi kalium dengan
menghambat sekresi kalium di sel tubuli distal, sehingga
mengakibatkan turunnya perbedaan potensial listrik
transtubular,sedangkan adanya perbedaan potensial listrik
transtubular ini diperlukan untuk berlangsungnya proses sekresi
kalium oleh sel tubuli distal.Obat ini efektif dalam keadaan
asidosis maupun alkalosis (Sunaryo,2008)
4. Indikasi dan kontraindikasi
Indikasi antagonis aldosterone
Kontra Indikasi
Hipertensiuedem
Sirosis hepatis(Sunaryo,2008)
Indikasi triamterene dan amilorid
Kontra Indikasi
udem Jika deberikan dengan obat penghambat ACE(Sunaryo,2008)
5. Interaksi Obat
Diuretik hamat kalium jika berinteraksi dengan
suplemen kalium,penghambat ACE,spironolakton akan menjadi
hiperkalemia.
6. Efek Samping Obat
Spironolakton Triamteren dan amiloridHiperkalemiaGinekomastia
KiperkalemiaMualMuntahPusing/sakit kepalaKejang(Sunaryo,2008)
E. Diuretik Kuat
1. Sediaan, dosis, dan cara pemberian
Obat Sediaan Dosis Cara
pemberian
Furosemid Tab 20 dan 40
mg serta injeksi
20mg /ampl 2
ml.
10-40 mg/hari
20-80mg/hari
Oral
IV
Torsemid - 5-10 mg/hari oral
Bumetanid Tab 0,5 dan 1
mg serta injeksi
5 mg.
0,5-2 mg / hari oral
Asam
etakrinat
Tab 25 dan 50
mg serta injeksi
50 mg/amp.
50-200 mg/hari
0,5-1 mg/kgBB
Oral
IV
(Sunaryo, 2007)
2. Farmakokinetik
Obat ini mudah diabsorpsi lewat saluran pencernaan
dengan bioavailabilitas masing-masing jenis obat berbeda-beda.
Diuretik kuat berikatan dengan protein plasma sehingga cepat sekali
sekresi dan terakumulasi di cairan tubulus. Sebagian obat ini ada
yang di ekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan sebagian lagi
dieksresi melalui hati (Sunaryo, 2007).
3. Farmakodinamik
Diuretik kuat bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi
elektrolit Natrium, kalium, dan klorida pada bagian ansa henle tebal
pars ascenden. Selain itu jika diberikan secara IV obat ini bisa
meningkatkan aliran darah ke ginjal tanpa merubah kecepatan filtrasi
glomerulus sehingga reabsorpsi air akan menurun dan efek
diuresisnya pun meningkat. Diuretik kuat juga dapat meningkatkan
eksresi kalium dan kadar asam urat plasma tetapi tidak
meningkatkan reabsorpsi kalsium pada tubulus distal (Sunaryo,
2007).
4. Indikasi
a. Gagal jantung
b. Edema refrakter
c. Asites
d. Gagal ginjal akut (Sunaryo, 2007)
5. Kontraindikasi
Dikontraindikasikan bagi pasien yang memiliki riwayat
alergi terhadap golongan obat sulfonamid. Selain itu, obat ini juga
tidak dianjurkan untuk diberikan kepada wanita hamil karena dapat
menyebabkan efek teratogenik (Sunaryo, 2007).
6. Efek Samping Obat
a. Gangguan cairan dan elektrolit
b. Ototoksisitas
c. Hipotensi
d. Efek metabolik
e. Reaksi alergi
f. Nefritis interstitialis alergik (Sunaryo, 2007).
F. Alat dan Bahan Praktikum
A. Alat
1. Beakerglass
2. Papan lilin
3. Kapas
4. Kateter karet
5. Spuit insulin
6. Timbangan
B. Bahan
1. Furosemid ampul 2 ml 20 mg
2. Aminofilin ampul 10 ml 240 mg
3. Alcohol
4. Aquabiddest
5. Procain-penicillin G inj 2 cc 100 mg
6. Larutan paraffin
C. Binatang Percobaan
Kelinci
G. Cara Kerja
Kelinci A Kelinci B
Ikat di papan
Memasang kateter yang sudah diolesi paraffin sebelumnya
Mengosongkan kandung kemih kelinci
Mengumpulkan urin selama 10 menit(menimbangnya dan menjadikannya urin control)
Memberi
Kelinci A kelinci B
Aminofilin Furosemid2,4% 0,25 cc/kgBB I mg / kgBB
(dengan jalan IV di vena marginalis)
Mencatat pengeluaran urin 10 menit pertama
Membuat grafik
Memberi penicillin G dengan IV di vena marginalis
BAB II
HASIL
A. Hasil Praktikum
Diketahui :
Bb kelinci adalah 70 gr atau setara dengan 0,7 kg
Perhitungan Dosis :
a. Penicilin
Dosis konversi = 0,07 X 100 mg
1,5 =
7 mg1,5
Dosis Obat = 7 mg1,5
X bb kelinci = 7 mg1,5
x 0,7 = 3,26 mg
Dosis Obat (dlm cc) = 2cc
100 mg X 3,26 mg = 0,0652 cc
b. Aminofilin
Dosis obat = 0,25 X BB kelinci = 0,25 X 0,7 = 0,175 cc
c. Furosemid (tidak dilakukan)
Dosis obat = 1 mg X 0,7 kg = 0,7 kg
Dosis obat (dlm cc)= 2
20x bb kelinci =
220
x 0,7 = 0,07 cc
Aminofilin FurosemidUrin control 0,32 cc 0,15 cc
Urin 10 menit
pertama(dlm cc)
0,34 cc 0,95 cc
10 20 30 400
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
aminofilinfurosemid
B. Pembahasan
Pada praktikum farmakologi efek obat diuretik ini mendapatkan
hasil bahwa setelah pemberian obat diuretik seperti aminofilin dan
furosemid, urin yang dikeluarkan menjadi lebih banyak daripada urin awal
yang dikeluarkan melalui kateter. Efek obat Aminofilin ini menyebabkan
urin 0,02 cc menjadi 0,34 cc sedangkan efek obat furosemid menyebabkan
meningkatnya jumlah volume urin sebanyak 0,8 cc menjadi 0,95 cc.
Penambahan volume dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Waktu (menit)
cc/kgBB
0 100.31
0.3150.32
0.3250.33
0.3350.34
0.345
Grafik 1. Aminofilin - Volume Urin Terhadap Waktu
Grafik Volume Urin Terhadap Waktu
waktu (menit)V
olu
me
(cc/
kg
BB
)
0 100
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Grafik 2. Furosemid - Volume Urin Terhadap Waktu
Grafik Volume Urin Terhadap Waktu
waktu (menit)
Vo
lum
e (c
c/k
gB
B)
Aminofilin dan furosemid ini adalah obat yang memilki efek
meningkatkan kecepatan pembentukan urin. Furosemid merupakan obat
diuretik kuat. Obat ini mudah diabsorpsi lewat saluran pencernaan dengan
bioavailabilitas masing-masing jenis obat berbeda-beda. Diuretik kuat
berikatan dengan protein plasma sehingga cepat sekali sekresi dan
terakumulasi di cairan tubulus. Sebagian obat ini ada yang di ekskresi
melalui ginjal dalam bentuk utuh dan sebagian lagi dieksresi melalui hati
(Sunaryo, 2007).
Aminofilin merupakan obat golongan metilxantin yang biasanya
digunakan sebagai bronkodilator. Obat ini juga memiliki efek diuretik
namun lemah tak sekuat furosemid. Efek diuresis ini diduga disebabkan
oleh meningkatnya aliran darah ginjal dan laju filtrasin glomerulus. Xantin
memiliki efek langsung pada tubuli ginjal yaitu menyebabkan peningkatan
ekskresi Na+ dan Cl- tanpa disertai perubaha yang nyata pada pengasaman
urin (Sunaryo, 2007).
Pada praktikum kali ini terlihat bahwa hasil yang didapatkan dari
efek obat furosemid terhadap jumlah penambahan volume urin lebih tinggi
daripada jumlah penambahan jumlah volume urin akibat obat aminofilin.
Pada furosemid urin bertambah menjadi 0,95 cc sedangkan pada aminofilin
hanya bertambah 0,02 cc menjadi 0,34 cc. Adapun perbedaan antara obat
aminofilin dengan furosemid, yaitu :
Furosemid (Schmitz et al,
2009)
Aminofilin (Deglin &
Vallerand, 2005)
Mula Kerja Cepat, segera setelah
pemberian IV, pada
pemberian oral setelah 30 –
60 menit
Pemberian oral 15 – 60 menit
Efek Maksimum Setelah 30 – 60 menit
berikutnya
Efek maksimum 1 – 2 jam
Lama efek Singkat; setelah pemberian
IV hanya 2 – 3 jam; setelah
pemberian oral ± 6 – 8 jam
Secara oral dapat mencapai 6 –
8 jam.
Kekuatan efek 30 - 40 % jumlah cairan filtrat
glomerulus diekskresi.
-
Golongan Diuretik kuat yang bekerja
paling kuat
Derivat xantin (Bronko-
dilator) Methylxanthine
yang memiliki efek samping
diuretik
Hasil dari praktikum ini belum tentu hasil yang valid,dikarenakan
bisa saja terjadi bias pada hasilnya disebabkan oleh faktor praktikan dan
faktor binatang percobaan. Tapi pada hasil kali ini sesuai dengan teori yang
ada bahwa furosemid dan aminofilin memiliki efek diuresis yang dapat
menyebabkan pertambahan jumlah volume urin.
C. Aplikasi Klinis
1. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom dimana terjadi penurunan
secara cepat laju filtrasi glomerulus dalam waktu beberapa hari sampai
beberapa minggu disertai dengan akumulasi zat sisa metabolisme
nitrogen. Manifestasi klinis dari gagal ginjal akut antara lain penurunan
volume urin, udem, mual, malaise, dan ensefalopati. Gagal ginjal akut
dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Prarenal
Disebabkan karena hipotensi berlebihan dan melebarnya arteriol
aferen secara berlebihan sehingga perfusi ke ginjal menurun. Ada
beberapa gangguan yang menyebabkan terjadi gagal ginjal akut
seperti syok hipovolemik, syok kardiogenik, sepsis, obat-obatan
( golongan ACE inhibitor dan OAINS), luka bakar, dan penyakit
hati berat.
b. Renal
Biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal itu sendiri seperti
glomerulonefritis, vaskulitis, obat-obatan yang bersifat nefrotoksik,
nefritris interstitial, rabdomiolitis, dan mieloma.
c. Pascarenal
Biasanya disebabkan oleh obstruksi pada saluran kemih (Davey,
2005).
D. Jawaban Pertanyaan
1. Bagaimana mekanisme kerja aminofilin dan furosemid dalam
menimbulkan deuresis?
Aminofiilin
Nama & Struktur Kimia
:Theophyllinum et Ethylenediaminum. (C7H8N4O2)2,C2H4(NH2)2
Sifat Fisikokimia
:
Serbuk berwarna putih atau sedikit kekuningan. Bersifat anhydrous atau tidak mengandung lebih dari 2 molekul air. Aminofilin mengandung tidak kurang dari 84.0% dan tidak lebih dari 87.4% teofilin anhydrous, serta mengandung 13.5% sampai 15% anhydrous ethylenediamine. Larut dalam air (larutan menjadi keruh akibat pengaruh karbon dioksida), tidak larut dalam dehydrated alkohol. Simpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung cahaya. (Martindale,2010)
Keterangan : Larutan Aminofilin bersifat basa. Apabila pH Golongan/Kelas Terapi Obat Untuk Saluran Napas Nama Dagang - Amicain - Aminophyllinum - Phyllocontin
Mekanisme Kerja Obat
Obat merupakan bahan yang menyebabkan perubahan
dalam fungsi biologis melalui proses kimia. Molekul obat
berinteraksi dengan molekul khusus dalam sistem biologis
yang berperan sebagai regulator yaitu molekul reseptor.
Dengan adanya konsep dan teknik baru maka terjadi
akumulasi informasi tentang kerja obat dan substrat biologis
yang disebut reseptor. Reseptor adalah komponen
sel/organisme yang berinteraksi dengan obat dan yang
mengawali mata rantai peristiwa biokimia menuju efek obat
yang diamati. Obat ada yang disentesis dari dalam tubuh
(seperti hormon) dan tidak disentesis dalam tubuh
(xenobiotik) cendrung bersifat toksit/racun. Agar berinteraksi
secara kimiawi dengan reseptor, molekul obat harus
memiliki ukuran, muatan listrik, bentuk, serta struktur yang
tepat.
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat
dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat
dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi
dan fisiologi yang merupakan respon khas untuk obat tersebut.
Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional
yang mencakup 2 konsep penting. Pertama, bahwa obat dapat
mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat
tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya
memodulasi fungsi yang sudah ada. Walaupun tidak berlaku
bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku sampai
sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat
berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor
obat tertentu juga berperan sebagai reseptor yang ligan
endogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya
menyerupai senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya,
senyawa yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik tetapi
menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat
ikatan agonis (agonist binding site) disebut antagonis
(Aktonim, 2010).
Efek Samping
Efek samping yang sering terjadi : Saluran cerna : diare,
mual dan muntah; Neurologi : pusing, sakit kepala, insomnia,
dan tremor; Renal : diuresis;
Efek samping serius : Cardiovascular : Atrial fibrilasi,
Bradiaritmia apabila administrasi terlalu cepat dapat
menyebabkan Cardiac arrest, Takiaritmia Dermatologic :
Erythroderma; Gastrointestinal : Necrotizing enterocolitis in
fetus OR newborn; Immunologic : Immune hypersensitivity
reaction; Neurologic : perdarahan pada intracranial, kejang.
(Martindale, 2010)
2. Sebutkan tanda-tanda toxik diuretik loop?
Loop diuretik atau diuretik kerja kuat, misalnya furosemid bekerja
pada daerah Ansa Henle di mana 20% sampai 25% natrium diserap
kembali di Ansa Henle. Diuretik loop menghambat reabsorpsi NaCl
dalam Ansa Henle dengan menghambat kotranspor Na/K/2Cl (Neal,
2002). Pemberian bersamaan dengan NSAIDs dapat mengurangi
kemanjuran diuretik (Dipiro et al, 2008). Pemberian diuretik loop
secara oral diindikasikan untuk mengurangi edema perifer dan edema
paru pada gagal jantung sedang sampai berat (kronis). Pemberian
intravena dapat dilakukan pada pasien dengan edema paru akibat gagal
jantung akut. Pada dosis tinggi, loop diuretik dapat menginduksi
perubahan komposisi elektrolit dalam endolimfe dan menyebabkan
ketulian yang sifatnya tidak dapat pulih kembali. Ketualian adalah
manifestasi klinis yang digunakan sebagai salah satu indikator tanda
toxic effec dari loop diuretik (Neal, 2002).
3. Sebutkan kegunaan deuretik tiazid dan potasium sparing?
a. Diuretik Tiazid
Diuretik jenis tiazid bermanfaat untuk hipertensi ringan –
sedang, atau hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah (lanjut
usia). Obat inibiasa dikombinasikan dengan obat antihipertensi lain
untuk mencegah retensi air. Juga agar terjadi potensiasi dgn obat
tersebut. (Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007).
b. Diuretik Potasium Sparing
Diuretik potasium sparing berguna untuk pengobatan udem.
Dan akan lebih bermanfaat apabila diberikan untuk terapi
bersamaan dengan obat jenis diuretik lain, misalnya dengan
dikombinasikan dengan diuretik golongan tiazid. Diuretik
potasium sparing juga dikombinasikan dengan diuretik lain dengan
tujuan mencegah resiko hipokalemia. Obat ini selain untuk udem
juga bermanfaat untuk hiperaldosteronisme (Tjay, Tan Hoan dan
Kirana Rahardja, 2007).
4. Sebutkan klasifikasi diuretik dan cara kerjannya serta berikan
contohnya masing-masing?
Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
a. Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
1) Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya
osmotiknya.
2) Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena
hipertonisitas daerah medula menurun.
3) Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan
cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya
papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau
adanya faktor lain.
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan
elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Contoh
dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan
isisorbid.
b. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli
proksimal sehingga di samping karbonat , juga Na dan K di
ekskresikan lebih banyak bersama dengan air. Khasiat diuretiknya
hanya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie, maka perlu
digunakan secara selang seling (intermittens). Diuretic bekerja
pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi
bikarbonat.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid,
diklorofenamid dan meatzolamid.
c. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal
dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida. Efeknya
lebih lemah dan lambat tetapi tertahan lebih lama (6-48 jam) dan
terutama digunakan dalam terapi pemeliharaan hipertensi dan
kelemahan jantung (dekompensatio cardis). Obat-obat ini memiliki
kurva dosis efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi
efeknya (dieresis, penurunan tekanan darah) tidak bertambah.Obat-
obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,
hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid,
benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan
indapamid.
d. Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal
dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme
kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan
amilorida).efek obat-obat ini hanya melemahkan dan khusus
digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya guna menghemat
ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorbsi Na dan
ekskresi K. proses ini dihambat secara kompetitif (saingan) oleh
obat-obat ini. Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal
hanyalah lemah efek ekskresinya mengenai Na dan K. tetapi pada
penggunaan diuretika lengkungan dan thiazida terjadi ekskresi
kalium dengan kuat, maka pemberian bersama dari penghemat
kalium ini menghambat ekskresi K dengan kuat pula. Mungkin
juga ekskresi dari magnesium dihambat.
e. Diuretik kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden
pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport
elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Obat-obat ini berkhasiat
kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan
pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru.
Memperlihatkan kurva dosis efek curam, artinya bila dosis
dinaikkan.
Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat,
furosemid dan bumetamid.
BAB V
KESIMPULAN
1. Diuretik merupakan obat yang mempunyai efek meningkatkan produksi
urin.
2. Beberapa golongan diuretik yaitu :
a. Diuretik osmotik
b. Tiazid
c. Diuretik Karbonik anhidrase inhibitor
d. Diuretik Hemat Kalium
e. Diuretik Kuat
3. Aminofilin dan furosemid adalah obat yang memilki efek meningkatkan
kecepatan pembentukan urin.
4. Furosemid merupakan obat diuretik kuat. Dosis yang dibutuhkan untuk
binatang percobaan yang digunakan sebesar 0,07 cc
5. Aminofilin merupakan obat golongan metilxantin yang biasanya digunakan
sebagai bronkodilator, obat ini juga memiliki efek diuretik namun lemah
tak sekuat furosemid. Dosis yang dibutuhkan untuk binatang percobaan
yang digunakan adalah 0,175 cc
6. Efek obat furosemid terhadap jumlah penambahan volume urin lebih tinggi
daripada jumlah penambahan jumlah volume urin akibat obat aminofilin.
DAFTAR PUSTAKA
Aktonim. 2010. Pengertian Dan Penggolongan Obat. Available from, URL :
http://pothalpharmacy.org/2010/09 diakses pada 23 September 2011
Brater. 1998. Diuretic Therapy. New Eng J Med.;339(6):387-95.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Dipiro, J., Talbert, R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L.,
2008.Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition,
McGraw-Hill Medical Publishing, New York, 174-213.
Ellen Barker. 2002. Neuroscience Nursing, A Spectrum Of Care. Second Edition
Mosby.
Ernst, Michael E and Pharm D et al. 2009. Use Of Diuretics In Patients With
Hypertension. The New England Journal of Medicine. Volume 361 (22) ;
2153-2154.
Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan
oleh Amalia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 875.
Martindale.2010.Biomedik Farmakologi.EGC.Jakarta Setiabudy, Rianto. 2008.
Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal 393-
399
Neal, M J. 2002. At a Glance Farmakologi Medis. Fourth Edition. Blackwell
Publishing Company: Oxford.
Sulistia dkk . 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi 4 . Jakarta : Penerbit Gaya
Baru.
Sunaryo. 2007. Diuretik dan Antidiuretik dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Hal 380-387
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting : Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam, Cetakan Pertama.
Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Hal.519-523.