LAPORAN FARMAKO nefro

46
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KEDOKTERAN PENGARUH OBAT-OBAT DIURETIK Asisten : Mufti Akbar G1A008040 Kelompok III Gelombang C Fariza Zumala Laili G1A009087 Radita Ikapratiwi G1A009103 Gesa Gestana A. G1A009124 Fauziah Rizki I. G1A009132 Rostikawaty Azizah G1A009022 Noni Minty Belantric G1A009028 Noeray Pratiwi M. G1A009039 Siska Lia Kisdiyanti G1A009065 BLOK NEFROURINARY

Transcript of LAPORAN FARMAKO nefro

Page 1: LAPORAN FARMAKO nefro

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KEDOKTERAN

PENGARUH OBAT-OBAT DIURETIK

Asisten :

Mufti Akbar G1A008040

Kelompok III

Gelombang C

Fariza Zumala Laili G1A009087

Radita Ikapratiwi G1A009103

Gesa Gestana A. G1A009124

Fauziah Rizki I. G1A009132

Rostikawaty Azizah G1A009022

Noni Minty Belantric G1A009028

Noeray Pratiwi M. G1A009039

Siska Lia Kisdiyanti G1A009065

BLOK NEFROURINARY

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2011

Page 2: LAPORAN FARMAKO nefro

LEMBAR PENGESAHAN

Oleh :

Kelompok III

Gelombang C

Fariza Zumala Laili G1A009087

Radita Ikapratiwi G1A009103

Gesa Gestana A. G1A009124

Fauziah Rizki I. G1A009132

Rostikawaty Azizah G1A009022

Noni Minty Belantric G1A009028

Noeray Pratiwi M. G1A009028

Siska Lia Kisdiyanti G1A009065

disusun untuk memenuhi persyaratan

tugas praktikum Farmakologi Kedokteran Blok Nefrourinary

Jurusan Kedokteran

Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan

Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto

diterima dan disahkan

Purwokerto, September 2011

Asisten

Mufti Akbar

G1A008040

Page 3: LAPORAN FARMAKO nefro

BAB I

PANDAHULUAN

I. Judul Praktikum

Pengaruh Obat-obat Diuretik

II. Hari dan Tanggal Praktikum

Selasa, 20 September 2011

III. Tujuan Instruksional

A. Umum

Setelah menyelesaikan praktikum farmakologi dan teurapetik II ini

mahasiswa akan dapat menerapkan prinsip-prinsip farmakologi

berbagai macam obat dan memiliki keterampilan dalam memberi dan

mengaplikasikan obat secara rasional untuk kepentingan klinik.

B. Khusus

Setelah menyelesaikanpercobaan ini mahasiswa akan dapat :

1. Menjelaskan efek dieresis furosemid

2. Menjelaskan efek dieresis aminofilin

3. Menjelaskan perbedaan efek dieresis furosemid dengan aminofilin

4. Memiliki keterampilan dalam memasang kateter uretra dan injeksi

intravena

5. Memiliki keterampilan dalam menghitung dosis obat

IV. Definisi

Diuresis adalah efek meningkatnya produksi urin

V. Dasar Teori

A. Diuretik Osmotik

1. Sediaan dan dosis

Manitol pada suntikan intravena digunakan larutan 5-25%

dengan volume antara 50-1000 ml. Dosis untuk menimbulkan

dieresis ialah 50-200sg yang diberikan dalam cairan infus selama 24

jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh dieresis

sebanyak 30-50 ml per jam. Untuk penderita dengan oliguria hebat

diberikan dosis percobaan yaitu 200 mg/kgBB yang diberikan

Page 4: LAPORAN FARMAKO nefro

melalui infus selama 3-5 menit. Bila dengan 1-2kali dosis percobaan

diuresis masih kurang dari 30 ml per jam dalam 2-3 jam, maka status

pasien harus dievaluasi kembali sebelum pengobatan dilanjutkan.

Untuk mencegah gagal ginjal akut pada tindakan operasi atau untuk

mengatasi oliguria, dosis manitol total untuk orang dewasa ialah 50-

100g. Untuk menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi,

menurunkan tekanan intraokuler pada serangan akut glaokoma

kongestif atau sebelum operasi mata, digunakan manitol 1,5-2

g/kgBB sebagai larutan 15-20%, yang diberikan melalui infus

selama 30-60 menit (Sunaryo, 2007).

Urea dapat dilakukan pada tindakan bedah saraf. Urea

diberikan secara intravena dengan dosis 1-1,5 g/kgBB. Gliserin

diberikan per oral sebelum suatu tindakan optalmologi dengan tujuan

menurunkan tekanan intraokuler. Efek maksimal terlihat 1 jam

sesudah pemberian obat dan menghilang sesudah 5 jam. Dosis untuk

orang dewasa yaitu 1-1,5 g/kgBB dalam larutan 50 atau 75%.

Isosorbid diberikan secara oral. Dosis berkisar antara 1-3 g/kgBB

dan dapat diberikan 2-4 kali sehari (Sunaryo, 2007).

2. Cara Pemberian

Manitol cara pemberiannya dapat dilakukan secara infus

intravena dan pada gliserin cara pemberian obatnya dapat dilakukan

secara peroral (Setiabudy, 2008).

3. Farmakokinetik

Manitol tidak dimetabolisme terutama oleh Glomerulus

Filtrasi, sedikit atau tampa mengalami reabsobsi dan sekresi di

tubulus atau bahkan praktis dianggap tidak direabsrbsi. Manitol

meningkatkan tekanan osmotik pada glomerulus filtrasi dan

mencegah tubulus mereabsorbsi air dan sodium. Sehingga manitol

paling sering digunakan diantara obat ini. Sesuai dengan definisi,

diuretik osmotik absorbsinya jelek bila diberikan peroral, yang

berarti bahwa obat ini harus diberikan secara parenteral. Manitol

diekresikan melalui filtrasi Glomerulus dalam waktu 30 – 60 menit

Page 5: LAPORAN FARMAKO nefro

setelah pemberian. Efek yang segera dirasakan klien adalah

peningkatan jumlah urine. Bila diberikan peroral manitol

menyebabkan diare osmotik. Karena efek ini maka manitol dapat

juga digunakan untuk meningkatkan efek pengikatan K+ dan resin

atau menghilangkan bahan-bahan toksin dari saluran cerna yang

berhubungan dengan zat arang aktif (Sulistia, 2005).

4. Farmakodinamik

Diuretik osmotik (manitol) mempunyai tempat utama yaitu:

pada tubulus proksimal, ansa henle dan duktus kolingens (Sunaryo,

2007). Diuresis osmotik digunakan untuk mengatasi kelebihan cairan

di jaringan (intra sel) otak . diuretik osmotik yang tetap berada dalam

kompartemen intravaskuler efektif dalam mengurangi

pembengkakan otak. Manitol adalah larutan Hiperosmolar yang

digunakan untuk terapi meningkatkan osmolalitas serum (Ellen

Barker. 2002).

Cara kerja diuretik osmotik (Manitol) ialah meningkatkan

osmolalitas plasma dan menarik cairan normal dari dalam sel otak

yang osmolarnya rendah ke intravaskuler yang olmolar tinggi, untuk

menurunkan oedema otak. Pada sistem ginjal bekerja membatasi

reabsobsi air terutama pada segmen dimana nefron sangat permeable

terhadap air, yaitu tubulus proksimal dan ansa henle desenden.

Adanya bahan yang tidak dapat direabsobsi air normal dengan

masukkan tekanan osmotik yang melawan keseimbangan.

Akibatnya, volume urine meningkat bersamaan dengan ekskresi

manitol. Pemberian Manitol untuk menurunkan Tekanan Intrakranial

masih terus dipelajari dan merupakan objek penelitian, untuk

mengetahui efek, mekanisme kerja dan efektifitas secara klinis

manitol untuk menurunkan PTIK. Telah diketahui pemberian

manitol banyak mekanisme aksi yang terjadi pada sistim sirkulasi

dan darah dalam mengatur haemostasis dan haemodinamik tubuh,

sehingga menjadi obat pilihan dalam menurunkan Peningkatan

tekanan intra cranial. Berdasarkan Farmakokinetik dan

Page 6: LAPORAN FARMAKO nefro

farmakodimik diketahui beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol

sekarang ini adalah sebagai berikut (Sulistia, 2005):

a. Menurunkan viskositas darah dengan mengurangi hematokrit,

yang penting untuk mengurangi tahanan pada pembuluh darah

otak dan meningkatkan aliran darahj ke otak, yang diikuti dengan

cepat vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola dan

menurunkan volume darah otak. Efek ini terjadi dengan cepat

(menit).

b. Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air dalam

jaringan otak yang mengalami injuri, manitol menurunkan

kandungan air pada bagian otak yang yang tidak mengalami

injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih untuk bagian

otak yang injuri untuk pembengkakan (membesar).

c. Cepatnya pemberian dengan bolus intravena lebih efektif dari

pada infuse lambat dalam menurunkan peningkatan tekanan intra

cranial.

d. Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa menimbulkan

gagal ginjal. ini dikarenakan efek osmolalitas yang segera

merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi urine dan dapat

menurunkan sirkulasi ginjal.

e. Pemberian manitol bersama lasik (furosemid) mengalami efek

yang sinergis dalam menurunkan PTIK. Respon paling baik akan

terjadi jika Manitol diberikan 15 menit sebelum lasik diberikan.

Hal ini harus diikuti dengan perawatan managemen status volume

cairan dan elektrolit selama terapi diuretik.

5. Indikasi

Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada pasien oliguria

akut akibat syok hipovolemik yang telah dikoreksi, reaksi tranfusi

atau sebab lain yang menimbulkan nekrosis tubuli, karena dalam

keadaan ini obat yang kerjanya mempengaruhi fungsi tubuli tidak

efektif. Manitol digunakan misalnya (Setiabudy, 2008):

Page 7: LAPORAN FARMAKO nefro

a. untuk profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat

timbul akibat operasi jantung, luka traumatik berat, atau

tindakan operatif dengan penderita yang juga menderita ikterus

berat.

b. untuk menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler

c. untuk menurunkan tekanan atau volume cairan serebrospinal.

Dengan meninggikan tekanan osmotik plasma, maka iar dari

cairan bpla mata atau dari cairan otak akan berdifusi kembali ke

plasma dan ke dalam ruangan ekstrasel.

d. Pengobatan sindrom disekuilibrium pada hemodialisis. Pada

proses dialisis dapat terjadi penarikan cairan dan elektrolit yang

berlebihan sehingga menurunkan cairan ekstrasel (Setiabudy,

2008).

6. Kontraindikasi

Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan

anuria atau pada keadaan oliguria yang tidak responsif dengan

percobaan, kongesti atau edem paru yang berat, dehidrasi hebat, dan

perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan kraniotomi. Infus

manitol harus segera dihentikan apabila terdapat tanda-tanda

gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau kongestif

paru. Urea tidak boleh diberikan pada gangguan fungsi hati berat

karena ada risiko terjadinya peningkatan kadar amoniak. Manitol dan

urea dikontraindikasikan pada perdarahan serebral aktif (Setiabudy,

2008).

7. Interaksi Obat

Pada penggunaan diuretik bersama obat-obat lain harus

selalu dipikirkan adanya interaksi yang mungkin terjadi. Pada

diuretik osmotik dan kemungkinan diuretik lainnya apabila dipakai

bersama dengan antikoagulan oral akan menurunkan efek

antikoagulan akibat konsentrasi faktor-faktor pembekuan.

Sedangkan bila dipakai bersama dengan tetrasiklin dapat

Page 8: LAPORAN FARMAKO nefro

meningkatkan azotemia pada penderita gagal ginjal, hal ini juga

memungkinkan terjadi pada semua diuretik lainnya (Sunaryo, 2007).

8. Efek Samping Obat

Manitol didistribusikan ke cairan ekstrasel, oleh karena itu

pemberian larutan manitol hipertonis yang berlebihan akan

meningkatkan osmolaritas cairan ekstrasel, sehingga secara tidak

diharapkan akan terjadi penambahan jumlah cairan ekstrasel dan

berbahaya bagi penderita payah jantung. Kadang-kadang manitol

juga dapat menimbulkan reaksi hipersensitif (Sunaryo, 2007). Urea

lebih bersifat iritatif terhadap jaringan dan dapat menimbulkan

trombosis atau nyeri bila terjadi ekstravasasi. Gliserin dimetabolisme

dalam tubuh dan dapat menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria.

Pemberian diuretik osmotik sering menimbulkan sakit kepala, mual,

dan muntah (Sunaryo, 2007).

B. Tiazid

Contoh obat yang termasuk golongan diuretik thiazid adalah

hidroklorotiazid (HCT), klorotiazid, politiazid, klortalidon,

bendroflumetazid dan lain-lain.

1. Sediaan dan Dosis

Tabel Sediaan dan Dosis Tiazid

Obat Sediaan (mg) Dosis

(mg/hari)

Lama

kerja

(jam)

Klorotiazid Tablet 250 dan

500

500-1000 6-12

Hidroklorotiazid Tablet 25 dan 50 25-100 (CHF);

12,5-25 (HT)

6-12

Hidroflumetiazid Tablet 50 25-200 (CHF);

12,5-25 (HT)

6-12

Bendrolumetiazi

d

Tablet 2, 5 dan 10 1,25 (HT); 10

(CHF)

6-12

Page 9: LAPORAN FARMAKO nefro

Politiazid Tablet 1, 2 dan 4 1-4 (HT) 24-48

Benzitiazid Tablet 50 50-200 6-12

Siklotiazid Tablet 2 1-2 18-24

Metiklotiazid Tablet 2,5 dan 5 2,5-10 24

Klortalidon Tablet 25, 50 dan

100

25-100 24-72

Kuinelazon Tablet 50 50-200 18-24

Indapamid Tablet 2,5 2,5-5 (CHF);

1,25 (HT)

24-36

(Setiabudy, 2008)

Keterangan :

HT : Hipertensi

CHF : Gagal Jantung Kongestif

2. Cara Pemberian

Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung atau

hipertensi yang disertai gangguan fungsi ginjal harus dilakukan

dengan hati-hati sekali, karena obat ini dapat memperhebat gangguan

tersebut akibat penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan

hilangnya natrium. Obat golongan diuretik tiazid ini dapat diberikan

baik secara intravena maupun per oral (Sunaryo, 2007).

3. Farmakokinetik

Tiazid diabsorbsi melalui saluran cerna. Umumnya efek

obat tiazid setelah satu jam. Klorotiazid didistribusi ke seluruh ruang

ekstrasel dan dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya

ditimbun dalam jaringan ginjal. Pada proses aktif, tiazid diekskresi

oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Klirens ginjal obat

ini besar sekali, biasanya dalam 3-6 jam sesudah diekskresi.

Politiazid, bendroflumetazid, dan klortalidon mempunyai masa kerja

yang lebih panjang karena ekskresinya lebih lambat. Klorotiazid

dalam badan tidak mengalami perubahan metabolic sedangkan

politiazid sebagian dimetabolisme dalam badan (Setiabudy, 2008).

Page 10: LAPORAN FARMAKO nefro

4. Farmakodinamik

Diuretik tiazid bekerja menghambat simporter Na+, Cl- di hulu

tubulus distal. Sistem transport ini dalam keadaan normal berfungsi

membawa Na+ dan Cl- dari lumen ke dalam sel epitel tubulus. Na+

selanjutnya dipompakan ke luar tubulus dan ditukar dengan K+,

sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Efek

farmakodinamik tiazid yang utama adalah untuk meningkatkan

eksresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan

kloruresis disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi

elektrolit pada hulu tubuli distal (Setiabudy, 2008).

Laju ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid

relatif lebih rendah dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh

beberapa diuretik lain, hal ini disebabkan 90% Na+ dalam cairan

filtrate telah direabsorpsi lebih dahulu sebelum mencapai tempat

kerja. Pada pasien diabetes insipidus, tiazid dapat mengurangi

dieresis sedangkan pada pasien hipertensi dapat menurunkan tekanan

darah bukan karena efek diuretiknya tetapi efek langsung terhadap

arteriol sehingga dapat terjadi vasodilatasi (Setiabudy, 2008). Efek

hemodinamik tiazid dapat dipisahkan ke fase jangka pendek dan

jangka panjang. Jangka pendek toleransi dapat dihasilkan dari

periode paska dosis antinatriuresis dapat dipicu oleh pengurangan

awal di volume cairan ekstraseluler sesuai dengan penurunan tingkat

obat di plasma dan cairan tubulus di bawah ambang diuretik.

Penurunan awal dalam tekanan darah dikaitkan dengan pengurangan

dalam cairan ekstraseluler dan volume plasma yang mengarah ke

jantung yang tertekan oleh output dan preload (Ernst et al, 2009).

5. Indikasi

a. Hipertensi

Tiazid merupakan salah satu obat penting pada pengobatan

ini baik sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat

hipertensi lain. Sebagai diuretik tiazid memberikan efek anti

Page 11: LAPORAN FARMAKO nefro

hipertensi berdasarkan efek penurunan resistensi pembuluh

darah (Setiabudy, 2008)

b. Gagal jantung

Tiazid digunakan untuk pengobatan edema akibat gagal

jantung ringan sampai sedang. Pemberian tiazid pada pasien

gagal jantung atau hipertensi yang disertai gangguan fungsi

ginjal harus dilakukan dengan hati-hati dikarenakan obatnya

dapat memperhebat gangguan fungsi ginjal akibat penurunan

kecepatan filtrasi diglomerulus dan hilangnya natrium, klorida

dan kalium yang terlalu banyak (Setiabudy, 2008).

c. Diabetes insipidus

Pada pengobatan penyakit diabetes insipidus golongan

tiazid bersifat nefrogenik

d. Hiperkalsiuria

Pada pasien dengan batu kalsium pada saluran kemih obat

golongan tiazid dapat mengurangi ekskresi kalsium ke saluran

kemih sehingga mengurangi risiko pembentukan batu

(Setiabudy. 2008).

7. Kontraindikasi

Tiazid merupakan obat terpilih dalam mengatasi udem

karena payah jantung ringan sampai sedang. Baik bila

dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium pada penderita yang

juga mendapat pengobatan digitalis untuk mencegah timbulnya

hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis.

Tiazid juga memberikan respon yang baik pada penderita udem

akibat penyakit ginjal dan hati kronik. Dalam pengobatan hipertensi,

tiazid juga kerap digunakan baik sebagai obat tunggal ataupun

kombinasi. Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung atau

hipertensi yang disertai gangguan fungsi ginjal harus hati-hati karena

menurunkan laju filtrasi dan hilangnya natrium, kalium dan klorida

yang terlalu banyak.golongan tiazid juga digunakan untuk

pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat nefrogen dan

Page 12: LAPORAN FARMAKO nefro

hiperkalsiuria pada penderita dengan batu kalsium pada saluran

kemih (Sunaryo, 2007).

8. Interaksi Obat

Indometasin dan AINS lain dapat mengurangi efek diuretik

tiazid karena kedua obat ini menghambat sintesis prostaglandin

vasodilator di ginjal, sehingga menurunkan aliran darah ginjal dan

laju filtrasi glomerulus. Probenesid menghambat sekresi tiazid ke

dalam lumen tubulus. Akibatnya efektivitas tiazid berkurang.

Hipokalkemia yang terjadi akibat pemberian tiazid dapat

meningkatkan risiko aritmia oleh digitalis dan obat-obat antiaritmia,

sehingga pemantauan kadar kalium sangat penting pada pasien yang

juga mendapat digitalis atau antiaritmia (Setiabudy, 2008).

9. Efek Samping Obat

Efek samping dari diuretik tiazid antara lain (Setiabudy, 2008):

a. Gangguan elektrolit, meliputi hipokalemia, hipovolemia,

hiponatremia, hipokloremia, hipomagnesemia. Hipokalemia

mempermudah terjadinya aritmia terutama pada pasien yang

juga mendapat digitalis atau antiaritmia lain.

b. Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin

karena tiazid langsug mengurangi aliran darah ginjal.

c. Hiperkalsemia

Tendensi hiperkalsemia pada pemberian tiazid jangka

panjang merupakan efek samping yang menguntungkan

terutama untuk orang tua dengan risiko osteoporosis, karena

dapat mengurangi risiko fraktur.

d. Hiperurisemia.

Diuretik tiazid dapat meningkatkan kadar asam urat darah

karena efeknya menghambat sekresi dan meningkatkan

reabsorpsi asam urat.

e. Tiazid dapat menurunkan toleransi glukosa dan mengurangi

efektivitas obat hipoglikemik oral

Page 13: LAPORAN FARMAKO nefro

f. Gangguan fungsi seksual kadang-kadang dapat terjadi akibat

pemakaian diuretik

g. Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan

trigliserida plasma dengan mekanisme tang tidak diketahui,

tetapi tidak jelas apakah ini meningkatkan risiko terjadinya

aterosklerosis.

C. Diuretik Karbonik Anhidrase Inhibitor

1. Sediaan, dosis, dan cara pemberian

Azetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan

250 mg untuk pemberian oral. Dosis antara 250-500 mg per

kali,dosis untuk chronic simple glaucoma yaitu 250-1000 mg

per hari. Natrium Azetazolamid untuk pemberian parenteral

hendaknya diberkan satu kali sehari,kecuali bila dimaksudkan

untuk menimbulkan asidosis metabolic maka obat diberikan

setiap 8 jam. Dosis dewasa untuk acute mountain sickness yaitu

2 kali sehari 250 mg,dimulai 3-4 hari sebelum mencapai

ketinggian.Dosis untuk paralisis periodic yaitu 250-750 mg

sehari dibagi 2 atau 3 dosis. Diklorofenamid dalam tablet 50

mg,efek optimal dicapai dengan dosis awal 200 mg sehari,serta

metazolamid dalam tablet 25 mg dan 50 mg dan dosis 100-300

mg sehari,tidak terdapat dipasar. (Brater,2001)

2. Farmakokinetik

Absorbsi Saluran cerna

Distribusi Darah dicapai dalam 2 jam

Metabolisme Tidak dimetabolisme

Ekskresi Ginjal

3. Farmakodinamik

Efek farmakodinamik adalah penghambatan karbonik

anhydrase secara non kompetitif. Akibatnya terjadi perubahan

sistemik dan terbatas pada organ tempat enzim itu berada.

Contohnya, pada mata. Dalam cairan mata terkandung enzim

Page 14: LAPORAN FARMAKO nefro

anhydrase. Sehingga pemberian azetazolamid akan mengurangi

pembentukan cairan disertai penurunan tekanan intraocular yang

berguna pada penderita glaucoma. (Sunaryo,2008)

4. Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi Kontra Indikasi

Penyakit Glaukoma

Paralisis periodic

Acute mountain

sickness

Sirosis hepatis

Ibu hamil(Sunaryo,2008)

5. Interaksi Obat

Karbonik anhydrase jika berinteraksi dengan tetrasiklin

akan meningkatkan azotemia pada penderita gagal ginjal.

6. Efek Samping Obat

Azetazolamid mempermudah pembentukkan batu ginjal

karena berkurangnya ekskresi sitrat,kadar kalsium tidak berubah

atau meninggi. Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa

demam,reaksi kulit,depresi sumsum tulang dan lesi renal mirip

reaksi terhadap sulfanamid.

D. Diuretik Hemat Kalium

1. Sediaan, dosis, dan cara pemberian

Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25,50,dan

100 mg.Dosis dewasa berkisar 25-200 mg,tetapi dosis efektif

rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi.Terdapat pula

kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan hidroklorotiazid

27mg.

Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg.Dosinya

100-300 mg sehari.Amilorid terdapat dalam bentuk tablet 5

mg.Dosis sebesar 5-10mg.Sediaan kombinasi tetap antara

amilorid 5mg dan hidroklorotiazid 50mg terdapat dalam bentuk

tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet (Brater,2001).

Page 15: LAPORAN FARMAKO nefro

2. Farmakokinetik

Absorbsi Saluran cerna

Distribusi Enterohepatik

Metabolisme Dimetabolisme tingkat pertama

Ekskresi Ginjal

3. Farmakodinamik

Antagonis aldosterone menghambat secara kompetitif

terhadap aldosterone.Sehingga reabsorbsi natrium di hilir tubuli

distal dan duktus koligentes dikurangi dengan demikian ekskresi

kalium juga berkurang.

Triamteren menurunkan ekskresi kalium dengan

menghambat sekresi kalium di sel tubuli distal, sehingga

mengakibatkan turunnya perbedaan potensial listrik

transtubular,sedangkan adanya perbedaan potensial listrik

transtubular ini diperlukan untuk berlangsungnya proses sekresi

kalium oleh sel tubuli distal.Obat ini efektif dalam keadaan

asidosis maupun alkalosis (Sunaryo,2008)

4. Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi antagonis aldosterone

Kontra Indikasi

Hipertensiuedem

Sirosis hepatis(Sunaryo,2008)

Indikasi triamterene dan amilorid

Kontra Indikasi

udem Jika deberikan dengan obat penghambat ACE(Sunaryo,2008)

5. Interaksi Obat

Diuretik hamat kalium jika berinteraksi dengan

suplemen kalium,penghambat ACE,spironolakton akan menjadi

hiperkalemia.

Page 16: LAPORAN FARMAKO nefro

6. Efek Samping Obat

Spironolakton Triamteren dan amiloridHiperkalemiaGinekomastia

KiperkalemiaMualMuntahPusing/sakit kepalaKejang(Sunaryo,2008)

E. Diuretik Kuat

1. Sediaan, dosis, dan cara pemberian

Obat Sediaan Dosis Cara

pemberian

Furosemid Tab 20 dan 40

mg serta injeksi

20mg /ampl 2

ml.

10-40 mg/hari

20-80mg/hari

Oral

IV

Torsemid - 5-10 mg/hari oral

Bumetanid Tab 0,5 dan 1

mg serta injeksi

5 mg.

0,5-2 mg / hari oral

Asam

etakrinat

Tab 25 dan 50

mg serta injeksi

50 mg/amp.

50-200 mg/hari

0,5-1 mg/kgBB

Oral

IV

(Sunaryo, 2007)

2. Farmakokinetik

Obat ini mudah diabsorpsi lewat saluran pencernaan

dengan bioavailabilitas masing-masing jenis obat berbeda-beda.

Diuretik kuat berikatan dengan protein plasma sehingga cepat sekali

sekresi dan terakumulasi di cairan tubulus. Sebagian obat ini ada

yang di ekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan sebagian lagi

dieksresi melalui hati (Sunaryo, 2007).

Page 17: LAPORAN FARMAKO nefro

3. Farmakodinamik

Diuretik kuat bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi

elektrolit Natrium, kalium, dan klorida pada bagian ansa henle tebal

pars ascenden. Selain itu jika diberikan secara IV obat ini bisa

meningkatkan aliran darah ke ginjal tanpa merubah kecepatan filtrasi

glomerulus sehingga reabsorpsi air akan menurun dan efek

diuresisnya pun meningkat. Diuretik kuat juga dapat meningkatkan

eksresi kalium dan kadar asam urat plasma tetapi tidak

meningkatkan reabsorpsi kalsium pada tubulus distal (Sunaryo,

2007).

4. Indikasi

a. Gagal jantung

b. Edema refrakter

c. Asites

d. Gagal ginjal akut (Sunaryo, 2007)

5. Kontraindikasi

Dikontraindikasikan bagi pasien yang memiliki riwayat

alergi terhadap golongan obat sulfonamid. Selain itu, obat ini juga

tidak dianjurkan untuk diberikan kepada wanita hamil karena dapat

menyebabkan efek teratogenik (Sunaryo, 2007).

6. Efek Samping Obat

a. Gangguan cairan dan elektrolit

b. Ototoksisitas

c. Hipotensi

d. Efek metabolik

e. Reaksi alergi

f. Nefritis interstitialis alergik (Sunaryo, 2007).

F. Alat dan Bahan Praktikum

A. Alat

1. Beakerglass

2. Papan lilin

3. Kapas

Page 18: LAPORAN FARMAKO nefro

4. Kateter karet

5. Spuit insulin

6. Timbangan

B. Bahan

1. Furosemid ampul 2 ml 20 mg

2. Aminofilin ampul 10 ml 240 mg

3. Alcohol

4. Aquabiddest

5. Procain-penicillin G inj 2 cc 100 mg

6. Larutan paraffin

C. Binatang Percobaan

Kelinci

G. Cara Kerja

Kelinci A Kelinci B

Ikat di papan

Memasang kateter yang sudah diolesi paraffin sebelumnya

Mengosongkan kandung kemih kelinci

Mengumpulkan urin selama 10 menit(menimbangnya dan menjadikannya urin control)

Memberi

Kelinci A kelinci B

Aminofilin Furosemid2,4% 0,25 cc/kgBB I mg / kgBB

(dengan jalan IV di vena marginalis)

Mencatat pengeluaran urin 10 menit pertama

Membuat grafik

Memberi penicillin G dengan IV di vena marginalis

Page 19: LAPORAN FARMAKO nefro

BAB II

HASIL

A. Hasil Praktikum

Diketahui :

Bb kelinci adalah 70 gr atau setara dengan 0,7 kg

Perhitungan Dosis :

a. Penicilin

Dosis konversi = 0,07 X 100 mg

1,5 =

7 mg1,5

Dosis Obat = 7 mg1,5

X bb kelinci = 7 mg1,5

x 0,7 = 3,26 mg

Dosis Obat (dlm cc) = 2cc

100 mg X 3,26 mg = 0,0652 cc

b. Aminofilin

Dosis obat = 0,25 X BB kelinci = 0,25 X 0,7 = 0,175 cc

c. Furosemid (tidak dilakukan)

Dosis obat = 1 mg X 0,7 kg = 0,7 kg

Dosis obat (dlm cc)= 2

20x bb kelinci =

220

x 0,7 = 0,07 cc

Aminofilin FurosemidUrin control 0,32 cc 0,15 cc

Urin 10 menit

pertama(dlm cc)

0,34 cc 0,95 cc

Page 20: LAPORAN FARMAKO nefro

10 20 30 400

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

aminofilinfurosemid

B. Pembahasan

Pada praktikum farmakologi efek obat diuretik ini mendapatkan

hasil bahwa setelah pemberian obat diuretik seperti aminofilin dan

furosemid, urin yang dikeluarkan menjadi lebih banyak daripada urin awal

yang dikeluarkan melalui kateter. Efek obat Aminofilin ini menyebabkan

urin 0,02 cc menjadi 0,34 cc sedangkan efek obat furosemid menyebabkan

meningkatnya jumlah volume urin sebanyak 0,8 cc menjadi 0,95 cc.

Penambahan volume dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Waktu (menit)

cc/kgBB

Page 21: LAPORAN FARMAKO nefro

0 100.31

0.3150.32

0.3250.33

0.3350.34

0.345

Grafik 1. Aminofilin - Volume Urin Terhadap Waktu

Grafik Volume Urin Terhadap Waktu

waktu (menit)V

olu

me

(cc/

kg

BB

)

0 100

0.2

0.4

0.6

0.8

1

Grafik 2. Furosemid - Volume Urin Terhadap Waktu

Grafik Volume Urin Terhadap Waktu

waktu (menit)

Vo

lum

e (c

c/k

gB

B)

Aminofilin dan furosemid ini adalah obat yang memilki efek

meningkatkan kecepatan pembentukan urin. Furosemid merupakan obat

diuretik kuat. Obat ini mudah diabsorpsi lewat saluran pencernaan dengan

bioavailabilitas masing-masing jenis obat berbeda-beda. Diuretik kuat

berikatan dengan protein plasma sehingga cepat sekali sekresi dan

terakumulasi di cairan tubulus. Sebagian obat ini ada yang di ekskresi

melalui ginjal dalam bentuk utuh dan sebagian lagi dieksresi melalui hati

(Sunaryo, 2007).

Aminofilin merupakan obat golongan metilxantin yang biasanya

digunakan sebagai bronkodilator. Obat ini juga memiliki efek diuretik

namun lemah tak sekuat furosemid. Efek diuresis ini diduga disebabkan

oleh meningkatnya aliran darah ginjal dan laju filtrasin glomerulus. Xantin

memiliki efek langsung pada tubuli ginjal yaitu menyebabkan peningkatan

Page 22: LAPORAN FARMAKO nefro

ekskresi Na+ dan Cl- tanpa disertai perubaha yang nyata pada pengasaman

urin (Sunaryo, 2007).

Pada praktikum kali ini terlihat bahwa hasil yang didapatkan dari

efek obat furosemid terhadap jumlah penambahan volume urin lebih tinggi

daripada jumlah penambahan jumlah volume urin akibat obat aminofilin.

Pada furosemid urin bertambah menjadi 0,95 cc sedangkan pada aminofilin

hanya bertambah 0,02 cc menjadi 0,34 cc. Adapun perbedaan antara obat

aminofilin dengan furosemid, yaitu :

Furosemid (Schmitz et al,

2009)

Aminofilin (Deglin &

Vallerand, 2005)

Mula Kerja Cepat, segera setelah

pemberian IV, pada

pemberian oral setelah 30 –

60 menit

Pemberian oral 15 – 60 menit

Efek Maksimum Setelah 30 – 60 menit

berikutnya

Efek maksimum 1 – 2 jam

Lama efek Singkat; setelah pemberian

IV hanya 2 – 3 jam; setelah

pemberian oral ± 6 – 8 jam

Secara oral dapat mencapai 6 –

8 jam.

Kekuatan efek 30 - 40 % jumlah cairan filtrat

glomerulus diekskresi.

-

Golongan Diuretik kuat yang bekerja

paling kuat

Derivat xantin (Bronko-

dilator) Methylxanthine

yang memiliki efek samping

diuretik

Hasil dari praktikum ini belum tentu hasil yang valid,dikarenakan

bisa saja terjadi bias pada hasilnya disebabkan oleh faktor praktikan dan

faktor binatang percobaan. Tapi pada hasil kali ini sesuai dengan teori yang

ada bahwa furosemid dan aminofilin memiliki efek diuresis yang dapat

menyebabkan pertambahan jumlah volume urin.

C. Aplikasi Klinis

Page 23: LAPORAN FARMAKO nefro

1. Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom dimana terjadi penurunan

secara cepat laju filtrasi glomerulus dalam waktu beberapa hari sampai

beberapa minggu disertai dengan akumulasi zat sisa metabolisme

nitrogen. Manifestasi klinis dari gagal ginjal akut antara lain penurunan

volume urin, udem, mual, malaise, dan ensefalopati. Gagal ginjal akut

dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Prarenal

Disebabkan karena hipotensi berlebihan dan melebarnya arteriol

aferen secara berlebihan sehingga perfusi ke ginjal menurun. Ada

beberapa gangguan yang menyebabkan terjadi gagal ginjal akut

seperti syok hipovolemik, syok kardiogenik, sepsis, obat-obatan

( golongan ACE inhibitor dan OAINS), luka bakar, dan penyakit

hati berat.

b. Renal

Biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal itu sendiri seperti

glomerulonefritis, vaskulitis, obat-obatan yang bersifat nefrotoksik,

nefritris interstitial, rabdomiolitis, dan mieloma.

c. Pascarenal

Biasanya disebabkan oleh obstruksi pada saluran kemih (Davey,

2005).

D. Jawaban Pertanyaan

1. Bagaimana mekanisme kerja aminofilin dan furosemid dalam

menimbulkan deuresis?

Aminofiilin

Nama & Struktur Kimia

:Theophyllinum et Ethylenediaminum. (C7H8N4O2)2,C2H4(NH2)2

Page 24: LAPORAN FARMAKO nefro

Sifat Fisikokimia

:

Serbuk berwarna putih atau sedikit kekuningan. Bersifat anhydrous atau tidak mengandung lebih dari 2 molekul air. Aminofilin mengandung tidak kurang dari 84.0% dan tidak lebih dari 87.4% teofilin anhydrous, serta mengandung 13.5% sampai 15% anhydrous ethylenediamine. Larut dalam air (larutan menjadi keruh akibat pengaruh karbon dioksida), tidak larut dalam dehydrated alkohol. Simpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung cahaya. (Martindale,2010)

Keterangan : Larutan Aminofilin bersifat basa. Apabila pH   Golongan/Kelas Terapi Obat Untuk Saluran Napas  Nama Dagang - Amicain - Aminophyllinum - Phyllocontin

Mekanisme Kerja Obat

Obat merupakan bahan yang menyebabkan perubahan

dalam fungsi  biologis melalui proses kimia. Molekul obat

berinteraksi dengan molekul  khusus dalam sistem biologis

yang berperan sebagai regulator yaitu molekul reseptor.

Dengan adanya konsep dan teknik baru maka terjadi

akumulasi informasi tentang kerja obat dan substrat biologis

yang disebut reseptor.  Reseptor adalah komponen

sel/organisme yang berinteraksi dengan  obat  dan  yang 

mengawali  mata  rantai  peristiwa  biokimia menuju efek obat

yang diamati.  Obat ada yang disentesis dari dalam tubuh

(seperti hormon) dan  tidak disentesis dalam tubuh

(xenobiotik) cendrung bersifat toksit/racun. Agar  berinteraksi 

secara  kimiawi  dengan  reseptor, molekul  obat  harus 

Page 25: LAPORAN FARMAKO nefro

memiliki ukuran, muatan listrik, bentuk, serta struktur yang

tepat.

Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat

dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat

dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi

dan fisiologi yang merupakan respon khas untuk obat tersebut.

Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional

yang mencakup 2 konsep penting. Pertama, bahwa obat dapat

mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat

tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya

memodulasi fungsi yang sudah ada. Walaupun tidak berlaku

bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku sampai

sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat

berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor

obat tertentu juga berperan sebagai reseptor yang ligan

endogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya

menyerupai senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya,

senyawa yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik tetapi

menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat

ikatan agonis (agonist binding site) disebut antagonis

(Aktonim, 2010).

Efek Samping

Efek samping yang sering terjadi : Saluran cerna : diare,

mual dan muntah; Neurologi : pusing, sakit kepala, insomnia,

dan tremor; Renal : diuresis; 

Efek samping serius : Cardiovascular : Atrial fibrilasi,

Bradiaritmia apabila administrasi terlalu cepat dapat

menyebabkan Cardiac arrest, Takiaritmia Dermatologic :

Erythroderma; Gastrointestinal : Necrotizing enterocolitis in

fetus OR newborn; Immunologic : Immune hypersensitivity

reaction; Neurologic : perdarahan pada intracranial, kejang.

(Martindale, 2010)

Page 26: LAPORAN FARMAKO nefro

2. Sebutkan tanda-tanda toxik diuretik loop?

Loop diuretik atau diuretik kerja kuat, misalnya furosemid bekerja

pada daerah Ansa Henle di mana 20% sampai 25% natrium diserap

kembali di Ansa Henle. Diuretik loop menghambat reabsorpsi NaCl

dalam Ansa Henle dengan menghambat kotranspor Na/K/2Cl (Neal,

2002). Pemberian bersamaan dengan NSAIDs dapat mengurangi

kemanjuran diuretik (Dipiro et al, 2008). Pemberian diuretik loop

secara oral diindikasikan untuk mengurangi edema perifer dan edema

paru pada gagal jantung sedang sampai berat (kronis). Pemberian

intravena dapat dilakukan pada pasien dengan edema paru akibat gagal

jantung akut. Pada dosis tinggi, loop diuretik dapat menginduksi

perubahan komposisi elektrolit dalam endolimfe dan menyebabkan

ketulian yang sifatnya tidak dapat pulih kembali. Ketualian adalah

manifestasi klinis yang digunakan sebagai salah satu indikator tanda

toxic effec dari loop diuretik (Neal, 2002).

3. Sebutkan kegunaan deuretik tiazid dan potasium sparing?

a. Diuretik Tiazid

Diuretik jenis tiazid bermanfaat untuk hipertensi ringan –

sedang, atau hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah (lanjut

usia). Obat inibiasa dikombinasikan dengan obat antihipertensi lain

untuk mencegah retensi air. Juga agar terjadi potensiasi dgn obat

tersebut. (Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007).

b. Diuretik Potasium Sparing

Diuretik potasium sparing berguna untuk pengobatan udem.

Dan akan lebih bermanfaat apabila diberikan untuk terapi

bersamaan dengan obat jenis diuretik lain, misalnya dengan

dikombinasikan dengan diuretik golongan tiazid. Diuretik

potasium sparing juga dikombinasikan dengan diuretik lain dengan

tujuan mencegah resiko hipokalemia. Obat ini selain untuk udem

Page 27: LAPORAN FARMAKO nefro

juga bermanfaat untuk hiperaldosteronisme (Tjay, Tan Hoan dan

Kirana Rahardja, 2007).

4. Sebutkan klasifikasi diuretik dan cara kerjannya serta berikan

contohnya masing-masing?

Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :

a. Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :

1) Tubuli proksimal

Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara

menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya

osmotiknya.

2) Ansa enle

Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara

menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena

hipertonisitas daerah medula menurun.

3) Duktus Koligentes

Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan

cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya

papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau

adanya faktor lain.

Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan

elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Contoh

dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan

isisorbid.

b. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

Diuretik ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli

proksimal sehingga di samping karbonat , juga Na dan K di

ekskresikan lebih banyak bersama dengan air. Khasiat diuretiknya

hanya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie, maka perlu

digunakan secara selang seling (intermittens). Diuretic bekerja

pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi

bikarbonat.

Page 28: LAPORAN FARMAKO nefro

Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid,

diklorofenamid dan meatzolamid.

c. Diuretik golongan tiazid

Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal

dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida. Efeknya

lebih lemah dan lambat tetapi tertahan lebih lama (6-48 jam) dan

terutama digunakan dalam terapi pemeliharaan hipertensi dan

kelemahan jantung (dekompensatio cardis). Obat-obat ini memiliki

kurva dosis efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi

efeknya (dieresis, penurunan tekanan darah) tidak bertambah.Obat-

obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,

hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid,

benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan

indapamid.

d. Diuretik hemat kalium

Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal

dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat

reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme

kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan

amilorida).efek obat-obat ini hanya melemahkan dan khusus

digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya guna menghemat

ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorbsi Na dan

ekskresi K. proses ini dihambat secara kompetitif (saingan) oleh

obat-obat ini. Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal

hanyalah lemah efek ekskresinya mengenai Na dan K. tetapi pada

penggunaan diuretika lengkungan dan thiazida terjadi ekskresi

kalium dengan kuat, maka pemberian bersama dari penghemat

kalium ini menghambat ekskresi K dengan kuat pula. Mungkin

juga ekskresi dari magnesium dihambat.

e. Diuretik kuat

Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden

pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport

Page 29: LAPORAN FARMAKO nefro

elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Obat-obat ini berkhasiat

kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan

pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru.

Memperlihatkan kurva dosis efek curam, artinya bila dosis

dinaikkan.

Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat,

furosemid dan bumetamid.

BAB V

KESIMPULAN

1. Diuretik merupakan obat yang mempunyai efek meningkatkan produksi

urin.

2. Beberapa golongan diuretik yaitu :

a. Diuretik osmotik

b. Tiazid

c. Diuretik Karbonik anhidrase inhibitor

d. Diuretik Hemat Kalium

e. Diuretik Kuat

3. Aminofilin dan furosemid adalah obat yang memilki efek meningkatkan

kecepatan pembentukan urin.

4. Furosemid merupakan obat diuretik kuat. Dosis yang dibutuhkan untuk

binatang percobaan yang digunakan sebesar 0,07 cc

5. Aminofilin merupakan obat golongan metilxantin yang biasanya digunakan

sebagai bronkodilator, obat ini juga memiliki efek diuretik namun lemah

tak sekuat furosemid. Dosis yang dibutuhkan untuk binatang percobaan

yang digunakan adalah 0,175 cc

Page 30: LAPORAN FARMAKO nefro

6. Efek obat furosemid terhadap jumlah penambahan volume urin lebih tinggi

daripada jumlah penambahan jumlah volume urin akibat obat aminofilin.

DAFTAR PUSTAKA

Aktonim. 2010. Pengertian Dan Penggolongan Obat. Available from, URL :

http://pothalpharmacy.org/2010/09 diakses pada 23 September 2011

Brater. 1998. Diuretic Therapy. New Eng J Med.;339(6):387-95.

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga

Dipiro, J., Talbert, R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L.,

2008.Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition,

McGraw-Hill Medical Publishing, New York, 174-213.

Ellen Barker. 2002. Neuroscience Nursing, A Spectrum Of Care. Second Edition

Mosby.

Ernst, Michael E and Pharm D et al. 2009. Use Of Diuretics In Patients With

Hypertension. The New England Journal of Medicine. Volume 361 (22) ;

2153-2154.

Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan

oleh Amalia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 875.

Martindale.2010.Biomedik Farmakologi.EGC.Jakarta Setiabudy, Rianto. 2008.

Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal 393-

399

Page 31: LAPORAN FARMAKO nefro

Neal, M J. 2002. At a Glance Farmakologi Medis. Fourth Edition. Blackwell

Publishing Company: Oxford.

Sulistia dkk . 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi 4 . Jakarta : Penerbit Gaya

Baru.

Sunaryo. 2007. Diuretik dan Antidiuretik dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta:

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Hal 380-387

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting : Khasiat,

Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam, Cetakan Pertama.

Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Hal.519-523.