Post on 16-Oct-2021
KONDISI KESEHATAN TERHADAP KELUHAN PENYAKITKULIT PENGHUNI ASRAMA PUTRA DI PANTI ASUHANWAL-ASHRI KECAMATAN BLANGPIDIE KABUPATEN
ACEH BARAT DAYA TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH
SADLI MUKHLIS08C10104057
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH ACEH BARAT
2013
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut WHO (1992), sehat dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang
sempurna baik secara fisik, mental, sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit
atau kelemahan. Sedangkan menurut Undang - Undang Republik Indonesia nomor
36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah
meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang di tandai oleh penduduk yang
hidup dengan prilaku dan lingkungan yang sehat. Upaya perbaikan dalam bidang
kesehatan masyarakat salah satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular.
Paradigma sehat menjadi orientasi baru dalam pembangunan kesehatan di
dunia termasuk Indonesia. Perumusan visi Indonesia sehat 2025, melalui empat
strategi pembangunan kesehatan merupakan dari perubahan paradigma yang kita
anut. Paradigma sehat adalah upaya pembangunan kesehatan berorientasi kepada
peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya
penyembuhan pada orang sakit.
2
Kebijaksanaan pembangunan akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan
preventif dengan melakukan peningkatkan, pememelihara, perlindungan terhadap
orang sehat agar menjadi lebih sehat dan produktif serta tidak jatuh sakit,
sedangkan yang sakit dapat pula segera disembuhkan agar menjadi sehat (Depkes
RI , 2004).
Terwujudnya derajat kesehatan dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa
hal sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Hendrick L. Blum dalam buku
Notoatmodjo (2003). Faktor-faktor yang dimaksud antara lain : faktor keturunan,
factor pelayanan kesehatan, faktor prilaku dan faktor lingkungan. Selain itu
kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh tingkat ekonomi, pendidikan , sosial
dan budaya. Diantara faktor- faktor tersebut, faktor lingkungan merupakan faktor
yang paling dominan memegang peranan dalam menentukan derajat kesehatan
masyarakat.
Masalah kesehatan sangat kompleks dan saling berkaitan dengan masalah
masalah di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah
kesehatan masyarakat tidak hanya dilihat dari segi kesehatan itu sendiri tapi harus
dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut
(Notoatmodjo, 2003).
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan
kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik
di rumah tangga, institusi–institusi maupun tempat- tempat umum. Kebiasaan
menyangkut pinjam-meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit
3
menular seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Dinkes Prov
NAD, 2005).
Kebersihan diri (Personal hygiene) adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurangnya perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Dengan melihat hal ini ada enam
tujuan Personal hygiene yaitu meningkatkan derajat kesehatan seseorang,
memelihara kebersihan diri seseorang,memperbaiki Personal hygiene yang
kurang, mencegah penyakit, menciptakan keindahan, dan meningkatkan rasa
percaya diri. Kebersihan diri yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan
berbagai dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang sering
dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit
(Wartonah, 2003).
Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan. Salah satu bagian tubuh manusia yang sangat cukup
sensitive terhadap berbagai macam penyakit adalah kulit. Lingkungan yang sehat
dan bersih akan membawa efek baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya,
lingkungan yang kotor akan menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit
antara lain penyakit kulit ( Harahap, 2000).
Faktor- faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi penyakit kulit adalah
iklim yang panas dan lembab yang memungkinkan bertambah suburnya
pertumbuhan jamur, kebersihan perorangan yang kurang baik dan faktor sosio-
4
ekonomi yang kurang memadai (Harahap, 2000). Penelitian Harahap (2000) pada
lembaga pemasyarakatan di Palembang menunjukkan bahwa penderita
dermatofitosis yang mempunyai tingkat kebersihan yang kurang mencapai
83,76%.
Asrama biasanya merupakan sebuah bangunan dengan kamar-kamar yang
dapat ditempati oleh beberapa penghuni di setiap kamarnya. Para penghuninya
menginap di asrama untuk jangka waktu yang lebih lama daripada di hotel atau
losmen. Alasan untuk memilih menghuni sebuah asrama bisa berupa tempat
tinggal asal penghuni yang terlalu jauh, maupun untuk biayanya yang terbilang
lebih murah dibandingkan bentuk penginapan lain, misalnya apartemen. Selama
tinggal berpisah dengan orang tua maka murid akan tinggal bersama-sama dengan
teman-teman dalam satu asrama, kehidupan berkelompok yang akan dijalani
dengan berbagai macam karakteristik para murid dan dalam kehidupan
berkelompok masalah yang dihadapi adalah pemeliharaan kebersihan. Asrama ini
terdiri dari kamar-kamar yang di huni oleh anak-anak dari berbagai daerah dan
latar belakang yang berbeda-beda. Penghuninya cukup banyak dan hampir tidak
ada kamar yang kosong (Badri, 2008).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka perumusan masalah
yang dapat dikembangkan adalah bagaimana kondisi kesehatan keluhan penyakit
kulit penghuni asrama putra di panti asuhan.
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui kondisi kesehatan terhadap keluhan penyakit kulit
penghuni asrama putra di Panti Asuhan Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh
Barat Daya 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi penyakit kulit penghuni asrama
putra Panti Asuhan Al-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh
Barat Daya Tahun 2013.
2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku penghuni asrama putra yang
meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan tentang personal hygiene,
sanitasi dasarnya, kondisi kesehatan asrama serta kaitannya dengan
penyakit kulit penghuni asrama putra Panti Asuhan Al-Asri Kecamatan
Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013.
3. Untuk mengetahui bagaimana kondisi sanitasi dasar di asrama putra
yang meliputi penyediaan air bersih, jamban, pengelolaan air bersih dan
pembuangan sampah asrama putra Panti Asuhan Al-Asri Kecamatan
Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013.
4. Untuk mengetahui bagaimana kondisi fisik asrama putra sudah sesuai
atau tidak dengan syarat bangunan yang sehat di asrama putra Panti
Asuhan Al-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya
Tahun 2013.
6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai masukan dan referensi untuk penelitian selanjutnya bagaimana
kondisi kesehatan penghuni asrama putra yang berkaitan pengetahuan, sikap dan
tindakan penghuni tentang personal hygiene, sanitasi dasarnya, kondisi kesehatan
asrama serta penyakit kulit.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan masukan dan sumbangsih pemikiran bagi pengelola asrama
putra tentang personal hygiene, sanitasi dasar, kondisi kesehatan asrama
serta kaitannya dengan penyakit kulit penghuni asrama Panti Asuhan Al-
Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013.
2. Untuk menambah masukan bagi murid yang tinggal di asrama putra agar
mereka memperhatikan personal hygiene untuk mengurangi penyakit
terutama masalah penyakit kulit.
7
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Kesehatan
Perilaku dalam penelitian ini adalah perilaku kesehatan yang berhubungan
dengan adanya keluhan penyakit kulit pada penghuni di asrama putra panti asuhan
Al-Asri. Perilaku kesehatan tersebut didasarkan pada tiga domain perilaku yaitu
pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku manusia terhadap sakit dan penyakit
yaitu menyangkut dengan reaksinya baik secara passif (mengetahui, bersikap dan
mempersepsikan penyakit yang ada pada dirinya atau diluar dirinya) maupun aktif
(tindakan atau praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit maupun keluhan
kesehatan kulit tersebut. Terbentuknya perilaku baru dimulai dari pengetahuan
yang kemudian menimbulkan respon yang lebih jauh yaitu tindakan. Menurut
Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan yang diuraikan sebagai berikut :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit atau penyakit yaitu bagaimana manusia
merespon, baik secara pasif maupun aktif (tindakan) yang dilakukan
sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik yang tradisional maupun yang
modern.
8
c. Perilaku terhadap makanan adalah respon seseorang terhadap makanan
sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon terhadap
lingkungan sebagai determinan.
2.1.1 Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai tingkat yang berbeda-beda termasuk dalam hal ini kemampuan
penghuni asrama dalam menjaga kesehatan individu dalam pencegahan terjadi
keluhan penyakit maupun dalam pengobatan. Pengetahuan tentang usaha-usaha
kesehatan perseorangan untuk memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki
nilai kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit.Pengetahuan dalam penelitian
ini adalah menyangkut pengetahuan tentang personal hygiene ,penyakit kulit,
sanitasi dasar, dan bagaimana syarat kesehatan asrama.
2.1.2 Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap sesuatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang ditutup.
dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek. Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa
sikap itu merupakan sikap atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksana motif tertentu. Ada beberapa tingkatan dalam sikap , yaitu :
9
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan subjek.
b. Merespon (Responding)
Memberikan apabila ditanya, mengajarkan dan menyelesaikan tugas yang
diberika adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengajarkan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang tersebut menerima ide
tersebut.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan respon terhadap
sesuatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan–
pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat respon. Sikap dalam
penelitian ini adalah respon penghuni asrama terhadap personal hygiene, penyakit
kulit, sanitasi dasar, dan bagaiman syarat kesehatan perumahan dan pemukiman.
10
2.1.3 Tindakan
Domain terakhir dari perilaku kesehatan adalah tindakan. tindakan tersebut
didasari pada penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahuinya, kemudian
disikapi dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukannya. Tindakan
dalam penelitian ini adalah segala bentuk nyata yang dilakukan dalam mencegah
dan menanggulangi terjadinya keluhan kesehatan yang berbasis penularan dari air.
Tindakan yang tercakup dalam domain psikomotorik mempunyai empat tingkatan
( Notoatmodjo, 2003) :
1. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek
tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guided response), yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan
indicator praktek tingkat dua.
3. Mekanisme (mecanism) yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis, sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
4. Adaptasi (adaptaition), yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Seseorang sudah dapat memodifikasi tindakan
tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
11
2.2 Pengertian Hygiene
Hygiene ialah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi
lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit
karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi
lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Dalam
pengertian ini termasuk pula melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat
kesehatan manusia (perorangan dan masyarakat) sedemikian rupa sehingga faktor
lingkungan yang tidak menguntungkan tersebut, tidak sampai menimbulkan
gangguan kesehatan.
2.2.1 Pengertian Personal hygiene
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah cara
perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Kebersihan
perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan
perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan.
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan
harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis
seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan
kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan, sosial,
keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat
perkembangan. (Potter, 2005).
12
2.2.2 Jenis-jenis Personal Hygiene
Kebersihan perorangan meliputi :
a. Kebersihan kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama
memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-sebaiknya.
Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan,
makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari–hari (Harahap, 2000).
Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus
selalu memperhatikan seperti :
1. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri
2. Mandi minimal 2x sehari
3. Mandi memakai sabun
4. Menjaga kebersihan pakaian
5. Makan yang bergizi terutama sayur dan buah
6. Menjaga kebersihan lingkungan.
b. Kebersihan rambut
Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat membuat terpelihara
dengan subur dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak
berbau apek. Dengan selalu memelihara kebersihan kebersihan rambut dan kulit
kepala, maka perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-
kurangnya 2x seminggu.
13
2. Mencuci rambut memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya.
3. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.
c. Kebersihan tangan, kaki dan kuku
Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak
terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari.
Selain indah dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga
menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat
menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.
Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Membersihkan tangan sebelum makan
2. Memotong kuku secara teratur
3. Membersihkan lingkungan
4. Mencuci kaki sebelum tidur
Faktor hygiene yang mempengaruhi gangguan kulit adalah :
1. Kebersihan kulit
2. Kebersihan tangan, kaki dan kuku
3. Kebersihan rambut .
2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene
Menurut Depkes (2000) Faktor–faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
14
1. Citra tubuh ( Body Image)
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak–anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene .
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
15
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.
2.3 Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar yaitu sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyehatkan
lingkungan pemukiman meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran
manusia (jamban), pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah (Waluyo,
2005 ).
2.3.1. Penyediaan Air Bersih
Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh
manusia sepanjang masa. Sumber air yang banyak dipergunakan oleh masyarakat
adalah berasal dari :
1. Air permukaan, yaitu air yang mengalir di permukaan bumi akan
membentuk air permukaan. Air ini umumnya mendapat pengotoran selama
pengalirannya.
2. Air tanah, secara umum terbagi menjadi : air tanah dangkal yaitu terjadi
akibat proses penyerapan air dari permukaan tanah, sedangkan air tanah
dalam terdapat pada lapis rapat air yang pertama.
3. Air atmosfer/meteriologi/air hujan, dalam keadaan murni sangat bersih
tetapi sering terjadi pengotoran karena industri, debu dan lain sebagainya.
(Waluyo, 2005).
16
Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak
diperhatikan, maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu
kesehatan manusia. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai standart tertentu,
saat ini menjadi barang yang mahal karena sudah banyak tercemar oleh
bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan
rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Ada 4
macam klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media
penularan penyakit yaitu ( Kusnoputranto, 2000) :
1. Water Born Desease, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang
terkontaminasi oleh bakteri pathogen dari penderita atau karier. Bila air
yang mengandung kuman pathogen terminum maka dapat terjadi
penjangkitan pada orang yang bersangkutan, misalnya Cholera, Typhoid,
Hepatitis dan Dysentri Basiler.
2. Water based Disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain
melalui persediaan air sebagai pejamu (Host) perantara, misalnya
Schistosomiasis.
3. Water Washed disease, yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air
untuk pemeliharaan kebersihan perorangan dan air untuk kebersihan alat-
alat terutama alat dapur dan alat makan. Penyakit ini sangat dipengaruhi
oleh cara penularan, diantaranya : penyakit infeksi aluran pencernaan
.Salah satu contoh penyakit ini adalah diare. Penyakit diare dapat
ditularkan melalui beberapa jalur, diantaranya melalui air (water born) dan
17
melalui alat-alat dapur yang dicuci dengan air (water washed). Contoh
penyakit ini adalah Cholera, Typhoid dan Dysentri Basiler. Berjangkitnya
penyakit ini erat kaitannya dengan ketersediaan air untuk minum, makan,
memasak, dan kebersihan alat- alat makan.
4. Water related insect vectors, vektor-vektor insektisida yang berhubungan
dengan air yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak dalam air,
misalnya malaria, demam berdarah, yellow fever, Trypanosomiasis.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/
1990, yang dimaksud air bersih adalah air yang digunakan unuk keperluan sehari-
hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
telah dimasak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk
memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang
terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik
yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Syarat–syarat kualitas air bersih
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Syarat fisik : tidak berbau, tidak berasa
b. Syarat kimia : kadar besi maksimum yang diperbolehkan 1,0 mg/l,
kesadahan maksimal 500 mg/l
c. Syarat mikrobiologis : jumlah total koliform dalam 100 ml air yang
diperiksa maksimal adalah 50 untuk air yang berasal dari bukan
perpipaan dan 10 untuk air yang berasal dari perpipaan. Sarana air bersih
adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang
18
menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk
masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu sumur gali
sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam, tempat
penampungan air hujan, penampungan mata air dan perpipaan. Sumur
merupakan sumber air yang paling banyak dipergunakan masyarakat
Indonesia. Sumur gali yang dipandang memenuhi syarat kesehatan ialah :
1. Lokasi
a. Jarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran misalnya jamban,
tempat pembuangan air kotor, lubang resapan, tempat pembuangan
sampah, kandang ternak dan tempat–tempat pembuangan kotoran
lainnya.
b. Pada tempat-tempat yang miring misalnya pada lereng-lereg
pegunungan, letak sumur gali di atas sumber pencemaran.
2. Konstruksi
a. Dinding sumur harus kedap air sedalam 3 meter dari permukaan tanah
untuk mencegah rembesan dari air permukaan.
b. Bibir sumur harus kedap air minimal setinggi 0,7 meter dari permukaan
tanah untuk mencegah rembesan air bekas pemakaian ke dalam sumur.
c. Cara pengambilan air ke dalam sumur sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah masuknya kembali kotoran kemali melalui alat yang
dipergunakan misalnya pompa tangan, timba dengan kerekan dan
sebagainya.
19
d. Lantai harus kedap air dengan jarak antara tepi dalam dan tepi luar
dinding sumur harus minimal 1 meter dengan kemiringan ke arah tepi
lantai.
e. Saluran pembuangan air kotor atau bekas harus kedap air sepanjang
minimal 10 meter dihitung dari tepi sungai.
f. Dilengkapi dengan sumur atau lubang resapan air limbah bagi daerah
yang tidak mempunyai saluran penerimaan air limbah.
Pengolahan air untuk keperluan rumah tangga dapat dilakukan dengan
sederhana dengan cara sebagai berikut (Azwar, 1995) :
a. Sediakan bahan-bahan seperti : pasir, arang aktif (dapat dibuat dari
batok kelapa, tawas, kaporit dan bubuk kapur).
b. Sediakan pula empat buah kaleng. Kaleng pertama di gunakan untuk
menampung air yang akan dibersihkan, dalam proses pengolahan
kedalamnya dibubuhi setengah sendok teh kaporit, 2 sendok makan
tawas yang telah dilarutkan terlebih dahulu, kemudian semuanya di
aduk dalam beberapa menit. Setelah tampak keping-keping bubuhkan
satu sendok makan bubuk kapur, kemudian aduk lagi, setelah beberpa
menit akan tampak kepingan yang lebih besar. Setelah itu endapkan
selama setengah jam.
c. Kaleng kedua yang berisi pasir dialirkan air dari kaleng pertama.
d. Kaleng ketiga adalah sebagai penampung air yang telah disaring dari
kaleng kedua. Air yang mengalir mula-mula keruh, tetapi lama-
20
kelamaan akan jernih. Air dalam kaleng ketiga ini digunakan untuk
proses pengendapan sisa kotoran yang mungkin ada.
e. Kaleng keempat diisi dengan arang aktif gunanya untuk menghilangkan
bau khlor yang ada. Air yang keluar dari kaleng keempat ini, telah dapat
dipergunakan untuk sumber air bersih.
2.3.2 Pembuangan Kotoran Manusia ( Jamban)
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus
dikeluarkan ini berupa tinja (faeces), air seni (urine), dan CO2 sebagai hasil dari
proses pernapasan. Pembuangan kotoran manusia dalam ilmu kesehatan
lingkungan dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urine, pada
umumnya disebut latrine, jamban atau kakus (Notoatmodjo,2003).
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang
cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan
kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan
sumber air. Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai
macam penyakit seperti : thypus,disentri,kolera,bermacam-macam cacing (gelang,
kremi, tambang dan pita), Schistosomiasis dan sebagainya. Kementerian
kesehatan telah mengeluarkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada 7 kriteria
yang harus dipenuhi :
21
1. Tidak mencemari air
a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan
terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan
tanah liat atau diplester.
b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter.
c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor
dari lubang tidak kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
d. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan,
pempang, danau, sungai dan laut.
2. Tidak mencemari tanah permukaan
a. Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan,
dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir sungai.
b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya,
dan kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga
a. Jika menggunakan bak atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam
berdarah.
b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk.
22
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.
d. Lantai jamban harus selalu kering dan bersih.
e. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan.
b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus
tertutup rapat oleh air.
c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi
untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran. Lantai jamban harus
kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara
priodik.
5. Aman digunakan oleh pemakainya
Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran dengan pasangan bata atau selongsongan anyaman bambu atau bahan
penguat lain yang terdapat di daerah setempat.
6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya.
a. Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran
b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran
kotoran karena dapat menyumbat saluran
23
c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena
jamban akan cepat penuh. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan
sudut mati dan gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci.
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
a. Jamban harus berdinding dan berpintu
b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya
terhindar dari kehujanan dan kepanasan.
2.3.3. Pembuangan Air Limbah
Yang dimaksud dengan air limbah, air kotoran atau air bekas adalah air
yangm tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan
Kehidupan manusia atau hewan, dan lazimnya muncul karena hasil perbuatan
manusia termasuk industrialisasi (Azwar, 1995). Beberapa sumber air buangan
a. Air buangan rumah tangga (domestic waste water)
Air buangan dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang
terdiri dari ekskreta (tinja dan urin), air bekas cucian, dapur dan kamar
mandi, dimana sebagian besar merupakan bahan–bahan oranik.
b. Air buangan kotapraja (minicipal waste water)
Air buangan ini umumnya berasal dari daerah perkotaan, perdagangan,
selokan, tempat ibadah dan tempat-tempat umum lainnya.
c. Air buangan industri (industrial waste water)
Air buangan yang berasal dari berbagai macam industri. Pada umumnya
lebih sulit pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat
24
yang terkandung didalamnya misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak
dan lain-lain (Entjang, 2000).
Dalam kehidupan sehari-hari pengelolaan air limbah dilakukan dengan
cara menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah
sebelumnya. Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media
perkembangbiakan mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga
yang dapat menjadi media transmisi penyakit seperti Cholera, Thypus
Abdominalis, Dysentri Basiler, dan sebagainya. Menurut Kusnoputranto (2000),
pengelolaan air buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap
lingkungan dan kesehatan masyarakat, yaitu :
1. Terhadap lingkungan
Air buangan antara lain mempunyai sifat fisik, kimiawi, bakteriologis
yang dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik
akan dapat menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah, atau
lingkungan hidup lainnya. Disamping itu kadang-kadang dapat menimbulkan bau
yang tidak enak serta pemandangan yang tidak menyenangkan.
2. Terhadap kesehatan masyarakat
Lingkungan yan tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat
menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, terutama
penyakit – penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar.
25
2.3.4 Pengelolaan Sampah
Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang
tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang
berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo,
2003). Berdasarkan bahan asalnya, sampah di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Sampah organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan
maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah
dan sampah organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah
yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi, contohnya kulit buah dan sisa
sayuran. Sementara bahan yang termasuk sampah organik kering adalah organik
lain yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering diantaranya
kertas, kayu atau ranting pohon dan dedaunan kering.
2. Sampah anorganik
Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini bisa dari
bahan yang bisa diperbaharui dan bahan yang berbahaya serta beracun. jenis yang
termasuk ke dalam kategori ini bisa didaur ulang (recycle) ini misalnya bahan
yang terbuat dari plastik dan logam. Pengelolaan sampah adalah meliputi
penyimpanan, pengumpulan dan pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian
rupa sehingga sampah tidak menggangu kesehatan masyarakat dan lingkungan
hidup.
26
a. Penyimpanan sampah
Penyimpanan sampah adalah tempat sampah sementara sebelum sampah
tersebut dikumpulkan untuk kemudian diangkut serta dibuang
(dimusnahkan) dan untuk ini perlu disediakan tempat yang berbeda untuk
macam dan jenis sampah tertentu. Maksud dari pemisahan dan
penyimpanan disini ialah untuk memudahkan pemusnahannya. Syarat-
syarat tempat sampah antara lain :
1. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah
berseraknya sampah.
2. Mempunyai penutup yang mudah dibuka, dikosongkan isinya serta
ditutup tanpa mengotori tangan.
3. Ukuran tempatnya sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh
satu orang.
b. Pengumpulan sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing
rumah tangga atau instansi yang menghasilkan sampah. Oleh karena itu
setiap rumah tangga harus menyediakkan tempat khusus sampah.
Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut
harus diangkat ke tempat penampungan sementara (TPS) sampah, dan
selanjutnya ke tempat pembuangan akhir (TPA). Mekanisme, sistem atau
cara untuk daerah perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah
setempat, yang didukung oleh partisipasi masyarakat yang memproduksi
27
sampah, terutama dalam hal pendanaan. Sedangkan untuk daerah
pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-masing
keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampah rumah tangga
daerah pedesaan umumnya dibakar atau dijadikan pupuk (Notoatmodjo,
2003)
c. Pemusnahan sampah
Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui berbagai
cara, antara lain :
1. Ditanam (Landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat
lubang diatas tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun
dengan sampah.
2. Dibakar (incenerator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan
membakar di dalam tungku pembakaran.
3. Dijadikan pupuk (Composting) yaitu pengelolaan sampah
menjadikan pupuk, khususnya untuk sampah organik daun-daunan,
sisa makanan dan sampah lain yang dapat membusuk.
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan efek negatif
terhadap masyarakat dan lingkungan. Adapun pengaruh–pengaruh tersebut antara
lain (kusnoputranto, 2000).
1. Terhadap Kesehatan
Pengelolaan sampah yang tidak baik akan menyediakan tempat yang baik
bagi vektor–vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk
28
mencari makan dan berkembang biak dengan cepat sehinga dapat menimbulkan
penyakit.
2. Terhadap Lingkungan
a. Dapat mengganggu estetika serta kesegaran udara lingkungan masyarakat
akibat gas-gas tertentu yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah
oleh mikroorganisme.
b. Debu-debu yang beterbangan dapat menggangu mata serta pernafasan.
Bila terjadi proses pembakaran dari sampah maka asapnya dapat
mengganggu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara karena
ada asap di udara.
c. Pembuangan sampah ke saluran–saluran air akan estetika terganggu,
pendangkalan saluran serta mengurangi kemampuan daya aliran saluran.
d. Dapat menyebabkan banjir apabila sampah dibuang ke saluran yang daya
serap alirannya sudah menurun.
e. Pembuangan sampah ke selokan atau badan air akan menyebabkan
terjadinya pengotoran badan air.
2.4 Pengertian Asrama
Asrama adalah suatu tempat penginapan yang ditujukan untuk anggota
suatu kelompok, murid-murid Sekolah, peserta suatu pesta olah ragadan lain
sebagainya yang dapat ditempati oleh beberapa orang penghuni disetiap kamarnya
dalam jangka waktu yang lebih lama dari pada hotel dan losmen.
29
Hal ini sejalan dengan kriteria rumah/asrama sehat menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002, secara umum rumah dapat dikatakan
sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Memenuhi fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak
yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi
sehat antar angota keluarga dan penghuni rumah.
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga,
bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan,
cukup sinar matahari pagi, terlindunginya makanan dan minuman dari
pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul
karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis
sempadan jalan, kostruksi yang kuat, tidak mudah mudah terbakar, dan tidak
cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir. Dalam pemenuhan kriteria
rumah sehat, ada beberapa variabel yang harus diperhatikan(Notoatmodjo,
2010) :
1. Bahan bangunan
a. Lantai yang kedap air dan mudah di bersihkan. Lantai dari tanah lebih
baik tidak digunakan lagi. Sebab bila musim hujan akan lembab
sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap penghuninya.
30
Oleh sebab itu, perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti
disemen, dipasang tegel, keramik, teraso dan lain-lain
b. Dinding berfungsi sebagai pendukung atau penyangga atap, untuk
melindungi ruangan rumah dari gangguan serangga, hujan dan angin,
serta melindungi dari pengaruh panas dan angin luar. Bahan dinding
yang paling baik adalah bahan yang tahan api yaitu dinding yang dari
batu.
c. Langit- langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
d. Atap berfungsi untuk melindungi isi ruangan rumah dari gangguan
angin, panas dan hujan, juga melindungi isi rumah dari pencemaran
udara seperti debu, asap dan lain-lain. Atap yang paling baik adalah
atap dari genteng karena bersifat isolator, sejuk di musim panas dan
hangat di musim hujan.
2. Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu rumah tinggal. Hal ini karena
ventilasi mempunyai fungsi ganda . fungsi pertama adalah sebagai lubang
masuk udara yang bersih dan segar dari luar ke dalam ruangan. Fungsi
kedua dari ventilasi sebagai lubang masuknya cahaya dari luar seperti
cahaya matahari, sehingga di dalam rumah tidak gelap pada waktu pagi,
siang hari maupun sore hari. Oleh karena itu untuk suatu rumah yang
memenuhi syarat kesehatan, ventilasi mutlak ada. Berdasarkan
31
Notoatmodjo (2007), ada dua macam cara yang dapat dilakukan agar
ruangannya mempunyai sistem aliran udara yang baik, yaitu:
a. Ventilasi alamiah, yaitu pintu, lubang angin, lubang-lubang pada
dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak
menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan
serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain
untuk melindungi penghuninya dari gigitan serangga tersebut.
b. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk
mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin dan mesin pengisap
udara.
3. Pencahayaan
Rumah/Asrama yang sehat memerlukan cahaya yang cukup.
Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya
matahari, di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat
yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya
terlalu banyak cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya
dapat merusak mata. Ada dua sumber cahaya yang dapat dipergunakan,
yakni cahaya alamiah yaitu matahari. Rumah yang sehat harus mempunyai
jalan masuk cahaya matahari yang cukup. Sebaiknya jalan masuk cahaya
(jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15%-20% dari luas lantai yang
terdapat dalam ruangan rumah. Cahaya buatan, yaitu menggunakan
32
sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik
dan sebagainya ( Notoatmodjo, 2007).
4. Luas bangunan rumah
Berdasarkan Notoatmodjo (2007), ada dua macam cara yang dapat
dilakukan agar ruangannya mempunyai sistem aliran udara yang baik,
yaitu :
a. Ventilasi alamiah, yaitu pintu , lubang angin , lubang-lubang pada
dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak
menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan
serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain
untuk melindungi penghuninya dari gigitan serangga tersebut.
b. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk
mengalirkan udara tersebut , misalnya kipas angin dan mesin pengisap
udara.
2.5 Pengertian Kulit
Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan mempunyai
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus–menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-
sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, serta pembentukan
pigmen untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari.
33
Selain itu kulit juga berfungsi sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan
terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Azhara, 2011).
Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit juga berbeda-
beda dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang dan hitam, warna merah
muda pada telapak tangan dan kaki bayi, serta warna hitam kecoklatan pada
genitalia orang dewasa.
2.5.1. Anatomi Kulit
Kulit terletak pada bagian tubuh yang paling luar. Luas kulit orang dewasa
1,5 m2 dengan berat kira–kira 15% berat badan. Rata–rata tebal kulit 1-2 mm.
Paling tebal 6 mm yaitu ada di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis ada
di penis. kulit terbagi atas tiga lapisan pokok yaitu epidermis, dermis atau korium
dan jaringan subkutan atau subkutis ( Harahap, 2000).
Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok yaitu :
a. Epidermis, terbagi atas empat lapisan yaitu basal atau stratum
germinativum, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan granular
atau stratum granulosum dan lapisan tanduk atau stratum korneum.
b. Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas
jaringan subkutan.
c. Jaringan subkutan (subkutis atau hipodermis) merupakan lapisan yang
langsung dibawah dermis (Harahap, 2000).
34
2.5.2 Fungsi Kulit
Kulit mempunyai mempunyai fungsi yang bermacam- macam untuk
menyesuaikan tubuh dengan lingkungan. Fungsi kulit adalah :
1. Pelindung
Jaringan tanduk sel-sel epidermis paling luar membatasi masuknya benda-
benda dari luar dan keluarnya cairan berlebihan dari tubuh. Melamin yang
memberi warna pada kulit untuk melindungi kulit dari akibat sinar ultraviolet.
2. Pengatur suhu
Di waktu suhu dingin, peredaran darah di kulit berkurang guna
mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit
meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat, sehingga tubuh
dapat terjaga tidak terlalu panas .
3. Penyerap
Kulit dapat menyerap bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat yang larut
dalam lemak, tetapi air dan elektrolit sukar masuk melalui kulit. Zat – zat yang
larut dalam lemak lebih mudah masuk ke dalam kulit dan masuk peredaran darah,
karena dapat bercampur dengan lemak yang menutupi permukaan kulit.
4. Indra perasa
Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan terhadap saraf sensoris
dalam kulit. Fungsi indera perasa yang pokok adalah merasakan nyeri, perabaan,
panas dan dingin (Harahap , 2000).
35
5. Fungsi pergetahan
Kulit diliputi oleh dua jenis pergetahan, yaitu sebum dan keringat. Getah
sebum dihasilkan oleh kelenjar sebaseus dan keringat di hasilkan oleh kelenjar
keringat. Sebum adalah sejenis zat lemak yang membuat kulit menjadi lentur.
6. Sintesis vitamin D.
7. Berperan penting dalam daya tarik seksual dan interaksi sosial (Graham, 2005).
2.5.3 Penyakit Kulit
Salah satu bagian tubuh yang cukup sensitif terhadap berbagai macam
penyakit adalah kulit. Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi
tubuh dari pengaruh lingkungan. Lingkungan yang sehat dan bersih akan
membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan yang
kotor akan menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit antara lain
penyakit kulit ( Harahap, 2000).
Faktor- faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi penyakit kulit
adalah iklim yang panas dan lembab yang memungkinkan bertambah suburnya
jamur, kebersihan perorangan yang kurang baik dan faktor ekonomi yang kurang
memadai (Harahap, 2000).
Salah satu faktor yang menyebabkan penyakit kulit adalah kebersihan
perorangan yang meliputi kebersihan kulit, kebersihan rambut dan kulit kepala
,kebersihan kuku , intensitas mandi dan lain- lain.
36
2.5.4 Penyebab Penyakit Kulit
Menurut Harahap (2000), jumlah agen yang menjadi penyebab penyakit
kulit sangat banyak antara lain :
1. Agen-agen fisik, antara lain disebabkan oleh tekanan atau gesekan, kondisi
cuaca, panas, radiasi dan serat-serat mineral. Agen-agen fisik menyebabkan
trauma mekanik, termal atau radiasi langsung pada kulit. Kebanyakan iritan
kulit langsung merusak kulit dengan jalan :
a. Mengubah pHnya
b. Bereaksi dengan protein-proteinnya (denaturasi)
c. Mengekstrasi lemak dari lapisan luarnya
d. Merendahkan daya tahan kulit.
2. Agen-agen kimia, terbagi menjadi 4 kategori yaitu :
a. Iritan primer berupa asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garam-garam
logam.
b. Sensitizer berupa logam dan garam-garamnya, senyawa-senyawa yang
berasal dari anilin, derivat nitro aromatik, resin, bahan-bahan kimia
karet, obat-obatan, antibiotik, kosmetik, tanam-tanaman, dan lain-lain.
c. Agen-agen aknegenik berupa nafialen dan bifenil klor, minyak mineral,
dll.
d. Photosensitizer berupa antrasen, pitch, derivat asam amni benzoat,
hidrokarbon aromatik klor, pewarna akridin, dll.
37
3. Agen-agen biologis, seperti mikroorganisme, parasit kulit dan produk-
produknya. Jenis agen biologis ini umumnya merupakan zat pemicu
terjadinya penyakit kulit. Zat kimia dapat menyebabkan penyakit kulit. Zat
kimia tersbut antara lain adalah kromium, nikel, cobalt, dan merkuri.
2.5.5 Jenis-Jenis Penyakit Kulit
1. Penyakit kulit karena infeksi bakteri adalah skrofuloderma, tuberkolosis
kutis verukosa, kusta (lepra), patek. Gangguan kulit karena infeksi bakteri
pada kulit yang paling sering adalah pioderma (Harahap, 2000).
2. Penyakit kulit karena parasit dan insekta adalah scabies,pedikulosis
kapitis,pedikulosis korporis,pedikulosis pubis,creeping eruption,
amebiasis kutis, gigitan serangga, trikomoniasis.
3. Penyakit kulit karena jamur adalah Pitariasis Versikolor (panu), tinea
nigra palmaris, tinea kapitis, tinea barbae, tinea korporis, tinea imbrikata,
tinea pedis,tinea manus,tinea kruris,kandidiasis,sporotrikosis,
aktinomikosis, kromomikosis,fikomikosis,misetoma. Gangguan kulit karena
infeksi jamur pada kulit yang paling sering adalah Pitariasis Versikolor
(panu) (Harahap, 2000). Penyebab Pitariasis Versikolor (panu) adalah
Malazessia furfur ini akan terlihat sebagai spora yang bundar dengan
dinding yang tebal atau dua lapis dinding, ditemukan dalam kelompok
bersama pseudohifa yang biasanya pendek seperti gambaran spaghetti dan
meatballs. Pitariasis Versikolor (panu) terjadi bila terdapat perubahan
keseimbangan hubungan antara hospes dengan ragi sebagai flora normal
38
kulit. Keadaan yang mempengaruhi keseimbangan antara hospes dengan
ragi tersebut diduga adalah faktor lingkungan atau faktor suseptibilitas
individual. Faktor lingkungan di antaranya adalah lingkungan mikro pada
kulit misalnya kelembaban kulit. Sedangkan faktor individual antara lain
adanya kecenderungan genetik, atau adanya penyakit yang mendasari
misalnya sindrom chusing atau malnutrisi. Lesi Pitariasis Versikolor
dijumpai di bagian atas dada dan meluas ke lengan atas, leher dan perut
atau tungkai atas/bawah. Lesi khususnya dijumpai pada bagian yang
tertutup atau mendapat tekanan pakaian, misalnya pada bagian yang
tertutup pakaian dalam. Keluhan Pitariasis bercak/ macula berwarna putih
(hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal
ringan yang munculnya saat berkeringat. Pada kulit hitam atau coklat
umumnya berwarna putih sedang pada kulit putih atau terang cenderung
berwarna coklat atau kemerahan (Soebono, 2001). Gangguan kulit karena
infeksi bakteri pada kulit yang paling sering adalah dermatofitosis (kurap)
(Harahap, 2000). Dermatofitosis (kurap) yang terdiri atas tinea kapitis
menyerang kulit kepala, tinea korporis pada permukaan kulit, tinea kruris
pada lipatan kulit, tinea pedis pada sela jari kaki (athlete's foot), tinea
manus pada kulit telapak tangan, tinea imbrikata berupa sisik pada kulit di
daerah tertentu, dan Tinea Ungium (pada kuku). Umumnya berbentuk sisik
kemerahan pada kulit atau sisik putih. Pada kuku, terjadi peradangan di
sekitar kuku, dan bisa menyebabkan bentuk kuku tak rata permukaannya,
39
berwarna kusam, atau membiru. Keluhan yang dialami penderita tinea
kapitis, tinea korporis, tinea imbrikata, tinea pedis dan tinea kruris adalah
rasa gatal.
4. Penyakit kulit alergi adalah dermatitis kontak toksik, dermatitis kontak
alergik, dermatitis okupasional, dermatitis atopic, dermatitis stasis,
dermatitis numularis, dermatitis solaris, pompliks, eritema nodosum dan
lain-lain. Pada umumnya keluhan gangguan pada kulit adalah rasa gatal-
gatal (saat pagi, siang, malam, ataupun sepanjang hari), muncul bintik-
bintik merah/bentol-bentol/bula-bula yang berisi cairan bening ataupun
nanah pada kulit permukaan tubuh timbul ruam-ruam (Graham, 2005).
Pada infeksi jamur superfisial, yang terinfeksi adalah kulit (epidermis),
selaput lendir mulut dan genitalia, kuku, dan rambut. Seseorang mendapat
penyakit ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Predisposisi
b. Pekerjaan
c. Perubahan pH kulit atau metabolisme kulit
d. Daya tahan tubuh seseorang yang menurun
e. Menderita penyakit kronik atau tumor ganas
f. Kebersihan perorangan yang kurang baik
g. Gangguan hormonal
Sumber penularan bisa dari tanah (geophilic), hewan (zoophilic), atau
manusia (antrophilic) (Harahap, 2000)
40
41
2.7 Kerangka Konsep
2.8 Hipotesis Penelitian
Adanya hubungan antara perilaku , pesonal hygiene penghuni asrama ,
sanitasi dasar dan kondisi kesehatan asrama dengan penyakit kulit.
Perilaku
Personal Hygiene
Sanitasi Dasar
Kesehatan Asrama
Penyakit kulit
42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode deskriptif
dengan wawancara dan observasi lapangan yang bertujuan untuk melihat atau
mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yaitu
gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan penghuni asrama putra tentang
personal hygiene, sanitasi dasar, kondisi kesehatan asrama serta penyakit kulit
sebagaimana yang terdapat dalam kerangka konsepsional.
Metode deskripsi ini menggunakan jenis survey cross sectional yaitu
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat yang bersamaan (point time approach) (Notoatmodjo, 2010)
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dilakukan pada asrama putra Panti Asuhan
Al-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
3.2.2 Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian ini akan direncanakan pada bulan April 2013.
43
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni asrama putra yang
ada di Panti Asuhan Al-Asri sebanyak 32 orang.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan Sampel pada penelitian ini diambil secara Total
Sampling yaitu 100% dari Populasi sebanyak 32 putra penghuni asrama.
Pengambilan sampel diambil pada Kepala Asrama Al-Asri Kecamatan Aceh Barat
Daya Tahun 2013.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data primer
Data Primer adalah data yang diperoleh dan berkaitan langsung dengan
permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini, yaitu meliputi tingkat
pengetahuan, sikap, dan tindakan penghuni asrama putra tentang personal
hygiene, sanitasi dasar, kondisi kesehatan asrama serta penyakit kulit,
pengumpulan data dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner.
3.4.2 Data Skunder
Data sekunder adalah pengumpulan data dan informasi yang diperoleh
melalui dokumentasi/arsip yang ada di panti asuhan Al-Asri Kecamatan
Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
44
3.5 Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1. Variabel PenelitianNo Variabel Independen
1. Variabel : PerilakuDefinisi
Cara ukurAlat ukurHasil ukur
Skala ukur
:
:::
:
Respon seseorang terhadapstimulus yang berkaitan dengansakit atau penyakit,sistempelayanan kesehatan,makananserta lingkunganWawancaraKuesioner1) Baik2) KurangOrdinal
2. Variabel : Personal HygieneDefinisi
Cara ukurAlat ukurHasil ukur
Skala ukur
:
:::
:
Cara perawatan diri manusiauntuk memelihara kesehatanmereka.WawancaraKuesioner1) Baik2) KurangOrdinal
3. Variabel : Sanitasi Dasar
Definisi
Cara ukurAlat ukurHasil ukur
Skala ukur
:
:::
:
Sanitasi minimum yangdiperlukan untuk menyehatkanlingkungan pemukiman meliputipenyediaan air bersih,pembuangan kotoran manusia(jamban), pembuangan air limbahdan pengelolaan sampah.ObservasiChek list1) Baik2) KurangOrdinal
4. Variabel : Kondisi Kesehatan Asrama
Definisi
Cara ukurAlat ukurHasil ukur
Skala ukur
:
:::
:
Keadaan asrama yang memenuhistandar kesehatanObservasiChek list1) Baik2) KurangOrdinal
45
Variabel Dependen5. Variabel : Penyakit Kulit
Definisi
Cara ukurAlat ukurHasil ukur
Skala ukur
:
:::
:
Penyakit yang menyerang kulitdan disebabkan oleh berbagaimacam penyebab, seperti, virus,bakteri, dan reaksi alergi yangditandai dengan gejala gatal-gatal, bintik-bintik merah,bercak-bercak putih di bagiantubuhWawancaraKuesioner1) Ada mengalami penyakit
kulit2) Tidak ada mengalami
penyakit kulitOrdinal
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
3.6.1 Perilaku
Baik : Apabila responden dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan melalui kuesioner ≥ 50% dengan tepat, dengan
hasil rentang dari tabel skor < 3
Kurang : Apabila Responden hanya hanya menjawab < 50%
jawaban yang diajukan melalui kuesioner, dengan hasil
rentang dari tabel skor ≤ 3
3.6.2 Personal Hiegene
Baik : Apabila responden dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan melalui kuesioner ≥ 50 % dengan tepat, dengan
hasil rentang dari tabel skor ≥ 5
46
Kurang : Apabila responden hanya dapat menjawab < 50%
jawaban yang diajukan melalui kuesioner, dengan
hasil rentang skor < 5.
3.6.3 Sanitasi Dasar
Baik : Apabila responden dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan melalui kuesioner ≥ 50 % dengan tepat, dengan
hasil rentang dari tabel skor ≥ 5
Kurang : Apabila responden hanya dapat menjawab < 50% jawaban
yang diajukan melalui kuesioner, dengan hasil rentang
skor < 5.
3.6.4 Penyakit Kulit
Ada penyakit : jika ada ditemukan penyakit kulit pada penghuni
asrama putra
Tidak ada penyakit : jika tidak ada ditemukan penyakit kulit pada
penghuni asrama putra
3.6.5 Kondisi Kesehatan Asrama
Baik : Apabila responden dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan melalui kuesioner ≥ 50 % dengan tepat, dengan
hasil rentang dari tabel skor ≥ 5
Kurang : Apabila responden hanya dapat menjawab < 50% jawaban
yang diajukan melalui kuesioner, dengan hasil rentang
skor < 5.
47
3.7 Teknik Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau per
variabel. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa besar proporsi variabel yang
diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dilakukan untuk
menggambarkan atau menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti dalam
bentuk distribusi frekuensi dari setiap veriabel penelitian.
Analisis ini juga digunakan untuk mendapatkan hubungan perilaku,
personal hygiene, sanitasi dasar, kondisi kesehatan asrama dengan penyakit kulit
penghuni asrama.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel depeden
dan sebuah variabel independen. Untuk mengetahui hubungan antara variabel
indenpeden dan variabel dependen digunakan analisis statistik dengan uji chi
square (X2) dengan memakai nilai α = 0,05. Dasar pengambilan hipotesis
penelitian berdasarkan tingkat signifikan ( nilai p ), yaitu :
a. Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian (Ho di tolak) atau dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan perilaku, personal hygiene, sanitasi
dasar, kondisi kesehatan asrama dengan penyakit kulit penghuni asrama.
b. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian (Ha diterima) atau dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan perilaku, personal hygiene,
sanitasi dasar, kondisi kesehatan asrama dengan penyakit kulit penghuni
asrama.
48
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel
dependen dan sebuah variabel dependent. Karena data berbentuk katagorik maka
untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen dan dependen
digunakan analisis statistk Uji Chi-square dengan memakai nilai alpha 0,05. Jika
tidak ada sel memiliki harapan kurang dari 5, maka digunakan Continuity
Correction (Notoatmodjo. 2005)
Untuk memperoleh hubungan yang bermakna pada variabel penelitian ini
digunakan perangkat komputer dalam menganalisis Uji Chi-square.
49
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Letak Geografi
Panti asuhan yayasan tamita wal’ashri adalah salah satu panti asuhan yang
berada diwilayah Kabupaten Aceh Barat Daya yang terletak di Lamkuta KM 379
Blangpidie dengan luas lokasi ± 23,210 M.
4.1.2 Susunan Kepengurusan
Pelindung : Camat Blangpidie
: Kapolsek Blangpidie
Penasehat : Danramil Blangpidie
: Kepala Kantor Urusan Agama Blangpidie
Pengawas : Sudirman Hasan Yusuf
Pembina : Drs. H. Tajuddin Nyakman
Ketua : Tadli, MBA
Wakil Ketua : Hasrul Hasan
Sekretaris : Zulhamdi Anggara
Wakil Sekretaris : Ir. Yudi Ismara
Bendahara : Hj. Nurhasmi
Wakil Bendahara : Erliyas
50
4.1.3 Fasilitas
Panti asuhan yayasan tamita wal’ashri memiliki beberapa fasilitas
diantaranya terdiri dari ruang tamu seluas 104 M, kamar tidur berjumlah 4 ruang
dengan luas keseluruhan 294 M, kamar mandi berjumlah 6 ruang dengan luas
rata-rata 24 M, kamar pengurus dengan luas 32 M, ruang dapur seluas 40 M,
ruang makan 80 M, ruang cuci dan gudang.
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Panti Asuhan Wal-Asri
Kecamatan Blangpidie Kecamatan Aceh Barat Daya tentang Kondisi Kesehatan
tentang Keluhan Penyakit Kulit Penghuni Asrama di Panti Asuhan Wal-Asri
Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya, maka hasil penelitian yang
didapat adalah sebagai berikut :
4.2.1 Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat masing-masing variabel yang
diteliti dalam bentuk distribusi frekuensi setiap variabel penelitian. Variabel-
variabel dalam penelitian ini yaitu prilaku, personal higiene, sanitasi dasar,
kondisi asrama dan penyakit kulit.
51
4.2.1.1 Perilaku
Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Perilaku TerhadapPenyakit Kulit Di Panti Asuhan Wal-asri Kecamatan Blangpidie
Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
No Perilaku Frekuensi %1 Baik 9 28,12 Kurang 23 71,9
Total 32 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.2 dari 32 orang responden, yang memiliki perilaku
yang baik dengan jumlah 9 orang (28,1) dari responden yang memiliki prilaku
yang kurang berjumlah 23 orang (71,9%).
4.2.1.2 Personal Higiene
Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan Personal Higiene TerhadapPenyakit Kulit Di Panti Asuhan Wal-asri Kecamatan Blangpidie
Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
No Personal Higiene Frekuensi %1 Baik 10 31,32 Kurang 22 68,8
Total 32 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.2 dari 32 orang responden, yang memiliki personal
higiene yang baik dengan jumlah 10 orang (31,3%) dari responden yang memiliki
personal hygiene yang kurang berjumlah 22 orang (68,8%).
52
4.2.1.3 Sanitasi Dasar
Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Sanitasi Dasar Di PantiAsuhan Wal-asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh BaratDaya Tahun 2013
No Sanitasi dasar Frekuensi %1 Baik 7 21,92 Kurang 25 78,1Total 32 100
Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.3 dari 32 orang responden, yang sanitasi dasar nya
baik dengan jumlah 7 orang (21,9%) dan kurang baik berjumlah 25 orang
(78,1%).
4.2.1.4 Kondisi Asrama
Tabel 4.4 Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Asrama Di PantiAsuhan Wal-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh BaratDaya Tahun 2013
No Kondisi Asrama Frekuensi %1 Baik 5 15,62 Kurang 27 84,4Total 32 100
Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.4 dari 32 orang responden, yang kondisi asrama nya
baik dengan jumlah 5 orang (15,6%) dari kurang baik berjumlah 27 orang
(84,4%).
53
4.2.1.5 Penyakit Kulit Penghuni Asrama
Tabel 4.5 Distribusi Responden berdasarkan Jumlah Penyakit KulitPenghuni Asrama Di Panti Asuhan Wal-asri KecamatanBlangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
No Penyakit Kulit PenghuniAsrama
Frekuensi %
1 Ada penyakit kulit 20 62,52 Tidak ada penyakit kulit 12 37,5
Total 32 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.5 dari 32 orang responden, yang mengidap penyakit
kulit dengan jumlah 20 orang (62,5%) dari responden yang tidak mengidap
penyakit kulit berjumlah 12 orang (37,5%).
4.2.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan dua variabel
yaitu variabel independen dengan variabel dependen yang bertujuan untuk
mengetahui antara dua variabel tersebut. Analisis ini menggunakan uji Chi-square
jika p value <0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna.
54
4.2.2.1 Hubungan Perilaku dengan Penyakit Kulit Penghuni Asrama
Tabel 4.6 Hubungan antara Perilaku dengan Penyakit Kulit Di Panti AsuhanWal-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat DayaTahun 2013
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.5 dapat diketahui penghuni asrama yang memiliki prilaku
kurang sebanyak 15 orang ( 75 %) yang sangat berpotensi mengidap penyakit
kulit yang jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan dengan penghuni asrama
yang memiliki perilaku yang baik dan tidak mengidap penyakit kulit sebanyak 5
orang penghuni asrama ( 25 %)
Dari hasil uji chi square adalah 0,01 nilai ini lebih kecil dari level of
significance (a) sebesar 0,05 hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara
perilaku terhadap penyakit kulit penghuni asrama di Panti Asuhan Wal-Asri
Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
Analisis Keeratan Perilaku Penghuni Asrama dengan status penyakit
kulit petugas kebersihan dapat dilihat dari OR yaitu 0,667.
PerilakuPenyakit Kulit
Total Pvalue
OR(95% CI)
Adapenyakit
kulit
Tidak adapenyakit
kulitN % n % N %
Baik 5 25 4 75 9 1000,01
0,6670,139-3,204Kurang 15 75 8 25 23 100
Jumlah 20 100 12 100 32 100
55
4.2.2.2. Hubungan antara Personal Higiene dan Penyakit Kulit PenghuniAsrama di Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan BlangpidieKabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
Tabel 4.7 Hubungan antara Personal Higiene dan Penyakit KulitPenghuni Asrama di Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan BlangpidieKabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari tabel 4.6. dapat diketahui penghuni asrama yang personal hygiene
kurang sebanyak 14 orang (70 %) yang berpotensi untuk mengidap penyakit kulit
yang apabila dibandingkan dengan penghuni asrama yang personal higiene baik
sebanyak 8 orang ( 30%) yang berpotensi mengidap penyakit kulit.
Dari hasil uji chi square adalah 0,00 nilai ini lebih kecil dari level of
significance (a) sebesar 0,05 hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara
perilaku terhadap penyakit kulit penghuni asrama di Panti Asuhan Wal-Asri
Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
Analisis Keeratan Perilaku Penghuni Asrama dengan status penyakit
kulit petugas kebersihan dapat dilihat dari OR yaitu 0,867.
PersonalHigiene
Penyakit KulitTotal P
valueOR
(95% CI)Ada
penyakitKulit
Tidak adapenyakit kulit
N % n % N %Baik 6 30 4 70 10 100
0,0000,857
0,185-3,977Kurang baik 14 70 8 30 22 100Jumlah 20 100 12 100 32 100
56
4.2.2.3. Hubungan antara Sanitasi Dasar dan Penyakit Kulit PenghuniAsrama di Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan BlangpidieKabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
Tabel 4.8 Hubungan antara Sanitasi Dasar dan Penyakit Kulit Penghuni
Asrama di Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh
Barat Daya Tahun 2013
Dari tabel 4.6. dapat diketahui penghuni asrama yang sanitasi kurang
baik ada 16 orang (80 %) yang berpotensi untuk mengidap penyakit kulit yang
apabila dibandingkan dengan penghuni asrama yang sanitasi dasar baik (20%)
yang berpotensi mengidap penyakit kulit.
Dari hasil uji chi square adalah 0,00 nilai ini lebih kecil dari level of
significance (a) sebesar 0,05 hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara
perilaku terhadap penyakit kulit penghuni asrama di Panti Asuhan Wal-Asri
Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
Analisis Keeratan Perilaku Penghuni Asrama dengan status penyakit
kulit petugas kebersihan dapat dilihat dari OR yaitu 0,750.
Sanitasi DasarPenyakit Kulit
Total Pvalue
OR(95%CI)
Adapenyakit
Kulit
Tidak adapenyakit kulit
N % n % N %Baik 4 20 3 80 7 100
0,000,7500,136-4,127
Kurang baik 16 80 9 20 25 100Jumlah 20 100 12 100 32 100
57
4.2.2.4. Hubungan antara Kondisi Asrama dan Penyakit Kulit PenghuniAsrama di Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan BlangpidieKabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
Tabel 4.9 Hubungan antara Kondisi Asrama dan Penyakit Kulit Penghuni
Asrama di Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh
Barat Daya Tahun 2013
Dari tabel 4.6. dapat diketahui penghuni asrama yang kondisi asrama
kurang baik berjumlah 17 0rang ( 85%) yang berpotensi untuk mengidap penyakit
kulit yang apabila dibandingkan dengan penghuni asrama yang kondisi asrama
baik berjumlah 3 orang ( 15 %) yang berpotensi mengidap penyakit kulit.
Dari hasil uji chi square adalah 0,00 nilai ini lebih kecil dari level of
significance (a) sebesar 0,05 hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara
perilaku terhadap penyakit kulit penghuni asrama di Panti Asuhan Wal-Asri
Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
Analisis Keeratan Perilaku Penghuni Asrama dengan status penyakit
kulit petugas kebersihan dapat dilihat dari OR yaitu 0,882.
KondisiAsrama
Penyakit KulitTotal P
valueOR
(95% CI)Ada
penyakitKulit
Tidak adapenyakit kulit
N % n % N %Baik 3 15 2 85 5 100
0,000,882
0,125-6,216Kurang baik 17 85 10 15 27 100Jumlah 20 100 12 100 32 100
58
4.3 Pembahasan
4.3.1 Hubungan Perilaku dengan Penyakit Kulit Penghuni Asrama
Hubungan Perilaku dengan penyakit kulit penghuni asrama dapat dilihat
pada tabel 4.5, dikatakan bahwa responden dengan prilaku kurang baik yang
mengidap penyakit kulit sebanyak penghuni asrama. Pada penelitian ini adanya
hubungan yang bermakna antara prilaku dengan penyakit kulit penghuni asrama,
dengan nilai p value sebesar 0.01 yang berarti P Value < α (0,05
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan yang diuraikan sebagai berikut :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit atau penyakit yaitu bagaimana manusia
merespon, baik secara pasif maupun aktif (tindakan) yang dilakukan
sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik yang tradisional maupun yang
modern.
c. Perilaku terhadap makanan adalah respon seseorang terhadap makanan
sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon terhadap
lingkungan sebagai determinan.
59
4.3.2 Hubungan Personal Higiene terhadap Penyakit Kulit Penghuni Asrama
Hubungan Personal Higiene dengan penyakit kulit dapat dilihat pada
tabel 4.6, berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan Uji Chi-square
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara personal hygiene
terhadap penyakit kulit dengan nilai p value 0,002 yang berarti P Value < α (0,05.
Menurut Potter (2005) Personal Higiene adalah cara perawatan diri
manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Kebersihan perorangan sangat
penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan
untuk kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan. Dalam kehidupan sehari-
hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu
sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat
berpengaruh itu di antaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi
seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan.
4.3.3 Hubungan Sanitasi Dasar terhadap Penyakit Kulit Penghuni Asrama
Hubungan Sanitasi Dasar dengan penyakit kulit dapat dilihat pada tabel
4.6, berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan Uji Chi-square
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara sanitasi dasar
terhadap penyakit kulit dengan nilai p value 0,002 yang berarti P Value < α (0,05
60
Menurut Waluyo ( 2005) Sanitasi dasar yaitu sanitasi minimum yang
diperlukan untuk menyehatkan lingkungan pemukiman meliputi penyediaan air
bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pembuangan air limbah dan
pengelolaan sampah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/
1990, yang dimaksud air bersih adalah air yang digunakan unuk keperluan sehari-
hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
telah dimasak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk
memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang
terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik
yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang
cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan
kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan
sumber air. Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai
macam penyakit seperti : thypus,disentri,kolera,bermacam-macam cacing (gelang,
kremi, tambang dan pita), Schistosomiasis dan sebagainya
4.3.4 Hubungan Kondisi Asrama terhadap Penyakit Kulit Penghuni Asrama
Asrama adalah suatu tempat penginapan yang ditujukan untuk anggota
suatu kelompok, murid-murid Sekolah, peserta suatu pesta olah ragadan lain
61
sebagainya yang dapat ditempati oleh beberapa orang penghuni disetiap kamarnya
dalam jangka waktu yang lebih lama dari pada hotel dan losmen.
Rumah/Asrama yang sehat memerlukan cahaya yang cukup. Kurangnya
cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya matahari, di samping
kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya dalam rumah
akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata. Ada dua sumber
cahaya yang dapat dipergunakan, yakni cahaya alamiah yaitu matahari. Rumah
yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya matahari yang cukup. Sebaiknya
jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15%-20% dari luas
lantai yang terdapat dalam ruangan rumah. Cahaya buatan, yaitu menggunakan
sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik dan
sebagainya ( Notoatmodjo, 2007).
62
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Ada hubungan antara Perilaku dengan penyakit kulit penghuni asrama di
Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat
Daya tahun 2013. Dimana hasil yang didapat dengan memakai Chi-
square p value = 0,01 yang berarti p value <0,05
2. Ada hubungan antara Personal Higiene dengan penyakit kulit penghuni
asrama di Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh
Barat Daya tahun 2013 . Dimana hasil yang didapat dengan memakai Chi-
square p value = 0,00 yang berarti p value <0,05
3. Ada hubungan antara Sanitasi dasar dengan penyakit kulit penghuni
asrama di Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh
Barat Daya tahun 2013 . Dimana hasil yang didapat dengan memakai Chi-
square p value = 0,00 yang berarti p value <0,05
4. Ada hubungan antara Kondisi Asrama dengan penyakit kulit penghuni
asrama di Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh
Barat Daya tahun 2013 . Dimana hasil yang didapat dengan memakai Chi-
square p value = 0,00 yang berarti p value <0,05
63
5.2 Saran
1. Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya
Diharapkan kepada pihak Panti Asuhan Wal-Asri Kecamatan Blangpidie
Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu :
1. Memberikan pengarahan kepada penghuni asrama agar menjaga prilaku
dalam menjaga kesehatan lingkungan dan terhindar dari penyakit kulit
2. Mengawasi penghuni asrama yang personal higienenya kurang baik an
memberikan sanksi.
3. Memberikan pengarahan dan pengawasan kepada penghuni asrama
agar menjaga dan membersihkan setiap fasilitas sanitasi yang ada di
asrama dan tetap awet.
4. Mengawasi dan memberikan hukuman kepada penghuni yang tidak
mau membersihkan asrama.
5. Penghuni Asrama
1. Untuk menjaga prilaku dalam menjaga kesehatan lingkungan dan menjaga
kebersihan diri agar merasa nyaman dan terhindar dari penyakit
2. Untuk membersihkan fasilitas setiap hari agar sedap dipandang dan wangi
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu kesehatan Lingkungan. PT . Mutiara SumberWydia , Jakarta.
Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit BukuKedokteran : Jakarta
Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT . Citra Aditya Bakti,Bandung.
Harahap, M, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan Pertama, Penerbit HIpokrates,Jakarta.
Notoatmodjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta :Jakarta
__________. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta
__________. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta : Jakarta
Graham, Robin. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Erlangga : Jakarta
Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC : Jakarta
Kusnoputranto, Haryoto. 1986. Kesehatan Lingkungan. Departemen PendidikanIndonesia, Universitas Indonesia : Jakarta
Waluyo , L. 2005, Mikrobiologi Umum Edisi Revisi, UPT. UniversitasMuhammadiyah Malang Prees. Malang