Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

25
I. PENDAHULUAN Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon kortikosteroid sendiri merupakan suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan sebagai respon atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya respon terhadap stres, sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. 1 Kortikosteroid dan derivat biologinya diklasifikasikan berdasarkan aktivitas metaboliknya (glukokortikoid) dan regulasi elektrolitnya (mineralokortikoid) terhadap metabolisme karbohidrat dan protein. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alami. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason. 2 Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap keseimbangan air dan

description

referat mini

Transcript of Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Page 1: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

I. PENDAHULUAN

Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan

oleh kelenjar adrenal. Hormon kortikosteroid sendiri merupakan suatu kelompok

hormon steroid yang dihasilkan sebagai respon atas hormon adrenokortikotropik

(ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada

banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya respon terhadap stres, sistem

kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan

protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.1

Kortikosteroid dan derivat biologinya diklasifikasikan berdasarkan aktivitas

metaboliknya (glukokortikoid) dan regulasi elektrolitnya (mineralokortikoid)

terhadap metabolisme karbohidrat dan protein. Golongan glukokortikoid adalah

kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan

khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air

dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol

dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alami. Terdapat juga glukokortikoid

sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.2

Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya

terhadap keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan

deplesi K, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat

kecil. Oleh karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip

dari golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak

mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol,

meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi

karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.2,3

II. GLUKOKORTIKOID SISTEMIK

II.1 Farmakologi

Semua steroid termasuk glukokortikosteroid, memiliki struktur berupa

rantai siklopentanoperidofenantren, yang tersusun atas empat rantai dasar

kolesterol, tiga rantai hexana dan satu rantai pentana. Modifikasi pada struktur

empat rantai dasar glukokortikosteroid menghasilkan steroid sintesis dengan

Page 2: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

potensi anti inflamasi, efek mineralokortokoid, durasi aksi (waktu paruh) dan

metabolisme yang bervariasi. Perubahan pada struktur dasar yang sama pada

molekul glukokortikostreroid menghasilkan agen topikal yang bervariasi dengan

perbedaan solubilitas, kemampuan lipofilik, kemampuan absorbsi perkutaneus,

dan aktivitas reseptor pengikat glukokortikoid. 1,4

Gambar 1. Struktur kimia kortisol (hidrokortison)4

 Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari

plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian

dengan bantuan enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom

karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon. Sebagian besar kolesterol

yang digunakan untuk steroidogenesis ini berasal dari luar (eksogen), baik pada

keadaan basal maupun setelah pemberian ACTH.4

Dalam korteks adrenal, kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus

disintesis terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk

beberapa menit saja, jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya

disesuaikan dengan kecepatan sekresinya.4

Page 3: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Tabel 1. Farmakologi Glukokortikoid4

Dosis

equivale

n

Potensi

glukokortikoid

Potensi

mineralokortikoid

Durasi

kerja

(jam)

Waktu paruh

(menit)

Short acting

Kortison 25 0,8 1,6 8-12 60

Hidrokortison 20 1 0,8 8-12 90

Intermediate acting

Prednison 5 4 0,25 24-36 60

Prednisolon 5 4 0,25 24-36 200

methylprednisolon 4 5 0 24-36 180

Tiamsolon 4 5 0 24-36 300

Long acting

Dexamethason 0,75 25-30 0 36-54 200

Betamethason 0,6 30-35 0 36-54 200

II.2 Mekanisme kerja

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.

Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif

pada jaringan target, kemudian berikatan dengan reseptor steroid. Kompleks ini

mengalami perubahan bentuk, kemudian menuju nukleus dan berikatan dengan

kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik.

Induksi sintesis protein ini merupakan efek fisiologis steroid. Pada beberapa

jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis

protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon

steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik

terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik.1,4

Page 4: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Gambar 2. Mekanisme kerja glukokortikoid.4

Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami.

Kortisol (hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk regulasi

metabolisme perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan, dan imunitas.

Sintesis dan sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat

sensitif terhadap umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam

sirkulasi dan glukokortikoid eksogen (sintetis). Pada orang dewasa normal,

kortisol disekresi sebanyak 10-20 mg setiap hari. Pada plasma, kortisol terikat

dengan protein dalam sirkulasi. Dalam kondisi normal sekitar 90% berikatan

dengan globulin-α2 (CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan sisanya

sekitar 5-10% terikat lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan langsung

pada sel target. Jika kadar kortisol dalam plasma melebihi 20-30%, CBG menjadi

jenuh dan konsentrasi kortisol bebas bertambah dengan cepat. Kortikosteroid

sintetis seperti dexametason, lebih banyak berikatan dengan albumin daripada

CBG.4

Page 5: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi normalnya sekitar 60-90 menit, waktu

paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol)

diberikan dalam jumlah besar, atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme, atau

penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi melalui urin sebagai kortisol bebas,

sekitar 20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan

reseptor mineralokortikoid sebelum mencapai hati. Perubahan struktur kimia

sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga

mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein. Prednison adalah

prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam

tubuh.4

2.2.1 Anti inflamasi

Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya

gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara

mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit

fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis.

Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu

proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan

sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan

fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap

cytokyne dan chemokyne imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid

lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan

ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi.

Peristiwa tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi yang komplek dengan

molekul adhesi sel, khususnya yang berada pada sel endotel dan dihambat oleh

glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa

kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit,

eosinofil, dan basofil dalam sirkulasi berkurang jumlahnya. Perubahan maksimal

terjadi dalam 6 jam dan menghilang setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut

disebabkan oleh peningkatan aliran masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang

dan penurunan migrasi dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan penurunan

jumlah sel pada tempat inflamasi.4

Page 6: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel.

Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan mitogen diturunkan.

Efek terhadap makrofag tersebut terutama dengan membatasi kemampuannya

untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme serta menghasilkan tumor

nekrosis factor-a, interleukin-1, metalloproteinase dan activator plasminogen.

Selain efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi

inflamasi dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin, leukotrin, dan platelet-

aktivating factor.1,4

2.2.2 Anti proliferatif

Fungsi glukokortikoid lainnya adalah sebagai antiproliferatif. Melalui

proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan

kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan.

Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau

menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-

proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid

juga dapat menstabilkan membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat

merusak jaringan tidak dikeluarkan.3,5

2.2.3 Immunosupresif

Efek imunosupresi kortikosteroid terjadi karena kemampuannya dalam

menekan produksi dan kerja dari faktor humoral yang terlibat dalam respon

inflamasi untuk menghambat migrasi leukotrin ke daerah inflamasi, dan

mengganggu fungsi granulosit, sel endotel, sel mast, dan fibroblast.5

2.2.4 Vasokonstriksi

Pada pembuluh darah, glukokortikoid meningkatkan sensitivitas otot polos

terhadap agen stres, seperti katekolamin dan angiotensin II, yang akan

mengurangi nitrit oksida (mediator dilatasi endotel).2

II.3 Dosis Glukokortikoid Sistemik

Kortikosteroid secara sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral,

intramuskular, intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dari

keparahan penyakit.6

Page 7: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Kortikosteroid biasanya digunakan setiap hari atau selang sehari. Initial

dose yang dugunakan untu mengontrol penyakit rata-rata dari 2,5 mg hingga

beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dari 3-4 minggu,

kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang paling kecil dengan

masa kerja yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk meminimal efek

samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan terjadi

umpan balik yang maksimal dari sekresi ACTH. Sedangkan pada malam hari

kadar kortikosteroid rendah dan sekresi ACTH yang normal sehingga dosis

rendah dari prednison (2,5- 5mg) pada malam hari sebelum tidur dapat digunakan

untuk memaksimalkan supresi adrenal pada kasus akne maupun hirsustisme.6

Penggunaan glukokortikoid jangka panjang yaitu lebih dari 3 sampai 4

minggu perlu dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk mencari

dosis pemeliharaan dan menghindari terjadi supresi adrenal. Cara penurunan yang

baik dengan menukar dari dosis tunggal menjadi dosis selang sehari diikuti

dengan penurunan jumlah dosis obat. Untuk mencegah terjadinya supresi korteks

kelenjar adrenal kortikosteroid dapat diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal

pada pagi hari (jam8), karena kadar kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari.

Keburukan pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit

dapat kambuh. Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih

diberikan kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari

pemberian obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah

mencapi 7,5 mg prednison, selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat

tidak diberikan kortikosteroid lagi. Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya

5 mg dan dosis ini merupakan dosis fisiologik. Seterusnya dapat diberikan selang

sehari.7

Page 8: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Tabel 2. Berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta

dosisnya7

Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari

Dermatitis

Erupsi alergi obat ringan

SJS berat dan NET

Eritrodermia

Reaksi lepra

DLE

Pemfigoid bulosa

Pemfigus vulgaris

Pemfigus foliaseus

Pemfigus eritematosa

Psoriasis pustulosa

Reaksi Jarish-Herxheimer

Prednison 4x5 mg atau 3x10mg

Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Deksametason 6x5 mg

Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Prednison 3x10 mg

Prednison 3x10 mg

Prednison 40-80 mg

Prednison 60-150 mg

Prednison 3x20 mg

Prednison 3x20 mg

Prednison 4x10 mg

Prednison 20-40 mg

II.4 Efek Samping

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai manfaat dan indikasi

klinis yang sangat luas. Manfaat dari obat ini cukup besar tetapi karena efek

samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya

dibatasi. Beberapa efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang antara

lain:4

Pengurangan produksi kortisol. Selama dan setelah pengobatan steroid, maka

kelenjar adrenal memproduksi sedikit kortisol karena adanya penekanan pada

axis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA). Sampai dua belas bulan setelah

steroids dihentikan, respon steroid terhadap stres seperti infeksi atau trauma

berkurang sehingga dapat mengakibatkan sakit parah.

Osteoporosis terutama pada perokok, perempuan postmenopausal, orang tua,

orang-orang gizi kurang atau aktivitas yang kurang, dan pasien dengan

diabetes atau masalah paru-paru. Osteoporosis dapat menyebabkan patah

tulang belakang, rusuk, atau pinggul bersama dengan sedikit trauma. Ini

Page 9: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

terjadi setelah tahun pertama dalam 10-20% dari pasien dirawat dengan lebih

dari 7.5 mg Prednisone per hari. Hal ini diperkirakan hingga 50% dari pasien

dengan kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang.

Penurunan pertumbuhan pada anak-anak.

Kelemahan otot, terutama di bahu dan otot paha.

Nekrosis avascular pada caput femur (pemusnahan sendi pinggul).

Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).

Kenaikan lemak darah (trigliserida).

Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan.

Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat

badan  dan gagal jantung.

Kegoyahan dan tremor.

Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan

katarak subcapsular posterior.

Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,

kegembiraan, delirium atau depresi.

Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan

(misalnya tuberkulosis).

Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-

inflamasi.

Ada juga efek samping dari pengurangan dosis; termasuk kelelahan, sakit

kepala, nyeri otot dan sendi dan depresi.

Page 10: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Tabel 3. Efek samping dan monitoring pada penggunaan glukokortikoid

jangka panjang6

No

.

Efek samping Monitor

1.2.3.4.

5.6.

7.

8.

HipertensiBerat badan meningkatReaktivasi infeksiAbnormalitas metabolik

OsteoporosisMata         Katarak        GlaukomaUlkus peptik

Supresi kelenjar adrenal

Tekanan darahBerat badanPPD, (12 hari setelah pemakaian prednison)Elektrolit, lipid, glukosa (t.u penderita diabetes dan hiperlipidemia) Densitas tulang

Pemeriksaan slit lamp (setiap 6 sampai 12 bulan)Tekanan intraokular (saat bulan pertama dan ke enam)Pertimbangkan pengunaan antagonis H2 atau proton pump inhibitorDosis tunggal di pagi hari, periksa serum kortisol pada jam 8 pagi sebelum tapering off.

III. GLUKOKORTIKOID TOPIKAL

Efektifitas kortiksteroid topikal berhubungan dengan 4 hal yaitu

vasokonstriksi, (antimitosis) antiproliferatif, immunosupresif dan antiinflamasi.

Kortikosteroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian

superfisial dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk

menyebabkan vasokontriksi ini biasanya berhubungan dengan potensi anti-

inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu tanda untuk

mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.

III.1 Golongan Kortikotseroid Topikal

Kortikosteroid topikal terbagi mejadi 7 golongan besar berdasarkan

kemampuan kortikosteroid tersebut menyebabkan efek vasokonstriksi,

antiinflamasi, antiproliferatif, dan immunosupresif. Kortikosteroid topikal

golongan I adalah yang paling kuat daya anti-inflamasi dan antimitotiknya (super

poten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).6

Page 11: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Tabel 4. Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis 6

Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik

Golongan 1: (super poten)

Golongan II: (potensi tinggi)

Golongan III: (potensi tinggi)

Golongan IV: (potensi medium)

Diprolene ointmentDiprolene AF creamPsorcon ointmentTemovate ointmentTemovate creamOlux foamUltravate ointmentUltravate creamCyclocort ointmentDiprosone ointmentElocon ointmentFlorone ointmentHalog ointmentHalog solutionLidex ointmentLidex solutionMaxiflor ointmentMaxivate ointmentMaxivate creamTopicort ointmentTopicort creamTopicort gelAristocort A ointmentCultivate ointmentCyclocort creamCyclocort lotionDiprosone creamFlurone creamLidex E creamMaxiflor creamMaxivate lotionTopicort LP creamValisone ointmentAristocort ointmentCordran ointmentElocon cream

0,05% betamethason dipropionate

0,05% diflorasone diacetate0,05% clobetasol propionate

0,05% halobetasol propionate

0,1% amcinonide0,05% betamethasone dipropionate0,01% mometasone fuorate0,05% diflorasone diacetate0,01% halcinonide

0,05% fluocinonide

0,05% diflorasone diacetate0,05% betamethasone dipropionate

0,25% desoximetasone

0,05% desoximetasone0,1% triamcinolone acetonide0,005% fluticasone propionate0,1 amcinonide

0,05% betamethasone dipropionate0,05% diflorosone diacetate0,05% fluocinonide0,05% diflorosone diacetate0,05% betamethasone dipropionate0,05% desoximetasone0,01% betamethasone valerate0,1% triamcinolone acetonide0,05% flurandrenolide0,1% mometasone furoate

Page 12: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Golongan V: (potensi medium)

Golongan VI: (potensi medium)

Golongan VII: (potensi lemah)

Elocon lotionKenalog ointmentKenalog creamSynalar ointmentCordran creamCutivate creamDermatop creamDiprosone lotionKenalog lotionLocoid creamSynalar creamTridesilon ointmentValisone creamAclovate ointmentAclovate creamAristocort creamDesowen creamKenalog creamKenalog lotionLocoid solutionSynalar creamSynalar solutionTridesilon creamValisone lotionObat topical dengan hidrokortison,  dekametason, glumetalone, prednisolone, dan metilprednisolone

0,1% triamcinolone acetonide

0,025% fluocinolone acetonide0,05% flurandrenolide0,05% fluticasone propionate0,1% prednicarbate0,05% betamethasone dipropionate0,1% triamcinolone acetonide

0,025% fluocinolone acetonide0,05% desonide0,1% betamethasone valerate0,05% aclometasone

0,1% triamcinolone acetonide0,05% desonide0,025% triamcinolone acetonide

0,1% hydrocortisone butyrate0,01% fluocinolone acetonide

0,05% desonide0,1% betamethasone valerate

III.2 Peggunaan Berdasarkan Potensi

Penggunaan kortikosteroid topikal harus mempertimbangkan indikasi dan

berdasarkan pada potensi kortikosteroid tersebut. Kortikotseroid dengan potensi

yang berbeda memiliki indikasi yang berbeda pula. Kortikosteroid dengan potensi

kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu

diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif terhadap

penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.

Page 13: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

III.2.1 Kortikosteroid Potensi Lemah

Kortikosteroid potensi lemah digunakan pada kelainan akut serta pada

penderita anak-anak, usia lanjut dan ibu hamil. Pengobatan kortikosteroid pada

bayi dan anak harus dilakukan dengan lebih hati-hati. Penggunaan pada anak-anak

memiliki efektifitas yang tinggi dan sedikit efek samping terhadap pemberian

kortikosteroid topikal dengan potensi lemah dan dalam jangka waktu yang

singkat. Sedangkan pada bayi memiliki risiko efek samping yang tinggi karena

kulit bayi masih belum sempurna dan fungsinya belum berkembang seutuhnya.

Secara umum, kulit bayi lebih tipis, ikatan sel-sel epidermisnya masih longgar,

lebih cepat menyerap obat sehingga kemungkinan efek toksis lebih cepat terjadi

serta sistem imun belum berfungsi secara sempurna Pada bayi prematur lebih

berisiko karena kulitnya lebih tipis dan angka penetrasi obat topikal sangat tinggi.6

Pada geriatri memiliki kulit yang tipis sehingga penetrasi steroid topikal

meningkat. Selain itu, pada geriatri juga telah mengalami  kulit yang atropi

sekunder karena proses penuaan. Kortikosteroid topikal harus digunakan secara

tidak sering, waktu singkat dan dengan pengawasan yang ketat.6

Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali

dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Pada kasus

kelahiran prematur, sering digunakan steroid untuk mempercepat kematangan

paru-paru janin (standar pelayanan). Kortikosteroid topikal yang biasa digunakan

pada saat kehamilan adalah hidrokortison dan betametason. Begitu juga pada

waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan

diperhatikan. Belum diketahui dengan pasti apakah steroid topikal diekskresi

melalui ASI, tetapi sebaiknya tidak digunakan pada wanita sedang menyusui.6

III.2.2 Kortikosteroid Potensi Sedang

Kortikosteroid potensi sedang digunakan pada kelainan subakut, misalnya

pada dermatitis kontak alergi, dermatitis seboroik, dan dermatitis intertriginosa.6,7

III.2.3 Kortikosteroid Potensi Kuat

Page 14: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Kortikosteroid potensi kuat digunakan pada kelainan kulit yang bersifat

kronis dengan lesi yang tebal, contohnya pada psoriasis, dermatitis atopik,

dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.6,7

III.3 Dosis Pemberian Kortikosteroid Topikal

Pemberian kortikosteroid topikal dipilih berdasarkan keamanan dan

pertimbangan efek samping serta beberapa faktor lain yang perlu di

pertimbangkan yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit yaitu

stadium penyakit, luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi dan lokalisasi lesi.

Steroid topikal terdiri dari berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis.

Salep (ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar

berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula

lanolin atau minyak. Jenis ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit

yang kering karena banyak mengandung pelembab. Selain itu juga baik untuk

pengobatan pada kulit yang tebal contoh telapak tangan dan kaki. Salep mampu

melembabkan stratum korneum sehingga meningkatkan penyerapan dan potensi

obat. Krim adalah suspensi minyak dalam air. Krim memiliki komposisi yang

bervariasi dan biasanya lebih berminyak dibandingkan ointments tetapi berbeda

pada daya hidrasi terhadap kulit. Banyak pasien lebih mudah menemukan krim

untuk kulit dan secara kosmetik lebih baik dibandingkan ointments. Meskipun itu,

krim terdiri dari emulsi dan bahan pengawet yang mempermudah terjadi reaksi

alergi pada beberapa pasien. Lotion (bedak kocok) tediri atas campuran air dan

bedak, yang biasanya ditambah dengan gliserin sebagai bahan perekat, lotion

mirip dengan krim. Lotion terdiri dari agents yang membantu melarutkan

kortikosteroid dan lebih mudah menyebar ke kulit. Solution tidak mengandung

minyak tetapi kandungannya terdiri dari air, alkohol dan propylene glycol. Gel

komponen solid pada suhu kamar tetapi mencair pada saat kontak dengan kulit.

Lotion, solution, dan gel memiliki daya penyerapan yang lebih rendah

dibandingkan ointment tetapi berguna pada pengobatan area rambut contoh pada

daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara kosmerik lebih tidak nyaman

pada pasien.6,7

Page 15: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 x/hari sampai penyakit

tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis

ialah menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat

yang berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya

akan menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan

timbul kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.5

Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6

minggu untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi

kuat. Ada beberapa acuan pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni5

1.  kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.

2.  Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu,

sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah

salah satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan

hidrokortison asetat 1%.

Page 16: Glukokortikoid Pada Pengobatan Penyakit Kulit

DAFTAR PUSTAKA

1. Mitsos L, Sasseville D. Systemic Corticosteroid Use in Dermatology:

Defining, Detailing, and Demystifying. Dermatology Round. 2011;7(2):1-4.

2. Shaikh S, et al. Applications of Steroid in Clinical Practice: A Review.

International Scholarly Research Network Anesthesiology. 2012;8(1):1-11.

3. Liu D, et al. A practical guide to the monitoring and management of the

complications of systemic corticosteroid therapy. Allergy, Asthma, & Clinical

Immunology. 2013;9(30):1-25.

4. Jackson S, Nesbitt L. Glucocorticosteroids. In: Bolognia J, Jorizzo J, Schaffer

J, editors. Dermatology. 3 ed. USA: Elsevier Saunders; 2012. p. 2075-88.

5. Werth V. Systemic Glucocorticoids. In: Goldsmith L, Et al, editors.

Fitzpatrick's Dematology In General Medicine. 8 ed. United State: Mc Graw

Hill Medical Companies; 2012. p. 2714-20.

6. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:

Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.