Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

37
PENGOBATAN TOPIKAL PENYAKIT KULIT Esti Fitria Hatami, S.Ked Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mochammad Hoesin Palembang PENDAHULUAN Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Dengan adanya kemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga berkembang pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spseifik dengan yang rasional. 4,5 Tujuannya adalah untuk mengadakan hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang menganggu, misalnya rasa gatal dan panas. 4,5 Pada masa kini pengobatan topikal untuk penyakit kulit bukanlah merupakan masalah lagi dengan tersedianya berbagai macam obat paten berbentuk krim, salep, losio dan sebagainya. Seperti halnya barang dagang lainya obat obatan paten tersebut cukup mahal harganya dan sering tidak terjangkau oleh golongan masyarakat ekonomi lemah. 3 Secara ideal maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis maupun kimiawi. Kalau obat 1

Transcript of Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

Page 1: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

PENGOBATAN TOPIKAL PENYAKIT KULIT

Esti Fitria Hatami, S.Ked

Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mochammad Hoesin

Palembang

PENDAHULUAN

Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada

membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Dengan adanya

kemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga berkembang

pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang

berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spseifik

dengan yang rasional.4,5 Tujuannya adalah untuk mengadakan hemostasis yaitu

mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke keadaan fisiologik stabil secepat-

cepatnya. Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang menganggu, misalnya rasa

gatal dan panas. 4,5

Pada masa kini pengobatan topikal untuk penyakit kulit bukanlah merupakan masalah

lagi dengan tersedianya berbagai macam obat paten berbentuk krim, salep, losio dan

sebagainya. Seperti halnya barang dagang lainya obat obatan paten tersebut cukup mahal

harganya dan sering tidak terjangkau oleh golongan masyarakat ekonomi lemah. 3 Secara

ideal maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis maupun kimiawi. Kalau obat topikal

digunakan secara rasional, maka hasilnya akan optimal, sebaliknya kalau di gunakan secara

salah obat topikal menjadi tidak efektif dan menyebabkan penyakit iatrogenik. 4,5,6

Bahan penyusun obat topikal untuk penyakit kulit ada 2 macam, yaitu bahan aktif dan

bahan dasar atau vehikulum atau basis. Pada dasarnya keberhasilan pengobatan topikal

penyakit kulit tergantung pada beberapa hal, yaitu penentuan basis yang tepat bagi jenis

erupsi atau radang yang terjadi, pemilihan bahan aktif yang sesuai dengan etiologi penyakit

tersebut, serta penetrasi obat kedalam kulit. Prinsip terapi topikal adalah pemilihan basis yang

sesuai dengan kondisi dematosis, yaitu keringkan bila basah, dan basahkan bila kering (if it

dry, wet it and if it wet, dry it) . Tidak jarang pemakain basis obat saja telah dapat

memberikan hasil yang memuaskan.3,5

1

Page 2: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

Dalam penulisan ini akan dibicarakan macam macam bahan dasar, bahan aktif,

prinsip prinsip pemilihan jenis basis obat, juga sedikit disinggung mengenai pemilihan bahan

aktif, serta penetrasi obat topikal. Sehingga dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan

kita dalam pengobatan penyakit kulit khususnya pengobatan topikal serta memperkenalkan

bentuk dan cara pengobatan topikal yang disesuaikan dengan keadaan penyakit kulit. Juga

diharapkan pengetahuan ini akan dapat diterapkan dalam hal mengobati dan menyembuhkan

penyakit kulit yang di diagnosis. 4,5

PEMBAHASAN

Definisi

Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada

membran pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Dengan adanya

kemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga berkembang

pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang

berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spseifik

dengan yang rasional. 4,5

Tujuan

Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal di dapatkan dari pengaruh fisik dan

kimiawi obat-obatan yang diaplikasikan di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain

mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan,

dan melindungi dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk mengadakan

hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke keadaan

fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang

menganggu, misalnya rasa gatal dan panas. 4,5

Bahan Dasar Obat Topikal2

Page 3: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

Bahan dasar untuk pembuatan obat topikal dikenal ada 3 macam : (1) bahan padat

berbentuk serbuk atau bedak, (2) lemak atau minyak, (3) bahan cair. 1,3 Dari ketiga macam

macam bahan dasar ini dapat dibuat berbagai macam kombinasi komposisi dari basis atau

bahan dasr suatu obat topikal sesuai dengan jenis dermatosis. Bahan dasar ini selain bersifat

inert yaitu hanya berfungsi membawa bahan aktif pada tempat bekerjanya, juga sering

mempunyai sifat tertentu yang dapat mempengharui kondisi radang misalnya sebagai

pendingin/penenang, pengering, antipruritus.3 Perlu diperhatikan bahwa beberapa bahan

dasar juga sering mempengharui berbagai efektifitas bahan aktif, misalnya pengenceran krim

kortikosteroid dengan basis yang tidak tepat bahkan menginaktivasi kortikosteroid tersebut.

Selain itu dalam basis suatu obat sering ditambahkan bahan bahan tertentu sebagai emulgator,

pengawet agar basis tersebut stabil dan tidak mudah rusak oleh mikroorganisme. Hanya tidak

jarang bahan pengawet tersebut merupakan pemeka (sensitizer) yang dapat menimbulkan

reaksi alergi. . 4,5

Bahan-bahan yang dapat digolongkan sebagai serbuk antara lain amilum (kanji), seng

oksida, seng strearat, bentonium, talkum venetum. Sedangkan bahan-bahan yang termasuk

lemak antara lain oleum kokos, oleum olivarium, oleum sesami, oleum arakidis, vaselin

album, parafin liquidum, parafin solidum. Yang termasuk bahan cair selain air, air suling,

juga alkohol, propilen glikol, gliserin, solusio kalsii hidroksida (air kapur), eter, kolodium

(campuran alkohol, eter dan larutan selulose nitrat). 1,3

Suatu obat yang dibuat dengan bahan dasar bedak disebut bedak, misal bedak salisil.

Sedangkan bila bahan dasarnya lemak disebut salep, misal salep 2-4. Dan bila bahan

dasarnya cair maka disebut losio, solusio, tingtura. 1,3

Dalam berbagai kondisi penyakit kulit sering diperlukan bahan dasar yang merupakan

campuran dariketiga macam bahan dasar tersebut. Kombinasi antara bahan dasar serbuk dan

lemak akan membentuk suatu pasta berlemak (pasta zinsi oleosa), misal abos. Kombinasi

antara bahan dasar serbuk dan air disebut bedak kocok (shake lotion), dan bila liniment.

Campuran antara air dan lemak akan menghasilkan bentuk krim dan tergantung dari fasenya

dikenal krim W/O (water in oil) atau krim O/W (oil in water). Kombinasi bahan-bahan dasar

dapat ini dibuatsesuai dengan kondisi lesi kulit (lihat prinsip pemilihan basis obat). Sehingga

jelaslah dengan berbekal pengetahuan mengenai bahan dasar suatu obat topikal kita dapat

membuat suatu basis obat yang paling sesuai dengan kondisi lesi penyakit kulit. 1,3

3

Page 4: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

SERBUK

Pasta zinc oleosa bedak kocok

Pasta zinc pasta

LEMAK CAIR

Prinsip-prinsip Pemilihan Basis Obat atau Vehikulum

1. Basis obat untuk radang akut 3

Radang akut di tandai dengan eritem berat, edema, vesikel, bula, intertriginasi, krusta.

Basis obat yang dibutuhkan adalah berbentuk cair atau air yaang dipergunakan

sebagai kompres, rendam, mandi, atau di oleskan. Kompres bekerja pada radang akut

antara lain dengan cara:

a. Penguapan air akan menarik kalor lesi sehingga terjadi vasokontriksi, yang

mengakibatkan eritem berkurang.

b. Vasokontriksi memperbaiki permebealitas vaskuler, sehingga pengeluaran serum

dan edema akan berkurang.

c. Air melunakkan dan melarutkan krusta pada permukaan kulit, sehingga mudah

terangkat bersama kain kasa. Pembersihan krusta ini akan mengurangi sarang

makanan untuk bakteri dari cairan yang terperangkap di bawah krusta.

4

Page 5: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

Kompres dingin, selain berguna untuk membersihkan, mengeringkan dan

mengurangi peradangan juga berfungsi memacu granulasi ulkus. Cara

pengompresan adalah sebagai berikut : kain kasa berlapis atau kain bekas berserat

katun yang bersih (jangan gunakan kapas!) dibasahi dengan air bersih dingin.

Dalam air ini dapat dilarutkan zat aktif sesuai derngan kebutuhan. Kain yang

sudah basah tersebut, ditempelkan di atas lesi kulit selama beberapa menit,

kemudian kain diangkat dan dibasahi lagi dan ditempelkan kembali pada lesi yang

dikompres, demikian beberapa kali. Hati hati kain jangan dibiarkan menempel

pada lesi kulit sampai kering, sebab dapat mengakibatkan lesi menjadi berdarah

bila kain kasa yang kering dan lengket diangkat. Kompres berlanjut sesudah lesi

basah mengering dan menjadi subakut akan menyebabkan lesi terlalu kering,

pecah (overdrying). Sehingga timbul masalah baru. Selain itu pengompresan yang

terlalu lama (lebih dari 15 menit) akan menyebabkan maserasi kulit sekitarnya.

Untuk menghindari hal ini pengompresan dilakukan secara periodik, yaitu

kompres basah 3 kali sehari selama 5-15 menit. Pada anak anak tiap kali

pengompresan jangan lebih dari sepertiga luas tubuh untuk menghindari

pengacauan regulasi panas tubuh.

Selain kompres, basis air juga sering dipergunakan untuk berendam apabila

kelainan kulit cukup luas dan untuk lesi basah di ujung-ujung ekstremitas.

Perendaman ini dapat melunakan dan membersihkan skuama atau debris yang

melekat. Hanya untuk menghindari maserasi, perendaman jangan dilakukan lebih

dari 30 menit.

2. Basis obat untuk radang subakut 3

Radang sub akut ditandai dengan eritem ringan, erosi, dan krusta, kadang-

kadang mulai tampak hiperpigmentasi. Kompres basah akan menyebabkan lesi disini

menjadi terlalu kering, dan pecah-pecah, sebaliknya basis minyak dikuatirkan

menimbulkan efek oklusif yang memperberat inflamasi. Basis yang aman untuk

kondisi sub akut ini adalah basis krim, karena krim tersusun dari campuran minyak

dan air. Jika lesi sub akut tersebut lebih ke arah akut, diguanakn krim minyak dalam

air (O/W), sebaliknya jika lesi sub akut lebih ke arah kronis, digunakan krim air

dalam minyak (W/O). Contoh krim minyak dalam air misal Krim Canesten, krim

5

Page 6: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

Hidrokortison, sedangkan krim air dalam minyak misalnya cold cream/vanishing

cream.

3. Basis obat untuk radang kronis. 3

Radang kronis ditandai dengan lesi kering dapat berupa hiperkeratosis,

likenifikasi, fisura, skuama, dan hiperpigmentasi. Lesi kering seperti ini akan

bertambah kering bila diobati dengan basis air. Apabila ada debris diatas lesi kering

dapat dibersihkan dengan mengompresnya terlebih dahulu sehingga debris menjadi

lunak dan mudah diangkat. Pemberian basis minyak akan mencegah penguapan,

sehingga air yang menguap dari stratum korneum dapat dihambat, terjadi hidrasi

startum korneum.

Bahan-bahan Aktif untuk Pengobatan Topikal

Bahan aktif adalah komponen dalam suatu obat topikal yang berfunsi spesifik untuk

etiologi penyakit kulit tertentu. Dalam pengobatan penyakit kulit kita kenal obat-obat topikal

dengan bahan aktif kortikosteroid, antibiotik, antiseptik, antifungi, antivirus, tir dan lain-lain.

Dibawah ini akan dibahas beberapa bahan aktif yang sering dipergunakan dalam pengobatan

topikal penyakit kulit terutama apabila dikehendaki menyusun sendiri atau meracik

komposisi obat topikal tersebut. 3,6

1. Asam benzoat (acidum benzoicum), berupa kristal tak berwarna, sukar larut dalam air

dan mudah larut dalam alkohol dan lemak. Bersifat antifungal dan antiseptik.

2. Asam borat (acidum borcium) , dipergunakan sebagai antiseptik ringan dan

astringensia ringan dalam konsentrasi 1-3%. Pernah dilaporkan mempunyai aktivitas

antiveral sehingga dipergunakan sebagai salep untuk lesi herpes. Pada absorbsi

sistemik bahan ini bersifat toksik pada dosis 5-10 g anak-anak dan 10-20 g pada

dewasa. Keracunan akut dari asam borat dapat menimbulkan gejala mual, muntah,

sakit perut, diare, nyeri kepala dan gangguan penglihatan. Sedang keracunan kronik

dapat menyebabkan kerontokan rambut dan kerusakan ginjal. Jangan gunakan bahan

ini untuk bayi, dan jangan gunakan pada luka terbuka yang luas karena dapat

diabsorbsi secara sistematik.

6

Page 7: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

3. Asam salisilat (acidum salicylicum) , mempunyai daya keratoplastik pada konsentrasi

1-2 (3%), berdaya antipruritus pada konsentrasi 0,5-3%, berdaya keratolitik pada

konsentrasi lebih dari 3%, juga mempunyai daya antiseptik.efek keratolitik inilah

dapat menyebabkan asam salisilat juga berfungsi sebagai antifungal pada infeksi

jamur superfisial. Asam salsilat berupa hablur putih yang sukar larut dalam air,

mudah larut dalm alkohol (1/4) dan dalam minyak misalnya oleum ricini (1/10).

Asam salsilatr dapat diapsorbsi secara sistematim menyebabkan salisilema dengan

gejala nausea, vomitus, dispnea dan halusinasi. Kemungkinan terjadinya absorpsi

sistemik ini dapat diperkecil bila luas daerah yang diobati terbatas, dengan

konsentrasi kurang dari 7% dan pengolesan dua kali sehari. Hati-hati pada

penggunaan untuk bayi karena bersifat iritatif, dan jangan dipakai lpada lesi terbuka

(denuded skin). Pada umur kurang dari 2 tahun dapat diberikan pada konsentrasi

0,5%, tetapi jangan diberikan dalam basis bedak.\

4. Dermatol (bismuthi subgallas), merupakan serbuk kuning yang tidak larut dalam air,

bersifat antiseptik dan astringentia. Jangan diberikan pada lesi terbuka yang luas

karena dapat menimbulkan intoksikasi.

5. Derivat fenol, mempunyai daya antiseptik, antipruritus,. Jangan dipergunakan lesi

yang luas, karena pengaruh sistematiknya dapat menimbulkan konvulsi serta

kerusakan ginjal. Pada konsentrasi tinggi bersifat kaustik. Derivat fenol yang banyak

digunakan dalam dermatologi antara lain fenol (acidum carbolicum) yang

dipergunakan dalam konsentrasi 0,05% dan resorsinol yang pada konsentrasi 0,5-1%

mempunyai daya keratoplastik dan astringensia dan pada konsentrasi 8-10% berdaya

keratolitik dan fungisidal.

6. Ikatan perak (Ag), yang banyak dipakai dalam dermatologi adalah perak nitrat

(argentinitras atau AgNO3) yang berupa kristal putih yang larut dalam air. Bahan ini

dipergunakan dalamkonsentrasi 0,5-1% untuk daya antiseptiknya, astringentia dan

juga dapat merangsang granulasi dan epitelialisasi. Sedang pada konsentrasi lebih

dari 3% bersifat kaustik. Hati-hati karena mewarnai kulit.

7. Ikatan halogen, yang banyak dipakai dermatologi adalah iod. Berupa kristal

lembayung tua yang larut dalam larutan iodida. Dipakai pada konsentrasi 1-3%

7

Page 8: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

sebagai tingtur bersifat antiseptik kuat, antifungal serta mempunyai pengaruh

hemostatik karena mengkoagulasi protein. Bahan ini dapat menimbulkan iritasi.

8. Ikatan yang mengoksidasi yaitu hidrogen peroksida dan kalium permanganat.

Larutan hidrogen peroksida dipergunakan dalam konsentrasi 1-3% sebagai antiseptik,

dan pada konsentrasi tinggi sebagai pemutih (bleaching agent). Kalium permanganat

(PK) berupa kristal berwarna ungu tua yang larut dalam air. PK dipergunakan

sebagai larutan dalam konsentrasi 1/5000-1/10.000, mempunyai daya antiseptik dan

astringensia. Larutan PK ini dapat menodai pakaian terutama bila dipergunakan

dalam konsentrasi tinggi. Hati-hati kristal PK bersifat kaustik.

9. Alkohol dan derivatnya, selain sebagai bahan dasar juga mempunyai sifat aktif. Misal

Etil Alkohol 70% dipergunakan sebagai antiseptik, formaldehid (formalin) bersifat

antiseptik dan astringensia, dan propilen glikol berfungsi sebagai pengikat air,

sehingga pada konsentrasi 30-40%dalam air dipergunakan sebagai perlembab.

10. Mentol (mentobolum) berupa kristal tak berwarna larut dalam alkohol, parafin dan

lemak. Dipergunakan dalam konsentrasi 0,5-1% sebagai antipruritus, antiseptik, juga

dapat menimbulkan vasokonstriksi.

11. Gentian violet (metbylrosanilinii), berupa serbuk berwarna ungu tua yang larut dalam

air (1/40) dan alkohol (1/10). Dipergunakan dalam konsentrasi 0,5-1% sebagai

antiseptik ringan, antikandida, dan astringensia. Obat ini sekarang jarang

dipergunakan karena menodai pakaian sehingga sehingga tidak disukai penderita.

12. Vioform (hydroxyquinoline) adalah serbuk berwarna kuning kecoklatan yang sukar

larut dalam air. Dipergunakan dalam konsenterasi 1-3% sebagai antiseptik, antifungal

dan antiprotosa. Bahan ini juga dapat menodai pakaian.

13. Seng oksida (zinc oxidum) selain dipakai sebagai bahan dasar juga mempunyai sifat

astrigensia dan antiseptik. Berupa serbuk yang berwarna putih dan tidak larut dalam

air.

14. Sulfur presipitatum merupakan serbuk kuning yang tidak larut dalam air

dipergunakan dengan konsentrasi 2-10%. Selain bersifat antiseptik,antimikotik dan

antiparasit juga diduga bersifat antisebore, antipruritus dan pada konsentrasi tinggi

8

Page 9: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

mempunyai efek keratolitik (>2%). Efek keratoplastik didapat pada konsentrasi

rendah (<1%). Diperkirakan 1% dari sulfur yang dipakai secara topikal ternyata di

absorpsi secara sistemik, juga pernah dilaporkan mengenai efek samping pemakaian

sulfur seperti dermatitis kontak alergi, sedangkan adanya efek komedogenik masih

diperdebatkan. Akan tetapi sampai saat ini sulfur masih dinyatakan, hanya bau yang

ditimbulkannya sering tidak disukai penderita.

15. Iktiol (ichtammol), merupakan tir batubara yang larut dalam alkohol dan gliserin

serta dapat bercampur dengan lemak dan vaselin. Dipergunakan dalam konsentrasi 1-

10%, mempunyai daya antiseptik dan antiradang.

16. Derivat tir lainnya seperti oleum kadini, liquor carbonis detergens (tir batubara), tir

olie, selain bersifat antiradang juga bersifat antimitotik, antiparasit, dan antipruritus.

Pemilihan Zat Aktif

Dalam pemilihan zat aktif, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: 3,6

1. Zat akitf harus sesuai dengan diagnosis, misal skabies di obati dengan sulfur (salep2-

4), tinea glabrosa dengan mikonazol, dan sebagainya.

2. Zat aktif harus larut dalam basis obat yang terpilih. Ada perbedaan pandangan antara

ahli faramasi dan ahli kulit. Ahli farmasi lebih menekankan pada pemilihan basisi

terbaik untuk kestabilan dan kelarutan obat, sedangkan ahli kulit menekankan pada

pemilihan basis obat untuk jenis lesi, baru kemudian mempertimbangkan kestabilan

dan kelarutan zat aktif. Sehingga sering terjadi obat-obat yang secara teoritis

farmakologik sesuai untuk suatu penyakit kulit, kurang disukai oleh ahli kuliut.

Misalnya Tetrasiklin sangat mudah larut dalam minyak, dan efektif untuk bakteri

Strptokokus dan Stapilokokus. Akan tetapi pemakaian salep Tetrasiklin untuk kasus

ektima (yang disebabkan oleh salah satu bakteri di atas) tidak di sukai oleh ahli kulit

karena basisnya bersifat oklusif, menghambat drainasi pus dari ektima.

3. Zat aktif harus tidak merusak komposisi basis obat. Misalnya berdasarkan lesi kulit

yang dibutuhkan krimhidrokortison, tetapi juga di perlukan juga asa, salisilat sebagai

9

Page 10: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

keratolitik. Pada kasus ini, penambahan asam salisilat akan merusak komposisi krim,

sehingga harus ditambahkan emulgator lagi.

4. Banyak penyakit kulit yang dapat disembuhkan hanya dengan efek fisikokimia dari

basis obat, tanpa zat aktif di dalamnya. Atau zat aktif diberikan secara oral jika

memungkinkan. Misalnya sering kita gunakan larutan kalium permanganas (PK)

untuk lesi eksudatif/membasah/eksematus. Pengunaan larutan PK ini tidak keliru, jika

kita gunakan dalam konsentrasi yang benar. Akan tetapi prakteknya pada penderita

sering diberikan kristal PK dan penderita diminta melarutkan sendiri. Jika larutan

yang dibuat penderita terlalu kental (lebih dari 1/8000) akan menimbulkan iritasi,

padahal lesi eksudatif tersebut dapat diatasi hanya dengan air dingin yang bersih. Juga

pernah terjadi penderita meminum kristal PK yang diberikan tersebut. Sehingga

banyak dokter merasa lebih aman memberikan kompres larutan air garam, yang

dibuat dengan melarutkan 1 sendok teh garam dalam 500 cc air matang. Seperti juga

larutan PK, larutan air garam tersebut juga mempunyai efek astringensia. Untuk

menghindari kecelakaan sebaiknya menulis resep obat kompres dalam bentuk jadi

(misal : larutan PK 1/10.000 1 liter), jangan dalambentuk bubuk.

BEBERAPA CONTOH OBAT TOPIKAL

1. Larutan Natrium Tiosulfas

R/ Na. Thiosulfas 20

Aqua ad 100

Dipergunakan untuk Pitriasis Versikolor

2. Losio Pekelharing :

R/ Ac.salicyl 2

Glycerin 3

Alkohol 70% 96

Untuk ketombe.

3. Shake Lotion

10

Page 11: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

R/ Oxid Zinci 10-20%

Talc.venetum 10-20%

Glycerin 5-10%

Aqua ad q.s

Merupakan cairan pengering pada radang subakut.

4. Losio Faberi :

R/ Ac.salicyl 0,5%

Talc.venetum 5%

Oxid Zinci 5%

Amyl oryzae 5%

Spir.dil. ad qs

Untuk miliaria

5. Losio Kummerfeldi :

R/ Camphora 1,0

Sol.calcii hydrokxidi 45

Spir.forte ketonatus 3,0

Sulfur praecipt 6,7

Aluminii et magnesii silicas colloidale 2,0

Oleum rosarum gtt 1

Silicii oxydum colloidale 1,0

Aqua ad 105

Atau

11

Page 12: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

R/ Camphora 10

Sulfur praecipt 66

Spir.forte ml 30

Sol.Cal.hydroxid ml 400

Cera lanette 15

Ol rosar gtt 10

Aqua ad ml 1000

Atau

R/ Sulf.praecipt 20

Camphor 3

Mucil Gumm.Arab 10

Sol.cal hydrat 134

Aqua rosar ad 300

Untuk agne vulgaris

Penetrasi Obat Topikal1,,2,3

Penetrasi dan difusi suatu obat topikal ke dalam kulit bergantung kepada

faktor obat, serta faktor keadaan kulit sendiri. Faktor obat antara lain struktur

kimiawi, besar molekul, konsentrasi obat, jenis basis, pelepasan bahan aktif dari basis

dan cara penggunaannya. Sedang faktor keadaan kulit antara lain stratum korneum,

sirkulasi darah dalam dermis, kepadatan folikel rambut dan kelenjar keringat, serta

PH kulit. 1,3,7

Basis suatu obat topikal sangat mempengharui absorpsi bahan aktif yang

terkandung didalamnya. Basis salep ternyata relatif bersifat oklusif sehingga hidrasi

12

Page 13: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

stratum korneum meningkat dan penetrasi meningkat. Peranan konsentrasi bahan aktif

sangat penting terutama bila basis berupa solusio. Untuk meningkatkan konsentrasi

bahan aktif dapat ditempuh cara membuat suatu basis yang berisi baik komponen non

volatil maupun volatil., disini penguapan komponen volatil setelah aplikasi akan

meningkatkan konsentrasi dari bahan aktif. Selain itu molekul kecil tentunya lebih

mudah larut sehingga lebih mudah diabsorpsi dibandingkan molekul yang besar.

Derajat penetrasi suatu bahan aktif ditentukan oleh perbedaan daya kelarutannya di

dalam basis dan di dalam stratum korneum. Bahan aktif yang mempunyai daya larut

atau afinitas yang tinggi dalam basisnya tentunya akan sulit dilepaskan kedalam kulit.

3

Setelah bahan aktif dilepaskan dari basisnya maka penetrasi kedalam kulit

dapat terjadi baik secara intraseluler untuk bahan-bahan yang hidrofilik maupun yang

interseluler untuk bahan-bahan yang lipofilik. Walaupun jumlahnya cukup kecil

dibandingkan penetrasi melalui stratum korneum, absorpsi obat topikal juga terjadi

melalui aparatus pilosebaseus dan saluran kelenjar keringat. Selaput lendir sekitar 10-

50 kali lebih permeabel dibandingkan kulit, selain karena ketiadaan stratum korneum

juga tidak bisa disingkarkan adanya suhu yang lebih tinggi serta kelembaban yang

lebih tinggi pada selaput lendir. 1,2,3

Stratum korneum merupakan barier utama dan penyimpanan (resorvoir)

pertama dalam penetrasi obat topikal kedalam kulit. Sehingga keadaan yang

mempengharui stratum korneum akan mempengharui penetrasi obat, antara lain

ketebalan stratum korneum yang pada keadaan normal menunjukkan variasi regional,

individu, dan umur, hidrasi, kerusakan stratum korneum atau gangguan keratinisasi.

1,2,3

Absorpsi per kutan larutan hidrokortison 1% pada dahi ternyata 6 kali

dibandingkan lengan bawah, di daerah skrotum sampai sekitar 40 kali dibandingkan

pada lengan, sedangkan pada kulit telapak kaki absorpsi hanya sekitar 1/7

dibandingkan lengan bawah. Variasi ini juga terjadi pada individu yang berbeda. Pada

bayi proses metabolisme dan eliminasi belum berkembang dengan baik, juga rasio

luas permukaan kulit : berat badan 3 kali dewasa. Sehingga dapat dimaklumi

penetrasi terhadap obat topikal pada bayi jauh lebih tinggi dibandingkan dewasa,

13

Page 14: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

walaupun ketebalan stratum korneum pada bayi, anak dan dewasa relatif tidak

berbeda. Demikian pula bila ditinjau dari reaktifitas mikrosirkulasi, ternyata tidak

dijumpai perbedaan penetrasi obat topikal dipandang dari segi usia.

Oklusi dapat meningkatkan absorpsi 10 sampai 100 kali karena peningkatan

hidrasi dan suhu. Sedangkan membasahi kulit sebelum pengolesan kortikosteroid

dapat meningkatkan absorpsi sampai 5 kali. Hal ini dapat dilakukan dengan

merendam dalam air selama sekitar 5 menit lalu segera olesi dengan krim. 3

Absorpsi obat topikal ternyata meningkat pada kelainan kulit yang disertai

gangguan keratinisasi seperti pada psoriasis. Pada lesi psoriasis maka permeabilitas

dari obat-obat yang lipofilik meningkat 5-10 kali, sehingga dengan cukup tingginya

cadangan obat dalam stratum korneum dimungkinkan untuk dilakukan cara kontak

pada pengobatan dengan antralin (sbort contact therapy). Demikian pula absorpsi

obat topikal akan meningkat apabila terjadi kerusakan stratum korneum misalnya

karena bahan kimia seperti pelarut, penambahan keratolitik dan penyakit lain yang

menyebabkan kerusakan stratum korneum seperti kombustio, penyakit kulit berlapuh

dan lain-lain.

Gambar 1. FingerTip Unit (FTU) 2

Jumlah obat yang diberikan pun perlu mendapat perhatian agar cukup sampai

penderita sembuh atau sampai batas waktu penderita harus kontrol lagi. Juga kita

dapat memberikan perkiraan harga obat tersebut, hal ini penting bila harga obat

tersebut cukup mahal seperti kortikosteroid. Rata rata pengolesan 1 gram krim dapat

14

Page 15: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

menutup daerah seluas 10 x 10cm, sedangkan pada bentuk salep daerah yang ditutupi

dapat lebih luas sampai 10%. Jumlah krim atau salep yang diperlukan untuk sekali

pengolesan pada muka atau tangan sekitar 2 gram, untuk sebuah lengan atau dada atau

punggung atas sebanyak 3 gram, untuk sebuah tungkai 4 gram dan untuk seluruh

tubuh sebanyak 20-30 gram. Sedang sekali pengolesan seluruh tubuh memerlukan

losio sekitar 50 ml. Frekuensi aplikasi sebanyak 1-2 kali sehari dianggap sudah cukup.

3,5

Beberapa Obat Topikal untuk Penyakit Kulit

Kortikosteroid dalam Dermatologi

Perkembangan dermatoterapi terjadi dengan pesatnya setelah ditemukannya

kortikosteroid. Pada masa kini kortikosteroid merupakan obat yang paling banyak

dipergunakan dalam dermatoterapi baik secara topikal maupun sistemik. Cukup

seriusnya efek samping yang dapat terjadi pada pemakaian kortikosteroid,

mengharuskan seorang dokter mempertimbangkan secara matang dan teliti antara

keuntungan dan kerugiannya. Untuk ini dibutuhkan pemahaman yang mendalam

mengenai indikasi, kontraindikasi, jenis-jenis kortikosteroid, cara pemberian, serta

efek samping yang dapat terjadi.1,2,3

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Pada masa kini kortikosteroid topikal merupakan sediaan yang paling banyak

dipakai dalam dermatologi, disamping obat-obat antijamur topikal, dan pada saat ini

di pasaran dapat dijumpai tidak kurang dari 70 sediaan kortikosteroid topikal dengan

bermacam-macam nama dagang. Banyaknya sediaan kortikosteroid topikal di pasaran

selain memang karena perbedaan turunan steroidnya, pada umumnya hanya

didasarkan atas perbedaan basis, ada tidaknya kombinasi dengan antimikroba atau

kombinasi dengan bahan-bahan peningkat penetrasi steroid. Beberapa perusahaan

juga memproduksi steroid yang sama tetapi dalam berbagai konsentrasi dan dengan

variasi untuk lokasi lokasi tertentu, seperti untuk kepala atau muka dan sebagainya.3

15

Page 16: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

A. Indikasi kortikosteroid topikal

Penyakit-penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid topikal dapat

digolongkan menjadi: 1,3

1. Penyakit-penyakit yang pada umumnya sangat responsif terhadap pengobatan

steroid topikal seperti dermatisis atopik, dermatisis seboroik, dermatisis

numuler, dermatisis kontak alergi dan iritan, psoriasis pada muka dan genital,

liken simpleks, pruritus ani dan dermatisis stasis

2. Penyakit-penyakit yang kurang responsif terhadap steroid topikal seperti lupus

eritematosus diskoid, liken planum, nekrobiosis lipoidika, granuloma anulare,

sarkoidosis dan psoriasis palmo-plantar

B. Pemilihan kortikosteroid topikal

Selain indikasi penyakit, pemilihan kortikosteroid topikal perlu

memperhatikan jenis steroid, basis, lokalisasi, umur penderita dan pemilihan

sediaan kombinasi atau murni. 1,3

Menurut potensinya kortikosteroid topikal dapat digolongkan menjadi 4 jenis,

yaitu golongan I (potensi lemah), golongan II (potensi sedang), golongan III

(potensi kuat) dan golongan IV (potensi sangat kuat). Potensi tersebut didasarkan

atas sifat anti-inflamasi dan sifat antimitosisnya. Kortikosteroid golongan I ada

umumnya mempunyai sifat anti-inflamasi saja, sedangkan golongan IV

mempunyai baik sifat antiinflamasi maupun antimitosis yang sangat kuat.

Golongan II dan III berada diantaranya.

Perbedaan Sifat Berbagai Golongan Steroid Topikal

Golongan Potensi antiinflamasi antimitosis

I lemah + -

16

Page 17: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

II sedang ++ +

III kuat +++ ++

IV Sangat kuat ++++ +++

Kortikosteroid topikal tersedia dalam berbagai basis, seperti salep, krim, losio,

jeli, aerosol dan tingtura. Untuk pemilihan basis perlu dipertimbangkan faktor

akseptibilitas penderita, kosmetika serta harus diingat prinsip-prinsip dasar

pemakaian topikal. 3

C. Dosis dan cara pemberian

Pada umumnya kortikosteroid topikal sudah cukup di oleskan 1-2 kali sehari.

Pengolessan beberapa kali sehari ternyata tidak jauh berbeda dengan pengolesan

1-2 kali sehari, bahkan akan mempercepat timbulnya takifilaksis, yaitu

berkurangnya efek terapeutik setelah dipakai beberapa kali. Pengolesannya juga

cukup dilakukan tipis karena selain karena efek terapeutiknya sudah cukup

maksimal, juga ekonomis dan tidak mengotori kulit dengan adanya kerak salep

atau krim yang tebal. 3,7

Untuk lesi yang berat dapat diberikan steroid kuat untuk terapi inisial,

kemudian di ganti dengan steroid sedang atau lemah untuk terapi pemeliharaan.

Pada beberapa dermatosis yang kurag responsif terhadap steroid, penetrasi

steroid dapat di tingkatkan selain dengan penambahan bahan-bahan seperti

propilen glikol atau urea, dapat juga dilakukan dengan cara okusi, yaitu menutup

lesi yang telah di olesi kortikosteroid dengan bahan impermeabel (polietilen atau

plastik) sehingga udara akan keluar dan stratum korneum menjadi lembab yang

akan meningkatkan permeabilitas stratum korneum tersebut. Dengan cara oklusi

dikatakan potensi steroid dapat di tingkatkan sampai 10 kali (Malibach, 1976).

Oklusi sebaiknya dilakukan pada malam hari, tetapi di hindari cara oklusi ini

untuk lesi yang luas.

D. Efek samping penggunaan kortikosteroid topikal

17

Page 18: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

Ternyata semakin poten sediaan kortikosteroid topikal, semakin besar pula

kemungkinan efek samping yang terjadi. Pemakaian yang terlalu lama akan

meningkatkan risiko timbulnya efek samping ini. Sehingga pemakainan steroid

yang poten seyogyanya tidak lebih dari 2-3 minggu. Efek samping ini berisfat

lokal maupun sistemik. 3,7

Efek Lokal 3,7

1. Kerusakan kulit berupa atropi kulit, telangiektasis, purpura atau striae.

Efek samping pada kulit inilah yang dipakai sebai evaluasi apakah suatu

steroid topikal dianggap aman atau tidak.

2. Infeksi atau infestasi dapat terjadi setelah pemakaian kortikosteroid jangka

lama, terutama kalau digunakan secara oklusi, dapat berupa kandida,

bakteria, atau meluasnya impetigo. Tinea inkognito dapat terjadi karena

kesalahan terapi tinea dengan kortikosteroid.

3. Efek lain yang dapat terjadi misalnya akne steroid, dermatitis perioral,

gangguan pigmentasi baik hipo maupun hiperpigmentasi dan granulomata

pada kulit. Reaksi alergi juga pernah dilaporkan pada pemakaian

kortikosteroid topikal.

4. Pada individu tertentu pada pemakaian kortikosteroid jangka lama dapat

menyebabkan rambut pada muka tumbuh subur.

a. Efek sistemik

Kortikosteroid topikal, khususnya yang mempunyai potensi kuat dan

dipakai untuk jangka panjang dengan konsentrasi yang tinggi atau oklusi

dapat menimbulkan efek sistemik seperti kortikosteroid sistemik.

Antijamur dalam Dermatologi

Penyakit jamur superfisialis adalah penyakit kulit yang sering dijumpai di

pusat-pusat pelayanan kesehatan di Indonesia. 1,3Dan pada masa kini cukup

banyak obat-obat antijamur untuk jamur superfisial baik yang di pakai secara

18

Page 19: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

topikal maupun sistemik. Membanjirnya jenis-jenis obat antijamur tersebut

dipasaran mengharuskan seorang dokter dapat memilih dengan tepat obat-obat

anti jamur yang diperlukan.

Obat antijamur topikal yang lama pada umumnya mempunyai aktivitas

antijamur yang lemah, spektrumnya sempit dan kadang-kadang menyebabkan

iritasi, tetapi harganya murah. Sebaliknya obat-obat antijamur topikal yang baru

umumnya mempunyai anktivitas jamur yang kuat, spektrumnya luas, tersedia

dalam sediaan yang menyenangkan, tetapi harganya mahal. Untuk itu pemilihan

obat antijamur harus didasarkan atas diagnosis yang tepat, anatomi atau lokasi

lesi, derajat dan luasnya lesi, dan pertimbangan harga. 4

Ada bermacam-macam obat antijamur topikal, dengan variasi potensi dan efek

sampingnya. Kebanyakan sediaan topikal yang lama, seperti asam benzoat dan

asam undesilenat mempunyai aktivitas jamur rendah yang hanya mengantungkan

efek keratolitiknya saja. Selain itu obat-obat ini kebanyakan bersifat iritatif,

sehingga dianjurkan pengunaannya terbatas pada lesi-lesi noninflamai dan tidak

aktif. 4,5

Secara garis besar obat-obat antijamur topikal dapat di golongkan menjadi 11

golongan:3,4

1. Golongan asam-asam organik

2. Golongan asam undesilenat

3. Golongan sulfur

4. Golongan zat warna trifenilmetan

5. Golongan hidroksikuinolon

6. Golongan tiokarbonat

7. Golongan antbiotik polien

8. Golongan haloprogin

9. Golongan imidazol

19

Page 20: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

10. Golongan siklopiroksolamin

11. Golongan alilamin

1. Golongan asam organik

Yang termasuk golongan ini adalah asam salisilat dan asam benzoat. Kedua

obat ini biasanya terdapat dalam sediaan kombinasi salep Whietfield, yang terdiri

atas 3% asam salisilat dan 6% asam benzoat (USP). Sediaan ini bersifat

keratolitik, sehingga pengaruhnya terhadap infeksi jamur mungkin melalui proses

deskuamasi (Smith, 1982). Pengunaannya cukup dioleskan dua kali sehari, selama

2-4 minggu. Efek samping yang tersering adalah iritasi jika dipergunakan pada

lesi yang terbuka atau pada daerah lipatan, walaupun jarang, jika di gunakan pada

lesi yang luas atau pada penderita dengan kegagalan ginjal, dapat menimbulkan

gejala salisilismus berupa nyeri abdominal, muntah, tinitus, takipnu, dan asidosis

(Lesher & Smith, 1987). Walaupun demikian sediaan ini masih banyak dipakai

dalam praktek-praktek sehari-hari karena harganya murah.

2. Golongan asam undesilenat

Juga merupakan obat lama namun kurang iritatif dibandingkan salep

whietfield. Biasanya terdapat dalam camputran dengan bentuk garamnya. Cukup

efektif untuk golongan dermatofit tetapi tidak untuk kandida. Mekanisme

kerjanya tidak diketahui secara pasti. Biasanya dipergunakan dua kali sehari, rata-

rata selama 4 minggu.

3. Golongan sulfur

Golongan ini terutama dipergunakan untuk mengobati tinea versikolor (panu).

Biasanya diberikan dalam bentuk solutio natrium tiosulfat 20-25% dan suspensi

selenium sulfida 2,5% (saat ini dipasaran hanya tersedia suspensi selenium sulfida

1,8% dalam bentuk sampo)

4. Golongan zat warna trifenilmetan

Termasuk golongan ini adalah gentian violet dan magenta (basic fuchsin).

Efek terapeutiknya agak lambat dan biasanya dipergunakan untuk lesi-lesi basah

dengan infeksi sekunder. Dalam praktek gentian violet dipergunakan dalam 20

Page 21: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

larutan 1-2% untuk kandidiasis, sedangkan magenta dalam campuran dengan

resorsinol dalam cat Castellani. Efek samping yang kurang di sukai selain karena

iritasinya, golongan ini mewarnai kulit dan pakaian.

5. Golongan hidrosikuinolon

Kliokuinol (iodohidroksikuinolon) dan iodokuinol (chinoform) merupakan

sediaan yang sering dipergunakan secara topikal. Biasanya di kombinasi dengan

antiradang hidrokortison. Selain sifat antijamur golongan ini juga memiliki sifat

antibakteri ringan. Jarang terjadi sensitisasi atau iritasi. Pengunaan sistemik

dilaporkan dapat menyebabkan neuropati mielooptik subakt walaupun secara

topikal masih dipertanyakan.

6. Golongan tiokarbonat

Termasuk golongan ini adalah tolnaftat dan toksilat. Tolnaftat merupakan

antijamur yang sangat efektif terhadap dermatofitosis dan infeksi Pityrosporum

orbiculare tetapi tidak pada kandida. Mekanisme kerjanya adalah dengan

menghambat epoksidasi skuelen pada membran sel jamur, jarang menyebabkan

iritasi. Biasanya dipergunakan 2 kali sehari selama 2-4 minggu dan dilanjutkan 2

minggu setelah gejala klinis menghilang. Tersedia dalam bentuk salep, krim,

solutio 1%. Tolsiklat merupakan turunan baru dari tiokarbonat yang lebih efektif

daripada tolnaftat, karena larut dalam lemak., di indonesia tersedia dalam bentuk

krim, losio dan bedak dengan konsentrasi 1%.

7. Golongan antibiotik polen

Yang termsuk golongan ini adalah nistatin dan amfoterisin B. Kerjanya

melalui ikatan sterol membran sel, yang akan menyebabkan gangguan

permeabilitas sehingga kebocoran dan kematian sel jamur. Nistastin merupakan

obat antijamur spesifik pertama, sangat efektif secara topikal terhadap infeksi

kandida pada kulit dan mukosa. Jarang menyebabkan iritasi . tersedia dalam

bentuk krim dan supositoria vagina.

Ampoterisin B juga efektif terhadap kandidiasis kulit dan mukokutan, namun

biasanya tersedia dalam campuran dengan antiradang dan antibakteri. Selain

21

Page 22: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

dipergunakan secara topikal juga golongan antibiotik polen juga sering

dipergunakan secara sistemik maupun peroral.

8. Golongan Haloprogin

Golongan haloprogin (triklorofenoliodin) merupakan antijamur topikal sintetik

pertama dengan spektrum yang luas. Obat ini efektif baik terhadap dermatofita

maupun ragi sehingga dapat dipakai untuk semua jenis jamur superfisial.

Mekanisme kerjanya tidak diketahui dengan pasti, mungkin melalui gangguan

pada sel. Sedikit lebih baik daripada tolnaftat, tetapi kurang efektif di bandingkan

golongan imidazol. Efek sampingnya dapat berupa iritasi dan rasa terbakar. Di

pasaran tersedia hanya dalam bentuk salep.

9. Golongan imidazol

Penemuan obat antijamur golongan imidazol di anggap merupakan revolusi

baru dalam bidang pengobatan penyakit jamur, karena hampir semua persyaratan

obat antijamur yang sekaideal terpenuhi. Selain kemanfaatannya tinggi,

spektrumnya luas dan hampir tanpa efek samping, sehingga tidak aneh kalau

banyak pabrik obat sekarang berlomba-lomba memproduksi obat ini.

Mekanisme kerjanya dengan menghambat sintesis ergosterol, suatu unsur

yang penting untuk intergritas membran sel. Dalam konsentrasi rendah bersifat

fungistatik dan dalam konsentrasi tinggi bersifat fungisid.

Beberapa turunan imidazol yang saat ini telah beredar di pasaran antara lain:

klotrimoxazol, mikonaziol, ekonazol, tionazol, bifonazol, ketokonazol. Bifonazol

dan ketokonazol merupakan derivat imidazol yang mempunyai kelebihan yaitu

cukup dioleskan sekali dengan efektifitas yang sama. Preparat- preparat tersebut

dalam bentuk krim, losio, atau bedak.

10. Golongan siklopiroksolamin

Obat golongan ini merupakan obat antijamur topikal yang tidak ada

hubungannya dengan golongan imidazol dan menunjukkan aktivitas yang luas

tidak hanya terhadap dermatofita tetapi juga terhadap bakteri gram positif dan 22

Page 23: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

negatif. Obat ini bekerja secara fungisid melalui penimbunan dalam sel dan

melalui perubahan ion transport transmembran dari ion-ion dan asam amino yang

menyebabkan hilangnya integritas membran sel. Obat ini tampaknya juga

mengadakan penetrasi dengan baik terhadap keratin, sehingga dapat dipergunakan

untuk infeksi jamur pada kuku. Tersedia dalam bentuk krim dan losio dengan

konsentrasi 1%.

11. Golongan alilamin

Yang termasuk golongan ini adala naftitin. Kerjanya melalui epoksidase skualen

dan menghambat sintesis ergosterol, lanosterol dan kolesterol pada membran sel.

Obat ini dikatakan sangat baik terhadap dermatofita dan hanya berefek sedang

pada kandida.

KESIMPULAN

Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada

membran pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum Tujuannya

adalah untuk mengadakan hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan

jaringan sekitarnya ke keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu untuk

menghilangkan gejala-gejala yang menganggu, misalnya rasa gatal dan panasBahan

dasar untuk pembuatan obat topikal dikenal ada 3 macam : (1) bahan padat berbentuk

serbuk atau bedak, (2) lemak atau minyak, (3) bahan cair. Dari ketiga macam macam

bahan dasar ini dapat dibuat berbagai macam kombinasi komposisi dari basis atau

bahan dasr suatu obat topikal sesuai dengan jenis dermatosis. Adapun prinsip- prinsip

pemilihan obat antara lain basis obat untuk radang akut, basis obat untuk radang

subakut, basis obat untuk radang kronis. Bahan-bahan Aktif untuk pengobatan topikal

antara lain asam benzoat (acidum benzoicum), asam borat (acidum borcium) ,

dipergunakan sebagai antiseptik ringan dan astringensia ringan dalam konsentrasi 1-

3%, asam salisilat (acidum salicylicum), dermatol (bismuthi subgallas), Derivat fenol,

Ikatan perak (Ag), ikatan halogen, ikatan yang mengoksidasi yaitu hidrogen peroksida

dan kalium permanganat, alkohol dan derivatnya, selain sebagai bahan dasar juga

mempunyai sifat aktif, misal Etil Alkohol 70% dipergunakan sebagai antiseptik,

23

Page 24: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

formaldehid (formalin) bersifat antiseptik dan astringensia, mentol (mentobolum)

berupa kristal tak berwarna larut dalam alkohol, parafin dan lemak, Gentian violet

(metbylrosanilinii), Vioform (hydroxyquinoline), seng oksida (zinc oxidum), sulfur

presipitatum, iktiol (ichtammol), derivat tir lainnya seperti oleum kadini, liquor

carbonis detergens (tir batubara), tir olie, selain bersifat antiradang juga bersifat

antimitotik, antiparasit, dan antipruritus. 3,4,5

Pemilihan bahan aktif ada beberapa yang harus diperhatikan yaitu a). Zat akitf

harus sesuai dengan diagnosis, misal skabies di obati dengan sulfur (salep2-4), tinea

glabrosa dengan mikonazol, dan sebagainya, b). Zat aktif harus larut dalam basis obat

yang terpilih. Ada perbedaan pandangan antara ahli faramasi dan ahli kulit. c). Zat

aktif harus tidak merusak komposisi basis obat. d). Banyak penyakit kulit yang dapat

disembuhkan hanya dengan efek fisikokimia dari basis obat, tanpa zat aktif di

dalamnya. Atau zat aktif diberikan secara oral jika memungkinkan. Misalnya sering

kita gunakan larutan kalium permanganas (PK). Penetrasi Obat Topikal dan difusi

suatu obat topikal ke dalam kulit bergantung kepada faktor obat, serta faktor keadaan

kulit sendiri. Faktor obat antara lain struktur kimiawi, besar molekul, konsentrasi

obat, jenis basis, pelepasan bahan aktif dari basis dan cara penggunaannya. Sedang

faktor keadaan kulit antara lain stratum korneum, sirkulasi darah dalam dermis,

kepadatan folikel rambut dan kelenjar keringat, serta PH kulit.4,5

Perkembangan dermatoterapi terjadi dengan pesatnya setelah ditemukannya

kortikosteroid. Pada masa kini kortikosteroid merupakan obat yang paling banyak

dipergunakan dalam dermatoterapi baik secara topikal maupun sistemik. Cukup

seriusnya efek samping yang dapat terjadi pada pemakaian kortikosteroid,

mengharuskan seorang dokter mempertimbangkan secara matang dan teliti antara

keuntungan dan kerugiannya. Pada masa kini kortikosteroid topikal merupakan

sediaan yang paling banyak dipakai dalam dermatologi.3,6

Penyakit jamur superfisialis adalah penyakit kulit yang sering dijumpai di pusat-

pusat pelayanan kesehatan di Indonesia. Dan pada masa kini cukup banyak obat-obat

antijamur untuk jamur superfisial baik yang di pakai secara topikal maupun sistemik.

Membanjirnya jenis-jenis obat antijamur tersebut dipasaran mengharuskan seorang

dokter dapat memilih dengan tepat obat-obat anti jamur yang diperlukan. Ada

24

Page 25: Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit

bermacam-macam obat antijamur topikal, dengan variasi potensi dan efek

sampingnya. Secara garis besar obat-obat antijamur topikal dapat di golongkan

menjadi 11 golongan yaitu 1). golongan asam-asam organik, 2). golongan asam

undesilenat, 3). golongan sulfur, 4). golongan zat warna trifenilmetan, 5). golongan

hidroksikuinolon, 6). golongan tiokarbonat, 7). golongan antbiotik polien, 8).

golongan haloprogin, 9). golongan imidazol, 10). golongan siklopiroksolamin, 11).

golongan alilamin.3,4,5

25