Post on 06-Dec-2015
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” berarti mencegah dan melawan dan
“konsepsi” berarti pertemuan antara sel telur yang telah matang dan sperma
yang mengakibatkan kehamilan.
Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan,
usaha-usaha itu dapat bersifat sementara atau dapat juga bersifat permanent,
jadi kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dan sperma.
(Wiknjosastro, 2007)
IUD (Intra Uterine Device) adalah Suatu alat kontrasepsi yang
dimasukkan kedalam rahim terbuat dari plastik halus (Polyethelen) untuk
mencegah terjadinya konsepsi atau kehamilan (BKKBN, 2003).
Suatu alat yang terbuat dari plastik atau tembaga yang dimasukkan
kedalam rahim oleh seorang dokter untuk jangka waktu yang lama (Hartanto,
2003).
Macam-macam IUD
4
B. Jenis IUD
Menurut Hartanto, 2004, jenis IUD yang ada di Indonesia antara lain :
1. Cooper – T
Berbentuk T terbuat dari bahan polyethelen dimana dibagian
vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan ini mempunyai efek
anti fertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik.
2. Cooper – 7
Berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan
pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm,
ditambahkan gulungan tembaga yang fungsinya sama seperti lilitan
tembaga halus pada jenis Cooper – T.
3. Multi Load
Terbuat dari plastik atau polyethelen dengan dua tangan, kiri dan
kanan terbentuk sayap yang fleksibel. Batangnya diberi gulungan kawat
tembaga untuk menambah efektifitas.
4. Lippes Loop
Terbuat dari polyethelen, berbentuk spiral atau huruf S
bersambung. Untuk memudahkan kontrol diberi benang pada ekornya.
Lippes Loop mempunyai angka kegagalan yang rendah, keuntungan lain
dari AKDR jenis ini adalah jarang terjadi luka atau porforasi, sebab terbuat
dari bahan plastik (Maryani, 2004).
5
C. Teknik Pemasangan dan pengeluaran
1. Teknik Pemasangan
Karena metode pemasangan berbeda untuk masing-masing alat, maka
pemasangan paling aman apabila kita mengikuti petunjuk produsen
dengan cermat.
a. Sepanjang prosedur, harus diterapkan teknik “jangan menyentuh” (no
touch technique). Bagian dari sonde dan alat pemasangan yang sudah
terisi yang masuk ke dalam uterus jangan disentuh, bahkan dengan
tangan yang sudah bersarung, kapanpun. Dengan demikian,
pemakaian sarung tangan yang bersih (non-steril) sudah memadai
b. Setelah pemeriksaan panggul bimanual, serviks dipajankan dengan
speculum sementara wanita berbaring dalam posisi litotomi modifikasi
atau posisi lateral.
c. Serviks dibersihkan dengan antiseptik dan dipegang dengan forseps
atraumatik 12 inci (forseps Allis panjang sering digunakan). Tarikan
ringan untuk meluruskan kanalis uteroservikalis membantu
pemasangan AKDR di fundus.
d. Sonde uterus dimasukkan dengan htai-hati untuk menentukan
kedalaman dan arah rongga uterus serta arah dan kepatenan kanalis
servikalis apabila dijumpai spasme/stenosis serviks, maka mungkin
perlu dipertimbangkan pemberian anestetik lokal dan dilatasi os
serviks.
e. AKDR dimasukkan ke dalam alat pemasangan sehingga AKDRakan
berletak rata dalam bidang transversal rongga uterus saat dilepaskan.
f. AKDR jangan berada di dalam alat pemasanga lebih dari beberapa
menit karena alat ini akan kehilangan “elastisitasnya” dan bentuknya
akan berubah.
6
g. T abung alat pemasanga secara hati-hati dimasukkan melalui kanalis
servikalis, AKDR dilepaskan sesuai instruksi spesifik untuk masing-
masing alat kemudian alat pemasang dikeluarkan.
h. Setelah pemasangan, dianjurkan untuk melakukan sonde kanalis ulang
untuk menyingkirkan kemungkinan AKDR terletak rendah. AKDR
harus diletakkan di fundus agar insidensi ekspulsi dan kehamilan
rendah.
i. Benang AKDR harus dipotong dengan gunting panjang sampai sekitar
3 cm dan os eksternus.
2. Teknik Pengeluaran
a. Benang terlihat
b. Gunakan speculum untuk melihat serviks dan lihat dengan jelas
adanya benang AKDR
c. Jepit benang (-benang) dengan kuat dekat os eksternus dengan forceps
arteri lurus.
d. Lakukan tarikan lembut kearah bawah. Biasanya AKDR akan tertarik
dengan mudah dan dengan nyeri minimal. Apabila dijumpai tahanan,
atau apabila pasien merasa nyeri, hentikan tarikan dan
e. Periksa ukuran dan posisi uterus dengan pemeriksaan bimanual.
f. Jepit serviks dengan forceps jaringan dan lakukan terikan lembut untuk
meluruskan kanalis uteroservikalis.
g. Lanjutkan terikan pada benang dan keluarkan AKDR seperti biasa.
h. Kadang-kadang kita perlu memberikan anestesia lokal untuk
mengurangi rasa tidak nyaman saat pengeluaran.
i. Apabila benang putus Sewaktu pengeluaran, kanalis servikalis harus
dieksplorasi secara hati-hati dengan forseps arteri lurus untuk
memeriksa apakah ujung bawah AKDR telah turun ke kanalis
7
servikalis. Apabila terasa, maka batang vertical AKDR dapat dijepit
dan dikeluarkan. Apabila AKDR seluruhnya berada di dalam rongga
uterus, maka dapat dilakukan eksplorasi rongga uterus dengan forceps
bengkok yang kecil dan panjang atau “pengait” untuk mengetahui
lokasi dan mengeluarkan AKDR. Dilatasi serviks dapat dicapai dengan
pemberian misoprostol 400 μg per vagina sebelum eksplorasi uterus.
Hanyar dokter yang berpengalaman dalam teknik intrauterus yang
boleh melakukan prosedur semacam ini.
j. Perubahan AKDR AKDR sebaiknya tidak diganti sebelum interval
yang dianjurkan karena pengeluaran dan pemasangan kembali
meningkatkan risiko kegagalan, ekspulsi, dan infeksi. Pada wanita
yang berusia 40 tahun atau lebih, AKDR yang mengandung tembaga
dapat dibiarkan di tempatnya sampai 12 bulan setelah periode
menstruasi terakhir.
D. Mekanisme Kerja IUD
Sampai saat ini mekanisme kerja IUD belum diketahui secara pasti. Kini
pendapat yang terbanyak menyatakan bahwa IUD dalam cavum uteri
menimbulkan reaksi peradangan setempat (endometrium) yang disertai dengan
sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista tau sperma.
Pemeriksaan cairan uterus pada akseptor IUD sering kali dijumpai pula sel-sel
makrofag (fagosit) yang mengandung spermatozoa.
Pendapat lain mengatakan bahwa pada IUD bioaktif mekanisme kerjanya
selain menimbulkan peradangan seperti pada IUD biasa, juga oleh karena ion
logam atau bahan lain yang melarit dari IUD mempunyai pengaruh terhadap
sperma. Logam-logam tertentu, khususnya tembaga, sangat meningkatkan
8
kerja kontrasepsi pada alat-alat yang lengai. IUD juga mencegah terjadinya
fertilisasi (Hanafi, 2004).
Mekanisme kerja IUD secara kimiawi bersifat lengai, belum dapat
ditentukan dengan tepat. IUD yang mengeluarkan hormon juga menebalkan
lendir cervix hingga menghalangi pergerakan sperma untuk masuk melewati
cervix ( Hanafi, 2004).
Dapat ditekankan kembali disini bahwa secara umum mekanisme kerja
merupakan mekanisme kerja yang paling menonjol dari jenis kontrasepsi ini,
hambatan nidasi tersebut terjadi karena adanya respon inflamasi setempat
(pada area terdapatnya IUD endometrium) yang selanjutnya mengakibatkan
terpacunya kerja lisosom pada blastokist dan mungkin pula fagositiosis
spermatozoa (Hartanto, 2003).
Pemakaian IUD adalah seorang wanita yang menggunakan alat
kontrasepsi IUD mencegah atau menghindari kehamilan (BKKBN, 2003).
E. Indikasi dan Kontra Indikasi IUD
1) Yang dapat menggunakan IUD/ indikasi
a) Usia reproduksi
b) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
c) Sedang menyusui
d) Setelah mengalami abortus
9
e) Tidak terlihat adanya infeksi, resiko rendah dari infeksi
menular sekual (IMS).
f) Tidak menghendaki metode hormonal.
g) Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.
2) Yang tidak diperkenankan menggunakan IUD / kontra indikasi:
a) Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)
b) Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat
dievaluasi).
c) Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis, servixitis).
d) Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita
penyakit radang panggul atau abortus septic.
e) Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim,
kanker alat genetal.
f) Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Saifuddin, 2003).
F. Keuntungan dan Keterbatasan IUD
1) Keuntungan memakai alat kontrasepai IUD banyak sekali diantaranya :
a) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeki).
b) IUD dapat efektif segera setelah pemasangan
10
c) Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak
perlu diganti).
d) Tidak ada efek sistemik.(tidak ada efek samping hormonal dengan Cu
AKDR CuT-380A).
e) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
f) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
g) Tidak mempengaruhi hubungan seksual dan meningkatkan kenyamanan
karena tidak perlu takut hamil.
h) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir).
i) Membantu mencegah kehamilan ektopik.(Sri Handayani, 2010)
2) Keterbatasan IUD antara lain :
a) Perubahan siklus haid (umumnya pada 8 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan).
b) Haid lebih lama dan banyak.
c) Perdarahan (spotting) antar menstruasi.
d) Saat haid lebih sakit.
e) Tidak mencegah IMS termasuk HIV / AIDS.
f) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan
yang sering berganti pasangan.
11
g) Penyakit radang panggul terjadi. Seorang perempuan dengan IMS
memakai IUD, dapat memicu infertilitas.
h) Klien tidak dapat melepas IUD oleh dirinya sendiri. Petugas kesehatan
terlatih yang harus melakukannya.
i) Perempuan harus memeriksa posisi benang dari waktu ke waktu, untuk
melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya kedalam vagina.
Sebagian perempuan ini tidak mau melakukannya. .(Sri Handayani,
2010)
Cara Pasang IUD
G. Waktu Pemasangan IUD
IUD dipasang pada saat selesai menstruasi. Pemasangan program post
partum belum memuaskan karena banyak terjadi ekspulsi dan masyarakat
segan untuk kembali. Waktu pemasangan antara lain :
1. dengan menstruasi
2. Segera setelah bersih menstruasi
3. Pada masa akhir mentruasi
12
4. Tiga bulan pasca puerperium
5. Bersamaan dengan seksio cesaria
6. Bersamaan dengan abortus dan kuretage
7. Hari kedua – ketiga pasca persalinan (Manuaba, 2001)
H. Efek Samping IUD dan Penanganan
1. Efek samping yang umum terjadi
a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan).
b. Haid lebih lama dan banyak.
c. Perdarahan (spotting antar menstruasi).
d. Saat haid lebih sakit (Sujiyatini, 2011)
2. samping yang lain
a. Periksa apakah sedang hamil, apabila tidak, jangan lepas IUD,
lakukan konseling dan selidiki penyebab amenore apabila
diketahui. Apabila hamil, jelaskan dan sarankan untuk melepas
IUD bila talinya terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu.
Apabila benang tidak terlihat, atau kehamilan lebih dari 13 minggu,
IUD jangan dilepas. Apabila klien sedang hamil dan ingin
mempertahankan kehamilannya tanpa melepas IUD jelaskan ada
resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi
13
serta perkembangan kehamilan harus lebih diamati dan
diperhatikan.
b. Kejang
Pastikan dan tegaskanlah adanya penyebab lain dari
kekejangan. Tanggulangi penyebabnya apabila ditemukan. Apabila
tidak ditemukan penyebabnya beri analgesic untuk sedikit
meringankan. Apabila klien mengalami kejang berat, lepaskan IUD
dan bantu klien menentukan metode kontrasepsi yang lain.
c. Perdarahan pervaginam yang hebat dan tidak teratur
Pastikan dan tegaskan adanya infeksi pelvic dan kehamilan
ektopik. Apabila tidak ada kelainan patologis, perdarahan
berkelanjutan serta perdarahan hebat, lakukan konseling dan
pemantauan. Beri ibu profen (800mg, 3x sehari selama 1 minggu)
untuk mengurangi perdarahan dan berikan tablet besi (1 tablet
setiap hari selama 1 sampai 3 bulan).
d. Benang yang hilang pastikan adanya kehamilan / tidak.
Tanyakan apakah IUD terlepas. Apabila tidak hamil dan
IUD tidak terlepas, berikan kondom, periksa talinya di dalam
saluran endoservik dan kavum uteri. Apabila tidak ditemukan rujuk
ke dokter, lakukan pemeriksaan ultrasound. Apabila tidak hamil
dan IUD yang hilang tidak ditemukan, pasanglah IUD baru atau
bantulah klien menentukan metode lain.