Post on 17-Feb-2016
description
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoporosis (pengeroposan tulang) merupakan gangguan metabolic
tulang dengan meningkatkan kecepatan resopsi tulang tetapi kecepatan
pembentukannya berjalan lambat sehingga kehilangan massa tulang
(Kowalak, 2011).
Osteoporosis dapat dijumpai terbesar diseluruh dunia dan sampai saat
ini masih merupakan masalah dalam Kesehatan masyarakat terutama di
negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporis menyerang 20-25 juta
penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post menopause dan lebih dari 50%
penduduk diatas umur 75-85 tahun. Dari pasien-pasien tersebut diatas, 1,5
juta mengalami fraktur setiap tahunnya, yang antara lain mengenai tulang
femur bagian froksimal sebanyak 250.000 pasien dan fraktur vertebra
menyerang 500.000 pasien. Fraktur panggul, merupakan keadaan yang paling
berat pada pasien osteoporosis dan akan mengakibatkan kematian sebanyak
10-15% setiap tahunnya. Lebih dari 50% pasien fraktur panggul terancam
mengalami ketergantungan (tidak dapat melakukan sesuatu) sehingga 25%
diantaranya memerlukan bantuan perawat terlatih (Tjokronegoro, 2003).
Di Amerika Serikat biaya yang dikeluarkan untuk pasien-pasien sakit
panggul adalah 7-8 miliyar setiap tahun. Masyarakat atau populasi
osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia. Dia
Amerika Serikat hal ini terdapat pada kelompok usia diatas 85 tahun,
terutama terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan
terhadap osteoporosis. Walaupun demikian proses terjadinya osteoporosis
sudah dimulai sejak umur 40 tahun dan pada wanita proses ini akan semakin
cepat pada masa post menopause (Tjokronegoro, 2003).
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai osteoporosis dan asuhan
keperawatan dengan osteoporosis maka masalah osteoporosis dan asuhan
keperawatannya akan di bahas lebih lanjut pada makalah ini.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Pengertian dari Osteoporosis?
1.2.2 Apa Etiologi dari Osteoporosis?
1.2.3 Apa Manifestasi Klinis Dari Osteoporosis?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi dari Osteoporosis?
1.2.5 Bagaimana Pathway dari Osteoporosis?
1.2.6 Apa Masalah Keperawatan dari Osteoporosis?
1.2.7 Bagaimana Penatalaksanaan Medik dari Osteoporosis?
1.2.8 Apa Pemeriksaan Penunjang dari Osteoporosis?
1.2.9 Apa Komplikasi dari Osteoporosis?
1.2.10 Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Osteoporosis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan memahami tentang konsep teori dan konsep
asuhan keperawatan dari osteoporosis.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui tentang:
1. Apa pengertian dari osteoporosis
2. Apa etiologi dari osteoporosis
3. Apa manifestasi klinis dari osteoporosis
4. Bagaimana patofisiologi dari osteoporosis
5. Bagaimana pathway dari osteoporosis
6. Apa masalah keperawatan dari osteoporosis
7. Bagaimana penatalaksanaan medik dari osteoporosis
8. Apa pemeriksaan penunjang dari osteoporosis
9. Apa komplikasi dari osteoporosis
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan osteoporosis
2
BAB 2
KONSEP TEORI
2.1 Pengertian
Osteoporosis (pengeroposan tulang) merupakan gangguan metabolic
tulang dengan meningkatkan kecepatan resopsi tulang tetapi kecepatan
pembentukannya berjalan lambat sehingga kehilangan massa tulang
(Kowalak, 2011).
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan
jaringan tulang per unit volume, sehingga tidak mampu melindungi atau
mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal (Tjokronegoro, 2003).
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang
total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan
resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,
mengakibatkan penurunan massa tulang total (Smeltzer, 2001).
2.2 Etiologi
Menurut (Kowalak, 2011) penyebab osteoporosis primer tidak
diketahui, tetapi factor-faktor yang turut berkontribusi adalah:
1. Keseimbangan negative kalsium yang bersifat ringan tetapi sudah berjalan
lama akibat asupan kalsium dari makanan yang tidak adekuat (mungkin
merupakan factor kontribusi yang paling penting).
2. Fungsi gonad dan kelenjar adrenal yang menurun.
3. Gangguan metabolism protein akibat defisiensi relative atau progresif
hormone estrogen (estrogen menstimulasi aktivitas osteoblast dan
membatasi efek hormone paratiroid yang menstimulasi sel-sel osteoklas).
4. Gaya hidup kurang bergerak (sedentari).
3
Menurut (Kowalak, 2011) ada banyak keadaan yang menyebabkan
osteoporosis sekunder dan keadaan tersebut meliputi:
1. Terapi yang lama preparat steroid atau heparin (heparin meningkatkan
resorpsi tulang dengan menghambat sintesis kolagen atau dengan
meningkatkan penguraian kolagen)
2. Imobilisasi total atau keadaan yang membuat tulang tidak terpakai (seperti
pada hemiplegia)
3. Alkoholisme
4. Malnutrisi
5. Malabsorpsi
6. Skorbut
7. Intoleransi laktosa
8. Gangguan endokrin, seperti hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, sindrom
chusing, diabetes mellitus (kadar kalsium dan fosfat didalam plasma
dipertahankan oleh system endokrin)
9. Osteogenesis imperfekta
10. Atropi sudeck (yang terbatas pada tangan dan kaki dan disertai serangan
kambuhan)
11. Obat-obatan (antacid yang mengandung alumunium, kostikosteroid,
antikonvulsan)
12. Kebiasaan merokok
2.3 Manifestasi Klinis
Menurut (Tjokronegoro, 2003) keluhan yang dapat dijumpai pada pasien
osteoporosis adalah:
a. Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
b. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak pasien
osteoporosis sampai dengan pada pasien bukan osteoporosis. Rasa sakit
oleh karena adanya kompresif fraktur pada vertebra pada umumnya
mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu nyeri timbul secar mendadak,
sakitnya hebat dan terlokalisasi pada daerah vertebra yang terserang; rasa
4
sakit akan berkurang secara pelan-pelan apabila pasien istirahat ditempat
tidur dan akhirnya nyeri akan sangat minimal. Kadang-kadan nyeri
dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur) dan akan bertambah oleh
karena melakukan pekerjaan sehari-hari atau karena suatu pergerakan yang
salah. Untuk selanjutnya, rasa sakit ini berperan pula dalam proses
timbulnya osteoporosis, yaitu dengan adanya rasa sakit pasien akan sangat
mengurangi mobilitas. Mobilitas yang sangat berkurang akan
mengakibatkan terjadinya resorpsi tulang yang berlebihan dan hal ini akan
memperberat osteoporosis yang telah ada.
c. Fraktur pada pasien osteoporosis sering kali terjadi baik secara spontan
ataupun oleh karena adanya trauma minimal. Bagian-bagian tubuh yang
sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul, dan vertebra. Fraktur
vertebra sering terjadi pada vertebra Th 11-12 dan akan mengakibatkan
berkurangnya tinggi badan pasien. Adanya riwayat fraktur pada daerah
tersebut mengarah kecurigaan adanya osteoporosis, apalagi kalua disertai
dengan riwayat keluarga dengan osteoporosis.
d. Gejala klinis lainya yang sering ditemukan adalah menurunya tinggi
badan, hal ini terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang
asimtomatis pada vertebra.
2.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal pada tulang kerangka akan terjadi suatu proses
yang berjalan secara terus-menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses
resorpsi dan proses pemebentukan tulang (remodelling). Setiap perubahan
dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorpsi lebih besar dari
pada proses pembentukan tulang, maka akan trjadi pengurangan massa tulang
dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang sesudah terjadi penutupan epifisis,
pertumbuhan tulang secara longitudinal akan terhenti dan pada saat ini
pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan periode
konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang
5
atau penurunan anporositas tulang bagian korteks. Pada proses konsolidasi
secara maksimal akan dicapai pada usia kurang lebih antara 30-50 tahun
untuk tulang bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih
dini pada tulang bagian trabekula. Sesudah usia 40-45 tahun baik wanit
mupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks 0,3-0,5% stiap
tahun, sedangkan tulang trabekula akan mengalami proses serupa pada usia
lebih muda. Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang
dengan mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan
bagian korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang
tersebut tampak normal. Tittik kritis proses ini akan tercapai apabila massa
tualang yang hilang tersebut sedemikian berat sehingga tulang yang
bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan
terjadinya fraktur. Sat inilah merupakan masalah bagi para klinis. Bagian-
bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada kasus ini adalah vertebra,
paha bagian proksimal dan radius bagian distal.
Osteoporosis dapat terjadi oleh karena barbagai sebab, akan tetapi
yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah osteoporosis oleh
karena bertambahnya usia (Tjokronegoro, 2003).
6
2.5 Pathway
7
2.6 Masalah Keperawatan
1. Nyeri
2. Konstipasi
3. Resiko cedera
4. Kurang pengetahuan
2.7 Penatalaksanaan Medik
Penanganan untuk mengendalikan kehilangan massa tulang,
mencegah fraktur, dan mengontrol rasa nyeri dapat meliputi:
1. Fisioterapi yang menekankan latihan serta aktivitas dilakukan secara
perlahan dan latihan fisik yang bersifat menggangkat beban moderat serta
teratur untuk memperlambat kehilangan massa tulang dan kalau mungkin
membalikan proses demineralisasi (stress mekanis yang ditimbulkan oleh
latihan fisik akan mestimulasi pembentukan tulang)
2. Pemakaian alat penyangga, seperti back brace
3. Pembedahan jika ada indikasi untuk mengatasi fraktur patologis
4. Terapi sulih hormone dengan ekstrogen serta progesterone untuk
memperlambat kehilangan massa tulang dan mencegah fraktur.
5. Obat analgesic dan pemanasan local untuk meredakan rasa nyeri.
Pengobatan lain meliputi:
1. Suplemen kalsium dan vit D untuk mendukung metabolism tulang yang
normal.
2. Kalsitonin (calcimar) untuk mengurangi resorpsi tulang dan
memperlambat penurunan massa tulang.
3. Bisofonat, seperti etidronat (didronel), untuk meningkatkan densitas tulang
dan menggembalikan massa tulang yang hilang.
4. Fluoride seperti alendronate (fosamax), untuk menstimulasi pembentukan
tulang; pemakaian obat ini memerlukan kewaspadaan yang ketat dan dapat
menyebabkan gangguan lambung
8
5. Vit C, kalsium dan protein untuk mendukung metabolism skeletal (melalui
diit seimbang yang kaya nutrien)
Tindakan lain meliputi:
1. Mobilisasi dini pasca bedah atau pasca trauma
2. Pengurangan konsumsi alkohol dan pemakaian tembakau
3. Observasi yang ketat untuk mengamati tanda-tanda malabsorpsi (feses
berlemak, diare kronik)
4. Terapi yang segera dan efektif terhadap gangguan yang mendasari (untuk
mencegah osteoporosis sekunder) (Kowalak, 2011).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium (Tjokronegoro, 2003).
Pemeriksaan lab terutama ditunjukan untuk mengetahui secara tidak
langsung adanya resopsi tulang (gangguan terhadap keseimbangan antara
resorpsi dan pembentukan tulang). Pemeriksaan untuk mengetahui adanya
resorpsi tulang secara tidak langsung, antara lain adalah:
a. Mengukur kadar kalsium dalam air kemih puasa dibagi dengan
kreatinin; perlu diingat bahwa adanya ganguan absorpsi kalsium dalam
intestine akan berakibat pengeluaran kalsium dalam air kemih pun
sangat rendah.
b. Mengukur kadar hidroksi-prolin dalam air kemih puasa bagi dengan
kreatin. Hidroksipolin dalam air dipakai sebagai indicator adanya
resorpsi tulang, akan tetapi hidroksipolin dalam air kemih akan
dijumpai pula pada orang dengan diit tinggi protein. Jadi pemeriksaan
ini spesifisitas serta sensitivitasnya rendah.
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya pembentukan tulang adalah:
a. Mengukur kadar fosfatase alkali serum fosfatase; fosfatase alkali
diproduksi oleh osteoblas, jadi hal ini dapat dipakai sebagai indicator
adanya pembentukan tulang, akan tetapi fosfatase alkali juga dibentuk
9
oleh jaringan lain. Agar pemeriksaan ini mempunyai arti yang spesifik,
perlu adanya pemeriksaan bone spesifik assay.
b. Mengukur bone-Gla- protein plasma (osteokalsin). Osteoklasin
disekresi hanya oleh osteoblas, jadi pemeriksaan ini dapat dipakai
sebagai indicator adanya pembentukan osteoid yang bertambah
2. Pemeriksaan Diagnostik (Kowalak, 2011).
1. Dual- atau single-photon absorptiometry untuk mengukur massa
tulang dalam ekstermitas, pangkal paha dan tulang belakang
2. Foto Rontgen yang memperlihatkan degenerasi yang khas pada
vertebra thorakal bawah dan vertebra lumbal (korpus vertebra dapat
dilihat rata dan tampak lebih padat dari pada keadaan normal;
kehilangan mineral tulang akan terlihat hanya pada stadium lanjut)
3. Pemeriksaan CT-scan untuk mengkaji kehilangan massa tulang
belakang.
4. Kadar kalsium, fosfor, serta alkali, fosfatase serum yang normal, dan
mungkin kenaikan kadar hormone paratiroid.
5. Biopsy tulang yang memperlihatkan tulang yang tipis dan porous
tetapi bisa juga jaringan tulang tersebut masih terlihat normal.
2.9 Komplikasi
Menurut (Kowalak, 2011) komplikasi osteoporosis yang mungkin meliputi:
1. Fraktur spontan ketika tulang kehilangan densitasnya dan menjadi rapuh
serta lemah
2. Syok, perdarahan atau emboli lemak (komplikasi fraktur yang fatal)
10
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama, Umur (> 45 tahun), Jenis kelamin (wanita > pria), Alamat,
Pekerjaan, Suku/bangsa (Kaukasia)
2. Riwayat Penyakit
- Keluhan Utama : Nyeri dengan atau tanpa adanya
fraktur yang nyata.
- Riwayat Penyakit Sekarang : Keluhan yang dapat dijumpai pada
pasien osteopororsis adalah nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur
yang nyata, konstipasi atau gangguan citra diri.
- Riwayat Penyakit Dahulu : Menanyakan apakah pasien pernah
mengalami fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola
latihan, awitan menopause, penggunaan kortikosteroid selain asupan
alkohol, rokok dan kafein.
- Riwayat Penyakit Keluarga : Menanyakan apakah keluarga ada
yang mengalami penyakit yang serupa
3. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : composmentis
- Pemeriksaan Fisik (Review Of System)
B1 (Breathing)
Inspeksi: ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang
belakang
Palpasi: traktil premitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi:
Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi: pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronchi
11
B2 (Blood)
Pengisian kapiler kurang dari satu detik sering terjadi keringat dingin
dan pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan
pembulu darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, pada kasus yang lebih parah klien
dapat mengeluh pusing dan gelisahj
B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada system
perkemihan
B5 (Bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eliminasi namun perlu
dikaji juga frekuensi, konstistensi, warna serta bau feses. Biasanya
juga bisa terjadi konstipasi apabila terjadi akibat inaktivitas.
B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien
osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan. Adanya perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
4. Pola Kebiasaan
Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri).
Sirkulasi
Tanda : Hipretensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons
terhadap nyeri/ ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
Takikardia (respons stress, hipovolemia)
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cidera, pengisian kapiler
lambat, pucat pada bagian yang terkena.
12
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera.
Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot, Kebas/kesemutan
(parestesis)
Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain)
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada
imoilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot
(setelah imobilisasi).
Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba).
3.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut (Smeltzer, 2001) diagnosa keperawatan pada osteoporosis sebagai
berikut:
1. Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
2. Risiko terhadap cedera : fraktur yang berhubngan dengan tulang
osteoporotic
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses osteoporosis dan
program terapi
3.3 Rencana Keperawatan (Smeltzer, 2001)
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam
1. Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi, dan intensitas nyeri
1. Untuk menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
13
diharap nyeri berkurang / hilangKH :- Ekpresi wajah
rileks- Redanya nyeri
saat beristirahat (skala 0-3)
- Menunjukkan berkurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur
2. Anjurkan klien teknik relaksasi otot dengan fleksi lutut
3. Lakukan kompres panas intermiten dan pijatan punggung
4. Edukasi pasien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit, hindari gerakan memuntir
5. Kolaborasi pemberian opioid oral dan selanjutnya analgesic non-opioid
2. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot
3. Kompres panas dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot
4. Gerakan tubuh memuntir dapat meningkatkan resiko cedera
5. Opiod oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung. Setelah Beberapa hari, analgesic no-opioid dapat meredahkan nyeri
2 Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3X24 jam diharap tidak terjadi cedera.KH :- Mempertahank
an postur yang bagus
- Mempergunakan mekanika tubuh yang baik
- Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
- Menjalankan latihan
1. Anjurkan aktifitas fisik secara teratur
2. Ajarkan latihan isometric
3. Edukasi untuk tidak membungkuk mendadak, melenggok, dan mengangkat beban lama
4. Kolaborasikan
1. Aktivitas fisik sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang progresif
2. Latihan isometik dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh
3. Membungkuk mendadak, melenggok, dan mengangkat beban lama dapat memperparah defermitas tulang
4. Untuk
14
pembebanan berat badan
- Istirahat dengan berbaring Beberapa kali sehari
- Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah
aktivitas pembebanan berat badan harian, sebaiknya diluar rumah dibawah sinar matahari
memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharap pasien/keluarga dapat mengetahui tentang penyakitnyaKH :- Menyebutkan
hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang
- Mengkonsumsi kalsium diet dengan jumlah yang mencukupi
- Meningkatkan tingkat latihan
- Gunakan terapi hormone yang diresepkan
- Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran
1. Kaji tingakat pengetahuan pasien tentang osteoporosis
2. Timbang BB secara teratur dan modifikasi gaya hidup
3. Anjurkan dan ajarkan cara aktivitas fisik sesuai kemampuan
4. Kolaborasi dengan menekankan pemberian vitamin D, sinar matahari.
1. Dengan mengetahui pengetahuan klien membantu untuk mengambil tindakan selanjutnya
2. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang
3. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya osteoporosis
4. Kebutuhan kalsium, Vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang memadahi dapat meminimalkan efek osteoporosis
15
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Osteoporosis (pengeroposan tulang) merupakan gangguan metabolic tulang
dengan meningkatkan kecepatan resopsi tulang tetapi kecepatan pembentukannya
berjalan lambat sehingga kehilangan massa tulang.
Osteoporosis dibedakan menjadi dua berdasarkan penyebabnya ada yang
primer dan sekunder. Penyebab osteoporosis primer disebabkan oleh
keseimbangan negative kalsium, fungsi gonad dan kelenjar adrenal yang menurun,
gangguan metabolism protein dan gaya hidup kurang bergerak (sedentari).
Sedangakan penyebab osteoporosis sekunder disebabkan oleh terapi yang lama
preparat steroid atau heparin, mobilisasi total, alkoholisme dan lain-lain.
Walaupun osteoporosis paling sering ditemukan pada wanita, pria juga
berisiko untuk mengalami osteoporosis.
4.2 Saran
Dalam pembuatan konsep asuhan keperawatan ini penulis sadar bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam
pembuatan konsep asuhan keperawatan selanjutnya akan lebih baik lagi.
16