Post on 06-Nov-2021
1
HUBUNGAN PENYAKIT PERIODONTAL DENGAN PENYAKIT
SISTEMIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi
NURUL AULIA AZTI AZIS
J011171533
DEPARTEMEN PERIODONTOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
2
HUBUNGAN PENYAKIT PERIODONTAL DENGAN PENYAKIT
SISTEMIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi
OLEH:
NURUL AULIA AZTI AZIS
J011171533
DEPARTEMEN PERIODONTOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
3
4
5
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kita panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan literature review ini dengan judul “Hubungan
Penyakit Periodontal dengan Penyakit Sistemik”. Penulis menyadari
sepenuhnya kesederhanaan isi literature review ini baik dari segi bahasa
terlebih pada pembahasan materi ini.
Semoga dengan terselesaikannya literature review ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua, dan penyusun sangat
mengharapkan adanya saran dan kritik dari para pembaca untuk dijadikan
sebagai bahan acuan untuk penyusunan selanjutnya.
Dalam literature review ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Drg. Muhammad Ruslin, M.Kes., Ph.D., Sp.BM(K) selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Gigi Unhas
2. Drg. Supiaty, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan banyak waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan
memberikan nasehat serta dukungan yang sayang berarti bagi penulis dalam
menyelesaikan penulisan ini.
3. Drg. Dwi Putri Wulansari, M.Biomed selaku Penasehat Akademik atas
bimbingan, perhatian, nasehat serta dukungan bagi penyusun selama
6
perkuliahan.
4. Seluruh dosen pengajar dan staf akademik, staf perpustakaan, dan staf bagian
Periodontosia FKG Unhas yang telah banyak membantu dalam penyusunan
ini.
5. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, Ayahanda Abd. Azis dan
Ibunda Rahmanianti serta saudara-saudara Tenri, Rifqi yang telah
memberikan perhatian, dukungan, serta doa kepada penyusun dalam
menyelesaikan literature review ini.
6. Teman seperjuanganku Rezky Ayu Pratiwi yang telah membantu serta
memotivasi dalam menyelesaikan penulisan ini.
7. Sahabat-sahabat ku Bundahara, KB, Sahabat SMA, Angkatan Obturasi
yang telah memberikan dukungan, doa serta motivasi kepada penulis.
8. Orang yang telah membantu Rezky Pangestu yang telah memberikan
dukungan, doa serta motivasi kepada penulis.
9. Dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga
semua bantuan yang diberikan kepada penyusun bernilai ibadah bagi Allah
SWT.
Akhir kata dengan segenap kerendahan hati, penulis mengharapkan agar
kiranyan penulisan ini dapat memberikan informasi kepada pembaca terkait
pentingnya bidang periodontologi dalam kedokteran gigi.
Penulis
Makassar, 13 April 2020
7
HUBUNGAN PENYAKIT PERIODONTAL DENGAN PENYAKIT
SISTEMIK
Nurul Aulia Azti Azis
Fakultas Kedokteran Gigi
ABSTRAK
Latar belakang : Menurut Riskesdas tahun 2018 masalah kesehatan gigi dan
mulut di Indonesia sebesar 57.6% dan prevalensi masalah kesehatan mulut yang
mayoritas dialami penduduk Indonesia adalah penyakit periodontal sebesar 14%.
Penyakit periodontal adalah salah satu gangguan pada rongga mulut yang ditandai
dengan adanya infeksi dan peradangan pada struktur pendukung gigi termasuk
ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar. Hubungan antara penyakit
periodontal dan penyakit sistemik dihubungkan dengan kemungkinan respon
inflamasi yang terkait penyakit periodontal. C-reaktif protein (CRP) ialah penanda
penting dari terjadinya respon inflamasi dan tanda respon inflamasi lainnya seperti
sitokin juga sering ditemukan pada sirkulasi pasien dengan penyakit periodontal.
Periodontitis ialah penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi atau
peradangan, walaupun inflamasi ini merupakan respon tubuh yang
menguntungkan, namun paradigma baru-baru ini menunjukkan bahwa dasar
molekuler patomekanisme berbagai penyakit sistemik karena inflamasi atau
peradangan. Infeksi pada jaringan periodontal mungkin tidak berbahaya, namun
jika terjadi infeksi ke sirkulasi sistemik, maka dapat membahayakan kehidupan.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan penyakit periodontal dengan penyakit
sistemik. Metode : kajian sistematik dengan metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta- analyses) dengan
menggunakan database Pubmed, Research Gate, Science Direct, Elsevier, dan
sumber relevan lainnya. Hasil : 33 artikel diidentifikasi melalui pencarian dan
ditemukan 24 artikel yang relevan. Kesimpulan : Penyakit periodontal dan
penyakit sistemik keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Penyakit
periodontal dapat meningkatkan risiko penyakit sistemik, begitu juga dengan
penyakit sistemik dapat meningkatkan keparahan dari penyakit periodontal itu
sendiri.
Kata Kunci : penyakit periodontal, penyakit sistemik
8
ASSOCIATION OF PERIODONTAL DISEASE AND SYSTEMIC
DISEASE
Nurul Aulia Azti Azis
Fakultas Kedokteran Gigi
ABSTRACT
Background : According to RISKESDAS 2018, dental and oral health problems in
Indonesia were 57.6% and the prevalence of oral health problems which the majority
of the Indonesian population experienced was periodontal disease at 14%. Periodontal
disease is disorder of the oral cavity characterized by infection and inflammation of the
tooth supporting structures including the periodontal ligament, cementum and alveolar
bone. The association between periodontal disease and systemic disease is associated
with a possible inflammatory response associated with periodontal disease. C-reactive
protein (CRP) is an important marker of the inflammatory response and other signs of
inflammatory response such as cytokines are also frequently found in circulating
patients with periodontal disease. Periodontitis characterized by inflammation,
although this inflammation is a beneficial response of the body, but recent paradigms
suggest that the molecular basis of the pathomechanism of various systemic diseases is
inflammation. Infection of the periodontal tissue may not be dangerous, but if it gets
into the systemic circulation, it can be life threatening. Objective: To determine the
relationship between periodontal disease and systemic disease. Method: systematic
study using the PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-
analysis) method using the Pubmed database, Research Gate, Science Direct, Elsevier,
and other relevant sources. Results: 33 articles were identified through the search and
found 24 relevant articles. Conclusion: Periodontal disease and systemic disease both
influence each other. Periodontal disease can increase the risk of systemic disease, as
well as systemic disease can increase the severity of periodontal disease itself.
Keywords: periodontal disease, systemic disease
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... 1
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ 2
SURAT PERNYATAAN .................................................................................... 3
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 4
ABSTRAK ........................................................................................................... 7
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 9
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... 11
DAFTAR TABEL ............................................................................................... 12
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 13
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 13
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 17
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 17
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 17
BAB 2 KAJIAN LITERATUR .......................................................................... 18
2.1 Penyakit Periodontal ................................................................................ 18
2.1.1 Pengertian Penyakit Periodontal ..................................................... 18
2.1.2 Klasifikasi Penyakit Periodontal ..................................................... 18
2.1.3 Etiologi Penyakit Periodontal ......................................................... 22
2.1.4 Mekanisme terjadinya Penyakit Periodontal .................................. 25
2.2 Penyakit Sistemik..................................................................................... 27
2.2.1 Penyakit Sistemik yang Berhubungan dengan Jaringan
Periodontal ...................................................................................... 27
2.2.2 Penyebaran Infeksi Periodontal ke Sirkulasi Sistemik .................. 43
2.2.3 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Penyakit Sistemik .......... 45
BAB 3 METODE DAN BAHAN ....................................................................... 46
3.1 Sumber Data ............................................................................................... 46
3.2 Kriteria Penelitian....................................................................................... 46
3.3 Pengumpulan Data ..................................................................................... 48
3.4 Prosedur Penelitian ..................................................................................... 48
10
3.5 Hasil............................................................................................................ 49
BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 67
4.1 Analisis Distribusi Artikel .......................................................................... 67
4.2 Analisis Sintesa Artikel .............................................................................. 67
4.2 Analisis Persamaan Artikel ........................................................................ 77
4.3 Analisis Perbedaan Artikel ........................................................................ 78
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 79
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 79
4.2 Saran .......................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.5.1 Diagram pemilihan artikel untuk direview...................................49
12
DAFTAR TABEL
Tabel 3.5.1Tabel sintesa yang akan direview .....................................................50
Tabel 3.5.2 Distribusi artikel berdasarkan karakteristik artikel ..........................66
13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Riskesdas tahun 2018 masalah kesehatan gigi dan mulut di
Indonesia sebesar 57.6% dan prevalensi masalah kesehatan mulut yang
mayoritas dialami penduduk Indonesia adalah penyakit periodontal sebesar
14%.(1) Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit inflamasi kronis
yang paling umum pada orang dewasa dan juga dapat mempengaruhi mayoritas
populasi di dunia.(2) Pada tahun 2010, sekitar 3,9 miliar orang di seluruh dunia
dilaporkan memiliki penyakit periodontal, dengan prevalensi periodontitis
ringan yaitu 35% dan periodontitis sedang sampai berat yaitu 11%.(3) Oleh
karena itu, penyakit periodontal secara signifikan telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan meningkatkan beban pada sistem perawatan
kesehatan secara umum.(4)
Penyakit periodontal adalah salah satu gangguan pada rongga mulut yang
ditandai dengan adanya infeksi dan peradangan pada struktur pendukung gigi
termasuk ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar.(5),(2) Penyebab
penyakit periodontal secara umum disebabkan oleh akumulasi plak yang
didominasi terutama bakteri plak Gram negatif, dimana plak merupakan deposit
lunak berupa lapisan tipis biofilm yang terdiri kumpulan mikroorganisme
pathogen. Bakteri pathogen periodontal ini dan toksinnya yang menginisiasi
terjadinya respon imun pada inang dan menstimulasi peradangan kronis pada
jaringan periodontal.(5),(2)
14
Infeksi pada jaringan periodontal yang terjadi maka mikroorganisme dan
produknya seperti lipopolisakarida (LPS) masuk ke dalam jaringan periodontal,
melalui epitel sulkus menyebabkan jejas (kerusakan). Jaringan periodontal
memberikan respon imunoinflamasi terhadap bakteri dan produknya secara
local dan secara sistemik juga direspon oleh vaskular mayor. Beberapa penyakit
sistemik yang dapat dipengaruhi oleh infeksi jaringan periodontal seperti
penyakit jantung koroner/aterosklerosis, stroke, diabetes mellitus, dampak
buruk terhadap kehamilan, penyakit paru obstruksi kronik dan infeksi
pernafasan akut. (6),(7)
Konsep antara hubungan penyakit periodontal dan penyakit sistemik bukan
suatu hal yang baru. Tahun 1891 oleh Willoughby D Miller pertama kali
mengemukakan bahwa rongga mulut ialah sumber dari infeksi yang berdampak
pada kesehatan secara umum. Pada tahun 1900 William Hunter
memperkenalkan tentang konsep fokal infeksi, bahwa mikroorganisme rongga
mulut ikut bertanggung jawab atas berbagai keadaan sistemik.(8),(9)
Kondisi sistemik tertentu juga dapat mempengaruhi inisiasi dan
perkembangan gingivitis dan periodontitis. Gangguan sistemik yang
mempengaruhi neutrofil, monosit atau fungsi makrofag dan limfosit dapat
menyebabkan perubahan produksi atau aktivitas mediator inflamasi pada inang.
Perubahan ini dapat bermanifestasi secara klinis sebagai onset awal terjadinya
kerusakan jaringan periodontal atau dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
yang lebih cepat terjadi dibandingkan jika tidak ada gangguan sistemik.(9)
15
Hubungan antara penyakit periodontal dengan beberapa penyakit sistemik,
seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular, hubungan ini dimungkinkan
dengan respon inflamasi yang terkait dengan penyakit periodontal. C-reaktif
protein (CRP) ialah penanda penting dari terjadinya respon inflamasi. CRP ini
meningkat pada individu dengan penyakit periodontal dan tingkat CRP dalam
darah berkurang ketika telah dilakukan perawatan penyakit periodontal.
Indikasi lain dari respon inflamasi sistemik yang terkait dengan penyakit
periodontal adalah adanya sitokin, seperti tumor necrosis factor alpha (TNF-α),
IL-1 dan IL-6, juga sering ditemukan dalam sirkulasi pasien dengan penyakit
periodontal. (2)
Penyakit periodontal seperti periodontitis adalah penyakit yang ditandai
dengan adanya inflamasi atau peradangan, walaupun inflamasi ini merupakan
respon tubuh yang menguntungkan, namun paradigma baru-baru ini
menunjukkan bahwa dasar molekuler patomekanisme berbagai penyakit
sistemik karena inflamasi atau peradangan. Walaupun tidak semua jenis
inflamasi membahayakan kehidupan manusia, namun apabila inflamasi terjadi
pada waktu dan tempat yang beresiko misalnya pada pembuluh darah yang
menyuplai darah ke organ-organ vital seperti jantung, maka hal ini akan
mengancam kehidupan. Infeksi pada jaringan periodontal mungkin tidak
berbahaya, namun jika terjadi infeksi ke sirkulasi sistemik, maka dapat
membahayakan kehidupan.(10)
Pada beberapa penelitian telah banyak membahas hubungan antara penyakit
periodontal dan penyakit sistemik. Penelitian yang dilakukan oleh Thomas A,
16
dkk tahun 2018 menyatakan bahwa sejumlah pasien dengan periodontitis
setidaknya mempunyai satu jenis penyakit sistemik sebesar 35.5%. Pada
penelitiannya, penyakit sistemik yang paling banyak dialami oleh pasien
periodontitis yaitu penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus.(11)
Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa melakukan perawatan
terhadap jaringan periodontal juga sangat penting terhadap manajemen dari
beberapa penyakit sistemik. Hasil penlitian oleh Robo I, dkk menyatakan bahwa
pasien yang menderita penyakit sistemik (penyakit kardiovaskular, diabetes,
nefropati) mengalami penurunan index perdarahan (penurunan kedalaman
probing) setelah dilakukan perawatan non-bedah periodontal. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penyakit sistemik secara langsung berhubungan dengan
perawatan terhadap jaringan periodontal bagi pasien yang mempunyai penyakit
sistemik.(12)
Hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit sistemik juga
merupakan sebuah tantangan bagi dokter umum dan dokter gigi dan perlunya
kerjasama yang baik. Dokter memainkan peran yang penting dalam sistem
perawatan kesehatan, selain itu juga bertindak untuk memberikan edukasi dan
tindakan pencegahan untuk pasiennya. Dokter yang baik harus
mengkoordinasikan jalur perawatan pasien dan melakukan rujukan ke ahlinya
sesuai dengan kondisi pasien. Oleh karena itu, hubungan antara penyakit
periodontal dan penyakit sistemik juga harus diketahui dengan baik oleh dokter
umum dan dokter gigi.(13) Penelitian yang dilakukan oleh Sharrad AA, dkk
menyatakan bahwa kesadaran dokter umum dan dokter gigi mengenai
17
hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit sistemik umumnya rendah.
Sehingga perlunya meningkatkan kerjasama yang baik kedua penyedia layanan
kesehatan tersebut.(14)
Oleh karena itu, penulis ingin menelusuri lebih lanjut mengenai hubungan
antara penyakit periodontal dan penyakit sistemik.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana hubungan penyakit periodontal dengan penyakit sistemik?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara penyakit
periodontal dengan penyakit sistemik.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis dan praktis studi pustaka ini adalah diharapkan dapat
memberikan informasi atau pengetahuan tentang hubungan antara penyakit
periodontal dengan penyakit sistemik, sehingga memberikan pemahaman
bahwa pentingnya kesehatan rongga mulut akan berdampak pada kesehatan
sistemik.
18
BAB 2
KAJIAN LITERATUR
2.1 Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal adalah infeksi bakteri kronis yang ditandai dengan
kerusakan jaringan pendukung gigi seperti gingiva, ligament periodontal dan
tulang alveolar. Penyakit periodontal secara luas dikelompokkan menjadi
gingivitis dan periodontitis. Gingivitis ialah peradangan pada gingiva yang
disebabkan oleh akumulasi plak gigi dan bersifat reversible. Sedangkan
periodontitis merupakan penyakit radang pada jaringan pendukung gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, mengakibatkan kerusakan yang
progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar yang ditandai dengan
meningkatnya kedalaman probing, resesi gingiva, maupun keduanya. Tampilan
klinis yang membedakan antara gingivitis dan periodontitis ialah adanya
attachment loss atau kehilangan perlekatan, juga disertai adanya poket
periodontal dan perubahan kepadatan dan tinggi pada tulang alveolar.(2),(15)
2.1.1 Klasifikasi Penyakit Periodontal(9)
a. Gingivitis
a.) Gingivitis yang disebabkan oleh plak
1.) Gingivitis yang berhubungan dengan plak dental
2.) Gingivitis yang di modifikasi oleh faktor sistemik
Sistem endokrin
- Gingivitis yang berhubungan dengan pubertas
19
- Gingivitis yang berhubungan dengan siklus menstruasi
- Berhubungan dengan kehamilan : gingivitis dan granuloma
pyogenic
Diskrasia darah
- Gingivitis yang berhubungan dengan leukimia
3.) Gingivitis yang dimodifikasi oleh obat-obatan
Gingivitis karena pengaruh obat
- Pembesaran gingiva karena pengaruh obat
- Gingivitis yang berhubungan dengan kontrasepsi oral
4.) Gingivitis yang dimodifikasi oleh malnutrisi
Gingivitis karena defisiensi asam askorbat
b.) Gingivitis yang tidak disebabkan oleh plak
1.) Gingivitis karena bakteri spesifik
Neisseria gonorrhoeae
Treponema pallidum
Streptococcus species
2.) Gingivitis karena virus
Infeksi virus herpes
- Primary herpetic gingivostomatisis
- Recurrent oral herpes
- Varicella zoster
3.) Gingivitis karena jamur
Infeksi species Candida : generalized gingival candidiasis
20
Linear gingival erythema
Histoplasmosis
4.) Lesi gingiva karena genetik
Hereditary gingival fibromatosis
5.) Manifestasi gingiva pada kondisi sistemik
Lesi mucocutaneous
- Lichen planus
- Pemphigoid
- Pemphigus vulgarus
- Erythema multiforme
- Lupus erythematosus
- Diinduksi obat-obatan
Reaksi alergi
- Material restorasi gigi : merkuri, nikel, akrilik, dll
- Reaksi yang diakibatkan oleh : pasta gigi, obat kumur,
bahan aditif permen karet dan makanan
6.) Lesi traumatik
Trauma kemikal
Trauma pisikal
Trauma thermal
7.) Reaksi tubuh terhadap benda asing
8.) Penyakit gingiva lainnya yang tidak spesifik
21
b. Periodontitis
a.) Periodontitis Kronis
Localized Chronic Periodontitis
Generalized Chronic Periodontitis
b.) Periodontitis Agresif
Localized Aggressive Periodontitis
Generalized Aggressive Periodontitis
c.) Periodontitis sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik
Penyakit Periodontal Necrotizing
- Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG)
- Necrotizing Ulcerative Periodontitis (NUP)
d.) Abses pada Jaringan Periodonsium
- Abses gingiva
- Abses periodontal
- Abses perikoronal
e.) Periodontitis hubungannya dengan Lesi Endodontik
- Lesi endodontik-periodontal
- Lesi periodontal-endodontik
- Lesi kombinasi
22
2.1.2 Etiologi Penyakit Periodontal
Pada pertengahan tahun 1960, konsep yang berlaku mengenai etiologi
penyakit periodontal disebabkan oleh plak subgingiva dan plak
supragingiva atau yang juga disebut dengan biofilm mikroba. Pada
penelitian oleh Dr. Harald Loe yang berjudul ‘Experimental Gingivitis in
Man’ menyimpulkan bahwa akumulasi dari plak dental (biofilm mikroba)
adalah penyebab dari onset pada gingivitis. Kemudian penelitian tersebut
dilanjutkan oleh Lindheand dkk (1973) dengan menunjukkan bahwa
kemungkinan plak gigi yang terakumulasi pada rongga mulut, saat itu juga
diikuti dengan meningkatnya aliran cairan crevicular, sehingga terjadi
peningkatan inflamasi gingiva, kemudian setelah berbulan-bulan diamati
terjadi peningkatan kedalaman poket yang menunjukkan adanya
perkembangan kerusakan jaringan dan perubahan dari gingivitis menjadi
periodontitis.(16)
Penelitian saat ini tentang etiologi penyakit periodontal telah mengalami
perubahan ditandai dengan fokus pada mikroorganisme anaerob yang
spesifik sebagai faktor inisiasi. Sejumlah bakteri spesifik, seperti
porphyromonas gingivals (P. gingivalis), Tanneralla forsythia, Treponema
denticola, Aggregatibacter actinomycetemcomitans (sekarang dikenal
sebagai Actinobacillus actinomycetemcomitans), prevotella intermedia dan
yang lainnya seperti Fusobacterium nucleatum, Wolinella recta, dan
spirochetes bakteri-bakteri ini telah dikaitkan sebagai bentuk keparahan dari
penyakit periodontal. Sejumlah pathogen yang juga telah dikaitkan dengan
23
penyakit periodontal seperti Enterobacteracea, Pseudomonadacea, dan
Acinetobacter.(16)
Periodontitis adalah penyakit inflamasi kronis yang parah, berhubungan
dengan bakteri spesifik dan berkolonisasi pada area subgingiva. Bakteri
spesifik ini bertanggung jawab atas kerusakan jaringan ikat dan kehilangan
tulang alveolar yang merupakan karakteristik dari periodontitis, namun
demikian kerentanan terhadap tiap individu sangat bervariasi tergantung
faktor risiko yang dapat mempengaruhinya.(16)
Faktor genetik dan lingkungan juga berkontribusi terhadap
perkembangan penyakit periodontal. Penyakit periodontal meningkat
dengan beberapa faktor risiko seperti merokok, penyakit sitemik, obat-
obatan seperti steroid, antiepilepsi, obat-obatan untuk terapi kanker,
penempatan gigi tiruan yang buruk, gigi yang crowding, kehilangan gigi,
kehamilan dan penggunaan kontrasepsi. Selain faktor-faktor ini, kondisi
kesehatan lain yang dapat memicu mekamisme pertahanan bakteri seperti
Human Immunodeficiency Virus (HIV), diabetes, gangguan neutrofil juga
dapat memperparah penyakit periodontal.(17)
Terdapat faktor risiko penyakit periodontal yang dapat dimodifikasi dan
tidak dapat dimodifikasi.
a. Faktor risiko penyakit periodontal yang dapat dimodifikasi:(9),(18)
- Merokok, diakui oleh beberapa peneliti sebagai salah satu faktor
utama dalam epidemiologi penyakit periodontal. Rongga mulut
adalah bagian yang sangat mudah terpapar efek toksik dalam rokok,
24
karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil
pembakaran rokok yang utama.
- Metabolisme karbohidrat, beberapa penelitian telah menunjukkan
hubungan antara penyakit periodontal dan berbagai kondisi yang
mengarah pada metabolisme karbohidrat, seperti asupan diet
karbohidrat, olahraga, obesitas, pradiabetes dan diabetes.
- Plak gigi, dihilangkan dengan kontrol plak yang dilakukan secara
kimiawi maupun mekanis, yang dapat mengurangi peradangan
gingiva.
- Stress, diketahui dapat mengurangi laju aliran saliva sehingga dapat
menyebabkan pembentukan dental plak. Suatu penelitian
menunjukkan hubungan yang positif antara skor stress dan penanda
laju saliva.
b. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:(18)
- Umur, merupakan salah satu faktor risiko penyakit periodontal yang
tidak dapat diubah. Penyakit periodontal meningkat seiring
bertambahnya usia, oleh karena itu prevalensi penyakit periodontal
meningkat pada populasi lansia. Penelitian mengidentifikasi bahwa
usia dikaitkan dengan penyakit periodontal, dan tampakan klinis dari
attachment loss secara signifikan lebih tinggi diantara individu
berusia 60-69 tahun dibandingkan kelompok orang dewasa 40-50
tahun.
2.1.3 Mekanisme terjadinya Penyakit Periodontal
25
Periodontitis merupakan penyakit infeksi yang melibatkan sejumlah
mikroorganisme Gram-negatif yang dominan pada plak biofilm subgingiva.
Meskipun bakteri pathogen dapat menyebabkan terjadinya penyakit
periodontal, tetapi kerentanan host/inang juga penting dalam inisiasi dan
perkembangan suatu penyakit. Pada host/inang yang memiliki kerentanan
relatif rendah terhadap penyakit, maka dapat meminimalkan kerusakan pada
jaringan periodontal. Sebaliknya, jika host/inang yang memiliki kerentanan
relatif tinggi terhadap penyakit, maka kerusakan pada jaringan periodontal
dapat terjadi, oleh karenanya kerentanan host/inang pada individu akan
berbeda-beda terhadap efek bakteri pathogen periodontal dan respon
imunoinflamasi pada organisme tersebut.(9)
Tahap awal terjadinya penyakit periodontal diawali terjadinya gingivitis,
apabila tidak dilakukan perawatan maka akan terjadi periodontitis. Bakteri
dan produk metaboliknya (seperti endotoksin) menstimulasi proliferasi dari
epitel junctional dan menghasilkan proteinase yang dapat merusak jaringan.
Infeksi ini juga meningkatkan permeabilitas dari epitel junctional yang
memungkinkan mikroba dan produknya mendapatkan jalan masuk ke
jaringan konektif subepitel. Sel epitel dan jaringan konektif kemudian
menghasilkan mediator inflamasi yang merupakan hasil dari respon
inflamasi pada jaringan. Secara kimiawi, produk mikroba ini juga akan
terjadi perubahan terus menerus secara konstan pada sel pro-inflamasi yang
berimigrasi dari sirkulasi ke sulkus gingiva. Neutrophil atau PMNLs,
menjadi dominan pada tahap awal terjadinya peradangan gingiva. Sehingga,
26
respon imun dihasilkan pada jaringan periodontal dan sitokin pro-inflamasi
seperti IL-1β, TNF-α, dan MMP juga diproduksi oleh sel-sel inflamasi yang
diambil ke lokasi lesi. PMNL berfungsi sebagai fagositosis dan merusak
bakteri.(2)
Faktor kerentanan host/inang sangat berperan dalam proses terjadinya
penyakit periodontal yang lebih meluas, yaitu periodontitis. Host/inang
yang tidak adekuat dalam menghancurkan bakteri dapat menyebabkan
kerusakan jaringan periodontal. Tahap kerusakan jaringan periodontal
merupakan tahap transisi dari gingivitis ke periodontitis. Sistem imun
berusaha menjaga host/inang dari infeksi ini dengan mengaktifkan sel imun
seperti neutrophil, limfosit dan makrofag. Makrofag distimulasi untuk
memproduksi sitokin MMPs (matriks metalloproteinase) dan prostaglandin
(seperti PGE2). Sitokin MMPs (matriks metalloproteinase) dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan akan merusak serat kolagen, mengganggu
jaringan gingiva yang normal dan menghasilkan kerusakan pada apparatus
periodontal. Sitokin PGE2 menstimulasi osteoklas untuk mengabsorpsi
tulang alveolar. Kehilangan serat kolagen menyebabkan epitel junctional
berproliferasi dan merusak jaringan membrane basal sehingga sel epitel
terlepas sepanjang permukaan akar gigi. Sulkus gingiva akan meluas secara
apikal dan pada tahap ini sulkus gingiva akan berubah menjadi poket
periodontal yang merupakan tanda khas penyakit periodontal
(periodontitis).(2)
27
Orang yang menderita periodontitis, mediator inflamasi seperti
prostanoid dan sitokin akan masuk kedalam sirkulasi sistemik mentimulasi
hati untuk menghasilkan protein fase-akut (terutama C-reaktif protein,
fibrinogen, haptogloin, dll) yang merupakan biomarker atau penanda dari
respon inflamasi sitemik. Dengan beberapa penelitian juga mendukung
fakta bahwa respon inflamasi didorong oleh infeksi kronis dan peradangan
yang terjadi pada periodontitis, pada akhirnya akan meningkatkan resiko
seseorang mengalami berbagai penyakit sistemik.(2)
2.2 Penyakit Sistemik
2.2.1 Penyakit Sistemik yang berhubungan dengan Penyakit Periodontal
a. Penyakit Kardiovaskular
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian di
Indonesia dengan prevalensi 1,5%.(6) Hubungan antara penyakit
kardiovaskular dan penyakit periodontal telah menarik perhatian banyak
peneliti. Meski beragam studi epidemiologi telah menjelaskan bahwa
kemungkinan terdapat hubungan antara periodontitis dan penyakit
kardiovaskular, namun dampak dari infeksi rongga mulut pada penyakit
kardiovaskular masih tidak jelas.(4)
Penyakit kardiovaskular dan penyakit periodontal kronis adalah
penyakit yang progresif dan multifaktoral, juga terdapat berbagai faktor
risiko seperti merokok, usia, obesitas, diabetes dan keturunan. Selain
faktor risiko tersebut, hubungan antara penyakit kardiovaskular dan
28
penyakit periodontal dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme
patofisiologis. Selama proses inflamasi pada penyakit periodontal,
beberapa tanda peradangan seperti adanya c-reactive protein (CRP),
interleukin (IL-1, IL-6, IL-8) dan factor nekrosis tumor α (TNF-α) telah
terbukti berkaitan dengan aterogenesis pada pasien dengan
periodontitis. Sehingga secara langsung bakteri rongga mulut dapat
mengakses aliran darah melalui sulkus gingiva dan keberadaanya telah
ditemukan dalam plak atheromatous. Bakteri yang terlibat dalam
penyakit periodontal seperti Streptococcus sanguis, Aggregatibacter
actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis. Dari sudut
pandang epidemiologi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko
terjadinya perkembangan penyakit kardiovaskular hampir dua kali lipat
pada individu dengan penyakit periodontal. Selain itu, penelitian lain
juga menjelaskan bahwa terapi periodontal memiliki dampak baik
terhadap fungsi endothelial. Sehingga meningkatkan kesehatan rongga
mulut pada pasien penyakit kardiovaskular akan sangat berpengaruh
untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan mengurangi angka
mortalitas dan morbiditas yang dapat disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular.(19)
Tiga mekanisme yang memungkinkan infeksi rongga mulut dapat
berkontribusi pada penyakit kardiovaskular :(2)
- Efek langsung dari agen infeksi pada pembentukan atheroma
- Respon tidak langsung atau yang dimediasi host
29
- Faktor predisposisi genetik
Pada beberapa penelitian dengan studi cohort dan case-control
menjelaskan tentang hubungan antara penyakit periodontal dengan
aterosklerosis, namun ada beberapa yang menunjukkan tidak ada
hubungan antara kedua penyakit tersebut. Kemungkinan hubungan
antara penyakit periodontal dan aterosklerosis dapat dikaitkan dengan
pathogenesis kedua penyakit tersebut yang ditandai dengan
meningkatnya biomarker inflamasi seperti C-Reactive Protein (CRP)
dan fibrinogen. CRP ini menjadi perantara antara terjadinya infeksi
periodontal hingga mempengaruhi penyakit kardiovaskular. Oleh
karena itu, bakteri periodontal dan produknya dapat mempengaruhi
secara langsung sel endotel vaskular karena bakterimia atau secara tidak
langsung merangsang perubahan dalam peningkatan respon inflamasi
sistemik, yang dapat menyebabkan pathogenesis dari
aterosklersosis.(9),(20)
Suatu penelitian juga telah mengemukakan keberadaan DNA dari
spesies bakteri di 42 plak atheromatous diambil secara endarterektomi.
Spesies bakteri yang paling umum ditemukan dalam penelitian ini
adalah P.gingivalis, diikuti oleh A.actinomycetemcomitans, T.forsythia,
Eikenella corrodens, Fusobacterium nucleatum dan Campylobacter
rectus. DNA dari pathogen periodontal ini seperti yang telah disebutkan
dapat bermigrasi dari rongga mulut ke bagian tubuh yang lain.(4)
Penelitian lain dengan studi meta-analysis dari 29 studi (22 case-control
30
dan cross-sectional dan 7 cohort-studies) juga menjelaskan bahwa
individu dengan penyakit periodontal lebih besar berisiko dan
kemungkinan lebih tinggi terkena penyakit jantung daripada mereka
yang tidak terkena penyakit periodontal.(18) Penelitian yang dilakukan
oleh Mattila dkk, juga menyatakan bahwa infeksi rongga mulut menjadi
faktor risiko yang signifikan untuk penyakit kardiovaskular. Individu
yang memiliki kedalam probing yang tinggi dan resorbsi tulang alveolar
mempunyai risiko yang lebih tinggi terjadi penyakit kardiovaskular
dibandingkan dengan individu yang mempunyai penyakit periodontal
yang ringan atau gingivitis.(21)
Untuk membuktikan lebih lanjut terkait hubungan penyakit
periodontal dengan kardiovaskular, dibutuhkan lebih banyak penelitian
yang lebih dalam dan kemungkinan memerlukan jangka waktu yang
lama untuk lebih lanjut menilai apakah periodontitis sebagai faktor
risiko efektif yang dapat dimodifikasi dalam mencegah penyakit
kardiovaskular.(2)
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyakit dengan kelainan metabolisme
yang kompleks ditandai dengan adanya hiperglikemia kronis, terjadinya
produksi insulin yang berkurang, gangguan kerja insulin, atau
kombinasi keduanya sehingga menghasilkan ketidakmampuan glukosa
untuk diangkut dari aliran darah ke jaringan yang pada akhirnya
31
mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa darah dan ekskresi gula
dalam urin. Diabetes yang tidak terkontrol (hiperglikemia kronis)
dikaitkan dengan beberapa komplikasi jangka panjang, seperti penyakit
mikrovaskuler (retinopati, nefropati, atau neuropati), penyakit
makrovaskuler (kardiovaskular, serebrovaskular), meningkatnya
kerentanan terhadap infeksi dan penyembuhan luka yang buruk.(9)
Ada dua tipe utama diabetes melitus, tipe 1 dan tipe 2. Diabetes
melitus tipe 1 (IDDM), disebabkan karna terjadi gangguan autoimun
dengan terjadinya penghancuran sel beta secara selektif di pulau
Langerhans di pankreas sehingga menyebabkan defisiensi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 (NIDDM), dapat disebabkan oleh gangguan
resistensi insulin dan peningkatan produksi glukosa di hati. Gangguan
resisten insulin ini mengakibatkan glukosa yang dihasilkan tidak dapat
menyebar ke jaringan walaupun sel beta menghasilkan insulin secara
normal dalam pankreas.(9)
Diabetes melitus dan periodontitis mempunyai hubungan yang
saling mempengaruhi satu sama lain, meskipun mekanisme yang
mendasari kedua hubungan ini belum sepenuhnya dipahami. Infeksi
kronis selama periodontitis dapat menyebabkan peradangan dan respon
inflamasi yang buruk, hal ini dapat berdampak pada kontrol
metabolisme gula darah yang buruk dan meningkatnya kebutuhan
insulin.(4)
32
Penelitian yang dilakukan oleh Grossi dan Genco mendukung
hubungan antara penyakit periodontal dan diabetes melitus merupakan
hubungan dua arah yang saling mempengaruhi satu sama lain. Diabetes
mellitus merupakan faktor risiko untuk penyakit periodontal dan sering
terjadi infeksi periodontal pada pasien dengan diabetes mellitus. Begitu
juga sebaliknya, infeksi periodontal merupakan faktor predisposisi yang
dapat memperparah diabetes melitus. Grossi dan Genco menjelaskan
bahwa periodontitis dapat meningkatkan keparahan dan komplikasi dari
diabetes melitus. Hadirnya sitokin pro-inflamasi sebagai respon dari
infeksi bakteri periodontal dan produknya dapat meningkatkan respon
terhadap produk oksidasi glukosa (AGEs) pada diabetes melitus.
Gabungan dari dua jalur ini, yaitu infeksi bakteri periodontal dan
peningkatan sitokin yang dimediasi AGEs menyebabkan terjadinya
peningkatan kerusakan jaringan dan peran periodontitis terhadap
keparahan dan kontrol metabolik pada diabetes melitus.(2)
Meningkatnya kerentanan pasien diabetes terhadap infeksi
periodontal disebabkan karena defisiensi leukosit polymorphonuclear
(PMN) yang mengakibatkan kemotaksis terganggu dan fagositosis
menjadi rusak. Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol,
fungsi PMN dan monosit/makrofag mengalami gangguan. Akibatnya,
pertahanan utama (PMNs) melawan pathogen periodontal menjadi
berkurang dan bakteri dapat berproliferasi lebih mungkin terjadi.
Walaupun tidak ada perubahan immunoglobulin A (IgA), G (IgG), atau
33
M (IgM) yang ditemukan pada pasien diabetes.(9) Sebaliknya, diabetes
juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti penyembuhan
luka yang buruk, retinopati, nefropati, neuropati, penyakit krdiovaskular
dan periodontitis. Bahkan, individu dengan diabetes memiliki risiko tiga
kali lipat mengalami periodontitis dibandingkan dengan individu non-
diabetes. Singkatnya, hubungan dua arah antara diabetes melitus dan
penyakit periodontal telah ditunjukkan, dimana diabetes meningkatkan
risiko periodontitis dan juga sebaliknya inflamasi pada jaringan
periodontal dapat mempengaruhi kontrol glikemik.(4)
c. Infeksi Saluran Pernapasan
Pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
signifikan pada pasien dari semua usia, terutama di usia tua dan pasien
immunocompromised. Infeksi paru-paru dapat disebabkan oleh bakteri,
jamur, virus maupun parasit.(23) Kesehatan rongga mulut yang buruk
juga dapat menyebabkan host menjadi rentan untuk mengalami infeksi
pernapasan terutama pada pasien yang memiliki risiko tinggi seperti
pasien yang dirawat di rumah sakit, perokok dan usia tua.(22)
Pada saat terjadi infeksi periodontal, aspirasi atau penyebaran
bakteri secara hematogen dapat terjadi dari orofaring ke saluran
pernapasan bawah dan juga karna akibat dari infeksi duktus respiratorius
dapat dengan mudah menyebabkan infeksi pernapasan seperti
pneumonia atau penyakit paru obstruktif kronik. Keberadaan rongga
34
mulut yang juga berdekatan dengan trakea dapat memudahkan dan
menjadi pintu masuk pathogen peranapasan untuk berpindah dan
berkolonisasi. Sitokin dan enzim yang diinduksi dari jaringan
periodontal yang mengalami peradangan juga dapat berpindah ke paru-
paru dan memicu proses inflamasi lokal dan infeksi paru-paru.
Kesehatan rongga mulut yang buruk pada penyakit periodontal juga
dapat mengakibatkan meningkatnya konsentrasi pathogen rongga mulut
pada saliva, dan pathogen ini dapat diaspirasi ke dalam paru-paru yang
melemahkan pertahanan imun tubuh.(22)
Ada empat kemungkinan yang menjelaskan mekanisme keberadaan
bakteri rongga mulut dalam pathogenesis infeksi slauran pernapasan :(2)
- Rongga mulut mungkin merupakan reservoir bagi
mikroorganisme yang mengkontaminasi saliva dan kemudian
diaspirasi hingga ke dalam paru-paru.
- Enzim yang berhubungan dengan penyakit periodontal dalam
hal ini saliva dapat memfasilitasi keteraturan pathogen
pernapasan.
- Penyakit periodontal berhubungan dengan enzim yang dapat
menghancurkan pelikel saliva pada bakteri pathogen. Sehingga
mengurangi pertahanan spesifik untuk melawan bakteri
pathogen pada saluran napas.
- Sitokin berupa IL-8 yang disekresi oleh sel epitel gingival dapat
meningkatkan pengaturan ekspresi reseptor adhesi pada
35
permukaan mukosa untuk mendorong terjadinya kolonisasi
bakteri pathogen saluran napas.
Serupa dengan patogenesis terjadinya periodontitis, patologi
penyakit paru obstruktif kronik juga terjadi karena respon neutrofil dan
memiliki faktor risiko seperti terjadinya penumpukan patogen pulmonar
di saluran pernapasan, merokok dan reflex batuk yang tidak adekuat.
Saluran pernapasan bawah biasanya steril meskipun terjadi penumpukan
sekresi dari saluran pernapasan atas yang sangat terkontaminasi dari
permukaan rongga mulut dan hidung. Sterilisasi saluran pernapasan
bawah dipertahankan melalui reflex batuk yang intak, dan dorongan
keluar lapisan mokusiliar yang mendorong bakteri yang terhirup dan
partikel iritan keluar ke luar menuju orofaring dan juga karena respon
imun dan non-imun yang kuat seperti lapisan surfaktan yang
mengandung fibronektin, protein komplemen, immunoglobulin dan sel
fagosit untuk menghilangkan partikel debris tersebut. Ada tiga jalur
utama penyebaran infeksi ke paru-paru, yaitu hematogen, kontaminasi
saluran pernapasan dan peneybaran infeksi dari tempat yang menular
lainnya, seperti rongga mulut. Spesies flora oral yang berperan dalam
infeksi paru-paru seperti Actinomyces israelii, Eikenella corrodens,
Porphyromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans,
Prevotella intermedia, dan Streptococcus constellatus.(23)
36
d. Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit skeletal (tulang) yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang dan perubahan struktur mikro pada tulang,
sehingga menyebabkan kerapuhan tulang dan risiko fraktur meningkat.
Osteoporosis merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting
karena mempengaruhi sejumlah besar pada pria dan wanita dan
insidensi terjadinya osteoporosis meningkat dengan bertambahnya usia.
Prevalensi osteoporosis dan kehilangan gigi juga meningkat dengan
bertambahnya usia. Yang kita ketahui, periodontitis ialah penyebab
utama dari resorpsi tulang alveolar dan kehilangan perlekatan
periodontal dimana berdampak pada kehilangan gigi dan resorbsi
tulang sehingga gigi dapat menjadi tanggal.(24)
Osteoporosis dan periodontitis merupakan penyakit kronis dan
multifaktoral yang menyebabkan kehilangan tulang. Faktor risiko
osteoporosis seperti jenis kelamin, genetik, defisiensi nutrisi
(kekurangan kalsium atau vitamin D), alkohol, merokok, hormon dan
obat-obatan, faktor-faktor tersebut juga dapat berisiko terhadap
perkembangan terjadinya periodontitis.(9) Osteoporosis dan
periodontitis keduanya merupakan kondisi yang umum, osteoporosis
berdampak pada separuh lansia yang berusia diatas 65 tahun sedangkan
penyakit periodontal mempengaruhi separuh populasi orang dewasa.
Kedua penyakit ini sebagian besar terjadi karna adanya gangguan
37
resorbsi tulang dan perkembangan atau keparahannya dinilai secara
sistemik maupun lokal.(24)
Tes Bone Mineral Density (BMD) merupakan cara yang digunakan
untuk mengukur massa tulang seseorang. BMD diukur menggunakan
pemindaian DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry) dan hasilnya
dalam bentuk T-score. Nilai T-score ialah perbandingan antara BMD
pasien dewasa yang sehat usia 30 tahun dengan massa puncak tulang.(9)
Menurut WHO, dikatakan osteoporosis jika T-score nya -2,5 (standar
deviasi) atau lebih dibawah dari T-score dari puncak rata-rata pada
orang dewasa muda.(25) Osteoporosis meningkatkan risiko penyakit
periodontal yang mana dapat menyebabkan kehilangan dari kepadatan
tulang (BMD) diseluruh tubuh, termasuk maksila dan mandibula.
Sehingga mengakibatkan hilangnya kepadatan crest alveolar secara
cepat dan menyebabkan lebih rentan terhadap infeksi dan peradangan
jaringan periodontal.(24)
Osteoporosis dan penyakit periodontal keduanya merupakan
penyakit yang resoptif; osteoporosis dapat menjadi faktor risiko dari
berkembangnya penyakit periodontal dan begitu juga sebaliknya.
Beberapa studi telah mengidentifikasi hubungan antara penyakit
periodontal dan kehilangan gigi dengan osteoporosis. Beberapa
penelitian pada manusia telah menilai hubungan antara BMD dari
kerangka tulang belakang atau pada tulang femoralis dan pengukuran
dengan radiografi untuk melihat ketinggian tulang alveolar. Dalam
38
penelitian tersebut menjelaskan bahwa radiografi panoramik atau OPG
(ortopatomogram) yang menunjukkan kehilangan tulang alveolar dan
kehilangan gigi dengan resorbsi endosteal dari korteks inferior
mandibular MCI (indeks kortikal mandibular) dapat menunjukkan
osteoporosis secara umum. Pada penyakit periodontal, OPG dan MCI
dilakukan untuk melihat kehilangan perlekatan, kehilangan gigi yang
mengarah ke resesi gingiva dan kedalaman probing dari patologi
periodontal. Dalam penelitian ini dilakukan upaya untuk menentukan
dampak osteoporosis terhadap status jaringan periodontal.(24)
Terjadinya defisiensi estrogen dan osteoporosis pada periodontitis
juga mungkin merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan.
Reinhard, dkk melakukan studi prospektif longitudinal salama 2 tahun
pada wanita pasca menapouse (59 orang dengan periodontitis
parah/lanjut dan 16 orang tanpa periodontitis) mengevaluasi pengaruh
kadar estrogennya (serum estradiol) terhadap pasien dengan
periodontitis. Pengukuran klinis seperti plak supragingival, perdarahan
saat probing dan perlekatan klinis diambil pada saat awal dan setiap 6
bulan selama 2 tahun. Mereka menyimpulkan bahwa defisiensi
estrogen dan osteoporosis merupakan salah satu faktor risiko untuk
kehilangan tulang alveolar pada wanita pasca menapouse dengan
riwayat periodontitis. Lerner juga mengusulkan defisiensi dari estrogen
mungkin memainkan peran penting dalam perkembangan periodontitis
pada wanita osteoporosis yang menjelaskan bahwa sitokin berperan
39
dalam terjadinya mekanisme peradangan dalam remodelling tulang
yang diketahui remodelling tulang ini penting pada individu
osteoporosis pasca menapouse. Pada pasien yang memiliki penyakit
periodontal dan terjadi osteoporosis menapouse secara bersamaan, ada
kemungkinan bahwa kurangnya estrogen mempengaruhi aktivitas sel-
sel tulang dan sel imun sedemikian rupa sehingga perkembangan
kehilangan tulang alveolar akan meningkat.(9)
e. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer ialah penyakit neurodegeneratif yang ditandai
dengan penurunan progresif dan ireversibel dalam memori, berpikir,
dan kapasitas pembelajaran yang berakhir dengan kematian. Penurunan
kognitif ini terkait dengan pembentukan plak synaptotoxic B-amyloid
dan protein hyperphosphorylated pada bagian otak yang berhubungan
dengan fungsi kognitif tingkat lanjut. Penyakit degeneratif ini
merupakan penyebab paling umum dari demensia dengan penurunan
mental yang sangat signifikan ditandai dengan melemahnya daya ingat
hingga gangguan otak dalam melakukan fungsinya seperti pencernaan
dan penalaran.(2) Sama halnya dengan diabetes melitus, penyakit
Alzheimer dan periodontitis juga terjadi hubungan dua arah.(4)
Pada beberapa penelitian, pasien dengan penyakit Alzheimer
memiliki kesehatan rongga mulut yang buruk seperti terdapat plak,
perdarahan gingiva dan juga kalkulus karena perkembangan gangguan
40
kognitif mereka yang akan mempengaruhi kebiasaan kebersihan rongga
mulutnya. Penyakit periodontal yang tidak terkontrol juga dapat
memicu atau memperburuk terjadinya fenomena neuroinflamasi yang
terjadi pada pasien Alzheimer. Namun, belum ada penelitian intervensi
langsung yang melaporkan tentang hubungan antara periodontitis dan
penyakit Alzheimer.(26)
Pada penelitian post-mortem yang dilakukan untuk melihat
hubungan antara penyakit periodontal dengan penyakit Alzheimer, otak
dari penderita Alzheimer ditemukan bakteri, virus, bahkan jamur yang
berasal dari rongga mulut. Namun, yang paling utama ditemukan ialah
bakteri pathogen periodontal periodontitis seperti Actinobacillus
actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Prevotella
intermedia, Tannerela forsythia, dan Fusobactrium nucleatum yang
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang invasif.(2) Selain itu,
beberapa penelitian juga telah menunjukkan hubungan positif antara
kadar CRP (C-reakitf protein) dalam darah penderita penyakit
Alzheimer dan periodontitis. Seperti diketahui kadar CRP
menunjukkan hubungan yang positif dengan pathogen periodontal
P.gingivalis. Kadar CRP akan meningkat seiring dengan tingkat
keparahan penyakit periodontal. CRP adalah protein plasma yang
berpartisipasi dalam respon sistemik terhadap peradangan dan diatur
oleh sitokin seperti IL-6, IL-1b dan TNF-α yang memicu produksi oleh
hepatosit, yang mana diketahui sebagai penanda dari peradangan
41
sistemik. Selain itu, meningkatnya kadar TNF-α dalam sirkulasi
sistemik pasien penyakit Alzheimer juga telah dikaitkan dengan
keberadaan mikroorganisme pathogen periodontal (seperti
Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Tannerella forsythia dan
Porphyromonas gingivalis juga antibodi terhadap pathogen tersebut.(26)
Mekanisme lain kemungkinan terjadinya penyakit Alzheimer yang
berhubungan dengan penyakit periodontal adalah invasi bakteri
pathogen periodontal ke otak melalui jalur sistemik. P.gingivalis dapat
merusak jaringan periodontal dengan melepaskan lipopolisakarida yang
memicu imun tubuh yaitu dengan menghasilkan produk inflamasi
seperti prostaglandin, leukotrin dan komplemen. Namun, respon imun
sulit mengenali P.gingivalis karena dapat menghindari sistem imun
dengan membentuk ikatan aderen dengan eritrosit sehingga virulensi
dari pathogen tersebut sulit ditekan. Pada akhirnya P.gingivalis dapat
masuk ke sirkulasi sistemik tanpa terfagosit dan akhirnya dapat masuk
ke dalam otak, sehingga menyebabkan tertariknya molekul inflamasi
masuk ke dalam blood-brain barrier dan masuk ke dalam bagian
serebral.(2)
Penyakit Alzheimer dan penyakit periodontal terutama periodontitis
keduanya merupakan inflamasi yang kronis. Penyakit periodontal
bukan penyebab dari terjadinya penyakit Alzheimer, tetapi inflamasi
kronis yang terus menerus pada penyakit periodontal dapat
menyebabkan pathogen periodontal masuk ke dalam darah, menembus
42
sistem pertahanan di otak dan memicu terjadinya inflamasi sel-sel
syaraf. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa penyakit periodontal
dapat menjadi faktor risiko terjadinya penyakit Alzheimer.(2)
f. Dampak Buruk terhadap Kehamilan
Infeksi maternal menyebabkan dampak yang buruk terhadap
kehamilan seperti persalinan prematur, pre-eklampsia, keguguran,
pertumbuhan retardasi intrauterine, berat badan lahir rendah (BBLR),
bayi lahir mati dan sepsis neonatal. Hal tersebut terjadi karena
perubahan hormon selama kehamilan wanita sehingga mereka lebih
rentan terhadap radang gusi dan periodontitis daripada wanita yang
tidak hamil. Sekitar 40% wanita hamil menunjukkan secara klinis bukti
penyakit periodontal.(4)
Penyakit periodontal juga dipertimbangkan sebagai faktor risiko
untuk komplikasi kehamilan. Efek potensial dari penyakit periodontal
dapat dijelaskan dari dua mekanisme: translokasi pathogen periodontal
ke untit fetoplasenta atau efek dari mediator inflamasi, seperti
interleukin-1 (IL-1), IL-6, IL-8, tumor nekrosis factor-α (TNF-α) atau
prostaglandin E2 (PGE2), pada unit fetoplasenta.(27)
Infeksi periodontal cenderung meningkatkan resiko kelahiran bayi
premature dan BBLR. Selama kehamilan trimester kedua, terjadi
peningkatan spesies anaerob gram-negatif pada plak dental. Komponen
bakteri ini yaitu LPS dapat meningkatkan produksi sitokin pro-
43
inflamasi dan MMPs yang dapat menembus plasenta dan berperan pada
kelahiran prematur. F.nucleatum adalah pathogen oral yang umum
ditemukan diberbagai jaringan plasenta dan janin. Sebuah laporan
kasus menjelaskan bahwa F.nucleatum dapat pindah dari rongga mulut
ibu ke rahim jika respon imunnya lemah selama infeksi pernapasan.
F.nucleatum juga sering terdeteksi bersama dengan subspecies oral
yang lain pada infeksi intrauterine. Pathogen oral lainnya seperti
P.gingivalis dan endotoksinnya juga ditemukan di plasenta pada pasien
dengan persalinan prematur. Studi dalam model hewan juga
menunjukkan kemampuan P.gingivalis yang berdampak buruk
terhadap kehamilan.(4) Melakukan perawtan terhadap jaringan
periodontal pada ibu hamil, dapat meminimalkan dampak dari infeksi
periodontal selama kehamilan, dan dapat mengurangi kejadian dari
kelahiran premature dan BBLR.(28)
2.2.2 Penyebaran Infeksi Periodontal ke Sirkulasi Sistemik
Terdapat tiga mekanisme atau jalur yang menghubungkan infeksi
periodontal dengan perannya pada efek sistemik: (22),(29)
a. Infeksi Metastatik
Infeksi metastatik adalah penyebaran bakteri penyebab infeksi
periodontal ke sirkulasi darah sehingga menyebabkan bakteriemia (kondisi
ketika terdapat bakteri dalam aliran darah). Pada bakteriemia, apabila
masuknya bakteri ke sirkulasi darah dapat dieliminasi oleh sistem
44
pertahanan tubuh maka bakteriemia hanya terjadi secara transien (tidak
tetap). Namun apabila penyebaran bakteri mendapatkan tempat yang sesuai
maka bakteri akan berkembang biak dan menimbulkan keadaan patologik.
b. Cedera Metastatik
Cedera metastatis terkait dengan penyebaran toksin bakteri. Beberapa
bakteri gram-positif dan gram-negatif mampu memproduksi eksotoksin
atau endotoksin. Penyebaran toksin bakteri ke sirkulasi sistemik akan
menginduksi respon inflamasi sistemik.
c. Inflamasi Metastatik
Antigen periodontal yang menyebar ke sirkulasi darah dapat bereaksi
dengan antibodi membentuk suatu kompleks-imun. Penimbunan kompleks-
imun pada daerah tertentu dapat memicu reaksi inflamasi akut maupun
kronis.
Akses penyebaran infeksi periodontal ke sirkulasi darah sistemik juga dapat
terjadi secara langsung dan tidak langsung:(30)
a. Mekanisme langsung
Mekanisme secara langsung dapat terjadi ketika terjadinya
perkembangan periodontitis kronis, lapisan epitel pada poket periodontal
akan mengalami ulserasi dan memberikan titik masuk langsung untuk
bakteri periodontal ke dalam sirkulasi sistemik. Hal ini berbeda dengan
kuman atau bakteri dari saluran pencernaan atau pernapasan, untuk
mendapatkan akses ke sirkulasi darah mereka harus terlebih dahulu
melewati barrier pertahanan yang berlapis-lapis pada saluran pencernaan
45
dan pernapasan. Sehingga akses infeksi periodontal lebih mudah ke
sirkulasi darah dibandingkan kuman pencernaan dan pernapasan. Bahkan
dalam keadaan normal, adanya trauma sedikit saja pada gingiva pada saat
menyikat gigi, menggigit bahan keras atau pada saat prosedur
membersihkan karang gigi dapat menyebabkan invasi bakteri periodontal
ke dalam darah.
b. Mekanisme tidak langsung
Respon inflamasi terhadap bakteri periodontal atau produk
sampingannya mungkin memiliki efek sistemik secara tidak langsung. Saat
ini diketahui bahwa peradangan itu sendiri terlibat dalam pathogenesis dari
banyak penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus
tipe 2 dan rheumatoid arthritis, namun periodontitis kronis merupakan
sumber peradangan kronis yang mungkin merupakan faktor penting dalam
pathogenesis penyakit-penyakit peradangan lainnya. Tingkat C-reaktif
protein (CRP) dalam darah adalah metode yang digunakan untuk mengukur
peradangan sistemik pada individu. Ada bukti bahwa kadar CRP meningkat
pada subjek yang mengalami periodontitis.
2.2.3 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Penyakit Sistemik
Hubungan antara penyakit periodontal dengan beberapa penyakit sistemik,
kemungkinan berhubungan dengan respon inflamasi yang terkait dengan
penyakit periodontal. C-reaktif protein (CRP) ialah penanda penting dari
terjadinya respon inflamasi. Kadar CRP menunjukkan hubungan yang positif
46
dengan pathogen periodontal yaitu P.gingivalis. Kadar CRP akan meningkat
seiring dengan tingkat keparahan penyakit periodontal dan tingkat CRP
dalam darah berkurang ketika telah dilakukan perawatan penyakit
periodontal. Indikasi lain dari respon inflamasi sistemik yang terkait dengan
penyakit periodontal adalah adanya sitokin, seperti tumor necrosis factor
alpha (TNF-α), IL-1 dan IL-6, juga sering ditemukan dalam sirkulasi pasien
dengan penyakit periodontal.(2)
Penyakit periodontal dan penyakit sistemik keduanya saling
mempengaruhi satu sama lain. Penyakit periodontal dapat meningkatkan
risiko penyakit sistemik, begitu juga dengan penyakit sistemik dapat
meningkatkan keparahan dari penyakit periodontal itu sendiri. Penyakit
periodontal dan penyakit sistemik mempunyai faktor risiko yang sama seperti
merokok, stress dan faktor genetic. Beberapa obat-obatan penyakit sistemik
tertentu juga dapat mempengaruhi perlekatan dari jaringan periodontal.(9)
Pada beberapa penelitian juga telah banyak membahas tentang hubungan
antara penyakit periodontal dengan penyakit sistemik. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa, individu dengan penyakit periodontal (periodontitis)
setidaknya memiliki satu penyakit sistemik yang dideritanya. Melakukan
perawatan terhadap jaringan periodontal juga dapat mempengaruhi
manajemen dari beberapa penyakit sistemik.(11),(12)
47
BAB 3
METODE DAN BAHAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kajian literature (literature review)
untuk mengumpulkan, mengidentifikasi, dan mengevaluasi hubungan antara
penyakit periodontal dengan penyakit sistemik.
3.2 Sumber Data
Sumber literatur dalam penulisan ini terutama berasal dari jurnal penelitian
online yang menyediakan jurnal artikel gratis dalam format PDF, seperti:
Pubmed, Science Direct, Research Gate dan sumber relevan lainnya. Sumber-
sumber lain seperti buku teks dari perpustakaan, hasil penelitian nasional dan
data kesehatan nasional juga digunakan. Tidak ada batasan dalam tanggal
publikasi selama literature ini relevan dengan topic penelitian. Namun, untuk
menjaga agar informasi tetap mutakhir, informasi yang digunakan terutama
dari literature yang dikumpulkan sejak sepuluh tahun terakhir.
3.3 Kriteria Penelitian
a. Kriteria Inklusi
1. Artikel yang meneliti secara langsung dan jelas mengenai hubungan
penyakit periodontal dengan penyakit sistemik
2. Artikel dalam bahasa inggris dan bahasa Indonesia
3. Artikel yang memiliki teks lengkap
48
b. Kriteria Eksklusi
1. Artikel yang termasuk dalam laporan kasus, wawancara, dan majalah
2. Artikel yang terpublikasi diatas 10 tahun terakhir
3. Artikel yang tidak dapat diakses secara gratis
3.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam tinjauan ini diperoleh dari artikel-
artikel yang telah terpublikasi yang dicari pada database artikel yang kemudian
ditelaah kembali sesuai dengan kriteria penelitian yang telah ditetapkan oleh
peneliti.
3.5 Prosedur Penulisan
1. Pencarian literature dilakukan pada database online yang memiliki
repository besar untuk studi akademis. Selain itu, penelusuran daftar
referensi pada artikel yang masuk dalam kriteria inklusi juga dilakukan
untuk menemukan apakah terdapat studi terkait lainnya yang berelevansi
dengan penelitian ini.
2. Penentuan kata kunci dilakukan dalam pencarian literature yaitu
“relationship between periodontal disease and systemic disease”
3. Eliminasi literature yang terduplikasi
4. Artikel disaring atas dasar judul, abstrak dan kata kunci
5. Membaca lengkap atau parsial artikel yang belum tereleminasi untuk
emnentukan apakah artikel tersebut sesuai dengan kriteria kelayakan
49
6. Pengumpulan data dilakukan secara manual dengan membuat formulir
ekstraksi data dalam Microsoft Excel yang berisi : 1) Identitas artikel (nama
pertama penulis, dan negara); 2) judul artikel 3) tahun publikasi; 4) nama
jurnal; 5) desain penelitian; 6) sampel; 7) hasil; 8) kesimpulan.
7. Meninjau data yang telah didapatkan
3.6 Hasil
Pencarian literature dilakukan pada ketiga database secara online yaitu
PubMed, Science Direct dan Research Gate dengan menggunakan kata kunci
relationship between periodontal disease and systemic disease yang
menghasilkan 1173 artikel pada pencarian awalnya. Pencarian literature
diringkas dalam bagan dibawah ini.
Gambar 3.5.1 Diagram yang menunjukkan pemilihan artikel untuk di review
Iden
tifi
cati
on
Hasil pencarian awal: artikel yang ditemukan dari tiga database (n= 1173)
(Pubmed: 811, Science Direct: 272, ResearchGate: 90)
Hasil pencarian setelah duplikasi dihapus: 471
artikel
Artikel yang dieksklusikan: (n= 702)
- Artikel tidak sesuai topic (n= 403)
- Tahun publikasi artikel lebih dari 10 tahun (n= 250)
- Artikel yang tidak dapat diakses (n= 48)
Scre
enin
g El
igib
ility
Seleksi artikel full-text yang dinilai untuk
eligibilitas: 33 artikel
Artikel yang dieksklusikan yaitu artikel laporan kasus, conference:
(n= 438)
Incl
ud
ed
Artikel yang di review: 24 artikel
50
Tabel 3.5.1 Deskripsi artikel publikasi yang akan direview
No. Nama Penulis
(Asal Negara)
Judul Tahun Jurnal Desain
Penelitian
Sampel Hasil Kesimpulan
1. Robo I, Heta S,
Hamzai F, Ostreni
V. (Albania)
The effect of
Conservative
Periodontal
Therapy at
Patients with
Systemic
Disease
2019 Archives
of
Internal
Medicine
Research
Penelitian
deskriptif
311,206
sampel (80
pasien
penyakit
jantung, 76
diabetes, 43
pasien
nefropati, 7
pasien
penyakit
gastrointest
inal)
Perawatan pada rongga mulut yang
tertunda pada pasien diabetes akan
menghasilkan luka pada rongga
mulut. Pada pasien dengan penyakit
gastrointestinal keadaan rongga
mulutnya terdapat plak dengan
jumlah minimum. Pasien dengan
hipertensi yang mengkonsumsi obat
calcium-blockers, terjadi hipertopi
gingiva dan pasien
dengan penyakit nefropati biasanya
terjadi gingivitis yang samar-samar.
Pasien dengan penyakit jantung dan
diabetes, kerentanannya akan lebih
tinggi dibandingkan pasien dengan
diabetes dan nefropati.
Ketika berbicara tentang proses
penyembuhannya, pasien dengan
penyakit jantung akan lebih lambat
dibandingkan pasien diabetes.
Dalam index perdarahan
menunjukkan penurunan
yang signifikan selama
proses penyembuhan,
dalam urutan menurun,
perubahan besar pada
pasien diabetes, diikuti
dengan gastrointestinal,
pasien nefropati dan yang
terakhir ialah pasien dengan
penyakit jantung. Penyakit
sistemik secara langsung
berhubungan dengan status
periodontal bagi pasien
yang dipengaruhi oleh
penyakit sistemik.
Hubungan ini bersifat
sekunder karena penyakit
periodontal juga dapat
menyebabkan penyakit
sistemik, sehingga dapat
membahayakan pasien.
51
2. Ozcaka O, Becerik
S, Bicakci N, Kiyak
AH. (Turki)
Periodontal
Disease and
Systemic
Diseases in
an Older
Population
2014 Archives
of
Gerontolo
gy and
Geriatrics
Penelitian
deskriptif
201 subjek
berusia tua
yang telah
melakukan
pemeriksaa
n rongga
mulut (GI,
PI, CPITN)
yang masih
mempunyai
gigi.
Subjek yang telah menyelesaikan
kuesioner mempunyai umur rata-
rata 62.5. Skor rata-rata untuk
pemeriksaan CPITN ialah 1.62, PI
ialah 1.57, dan GI ialah 1.55.
Wanita mempunyai prevalensi yang
tinggi untuk penyakit
kardiovaskular dan osteoporosis
dibandingkan laki-laki. Subjek
yang dilaporkan mengalami
perdarahan pada saat menyikat gigi
mempunyai skor PI dan GI yang
tinggi. Subjek perokok memiliki
status jaringan periodontal yang
tidak sehat.
Penelitian ini menjelaskan
bahwa sejumlah kondisi
sistemik berhubungan
dengan indikator dari
terjadinya penyakit
periodontal.
3. Zainoddin NM,
Awang RA, Hassan
A, Alam MK.
(Malaysia)
Systemic
Conditions in
Patients with
Periodontal
Disease
2013 Internatio
nal
Medical
Journal
Studi
retrospektif
record review
370 rekam
medis
pasien yang
telah
dirawat di
RS USM
Studi ini menunjukkan proporsi
dari subjek penelitian dengan
kondisi sistemik memiliki
periodontitis kronis yang tinggi
secara signifikan (71.7%) jika
dibandingkan dengan gingivitis
(28.3%). Pada penderita diabetes,
perbandingan antara subjek dengan
periodontitis kronis lebih dari dua
pertiga (83.3%) dari total pasien
diabetes. Sama halnya dengan
hipertensi, hasil menunjukkan
proporsi dari pasien yang menderita
periodontitis kronis yang tinggi
secara signifikan (76.4%) jika
dibandingkan dengan gingivitis
Prevalensi kondisi sistemik
pada pasien dengan
penyakit periodontal adalah
30,5%, yang mana penyakit
sistemik yang paling
banyak ialah
hipertensi dan diabetes
mellitus. Studi ini
menemukan bahwa kondisi
sistemik secara signifikan
berkaitan dengan kondisi
periodontitis kronis (P
<0,001) yang mungkin
menyoroti pentingnya
kolaborasi antara dokter
umum dan dokter gigi.
52
(23.1%). Penemuan ini juga
menunjukkan pada subjek yang
menderita keduanya diabetes dan
hipertensi. Menunjukkan hubungan
yang signifikan antara periodontitis
kronis dan semua kondisi sistemik
(P < 0.001), diabetes melitus (P =
0.012), hipertensi (P < 0.001) dan
kombinasi dari diabetes dan
hipertensi (P = 0.004) yang
dibedakan dengan Chi-square test.
4. Thomas A,
Maimanuku LR,
Mohammadnezhad
M, Khan S. (Fiji)
Presence and
types of
systemic
diseases
among
patients with
periodontitis
in suva, Fiji.
2018
Journal
Of
Healthcar
e
Communi
cations.
Penelitian
deskriptif
Pasien
periodontiti
s dengan
atau tanpa
penyakit
sistemik
periode
1 Januari
2013 – 31
Desember
2014
Sejumlah pasien dengan
periodontitis mempunyai
setidaknya satu jenis penyakit
sistemik dengan presentase sebesar
35.5% (n=131). Jenis penyakit
sistemik yang paling banyak ialah
penyakit jantung yaitu sebesar
55.7% - 56% (n=73) dan diabetes
sebesar 45% (n=59). Kelompok
pasien periodontitis berdasarkan
umur 44-64 tahun menunjukkan
presentase tertinggi untuk penyakit
jantung (68.1%) dan diabetes
(79.3%), secara respektif. Diantara
semua kelompok berdasarkan etnik,
etnik Fiji yang keturunan India
menunjukkan angka tertinggi untuk
penyakit jantung (49.1%), dan etnik
Fiji I-Taukei menunjukkan angka
tertinggi untuk diabetes (42.4%).
Penelitian ini
menyimpulkan sejumlah
pasien dengan periodontitis
dengan satu ataupun lebih
penyakit sistemik
menunjukkan presentase
sebesar 35.5% dan penyakit
sistemik yang paling
banyak terlihat diantara
pasien periodontitis ialah
penyakit jantung dan
diabetes. Penelitian lebih
lanjut akan memberikan
informasi lebih mengenai
hubungan antara
periodontitis dan penyakit
sistemik.
53
Pada pasien periodontitis dengan
penyakit jantung menunjukkan
penggunaan rokok sebesar 39.7%,
alcohol sebesar 38.4% dan buah
pinang sebesar 5.6% pada semua
pasien periodontitis dengan
penyakit sistemik jantung.
Sedangkan, pasien periodontitis
dengan diabetes mellitus
menunjukkan penggunaan rokok
sebesar 33.9%, alcohol sebesar
39% dan buah pinang sebesar 3.4%.
Pasien dengan periodontitis yang
parah menunjukkan presentase
diabetes sebesar 50.9%.
5. Boutros E,
AlNashar A, AlHaji
S, Ganem R.
(Republik Arab
Suriah)
The
Relationship
Between
Periodontal
Diease
Severity And
Systemic
Disease:
Retrospectiv
e Study.
2016 Internati
nal Dental
Journal of
Students
Research.
Studi
retrospektif
147 pasien
yang
dirujuk
dengan
penyakit
periodontal
pada
departemen
periodontol
ogi
Pasien yang mengalami penyakit
periodontal yang moderate yaitu
dengan presentase 48,6%. Pasien
yang diperiksa mengalami penyakit
periodontal yang parah yaitu
dengan persentase 51,4%. 8,8%
pasien mengalami diabetes (10,5%
dengan penyakit periodontal yang
parah, 6,9% dengan penyakit
periodontal yang moderate atau
sedang). 51,4% pasien dengan
penyakit kardiovaskular (6,6%
dengan penyakit periodontal yang
parah dan 4,2% dengan penyakit
periodontal yang sedang)
Penyakit periodontal
berhubungan dengan
penyakit sistemik, tetapi
tidak ada perbedaan yang
signifikan antara keparahan
dari penyakit periodontal
dengan koeksistensi dari
penyakit sistemik.
54
6. Haq MW, Tanwir
F, Tabassum S,
Nawaz M, Siddiqui
MF. (Pakistan)
Association
of
Periodontitis
and Systemic
Disease
2017 Journal of
Dentistry
and Oral
Health
Cross-
sectional
450 pasien Penyakit sistemik yang berdampak
buruk terhadap status periodontal
tercantum dalam keparahan yang
menurun: diabetes
melitus+kardiovaskular> diabetes
melitus> penyakit kardiovaskular>
gangguan tulang/sendi> gangguan
ginjal> hipertensi> penyakit hati>
gangguan pencernaan> masalah
pernapasan. Dalam hal
periodontitis, 37% populasi
mengalami periodontitis ringan,
28% mengalami periodontitis
agresif, 27% menderita
periodontitis sedang sedangkan 8%
menderita gingivitis.
Hasil penelitian
menunjukkan hubungan
antara penyakit sistemik
dan perkembangan
periodontitis berat. Ini
menyiratkan bahwa
peningkatan kesehatan
mulut dapat mengarah pada
perbaikan kesehatan
sistemik yang akan
mengarah pada kualitas
hidup yang lebih baik bagi
pasien. Oleh karena itu
kami merekomendasikan
kolaborasi antara dokter
gigi dan dokter medis
melalui fokus pada
pencegahan dan perawatan
oral serta sistemik
kesehatan dapat tercapai.
7. Sharrad AA, Said
KN, Farook FF,
Shafik S, Al-
Shamman K.
(Saudi Arabia)
Awareness
of the
Relationship
between
Systemic and
Periodontal
Disease
among
Physicians
and
2019 Dentistry
Journal
Studi cross-
sectional
Penelitian
ini
menggunak
an sampel
dari dua
grup yang
di pilih
antara
dokter
(484)
Sebanyak 134 (21,5%) dari dokter
yang diidentifikasi dan 485 (78%)
dari dokter gigi yang diidentifikasi
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Lebih dari setengahnya peserta
(52,1% dokter dan 67,5% dokter
gigi) sepakat bahwa ada hubungan
antara penyakit periodontal dan
DM, CVD dan APO. Dokter gigi
memiliki tingkat kesadaran yang
lebih tinggi secara statistic
Dalam keterbatasan
penelitian ini, kami
menyimpulkan bahwa
kesadaran dokter dan
dokter gigi mengenai
hubungan antara penyakit
periodontal dan
penyakit sistemik (DM,
CVD, APO) umumnya
rendah. Oleh karena itu,
55
Dentists in
Saudi Arabia
and
Kuwait:
Cross-
sectional
study.
dan dokter
gigi (134)
di Kuwait
dibandingkan dengan dokter.
Temuan terkait mengenai kesadaran
sub kelompok dokter gigi mengenai
hubungan periodontitis dengan
penyakit sistemik, secara signifikan
lebih cenderung memiliki tingkat
pengetahuan yang baik.
peningkatan kolaborasi
antara penyedia layanan
kesehatan medis dan gigi
direkomendasikan
8. Umeizu DK,
Iwuala SO, Ozoh
OB, Ekek EO,
Umeizu D.
(Nigeria)
Periodontal
Systemic
Interaction:
Perception,
Attitudes
And
Practices
Among
Medical
Doctors In
Nigeria.
2015 Journal
of the
West
African
College
of
Surgeons.
Penelitian
deskriptif
dengan studi
crosssectional
236 dokter
yang
berpartisipa
si
Dengan total 236 dokter yang
berpartisipasi dengan umur rata-rata
35.8 (± 4.8) tahun, laki-laki
menjadi dominan (62.7%).
Beberapa dokter (42.1%)
mengetahui bahwa plak dental ialah
penyebab utama dari penyakit
periodontal, sementara 16.5%
sadar akan perdarahan pada gusi
ialah tanda awal terjadinya penyakit
periodontal. Dokter perempuan
menunjukkan pengetahuan yang
lebih baik dibandingkan laki-laki
(p= 0.044). Sebagian besar sadar
akan hubungan antara penyakit
periodontal dengan penyakit kronis
hati (88.6%) dan diabetes (86.5%).
Pengetahuan tentang penyakit
periodontal sebagai faktor risiko
untuk stroke ialah (3.31%), kontrol
glikemik yang buruk (25.4%) dan
berat badah lahir rendah (14.8%).
Sebagian besar dokter mempunyai
perilaku yang positif terhadap
Dokter residen senior di
Nigeria memiliki perilaku
positif mengenai kesehatan
periodontal. Tetapi
memiliki pengetahuan yang
rendah mengenai penyakit
periodontal dan faktor
risikonya sebagai penyakit
sistemik, ditambah dengan
kebersihan rongga mulut
yang rendah dan
pemeriksaan dental pada
dokter gigi juga terbukti.
56
pasien dengan kesehatan
periodontal, sementara 33.5%
menilai rongga mulut pasiennya
secara regular. Semua dokter
menggunakan sikat gigi dan pasta
gigi untuk membersihkan
gigi mereka, sementara 43.2%
membersihkan giginya dua kali
sehari. Hanya 16.5% menggunakan
dental flossing secara berkala dan
hal tersebut berhubungan dengan
pengetahuan penyakit periodontal
yang tinggi (p<0.001) dan skor
perilaku yang tinggi
(p=0.005).
9. Alexia V, Chloe V,
Pierre B, Sara LD.
(Prancis)
Periodontal
Diseases
And
Systemic
Disorders:
What Do Our
Doctors
Know? A
General
Practitioner’s
Survey
Conducted In
Southern
France.
2017 Journal of
Evidence-
Based
Dental
Practice.
Penelitian
deskriptif
Sampelnya
yaitu 2350
Dokter
umum yang
terdaftar di
URPS
France
dengan
memberika
n kuesioner
Dari keseluruhan kuesioner yang
telah dibagikan, 200 kuesioner yang
diisi dengan benar menunjukkan,
pada sebagian besar dari dokter
umum tersebut sadar akan
hubungan antara penyakit
periodontal dengan diabetes
maupun penyakit kardiovaskular,
sementara mayoritas dari mereka
juga tidak sadar bahwa obesitas,
penyakit pernapasan dan
osteoporosis juga perlu
diperhatikan. 94% dari pernyataan
yang ditujukan mempertimbangkan
wawasan mereka tentang penyakit
periodontal yang cukup. Namun,
Edukasi mengenai
hubungan antara penyakit
periodontal dengan
penyakit sistemik harus
ditingkatkan diantara
dokter yang menjadi garda
terdepan untuk pasien
pasien penyakit sistemik
yang memiliki risiko yang
tinggi terhadap penyakit
periodontal.
57
lebih dari setengah dari dokter
tersebut peduli tentang kesehatan
rongga mulut pasiennya.
10. Dubar M, Delatre
V, Moutier C, Sy
K. (Prancis)
Awareness
and Practice
of General
Practicioners
towards the
Oral-
Systemic
Disease
Relationship:
A
regionwide
survey in
France
2019 Journal of
Evaluatio
n in
Clinical
Practice
Studi cross-
sectional
253 dokter
umum
Kuesioner yang telah diisi dengan
lengkap oleh 253 dokter umum.
Diantaranya, 75% subjek sadar
akan hubungan periodontitis dan
diabetes dan 53% - 59% juga sadar
akan dampak dari penyakit
periodontal terhadap penyakit
kardiovaskular, penyakit radang
usus dan infeksi saluran
pernapasan. Beberapa dokter umum
mengidentifikasi penyakit
periodontal sebagai faktor risiko
untuk rheumatoid arthritis dan
penyakit Alzheimer. 74.31% dokter
umum tersebut tidak pernah
menanyakan kepada pasiennya
mengenai kesehatan jaringan
peridoontalnya. Namun, riwayat
penyakit periodontal dan
pengalaman dari dokter itu sendiri
tampaknya mempengaruhi dalam
praktik medisnya untuk melakukan
pemeriksaan rongga mulut.
Pengetahuan dokter umum
di Paris mengenai
hubungan penyakit
periodontal dengan
penyakit sistemik
tampaknya cukup, namun
berbeda dalam melakukan
praktik medisnya sehari-
hari. Tetapi, terjadi
peningkatan pengetahuan
mengenai hubungan antara
penyakit periodontal
dengan penyakit sistemik.
Hal ini menunjukkan
bahwa pentingnya untuk
meningkatkan hubungan
antara dokter umum dan
dokter gigi.
11. Ticoalu JP, Kepel
BJ, Mintjelungan
CN. (Indonesia)
Hubungan
Periodontitis
dengan
penyakit
Jantung
2016 Jurnal e-
Gigi
Case control 40 pasien
penyakit
sistemik
Hasil analisis bivariat
menggunakan uji Chi-square
menunjukkan nilai p=0,01
(0,01<0,05) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan
di RSUP Prof. Dr. D.
Kandou Manado dapat
disimpulkan bahwa
58
Koroner
pada Pasien
di RSUP
Prof. Dr. R.
D. Kandou
Manado.
periodontitis dengan PJK pada
pasien di RSUP Prof. Dr. D.
Kandou Manado
terdapat hubungan
bermakna antara
periodontitis dengan
penyakit jantung coroner
pada pasien di RSUP Prof.
Dr. D. Kandou Manado.
12. Belinga LE, Ngan
WB, Lemougoum
D, Nlo’o AS,
Bongue B, Ngono
A, dkk. (Kamerun)
Association
Between
Periodontal
Diseases and
Cardiovascul
ar Diseases
in Cameroon.
2018 Journal of
Public
Health in
Africa.
Prospektif
observasional
558 pasien Sampel yang terdiri dari total 558
pasien (53,9% wanita) dilibatkan
dalam penelitian ini. Usia rata-rata
berusia 44 ± 13 tahun (20 hingga
85). Dengan kondisi kesehatan
secara keseluruhan, 161 (28,9%)
memiliki penyakit kardiovaskular
(CVD) dan 73 (13,1%) memiliki
diabetes. Hipertensi dicatat 87,6%
dari CVD. Dalam hal penyakit
periodontal 431 (77,2%) pasien
memiliki penyakit periodontal,
kerusakan oleh penyakit
periodontal ialah 347 (62,2%)
gingivitis dan 84 (15%)
periodontitis. Asosiasi statistic
ditemukan antara CVD dan
gingivitis [OR = 4,30 (1,85-10.00).
P = 0,001], dan CVD dan
periodontitis [OR = 2,87 (1.04-
7.93); P = 0,04].
Studi ini menggaris bawah
hubungan antara penyakit
periodontal dan penyakit
kardiovaskular. Dengan
demikian, meningkatkan
kesehatan mulut bias jadi
diintegritaskan kedalam
program pengendalian
penyakit kardiovaskular
dan lebih
umum, penyakit kronis
tidak menular, yang
merupakan penyebab utama
kematian global
59
13. Nafilah R, Prasetya
RC, Susilawati ID.
(Indonesia)
Deteksi Lesi
Aterosklerosi
s Koroner
pada Model
Tikus
Periodontitis.
2015 Jurnal
Pustaka
Kesehatan
Eksperimental 12 ekor
tikus
Dinding arteri kelompok
periodontitis lebih tebal secara
signifikan (p<0,05) dibandingkan
kelompok kontrol. Disintegritas
kolagen intimal, deposisi lipid,
disintegrasi endotel, fatty emboli,
ateroma, stenosis lebih banyak pada
kelompok periodontitis secara
signifikan (p<0,05) dari pada
kelompok kontrol
Periodontitis meningkatkan
resiko pembentukan lesi
aterosklerosis coroner yang
ditandai oleh penebalan
dinding arteri koroner,
disintegrasi endotel,
deposisi lipid, ateroma,
stenosis, disintegrasi
kolagen intimal dan fatty
emboli
14. Xu S, Song M,
Xiong Y, Liu X, He
Y, Qin Z. (China)
The
Association
between
Periodontal
Disease and
The Risk of
Myocardial
Infarction: A
Pooled
Analysis of
Observationa
l Studies.
2016 BMC
Cardiovas
cular
Disorder.
Meta analisis 22 studi Pasien dengan penyakit periodontal
mengalami peningkatan resiko
infark miokard (OR 2.02; 95% CI
1.59-2.57). Besar heterogenitas
dalam estimasi risiko terungkap.
Analisis subkelompok
menunjukkan bahwa resiko infark
miokard lebih tinggi pada pasien
penyakit periodontal dalam kedua
studi cross-sectional (OR 1,71; 95%
CI 1,07-2,73) dan studi kasus-
kontrol (OR 2,93; 95% CI 1,95-
4,39), dan sedikit dalam studi
kohort (OR 1,18; 95% CI 0,98-
1,42). Selanjutnya, meta-analisis
subkelompok berdasarkan lokasi,
paparan penyakit periodontal,
jumlah peserta, dan kualitas
penelitian menunjukkan bahwa
penyakit periodontal secara
Meta-analisis ini
menunjukkan bahwa
penyakit periodontal
dikaitkan dengan
peningkatan risiko infark
miokard pada masa depan.
Namun, penyebabnya
hubungan antara penyakit
periodontal dan infark
miokard masih belum
ditetapkan berdasarkan
estimasi yang dikumpulkan
dari studi observasional dan
lebih banyak studi yang
diperlukan.
60
signifikan terkait dengan
peningkatan risiko infark miokard.
15. Savira NV,
Hendiani I, Komara
(Indonesia)
Kondisi
Periodontal
Penderita
Diabetes
Mellitus Tipe
1.
2017 Jurnal
Kedok
Gigi
Unpad
Deskriptif Pasien DM 50% penderita Diabetes mellitus
tipe I menderita gingivitis dan 50%
lainnya menderita periodontitis.
Kondisi periodontal
penderita diabetes mellitus
tipe 1 di tiga rumah sakit di
kota Bandung seluruhnya
menderita penyakit
gingivitis dan periodontitis.
16. Rikawarastuti,
Anggreni E,
Ngatemi.
(Indonesia)
Diabetes
Melitus dan
Tingkat
Keparahan
Jaringan
Periodontal
2015 Jurnal
kesmas
Nasional
Observasional 122 pasien
DM
Hasil penelitian menunjukkan
proporsi penderita diabetes melitus
usia > 50 tahun mengalami
kerusakan jaringan periodontal
yang lebih parah dibandingkan
penderita diabetes melitus ≤ 50
tahun. Kelompok diabetes melitus
berisiko 3,5 kali mengalami
keparahan jaringan periodontal
dibandingkan kelompok
nondiabetes melitus, OR = 3,505
(1,609 – 7,634), nilai p = 0,002.
Kelompok diabetes melitus tidak
terkendali berisiko 2,5 kali
mengalami keparahan jaringan
periodontal dibandingkan
kelompok diabetes melitus
terkendali, nilai OR = 2,514 (0,892
– 7,085), nilai p = 0,12 disebabkan
ukuran sampel terlalu kecil.
Penderita diabetes melitus lebih
Penderita diabetes melitus
lebih berisiko mengalami
keparahan jaringan
periodontal dibandingkan
dengan nondiabetes
melitus. Sedangkan
kelompok diabetes melitus
tidak terkendali memiliki
risiko yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan
kelompok diabetes melitus
terkendali.
61
berisiko mengalami keparahan
jaringan periodontal dibandingkan
dengan nondiabetes melitus. Pada
diabetes melitus tidak terkendali,
risiko penyakit
periodontal semakin tinggi.
17. Majumder MI,
Ahmed T, Harum
M, Al Amin M.
(Bangladesh)
Association
of
Osteoporosis
with
Periodontal
Disease.
2015 Internatio
nal
Journal of
Current
Research.
Observasional 100 pasien Diantara 100 sampel yang
dikumpulkan umur rata-rata 58,91
(±8.02) tahun. Terdapat korelasi
yang negative antara kedalaman
probing dan BMD (r-values -0.61
& p<0.001) untuk tulang leher dan
(r-values -0.55, p<0.001) untuk
tulang belakang lumbar signifikan
secara statistik. Studi ini juga
melihatkan T-score tulang leher dan
tulang belakang lumbar secara
statistic signifikan berhubungan
dengan kehilangan gigi, [-
3.91(±0.58) dan -3.41(V0.43)
secara respektif (p<0.001)].
Terdapat korelasi negatof antara
kehilangan perlekatan secara klinis
dengan BMD tulang leher dan
tulang belakang lumbar (r-values -
0.66, p<0.001) dan (r-values -
0.55,p<0.001) secara respektif.
Terdapat korelasi yang
signifikan antara
kedalaman probing,
kehilangan gigi dan
kehilangan perlekatan
dengan osteoporosis.
Osteoporosis merupakan
factor risiko untuk penyakit
periodontal dan
perkembangannya.
18. Rieuwpassa IE,
Fitri N. (Indonesia)
Hubungan
Rendahnya
2016 Jurnal
Kedok
Cross sectional 33 orang Hasil penelitian terlihat bahwa
tingkat rendahnya BMD terhadap
Secara umum rendahnya
Bone Mineral Density
62
Bone
Mineral
Density
dengan
Status
Periodontal
dan
Kehilangan
Gigi.
Gigi
Unhas
status periodontal menunjukkan
hasil yang signifikan (p=0,005).
Besarnya tingkat resorbsi tulang
terjadi lebih besar pada RB
dibandingkan pada RA. Namun,
kadar kalsium serum menunjukkan
hasil yang tidak signifikan pada
rendahnya BMD (p>0,005).Selain
itu, tidak diperoleh hasil statistik
yang signifikan antara rendahnya
BMD dengan kehilangan gigi
(p>0,005).
memiliki hubungan yang
bermakna dengan status
keparahan jaringan
periodontal, sedangkan
secara umum rendahnya
BMD tidak memiliki
hubungan yang bermakna
dengan kehilangan gigi.
19. Sukarman,
Adriyoso H, Anggi.
(Indonesia)
Hubungan
Pneumonia
dengan
Terjadinya
Penyakit
Periodontal
pada Pasien
Rawat Inap
dan Rawat
Jalan di
Rumah Sakit
Moehammad
Hoesin &
Rumah Sakit
AK Gani
Palembang.
2015 Jurnal
Kesehatan
Cross sectional 60 orang Hasil penelitian menunjukkan
bahwa adari uji statistic Chi-square
didapat X2hitung (38.571)>
X2tabel (3.841) dengan P-value
0,000
maka berarti terdapat hubungan
yang signifikan antara pneumonia
dengan terjadinya penyakit
periodontal.
Individu yang mengalami
pneumonia memiliki factor
resiko yang lebih besar
untuk penyakit periodontal
daripada individu yang
tidak mengalami
pneumonia. Penyuluhan
dibutuhkan untuk
memberikan pengetahuan
kepada pasien pneumonia
untuk mencegah terjadinya
penyakit periodontal
dengan oral hygiene yang
baik.
20. Si Y, Fan H, Song
Y, Zhou X, Zhang
J, Wang Z. (China)
Association
Between
Periodontitis
2012 Journal
Periodont
ology
Case control 581 kasus
COPD
Peserta dengan COPD yang lebih
parah lebih banyak kemungkinan
memiliki penyakit periodontal yang
Studi ini menemukan
hubungan yang kuat antara
periodontitis dan COPD,
63
and Chronic
Obstructive
Pulmonary
Disease in a
Chinese
Population
parah. PD, AL, PI, kehilangan
tulang alveolar, dan jumlah gigi
berhubungan signifikan dengan
semua tahap COPD (semua P
<0,001). Ketika dibandingkan ke
kontrol (BODE = 0), peserta
dengan skor BODE lebih tinggi
memiliki AL yang lebih tinggi
secara signifikan (P <0,001), BI (P
= 0,027), PI (P <0,001), kehilangan
tulang alveolar (P <0,001), dan
jumlah gigi (P <0,001). PI
tampaknya merupakan factor
periodontal utama yang
berhubungan dengan kesehatan
untuk COPD, dengan rasio odds
(OR) = 9,01 (95% CI = 3,98 hingga
20,4) pada seluruh populasi
penelitian OR = 8.28 (95% CI =
2.36 hingga 29.0), OR = 5.89 (95%
CI = 2.64 hingga 13.1), dan OR =
2.46 (95% CI = 1.47 hingga 4.10)
untuk arus masing-masing perokok
dan bukan perokok.
dan PI terlihat sebagai
factor utama periodontal
dalam memprediksi COPD
pada remaja di China.
21. Vahabi S,
Kavousinejad S,
Ranjbar G,
Ghasemi
A, Alirezaei F.
(Iran)
Relationship
between
Periodontal
Disease and
Alzheimer-
A Review.
2018 Journal
Oral
Hygiene
and
Helath.
Literature
review
3 artikel Penyakit periodontal memengaruhi
Alzheimer melalui berbagai
mekanisme. Molekul inflamasi
periodontal karena patogen
periodontal menyebabkan
peradangan otak yang terkait
dengan Alzheimer, P. gingivalis
Pentingnya gaya hidup dan
fakta bahwa penyakit
Alzheimer dan penyakit
periodontal emmili dampak
serius antara keduanya.
Melakukan
64
khususnya menyebabkan demensia
dengan menembus ke dalam SSP.
Kekurangan vitamin B12 telah
dikaitkan dengan kognitif gangguan
juga.
penelitian lebih lanjut utnuk
mengidentifikasi hubungan
dan jalur biologis
penyakitnya.
22. Dioguardi M,
Crincoli V, Laino
L, Alovisi M,
Diego S, Filiberto
M, dkk. (Itali)
The Role of
Periodontitis
and
Periodontal
Bacteria in
The Onset
and
Progression
of
Alzheimer’s
Disease
2020 Journal of
Clinical
Medicine.
Systematic
review
Artikel Hipotesis yang disarankan oleh
penulis dan dikonfirmasi oleh
literatur adalah bahwa beban
bakteri dan proses inflamasi terkait
dengan penyakit periodontal bias
mengintensifkan peradangan pada
tingkat sistem saraf pusat,
mendukung terjadinya penyakit.
Analisis literatur menyoroti
bagaimana penyakit periodontal
dapat berkontribusi secara langsung
lingkungan inflamasi perifer
dengan pengenalan patogen
periodontal atau tidak langsung
bakteri dan sitokin proinflamasi
yang diproduksi secara lokal pada
tingkat periodontal setelah bakteri
kolonisasi periodontal.
Pencegahan dan
pengobatan periodontitis
dapat mengurangi profil
risiko pasien terhadap
perkembangan penyakit
Alzheimer, kan ada bukti
bahwa infeksi perifer akan
membutuhkan perhatian
yang lebih besar.
Kesimpulannya, hari ini
bukti tampaknya
mengusulkan kemungkinan
hubungan antara
periodontitis dan
neurodegenerative
penyakit, terutama penyakit
Alzheimer
23. Gesase N, Rius JM,
Llobert LB, Soler
EL, Mahande MJ,
Masenga G.
(Afrika)
The
Association
between
Periodontal
Disease and
2018 African
Health
Science
Cross sectional Pasien usia
18046 yhn
Prevalensi penyakit periodontal
adalah 14,2%. Penyakit periodontal
secara signifikan dikaitkan dengan
peluang yang lebih tinggi pre-
eclampsia [Odds Ratio yang
Penyakit periodontal ibu
merupakan indikator risiko
independen potensial untuk
pre-eklampsia, berat lahir
rendah, dan kelahiran
65
Adverse
Pregnancy
Outcomes in
Northern
Tanzania: a
cross
sectional
study.
disesuaikan 95% Confidence
Interval (aOR = 4.12; 95% CI:
2.20-7.90)], berat lahir rendah (aOR
= 2.41; 95% - CI: 1,34-4,33) dan
kelahiran prematur (AOR = 2,32;
95% CI: 1,33-4,27). Tidak ada
hubungan yang signifikan antara
penyakit periodontal dan ketuban
pecah prematur (aORs 1,83; 95%
CI: 0,75-4,21) dan eklampsia (3,71;
95% CI: 0,80-17,13).
prematur. Penilaian dan
terapi periodontal harus
menjadi bagian dari
perawatan antenatal
preventif yang diberikan
kepada wanita di negara
berkembang
24. Usin MM, Tabares
SM, Parodi RJ,
Sembaj A.
(Argentina)
Periodontal
Conditions
During The
Pregnancy
Associated
with
Periodontal
2013 Journal of
Investigat
ive and
Clinical
Dentistry.
Cross sectional 150 wanita
hamil
Hubungan yang signifikan secara
statistik diamati (P <0,01) antara P.
gingivalis dan T. forsythia, antara
P. gingivalis dan T. denticola, dan
antara T. forsythia dan T. denticola.
Umur diamati menjadi faktor risiko
dalam perkembangan periodontitis
moderat (rasio odds [OR] = 4,92,
interval kepercayaan 95% [CI] =
1,1-21,3, P = 0,0328). Usia
dikaitkan secara signifikan dengan
peningkatan kedalaman poket dan
indeks plak (OR = 6.36, 95% CI =
1.8–22.2, P = 0,0037). Pada wanita
hamil, kehadiran P. gingivalis
ditemukan meningkatkan risiko
mengembangkan tingkat perlekatan
klinis 5 mm.
Prevalensi yang tinggi P.
gingivalis pada wanita
hamil, terutama kombinasi
dengan T. forsythia dan T.
denticola, dikaitkan dengan
peningkatan risiko
mengembangkan
periodontitis sedang, dan
hubungan itu lebih banyak
ditandai pada wanita hamil
berusia 30 tahun atau lebih.
66
Tabel 3.5.2 Distribusi artikel berdasarkan karakteristik artikel (n=10)
Kategori Jumlah
Artikel (n)
Frekuensi (%)
Negara Albania 1 4.17%
Turki 1 4.17%
Malaysia 1 4.17%
Fiji 1 4.17%
Republik Arab Suriah 1 4.17%
Pakistan 1 4.17%
Saudi Arabia 1 4.17%
Nigeria 1 4.17%
Prancis 2 8.33%
Indonesia 6 25%
China 2 8.33%
Kamerun 1 4.17%
Bangladesh 1 4.17%
Iran 1 4.17%
Afrika 1 4.17%
Argentina 1 4.17%
Itali 1 4.17%
Tahun 2012 1 4.17%%
2013 2 8.33%
2014 1 4.17%
2015 5 20.83%
2016 4 16.67%%
2017 3 12.5%
2018 4 16.67%
2019 3 12.5%
2020 1 4.17%
Desain Penelitian Deskriptif 5 20.83%
Retrospektif record review 4 16.67%
Cross-sectional 11 45.83%
Meta analisis 1 4.17%
Case control 2 8.33%
Eksperimenral 1 4.17%
Hasil Berhubungan 24 100%
Tidak berhubungan 0 0