Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

81
BAB I PENYAKIT GINGGIVA 1.1 Inflamasi Gingiva Perubahan patologis pada gingivitis dihubungkan dengan jumlah mikrorganisme dalam sulkus gusi. Organisme ini memiliki kemampuan untuk mensintesis produk (kolagenase, hialuronidase, protease, kondrotin sulfatase, atau emdotoksin) yang menyebabkan kerusakan pada epithelial dan jaringan ikat, juga kandungan interselular seperti kolagen, substansi dasar, dan glikokaliks (cell coat). Hal ini mengakibatkan perluasan ruang antara sel-sel epithelial junction selama gingivitis awal yang memungkinkan agen infeksi diperoleh dari bakteri untuk mendapat jalan masuk ke jaringan ikat. Meskipun penelitian luas, kita masih tidak dapat membedakan secara tepat antara jaringan gusi normal dengan initial stage dari gingivitis. Kebanyakan biopsi dari gingival normal manusia secara klinis mengandung sel-sel inflamasi yang predominan terdiri dari sel-sel T, dengan sangat sedikit sel B atau plasma sel. Sel-sel ini tidak merusak jaringan, tetapi mereka akan menjadi penting pada saat merespon bakteri atau substansi lain yang mengganggu gingival. Dibawah kondisi normal, karena itu, aliran konstan neutrofil bermigrasi dari pembuluh darah flexus gingival melewati epitel junction, ke margin gingival, dan kedalam sulkus gingival kavitas oral. 1.1.1 Stage I Gingivitis: Inisial Lesion Manifestasi pertama dari inflamasi ginggiva adalah perubahan vaskularisasi yaitu dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan inflamasi awal ini terjadi, dalam respon terhadap aktivasi mikroba dari resident leukosit dan stimulasi dari sel endothelial. Secara klinis, respon awal ginggiva terhadap bakteri plak ini tidak kelihatan. Secara mikroskopik, beberapa ciri klasik inflamasi akut dapat dilihat pada jaringan ikat dibawah epithelial junction. Ciri morfologi perubahan pembuluh

description

makalah tutorial FKG Unpad angkatan 2007

Transcript of Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

Page 1: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

BAB I

PENYAKIT GINGGIVA

1.1 Inflamasi Gingiva

Perubahan patologis pada gingivitis

dihubungkan dengan jumlah mikrorganisme dalam

sulkus gusi. Organisme ini memiliki kemampuan

untuk mensintesis produk (kolagenase,

hialuronidase, protease, kondrotin sulfatase, atau

emdotoksin) yang menyebabkan kerusakan pada

epithelial dan jaringan ikat, juga kandungan

interselular seperti kolagen, substansi dasar, dan

glikokaliks (cell coat). Hal ini mengakibatkan

perluasan ruang antara sel-sel epithelial junction

selama gingivitis awal yang memungkinkan agen

infeksi diperoleh dari bakteri untuk mendapat jalan

masuk ke jaringan ikat.

Meskipun penelitian luas, kita masih tidak

dapat membedakan secara tepat antara jaringan

gusi normal dengan initial stage dari gingivitis.

Kebanyakan biopsi dari gingival normal manusia

secara klinis mengandung sel-sel inflamasi yang

predominan terdiri dari sel-sel T, dengan sangat

sedikit sel B atau plasma sel. Sel-sel ini tidak

merusak jaringan, tetapi mereka akan menjadi

penting pada saat merespon bakteri atau substansi

lain yang mengganggu gingival. Dibawah kondisi

normal, karena itu, aliran konstan neutrofil

bermigrasi dari pembuluh darah flexus gingival

melewati epitel junction, ke margin gingival, dan

kedalam sulkus gingival kavitas oral.

1.1.1 Stage I Gingivitis: Inisial Lesion

Manifestasi pertama dari inflamasi

ginggiva adalah perubahan vaskularisasi yaitu

dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah.

Perubahan inflamasi awal ini terjadi, dalam respon

terhadap aktivasi mikroba dari resident leukosit

dan stimulasi dari sel endothelial. Secara klinis,

respon awal ginggiva terhadap bakteri plak ini

tidak kelihatan.

Secara mikroskopik, beberapa ciri

klasik inflamasi akut dapat dilihat pada

jaringan ikat dibawah epithelial junction. Ciri

morfologi perubahan pembuluh darah

(pelebaran kapiler dan venula) dan adheren

dari neutofil terhadap dinding pembuluh

(marginasi) terjadi dalam 1 minggu dan

kadang-kadang lebih cepat 2 hari setelah plak

dapat terakumulasi. Leukosit,

Polymorphonuclear Neutrophils (PMN`s)

utama, meninggalkan pembuluh darah kapiler

dengan bermigrasi melewati dinding

( diapedesis, emigrasi ). Mereka dapat terlihat

dalam jumlah banyak pada jaringan ikat,

epithelial junction, dan sulkus gusi. Eksudat

dari cairan sulkus ginggiva dan protein serum

ekstravaskular terdapat disini.

Bagaimanapun, penemuan ini tidak

diiringi dengan manifestasi dari kejelasan

kerusakan jaringan pada lampu mikroskop atau

level ultrastruktural; mereka tidak membentuk

sebuah rembesan (infiltrate ); dan

kehadirannnya tidak dipertimbangkan dalam

perubahan patologi.

Perubahan juga dapat terdeteksi

dalam epithelial junction dan jaringan ikat

perivaskuler pada tahap awal ini. Limfosit

segera terakumulasi. Peningkatan pada migrasi

leukosit dan akumulasinya sampai sulkus gusi

dapat dikorelasikan dengan peningkatan aliran

cairan ginggiva dalam sulkus.

Karakter dan intensitas respon host

menentukan apakah lesi inisial dapat

dipecahkan secara cepat, dengan restorasi

jaringan kembali ke keadaan normal, atau

perlahan-lahan berkembang menjadi lesi

inflamasi kronik. Jika hal ini terjadi, infiltrasi

Page 2: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

makrofag dan sel limfoid muncul dalam beberapa

hari.

1.1.2 Stage II Gingivitis : The Early Lesion

The early lesion berkembang dari initial

lesion dalam 1 minggu setelah permulaan

akumulasi plak. Secara klinis, early lesion mugkin

tampak seperti gingivitis awal, yang berkembang

dari inisial lesion. Seiring berjalannya waktu,

tanda-tanda klinis eritema dapat terlihat, terutama

proliferasi kapiler dan peningkatan formasi loop

kapiler antara rete pegs atau ridges. Perdarahan

pada pemeriksaan mungkin juga terjadi. Aliran

cairan gingiva dan jumlah dari leukosit yang

bertransmigrasi mencapai jumlah maksimum

antara 6 sampai 12 hari setelah onset dari gingivitis

klinik.

Pemeriksaan mikroskopik gusi

memperlihatkan infiltrasi leukosit pada jaringan

ikat dibawah epithelial junction terdiri dari limfosit

utama ( 75% dengan sel T mayor ), tetapi juga

membuat beberapa migrasi neutrofil, seperti

makrofag, sel plasma, dan mast sel. Semua

perubahan terlihat dalam lesi inisial berlanjut ke

intensitas dengan early lesion. Epithelium junction

menjadi infiltrasi padat dengan neutrofil, seperti

sulkus ginggiva, dan epithelium junction mulai

menunjukkan perkembangan rete pegs atau ridges.

Terdapat peningkatan jumlah destruksi

kolagen; 70% kolagen dihancurkan disekitar

infiltrasi selular. Kelompok serat utama

mengakibatkan kolagen terlihat berbentuk sirkuler

dan kumpulan-kumpulan serat dentoginggiva.

Perubahan pada ciri morfologi pembuluh darah

juga dapat dilihat.

PMN`s yang telah meninggalkan

pembuluh darah karena respon terhadap stimuli

kemotaktik dari komponen plak yang berjalan ke

epithelium, menyebrangi lamina basalis,dan

ditemukan pada epithelium dan muncul di

daerah poket.. PMNs menarik bakteri dan

terjadi fagositosis. PMN`s mengeluarkan

lisosom berhubungan dengan ingesti bakteri.

Fibroblast menunjukkan perubahan sitotoksik

dengan penurunan kapasitas produksi kolagen.

1.1.3 Stage III Gingivitis : The Established

Lesion

Established lesion karakteristiknya

berupa predominan sel plasma dan limfosit B

Page 3: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

dan kemungkinan berhubungan dengan

pembentukan batas poket gingival kecil dengan

poket epithelial. Sel B yang ditemukan dalam

established lesion predominan oleh imunoglobin

G1 (IgG1) dan G3 (IgG3).

Pada gingivitis kronis (stage III), yang

terjadi 2 atau 3 minggu setelah permulaan

akumulasi plak, pembuluh darah menjadi

engorged dan padat, vena kembali dirusak, dan

aliran darah menjadi lambat. Hasilnya adalah

anoxemia ginggiva local, yang ditandai dengan

adanya corak kebiru-biruan pada gusi yang merah.

Ekstravasasi dari sel darah merah kedalam jaringan

ikat dan terganggunya haemoglobin dalam

komponen pigmen dapat juga memperdalam warna

kekronisan inflamasi ginggiva. Established lesion

dapat dijelaskan secara klinis selayaknya inflamasi

ginggiva pada umumnya.

Secara histology, reaksi inflamasi kronik

dapat diobservasi. Beberapa penelitian

menunjukkan inflamasi gingival kronik. Ciri kunci

yang membedakan established lesion adalah

peningkatan jumlah sel plasma. Sel plasma

menyerbu jaringan ikat tidak hanya dibawah

epithelial junction, tetapi juga jauh didalam

jaringan ikat, sekitar pembuluh darah, dan antara

kelompok-kelompok serat kolagen. Epithelial

junction menyingkap ruangan interselular diisi

dengan debris granular sel, termasuk lisosom

diperoleh dari neutrofil, limfosit, dan monosit yang

terganggu. Lisosom mengandung asam hidrolase

yang dapat menghancurkan komponen jaringan.

Epithelial junction berkembang menjadi rete pegs

atau ridges yang menonjol dalam jaringan ikat, dan

lamina basalis dihancurkan pada beberapa area.

Pada jaringan ikat, serat kolagen dihancurkan

disekitar perembesan dari plasma sel yang intact

dan terganggu.

Predomonan dari sel plasma menjadi

karakteristik utama dari established lesion.

Bagaimanapun, beberapa penelitian dari

eksperimen gingivitis pada manusia telah gagal

mendemonstrasikan predominansi sel plasma

dalam mempengaruhi jaringan ikat, termasuk

satu penelitian dalam durasi 6 bulan.

Peningkatan dari proporsi sel plasma diperjelas

dengan gingivitis yang tahan lama, tetapi

waktu untuk perkembangan established lesion

mungkin melebihi 6 bulan.

Stage ini terlihat adanya hubungan

terbalik antara jumlah kelompok kolagen intact

dan jumlah sel-sel inflamasi. Aktivitas

kolagenolitik ditingkatkan dalam jaringan gusi

yang mengalami inflamasi melalui enzim

kolagenase. Kolagenase secara normal berada

pada jaringan gusi dan dihasilkan melalui

beberapa bakteri oral dan PMN`s.

Penelitian menunjukkan bahwa

inflamasi ginggiva kronik mengalami

peningkatan level asam dan alkaline fosfat, β-

glukuronidase, β -glukosidase, β -

galaktosidase, esterase, aminopeptida,

sitokrom oksidase, elastase, laktat

dehidrogenase, dan aril sulfatase, semuanya

dihasilkan dari bakteri dan penghancuran

jaringan. Tingkat mukopolisakarida netral

diturunkan, agaknya merupakan hasil dari

degradasi substansi dasar.

Established lesion terdapat 2 tipe:

beberapa tetap stabil dan tidak mengalami

progress untuk beberapa bulan atau tahun dan

yang lain menjadi lebih aktif dan berubah

untuk penghancuran lesi secara progresif.

Established lesion juga tampak reversible.

Flora kembali dari karakteristik yang

mendukung kerusakan lesi menjadi asosiasi

dengan kesehatan periodontal. Persentase sel

Page 4: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

plasma menurun drastic, dan jumlah limfosit

meningkat secara proporsional.

1.1.4 Stage IV Gingivitis : The Advanced Lesion

Perluasan lesi kedalam tulang alveolar merupakan karakter dari stage ke empat yang disebut

advanced lesion. Untuk lebih jelasnya, akan dibahas pada chapter 27 dan 28.

Secara mikroskopik, terdapat fibrosis pada gingival dan manifestasi inflamasi yang menyebar

dan kerusakan jaringan imunopatologi. Pada dasarnya,dalam advanced lesion, sel plasma berlanjut

mendominasi jaringan ikat, dan neutrofil berlanjut mendominasi epithelial junction dan celah gingival.

Gingivitis akan mengalami progress menjadi periodontitis hanya pada individu yang rentan.

Bagaimanapun, apakah periodontitis dapat terjadi tanpa didahului gingivitis atau tidak, belum diketahui

saat ini.

Tabel Stage of Gingivitis

STAGE TIME

(DAYS

BLOOD

VESSELS

JUNCTIONAL

AND

SULCULAR

EPITELIUM

PREDOMIN

ANT IMUNE

CELL

COLLAGEN CLINICAL

FINDINGS

I. Initial

Lesion

2-4 Dilatasi

vaskular

Infiltrasi oleh

PMN`s

PMN`s Kehilangan

perivaskular

Aliran

cairan

gingiva

II. Early lesion 4-7 Proliferasi

vaskular

Sama seperti

stage I; rete peg

formation; area

atropik

limfosit Kehilangan

meningkat

sekitar

infiltrasi

Erytema;

perdarahan

dalam

pemeriksaan

III. Established

Lesion

14-21 Sama

seperti

stage

II,ditamba

h stasis

darah

Sama seperti

stage II,tapi

tingkatnya lebih

tinggi

Plasma sel Terus

kehilangan

Perubahan

warna,

ukuran,

tekstur, dll

1.2 Gambaran Klinis Gingivitis

Penelitian gingivitis eksperimental

memberikan fakta empiris bahwa akumulasi

biofilm bakteri pada permukaan gigi bersih

menghasilkan perkembangan proses inflamasi di

sekitar jaringan gingival. Penelitian juga

menunjukkan bahwa inflamasi local akan

berlangsung selama biofilm mikroba berada

berdekatan dengan jaringan gingiva, dan

inflamasi mungkin dapat diatasi dengan

pembersihan biofilm secara tepat.

Pada dasarnya, tanda-tanda klinis

gingivitis berupa : kemerahan pada jaringan

gusi, perdarahan , perubahan kontur, dan

adanya kalkulus atau plak. Pemeriksaan

histology pada gingival yang mengalami

Page 5: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

inflamasi menyebabkan ulserasi epithelium.

Adanya mediator inflamasi member efek negative

pada fungsi epithelial sebagai barrier perlindungan.

Perbaikan ulserasi pada epithelium ini tergantung

pada proliferasi atau regenerasi dari aktivitas sel

epitel.

1.2.1 Course and Duration

Gingivitis dapat terjadi dengan onset yang tiba-tiba

dan durasi pendek dan dapat terasa nyeri.

Gingivitis akut adalah keadaan nyeri yang

dating tiba-tiba dan dengan durasi yang

pendek

Subakut gingivitis adalah fase yang sedikit

lebih parah dari kondisi akut

Rekuren gingivitis muncul kembali setelah

hilang melalui perawatan atau hilang secara

spontan dan muncul kembali.

Kronik gingivitis datang secara lambat,

memiliki durasi yang panjang, dan tidak nyeri

jika bukan merupakan komplikasi dari akut

atau subakut eksaserbasi. Gingivitis kronik

adalah jenis yang paling umum ditemukan.

Gingivitis kronik merupakan penyakit

fluktuatif dimana inflamasi berlangsung atau

sembuh dan area normal menjadi terinflamasi.

1.2.2 Deskripsi

Localized Ginggivitis adalah tertahannya

hubungan ginggiva dengan sebuah gigi atau

kelompok gigi.

General gingivitis meliputi seluruh mulut

Marginal gingivitis meliputi tepi gingival

tapi dapat termasuk bagian dari sebelah

attached gingival.

Papillary gingivitis meliputi papilla

interdental dan sering juga melebar

kedalam bagian terdekat dari gingival

margin. Papilla meliputi jumlah yang lebih

besar dari gingival margin, dan tanda

paling awal dari gingivitis paling sering

terjadi pada papillae.

Diffuse gingivitis mengenai gingival

margin, attached ginggiva, dan papilla

interdental.

Distribusi penyakit gingival pada

kasus individu dijelaskan melalui kombinasi

dari masa yang mendahului, seperti :

Localized marginal gingivitis adalah

tertahannya (terkurung) satu atau lebih

area margin gingival

Localized diffuse gingivitis meluas

dari margin ke mukobukal fold tetapi

masih terbatas dalam satu area.

Localized pappilary gingivitis

tertahannya satu atau lebih jarak

interdental dalam batas area.

Generalized marginal gingivitis

meliputi margin ginggiva dalam

hubungannya dengan semua gigi.

Papilla interdental biasanya juga

Page 6: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

terkena pada generalized marginal

gingivitis.

Generalized diffuse gingivitis meliputi

seluruh gingiva. Mukosa alveolar dan

attached gingival juga terkena, jadi

mucoginggival junction kadang-kadang

lenyap. Kondisi sistemik dapat terlibat

dalam penyebab generalized diffuse

gingivitis dan sebaiknya dievaluasi jika

dicurigai menjadi kofaktor dari etiologi.

1.2.3 Tanda Klinis yang Ditemukan

Pemeriksaan klinis secara sistematis

menuntut sebuah pemeriksaan yang teratur pada

ginggiva untuk warna, ukuran dan bentuk,

konsistensi, tekstur permukaan, posisi, banyaknya

perdarahan, dan nyeri.

1.2.3.1 Perdarahan Gingiva Saat Probing

Dua gejala paling awal dalam inflamasi

gingival, yang mendahului ginggivitis, adalah

peningkatan produksi cairan ginggiva dan

perdarahan dari sulkus ginggiva.

Perdarahan ginggiva memiliki banyak

variasi dalam tingkat keparahannya dan durasi.

Perdarahan dalam pemeriksaan mudah dideteksi

secara klinis dan oleh karena itu memiliki arti yang

sangat besar dalam diagnosis awal dan pencegahan

gingivitis yang lebih parah. Hal ini ditunjukkan

pada perdarahan dalam pemeriksaan terlihat lebih

awal daripada perubahan warna atau tanda visual

lainnya dalam inflamasi, lebih jauh lagi, fungsi dari

perdarahan dibandingkan perubahan warna untuk

mendiagnosis inflamasi ginggiva awal lebih

menguntungkan karena perdarahan merupakan

tanda yang lebih objektif, diperlukan estimasi

dengan kesubjektifan sekecil mungkin dari

pemeriksa.

Pengukuran melalui pemeriksaan

kedalaman poket terbatas nilainya untuk

menaksir luas dan tingkat keparahan gingivitis.

Sebagai contoh, resesi gusi dapat

mengakibatkan reduksi pada pemeriksaan

kedalaman dan menyebabkan penaksiran yang

tidak akurat pada dtatus periodontal. Oleh

karena itu, perdarahan pada pemeriksaan lebih

sering digunakan oleh petugas kesehatan dan

epidemiologis untuk mengukur hasil akhir

perawatan.

Pada dasarnya, perdarahan pada

pemeriksaan mengindikasikan adanya lesi

inflamatori pada epitel dan jaringan ikat yang

memperlihatkan perbedaan histology yang

spesifik dibandingkan dengan gingiva sehat.

1.2.3.2 Pendarahan Gingiva Karena Faktor

Lokal

Faktor pendukung terjadinya

gingivitis termasuk bentuk anatomis dan

variasi perkembangan gigi, karies, frenum pull,

factor iatrogenic, gigi yang malposisi, bernafas

melalui mulut, overhang, gigi tiruan sebagian,

ketiadaan attached gingival dan resesi.

Pendarahan kronis dan berulang.

Penyebab pendarahan gingiva yang paling

sering adalah inflamasi kronis. Pendarahan

bersifat kronis atau dapat terulang kembali dan

didukung oleh trauma mekanis seperti

penyikatan gigi, atau karena menggigit

makanan yang keras.

Pada inflamasi gingiva, dikuti dengan

pendarahan gingiva yang abnormal, dilatasi

kapiler serta penyempitan atau ulserasi dari

epithelium sulculer. Karena kapiler menjadi

lebih dekat ke permukaan, epithelium yang

Page 7: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

mengalami degenerasi menjadi kurang protektif,

stimulus yang luar biasa dapat mengakibatkan

pecahnya pembuluh darah kapiler dan pendarahan

gingiva.

Hebat atau ringannya pendarahan

tergantung dari intensitas inflamasi. Setelah

pembuluh darah pecah, maka mekanismenya

adalah hemostatis. Dinding pembuluh darah

berkontraksi, platelet darah menempel pada

pinggiran dan gumpalan fibrosa dihasilkan pada

tepi daerah yg mengalami jejas. Pendarahan dapat

terjadi lagi jika daerah tersebut teriritasi.

Pada kasus periodontitis sedang dan

lanjut, adanya pendarahan merupakan pertanda

destruksi jaringan aktif.

Pendarahan akut. Pendarahan gingiva

akut dapat disebabkan oleh jejas atau terjadi

dengan spontan pada penyakit gingival akut. Luka

pada gingival yang diakibatkan oleh bulu sikat gigi

selama penyikatan gigi yang terlalu keras atau oleh

potongan tajam dari makanan keras, dapat

menyebabkan pendarahan gingiva.

Pendarahan spontan atau pendarahan

ringan dapat terjadi pada gingivitis ulseratif

nekrotik. Pembuluh darah pada jaringan konektif

inflamasi terekspose oleh ulserasi epithelium

permukaan nekrotik.

1.2.3.3 Pendarahan Gingiva yang Terkait

Dengan Faktor Sistemik

Pada beberapa gangguan sistemik,

hemoragi gingiva terjadi dengan spontan, tidak

didorong oleh iritasi mekanis, atau dapat juga

terjadi setelah iritasi, berlebihan serta sulit untuk

dikontrol. Penyakit hemoragi ini menunjukkan

berbagai keadaan dengan berbagai penyebab serta

manifestsi klinisnya. Beberapa kondisi mempunyai

ciri umum, yaitu: pendarahan abnormal pada kulit,

organ dalam, dan jaringan lain, seperti yang

terjadi pada membran mukosa oral.

Gangguan hemoragi dimana terjadi

pendarahan gingiva abnormal, ditemukan juga

abnormalitas vascular, gangguan platelet,

hipoprothrombinemia, dan efek koagulasi yang

lainnya. Pendarahan dapat terjadi karena

konsumsi obat yang mengandung salisilat dan

antikoagulan seperti dicumarol dan heparin,

dalam jumlah yang besar.

1.2.3.4 Perubahan Warna Pada Gingiva

Perubahan warna dari ginggivitis

diperngaruhi oleh beberapa faktor, termasuk

jumlah dan ukuran pembuluh darah, ketopisan

epitelial, kuantitas dari keratinisasi dan

pigmentasi dalam epitelium

Perubahan warna pada gingivitis.

Perubahan warna merupakan tanda klinis yang

penting pada penyakit gingiva. Warna gingiva

normal adalah pink dan diproduksi oleh

pembuluh darah jaringan dan dimodifikasi oleh

lapisan epithelium. Karena alasn inilah,

gingiva menjadi lebih merah ketika ada

peningkatan vaskularisasi atau karena

keratinisasi epitelial berkurang atau tidak

terlihat dan berlaku juga sebaliknya.

Dengan demikian, inflamasi kronis

dapat meningkatan derajat kemerahan, ini

akibat proliferasi vaskuler dan berkurangnya

keratinisasi yang diakibatkan tekanan jaringan

yang terinflamasi. Vena stasis akan

menambahkan warna menjadi agak kebiruan,

yang asalnya merah terang, warna tersebut

berubah menjadi agak kebiruan dan biru gelap

dengan peningkatan kekronisan dari proses

inflamasi. Perubahan dimulai dari papila

interdental, tepi gingival, dan juga attached

gingiva. Diagnosis dan perawatan yang tepat

Page 8: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

memerlukan pemahaman perubahan jaringan yang

merubah warna gusi pada tingkatan klinis.

Pada tepi gingiva akan terlihat kecil,

bentuk seperti bulan sabit, dan berwarna merah.

Hal tersebut akan terjadi pada satu waktu

melengkapi trauma dari oklusi, tetapi sekarang

telah diketahui bahwa lesi inflamasi kronis

disebabkan oleh iritan lokal.

Perubahan warna pada gingivitis akut.

Perubahan warna pada inflamasi gingiva akut dapat

terjadi pada tepi, menyebar, atau berupa bintik-

bintik tergantung pada kondisinya. Pada gingivitis

ulcerative nekrotik akut, terjadi pada tepi; pada

herpetic gingivostomatitis, terjadi menyebar; dan

sebagai reaksi akut terhadap iritasi kimia , terjadi

berupa bintik-bintik atau menyebar.

Perubahan warna sesuai dengan intensitas

inflamasi. Pada semua hal, diawali dengan adanya

erithema merah terang. Jika kondisinya tidak

memburuk, maka hanya ada perubahan warna

sampai gingiva kembali normal. Pada beberapa

inflamasi akut, warna merah berubah menjadi abu-

abu berkilau dan berangsur-angsur menjadi abu-

abu agak keputihan. Warna abu-abu dihasilkan

oleh nekrosis jaringan, dibatasi dengan perbatasan

gingiva oleh daerah tipis sehingga menegaskan

daerah erithema.

Pigmentasi metalik. Logam berat yang

terserap secara sistemik melalui penggunaan obat

maupun lingkungan pekerjaan, dapat mewarnai

gingiva dan daerah lain pada mukosa oral. Ini

berbeda dengan yang dihasilkan saat melekatkan

amalgam atau logam lain.

Bismuth, arsenic, dan mercury

menghasilkan garis hitam pada gingiva yang

mengikuti garis luar tepi. Pigmentasi dapat juga

terlihat seperti bintik hitam pada tepi, interdental,

dan attached gingiva. Warna lebam dihasilkan

pada pigmentasi garis tepi gingiva berwarna

merah atau biru gelap. Terpapar oleh perak

dapat mrngakibatkan garis tepi berwarna ungu,

sering juga diikuti dengan warna abu-abu yang

meyebar di mukosa oral.

Pigmentasi gingiva yang berasal dari

penyerapan logam secara sistemik dihasilkan

dari presipitasi perivaskular pada logam sulfida

dalam jaringan penghubung epithelial.

Pigmentasi gingiva bukanlah merupakan hasil

keracunan sistemik. Hal ini hanya terjadi pada

daerah inflamasi, dimana peningkatan

permeabelitas pembuluh darah yang

mengalami iritasi membuat jaringan

disekitarnya menjadi terpapar logam juga.

Tambahan untuk inflamasi gingiva, mukosa

oral teriritasi karena gigitan atau kebiasaan

mengunyah yang abnormal merupakan daerah

yang umum terjadi pigmentasi.

Pigmentasi gingiva atau mukosa dapat

dihilangkan dengan menyingkirkan faktor

iritasi lokal dan memelihara jaringan sehat,

beberapa obat yang mengandung logam yang

dibutuhkan untuk tujuan penyembuhan, tidak

perlu dihentikan.

1.2.3.5 Perubahan Warna Terkait Dengan

Faktor Sistemik

Beberapa penyakit sistemik dapat

menyebabkan perubahan warna pada mukosa

oral, termasuk gingiva. Pada umumnya,

pigmentasi abnormal ini tidak bersifat spesifik

dan harus distimulasi oleh upaya diagnostik

yang lebih jauh atau dengan penyerahan pada

spesialis yang tepat.

Pigmentasi oral dapat terjadi karena

melanin dan bilirubin. Pigmentasi oral melanin

dapat menjadi pigmentasi fisiologi normal.

Page 9: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

Penyakit yang dapat meningkatkan pigmentasi

melanin, termasuk penyakit Addison yang

disebabkan oleh disfungsi adrenal dan

memproduksi potongan-potongan pewarna yang

merubah dari hitam menjadi cokelat; sindrom

peutz-jeghers yang memproduksi poliposis

intestinal dan pigmentasi melanin pada muosa oral

dan bibir; dan sindrom albright’s serta penyakit

von Recklinghausen, yang keduanya memproduksi

daerah pigmentasi melanin oral.

Kulit dan membran mukosa dapat di nodai

oleh pigmen empedu. Penyakit kuning dapat

dideteksi paling baik dengan pemeriksan sclera,

tetapi di mukosa oral dapat ditemukan warna

kekuning-kuningan. Deposisi zat besi pada

hemokromatosis dapat memproduksi warna abu-

abu kehijauan pada mukosa oral. Beberapa

endokrin dan kekacauan proses metabolisme,

termasuk diabetes dan kehamilan, dapat

menghasikan perubahan warna.

Rokok dapat menyebabkan hiperkeratosis

abu-abu pada gingiva. Daerah berwarna hitam

biasanya dhasilkan dari implan amalgam pada

mukosa.

1.2.3.6 Perubahan konsistensi gingiva

Inflamasi kronis dan akut, keduanya

menghasilkan perubahan pada konsistensi normal

gingiva Sebagai catatan, pada gingivitis kronis

destruktif (edematous) dan reparatif (fibrotik),

secara bersama-sama dapat mengubah konsistensi

gingiva, dan konsistensi ini ditentukan oleh

predominan relatifnya.

Proses kalsifikasi di gingiva

Proses kalsifikasi secara mikroskopik

dapat ditemukan di gingiva. Proses ini dapat terjadi

sendiri-sendiri atau berkelompok, dengan berbagai

ukuran, lokasi, bentuk, dan struktur. Beberapa

massa dapat terkalsifikasi dari gigi dan

berpindah ke gingiva selama proses

pengeboran, seperti sisa akar, potongan

sementum, atau sementikel. Inflamasi kronis

dan fibrosis dan terkadang aktivitas foreign

body giant cell terjadi dalam hubungannya

dengan massa ini. Terkadang mereka

menyelubungi matriks seperti osteoid.

Crystalline foreign bodies juga terdapat di

gingiva namun asalnya belum dapat

ditentukan.

1.2.3.7 Perubahan Tekstur Permukaan

Gingiva

Permukaan dari gusi normal

umumnya menunjukkan banyak depresi dan

elevasi kecil, yang memberikan gambaran

seperti kulit jeruk yang biasa disebut stippling.

Stippling ini terbatas hanya pada bagian

attached ginggiva dan secara dominan dibatasi

pada area sub papilari, tetapi ini akan

memperluas ke tingkatan papila interdental.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa

semakin tipisnya atau kehilangannya stippling

ini merupakan sebuah tanda tanda gejala

ginggivitis dini. Tetapi ini harus di sesuaikan

pula dengan perbedaan area mulut seseorang,

dan umur seseorang.

Dalam inflamasi kronik permukaan

pada gusi juga serupa halusnya, mengkilap,

padat dan bernodul, tergantung apakah

perubahan dominan nya ber eksudat atau

berfibrosis. Tekstur permukaan halus juga

dihasilkan oleh atropi epitel dalam atropi gusi,

dan kupasan kulit pada permukaan terjadi

dalam ginggivitis desquamative kronis.

Hiperkeratosis dihasilkan pada susunan kulit,

dan non-inflamasi hperplasia gingival

menghasilkan permukaan nodular

Page 10: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

1.2.3.8 Perubahan Posisi Gingiva

Traumatic Lesion. Salah satu faktor yang

menyebabkan penyakit gingiva adalah

ketidaksadaran akan plak yang menyebabkan lesi

sebagai kondisi yang jelas pada trauma gingiva.

Pada lesi traumatic, faktor chemical, physical, atau

termal dapat menyebabkan lesi pada mulut.

Chemical injuries diantaranya aspirin, hidrogen

peroxida, silver nitrat, phenol, dan material

endodontik. Physical injuries bisa meliputi bibir,

oral, dan tounge piercing, yang bisa menyebabkan

resesi gingiva. Thermal injuries bisa dihasilkan

dari makanan dan minuman panas. Pada kasus

akut, timbul slough (necrotizing ephitelium), erosi,

ulserasi, dan disertai dengan eritem. Pada kasus

kronik, kerusakan permanen pada gingiva biasanya

berbentuk resesi gingiva. Biasanya, lesi terbatas

pada suatu tempat dan kurangnya gejala-gejala

pada kondisi sistemik yang mungkin

memperlihatkan erosi atau ulserasi lesi oral.

Gingival Recession. Resesi merupakan

terlihatnya permukaan akar dengan bagian apex

pada posisi gingiva. Untuk memahami apa yang

dimaksud dengan resesi, salah satunya dengan

membedakan antara posisi gingiva yang

sebenarnya dengan posisi yang terlihat. Posisi

sebenarnya adalah bagian di mana terdapat

pelekatan epitel pada gigi, sedangkan posisi yang

terlihat adalah bagian puncak batas gingiva.

Tingkat kekerasan resesi ditentukan dengan adanya

posisi yang sebenarnya, bukan posisi yang terlihat.

Terdapat dua jenis resesi: Visible, yang

secara klinis bisa terlihat, dan Hidden

(tersembunyi), yang tertutupi oleh gingiva dan

hanya bisa diukur dengan memasukkan sebuah alat

pada bagian yang berepitel. Sebagai contoh,

penyakit periodontal pada akar yang tertutup oleh

dinding pocket yang inflamasi; dengan demikian

beberapa dari resesi ini tersembunyi, dan

beberapa diantaranya terlihat.

Resesi merujuk pada lokasi gingiva,

bukan pada kondisinya. Gingiva yang

menyusut selalu mengalami inflamasi, tapi

mungkin normal, kecuali untuk posisinya.

Resesi bisa terdapat pada salah satu gigi atau

suatu kelompok gigi atau dapat secara umum

pada keseluruhan mulut.

Etiologi Resesi. Resesi gingiva

meningkat seiring usia; peristiwa ini bervariasi

dari 8% pada anak-anak sampai 100% setelah

usia 50 tahun. Hal ini membuat beberapa

peneliti berasumsi bahwa resesi merupakan

sebuah proses fisiologis yang berkaitan dengan

usia. Namun, bukti yang meyakinkan untuk

bagian physiologic pada perlekatan gingiva

tidak pernah ada. Pergantian bagian apikal

sedikit demi sedikit mungkin akan

menghasilkan efek kumulatif keterlibatan dari

patologik ringan dan/atau trauma langsung

minor berulang pada gingiva. Pada beberapa

populasi tanpa fasilitas dental care,

bagaimanapun resesi mungkin menyebakan

meningkatnya penyakit periodontal.

Faktor-faktor berikut ini memiliki

implikasi pada etiologi resesi gingival : teknik

menyikat gigi yang salah (abrasi gingiva),

malposisi gigi, pergeseran dari jaringan lunak

(ablasi gingiva), peradangan gingiva, pelekatan

frenum yang abnormal, dan iatrogenic

dentistry. Trauma oklusi juga telah

diungkapkan, tapi mekanisme dari tindakan ini

tidak pernah ditunjukkan. Sebagai contoh, deep

overbite berhubungan dengan inflamasi

gingiva dan resesi. Incisal overlap yang

berlebihan dapat menyebakan traumatic injury

pada gingiva. Pergerakan orthodontik pada

arah yang berhubungan dengan bibir telah

Page 11: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

ditunjukkan pada monyet yang menghasilkan

hilangnya tulang marginal dan pelekatan jaringan

ikat, sebagaimana dengan resesi gingiva.

Standar prosedur kebersihan mulut,

diantaranya menyikat gigi dan flossing, yang dapat

meminimalisir gingival injury. Walaupun menyikat

gigi sangat penting untuk kesehatan gingiva,

menyikat gigi dengan teknik yang salah atau

menyikat terlalu keras bisa menyebabkan injury.

Tipe dari injury ini diantaranya, laserasi, abrasi,

keratosis, dan resesi, dengan bagian marginal

gingiva yang sering terjangkit. Maka, pada kasus

ini, resesi cenderung jarang pada pasien dengan

gingiva yang sehat secara klinis, sedikit bakteri

plak, dan kebersihan mulut yang baik.

Kerentanan pada resesi dipengaruhi oleh

posisi gigi pada bagian lengkungan, sudut tulang

akar, dan lengkungan mesiodistal pada permukaan

gigi. Pada arah berputar, miring atau gigi yang

digantikan yang berhubungan dengan muka, pelat

tulang bisa menipis atau berkurang secara berat.

Tekanan dari kunyahan atau menyikat gigi secara

bisa menjauhkan gingiva yang tidak mendukung

dan menghasilkan resesi. Efek dari sudut akar pada

tulang dalam resesi selalu diamati dengan adanya

wilayah geraham maxillary. Jika inklinasi lingual

dari palatal root menonjol atau akar buccal

melebar, maka tulang pada wilayah servikal akan

menipis atau memendek, dan resesi dihasilkan dari

trauma pada marginal gingiva yang tipis.

Kesehatan jaringan gingiva juga

bergantung pada design dan penempatan material

restorasi yang baik. Tekanan dari seluruh bagian

gigi buatan yang tidak bagus dapat menyebabkan

trauma gingiva dan resesi. Restorasi dental yang

overhanging dapat menjadi faktor gingivitis karena

menyebabkan retensi plak. Secara klinis, kesalahan

dalam menentukan ukuran secara biologis, dapat

bermanifestasi sebagai inflamasi gingiva,

periodontal pocket yang dalam, atau resesi

gingiva.

Signifikansi Klinis. Beberapa aspek

resesi gingiva membuatnya signifikan secara

klinis. Permukaan akar yang terlihat akan

rentan terhadap karies. Pemakaian cementum

yang terlihat oleh resesi meninggalkan

permukaan dentinal dasar yang sangat sensitif,

terutama saat disentuh. Hiperemi pada pulpa

dan gejala yang berkaitan juga bisa dihasilkan

dari permukaan akar yang terlihat. Resesi

interproksimal menciptakan ruang di mana

plak, makanan, dan bakteri bisa berakumulasi.

1.2.3.9 Perubahan Kontur Gingiva

Perubahan pada kontur gingiva untuk

sebagian besar bagian berkaitan dengan

pembesaran gingiva, tapi beberapa perubahan

demikian juga muncul dalam kondisi lain.

Stillman’s clefts merupakan lekukan

berbentuk apostrof yang meluas sampai ke

batas gingiva dengan berbagai ukuran. Celah

ini secara umum muncul pada seluruh

permukaan. Satu atau dua mungkin muncul

berhubungan dengan gigi tunggal. Batas dari

celah ini berputar di bagian bawah celah linear

pada gingiva dan sisa batas gingiva bersifat

kasar bahkan berbatas pisau. Secara umum

digambarkan oleh Stillman dan dianggap

sebagai hasil dari trauma occlusal, celah ini

berikutnya digambarkan oleh Box sebagai

sebuah kantung patologis di mana proses

ulcerative meluas pada permukaan wajah

gingiva. celah bisa diperbaiki secara spontan

atau berlangsung lama seperti halnya luka

permukaan pada kantung periodontal bagian

dalam yang masuk pada jaringan pendukung.

Asosiasi dengan trauma oklusi ini tidaklah

kuat.

Page 12: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

Celah dibagi menjadi celah sederhana, di

mana pembelahan terbentuk dengan arah tunggal

(sebagian besar jenis), dan celah komponen, di

mana pembelahan terjadi lebih dari satu arah.

Celah memiliki panjang yang bervariasi dari yang

sedikit pada batas gingiva sampai ke kedalaman 5

sampai 6 mm sampai lebih.

McCall’s Festoons adalah terbentuk dari

pembesaran gingiva marginal yang sering

terbentuk pada gigi caninus dan premolar pada

permukaan wajah. Pada tahap awal, warna dan

konsistensi gingiva bersifat normal. Namun,

akumulasi dari debris makanan akan

mengakibatkan inflamasi sekunder.

1.3 Pembesaran Gingiva

Pembesaran gingiva merupakan sebuah

sifat penyakit gingiva yang umum. Begitu banyak

jenis pembesaran gingiva, dan jenis ini bervariasi

berdasarkan faktor etiologis dan proses patologik

yang menghasilkan pembesaran tersebut.

1.3.1 Pembesaran Gingiva Kareba Inflamasi

Pembesaran gingiva bisa dihasilkan dari

perubahan inflamasi kronis atau akut. Perubahan

kronis lebih banyak terjadi. Pembesaran inflamasi

biasanya adalah komplikasi sekunder dari banyak

tipe-tipe pembesaran, dan dikombinasikan dengan

oembesaran gingiva.

1.3.1.1 Pembesaran inflamasi Kronis.

Gambaran Klinis. Pembesaran gingiva

radang kronis berasal dari pembengkakan kecil

pada papilla interdental atau gingiva marginal.

Pada tahap awal, menghasilkan penonjolan di

sekeliling gigi yang terlibat. Tonjolan ini

meningkat dalam ukuran sampai menutupi bagian

dari mahkota. Pembesaran ini secara umum bersifat

papillary atau marginal dan terlokalisasi atau

bersifat umum. Perkembangannya sangat

lambat dan tanpa sakit kecuali ditambah

dengan infeksi atau trauma yang akut.

Pembesaran radang gingiva yang

kronis sebagai sebuah sessile yang berbeda

sendiri atau massa pedunculated yang

menyerupai tumor. Pembesaran ini mungkin

terdapat pada interpoximal atau gingiva

marginal atau perlekatan gingiva. Luka ini

lambat untuk tumbuh dan biasanya tanpa rasa

nyeri. Pembesaran bisa secara spontan

berkurang dalam ukuran, diikuti dengan

pembusukan dan kemudian membesar kembali.

Pembusukan dengan rasa sakit kadang-kadang

terjadi pada lipatan di antara massa dan batasan

gingiva.

Histopatologi. Pembesaran gingiva

radang kronis menunjukkan sifat eksudatif dan

proliferatif pada peradangan kronis. Luka yang

secara klinis berwarna merah gelap atau merah

kebiru-biruan, bersifat lunak dan rapuh dengan

permukaan berkilauan yang lembut, dan

mudah berdarah yang memiliki sel radang

yang melimpah dan mengalir dengan

penelanan pembuluh darah, dan berkaitan

dengan perubahan degeneratif. Luka yang

relatif keras, leathery, dan berwarna merah

muda memiliki komponen serat yang lebih

besar, dengan melimpahnya fibroblast dan

serat kolagen.

Etiologi. Pembesaran gingiva radang

kronis disebabkan oleh terpaan yang

berlangsung lama pada plak gigi. Faktor-faktor

yang mempengaruhi akumulasi dan

penyimpanan plak termasuk kesehatan mulut

yang rendah, hubungan yang tidak normal pada

gigi yang bersebelahan dan gigi yang

berseberangan, hilangnya fungsi gigi, lubang

pada tekuk gigi, batas yang sangat renggang

Page 13: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

pada restorasi gigi, restorasi gigi berkontur tidak

baik atau pontic, iritasi dari jepitan atau wilayah

saddles dari prostesa yang terkelupas, gangguan

suara sengau, terapi orthodontik yang melibatkan

reposisi pada gigi, dan kebiasaan seperti menyikat

gigi dan penekanan lidah melawan gingiva.

Perubahan Gingiva yang berkaitan

dengan Pernapasan Mulut. Pembesaran gingiva

dan radang gingiva selalu tampak pada mereka

yang bernapas menggunakan mulut. Gingiva

terlihat merah dan edematous, dengan sebuah

permukaan yang tersebar mengkilat pada wilayah

permukaan. Wilayah anterior maxillary merupakan

lokasi umum dari perubahan gingiva ini. Pada

banyak kasus gingiva yang berubah ini secara jelas

dibatasi dari gingiva normal tak terekspos yang

berdekatan. Cara yang pasti di mana pernapasan

mulut mempengaruhi perubahan gingiva tidak

dapat ditunjukkan. Efek yang merusak secara

umum ditambahkan dari iritasi dari dehidrasi

permukaan. Namun, perubahan yang dapat

dipertimbangkan tidak dapat dihasilkan dari

pengeringan udara pada gingiva dalam percobaan

menggunakan hewan.

1.3.1.2 Pembesaran Peradangan Akut

Abses Gingiva. Abses gingiva biasanya

berlokasi di tempat tertentu, nyeri, luka yang

menyebar dengan cepat yang biasanya terserang

secara mendadak. Secara umum dibatasi pada

gingiva marginal atau papilla interdental. Pada

tahap awal muncul dengan pembengkakan

berwarna merah dengan permukaan berkilauan

yang lembut. Dalam waktu 24 jam sampai 48 jam,

luka biasanya menjadi berubah-ubah dan berpusat

dengan lubang permukaan dari mana eksudat

bernanah bisa terlihat. Gigi yang berdekatan selalu

sensitif.

Histopatologis. Abses gingiva terdiri

dari pusat bernanah pada jaringan konektif

dikelilingi sebuah infiltrasi memanjang pada

leukosit poli-morfon-nuklear, jaringan

edematous, dan penelanan jaringan pembuluh

darah. Epitel permukaan memiliki tingkat yang

bervariasi pada edema intra dan ekstra-sel,

serangan leukosit dan pemborokan.

Etiologi. Pembesaran gingiva radang

akut dihasilkan dari bakteri yang masuk ke

dalam jaringan ketika substansi asing seperti

bulu sikat gigi, biji apel atau pecahan kulit

lobster secara kuat menempel pada gingiva.

Luka ini terbatas pada gingiva dan sebaiknya

jangan dibingungkan dengan periodontal atau

abses lateral.

1.4 Infeksi Gingiva Akut

1.4.1 Acute Necrotizing Ulcerative

Gingivitis

Dikenal juga sebagai Vincent’s

Gingivitis pada awal pertengahan abad 20.

1.4.1.1 Etiologi

1. Peran bakteri

Plaut dan Vincent memperkenalkan

konsep bahwa NUG disebabkan oleh bakteri

spesifik: fusiform bacillus dan organisme

spirochetal. Rosebury dan teman-teman

menjelaskan fusospirochetal complex terdiri

dari T. microdentium, intermediate spirochetes,

vibrios, fusiform basilus, dan organisme

berfilamen, sebagai tambahan pada spesies

Borrelia. Loesche dan teman-teman

menjelaskan sebuah flora konstan predominan

dan berbagai macam flora berhubungan dengan

NUG. Flora konstan terdiri dari : Prevotella

intermedia, Fusobacterium, Treponema, dan

spesies Selenomonas.

Page 14: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

2. Peran Respon Host

Imunodefisiensi bisa berhubungan dengan

berbagai tingkatan kekurangan nutrisi, kelelahan

akibat kehilangan tidur kronis, kebiasaan kesehatan

lain (alkohol dan narkoba), faktor psikososial, atau

penyakit sistemik. NUG bisa saja menjadi gejala

pada pasien dengan infeksi HIV.

3. Faktor Predisposisi Lokal

Preexisting gingivitis, luka pada gingival,

dan merokok adalah faktor predisposisi yang

penting. NUG sering muncul melapiskan penyakit

preexisting gingival kronis dan poket periodontal.

Periodontal poket yang dalam dan tutup

perikoronal adalah area yang rentan karena

menyediakan tempat yang nyaman untuk

proliferasi bakteri anaerob basilus fusiformis dan

spirochetes. Area gingival yang terkena trauma

akibat gigi lawan pada maloklusi, seperti

permukaan palatal dibelakang incisor maksilaris

dan permukaan labial gingival pada incisor

mandibula, bisa menjadi faktor predisposisi NUG.

4. Faktor Predisposisi Sistemik

Defisiensi nutrisi. Peneliti menemukan

bakteri fusospirochetal sebagai bakteri oportunis,

hanya berproliferasi jika jaringan mengalami

defisiensi.

Penyakit sistemik yang melemahkan bisa

menjadi faktor predisposisi NUG. Seperti penyakit

kronis (sifilis, kanker), ganguan GI parah (ulseratif

kolitis), blood dyscrasias (leukemia, anemia), dan

HIV.

5. Faktor Psikosomatik

Penyakit ini sering dihubungkan dengan

stress. Gangguan psikologis, dan juga kenaikan

sekresi adrenokortikal adalah umum pada

pasien dengan penyakit ini.

1.4.1.2 Ciri Klinis

Biasanya muncul dalam bentuk akut.

Relatif ringan dan bentuk persistenya adalah

penyakit subakut. Penyakit rekuren ditandai

dengan periode remisi dan eksaserbasi.

ANUG dicirikan dengan serangan

tiba-tiba (sudden onset), terkadang diikuti oleh

penyakit yang parah atau infeksi akut traktus

respiratorius. Perubahan kebiasaan hidup, kerja

yang berkepanjangan tanpa istirahat yang

cukup, penggunaan tobacco, dan stres

psikologi adalah ciri yang sering dialami

penderita.

Oral Signs. Ciri lesi adalah punch

out, depresi seperti kawah pada puncak papilla

interdental, sesudahnya memperpanjang ke

marginal gingival dan jarang menempel pada

gingival dan mukosa oral. Permukaan kawah

gingival ditutupi oleh pseudomembran

keabuan membuat garis demarkasi rawa dari

remainder gingival mukosa oleh pronounced

linear erythema (Plate IXA). Dalam beberapa

contoh, lesi menggundulkan permukaan

pseudomembran, membuka margin gingival,

yang berwarna merah, berkilauan, dan

hemoragi. Karakteristik lesi adalah cepat

menghancurkan gingival dan menggarisi

jaringan periodontal (Plate IXB).

Gejala Oral. Lesi sangat sensitif jika

dipegang, dan pasien mengeluh pada radiating

konstan, menggerogoti rasa sakit yang

diperhebat oleh makanan panas atau pedas dan

Page 15: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

mengunyah. Ada rasa metalik palsu, dan pasien

sadar akan jumlah yang berlebihan dari saliva yang

pucat.

Ekstraoral dan Tanda Sistemik dan

Simptom. Pasien biasanya bisa berjalan dan

mempunyai komplikasi yang minimum. Lokal

lymphadenopati dan kenaikan temperatur adalah

ciri umum dari tahap ringan dan sedang penyakit

ini. Pada kasus yang parah, ada tanda komplikasi

sistemik seperti demam tinggi, kenaikan denyut

jantung, leukositisis, kehilangan nafsu makan,

kelemahan umum. Reaksi sistemik lebih bahaya

pada anak-anak. Insomnia, konstipasi, gangguan

GI, sakit kepala, dan depresi mental terkadang

mengikuti kondisi ini.

Clinical Course. Clinical course bisa

bervariasi. Jika tidak dirawat, NUG biga menjadi

NUP dengan destruksi yang progresif pada

periodontium dan resesi gingival, diikuti dengan

penambahan keparahan pada komplikasi sistemik.

Pindborg dan teman-teman, telah

menjelaskan proses ini pada NUG : (1) erosi hanya

pada ujung interdental papilla; (2) lesi yang

berlanjut ke marginal gingival dan menyebabkan

erosi lanjutan pada papilla dan berpotensi

menghilangkan seluruh papilla; (3) attached

gingiva juga terpengaruh; dan (4) pembukaan

tulang.

Horning dan Cohen memperpanjang tahap

dari penyakit oral necrotizing seperti dibawah ini :

Tahap 1 : Necrosis pada ujung interdental papilla

Tahap 2 : Nekrosis seluruh bagian paila (19%)

Tahap 3 : Nekrosis berlanjut ke marginal gingival

(21%)

Tahap 4 : Nekrosis juga berlanjut ke attached

gingival (1%)

Tahap 5 : Nekrosis berlanjut ke mukosa bukal atau

mukosa labial (6%)

Tahap 6 : Nekrosis membongkar tulang

alveolar (1%)

Tahap 7 : Nekrosis melobangi kulit pipi (0%)

Menurut Horning dan Coben, tahap 1

adalah NUG, tahap dua bisa NUG dan NUP

karena kehilangan attachment juga bias terjadi,

tahap 3 dan 4 cocok dengan NUP, tahap 5 dan

6 adalah necrotizing stomatitis, dan tahap 7

adalah noma.

Histopatologi. Secara miskrokopis,

lesi muncul sebagai inflamasi akut necrotizing

pada margin gingival menyertakan stratified

squamous epithelium dan underlying

connective tissue. Permukaan epithelium

dihancurkan dan diganti dengan

pseudomembranousmeshwork fibrin, sel

nekrotik epithelial, polimorfonuklear leukosit

(PMNs dan neutrofil), dan berbagai tipe

mikroorganisme. Ini adalah zona yang terlihat

secara klinis pada permukaan pseudomembran.

Jaringan pengikat yang mendasari ditandai

dengan hiperemi, dengan banyak kapiler

tertelan dan infiltrasi yang bnayak dari PMNs.

Zona ini muncul sebagai linear eritem dibawah

permukaan pseudomembran. Banyak sel

plasma akan muncul disekeliling infiltrasi; ini

diinterpretasikan sebagai daerah terbentuknya

marginal gingivitis dimana lesi akut menjadi

superimposed.

1.4.1.3 Diagnosis

Diagnosis berdasarkan penemuan

klinis. Smear bakteri digunakan untuk

menguatkan diagnosis klinis. Uji mikroskopis

dari biopsi spesimen tidak cukup spesifik

untuk didiagnosi. Bisa digunakan untuk

membedakan ANUG dari infeksi spesifik

seperti TBC, namun tidak untuk ANUG dari

Page 16: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

kondisi akut necrotizing yang lain seperti yang

terjadi akibat trauma atau obat escharotics.

1.4.1.4 Diagnosis Banding

Necrotizing Ulcerative Gingivitis harus

dibedakan dari kondisi lain yang mirip denganya

seperti akut herpetik gingivostomatitis, kronik

periodontal poket, desquamatif gingivitis,

streptococcal gingivostomatitis, aphtous stomatitis,

gonococcal gingivostomatitis, difteri dan lesi

sifilis, lesi gingival tuberkulosa, candidiasis,

agranulositosis, dermatosa (pemfigus, eritema

multiforme, dan lichen planus), dan stomatitis

venenata.

Streptococcal gingivostomatitis suatu

kondisi yang jarang terjadi akibat eritema yang

lama pada area posterior mukosa mulut, terkadang

termasuk gingival. Nekrosis margin gingival bukan

akibat penyakit ini, dan tidak ada fetid odor. Smear

bakteri menunjukkan jumlah yang banyak pada

bentuk streptococcus, dimana jika dikultur terdapat

Streptococcus viridians.

Gonococcal stomatitis jarang dan

disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. Mukosa

oral ditutupi oleh membrane keabuan.

Agranulositsis mempunyai ciri adanya

ulserasi dan nekrosis dari gingival yang

memperlihatkan ANUG. Kondisi oral pada

agranulositosis umumnya necrotizing karena

kekurangan mekanisme pertahanan.

Vincent’s Angina adalah infeksi

fusospirosetal pada orofaring dan tenggorokan.

Pada Vincent’s Angina, terdapat ulserasi

membrane yang sakit pada tenggorokan, dengan

edema dan hyperemic patches pecah untuk

membentuk ulser yang ditutupi material

pseudomembran. Prosesnya bisa berlanjut ke laring

dan telinga tengah.

1.4.1.5 Epidemiologi dan Prevalensi

Prevalensi ANUG muncul lebih

rendah di United state dan Eropa sebelum

1914. Pada sebuah studi di sebuah klinik dental

di Prague, Republik Ceko, insidensi ANUG

dilaporkan 0,08 % pada pasien usia 15-19

tahun; 0,05 % pada usia 20-24 tahun, dan 0,02

% pada usia 25-29 tahun.

ANUG terjadi pada semua usia,

dimana insedensi yang banyak dilaporkan pada

usia 20-30 tahun dan 15-20 tahun. Tidak

ditemukan pada anak-anak di United State,

Kanada, dan Eropa, tapi ditemukan pada

kelompok anak dengan sosial-ekonomi yang

lemah di Negara yang masih terbelakang. Di

India, dari hasil studi di dapat bahwa 54-58 %

pasien adalah anak usia kurang dari 10 tahun.

Di sekolah yang dipilih secara acak di Nigeria,

ANUG terjadi 11,3 % pada anak-anak usia 2-6

tahun, dan di rumah sakit di Nigeria mencapai

23 % pasien usia kurang dari 10 tahun.

Dilaporkan umumnya terjadi pada kelompok

keluarga yang memiliki sosial-ekonomi lemah.

ANUG lebih banyak terjadi pada anak-anak

dengan Down Syndrome.

1.4.1.6 Penularan

Istilah penularan merupakan

kemampuan untuk memelihara penularan

dengan cara alami. Contoh : kontak langsung

melalui air minum, makanan, alat makan,

udara, atau vektor arthropoda.

ANUG sering terjadi pada kelompok

orang yang menggunakan dapur bersama,

penyakit ini ditularkan oleh bakteri melalui

peralatan makan.

1.4.1.7 Terapi

Perawatan Lokal

Page 17: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

1. Identifikasi faktor-faktor

predisposisi seperti stres, malnutrisi, berbagai

penyakit sistemik seperti measles dan

hepatitis

2. Menghilangkan faktor-faktor iritasi lokal

seperti plak dan kalkulus serta pembersihan

jaringan nekrotik. Scaling dan debridement

diikuti dengan penggunaan obat kumur seperti

0,5% hydrogen peroxide atau 0,1%

chlorhexidine.

Lesi ANUG memberikan respon baik

terhadap perawatan lokal dalam waktu 48 jam.

Perawatan Sistemik

Penicilline atau tetracyline 250 sampai

500mg diberikan 4 kali sehari selama 5 hari.

Metronidazole tablet 200 mg diberikan pada pasien

yang alergi terhadap penicilline dengan dosis 3 kli

sehari untuk 3 – 5 hari.

1.4.2 Gingivostomatitis Herpetik Akut

Acute herpetic gingivostomatitis adalah

infeksi primer yang terjadi pada kavitas oral.

1.4.2.1 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh herpes

simplex virus (HSV) tipe I. ini banyak terjadi pada

bayi dan anak usia kurang dari 6 tahun, tapi ini

juga terlihat pada anak remaja dan orang dewasa.

Ini terjadi sebanding antara pria dan wanita. Pada

kebanyakan orang infeksi primer ini bersifat

asimptomatik.

Setelah infeksi primer, virus masuk ke

saraf sensorik atau autonom dan terus berlangsung

di neuronal ganglia yang menginervasi tempat

selama HSV tersembunyi. Manifestasi sekunder ini

termasuk herpes labialis berulang, herpes genitalis,

ocular herpes, dan herpes encephalitis.

1.4.2.2 Ciri Klinis

Oral signs. Acute herpetic

gingivostomatitis tampak seperti difus,

erithema, licin pada gingival dan mukosa oral

yang berdekatan, dengan derajat edema dan

pendarahan gingival yang bermacam-macam.

Pada tahap inisial, ini digolongkan melalui

kehadirannya yang memiliki ciri tersendiri,

vesikel spherical yang keabuan, yang terjadi

pada gingival, mukosa labial dan buccal, soft

palate, faring, mukosa sublingual, dan lidah.

Setelah kira-kira 24 jam, vesikel akan pecah

dan berbentuk ulser kecil yang sangat sakit

disertai merah, tinggi, lingkaran seperti garis

dengan bagian tengah muram berwarna

kekuning-kuningan atau putih keabuan. Ini

terjadi secara luas dalam area yang terpisah

atau kelompok-kelompok kecil yang bertemu.

Rangkaian penyakit ini terjadi selama

7-10 hari. Difus gingival erythema dan edema

yang muncul lebih dulu pada penyakit ini

bertahan selama beberapa hari setelah lesi

ulseratif dihilangkan.

Oral symptoms. Penyakit ini disertai

rasa sakit dari kavitas oral yang menganggu

proses makan dan minum. Vesikel yang pecah

merupakan bagian focal yang sakit dan pada

umumnya sensitif terhadap sentuhan,

perubahan panas, makanan seperti bumbu atau

rempah-rempah dan jus buah, dan aksi dari

makanan kasar. Tanda dan gejala sistemik

dan intraoral. Servikal adenitis, demam tinggi

antara 101°F sampai 105°F (38,3°-40,6° C),

dan biasanya terjadi malaise.

Histopatologi. Ciri tersendiri dari

ulserasi herpetik gingivostomatitis bahwa hasil

dari ruptur vesikel yang memiliki bagian

sentral dari inflamasi akut, dengan ulserasi dan

tingkat purulent eksudat yang bervariasi.

Sitoplasma sel tampak mencair dan bersih,

Page 18: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

membran sel dan nukleus berada di luar relief.

Selanjutnya nukleus berdegenerasi, kehilangan

daya tarik-menarik terhadap zat warna, dan

akhirnya disintegrasi.

1.4.2.3 Diagnosis

Diagnosis biasanya ditentukan dari

sejarah pasien dan penemuan klinis. Bahan

mungkin didapatkan dari lesi dan diserahkan ke

laboratorium untuk tes penegasan, termasuk kultur

virus dan tes immunologik menggunakan antibodi

monoklonal atau teknik hibridisasi DNA.

1.4.2.4 Penularan

Acute herpetic gingivostomatitis

merupakan penyakit menular. Umumnya pada

orang dewasa ditemukan kekebalan terhadap HSV

sebagai hasil dari infeksi selama masa kanak-

kanak.

1.4.2.5 Terapi

Penanggulangan untuk oral

~ Self Limiting

~ Obat-obat pasta oral (Orabase)

- Melindungi ulkus

- Kenalog

- Teejel, solcoseryl

- Pemakaian azyclofir

~ Mouth Wash

1.4.3 Perikoronitis

Istilah perikoronitis mengaju pada

inflamasi pada gingival pada hubungan ke mahkota

dari gigi yang erupsinya kurang sempurna. Ini

sering terjadi pada daerah molar tiga rahang

bawah. Perikoronitis bersifat akut, subakut, dan

kronis.

1.4.3.1 Etiologi

Erupsi yang kurang sempurna dan

impaksi dari molar tiga rahang bawah

merupakan hal biasa dari perikoronitis.

Ruangan antara mahkota gigi dan flap gingival

yang sangat tinggi merupakan area yang ideal

sebagai tempat terkumpulnya debris makanan

dan tempat hidup bakteri.

1.4.3.2 Ciri Klinis

Pada pasien tanpa adanya tanda dan

gejala klinis, flap gingival sering bersifat

inflamasi dan infeksi kronis, dengan variasi

tingkat ulserasi mencapai permukaan sebelah

dalam.

Gambaran klinik ditandai dengan

merah, membengkak, lesi yang bernanah yang

sangat halus sekali, dengan rasa sakit

menyebar ke telinga, tenggorokan, dan dasar

mulut. Pasien biasanya merasa tidak nyaman

karena sakit, rasa busuk, dan ketidakmampuan

menutup rahang. Pembengkakan pada pipi juga

ditemukan yang umumnya terdapat pada

region sudut rahang dan lymphadenitis. Pasien

mungkin juga memiliki komplikasi sitemik

seperti demam, leokositosis, dan malaise.

1.4.3.3 Komplikasi

Ini mungkin menyebar secara

posterior ke dalam daerah oropharyngeal dan

secara medial ke dasar lidah, menyebabkan

pasien sulit untuk menelan. Tergantung pada

kekerasan dan luasnya infeksi, terdapat

keterlibatan submaksila, servikal posterior,

servikal yang dalam, dan retropharyngeal

lymph node. Formasi abses peritonsillar,

cellulitis, dan ludwig’s angina jarang terjadi

namun demikian dapat mengakibatkan akut

perikoronitis.

Page 19: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

BAB II

PENYAKIT PERIODONTAL

2.1 Poket Periodontal

Poket periodontal didefinisikan sebagai

pendalaman sulkus gingiva secara patologi, yaitu

salah satu gejala klinik penyakit periodontal.

2.1.1 Klasifikasi

Pendalaman sulkus gingiva bisa terjadi oleh

pergerakan koronal margin gingiva, pergeseran

apikal gingiva attachment, atau kombinasi kedua

proses. Poket-poket dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

1. Poket gingiva (pseudopocket): tipe poket

ini dibentuk oleh pembesaran gingiva tanpa

kerusakan jaringan periodontal dasar. Sulkus

dalam karena peningkatan bagian (bulk)

gingiva.

2. Poket periodontal (true or absolute): Tipe

poket ini terjadi dengan kerusakan jaringan

pendukung periodontal. Pendalaman poket

yang progresif membuat kerusakan jaringan

pendukung periodontal dan kehilangan gigi.

Ada dua tipe poket periodontal:

1.Suprabony (supracrestal atau supra-alveolar),

dimana dasar poket adalah korona tulang

alveolar dasar.

2. Infrabony (intrabony, subcrestal, or intra-

alveolar), dimana dasar poket adalah apikal

sampai permukaan batas tulang alveolar. Pada

tipe kedua ini, dinding poket lateral berada

antara permukaan gigi dan tulang alveolar.

Poket dapat meliputi satu, dua, atau lebih

permukaan gigi dan dapat berbeda kedalaman dan

jenis pada permukaan yang berbeda pada gigi yang

sama dan pada permukaan approksimal pada ruang

interdental yang sama. Poket bisa spiral

(berasal dari satu permukaan gigi dan berliku-

liku mengelilingi gigi termasuk satu atau lebih

permukaan tambahan). Tipe poket ini paling

umum di daerah percabangan.

2.1.2 Gambaran Klinis

Gambaran klinik seperti merah,

marginal gingiva menebal, zona vertikal merah

kebiru-biruan dari margin gingiva sampai

mukosa alveolar, perdarahan gingiva atau

supurasi, pergeseran gigi, dan diastem formasi

dan gejala seperti sakit secara lokal atau sakit

yang dalam “pada tulang” gejala periodontal

poket. Metode menemukan poket periodontal

dan menentukan luasnya adalah berhati-hati

memeriksa margin gingiva sekitar permukaan

gigi.

2.1.3 Patogenesis

Poket periodontal disebabkan oleh

mikroorganisme dan produk-produknya, yang

membuat perubahan jaringan patologi

membuat sulkus gingiva dalam. Pada dasar

kedalaman, kadang-kadang sulit untuk

membedakan kedalaman sulkus normal dengan

poket periodontal dangkal. Perubahan meliputi

transisi dari sulkus gingiva normal ke patologi

poket periodontal dihubungkan dengan

perbedaan proporsi sel-sel bakteri pada plak

gigi. Gingiva sehat dihubungkan dengan

beberapa mikroorganisme, paling banyak sel

kokus dan batang. Penyakit gingiva

Page 20: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

dihubungkan dengan peningkatan jumlah

spirochetes dan batang bergerak.

Formasi poket dimulai dari inflamasi di

dinding jaringan ikat sulkus gingiva yang

disebabkan bakteri plak. Sel dan eksudat cairan

inflamasi menyebabkan degenerasi sekitar jaringan

ikat, termasuk serabut gingiva.

Sebagai akibat kehilangan kolagen, bagian

apikal epithelium junction berproliferasi sepanjang

akar, pemanjangan seperti proyeksi dua atau tiga

jari.

Bagian korona epithelium junction

melepaskan/memisahkan dari akar sebagai migrasi

bagian apikal. Sebagai hasil inflamasi,

polymorfonuklear neutrofil (PMNs) menginvasi

ujung korona epithelium junction dalam

meningkatkan jumlahnya. PMNs tidak bergabung

satu sama lain atau sisa dari epithelium desmosom.

Perpanjangan epithelium junction

sepanjang akar membutuhkan sel epitelial yang

sehat. Ditandai dengan degenerasi atau

nekrosis epithelium junctional memperlambat

daripada mempercepat pembentukan poket.

Derajat infiltrasi leukosit epithelium

junctional bebas dari volume inflamasi

jaringan ikat, sehingga proses ini dapat terjadi

pada gingiva dengan hanya sedikit gejala

inflamasi klinik.

Dengan meneruskan inflamasi,

gingiva meningkatkan bagian terbesar, dan

puncak margin gingiva memperpanjang ke

mahkota. Epithelium junction melanjutkan

migrasi sepanjang akar dan memisahkannya.

Epithelium dinding lateral poket berproliferasi

ke dalam bentuk bulat, seperti pemanjangan

kawat (cord-like extendsions) ke dalam inflamasi jaringan ikat. Leukosit dan edema dari inflamasi

jaringan ikat berinflitrasi ke lapisan epithelium poket, menghasilkan berbagai derajat degenerasi dan

nekrosis.

Plak Inflamasi gingiva Formasi poket formasi lebih banyak plak.

2.1.4 Histopatologi

Korelasi Gejala Klinik dan Gejala Histopatologi Poket Periodontal

Gejala Klinik Gejala Histopatologi

1. Dinding gingiva poket periodontal ada

bermacam-macam tingkat pewarnaan merah

kebiru-biruan; lembut; halus; permukaannya

licin; dan

2. Frekuensinya lebih sedikit, dinding

gingiva bisa menjadi pink dan keras.

3. Perdarahan ditimbulkan oleh

pemeriksaan dinding jaringan lunak poket

dengan hati-hati.

4. Ketika diselidiki dengan pemeriksaan,

aspek sebelah dalam poket periodontal

umumnya menyakitkan.

5. Pada banyak kasus pus bisa digambarkan

1. Pewarnaan disebabkan oleh stagnasi

sirkulasi; kelembutan; dengan penghancuran

serat gingiva dan sekitar jaringan; halus,

permukaan licin, dengan atrofi epitelium dan

edema; pitting on presure, dengan edema

dan degenerasi.

2. Pada beberapa kasus fibrotik berubah

menonjol lebih dari eksudasi dan degenerasi,

terutama sekali dalam hubungan dengan

permukaan luar dinding poket. Tetapi,

walaupun penampilan eksternal sehat,

dinding dalam poket tanpa kecuali sekarang

ini beberapa berdegenerasi dan ini sering

Page 21: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

dengan menerapkan tekanan digital. berulser.

3. Meredakan perdarahan hasil dari

peningkatan vaskularisasi, penipisan dan

degenerasi epitelium, dan dekat dengan

tertutup pembuluh dengan permukaan

dalam.

4. Sakit dan stimulasi taktil berkaitan

dengan ulcerasi aspek dalam dinding poket.

5. Pus terjadi di dalam poket dengan

inflamasi supuratif dinding bagian dalam.

2.1.4.1 Invasi Bakteri

Invasi bakteri area apikal dan lateral

dinding poket bisa terjadi pada periodontitis kronik

manusia. Filamen-filamen, batang, dan coccus

organisme dengan predominan gram-negatif

dinding sel telah ditemukan di ruang interseluler

epitelium. Hillmann telah melaporkan keberadaan

Porphyromonas gingivalis dan Prevotella

intermedia di dalam kasus periodontitis gingiva

akut. Actinobacillus actinomycetemcomitans juga

ditemukan di dalam jaringan.

Bakteri menginvasi ruang interseluler

pada awalnya di bawah pengelupasan kulit sel

epitelial, tetapi dapat juga ditemukan antara sel

epitelial yang lebih dalam dan berakumulasi di atas

lamina dasar. Beberapa bakteri melintasi lamina

dasar dan menginvasi subepitelial jaringan ikat.

2.1.4.2 Mikrotopografi Poket Dinding Gingiva

Scan mikroskop elektron sudah bisa

menggambarkan beberapa area dinding poket

jaringan lunak, dimana terdapat perbedaan tipe

aktivitas. Area –area ini berbentuk oval secara

irreguler, memanjang dan berdekatan satu dengan

yang lain, serta ukurannya sekitar 50-200µm.Area-

area di bawah ini telah tercatat:

1. Area relatif pasif, menunjukkan

permukaan yang relatif datar dengan

sedikit cekungan dan tumpukan.

Kadang-kadang sel berbayang .

2. Area akumulasi bakteri, dimana

terdapat cekungan di permukaan

epitel, dengan kumpulan debris dan

kumpulan bakteri berpenetrasi ke

dalam ruang pembesaran interseluler.

Bakteri-bakteri ini umumnya

berbentuk kokus, batang, dan filamen

dengan sedikit spirochaetes.

3. Area kemunculan leukosit, dimana

leukosit muncul di dalam dinding

poket melalui lubang yang ada di

ruang interseluler.

4. Area interaksi leukosit –bakteri,

dimana sejumlah leukosit ada dan

secara nyata menutupi bakteri dalam

proses fagositosis. Plak bakteri

bergabung dengan epitelium terlihat,

baik tersusun sebagai matriks ditutupi

oleh material menyerupai fibrin dalam

kontak dengan permukaan sel atau

bakteri yang berpenetrasi ke dalam

ruang interseluler.

5. Area epitel deskuamasi yang kuat,

dimana terdiri dari semi ikatan dan

lipatan squamaepitelial, kadang-

kadang sebagian tertutupi bakteri.

Page 22: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

6. Area ulserasi, dengan jaringan ikat yang

terpapar.

7. Area Hemoragi, dengan sejumlah eritrosit.

Transisi dari satu area ke area lain dapat

disimpulkan, Bakteri berakumulasi

sebelumnya dalam area pasif memicu

kemunculan leukosit dan interaksi

leukosit-bakteri. Hal ini akan memicu

desquamasi epitelia dan akhirnya terjadi

ulserasi dan hemoragi.

2.1.4.3 Dinding Permukaan Akar

Dinding permukaan akar poket

periodontal sering mengalami perubahan yang

signifikan karena mengekalkan infeksi periodontal,

menyebabkan sakit, dan pengobatan periodontal

rumit. Sementum akar menderita secara struktur,

secara kimia, dan perubahan sitotoksik.

Mikroorganisme yang dominan dalam karies

permukaan akar adalah Actinomyces viscosus.

Prevalensi rata-rata penelitian karies akar

dalan 20 sampai 64 tahun individu menyatakan

42% mempunyai satu atau lebih lesi karies akar

dan lesi-lesi itu ditujukan meningkat sejalan umur.

Karies akar bisa menyebabkan pulpitis,

sensitifitas terhadap manis dan perubahan suhu,

atau sakit berat. Karies akar mungkin penyebab

sakit gigi pada pasien dengan penyakit periodontal

dan tidak ada bukti kerusakan korona.

Karies sementum membutuhkan perhatian

khusus ketika poket diobati. Nektrotik sementum

harus dihilangkan dengan scalling dan root planing

sampai permukaan akar kuat tercapai, juga bila

memerlukan pemanjangan sampai dentin.

Sementum yang terpapar (terekspos) bisa

mengabsorbsi kalsium, phosphorus, dan fluoride

dari lingkungan lokalnya, membuat mungkin

perkembangan lapisan kalsifikasi tinggi yang

resisten terhadap kebusukan. Kemampuan

sementum ini untuk mengabsorpsi substansi dari

lingkungannya bisa membahayakan jika

material yang diabsorpsi toksik.

Perubahan sitotoksik. Penetrasi

bakteri ke dalam sementum bisa ditemukan

sedalam sementodentinal junction. Lagi pula,

produk bakteri seperti endotoksin juga sudah

dideteksi di dalam dinding sementum poket

periodontal.

Zona di bawah ini dapat ditemukan di dasar

poket periodontal:

1. Sementum yang ditutupi kalkulus.

2. Attached plaque, yang menutupi

kalkulus dan memperpanjang secara

apikal ke berbagai derajat, mungkin

100-500 µm.

3. Zona of unattached plaque yang

mengelilingi plak terikat dan

memperluas secara apikal.

4. Zona dimana epitelium junction

terikat ke gigi. Pemanjangan zona ini,

dimana normal sulci lebih dari 500

µm, biasanya direduksi dalam poket

periodontal kurang dari 100 µm.

5. Apikal ke epitelium junction,

mungkin zona semi-destroyed serat

jaringan ikat.

2.1.5 Kandungan Poket

Poket periodontal mengandung debris

terutama terdiri dari mikroorganisme dan

produk-produknya (enzim, endotoksin, dan

hasil metabolisme lainnya), cairan gingiva, sisa

makanan, mucin salivari, desquamasi sel

epitelial, dan leukosit. Plak-menutupi kalkulus

biasanya proyek dari permukaan gigi. Eksudat

nanah, jika ada, terdiri dari hidup, degenerasi,

dan nekrotik leukosit; bakteri hidup dan mati;

serum; dan sedikit jumlah fibrin.

Page 23: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

2.1.6 Aktivitas Penyakit Periodontal

Poket periodontal melewati periode

kepasifan dan pembusukan. Periode kepasifan

dicirikan oleh pengurangan respon inflamasi dan

sedikit atau tidak ada kehilangan tulang dan ikatan

jaringan ikat. Penambahan plak tidak terikat,

dengan gram-negatifnya, motil, dan bakteri

anaerob, memulai periode pembusukan dimana

tulang dan ikatan jaringan ikat hilang dan poket

mendalam. Periode ini dapat berakhir dan diikuti

secepatnya oleh periode remisi atau pembusukan

dimana gram-positif bakteri berproliferasi dan

kondisi lebih stabil.

2.1.7 Sisi Spesifisiti

Penghancuran periodontal tidak terjadi di

semua bagian mulut pada waktu yang sama, tetapi

beberapa gigi pada waktu yang sama atau hanya

beberapa aspek beberapa gigi bagaimanapun

waktunya. Ini disebut sebagai sisi spesifisiti

penyakit periodontal. Oleh karena itu, kerasnya

periodontal meningkat oleh (1) perkembangan

tempat penyakit baru dan/atau (2) peningkatan

kerusakan tempat yang ada.

2.1.8 Perubahan Pulpa Terkait Poket

Periodontal

Perluasan infeksi dari poket periodontal

bisa menyebabkan perubahan patologi dalam

pulpa. Keterlibatan pulpa dalam penyakit

periodontal terjadi melalui, baik foramen apikal

atau lateral kanal di akar setelah infeksi meluas

dari poket melalui ligamen periodontal.

2.1.9 Keterikatan antara Kehilangan

Perlekatan dan Kehilangan Tulang terhadap

Kedalaman Poket

Formasi poket menyebabkan kehilangan

ikatan gingiva dan penggundulan permukaan akar.

Kehilangan ikatan yang berat secara umum,

tetapi tidak selalu berhubungan dengan

kedalaman poket. Ini karena derajat kehilangan

ikatan (pengunduran) tergantung lokasi dasar

poket di atas permukaan akar, padahal

kedalaman jarak antara dasar poket dan puncak

gingiva. Kedalaman poket yang sama dapat

dihubungkan dengan perbedaan tingkat

kehilangan ikatan dan kedalaman poket

berbeda bisa di hubungkan dengan jumlah

yang sama kehilangan ikatan.

Kehilangan tulang berat umumnya

dihubungkan dengan kedalaman poket, tetapi

tidak selalu. Kehilangan tulang yang luas bisa

dihubungkan dengan poket dangkal, dan

kehilangan tulang tipis/sedikit bisa terjadi

dengan poket yang dalam.

2.1.10 Daerah antara Dasar Poket dan

Tulang Alveolar

Secara normal jarak antara epitelium

junction dan tulang alveolar konstan secara

relatif. Jarak antara kalkulus bawah dan puncak

alveolar dalam poket periodontal manusia

paling konstan, mempunyai rata-rata panjang

1,97 mm ±33,16%.

Jarak dari ikatan plak ke tulang tidak

pernah kurang dari 0,5 mm dan tidak pernah

lebih dari 2,7 mm. Penemuan ini

menganjurkan bahwa aktivitas resorpsi tulang

diinduksi oleh bakteri didesak dalam jarak ini.

2.1.11 Hubungan Poket Periodontal dengan

Tulang

Di dalam poket infrabony dasar

adalah apikal ke tingkat tulang alveolar, dan

dinding poket berada antara gigi dan tulang.

Poket Infrabony paling sering terjadi secara

interproksimal tetapi bisa berlokasi di facial

Page 24: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

dan lingual permukaan gigi. Paling sering poket

meluas dari permukaan dimana berasal untuk satu

atau lebih berdekatan ke permukaan. Poket

Suprabony mempunyai dasar corona ke puncak

tulang.

Perubahan inflamasi, proliferatif, dan

degeneratif poket infrabony dan suprabony adalah

sama, dan keduanya menyebabkan kehancuran

dukungan jaringan periodontal.

2.1.12 Abses Periodontal

Abses periodontal adalah inflamasi

purulen jaringan periodontal terlokalisasi. Hal ini

juga diketahui sebagai abses lateral atau parietal.

Abses lokal di dalam gingiva dan menekan ke

dalam struktur pendukung disebut abses gingival.

Abses periodontal berasal dari injuri ke permukaan

luar gingiva dan bisa terjadi di ketidakadaan poket

periodontal.

Formasi abses periodontal bisa terjadi dengan

cara:

1. Perluasan infeksi dari poket periodontal

yang dalam ke dalam jaringan periodontal

pendukung dan lokalisasi proses inflamasi

supuratif sepanjang aspek lateral akar.

2. Perluasan lateral inflamasi dari

permukaan dalam poket periodontal ke

dalam jaringan ikat dinding poket. Hasil

lokalisasi abses ketika drainase ke dalam

ruang poket lemah.

3. Di dalam poket yang menggambarkan

saluran akar yang berliku-liku, abses

periodontal bisa membentuk kul-de-sak,

akhir yang dalam dimana tertutup dari

permukaan.

4. Penghilangan kalkulus yang tidak lengkap

selama pengobatan poket periodontal.

Pada contoh ini, dinding gingiva

menyusut, termasuk lubang poket,

dan abses periodontal terjadi tertutup

bagian poket.

5. Abses periodontal bisa terjadi di

dalam ketidakhadiran penyakit

periodontal setelah trauma gigi atau

perforasi dinding lateral akar dalam

terapi endodontik.

Periodontal abses diklasifikasikan berdasarkan

lokasi sebagai berikut:

1. Abses di dalam jaringan periodontal

pendukung, sepanjang aspek lateral akar.

Pada kondisi ini umumnya ada sinus di di

dalam tulang yang memperpanjang dari

abses ke permukaan eksternal.

2. Abses di dalam dinding jaringan lunak

kedalaman poket periodontal.

Secara Mikroskopi, abses lokal berakumulasi

aktif dan nekrotik PMNs dalam dinding poket

periodontal. Leukosit mati melepaskan enzim

yang dicerna sel-sel dan struktur-struktur

jaringan lain, membentuk produk cair yang

diketahui sebagai pus, yang merupakan pusat

abses. Reaksi inflamasi akut sekitar area

purulen, dan epitelium menunjukan intraseluler

dan ekstraseluler edema dan invasi leukosit.

Abses akut lokal menjadi abses kronik

ketika purulennya mengandung saluran melalui

fistula ke dalam permukaan gingiva luar atau

ke dalam poket periodontal.

Invasi bakteri jaringan telah disebutkan di

dalam abses, invasi organisme diidentifikasi

sebagai gram negatif cocci, diplococci,

fusiform, dan spirochetes. Invasi fungi juga

ditemukan dan diinterpretasikan sebagai

penginvasi opportunis.

2.1.13 Kista Periodontal

Page 25: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

Kista periodontal adalah lesi tidak umum

yang menghasilkan kerusakan lokal jaringan

periodontal sepanjang permukaan lateral, paling

sering di mandibular daerah caninus-premolar.

Di bawah ini kemungkinan etiologi telah

disebutkan:

1. Kista odontogenik disebabkan oleh

proliferasi epitelial istirahat Malassez;

stimulus inisiasi aktivitas seluler tidak

diketahui.

2. Kista lateral dentigerous tertahan di

dalam rahang setelah gigi erupsi.

3. Kista premodial supernumeri benih gigi.

4. Stimulasi epitelial istirahat ligamen

periodontal oleh infeksi dari abses

periodontal atau dari pulpa melalui

saluran akar tambahan.

Kista periodontal biasanya asimptomatik

dan tanpa dapat ditemukan perubahan secara

nyata, tetapi kista periodontal bisa ada sebagai

bengkak lunak.

2.2 Kehilangan Tulang dan Pola Kerusakan

Tulang

Meskipun perodontitis merupakan suatu

penyakit jaringan gingiva, perubahan yang terjadi

pada tulang alveolar sangat berperan penting

karena kehilangan tulang dapat menyebabkan

kehilangan gigi.

Tinggi dan kepadatan tulang alveolar pada

keadaan normal memiliki keseimbangan antara

besarnya pembentukan dan resorpsi yang diatur

oleh faktor sistemik dan faktor lokal. Saat nilai

resorpsi lebih besar dari nilai pembentukan tulang,

tinggi dan kepadatan tulang alveolar dapat

menurun.

2.2.1 Kerusakan Tulang Akibat Inflamasi

Gingiva yang Meluas

Penyebab utama kerusakan tulang

pada penyakit periodontal adalah perluasan

inflamasi marginal gingiva ke jaringan

penyokong. Invasi dari inflamasi gingiva ke

permukaan tulang dan permulaan dari

kehilangan tulang merupakan ciri utama

transisi dari gingivitis ke periodontitis.

Periodontitis selalu didahului oleh

gingivitis, sedangkan tidak semua gingivitis

berkembang menjadi periodontitis. Faktor yang

menyebabkan perluasan inflamasi ke jaringan

penyokong dan menginisiasi perubahan

gingivitis menjadi periodontitis belum

diketahui, namun dikaitkan dengan komposisi

bakterial yang terdapat pada plak. Pada

penyakit periodontal yang parah, kandungan

bakteri yang bergerak (motile) dan spirochaeta

meningkat sedangkan bakteri kokus dan batang

berkurang.

Perluasan inflamasi dikaitkan pula

dengan potensi pathogenik dari plak, resistensi

host, termasuk pula reaksi imunologi manusia,

dan reaksi-reaksi jaringan seperti derajat

fibrosis gingiva, luas attached gingiva,

fibrogenesis dan osteogenesis yang reaktif.

Sistem fibrin-fibrinolitik disebut sebagai

“walling off” dari peningkatan lesi.

2.2.2 Histopatologi

Inflamasi gingiva meluas sepanjang

bundel serat kolagen dan menyebar mengikuti

jalur “blood vessel” menuju tulang alveolar.

Pada regio molar, inflamasi dapat meluas ke

sinus maksilaris dan mengakibatkan penebalan

sinus mukosa.

Pada bagian interproksimal, inflamasi

menyebar ke jaringan ikat longgar di sekitar

pembuluh darah melalui serat-serat, lalu

menyebar ke tulang melalui saluran pembuluh

Page 26: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

lalu memperforasi puncak septum interdental di

tengah-tengah puncak alveolar, lalu menyebar ke

sisi-sisi septum interdental. Jarang tejadi inflamasi

yang menyebar langsung ke tulang menemui

ligamen periodontal. Pada bagian fasial dan

lingual, inflamasi gingiva menyebar melalui

lapisan periosteal luar pada tulang dan berpenetrasi

melalui pembuluh darah.

Setelah inflamasi mencapai tulang,

inflamasi menyebar ke dalam ruangan kosong dan

mengisi ruangan tersebut dengan leukosit, cairan

eksudat, pembuluh darah yang baru, dan

memploriferasi fibroblast. Jumlah multinuklear

osteoklast dan mononuklear fagositosis meningkat

lalu lapisan tulang menghilang, diganti dengan

lakuna.

2.2.3 Mekanisme Kerusakan Tulang

Faktor yang berpengaruh pada kerusakan

tulang adalah bakteri dan host (pada penyakit

periodontal). Produk bakterial plak meningkatkan

diferensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas

dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan

suatu mediator yang memicu terjadinya hal

tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi untuk

menghambat kerja dari osteoblast dan menurunkan

jumlah sel-sel tersebut. Jadi, aktivitas resorpsi

tulang meningkat, sedangkan proses pembentukan

tulang terhambat sehingga terjadilah kehilangan

tulang.

2.2.4 Pola Kerusakan Tulang

2.2.4.1 Hilangnya tulang secara horizontal

Hilangnya tulang secara horizontallah

yang paling sering dijumpai. Tulang alveolar

berkurang tingginya, margin tulang berbentuk

horizontal atau agak miring. Resopsi tulang pada

pola ini terjadi karena adanya aktivitas yang sama

besar pada semua bagian tulang. Sehingga

kerusakan sama rata, dan cacat yang terbentuk

adalah puncak alveolar yang datar.

2.2.4.2 Cacat tulang pada tulang alveolar

Cacat ini dijumpai pada septum interdental

maupun permukaan tulang sebelah luar (oral

atau vestibular).

2.2.4.3 Cacat tulang pada septum interdental

Adanya cacat tulang ini dapat dilihat

secara radiografis, tetapi paling jelas diketahui

dengan mengadakan probing sewaktu diadakan

pembukaan flap dalam prosedur operatif. Cacat

tulang pada septum interdental ini adalah

1. Crater (cupping)

Cacat tulang ini merupakan kavitas pada crest

septum interdental yang dibatasi oleh dinding

oral dan vestibular dan kadang-kadang

dijumpai antara permukaan gigi dengan

vestibular atau dasar mulut

2. Infrabony

Cacat tulang ini dapat bermacam-macam

tergantung pada jumlah dinding tulangnya.

2.2.4.4 Cacat Tulang Alveolar Pada

Permukaan Oral atau Vestubular

Cacat tulang pada permukaan luar

(oral atau vestibular)ini sangat bervariasi,

diantaranya adalah:

1. Kontur tulang yang bulbous

Kontur tulang yang bulbous biasanya

disebabkan adanya eksositosis atau

terbentuknya pilling.

2. Hemisepta

Sedangkan hemisepta akan menunjukkan

adanya bagian interdental septum yang

rusak sepanjang penyakit. Bagian yang

Page 27: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

rusak ini dapat terjadi pada bagian mesialnya

ataupun bagian distalnya.

3. Margin Tulang inkonsisten

Bentuk margin tulang yang inkonsisten

merupakan cacat tulang angular atau terbentuk

U pada permukaan oral atau vestibular. Pada

agambaran radoografik hal ini akan sukar

diketahui oleh oleh karena terrindih oleh

gambaran gigi atau gambaran tulang lainnya.

4. Ledge

Bentuk ledges terlihat sebagai penonjolan

kecil dan rata akibat adanya bony plato yang

tebal mengalami resopsi.

5. Spine

Cacat tuang spine menunjukkan adanya

penonjolan tulang yang tajam

6. Margin tulang terbalik

Bentuk margin tulang terbalik maksudnya

pincak crest alveolar yang tertinggi terdapat di

pertengahan gigi.

2.2.4.5 Cacat Furkasi

Cacat furkasi juga dapat dikelompokkan

menurut derajat kerusakan tulang di daerah furkasi

yang diukur pada bidang horizontal. Cacat furkasi

ini diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu:

1. Kelas 1

Disebut juga cacat tahap awal. Merupakan

cacat yang berpenetrasi kurang dari 2mm ke

arah furkasi.

2. Kelas 2

Merupakan cacat dimana kerusakan tulang

lebih dari 2 mm ke arah interradikular, tetapi

tidak semua daerah furkasi sehingga ada

sebuah aspek tulang yang tetap utuh.

3. Kelas 3

Merupakan cacat yang sedemikian rupa

sehingga sebagian besar tulang interradikular

sudah rusak, dan sonde dapat dimasukkan

melewati dearah antara akar-akar gigi dari

salah satu sisi ke sisi lainnya.

2.3 Periodontitis Kronis

Periodontitis kronis merupakan

penyakit dengan tipe progresif yang lambat.

Dengan adanya faktor sistemik, seperti

diabetes, perokok, atau stress, progres penyakit

akan lebih cepat karena faktor tersebut dapat

merubah respon host terhadap akumulasi plak.

2.3.1 Karakteristik Umum

Karakteristik yang ditemukan pada

pasien periodontitis kronis yang belum

ditangani meliputi akumulasi plak pada

supragingival dan subgingival, inflamasi

gingiva, pembentukan poket, kehilangan

periodontal attachment, kehilangan tulang

alveolar, dan kadang-kadang muncul supurasi.

Pada pasien dengan oral hygiene yang

buruk, gingiva membengkak dan warnanya

antara merah pucat hingga magenta. Hilangnya

gingival stippling dan adanya perubahan

topografi pada permukaannya seperti menjadi

tumpul dan rata (cratered papila).

Pada banyak pasien karakteristik

umum seringkali tidak terdeteksi, dan

inflamasi hanya terdeteksi dengan adanya

pendarahan pada gingiva sebagai respon dari

pemeriksaan poket periodontal.

Kedalaman poket bervariasi, dan

kehilangan tulang secara vertikal maupun

horizontal dapat ditemukan. Kegoyangan gigi

terkadang muncul pada kasus yang lanjut

dengan adanya perluasan hilangnya attachment

dan hilangnya tulang.

Periodontitis kronis dapat didiagnosis

dengan terdeteksinya perubahan inflamasi

Page 28: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

kronis pada marginal gingiva, adanya poket

periodontal dan hilangnya attachment secara klinis.

2.3.2 Penyebaran Penyakit

Periodontitis kronis biasanya merupakan

penyakit yang spesifik pada suatu tempat yang

terakumulasi plak. Periodontitis kronis dijelaskan

sebagai localized dan generalized.

1) Localized periodontitis

Kurang dari 30% tempat terkena abses

pada mulut yang menunjukan hilangnya

attachment dan tulang.

2) Generalized periodontitis

Terdapat 30 % atau lebih tempat terkena

abses pada mulut yang menunjukan

hilangnya attachment dan tulang.

Pola hilangnya tulang pada periodontitis

secara vertikal, bila hilangnya attachment dan

tulang pada permukaan gigi lebih besar

dibandingkan pada permukaan yang berdekatan,

atau horizontal. Hilangnya tulang secara vertikal

biasanya diasosiasikan dengan kerusakan angular

tulang dan bentuk poket intrabony. Hilangnya

tulang secara horizontal biasanya dihubungkan

dengan poket suprabony.

2.3.3 Keganasan Penyakit

Keganasan pada kerusakan periodontal

terjadi akibat lama tidaknya waktu terkena

penyakit. Dengan bertambahnya usia, hilangnya

attachment dan tulang akan menjadi lebih

prevalensi dan berbahaya karena adanya akumulasi

dari kerusakan.

Keganasan penyakit dibagi menjadi :

1) Slight (mild) periodontitis

Kerusakan periodontal yang ringan dan

hilangnya attachment tidak lebih dari 1-2

mm.

2) Moderate periodontitis

Kerusakan periodontal yang sedang dan

hilangnya attachment 3-4 mm.

3) Severe periodontitis

Kerusakan periodontal yang berbahaya

dan hilangnya attachment lebih dari 5mm.

2.3.4 Gejala

Gejala awal pasien periodontitis

kronis adalah terdapat tanda gusi berdarah

pada saat makan atau ketika menyikat gigi,

adanya kegoyangan gigi, atau tanggalnya gigi.

Pada periodontitis kronis ini pasien tidak ada

gejala nyeri, pasien sama sekali tidak merasa

bahwa dia terkena penyakit sehingga

kemungkinan besar sulit untuk mau dirawat.

Rasa nyeri kemungkinan muncul pada

gigi tanpa karies yang disebabkan oleh akar

yang sensitif pada panas, dingin, atau

keduanya. Area atau tempat yang terlokalisir

sedikit nyeri, kadang-kadang merambat jauh

pada rahang biasanya dihubungkan dengan

periodontitis. Adanya area yang terimpaksi

oleh makanan menambah ketidaknyamanan

pada pasien.

2.3.5 Progres Penyakit

Pasien memiliki kemungkinan terkena

periodontitis kronis yang sama sepanjang

hidup. Kecepatan progresi biasanya lambat

tetapi dapat dimodifikasi oleh sistemik,

lingkungan, dan perilaku. Awal pembentukan

periodontitis dapat terjadi kapanpun, tetapi

tanda awal biasanya dapat terdeteksi selama

masa remaja pada akumulasi plak dan

Page 29: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

kalkulus. Periodontitis kronis secara klinis menjadi

signifikan pada umur pertengahan-tiga puluhan

atau lebih.

Beberapa model yang menjelaskan

tentang progres penyakit. Pada model, progresi

diukur oleh jumlah hilangnya attachment.

1. Continous model, progres dari penyakit

lambat dan berkesinambungan, dengan tempat

yang terkena menunjukan adanya kecepatan

progres yang konstan pada kerusakan

periodontal.

2. Random model (episodic-burst model),

mengarah pada progres dari penyakit

periodontal dengan lambatnya destruksi yang

diikuti oleh periode tanpa destruksi. Pola

penyakit ini adalah random.

3. Asynchronous (multiple-burst model),

pada progres dari penyakit mengarah pada

destruksi periodontal yang terjadi di sekeliling

gigi yang terkena selama periode burst

activity, dan akan berganti dengan periode

inactivity.

2.3.6 Prevalensi

Periodontitis kronis meningkat prevalensi

dan keganasannya berhubungan dengan umur, dan

secara umum efeknya pada jenis kelamin adalah

sama. Bukan umur dari individu yang

menyebabkan meningkatnya prevalensi, tetapi

lamanya waktu jaringan periodontal berubah oleh

akumulasi plak.

2.3.7 Faktor Resiko Terjadinya Penyakit

Periodontitis merupakan penyakit yang

disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utama

terjadinya periodontitis adalah terdapatnya

akumulasi plak pada gigi dan gingival. Ada

beberapa faktor yang ikut berkontribusi dalam

peningkatan resiko terjadinya penyakit, antara

lain:

1) Faktor lokal.

Akumulasi plak pada gigi dan gingival

pada dentogingival junction merupakan

awal inisiasi agen pada etiologi

periodontitis kronis. Bakteri biasanya

memberikan efek lokal pada sel dan

jaringan berupa inflamasi.

2) Faktor sistemik

Kebanyakan periodontitis kronis terjadi

pada pasien yang memiliki penyakit

sistemik yang mempengaruhi keefektivan

respon host. Diabetes merupakan contoh

penyakit yang dapat meningkatkan

keganasan penyakit ini.

3) Lingkungan dan perilaku

Merokok dapat meningkatkan keganasan

penyakit ini. Pada perokok, terdapat lebih

banyak kehilangan attachment dan tulang,

lebih banyak furkasi dan pendalaman

poket. Stres juga dapat meningkatkan

prevalensi dan keganasan penyakit ini.

4) Genetik

Biasanya kerusakan periodontal sering

terjadi di dalam satu keluarga, ini

kemungkinan menunjukkan adanya faktor

genetik yang mempengaruhi periodontitis

kronis ini.

2.4 Periodontitis Agresif

Periodontitis agresif biasanya

menyerang secara sistemik pada individu sehat

yang berumur kurang dari 30 tahun.

Periodontitis agresif dibedakan dengan

periodontitis kronis berdasarkan onset usia,

Page 30: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

kecepatan progresi, sifat dan komposisi kumpulan

mikroflora gingiva, perubahan respon imun host

dan agregasi keluarga dari penyakit individu.

Periodontitis agresif menggambarkan tiga

penyakit. Penyakit tersebut adalah localized

aggressive periodontitis, generalized aggressive

periodontitis, dan rapidly progressive periodontitis

(RPP).

2.4.1 Localized Aggressive Periodontitis

2.4.1.1 Latar Belakang

Pada tahun 1923 Gottlieb melaporkan

seorang pasien dengan kasus fatal influenza

epidemik. Gottlieb menyebut penyakit itu sebagai

‘’difuse atrophy of the alveolar bone’’. Pada tahun

1928, Gottlieb mengganggap kondisi ini

disebabkan oleh inhibisi pembentukan sementum

yang terus menerus.

Pada tahun 1938, Wannenmacher

menyebut penyakit tersebut sebagai ‘’parodontitis

marginalis progressiva’’. Pada akhirnya, tahun

1966, world workshop in periodontics

menyimpulkan konsep ‘’periodontosis’’ sebagai

suatu gambaran degeneratif yang tidak perlu

dikonfirmasi dan istilah itu harus dihilangkan dari

nomenklatur periodontal.

Istilah ‘’Juvenile periodontitis’’ telah

diperkenalkan oleh Chaput dan para kolega di

tahun 1967 dan oleh Butler pada tahun 1969. Pada

tahun 1971, Baer mendefinisikan ini sebagai suatu

penyakit pada periodontium yang terjadi pada

remaja sehat dengan karakteristik kehilangan

tulang alveolar yang sangat cepat. Pada tahun

1989, word workshop clinical periodontics

mengkategorikan penyakit ini sebagai ‘’localized

juvenile periodontitis (LPJ)’’, termasuk sub dari

klasifikasi besar dari early-onset periodontitis

(EOP). Sekarang, penyakit penyakit dengan

karakteristik LPJ berubah nama menjadi

localized aggressive periodontitis.

2.4.1.2 Tanda-tanda Klinis

Localized aggressive periodontitis

(LAP) biasanya mempunyai onset pada usia

masa pubertas atau remaja. Tanda-tanda

klinisnya yaitu terlokalisasi pada gigi molar

pertama atau incisivus dan hilangnya

perlekatan interproksimal paling sedikit pada

dua gigi permanen, satu pada gigi molar

pertama dan melibatkan tidah lebih dari dua

gigi selain dari gigi molar pertama dan

incsivus. Kemungkinan alasan batas kerusakan

jaringan periodontal dan gigi yaitu :

1. Setelah melakukan kolonisasi pertama

pada gigi permanen yang pertama erupsi

(gigi molar pertama dan incisivus),

Actinobacillus actinomycetemcomitans

menghindari pertahanan host dengan

mekanisme yang berbeda, meliputi

produksi polimorphonuclear leukocyte

(PMN), faktor penghambat-chemotaxis,

endotoxin, kolagen, leukotoxin, dan faktor

lain yang dapat membuat bakteri

berkolonisasi pada poket dan memulai

perusakan jaringan periodontal. Setelah

penyerangan pertama ini, pertahanan imun

adekuat host distimulasi dengan

memproduksi antibody untuk menaikan

jarak dan fagositosis serangan bakteri dan

menetralisir aktifitas leukotoxin. Dengan

cara ini, kolonisasi bakteri pada tempat

lain dapat dicegah. Respon antibody yang

kuat pada agen infeksi adalah karakteristik

dari localized aggressive periodontitis.

2. Bakteri yang berlawanan dengan A.

actinomycetemcomitans dapat

berkolonisasi pada jaringan periodontal

Page 31: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

dan menghambat kolonisasi yang lebih lanjut

dari A. actinomycetemcomitans. Ini akan

melokalisasi infeksi A.

actinomycetemcomitans dan mencegah

perusakan jaringan.

3. A. actinomycetemcomitans dapat

kehilangan kemampuan memproduksi

leukotoxin tanpa alasan yang jelas. Jika hal ini

terjadi, progresi penyakit dapat dicegah atau

dilemahkan, dan kolonisasi pada daerah

periodontal yang baru dapat dihindari.

4. Kerusakan pada susunan sementum dapat

disebabkan oleh lesi yang terlokalisasi.

Permukaan akar dari gigi yang dicabut pada

pasien LAP ditemukan adanya sementum yang

hipoplastik atau aplastik. Hal ini tidak hanya

ditemukan pada permukaan akar yang terpapar

langsung pada poket periodontal tetapi juga

pada akar gigi yang masih mengelilingi

periodontium.

Karakteristik yang mencolok dari LAP

adalah tidak adanya inflamasi klinis meskipun

terdapat poket periodontal yang dalam dan adanya

kehilangan tulang yang cepat. Pada beberapa kasus

jumlah plak minimal yang terlihat tidak konsisten

dengan jumlah kerusakan periodontal. Plak jarang

membentuk kalkulus. Meskipun jumlah plak

terbatas tetapi mengandung banyak A.

Actinomycetemcomitans dan pada beberapa pasien

terdapat Porphyromonas gingivalis.

LAP mempunyai progres yang cepat.

Bukti yang telah dilaporkan bahwa laju hilangnya

tulang sekitar 3-4 kali lebih cepat daripada

periodontitis kronik. Karakteristik klinis lain dari

LAP meliputi :

1. Adanya perpindahan distolabial

pada incisivus rahang atas, bersamaan dengan

pembentukan diastema.

2. Peningkatan pergerakan pada incisivus

dan molar rahang atas dan rahang bawah.

3. Sensitifitas permukaan akar terhadap suhu

dan sentuhan.

4. Rasa sakit selama matikasi,

kemungkinan besar disebabkan oleh iritasi

struktur pendukung oleh gigi yang

bergerak dan impaksi makanan.

Tidak semua kasus LAP berprogresi

pada tingkatan yang dapat diuraikan dengan

tepat. Pada beberapa pasien dengan progresi

kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang

dapat sembuh dengan sendirinya.

2.4.1.3 Gambaran Radiografik

Hilangnya tulang alveolar secara

vertikal disekeliling gigi molar pertama dan

incisivus, pada permulaan masa pubertas pada

remaja sehat, merupakan tanda diagnosis

klasik dari LAP. Gambaran radiografik

meliputi hilangnya bentuk lengkung tulang

alveolar yang meluas dari permukaan distal

pada gigi premolar kedua sampai permukaan

mesial gigi molar kedua. Kerusakan tulang

biasanya lebih luas daripada periodontitis

kronik.

2.4.1.4 Prevalensi dan Distribusi

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Prevalensi LAP pada populasi usia

remaja pada keadaan geografis yang berbeda

yaitu kurang dari 1 %. Sebagian besar

melaporkan prevalensi yang rendah sekitar 0,2

%. Beberapa penelitian menemukan bahwa

prevalensi tertinggi LAP pada laki-laki kulit

hitam, diikuti perempuan kulit hitam,

perempuan kulit putih dan laki-laki kulit putih.

Page 32: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

Terlihat frekuensi paling banyak pada periode

pubertas dan pada usia 20 tahun.

2.4.2 Generalized Aggressive Periodontitis

2.4.2.1 Tanda-tanda klinis

Generalize Aggressive Periodontitis

(GAP) biasanya menyerang individu dibawah umur

30 tahun, namun pasien yang lebih tua juga dapat

terserang. Berbeda dengan LAP, individu yang

terserang GAP menghasilkan respon antibody yang

rendah terhadap organisme patogen. Secara klinis,

GAP mempunyai karakteristik yaitu hilangnya

perlekatan interproksimal secara menyeluruh,

sedikitnya pada tiga gigi permanen selain molar

pertama dan incisivus. Kerusakan yang timbul

terjadi secara bertahap diikuti tahap quiescence

(diam) dalam periode minggu ke bulan atau tahun.

Radiografi sering menunjukan kehilangan tulang

yang mempunyai progresi sejak pemeriksaan

radiografi.

Seperti pada LAP, pasien GAP sering

mempunyai jumlah plak kecil. Jumlah plak nampak

tidak konsisten dengan jumlah kerusakan

periodontal. Namun terdapat banyaknya bakteri P.

gingivalis, A. actinomycetemcomitans dan

Tannerella forsythia.

Respon dua jaringan gingiva dapat

ditemukan. Salah satu yang paling ganas adalah

jaringan yang terinflamasi akut, sering

terproliferasi, terulserasi dan berwarna merah

terang. Pendarahan dapat terjadi secara spontan

atau dengan stimulasi ringan. Supurasi dapat

menjadi suatu karakteristik penting. Respon

jaringan ini dianggap terjadi pada tahap destruktif

dimana perlekatan tulang hilang dengan aktif. Pada

beberapa kasus, jaringan gingiva dapat terlihat

berwarna pink, bebas inflamasi, kadang-kadang

dengan beberapa tingkatan stippling. Poket yang

dalam dapat terlihat dengan pemeriksaan. Beberapa

pasien GAP dapat memiliki manifestasi

sistemik seperti penurunan berat badan, depresi

mental dan malaise.

2.4.2.2 Gambaran Radiografik

Gambaran radiografik pada GAP

yaitu hilangnya tulang dari sedikit gigi sampai

menyerang sebagian besar gigi. Perbandingan

radiografik yang diambil pada waktu berbeda,

menunjukan keagresifan penyakit ini. Page et

al menjelaskan suatu sisi pada pasien GAP

yang menunjukan adanya kerusakan sekitar

25%-60% selama periode 9 minggu,

menunjukan kehilangan tulang yang ekstrim

tetapi di lain sisi pada pasien yang sama,

menunjukan tidak adanya kehilangan tulang.

2.4.2.3 Prevalensi dan Distribusi

Bedasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Pada suatu di Sri Lanka, 8% dari

populasi mempunyai penyakit periodontal

rapid progression, dengan karakteristik

hilangnya perlekatan sekitar 0,1-1 mm per

tahun. Survey nasional A.U.S terhadap remaja

usia 14-17 tahun melaporkan bahwa 0,13%

terserang GAP. Selain itu juga, orang kulit

hitam mempunyai resiko terjangkit lebih tinggi

dibandingkan orang kulit putih untuk semua

bentuk periodontitis agresif, dan remaja laki-

laki juga mempunyai resiko lebih tinggi dari

pada remaja perempuan.

2.4.3 Faktor Resiko Terjadinya

Periodontitis Agresif

2.4.3.1 Faktor Mirobiologi

Meskipun beberapa mikroorganisme

spesifik seringkali terdeteksi pada pasien

Page 33: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

localized aggressive periodontitis

(A.actinomycetemcomitans, Capnocytophaga spp.,

Eikenella corrodens, Prevotella intermedia dan

Campylobacter rectus). A.actinomycetemcomitans

disebutkan sebagai patogen primer. Seperti yang

disimpulkan oleh Tonetti dan Mombelli:

1. A.actinomycetemcomitans ditemukan

dengan jumlah tinggi pada karakteristik lesi

dari LAP (kira-kira 90%).

2. Tempat dengan bukti adanya progresi

lesi seringnya menunjukan peningkatan level

A.actinomycetemcomitans.

3. Beberapa pasien dengan manifestasi

klinis LAP mempunyai serum antibody yang

meningkat secara signifikan terhadap

A.actinomycetemcomitans.

4. Adanya hubungan antara

pengurangan beban di subgingival oleh

A.actinomycetemcomitans selama pengobatan

dan kesuksesan respon klinis.

5. A.actinomycetemcomitans

menghasilkan sejumlah faktor virulen yang

dapat memberikan pengaruh terhadap proses

penyakit.

Flora yang menyerang secara morfologi

campuran namun sebagian besar oleh bakteri gram

negatif, meliputi kokus, batang, filamen, dan

spirochetes. Beberapa jaringan terserang

mikroorganisme yang telah diidentifikasi sebagai

A.actinomycetemcomitans, Capnocytophaga

sputigena, Mycoplasma sp., dan spirochetes.

2.4.3.2 Faktor Imunologi

Beberapa kerusakan imun mempunyai

hubungan dengan patogenesis penyakit

periodontitis. Human leukocyte antigens (HLAs),

yang mengatur respon imun, telah

dipertimbangkan sebagai tanda untuk

periodontis agresif. Meskipun HLAs tidak

konsisten, antigen HLA A9 DAN B15

konsisten berhubungan dengan periodontis

agresif.

Beberapa investigasi, menunjukan

bahwa pasien dengan periodontitis agresif

menggambarkan kerusakan fungsional

polymorphonuclear leukocytes (PMNs),

monocyt, atau keduanya. Kerusakan ini dapat

dilemahkan dengan aktifitas kemotaksis dari

PMNs pada tempat yang terinfeksi atau dengan

kemampuan fagositosit dan membunuh

organisme. Penelitian saat ini juga

diperlihatkan suatu hipersensitifitas monosit

dari pasien LAP yang melibatkan produksi

prostaglandin E2 (PGE2) mereka saat

merespon lipopolisakarida (LPS).

Hiperresponsif fenotip ini dapat mengawali

peningkatan hilangnya jaringan ikat dan tulang

yang disebabkan oleh produksi yang

berlebihan faktor katabolik.

Sistem imun mempunyai peranan

penting dalam periodontitis agresif sistemik,

menurut Anusaksathien dan Dolby, orang yang

menemukan antibodi pada host yaitu kolagen,

deoxiribonucleic acid (DNA) dan IgG.

Mekanisme imun yang mungkin meliputi

peningkatan aktifitas major histocompaibility

complex (MHC) molekul kelas II, HLA, DR4,

suppresor fungsi sel T, aktifasi polyclonal sel

B oleh mikroba plak dan predisposisi genetik.

2.4.3.3 Faktor Genetik

Hasil penelitian menyatakan bahwa

semua individu tidak memiliki kemungkinan

yang sama terkena periodontitis agresif. Secara

spesifik dideskripsikan bahwa faktor genetik

Page 34: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

memiliki implikasi dalam periodontitis agresif.

Saat ini, gen spesifik yang merespon penyakit ini

belum dapat diidentifikasikan.

Kerusakan imunologi yang berhubungan

dengan periodontitis agresif dapat diturunkan

secara genetik. Hasil penelitian juga menunjukkan

bahwa respon antibodi terhadap patogen

periodontal, termasuk A. actinomycetemcomitans

di bawah kontrol genetik. Jumlah dari antibodi

protektif (terutama IgG2) tergantung dari ras.

2.4.3.4 Faktor Lingkungan

Jumlah dan lamanya merokok merupakan

variabel yang penting yang berpengaruh terhadap

kerusakan pada dewasa muda. Pasien penyakit

generalized aggressive periodontitis yang

mempunyai kebiasaan merokok memiliki lebih

banyak gigi yang terserang dan hilangnya

perlekatan klinis yang lebih besar dibandingkan

pasien GAP yang tidak merokok.

2.5 Periodontitis Ulseratif Nekrosis

Necrotizing Ulcerative Periodontitis

(NUP) merupakan perpanjangan dari NUG ke

struktur periodontal. Di sisi lain, NUP dan NUG

merupakan penyakit yang berbeda. Hingga

perbedaan antara NUG dan NUP dapat dinyatakan

‘diterima’ atau ‘tidak diterima’ dianjurkan bahwa

NUG dan NUP diklasifikasikan bersama di bawah

kategori necrotizing periodontal disease walaupun

dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda.

2.5.1 Karakteristik NUP

Secara spesifik banyak kasus NUP

disebutkan pada pasien immuno-compromised,

khususnya pada mereka yang mengidap HIV

positif atau yang memiliki AIDS. Klasifikasi

kembali NUP dan NUG pada tahun 1999 termasuk

pemisahan diagnosis dibawah klasifikasi

Necrotizing Ulcerative Periodontal disease.

Perbedaan antara kedua kondisi tersebut

sebagai penyakit yang berbeda belum

diklasifikasi. Namun mereka dibedakan

berdasarkan ada atau tidak adanya kehilangan

attachment dan tulang.

2.5.1.1 Gambaran Klinik

Sama dengan NUG, kasus klinis NUP

ditunjukan oleh nekrosis dan ulserasi pada

bagian mahkota dari papila interdental dan

margin gingival dengan rasa nyeri dan mudah

berdarah. Ciri khas yang membedakan NUP

yaitu progresi kerusakan penyakit termasuk

hilangnya periodontal attachment dan tulang.

Akan tetapi poket periodontal dengan

pemeriksaan yang dalam tidak ditemukan

dikarenakan ulseratif dan nekrosis pada lesi

gingival menghancurkan epitelium marginal

dan jaringan ikat, yang menghasilkan resesi

gingiva. Lesi NUP yang berkelanjutan

mengakibatkan hilangnya tulang, pergerakan

gigi, dan akhirnya kehilangan gigi. Manifestasi

intraoral pada kasus ini biasanya adalah

demam, oral malodor, malaise, atau

lymphadenopathy.

2.5.1.2 Gambaran Mikroskopis

Dalam mikroskopik elektron plak

mikroba menutupi nekrotik papila gingival,

menemukan kemiripan histologi yang

mencolok antara NUP pada pasien HIV positif

dan lesi NUG pada pasien non-HIV.

Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan

permukaan biofilm terdiri dari campuran flora

mikroba dengan perbedaan morpho-type dan

permukaan flora degan kumpulan spirochetes

(bacterial zone). Di bawah lapisan bakteri

adalah kumpulan PMNs (neutrofil rich-zone)

yang padat dan sel nekrotik (necrotic zone).

Page 35: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

2.5.2 NUP pada HIV/AIDS

Lesi gingival dan periodontal dengan ciri

yang khas sering ditemukan pada pasien dengan

infeksi HIV dan AIDS. Banyak dari lesi ini yang

memiliki manifestasi inflamasi periodontal yang

tidak biasa dan mengarah ke infeksi HIV dan

pasien yang dinyatakan immunocompromised.

NUG dan NUP adalah kondisi yang paling sering

dialami oleh pasien-pasien yang mengidap HIV .

Lesi NUP yang ditemukan pada pasien

HIV positif menunjukan ciri-ciri khas yang mirip

dengan yang nampak pada pasien HIV negatif. Di

sisi lain, lesi NUP pada pasien HIV-positif dapat

lebih membahayakan dan lebih banyak komplikasi

dibanding dengan pasien HIV negatif. Bentuk

nekrosis periodontitis tampak lebih menonjol dan

lebih parah pada pasien dengan

immunosupression.. Glick et al, menemukan

hubungan korelasi yang tinggi antara diagnosis

NUP dan immunosupression pada pasien HIV

positif. Pasien tersebut menunjukan NUP 20.8 kali

lebih mungkin memiliki CD4+ dibawah 200

cells/mm dibandingkan dengan pasien HIV positif

tanpa NUP.

2.5.3 Etiologi NUP

Etiologi dari NUP belum ditentukan,

walaupun campuran bakteri fusiform-spirochete

dianggap memegang peran utama. Banyak faktor

predisposisi yang menyebabkan NUG, termasuk

kebersihan oral yang rendah, penyakit periodontal

sebelumnya, merokok, infeksi virus, status

immunocompromised, stress psikososial dan

malnutrisi.

2.5.3.1 Flora Mikroba

Murray et al melaporkan bahwa kasus

NUP pada pasien HIV-positif menunjukkan

terdapat banyaknya Candida albicans dan

prevalensi lebih tinggi dari Actinobacillus

actinomycetemcomitans,Prevotella intermedia,

Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium

nucleatum, dan Campylobacte dibandingkan

dengan HIV negatif. Mereka melaporkan

tingkatan yang rendah dari spirochetes, yang

tidak konsisten dengan flora pada NUG.

Mereka juga berpendapat bahwa flora lesi

NUP HIV-positif sebanding dengan lesi

periodontitis kronik klasik sehingga

mendukung konsep mereka bahwa

periodontitis nekrosis pada pasien HIV-positif

adalah manifestasi agresif periodontitis kronis

pada host yang immunocompromised.

Berbeda dengan temuan ini, Cobb et

al melaporkan bahwa komposisi mikroba NUP

lesi pada pasien HIV-positif sangat mirip

dengan lesi NUG, seperti yang dibahas

sebelumnya. Mereka menggambarkan

campuran flora mikroba dengan berbagai

morphotypes di 81,3% dari spesimen. Di

bawah permukaan flora mikroba terdapat

kumpulan spirochetes di 87,5% dari spesimen.

2.5.3.2 Status Immunocompromised

Baik lesi NUG dan NUP lebih

prevalensi pada pasien dengan tekanan sistem

imun. Sejumlah penelitian, terutama yang

mengevaluasi HIV-positif dan pasien AIDS,

mendukung konsep bahwa respon host

berkurang pada orang-orang yang didiagnosis

terkena NUP. Dimana immunocompromised

pada pasien yang terinfeksi HIV positif ini

didukung oleh kerusakan fungsi T-cell. Cutler

et al menjelaskan kerusakan aktivitas

bakterisida PMNs pada dua anak yang

mengidap NUP.

Page 36: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

2.5.3.3 Stres Psikologi

Cohen-cole et al menyatakan bahwa

mereka yang memiliki NUG memiliki tingkat

kemarahan, tingkat depresi, dan tingkat stres lebih

besar. Walaupun peran stres dalam pengembangan

NUP tidak dilaporkan secara khusus banyak

kesamaan antara NUG dan NUP akan

menunjukkan bahwa hubungan serupa dengan stres

mungkin ada.

Mekanisme pengaruhi stres pada

penderita NUP belum ditetapkan. Namun,

diketahui bahwa stres meningkatkan kortisol

sistemik, dan peningkatan kortison dapat

menurunkan sistem imun. Jadi stres akibat

imunosupresi dapat merusak respon host dan

menyebabkan penyakit nekrosis periodontal.

2.5.3.4 Malnutrisi

Bukti langsung hubungan antara

malnutrisi dan penyakit nekrosis periodontal

terlihat pada infeksi nekrosis pada beberapa anak

yang mengalami malnutrisi. Lesi NUG tetapi

dengan progresi menjadi gangreous stomatitis atau

noma tergambarkan pada anak-anak yang

menderita malnutrisi. Pada tahap lebih lanjut, lesi

NUG memanjang dari gingiva ke beberapa area

lain dari kavitas oral, menjadi gangrenous

stomatitis (noma) dan menyebabkan nekrosis, dan

hilangnya tulang alveolar.

Malnutrisi dapat menyebabkan hilangnya

resistensi host terhadap infeksi dan penyakit

nekrotis. Kekurangan nutrisi pada sel dan jaringan

berakibat immunosupresi dan mudahnya terkena

penyakit.

2.6 Patologi dan Penatalaksanaan Periodontal

pada Pasien Terinfeksi HIV

2.6.1 Patogenesis

Acquired immunodeficiency

syndrome (AIDS) ditandai oleh penurunan

yang jelas dari sistem imun. Keadaan ini

pertama kali dilaporkan pada tahun 1981, dan

suatu virus patogen, yakni virus human

immunodefiency virus (HIV), diidentifikasi

pada tahun 1984. Kondisi ini awalnya

dipercaya hanya terbatas di kalangan pria

homoseksual. Lebih lanjut, juga diidentifikasi

pada pria dan wanita heteroseksual dan

biseksual yang terlibat dalam aktivitas seksual

tak terlindungi atau pemakaian obat-obatan

suntik. Saat ini, aktivitas seksual dan

penggunan obat-obatan merupakan cara

penyebaran yang utama.

HIV mempunyai afinitas yang kuat

untuk sel pada sistem imun, lebih spesifik

kepada yang membawa molekul reseptor

permukaan sel CD4. Kemudian, yang

membantu limfosit T (sel T4) cukup jelas

terpengaruh, namun monosit, makrofag, sel

Langerhans, dan beberapa sel otak neuronal

dan glial juga terlibat. Replikasi virus terjadi

secara berkelanjutan di jaringan limforetikular

dari lymph nodes, spleen, gut-associated

lymphoid cells, dan makrofag.

Limfosit B tidak terinfeksi, tapi fungsi

pengganti dari limfosit T4 yang terinfeksi

menyebabkan disregulasi sel B dan

penggantian fungsi neutrofil.

Ini dapat menempatkan individu HIV

positif pada resiko infeksi ganas dan

disseminasi dengan mikroorganisme seperti

virus, mycobacterioses, dan mycoses. Individu

HIV positif juga beresiko terhadap reaksi

berlawanan obat karena perubahan regulasi

antigenik.

Sel epitel mukosa dapat terinfeksi dan

mempermudah akses virus ke aliran darah.

Page 37: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

Banyak kejadian, mengindikasikan jika penyebaran

virus oral transmucosal terjadi setelah trauma dari

membran mukosa. Ini membuat infeksi sirkulasi

pertahanan sel inang seperti limfosit, makrofag,

dan sel dendrit.

HIV dideteksi hampir di seluruh cairan

tubuh, meskipun ditemukan dalam jumlah besar

hanya dalam darah, semen, dan cairan

serebrospinal. Penyebarannya terjadi di hampir

secara eksklusif oleh kontak seksual, penggunaan

obat suntik terlarang, atau paparan pada darah atau

produk darah. Penyebaran dengan gigitan manusia

sempat dilaporkan meskipun resikonya sangat

rendah.

Populasi yang beresiko tinggi termasuk

pria homoseksual dan biseksual, pengguna obat-

obatan suntik ilegal, orang dengan hemofilia atau

kelainan koagulasi lainnya, penerima transfusi

darah sebelum April 1985; bayi dari ibu yang

terinfeksi HIV (yang transmisinya terjasi karena

transmisi fetal, saat melahirkan, atau ketika

menyusui); hubungan heteroseksual bebas; dan

individu yang melakukan hubungan seks dengan

orang yang HIV positif. Penyebaran heteroseksual

merupakan sebab AIDS yang paling umum dalam

populasi dunia dan ini bertambah secara signifikan

di Amerika Serikat. Penyebaran lebih sering terjadi

melalui kontak dengan individu yang terinfeksi

HIV dengan plasma bioload tinggi dari virus.

Penyebaran HIV juga dilaporkan terjadi melalui

transplantasi organ dan inseminasi artifisal.

2.6.2 Epidemiologi dan Demografi

Pada 31 Desember 2002, 886.575 kasus

AIDS telah dilaporkan di Amerika Serikat, dan

501.69 kematian dihubungkan dengan sindrom ini.

Peningkatan jumlah pasien dengan AIDS di

Amerika Serikat dan negara berkembang lainnya

mengakibatkan bagian dari perpanjangan usaha

pertahanan hidup sejak adanya terapi multi

obat anti-HIV. WHO memperkirakan bahwa

sebanyak 38 juta orang di seluruh dunia telah

terinfeksi oleh satu dari sepuluh subtipe HIV

yang telah diketahui. Meskipun angka

peningkatan infeksi sedikit menurun di negara

berkembang, angka ini sudah merupakan

penambahan sebanyak 40 juta orang di abad

21.

AIDS mempengaruhi individu di

segala usia, namun lebih dari 98% kasus terjadi

pada orang dewasa dan remaja diatas 12 tahun.

Penderita paling utama di Amerika Serikat

adalah pria, yang 54% diantaranya adalah

homoseksual maupun biseksual. Sekitar 12%

dari kelompok ini merupakan pengguna obat-

obatan suntik terlarang. Penambahan 27% dari

infeksi secara eksklusif melalui penggunaan

obat suntik, dan 15% dari keseluruhan pasien

dengan AIDS di Amerika Serikat terjangkit

infeksi karena kontak seksual. Lebih dari 19 %

penderita AIDS adalah wanita, yang umumnya

berhubungan seks dengan pengguna obat-

obatan intravena atau pria biseksual. Wanita

lainnya dengan AIDS merupakan kelahiran

negara seperti Haiti atau negara Afrika lainnya

yang memiliki insidensi tinggi di mana

penyebaran utamanya melalui kontak

heteroseksual. Hanya 1% individu yang

terjangkit AIDS dari produk darah atau

transfusi darah di Amerika Serikat. Model

penyebaran ini berlanjut menjadi ancaman,

bahkan di negara tidak berkembang. Tingginya

jumlah pria homoseksual kulit hitam dan

Hispanic, pria dan wanita heteroseksual, dan

anak-anak yang terjangkit dari wanita yang

terkena infeksi HIV.

Penyebaran melalui pekerja kesehatan

ke pasien telah dilaporkan pada 3 kasus, salah

Page 38: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

satunya adalah dokter gigi yang menginfeksi 6

pasien secara sengaja maupun tidak.

2.6.3 Klasifikasi dan Tahap

Pada tahun 1982 Centers for Disease

Control and Prevention (CDC) mengembangkan

definisi kasus untuk AIDS berdasarkan adanya

penyakit oportunistik atau keganasan sekunder

yang mengakibatkan ketahanan mediasi sel pada

individu HIV positif. Pada 1993 revisi

ditambahkan dengan kanker serviks pada wanita,

bacillary tuberculosis, dan pneumonia berulang

pada pembentukan AIDS.

Perubahan paling signifikan dalam

definisi kasus CDC yang paling umum adalah

inklusi beberapa imunodefisiensi (T4 limfosit

dihitung <200/mm3 atau persentase T4 limfosit

<14% dari total limfosit) merupakan definitif

terhadap AIDS. Banyak pasien HIV positif

dikaitkan dengan AIDS hanya karena angka sel T4

nya rendah. Kemudian HIV olasme bioload

diidentifikasikan sebaai faktor signifikan yang

berhubungan dengan penyebaran penyakit ini.

Angka individu yang hidup dengan AIDS

di Amerika Serikat bertambah pesat beberapa

tahun terkhir karena besarnya perkembangan dari

highly active antiretroviral therapy (HAART),

yang mengkombinasikan beragam obat

antiretroviral, protease inhibitor, dan fusion

inhibitor. Individu yang dirawat dengan HAART

akan mengalami peningkatan level sel T4 dan

peningkatan muatan plasma viral.

Beberapa minggu setelah exposure awal,

beberapa pasien dapat mengalami beberapa gejala

akut seperti onset tiba-tiba dari penyakit

mononucleus-like akut yang ditandai dengan

malaise, kelelahan, demam, myalgia, erupsi

erythematous cutaneous, oral candidiasis, oral

ulceration, dan trombositopenia.

Klasifikasi Kasus Pengawasan CDC:

Pasien AIDS dikelompokkan berdasarkan

klasifikasi kasus pengawasan CDC (1993):

1. Kategori A: termasuk pasien dengan gejala

akut atau penyakit simptomatik, bersamaan

dengan individu dengan generalized

limfadenopati persisten, dengan atau tanpa

malaise, kelelahan, atau demam tingkat

rendah.

2. Kategori B: pasien yang memiliki kondisi

simptomatik seperti oropharyngeal atau

vulvovaginal candidiasis, oral hairy

leukoplakia, trombositopenia idiopatik, atau

gejala konstitusional dari demam, diare, dan

berkurangnya berat badan.

3. Kategori C: pasien dengan AIDS, yang

bermanifestasi oleh kondisi life-threatening

atau diidentifikasikan melalui level CD4+

limfosit T dibawah 200 sel/mm3.

Kategori tahapan CDC menunjukkan

disfungsi imunologik yang progresif, namut

pasien tidak mengalami progres secara urut

terhadap ketiga tahapan tersebut, dan

perkiraan jumlah kategori ini tidak diketahui.

Meskipun HAART memberikan berbagai efek

samping, banyak pusat perawatan AIDS tetap

menggunakannya dengan memulai atau

melanjutkannya dengan terapi multi obat.

2.6.4 Manifestasi Oral dan Periodontal

pada Infeksi HIV

Lesi oral seringkali ditemukan pada

pasien yang terinfeksi HIV, walaupun faktor

geografi dan lingkungan juga mempengaruhi.

Dari laporan yang ada mengindikasikan bahwa

sebagian besar pasien HIV memiliki lesi pada

kepala dan leher, sedangkan lesi oral sangat

umum terdapat pada individu yang positif

terinfeksi HIV tetapi belum menderita AIDS.

Page 39: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

Beberapa laporan telah mengidentifikasikan

hubungan yang sangat kuat antara infeksi HIV

dengan oral candidiasis, oral hairy leukoplakia,

atypical periodontal disease, oral Kaposi’s

Sarcoma, dan oral non-Hodgkin lymphoma.

Lesi oral yang memiliki sedikit hubungan

kuat dengan infeksi HIV antara lain melanotic

hyperpigmentation, mycobacterial infection,

necrotizing ulcerative stomatitis, miscellaneous

oral oral ulceration, dan infeksi viral ( herpes

simplex virus, herpes zoster, condyloma

acuminatum). Lesi yang terdapat pada pasien HIV

tetapi seringkali tidak terdeteksi adalah infeksi

viral (seperti CMV, molluscum contangiosum),

recurrent aphthous stomatitis, dan bacillary

angiomatosis (epitheloid angiomatosis).

Oral Candidiasis

Candida, jamur yang ditemukan sebagai

flora normal ronnga mulut, berproliferasi pada

permukaan mukosa oral pada kondisi tertentu.

Faktor utama yang berhubungan dengan

pertumbuhan yang berlebihan dari Candida adalah

berkurangnya resistensi dari host, seperti yang

terlihat pada pasien yang lemah atau pasien yang

menerima terapi imunosupresi. Insidensi dari

infeksi candida akan meningkat secara progresif

dalam hubungannya dengan menurunnya

kompetensi imun.

Candidiasis adalah lesi oral yang paling

umum pada HIV-infected dan ditemukan pada

sekitar 90% penderita AIDS. Biasanya terdapat

satu dari empat presentasi klinis:

a. Pseodomembranus candidiasis (thrush),

muncul sebagai lesi putih yang sedikit

sensitive dan tidak sakit yang dapat segera

dikikis dan diangkat dari permukaan mukosa

oral. Tipe ini sering terdapat pada palatum

keras dan lunak dan pada mukosa labial

dan bukal.

b. Erythematous candidiasis, dapat muncul

sebagai komponen dari tipe

pseudomembranous, tampak seperti

potongan kecil (patches) berwarna merah

pada mukosa bukal dan palatal, atau dapat

juga berhubungan dengan depapilasi dari

lidah.

c. Hyperplastic candidiasis, bentuk yang

paling jarang muncul dan dapat terlihat

pada mukosa bukal dan lidah. Tipe ini

lebih sulit untuk dihilangkan dibandingkan

yang lainnya.

d. Angular cheilitis, komisura (commissure)

yang tampak erythematous dengan

permukaan berkrusta dan

bercelah(fissure).

Diagnosis dari candidiasis dilakukan

dengan pemeriksaan mikroskopis dari sampel

jaringan atau smear dari material yang diambil

dari lesi tersebut, yang menunjukkan bentuk

hifa dan yeast dari organisme tersebut.

Kebanyakan pasien terdapat oral candidiasis

dan esophageal candidiasis, tanda diagnostik

untuk AIDS.

Walaupun candidiasis pada pasien

terinfeksi HIV dapat merespon pemberian

terapi antifungal, biasanya sulit disembuhkan

atau rekuren. Sebanyak 10 % organisme

candida menjadi resisten pada terapi jangka

panjang dari flukonazole, dan cross-resistance

pada agen antifungal lainnya dapat terjadi

termasuk itrakonazole, amphoterecine B,

suspense oral, dan amphoterecine B intravena.

Candidiasis yang resisten lebih sering terdapat

pada individu yang memiliki jumlah CD4

dibawah garis dasar. Penggunaan jangka

panjang ketokonazole dapat menyebabkan

Page 40: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

kerusakan liver pada individu dengan pre-existent

penyakit liver. Banyak dari infeksi hepatitis B

kronik pada individu terinfeksi HIV dapat

membawa pasien pada resiko kerusakan liver

karena ketokonazole.

Laporan yang baru diterima

mengindikasikan bahwa pemberian kombinasi obat

antiretroviral dan protease inhibitor pada infeksi

HIV menghasilkan penurunan yang signifikan dari

insidensi orofaringeal candidiasis dan oral candidal

carriage dan telah menurunkan angka resistensi

terhadap flukonazole.

Oral Hairy Leukoplakia (OHL)

Oral hairy leukoplakia (OHL) terutama

terjadi pada individu yang terinfeksi HIV.

Ditemukan pada batas lateral dari lidah, dan

biasanya tersebar bilateral dan dapat meluas

sampai ventrum. Lesi ini bersifat asimptomatik dan

memiliki area keratotik yang batasnya kurang jelas

dengan rentang ukuran dari beberapa millimeter

sampai sentimeter. Seringkali memiliki

karakteristik vertical striation, yang memberikan

gambaran seperti ombak (corrugated), atau

permukaannya mungkin berbulu dan muncul

“hairy” (rambut) ketika kering.

OHL ditemukan hampir secara khusus

pada batas lateral lidah, walaupun juga pernah

dilaporkan terdapat pada dorsum lidah, mukosa

bukal, dasar mulut, area retromolar, dan palatum

lunak. Sebagai tambahan, kebanyakan dari lesi ini

menunjukkan kolonisasi pada permukaannya oleh

organisme Candida, yang merupakan secondary

invander dan bukan merupakan penyebab dari lesi

ini.

Gambaran mikroskopik dari OHL yang

terdapat pada lidah pada high-risk patient

dipertimbangkan sebagai tanda awal yang spesifik

dari infeksi HIV dan sebagai indikator kuat bahwa

pasien akan menderita AIDS. Dari analysis yang

telah dilakukan menunjukkan bahwa 83%

pasien yang terinfeksi HIV dengan hairy

leukoplakia akan berkembang menjadi AIDS

dalam waktu 31 bulan dan jumlah pasien

dengan hairy leukoplakia yang dengan cepat

berkembang menjadi AIDS mendekati 100%.

Penggunaan HAART, bagaimanapun juga,

telah menurunkan insidensi OHL. Jika OHL

tetap terjadi meskipun telah mengkonsumsi

HAART, ini menggambarkan meningkatnya

imunodefisiensi dikarenakan kegagalan

terapetik, kesalahan dalam mengkonsumsi obat

sesuai resep, atau mengurangi dosis obat untuk

menurunkan efek samping obat. Perawatan

OHL yang terlalu berlebihan biasanya tidak

diindikasikan. Bagaimanapun juga, lesi

biasanya merespon terapi obat HIV atau

penggunaan obat antivirus seperti acyclovir

atau valacyclovir. Lesi dapat seluruhnya

dihilangkan dengan menggunakan laser atau

pembedahan konvensional. Juga terdapat

penggunaan obat-obatan topikal seperti

podophylin, retinoid, atau interferon.

Kaposi’s Sarcoma dan Keganasan Lainnya

Keganasan dalam rongga mulut lebih

sering terjadi pada individu imunokompromis

dibandingkan pada populasi umum. Individu

HIV-positif dengan non-Hodgkin’s lymphoma

(NHL) atau Kaposi’s sarcoma (KS)

dikategorikan mengidap AIDS. Insidensi dari

squamous cell carcinoma juga meningkat pada

individu yang terinfeksi HIV.

KS adalah keganasan dalam rongga

mulut paling sering yang terdapat pada AIDS.

Kaposi’s sarcoma (KS) jarang terjadi,

multifocal, neoplasma vascular. Baru-baru ini,

strain baru dari herpes virus telah diidentifikasi

sangat berhubungan dengan terjadinya KS.

Page 41: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

Virus ini pada awalnya dinamakan KS-herpes virus

tetapi sekarang ini lebih dikenal sebagai human

herpes virus-8 (HHV-8). HHV-8 telah dihubungkan

dengan AIDS-related dengan AIDS-non related KS.

Walaupun begitu, individu yang terinfeksi HIV

memiliki resiko 7000 kali lebih besar untuk terkena

KS. Walaupun virus ini virus ini dapat

ditransmisikan secara seksual, virus ini juga dapat

ditransmisikan dari ibu yang terinfeksi kepada

anaknya.

KS yang terdapat pada pasien terinfeksi

HIV muncul dalam gambaran klinis yang berbeda-

beda. Pada individu ini, KS menjadi lesi yang lebih

agresif dan mayoritas (71%) berkembang menjadi

lesi pada mukosa oral,terutama pada palatum dan

gingival.

Pada stadium awal, lesi oral tidak sakit,

macula berwarna ungu kemerah-merahan. Selama

lesi berkembang, lesi ini sering menjadi nodular

dan dengan mudah menjadi sulit dibedakan dengan

kesatuan vascular oral lainnya seperti hemangioma,

hematoma, varicosity, atau pyogenic ganuloma

(ketika terjadi di gingival).

Lesi-lesinya bermanifestasi sebagai nodul,

papula, atau macula nonelevated yang biasanya

berwarna cokelat, ungu, atau biru. Terkadang lesi

ini dapat terlihat dalam pigmentasi normal.

Diagnosis berdasarkan pemeriksaan histologis.

Secara mikroskopis KS terdiri dari empat

komponen; (1)proliferasi sel endothelial dengan

formasi dari saluran vascular atypical;(2)

extravascular hemorrhage dengan deposisi

hemosiderin;(3) proliferasi sel spindle dalam

hubungannya dengan pembuluh atypical;(4)

infiltrat inflamasi mononuclear yang terutama

terdiri dari sel-sel plasma.

Diagnosis diferensial dari oral KS

termasuk granuloma pyogenicum, hemangioma,

atypical hyperpigmentation, sarcoidosis, bacillary

angiomatosis, angiosarcoma, pigmented nevi,

dan cat-scratch disease (kulit).

Pemberian HAART telah menurunkan

insidensi dari KS. Bagaimanapun juga, lesi

masih dapat ditemukan pada individu

imunokompromis yang hebat atau mereka yang

tidak mengetahui status HIV-positif mereka.

HHV-8 dapat ditemukan lebih banyak pada

saliva individu HIV-positif dengan jumlah sel

CD4 yang lebih banyak, dapat menunjukkan

penyebaran virus pada tahap awal proses

penyakit.

Penanganan oral KS antara lain agen

antiretroviral, laser excision, cryotherapy,terapi

radiasi, dan intralesional injection dengan

menggunakan vinblastine, interferon-α,

sclerosing agents, atau obat-obat kemoterapi

lainnya. Nichols dkk mengungkapkan

keuntungan menggunakan injeksi intralesi

dengan menggunakan vinblastine dengan dosis

0.1 mg/cm2, 0.2 mg/ml solution sulfate dalam

saline. Perawatan diulang dalam interval 2

minggu sampai resolusi atau lesi stabil. Efek

sampingnya adalah beberapa nyeri setelah

perawatan dan kadang-kadang ulcerasi pada

lesi., tetapi secara umum, terapi sudah baik.

Total resolusi yang didapat dalam 70% dari 82

lesi intraoral KS dengan satu sampai enam kali

perawatan. Lesi cenderung muncul kembali,

bagaimanapun juga, mengindikasikan bahwa

perawatan harus tersedia untuk lesi oral KS

yang mudah traumatisasi atau mengganggu

pengunyahan atau penelanan.

Bacillary (Epitheloid) Agiomatosis

Bacillary (epitheloid) angiomatosis

(BA) adalah infeksi penyakit proliferasi

vascular dengan gambaran klinis dan histologis

sangat mirip dengan KS. BA disebabkan oleh

Page 42: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

organism mirip ricketsia. Bartonellaclae henselia,

quintata, dan lainnya. Lesi kulit mirip dengan yang

terlihat pada KS atau cat-scratch disease.

Manifestasi gingiva dari BA berupa lesi jaringan

lunak yang edematous berwarna merah, ungu, atau

biru yang dapat menyebabkan kerusakan ligament

periodontal dan tulang. Kondisi ini ebih sering

terjadi pada individu HIV-positif dengan level CD4

rendah.

Diferensiasi BA dari KS berdasarkan

biopsy, yang menunjukkan proliferasi “epiteloid”

dari sel angiogenik ditambah adanya infiltrat sel

inflamasi akut. Organisme penyebab pada

spesimen biopsi terkadang bereaksi dengan

pewarna perak Warthen-Starry atau dengan

menggunakan mikroskop electron.

Diagnosis banding untuk BA termasuk

KS, angiosarcoma, hemangioma, granuloma

pyogenicum, dan proliferasi vascular nonspesifik.

BA biasanya ditangani dengan menggunakan

antibiotic spectrum luas seperti erythromycin atau

doxycycline. Lesi gingiva ditangani dengan

menggunakan antibiotik bersama dengan terapi

periodontal konservatif dan mungkin eksisi lesi.

Oral Hyperpigmentation

Peningkatan insidensi oral

hyperpigmentation telah dideskripsikan pada

pasien HIV-infected. Area pigmentasi oral sering

muncul sebagai bintik (spot) atau bercak pada

mukosa bukal, palatum, gingival, atau lidah.

Terkadang pigmentasi juga berhubungan

dengan pemakaian obat-obatan yang

berkepanjangan seperti zidovudine,

ketokonazole, atau clotazimine. Pigmentasi

oral juga sebagai hasil dari insufisiensi

adrenocorticoid yang diinduksi oleh individu

HIV-positif yang menggunakan ketokonazole

yang berkepanjangan atau karena infeksi

Pneumocyystis carinii, CMV atau infeksi virus

lainnya.

Atypical Ulcers

Ulserasi pada rongga mulut pada

orang yang terjangkit HIV dapat

mempunyai beragam etiologi termasuk

neoplasma seperti lymphoma, KS dan

squamous cell carcinoma. Laporan kasus

terbaru menyatakan bahwa HIV-

diasosiasikan dengan neutropenia dapat

juga menunjukan suatu ulcer. Neutropenia

telah berhasil dilakukan dengan

menggunakan rekombinant human

granulocyte colony-stimulating factor (G-

CSF) dengan resolusi dihasilkan dari

Ulcer. Keganasan ulser yang

berkepanjangan telah berhasil diatasi

menggunakan prednisone dan thalidomide,

obat yang menghambat tissue necrosis

factor alpha (TNF- α). Kekambuhan

kemungkinan terjadi, jika obatnya

dihentikan.

Herpes dapat melibatkan semua

permukaan mucosal dan berkembang ke

kulit dapat nampak selama berbulan –

bulan. Pembesaran tidak teratur, persisten,

nonspesifik, Ulcer yang menyakitkan

terjadi pada seseorang yang

Page 43: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

immunocompromised. Jika penyembuhan

ditunda, luka ini dapat menjadi herpetic yang

menetap atau luka aphthous.

Sejumlah bakteri dan infeksi viral

dapat menghasilkan ulcer pada seseorang yang

terjangkit HIV. Pada dasarnya, seseorang yang

immunocompromised beresiko dari penularan

agen endemik pada lokasi geografis pasien.

Ulser tidak teratur atau tidak sembuh dapat

memerlukan biopsi, kultur mikrobial, atau

keduanya untuk menentukan etiologi. Ulser

telah digambarkan dalam hubungannya

dengan organisme enterobacterial seperti

Klebsiella pneumonia, Enterobacter cloacea

dan Escherichia coli. Infeksi tersebut adalah

langka dan biasanya diasosiasikan dengan

pelibatan sistemik. Terapi antibiotik khusus

adalah diindikasikan dan koordinasi dekat dari

terapi mulut dengan dokter pasien adalah

biasanya diperlukan.

Herpes simplex virus (HSV),

varicella-zoster virus (VZV), Epstein-Barr

Virus (EBV) dan Cytomegalovirus (CMV)

adalah biasanya didapat kembali dari atypical

ulcer, mengindikasikan kemungkinan peran

etiologis. Baru – baru ini, atypical ulcer

ditemukan dengan infeksi HSV dan CMV atau

dengan EBV dan CMV. Ulcer ini dapat terjadi

pada seseorang yang neutropenic dalam

hubungannya dengan infeksi HIV.

Neutropenia dapat juga disebabkan oleh obat

seperti zidovudie, trimethoprim-

sulfamethoxazoic dan gancyclovir. Ulcer tidak

teratur dapat menjadi lebih keras dan tahan

lama pada seseorang yang rendah perhitungan

sel CD4 dan adanya CMV mulut -

disebabkan ulcer dapat menjadi indikatif dari

infeksi sistemik CMV.

Herpes labialis pada individual

yang terjangkit HIV dapat menjadi

responsif pada terapi antiviral topikal

(sebagai contoh., acyclovir, pencyclovir,

doconasol), untuk mengurangi waktu

penyembuhan atau luka dapat

memerlukan penggunaan agen sistemik

antiviral (sebagai contoh., acyclovir,

valacyclovir, famciclovir).

Recurrent aphtous stomatitis

(RAS) telah digambarkan pada pasien

yang terjangkit HIV. RAS dapat terjadi,

akan tetapi sebagai komponen inisial

penyakit akut dari HIV seroconversion.

Insidensi dari major aphtase dapat

meningkat dan oropharynx esophagus atau

area lain dari saluran gastrointestinal dapat

dilibatkan.

Metode untuk kekambuhan

aphtous stomatitis termasuk topical atau

intralesional corticosteroid, chlorhexidine

dari kumuran mulut antimicrobial, oral

tetracycline rinse atau topical

ammlexanox. Terapi systemic

corticosteroid dapat diperlukan dalam

beberapa kasus. Akibatnya, pada pasien

dengan infeksi HIV dan kekambuhan

aphtase, sangat berhubungan medis dan

terapi gigi dapat diperlukan.

Infeksi viral oral pada pasien

immunocompromised adalah dengan

acyclovir (200-800 mg lima kali sehari

untuk setidaknya 10 hari). Terapi

pemeliharaan harian secara berurutan (200

mg dua hingga lima kali sehari) dapat

diperlukan untuk mencegah kekambuhan.

Resisten viral strain diperlakukan dengan

foscarnet, ganciclovir atau valacyclovir.

Page 44: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

Terapi corticosteroid topical

(fluocinonide gel digunakan tiga hingga lima

kali sehari) aman untuk mencegah terjadinya

kekambuhan ulcer aphthous atau luka mucosal

lain dalam immunocompromosed individual.

Akan tetapi, topical corticosteroid dapat

mempengaruhi immunocompromised

individual pada candidiasis. Akibatnya,

pengobatan prophylactic antifungal harus

diresepkan.

Biasanya, aphtae besar dalam

individual yang positif HIV dapat terbukti

resisten pada terapi topikal konvensional.

Pada pasien ini, konsultasi pengobatan

direkomendasikan dan pengadaan dari

sistemik kortikosteroid (sebagai contoh

prednisone, 40-50 mg setiap hari) atau terapi

alternatif (sebagai contoh thalidomide,

levamisole, pentoxiifylline) harus

dipertimbangkan. Agen ini dapat mempunyai

efek samping signifikan, akan tetapi, dan

dokter harus tetap waspada atas bukti lain dari

reaksi obat yang merugikan. Dalam interaksi

dengan pengobatan yang baru saja diresepkan.

Karena pada akhirnya semua agen antiviral

digunakan dalam perlakuan infeksi HIV

mempunyai potensi efek samping merugikan

dari interaksi obat, dokter gigi harus

mempertimbangkan terapi topikal apabila

sesuai.

2.6.5 Komplikasi Perawatan Gigi

Komplikasi paskaoperatif meliputi

pendarahan, infeksi, lamanya penyembuhan

luka) pada pasien dengan HIV/AIDS. Dokter

gigi harus hati-hati dalam menangani pasien

yang dicurigai terjangkit HIV/AIDS untuk

menghindari komplikasi yang tidak

semestinya. Akan tetapi, tinjauan

sistematis dari literatur mengindikasikan

bahwa tindakan pencegahan tidak

diperlukan berdasarkan pada status HIV

pasien ketika melakukan prosedur

perlakuan periodontal seperti dental

prohylaxis, scaling dan root planing,

operasi periodontal, ekstraksi, dan

penempatan implan. Biasanya,

bagaimanapun, status kesehatan yang

kurang baik dari pasien dengan AIDS

dapat membatasi terapi periodontal pada

prosedur yang konservatif, minimalnya

invasif dan terapi antibiotik dapat

diperlukan.

Efek Samping

Sejumlah obat yang menyebabkan

efek samping telah dilaporkan pada

pasien positif HIV dan dokter gigi dapat

menjadi pertama untuk mengenali reaksi

obat mulut. Foscarnet, interferon dan 2-3

dideoxycytidine (DDC) biasanya

menyebabkan ulcer dan erythema

multiforme telah dilaporkan dengan

menggunakan didanosine (DDI).

Zidovudine dan ganciclovir dapat

menyebabkan leukopenia, Xerostomia dan

perubahan sensasi rasa telah digambarkan

dalam hubungannya dengan

diethyldithiocarbamate (Dithiocarb) pasien

positif HIV dipercaya secara umum rentan

pada obat menyebabkan mucositis dan

reaksi obat lichenoid. Pada beberapa

pasien, ulcer dan mucositis diatasi jika

terapi obat dilanjutkan lebih dari 2 hingga

3 minggu, tetapi ketika efek obat adalah

keras atau menetap, terapi alternatif

dengan obat berbeda harus digunakan.

Page 45: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

Obat HAART dapat menyebabkan

efek samping merugikan bertingkat dari

kondisi menengah relatif seperti pusing

hingga pengembangan batu ginjal. Individual

dengan hepatitis C dan bersama infeksi HIV

adalah rentan pada liver cirrchosis. Efek

merugikan dikenali baru adalah lipodystrophy,

kondisi yang mencirikan redistribusi dari

lemak tubuh. Individual yang terinfeksi dapat

mengembangkan ciri muka kurus kering

namun menunjukan lemak perut yang

berlebih atau bahkan lapisan lemak pada

bagian belakang bahu (buffalo hump/ponggol

kerbau). Ini dapat diikuti dengan kekerasan

sistemik hyperlipide. Efek reaksi merugikan

lain dari HAART termasuk peningkatan

resistensi insulin, gynecomastia, toxic

epidermal necrolysis, dyscrasias darah, dan

kemungkinan peningkatan insidensi dari kutil

mulut. Laporan mulut lainnya atau efek

merugikan perioral termasuk reaksi oral

lichenoid, xerostomia, perubahan sensasi

darah, perioral paresthesia dan exfollative

chellitis. (Figur 34-24 dan 34-25)

2.6.6 Penyakit Gingiva dan Periodontal pada

Pasien HIV

Minat yang sangat besar telah ditujukan

pada sifat dasar dan insidensi dari penyakit gigi

dan periodontal pada individu yang terinfeksi HIV.

Bukti yang ada mengindikasikan bahwa penyakit-

penyakit tersebut lebih sering terjadi pada pasien

yang terinfeksi HIV melalui penggunaan obat-

obatan intravena. Hal ini muncul untuk

menghubungkan kurangnya oral hygiene dan

dental care dibandingkan penurunan jumlah sel

CD4.

Gingival dan periodontal manifestasi

dapat ditemukan pada individu HIV positif.

Terdapat linear gingival erythema dan

necrotizing ulcerative gingivitis, keduanya

berkembang secara cepat menjadi NUS atau

NUP. Mengatur kondisi seperti ini harus

melalui medical evaluation, termasuk

penentuan status CD4.

Linear Gingival Erythema

Erythematous gingivitis (LGE)

mudah berdarah, linear, dan bersifat persisten

telah ditemukan pada pasien HIV-positif. LGE

dapat atau tidak dapat berperan sebagai

precursor untuk necrotizing ulcerative

periodontitis (NUP). Mikroflora dari LGE

lebih mirip organism yang terdapat pada

periodontitis dibandingkan gingivitis. Lesi

linear gingivitis dapat bersifat umum atau

lokal. Erithematous gingivitis memiliki ciri:

a. Terbatas pada jaringan yang kecil

b. Meluas ke daerah attached gingiva

dalam punctate atau diffuse erythema,

atau

c. Meluas ke mucosa alveolar

LGE biasanya tidak merespon terapi

korektif, tetapi beberapa lesi dapat mengalami

remisi secara spontan. Lesi oral candidiasis dan

LGE telah diidentifikasikan , menunjukkan

peran etiologis spesies candidiasis pada LGE.

Baru-baru ini, kultur mikroskopik dari dari lesi

LGE menunjukkan adanya Candida

dubliniensis pada empat pasien, semua pasien

ini mendapatkan remisi lengkap atau sebagian

setelah terapi antifungal sistemik. Masih belum

diketahui apakah infeksi candida merupakan

etiologi pada seluruh kasus LGE.

Daerah yang terinfeksi di scale dan

polish . Irigasi subgingival dengan

chlorhexidine atau povidone-iodine 10%.

Pasien diinstruksikan untuk melaksanakan

Page 46: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

prosedur oral hygiene dengan teliti. Kondisi harus

dievaluasi 2 sampai 3 minggu setelah terapi awal.

Jika pasien komplain mengenai prosedur perawatan

di rumah dan lesi tetap bertahan, ada kemungkinan

terjadinya infeksi candida. Diragukan bahwa

antifungi topikal akan mencapai dasar dari celah

gingival. Sebagai konsekuensinya, perawatannya

dengan pemberian antifungi sistemik seperti

fluconazole selama 7 sampai 10 hari.

Penting untuk diingat bahwa LGE

mungkin sulit untuk ditangani. Jika demikian,

pasien harus dimonitor dengan cermat apakah

terdapat tanda-tanda perkembangan kondisi

periodontal yang lebih berat (e.g., NUG, NUP,

NUS). Pasien harus ditemui kembali setelah 2-3

bulan dan diberi perawatan kembali sesuai yang

dibutuhkan. Seperti yang telah disebutkan,

walaupun terdapat resistensi LGE terhadap terapi

periodontal konvensional, remisi spontan juga

dapat terjadi untuk alasan yang belum diketahui.

Necrotizing Ulcerative Gingivitis

Beberapa laporan telah menunjukkan

peningkatan insidensi dari necrotizing ulcerative

gingivitis pada pasien penderita AIDS. Belum

terdapat kesepakatan apakah insidensi dari NUG

meningkat pada pasien HIV-positif.

Perawatan dasar terdiri dari pembersihan

(cleaning) dan debridement dari area yang

terinfeksi dengan menggunakan cotton pellet yang

direndam dalam peroksida setelah pengaplikasian

anestesi topikal. Bahan pembilas rongga mulut

yang bersifat escharotic seperti hydrogen peroksida

harus dihindari, bagaimanapun juga, untuk pasien

manapun terutama kontraindikasi untuk individu

imunokompromis. Pasien harus diperiksa setiap

hari atau beberapa hari pada minggu pertama;

debridement dilakukan tiap kunjungan, dan metode

plak kontrol secara perlahan-lahan diperkenalkan.

Ketelitian program plak kontrol harus dipakai dan

dimulai saat sensitivitas dari area yang

terinfeksi sudah memungkinkan. Setelah

penyembuhan awal terjadi, pasien harus bisa

menoleransi scaling dan root planning jika

dibutuhkan.

Pasien harus menghindari tembakau,

alkohol, rempah-rempah. Dan diberikan obat

kumur antimikroba seperti chlorhexidine

gluconate 0,12%.

Antibiotik sistemik contohya

metronidazole atau amoxicillin dapat diberikan

pada pasien dengan destruksi jaringan sedang

sampai berat, localized lymphadenopathy atau

sindrom sistemik, atau keduanya. Pemberian

obat antifungi sebagai prophylactic harus

dipertimbangkan jika pasien diberikan

antibiotik.

Periodontium harus direevaluasi 1 bulan

setelah resolusi dari symptom akut untuk

menilai hasil dari perawatan dan memutuskan

apakah diperlukan perawatan lebih lanjut.

Necrotizing Ulcerative Periodontitis

Bentuk periodontitis yang

berkembang dengan cepat (progresif),

nekrosis, dan berulser terjadi lebih sering pada

individu HIV-positif, walaupun beberapa lesi

telah dideskripsikan sebelum onset dari AIDS.

NUP merupakan kelanjutan dari NUG dimana

terjadi kehilangan tulang dan perlekatan

periodontal.

NUP memiliki karakteristik adanya

nekrosis pada jaringan lunak, destruksi

periodontal yang berlangsung cepat, dan

kehilangan tulang interproksimal. Lesi dapat

terjadi dimana saja pada lengkung gigi dan

biasanya berada pada beberapa gigi, walaupun

NUP general kadang muncul setelah terjadinya

penipisan sel CD4. Pada onsetnya NUP

Page 47: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

menimbulkan rasa sakit yang cukup kuat, dan

pengobatan yang segera sangat dibutuhkan.

Riley dkk memeriksa 200 pasien HIV-

positif dan menemukan 85 orang memiliki

periodontal yang sehat; 59 gingivitis; 54 memiliki

periodontitis ringan, sedang, advanced; dan hanya

dua orang yang memiliki NUP.

Terapi untuk NUP antara lain local

debridement, scaling dan root planning, in-office

irrigation dengan agen antimikroba yang efektif

contohnya chlorhexidine gluconate atau povidone-

iodine (Betadine), dan meningkatkan oral hygiene

termasuk penggunaan antimikroba rinses di rumah.

Pada NUP hebat, terapi antibiotik

mungkin dibutuhkan tetapi harus digunakan

dengan perhatian pada pasien infeksi HIV untuk

menghindari kemungkinan dan potensi serius dari

candidiasis atau candidal septicemia.. Jika

antibiotic dibutuhkan, yang menjadi obat terpilih

adalah metronidazole ( 250mg, dengan dua tablet

diminum langsung kemudian satu tablet empat kali

sehari selama 5-7 hari). Agen antifungi topikal atau

sistemik untuk prophylactic juga diberikan jika

antibiotic digunakan.

Necrotizing Ulcerative Stomatitis

Necrotizing ulcerative stomatitis (NUS)

dapat menyebabkan destruksi yang cukup kuat,

bersifat akut, dan sakit telah dilaporkan terdapat

pada pasien HIV-positif. NUS dikarakteristikkan

oleh nekrosis beberapa area yang signifikan pada

jaringan lunak mulut dan dasar tulang. Dapat

terjadi secara terpisah atau sebagai lanjutan dari

NUP dan biasanya berhubungan dengan depresi sel

imun CD4 yang cukup parah. Kondisi ini identik

dengan cancrum oris (noma), proses destruksi yang

jarang terjadi seringkali ditemukan pada individu

yang sangat kekurangan nutrisi, terutama di Afrika.

Perawatan untuk NUS termasuk

antibiotik contohnya metronidazole dan

penggunaan obat kumur antimikroba seperti

chlorhexidine gluconate. Jika terdapat nekrosis

tulang , biasanya dibutuhkan pengangkatan

tulang tersebut untuk proses penyembuhan

luka.

Chronic Periodontitis

Banyak studi menyarankan bahwa

individu HIV positif memiliki pengalaman

chronic periodontitis dibandingkan populasi

umum. Membandingkan frekuensi lesi oral dan

penyakit periodontal antara individu HIV

positif dan negatif, beberapa adalah IDU

(injection drugs users). Mereka menyimpulkan

bahwa gaya hidup IDU memiliki peran yang

lebih besar pada penyakit mulut dibandingkan

dengan individu status HIV. Mereka juga

menemukan lesi yang konsisten pada lidah

dengan hairy leukoplakia yang umumnya

terjadi pada seropositif homoseksual males,

sedangkan candidiasis oral dan LGE umumnya

pada IDU. Adanya laporan lain bahwa insiden

dan keganasan dari chronic periodontitis

adalah sama pada grup HIV positif dan negatif.

Klein at al mengevaluasi 181 heterosexual

dengan AIDS dan menemukan persentase lebih

besar pada wanita (91%) dibandingkan pria

(73%) denan gingivitis atau periodontitis.

Secara keseluruhan, beberapa heterosexual

dengan AIDS hanya terkena gingivitis (70%).

Sedangkan yang lain periodontitis hebat

(27%)..

Studi yang terkontrol dengan baik

mengindikasikan resesi gingival dan

kehilangan attachment sering terjadi pada grup

HIV dibandikan grup yang lain dalam populasi

umum. Ini menegaskan bahwa individu

Page 48: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

immunocompromised sedikit banyak mendertita

chronic periodontitis dibandingkan dengan yang

memiliki system imun kuat. Sebagian besar

individu HIV positif memiliki riwayat gingivitis

dan chronic periodontitis dalam kebiasaan yang

sama dengan populasi secara umum.

2.6.7 Protokol Perawatan Periodontal pada

Pasien HIV

Rongga mulut sering menjadi tempat dari

manifestasi klinik dari penyakit tersebut.

Kemampuan mengenali dan mengatur manifestasi

oral penyakit ini sangat penting sebagai bagian dari

praktek kedokteran gigi. Dokter gigi harus siap

membantu pasien terinfeksi HIV dalam

pemeliharaan kesehatan mulut dari penyakit

tersebut.

Untuk keamanan dan efektivitas dalam

terapi periodontal pada individu yang terinfeksi

HIV, beberapa perawatan sangatlah penting.

Health Status

Kesehatan pasien harus sesuai dengan

riwayat kesehatan, evaluasi fisik, dan hasil

konsultasi dengan psikolog. Perawatan akan

bergantung pada tingkat kesehatan pasien

contohnya, penundaan penyembuhan luka dan

meningkatkan resiko infeksi setelah operasi

memungkinkan adanya faktor komplikasi pada

pasien AIDS. Sangatlah penting untuk

mendapatkan informasi status imun pasien dengan

menanyakan beberapa pertanyaan seperti berikut:

1. Berapa level CD4+ T4 lymphocyte ?

2. Virus apa yang sedang menyerang ?

3. Sudah berapa lama infeksi HIV

diidentifikasi? Apakah mungkin untuk

mengidentifikasi perkiraan tanggal dari

original exposure?

4. Apakah terdapat sejarah penyalahgunaan

obat, penyakit yang ditransmisikan secara

seksual, infeksi multiple atau fakor lain

yang mungkin mengubah respon imun?

Sebagai contoh, apakah pasien memiliki

sejarah menderita hepatitis B kronik,

hepatitis C, neutropenia,

thrombocytopenia, defisiensi nutrisi atau

insufisiensi adrenocorticoid ?

5. Pengobatan/ obat apa yang sedang

dilakukan/dikonnsumsi oleh pasien?

6. Apakah pasien mendeskripsikan atau

memperlihatkan efek samping ydari obat-

obatan?

Infection Control Measures

Manajemen klinis periodontal pasien

infeksi HIV membutuhkan kedisiplinan dalam

perawatan untuk membentuk metode infection

control, berdasarkan ADA dan CDC.

Terpenuhinya universal precaution akan

mengeliminasi atau meminimalisir resiko pada

pasien dan dental staff. Pasien

imunokompromis memiliki potensi yang besar

mendapat transmisi infeksi pada dental office

atau fasilitas kesehatan lainnya.

Goals of Therapy

Tujuan utama dari terapi adalah

perbaikan dan pemeliharaan kesehatan mulut,

kenyamanan dan fungsi. Minimal, tujuan

periodontal treatment harus diarahkan

langsung pada kontrol penyakit yang

berasosiasi dengan HIV (HIV-assosiated

mucosal disease) seperti chronic candidiasis

dan recurrent oral ulcerations. Acute

Periodontal dan Dental Infection harus

ditangani dan pasien harus mendapatakan

instruksi detail untuk melakukan prosedur oral

Page 49: Penyakit Gingiva & Penyakit Periodontal

hygine yang efektif. Konservatif, terapi periodontal

tanpa pembedahan menjadi pilihan perawatan

untuk pasien HIV positif, tetapi prosedur

pembedahan periodontal pernah dilaporkan sukses

mengobati pasien HIV positif. Necrotizing

ulcerative periodontal (NUP) atau Necrotizing

ulcerative somatitis (NUS) menyebabkan

kerusakan hebat pada struktur periodontal, tapi

sejarah dari kondisi seperti ini tidak otomatis

membuat kita mengekstraksi gigi, kalau pasien

tidak bisa atau tidak sanggup memelihara oral

hygine khususnya di daerah yang terkena atau

terinfeksi. Keputusan mengenai prosedur

periodontal yang terpilih harus dibuat dengan izin

pasien (informed consent) dan setelah konsultasi

medik, jika memungkinkan.

Maintenance Therapy

Sangatlah penting bahwa pasien harus

menjaga oral hygine. Sebagai tambahan, kontrol

untuk perawatan periodontal dilakukan dalam

jangka waktu 2-3 bulan. Terapi dengan antibiotik

sistemik harus terkonsultasi atau koordinasi dengan

dokter sangat diperlukan.

Psychological Factor, infeksi HIV pada sel neural

mempengaruhi fungsi otak dan menimbulkan

outright dementia. Hal ini sangat mempengaruhi

responsive pasien pada dental treatment.

Bagaimanapun, faktor psikologis banyak

ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV,

walaupun lesi neuronal tidak ditemukan. Dengan

penyakit seumur hidup ini, pada beberapa pasien

dapat menimbulkan depresi, rasa gelisah,

kemarahan, sehingga perawatan harus dilakukan

dalam suasana rileks, tenang dan tingkat stress dari

pasien harus minimum. Pasien dengan lesi oral dari

infeksi HIV harus segera diberi tahu dan jika benar

atau tepat harus ditanyakan mengenai riwayat

HIV. Jika dokter gigi memilih melakukan tes

untuk antibodi HIV maka pasien harus

diberitahu. Pada keadaan atau situasi inform

consent (IC) diperlukan sebelum melakukan

tes.